Mbaru Gendang (Rumah Adat Manggarai) adalah simbol keselarasan hidup masyarakat setempat. Ia menjadi sumber terciptanya tatanan sosial karena keberadaannya mewakili nilai kekerabatan sosial antara berbagai suku yang ada dalam masyarakat Manggarai. Ia juga berfungsi sebagai lambang keterbukaan masyarakat setempat terhadap kehadiran orang atau suku lain.
Mbaru gendang bukan media politik praktis slideshare
1. Mbaru Gendang Bukan Media Politik Praktis
Oleh : Lelo Yosep Laurentius
Mbaru Gendang (Rumah Adat Manggarai) adalah simbol keselarasan hidup
masyarakat setempat. Ia menjadi sumber terciptanya tatanan sosial karena
keberadaannya mewakili nilai kekerabatan sosial antara berbagai suku yang ada dalam
masyarakat Manggarai. Ia juga berfungsi sebagai lambang keterbukaan masyarakat
setempat terhadap kehadiran orang atau suku lain. Sebagai contoh, tersedia sebuah
upacara penerimaan terhadap warga luar yang menjadi warga masuk kampung/dusun
melalui ritual perkawinan.
Mbaru Gendang memiliki ruangan luas untuk beberapa keluarga yang disekat dalam
biliknya masing-masing, namun hanya memiliki satu dapur. Mbaru Gendang hampir bisa
ditemukan di setiap desa dan/atau perkampunga di Manggarai.
Segala permasalahan yang ada dalam masyarakat selalu dibicarakan dan
diselesaikan di Mbaru Gendang ini dengan melibatkan Tua Golo (ketua adat untuk seluruh
warga dusun). Dengan demikian Mbaru Gendang menjadi legitimasi moral dan sosial bagi
masyarakat Manggarai yang bersifat komunal, terbuka, dan transparan.
Politisasi
Dalam berbagai peristiwa politis dewasa ini seperti pilkades, pilkada, dan pemilu
legislatif, para kandidat berlomba-lomba memanfaatkan Mbaru Gendang untuk melakukan
konsolidasi politis. Berbagai bentuk konsolidasi diciptakan seperti syukuran, dialog, dan
meminta dukungan. Lebih lagi, konsolidasi itu didukung oleh para caleg “senior” dengan
memiliki dana besar. Konsolidasi ini terbukti telah merubah fungsi sosial Mbaru Gendang
dari fungsi legitimasi moral ke legitimasi politis.
Salah satu bukti yang sudah mulai dirasakan oleh masyarakat setempat ialah
muncul gesekan kepentingan politik antara kekerabatan para kandidat. Ketika terjadi
politisasi terhadap Mbaru Gendang, maka fungsinya tidak lagi dilihat sebagai wadah
musyawarah untuk mufakat, tetapi sebagai media kampanye. Sehingga kemudian yang
terjadi adalah banyak persoalan masyarakat sehari-hari tidak lagi diselesaikan melalui
musyawarah di Mbaru Gendang, melainkan lebih ditentukan oleh pihak-pihak yang
berpengaruh dalam kekuatan politik. Di sinilah awal degradasi legitimasi moral Mbaru
Gendang dalam kehidupan masyarakat Manggarai.
Semestinya, peran dan fungsi Mbaru Gendang bisa menjadi tempat untuk
mengevaluasi program-program politis antara kandidat (pilkades, pilkada, dan pemilu).
Bukan sebaliknya dipolitisasi sedemikian rupa demi kepentingan individu atau kelompok
tertentu yang berpengaruh. Jadi, politisasi Mbaru Gendang menggeser fungsi sosialnya.
Potensi Konflik
Konflik politik saat ini bisa masuk dan merusak tatanan sosial masyarakat setempat
seperti kelahiran, perkawinan, kematian dan sebagainya. Bukan hal baru bila potensi
konflik itu sudah bisa ditangkap oleh masyarakat Manggarai, baik yang tinggal di tanah
kelahiran maupun di perantaun. Oleh karena itu, masyarakat Manggarai membutuhkan
upaya-upaya untuk merawat tatanan sosialnya. Salah satu upayanya ialah meredam
konflik politik dengan mengembalikan fungsi sosial Mbaru Gendang pada kedudukan yang
sebenarnya.
Jika demikian, maka apa pun namanya, pilkades, pilkada, dan pemilu tidak harus
memanfaatkan simbol-simbol adat dan budaya, seperti Mbaru Gendang sebagai alat dan
kendaraan politik.
Semestinya, masyarakat Manggarai memanfaatkan simbol budayanya, seperti
Mbaru Gendang sebagai wadah untuk bermusyawarah demi mencapai kesepakatan
2. bersama. Itulah sebabnya, masyarakat Manggarai jarang merelakan Mbaru Gendang
sebagai kendaraan politik praktis.