SlideShare a Scribd company logo
1 of 110
Download to read offline
EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL 
PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI 
KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR 
ADY ERIADY WIBAWA 
SKRIPSI 
PROGRAM STUDI 
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN 
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN 
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 
2008
ABSTRAK 
ADY ERIADY WIBAWA (C 44104039). Efisiensi Penggunaan Input dan 
Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan 
Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI 
Usaha pendederan ikan lele dumbo banyak dipilih oleh pembudidaya di Kecamatan Ciseeng, 
karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan 
pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan 
yang singkat membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga 
berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, 
tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. 
Hasil dari analisis fungsi produksi ini ialah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input 
agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha 
pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to 
Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2, 
dan TK3. Pada kondisi optimal ini, jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m2 dengan 
jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor benih per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan 
agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan 
pada kondisi optimal sebesar Rp70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan 
bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) 
memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar Rp1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 
34,23, dan IRR sebesar 603,00%. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan 
bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan 
pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41%. 
Dari hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan 
Ciseeng layak untuk dilaksanakan. 
Kata Kunci : Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Finansial
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER 
INFORMASI 
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : 
Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan 
Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor 
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa 
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang 
berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan mau pun yang tidak diterbitkan 
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di 
bagian akhir Skripsi ini. 
Bogor, 30 Januari 2008 
Ady Eriady Wibawa 
C 44104039
© Hak cipta milik Ady Eriady Wibawa, tahun 2008 
Hak Cipta dilindungi 
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian 
Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, 
mikrofilm, dan sebagainya
EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL 
PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI 
KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR 
SKRIPSI 
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan 
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 
Institut Pertanian Bogor 
Oleh : 
ADY ERIADY WIBAWA 
C44104039 
PROGRAM STUDI 
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN 
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN 
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 
2008
SKRIPSI 
Judul Skripsi : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial 
pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan 
Ciseeng Kabupaten Bogor. 
Nama Mahasiswa : Ady Eriady Wibawa 
Nomor Pokok : C44104039 
Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan 
Disetujui, 
Komisi Pembimbing 
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. 
NIP : 131.578.826 
Diketahui, 
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan 
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc 
NIP : 131.578.799 
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
KATA PENGANTAR 
Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang 
telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul 
“Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial Usaha Pendederan Ikan Lele 
Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor” ini dibuat sebagai salah satu 
syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu 
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., 
sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa 
penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga (papa, mama, teh Nia, A Edwin, dan 
Anna), para responden pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, serta rekan-rekan 
yang telah banyak membantu penulis baik secara moril mau pun materil, 
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk 
penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penulisan skripsi ini dapat 
bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan. 
Bogor, 30 Januari 2008 
Ady Eriady Wibawa
RIWAYAT HIDUP 
Penulis bernama lengkap Ady Eriady Wibawa. Penulis lahir di Bogor pada 
tanggal 22 Januari 1986 dari pasangan Bapak Drs. Asep Sutisna, MM dan Ibu Tarmi 
Imiyati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak 
yang bernama Garsinia Lestari, SP dan adik yang bernama Anna Reza. 
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor 
dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi 
Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu 
Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut 
Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi 
HIMASEPA (tahun 2006). 
Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Efisiensi Penggunaan Input 
dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan 
Ciseeng, Kabupaten Bogor”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing 
oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.
DAFTAR ISI 
Halaman 
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii 
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix 
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................x 
I. PENDAHULUAN..................................................................................................1 
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1 
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................3 
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................................................4 
1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................................4 
1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................................................5 
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6 
2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo...............................................................................6 
2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo...........................................................................7 
2.3 Fungsi Produksi.................................................................................................9 
2.4 Efisiensi Penggunaan Input.............................................................................11 
2.5 Analisis Finansial.............................................................................................13 
2.5.1 Analisis Usaha........................................................................................13 
2.5.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................14 
2.5.3 Analisis Sensitivitas................................................................................14 
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..............................................................16 
IV. METODOLOGI...................................................................................................19 
4.1 Metode Penelitian............................................................................................19 
4.2 Jenis dan Sumber Data.....................................................................................19 
4.3 Metode Pengambilan Sampel..........................................................................20 
4.4 Analisis Data....................................................................................................20 
4.4.1 Analisis Fungsi Produksi........................................................................21 
4.4.2 Analisis Finansial....................................................................................24 
4.4.3 Analisis Sensitivitas................................................................................28 
4.5 Batasan dan Pengukuran..................................................................................29 
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................31 
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...32 
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian………………………………………...…32 
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum……………………………………………...32 
5.1.2 Kependudukan…………………………………………………………33 
5.1.3 Sarana dan Prasarana…………………………………………………..35 
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya......................................................................37 
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo……………........…37 
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya.........................................................38
Halaman 
5.3 Usaha Pendederan Lele Dumbo……………………………………………...38 
5.3.1 Kegiatan Budidaya……………………………………………………..38 
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo…………….......43 
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi…………………………………....…...45 
5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input………………………………………...51 
5.6 Analisis Finansial.............................................................................................53 
5.6.1 Analisis Usaha........................................................................................54 
5.6.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................57 
5.6.3 Analisis Sensitivitas................................................................................61 
5.7 Implikasi Pengembangan.................................................................................64 
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................65 
6.1 Kesimpulan......................................................................................................65 
6.2 Saran...............................................................................................................66 
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….67 
LAMPIRAN………………………………………………………………………...69
DAFTAR TABEL 
Halaman 
1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor 
Tahun 2005-2006.....................................................................................................3 
2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur, 
Tahun 2006...........................................................................................................33 
3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006..............................34 
4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian, 
Tahun 2006............................................................................................................34 
5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006..................................35 
6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng 
Tahun 2006............................................................................................................36 
7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan 
Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseen Tahun 2007..................44 
8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil 
pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng 
Tahun 2007............................................................................................................45 
9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input...................................48 
10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM 
dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng 
Tahun 2007............................................................................................................52 
11. Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan 
Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m2 pada Kondisi Aktual 
dan Optimal...........................................................................................................53 
12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di 
Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007...........................55 
13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo 
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................58 
14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo 
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................59
Halaman 
15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo 
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................60 
16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi 
Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55%..............................................................62 
17. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi 
Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63 
18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi 
Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63
DAFTAR GAMBAR 
Halaman 
1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)………………………………………......6 
2. Kurva Keseimbangan Produsen.............................................................................11 
3. Skema Kerangka Pendekatan Studi.......................................................................18 
4. Proses Persiapan Kolam……………………….………………………………...39 
5. Kondisi Kolam sebelum Penebaran Benih…………………………..…………..40 
6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam………………………………………..…………41 
7. Proses Pemanenan……………………………………….………………………42 
8. Kegiatan Penyortiran Benih………………………………………………..…….42 
9. Grafik Normal P-P Plot of Regression…………...……...…………………..…..47 
10. Grafik Scatterplot…………………………………….………………………….49
DAFTAR LAMPIRAN 
Halaman 
1. Peta Kecamatan Ciseeng…………………………………………………………70 
2. Karakteristik Responden Pembudidaya………………………………………….71 
3. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga, dan Nilai Beli Produksi per 
Musim Tanam pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan 
Ciseeng Tahun 2007………….………………………..………………………...72 
4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil…………...74 
5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service 
Solutions…………………………………………………………………………75 
6. Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal……………………………………80 
7. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 
4.426,67m2 Tahun 2007…………………………………………….……..…….82 
8. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 
4.426,67m2 Tahun 2007………………………………………………..………...83 
9. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
per Tahun secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 
4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................84 
10. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
per Tahun secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 
4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................85 
11. Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada 
Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan 
Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.....................................................................86 
12. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Kecamatan Ciseeng 
Tahun 2007............................................................................................................87
Halaman 
13. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal dengan Skenario 2 (Lahan Sewa) di Kecamatan Ciseeng 
Tahun 2007............................................................................................................88 
14. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal dengan Skenario 3 (Lahan Sewa dan Pinjaman Bank) di 
Kecamatan Ciseeng Tahun 2007...........................................................................89 
15. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 1 dengan Asumsi Terjadi 
Kenaikan Harga Benih 157,55%...........................................................................90 
16. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 2 dengan Asumsi Terjadi 
Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................91 
17. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi 
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 3 dengan Asumsi Terjadi 
Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................92
I.PENDAHULUAN 
1.1 Latar belakang 
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau 
dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. 
Dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2 dan bentang garis pantai sepanjang 95.181 
km, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor perikanan pada 
dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 
Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun 
dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70%). Sementara 
itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi 
budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya 
air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. 
Pemanfaatan potensi sumberdaya budidaya perikanan saat ini baru sekitar 10,1% 
untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau, dan 0,01% untuk budidaya 
laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per 
tahun (http://www.tribun-timur.com). 
Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala 
kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar, dan permodalan. 
Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan 
salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor 
perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih 
menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal, 
sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan 
masyarakat melakukan usahannya dengan daya dukung yang terbatas. 
Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal 
ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih 
rendah, tetapi terus mengalami peningkatan. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari 
21,57 kg per kapita per tahun pada tahun 2000 menjadi 26 kg per kapita per tahun 
pada tahun 2005. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia ini masih berada di
bawah standar konsumsi ikan yang dipersyaratkan oleh organisasi pangan dunia 
(FAO) sebesar 30 kg per kapita per tahun (http://www.tribun-timur.com). Untuk terus 
meningkatkan tingkat konsumsi ikan masyarakat, pemerintah mencanangkan program 
Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi 
Ikan Nasional (Forikan). Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat terus terjadi 
seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya 
mengkonsumsi ikan. Salah satu ikan konsumsi yang memiliki kandungan gizi tinggi 
ini adalah ikan lele dumbo. 
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakan jenis ikan konsumsi yang 
memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan lele dumbo banyak dipilih 
sebagai komoditas budidaya, karena memiliki tingkat kesulitan pemeliharaan yang 
rendah. Selain itu beberapa keunggulan lele dumbo sebagai komoditas budidaya 
diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, memiliki fekunditas telur yang 
tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal, dan memiliki efisiensi pakan yang 
tinggi. 
Budidaya ikan lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup 
dua kegiatan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pendederan ialah kegiatan untuk 
memelihara benih ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan pada kegiatan 
pembesaran. Dalam kegiatan pendederan, biasanya benih baru dipanen pada ukuran 
antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk 
menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu lele dengan berat sekitar 100gr. Kegiatan 
pembesaran merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada pasokan benih yang 
dihasilkan pada kegiatan pendederan. Penelitian ini akan dibatasi hanya pada kegiatan 
pendederan, karena benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada 
keberhasilan budidaya ikan lele dumbo ini. 
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan 
yang cukup besar, dan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki prospek 
yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya. Potensi budidaya ini dapat 
dilihat dari data produksi perikanannya yang menunjukkan peningkatan yang cukup 
signifikan seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2006 
No Jenis Usaha 2005 2006 
1 Budidaya perikanan air tawar (Ton) 7.593,00 23.020,50 
2 Perairan umum (Ton) 187,00 120,50 
3 Ikan hias (Ribuan ekor) 72.524,00 75.382,67 
4 Pembenihan (Ribuan ekor) 703.098,00 708.594,00 
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor 2006 
Kegiatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bogor, salah satunya 
terdapat di Kecamatan Ciseeng. Di Kecamatan Ciseeng ini terdapat beragam 
komoditas ikan yang dibudidayakan, mulai dari budidaya ikan hias hingga jenis ikan 
konsumsi. Untuk jenis ikan konsumsi, lele dumbo adalah komoditas yang banyak 
dibudidayakan. Di Kecamatan Ciseeng ini, kegiatan pendederan merupakan kegiatan 
yang banyak dipilih untuk budidaya komoditas lele dumbo. Kegiatan pendederan 
menjadi pilihan, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang 
dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan 
kegiatan pembesaran. 
Waktu pemeliharaan kegiatan pendederan ikan lele dumbo yang singkat, 
membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga 
berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini 
relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal 
inilah yang membuat alokasi penggunaan input secara efisien sangat penting untuk 
memperoleh hasil yang optimal. 
1.2 Perumusan Masalah 
Salah satu aspek penting dalam budidaya komoditas perikanan adalah 
tersedianya input secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Prinsip efisiensi dalam 
penggunaan berbagai input merupakan hal yang amat penting untuk diterapkan, 
karena menyangkut jumlah output yang akan dihasilkan. Dengan kata lain prinsip 
efisiensi bagi pembudidaya ialah proses penggunaan input secara tepat dengan tujuan 
memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal.
Permasalahan atau kendala yang sering dihadapi pembudidaya, yaitu adanya 
keterbatasan dalam penggunaan input (faktor produksi) yang disebabkan terbatasnya 
jumlah modal usaha yang dimiliki, pengelolaan yang masih sederhana, serta 
keterampilan yang dimiliki pembudidaya masih rendah. Keterampilan yang masih 
rendah yang dimiliki pembudidaya, dapat dilihat dari masih minimnya pengetahuan 
para pembudidaya tentang hubungan antara alokasi input yang digunakan terhadap 
kuantitas serta kualitas dari output yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan dapat 
membuat proses produksi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan pada akhirnya 
membuat tingkat keuntungan yang diperoleh pembudidaya menjadi tidak maksimal. 
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian 
ini adalah : 
1) Bagaimana kondisi aktual usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di 
Kecamatan Ciseeng. 
2) Bagaimana alokasi penggunaan input yang optimal agar tercapai tingkat 
keuntungan yang maksimal. 
3) Bagaimana sesungguhnya kondisi finansial usaha budidaya pendederan ikan lele 
dumbo di Kecamatan Ciseeng. 
4) Bagaimana prospek pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo 
di Kecamatan Ciseeng. 
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 
1.3.1 Tujuan Penelitian 
1) Mengetahui kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan 
Ciseeng. 
2) Mengetahui alokasi input yang optimal dalam usaha budidaya pendederan ikan 
lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 
3) Mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usaha dari kegiatan pendederan 
ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 
4) Mengetahui peluang pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo 
di Kecamatan Ciseeng.
1.3.2 Kegunaan Penelitian 
1) Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program 
Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan 
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 
2) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai usaha budidaya 
pendederan ikan lele dumbo. 
3) Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pembudidaya 
untuk pengembangan usaha. 
4) Sebagai sumber data dan informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian 
selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 
2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo 
Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin H (1984) adalah sebagai berikut : 
Filum : Chordata 
Subfilum : Vertebrata 
Kelas : Pisces 
Ordo : Ostariophysi 
Subordo : Siluroidea 
Famili : Clariidae 
Genus : Clarias 
Spesies : Clarias gariepinus 
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 
Ikan lele dumbo atau disebut juga Lele Afrika merupakan jenis ikan lele yang 
berasal dari Kenya dan memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan jenis 
lele lokal. Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal 
menurut Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie (2002) diantaranya adalah : 
1) Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat , pada umur 24 minggu lele dumbo dapat 
mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr. 
2) Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya 
mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg 
3) Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat 
bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.
4) Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan 
seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka. 
Secara fisik lele dumbo tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lele lokal. 
Beberapa ciri lele dumbo diantaranya bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah 
ekornya, tidak bersisik, badannya mengeluarkan lendir, bentuk kepala gepeng dan 
simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar tidak bergigi serta 
memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar. Perbedaan lele 
dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal selain ukuran tubuhnya yang lebih besar 
ialah warna kulit lele dumbo berwarna keunguan dengan bintik besar yang 
menyerupai corak loreng-loreng pada baju tentara. Selain itu gerakan lele dumbo 
lebih lincah bila dibandingkan dengan lele lokal (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 
2002) 
Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), salah satu sifat lele dumbo adalah 
suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele 
merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa 
disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari 
makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat yang gelap 
dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari lele dumbo ialah 
memilki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang 
menyebabkan air kolam tampak keruh. 
Ditinjau dari jenis makanannya, pakan alami lele adalah binatang renik yang 
hidup di dasar mau pun di dalam air seperti cacing, jentik-jentik nyamuk, larva 
serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Lele juga dapat bersifat kanibal, yaitu 
memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Hernowo 
A dan R Suyanto 2003). 
2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo 
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih hasil penetasan telur lele 
menjadi benih yang siap ditebar untuk pembesaran. Agar mendapatkan kualitas benih 
yang baik, maka diperlukan induk dengan kualitas yang baik. Untuk kegiatan
pendederan ini benih yang digunakan biasanya merupakan benih hasil pemijahan 
dengan penyuntikan hormon. Hormon yang digunakan untuk pemijahan ini dapat 
berasal dari kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis. Persyaratan agar penyuntikan 
hormon dapat efektif ialah induk lele harus sudah mengandung telur yang siap untuk 
dipijahkan (matang telur). Setelah disuntikkan, induk lele siap untuk dipijahkan baik 
secara alami mau pun melalui pengurutan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). 
Untuk kegiatan pendederan ini benih yang digunakan sebaiknya memiliki 
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran ini penting, karena perbedaan ukuran 
benih yang terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya kanibalisme diantara benih. 
Sifat kanibalisme ini muncul apabila benih lele kekurangan makanan akibat dari 
keterlambatan pemberian pakan (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002). 
Untuk kolam pedederan, ukuran kolam pendederan dapat diatur sesuai 
kebutuhan pembudidaya. Biasanya konstruksi tanggul dasar kolam untuk pendederan 
ini terbuat dari tanah. Sebelum digunakan untuk kegiatan pendederan, kolam 
dikeringkan terlebih dahulu, bocoran-bocoran yang ada ditutup, dan hama yang 
mungkin ada diberantas. Tanah dasar kolam diberi kapur terlebih dahulu dengan 
dosis 1 kg per 100m2 untuk membunuh bibit penyakit yang ada dan memperbaiki 
struktur tanah. Setelah dibiarkan 2-3 hari, tanah dipupuk dengan pupuk kandang 
sebanyak 50 kg per 100m2. Satu kali pemupukan awal ini cukup untuk pemeliharaan 
selama satu bulan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). 
Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), kegiatan pendederan ikan lele 
dumbo dapat dibagi kedalam 3 tahap sesuai ukuran benih, yaitu : 
1) Pendederan benih tahap I 
Pada kegiatan ini, benih yang ditebarkan masih amat kecil, yaitu umur 2 minggu 
sejak menetas. Kepadatan penebaran dapat mencapai 50 ekor per m2. Lama 
pendederan umumnya 1 bulan dan akan dihasilkan benih lele ukuran 5-6 cm. 
2) Pendederan benih tahap II 
Benih yang akan ditebarkan pada kegiatan ini berukuran panjang 5-6 cm dengan 
kepadatan 20-25 ekor per m2. Setelah dipelihara selama 1 bulan, lele menjadi
berukuran 5-8 cm dengan berat kira-kira 20 gr per ekor. Benih dengan ukuran ini 
disebut ”gelondongan sedang”. 
3) Pendederan benih tahap III 
Benih yang ditebarkan berukuran 5-8 cm dengan waktu pemeliharaan selama 1 
bulan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah benih dengan berat 40-50 gr per 
ekor dengan panjang 10-12 cm. Benih yang sudah besar ini disebut ”gelondongan 
besar”. 
2.3 Fungsi Produksi 
Fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah hubungan fisik antara 
variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang 
dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa 
input. Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 
Y = f ( X1, X2, X3,..., Xn ) .................................................................................(1) 
Berdasarkan persamaan (1), maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi 
tergantung dari peranan X1 sampai dengan Xn. Selain itu dengan persamaan (1), maka 
hubungan antara Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1....Xn dan X 
lainnya juga dapat diketahui. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi 
yang paling banyak digunakan. 
Menurut Soekartawi (1994) beberapa alasan mengapa fungsi produksi Cobb- 
Douglas lebih banyak digunakan dalam penelitian, yaitu : 
1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi 
produksi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke 
bentuk linear. 
2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien 
regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas. 
3) Penjumlahan besaran elastisitas dapat menunjukkan tingkat Return to Scale.
Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : 
........ ............................................................................(2) 3 
3 
2 
2 
1 
1 
b b b Y = aX X X X e 
bn u 
n 
dimana : 
Y = jumlah output yang dihasilkan / variabel yang dijelaskan 
Xi = jumlah input ke i yang digunakan / variabel yang menjelaskan 
a = intercept 
b = slope 
e = 2,7182 (bilangan natural) 
u = kesalahan (disturbance term) 
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), dapat dilakukan 
dengan merubah persamaan tersebut menjadi bentuk linear berganda dengan cara 
melogaritmakan persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi : 
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + ……+ bn ln Xn + u .................. (3) 
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk 
fungsinya menjadi fungsi linear, karena itulah ada beberapa persyaratan yang harus 
dipenuhi (Soekartawi 1994) yaitu : 
1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah 
suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 
2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap 
pengamatan (non- neutral difference in the respective technologies). Ini artinya 
apabila fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu 
pengamatan dan bila memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model 
tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model 
tersebut. 
3) Tiap variabel X adalah perfect competition. 
4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor 
kesalahan, μ
2.4 Efisiensi Penggunaan Input 
Menurut Soekartawi (1994), efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari 
berbagai input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini 
efisiensi merupakan salah satu syarat terciptanya optimalisasi. Optimalisasi dapat 
diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah 
biaya tertentu atau jumlah dana minimal untuk menghasilkan sejumlah output 
tertentu. 
Efisiensi menurut terminologi ekonomi mengandung dua unsur yaitu efisiensi 
teknis dan efisiensi ekonomis. Suatu alokasi faktor produksi dikatakan efisien secara 
teknis jika faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi rata-rata yang 
maksimum. Efisiensi ekonomis adalah tingkat pemakaian faktor produksi yang 
menghasilkan keuntungan maksimum (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; 
dan S Kelana 2005). 
A 
X1 
X1 
Sumber : Sugiarto at al 2005 
X2 
isoquant 
X2 
isocost 
Gambar 2. Kurva Keseimbangan Produsen 
Kondisi produksi yang optimal sebagai dampak dari efisiensi penggunaan input 
dapat digambarkan melalui kurva keseimbangan produsen. Dalam kurva 
keseimbangan produsen ini, efisiensi tercapai pada kombinasi input dimana slope dari
isoquant sama dengan slope dari isocost (Titik A, Gambar 2). Isoquant adalah kurva 
yang menunjukkan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat 
menghasilkan jumlah output yang sama, sedangkan isocost menunjukkan jumlah 
dana yang tersedia untuk membeli berbagai kombinasi input (Sugiarto; T 
Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). 
Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang 
digunakan. Pada umumnya ada dua model yang biasa digunakan yaitu : 
1) Model fungsi produksi 
2) Model linear programming 
Apabila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi ekonomis 
yang sering digunakan sebagai patokan. Persamaan fungsi produksi dengan model 
fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1994): 
...... .................................................................................(4) 3 
3 
2 
2 
1 
1 
bn 
n 
b b b Y = aX X X X 
dengan produk marjinal sebagai berikut : 
δY = b …………………………..............…………............…….……….. (5) 
δX 
Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut koefisien regresi 
yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian nilai produk 
marjinal (NPM ) faktor produksi x, dapat dituliskan sebagai berikut : 
NPM = b.Y.Py …………………........…………………………….......…... (6) 
X 
dimana : 
b = elastisitas produksi 
Y = produksi 
Py = harga produksi 
X = jumlah faktor produksi x 
Pada umumnya nilai Y, Py, dan X diambil dari nilai rata-ratanya.
Untuk menghitung alokasi penggunaan input pada kondisi yang optimal, 
efisiensi akan tercapai apabila rasio nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input 
dan harga input (P) sama dengan satu, atau dapat dituliskan sebagai berikut : 
NPMx = 1.....................................................................................................(7) 
Px 
Berdasarkan kenyataan dimana NPMx tidak selalu sama dengan Px, maka dapat 
diambil kesimpulan : 
 NPMx  1 ; artinya alokasi input yang dilakukan belum efisien, sehingga 
Px perlu dilakukan penambahan input 
 NPMx  1 ; artinya alokasi input yang dilakukan tidak efisien, sehingga 
Px perlu dilakukan pengurangan input yang digunakan. 
2.5 Analisis Finansial 
Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu 
usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui 
pengujian. Analisis finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara 
pengeluaran uang dengan penerimaan dari pada proyek. Pada dasarnya analisis 
finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dilihat dari sudut pandang 
badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan 
langsung pada suatu kegiatan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui 
analisis usaha dan analisis kriteria investasi. 
2.5.1 Analisis Usaha 
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan 
dalam suatu kesatuan. Kegiatan usaha dilakukan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya 
yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari 
penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 
1986). 
Ada beberapa bentuk penyajian analisis usaha yang biasa dipakai untuk 
mengetahui keuntungan suatu usaha. Analisis tersebut antara lain analisis keuntungan
usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period, dan analisis 
break event point (Ariyoto K 1995). Analisis keuntungan usaha adalah selisih antara 
penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah, sementara analisis 
perimbangan dan biaya adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan 
biayanya rata-rata per musim tanam. Payback period adalah lamannya waktu yang 
diperlukan untuk menutupi investasi, sementara break event point adalah titik impas 
dari kegiatan usaha (Ariyoto K 1995). 
2.5.2 Analisis Kriteria Investasi 
Investasi adalah penggunaan dana (uang) dengan maksud memperoleh 
penghasilan dengan memperhitungkan faktor risiko (Husnan S 1998). Analisis 
kriteria investasi dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak atau 
tidak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar 
manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Dalam hal ini yang dimaksud 
dengan hasil (benefit) adalah apa yang diperoleh pengusaha sebagai balas jasa atas 
modal yang digunakannya. 
Menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976), Indikator yang biasa 
digunakan untuk membandingkan manfaat dan biaya pada usaha adalah Net Present 
Value (NPV), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C ), dan Internal Rate of Return (IRR). 
NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa 
mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Net 
B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan 
diperoleh yang bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. IRR 
adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. 
2.5.3 Analisis Sensitivitas 
Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa 
yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian 
yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu
analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil 
analisis (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). 
Analisis sensitivitas akan menunjukkan apa yang terjadi dengan hasil kegiatan 
usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan 
biaya dan pendapatan. Hal ini penting dilakukan karena analisis proyek didasarkan 
pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang 
terjadi pada masa yang akan datang (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI 
Usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo merupakan jenis usaha budidaya 
yang banyak dilakukan di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Ciseeng merupakan 
salah satu sentra produksi untuk komoditas ikan lele dumbo. Salah satu prinsip dari 
usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini adalah efisiensi, dan salah satu cara 
mencapainya dengan melakukan alokasi input secara optimal. Dalam usaha 
pendederan ikan lele dumbo ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi jalannya 
usaha yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor 
yang dapat dikendalikan yang terdiri atas input tetap dan input variabel. Input tetap 
diantaranya berupa modal dan keterampilan, sedangkan input variabel diantaranya 
benih dan pakan. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari 
luar yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam usaha 
pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya iklim dan suhu. 
Dalam penelitian ini faktor yang akan dikaji adalah faktor internal yang tediri 
atas input tetap dan input variabel. Untuk menghasilkan tingkat produksi yang 
optimal, diperlukan pemanfaatan input secara optimal melalui alokasi yang tepat. 
Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. 
Efisiensi dalam pemakaian input dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input 
secara optimal untuk menghasilkan output yang akan memberikan keuntungan 
maksimal. Analisis optimalisasi dan efisiensi dalam penelitian ini akan dilakukan 
dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. 
Analisis finansial ialah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi 
usaha dan tingkat kelayakannya ditinjau dari aspek keuangan. Analisis finansial 
terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. 
Analisis usaha ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha 
budidaya pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan dapat memberikan keuntungan 
dalam jangka pendek. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis keuntungan 
usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP), dan 
analisis break event point (BEP). Jika hasil dari analisis usaha tersebut ternyata
menguntungkan, maka perlu dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis kriteria 
investasi. Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net 
Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return 
(IRR). Analisis kriteria investasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usaha 
yang dijalankan layak atau tidak. Selain itu perlu juga dilakukan uji sensitivitas untuk 
mengetahui pengaruh perubahan variabel input terhadap kondisi usaha. Apabila hasil 
perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas tidak layak dijalankan, maka harus 
diadakan evaluasi terhadap kegiatan usaha. Sebaliknya apabila hasil perhitungan 
analisis finansial dan uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya pendederan 
ikan lele dumbo ini masih layak untuk dijalankan, maka pengembangan usaha sangat 
layak untuk dilakukan. Skema kerangka pendekatan studi untuk penelitian ini dapat 
dilihat pada Gambar 3.
Budidaya ikan lele dumbo 
Pendederan 
Penggunaan faktor produksi 
Efisiensi 
penggunaan 
input : 
-Luas kolam 
-Padat penebaran 
-TK 
-Pakan 
Gambar 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi 
Evaluasi 
Analisis usaha : 
-Keuntungan 
-R/C 
-Payback Period 
- BEP 
Untung 
Analisis kriteria 
investasi : 
- NPV 
- Net B/C 
- IRR 
Analisis sensitivitas 
Layak Tidak 
layak 
Rugi 
Analisis optimalisasi: fungsi produksi 
Implikasi Pengembangan usaha
IV. METODOLOGI 
4.1 Metode Penelitian 
Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi penggunaan input 
dan analisis finansial usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah studi kasus. Studi 
kasus ialah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase 
spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir M 2003). Tujuan penelitian dengan studi 
kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, 
dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. 
Menurut Soeratno dan L Arsyad (1999), metode penelitian dengan 
menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup 
yang terbatas, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Studi kasus 
digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai 
dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang digunakan 
dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan lele 
dumbo secara monokultur. 
4.2 Jenis dan Sumber Data 
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. 
Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik, 
sedangkan data image adalah data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram dan 
sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu 
(Fauzi A 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan jenis data text 
faktor produksi yang meliputi biaya produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi 
yang dihasilkan. Data image yang digunakan berupa gambar dan foto. 
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan 
data sekunder. Sumber data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di 
lapangan dari pembudidaya dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Data 
yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan
output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, dan 
penyusutan. 
Data sekunder dalam penelitian ini diperlukan sebagai penunjang data primer 
yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan 
lembaga terkait seperti Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor 
Kecamatan Ciseeng, dan literatur-literatur. Data sekunder yang digunakan dalam 
penelitian ini diantaranya data monografi Kecamatan Ciseeng dan data produksi 
perikanan Kabupaten Bogor. 
4.3 Metode Pengambilan Sampel 
Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut 
masalah sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu 
benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dari keseluruhan populasi 
(Soeratno dan L Arsyad 1999). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan 
metode purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan 
tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata 
dari pertimbangan si peneliti. Sampel yang dipilih merupakan individu yang 
dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut : 
1) Pembudidaya yang masih aktif melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo. 
2) Produk yang dihasilkan untuk dijual dan bukan untuk kegiatan pembesaran. 
3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendederan ini minimal satu tahun. 
Banyaknya pembudidaya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini 30 orang 
pembudidaya, hal ini dilakukan untuk mencukupi syarat statistik. 
4.4 Analisis Data 
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih 
mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul 
ditabulasikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi 
produksi model Cobb Douglas dan analisis finansial.
4.4.1 Analisis Fungsi Produksi 
Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi 
produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk 
menduga hubungan antara produksi pendederan ikan lele dumbo dengan penggunaan 
faktor-faktor produksinya. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb- 
Douglas adalah sebagai berikut : 
................................................................(8) 7 
7 
6 
6 
5 
5 
4 
4 
3 
3 
2 
2 
1 
1 
b b b b b b b u Y = aX X X X X X X e 
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut 
sebaiknya diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan 
persamaan tersebut menjadi : 
LnY = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 
+ b7 ln X7................................................................................................(9) 
dimana : 
Y =produksi ikan lele dumbo (ekor per m2) 
X1 = benih ikan lele dumbo (ekor per m2) 
X2 = Kapur (kg per m2) 
X3 = Pupuk (kg per m2) 
X4 = Pakan (kg per m2) 
X5 = TK1 (jam kerja per m2) 
X6 = TK2 (jam kerja per m2) 
X7 = TK3 (jam kerja per m2) 
Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan 
menggunakan uji statistik sebagai berikut : 
1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor 
produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel 
tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : 
H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) 
H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
thitung = (bi-0)/Sbi 
Dimana : Sbi = standard error dari b 
bi = koefisien regresi 
- jika thitung  ttabel, maka H0 diterima, artinya Xi tidak berpengaruh nyata 
terhadap Y. 
- jika thitung  ttabel, maka H0 ditolak, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Y. 
2) Uji statistik F, digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi (Xi) secara 
bersama terhadap output (Y). Hipotesis yang diuji adalah : 
H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) 
H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) 
Fhitung = (JKR / (k-1)) …………………………………….................…….. ..(10) 
(JKD / (n-k)) 
dimana : 
JKR = jumlah kuadrat regresi 
JKD = jumlah kuadrat residual 
n = jumlah sampel 
k = jumlah variabel 
- jika Fhitung  Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak 
berpengaruh nyata terhadap produksi. 
- jika Fhitung  Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan 
berpengaruh nyata terhadap produksi. 
Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga 
dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang 
digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model 
regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan 
autokorelasi. 
Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi 
dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X 
(variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi 
normalitas ini.
Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model 
regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Beberapa cara 
untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah 
sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi. 
Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar 
garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso 2000). Bila asumsi ini 
tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. 
Heteroskedastisitas adalah problem yang terjadi pada model regresi apabila terjadi 
asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas 
dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara 
mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan : 
a) Menggunakan weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai 
variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas). 
b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan 
heteroskedastisitas. 
Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi 
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 
(sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada pada model regresi yang 
menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). 
Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui 
apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, 
constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan 
menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan (8) maka : 
1 b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7  1 ................................................................. .(11) 
a) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b71, maka usaha berada dalam keadaan decreasing 
return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambah, maka 
besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.
b) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 = 1, maka usaha berada dalam kondisi constant 
return to scale dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama 
dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. 
c) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7  1, maka usaha berada dalam kondisi increasing 
return to scale. Artinya proporsi penambahan output akan lebih besar dari 
proporsi penambahan input. 
Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi 
keuntungan, yaitu : 
Π = TR –TC atau Π = Py.Y – Pxi.Xi ...............................................................(12) 
Keuntungan maksimum pada usaha pendederan lele dumbo ini dapat tercapai pada 
saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama 
dengan nol, yaitu : 
Π = Py.Y –Pxi.Xi 
0 
¶Õ 
X 
1 
= 
¶ 
Py (dy/dxi) = Pxi 
Py.PMxi = Pxi 
NPMxi = Pxi 
NPMxi = 1 ................................................................................................................(13) 
Pxi 
4.4.2 Analisis Finansial 
Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek, 
dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanamkan uangnya 
dalam proyek mau pun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek. 
Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan mau pun 
orang-orang yang terlibat di dalam proyek.
1) Analisis usaha 
Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk 
menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam 
waktu satu tahun. Analisis usaha ini terdiri atas analisis keuntungan usaha, analisis 
imbangan penerimaan dan biaya ( R/C ), analisis payback period (PP), dan analisis 
break event point (BEP). 
a) Analisis Keuntungan Usaha 
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output 
yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. 
Secara matematis konsep keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : 
n 
Π = Y.Py – Σ 
= 
i 0 
Xi .Pxi …......................................................................…....(14) 
dimana : 
Π = Keuntungan (Rp per tahun) 
Y = Total produksi (ekor per tahun) 
Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit) 
Py = Harga per satuan output (Rp) 
Pxi = Harga per satuan input i (Rp) 
Py. Y = Penerimaan total (Rp) 
Px . ΣXi = Biaya total (Rp) 
b) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) 
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh 
dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis 
analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut 
(Soekartawi 1995) : 
TR 
/ ....................................................................................................(15) 
TC 
R C =
dimana : 
TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp) 
TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) 
Dengan kriteria usaha : 
R/C  1, usaha menguntungkan 
R/C = 1, Usaha impas 
R/C  1, Usaha rugi 
c) Payback Period (PP) 
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan 
untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan S 1998). 
Metode payback period secara matematis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : 
Payback period = Investasi x 1 tahun …………………………...……....(16) 
Net Benefit 
d) Analisis Break Event Point (BEP) 
Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output 
produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha 
mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum 
volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan S 1998). Selain itu BEP 
dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai 
pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung 
dengan persamaan matematis berikut : 
BEP ( Nilai Produksi ) = Biaya Tetap . 
1 – Biaya Variabel / Penerimaan ……....……..(17) 
BEP ( Volume Produksi ) = TFC . 
Py – AVC …………...... …………………....(18) 
dimana : 
TFC = biaya tetap total (Rp) 
AVC = biaya variabel rata-rata (Rp per kg) 
Py = Harga komoditas (Rp per ekor)
2) Analisis Kriteria Investasi 
Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat 
dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk 
analisis kriteria investasi diantaranya adalah : 
a) Net Present Value (NPV) 
Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan 
didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan 
kombinasi pengertian present value penerimaan dengan present value pengeluaran 
(Husnan S 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dengan rumus : 
= 
10 − 
NPV = Σ 
B C 
t t 
= + 
0 (1 ) 
t 
t 
t 
i 
…………………………….......……………….. ……...(19) 
Dengan kriteria usaha sebagai berikut : 
- NPV  0, usaha tidak layak 
- NPV = 0, Usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang 
digunakan (impas) 
- NPV  0, Usaha layak untuk dijalankan karena akan menghasilkan keuntungan. 
dimana : 
- Bt : Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp) 
- Ct : Biaya usaha pada tahun ke t (Rp) 
- i : Discount rate (%) 
- t : Umur proyek (10 tahun) 
b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) 
Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan 
bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan 
keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). 
Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus : 
………………….( Bt - Ct )  0 
………………. .....(20) 
= 
10 
Σ 
= 
= 
− 
B C 
t t 
+ 
(1 i 
) 
− 
0 
C B 
………………….( Bt - Ct )  0 Σ 
= 
t t 
+ 
= 
10 
0 
(1 ) 
/ t 
t 
t 
t 
t 
t 
i 
Net B C
Dengan kriteria usaha : 
- Net B/C  1, berarti usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak 
dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih 
menguntungkan. 
- Net B/C  1, berarti usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha 
ini dapat dilaksanakan. 
dimana : 
- Bt : Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) 
- Ct : Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) 
- t : Umur proyek (10 tahun) 
- i : Discount rate (%) 
c) Internal Rate of Return (IRR) 
IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan 
nol (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis IRR dinyatakan 
dengan rumus : 
IRR = i’ + NPV’ ( i’’ – i’ ) ……………………...........…......(21) 
NPV’ – NPV” 
Dengan kriteria usaha : 
- IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan. 
- IRR  i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan. 
dimana : 
- i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%) 
- i” = discount rate yang menghasilkan NPV- (%) 
-NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ (Rp) 
-NPV” = NPV pada tingkat bunga i” (Rp) 
4.4.3 Analisis Sensitivitas 
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian 
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha 
pendederan ikan lele dumbo, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga 
benih. Benih merupakan faktor produksi utama, sehingga perubahannya akan sangat 
berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan 
digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah
salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif sampai dengan usaha 
tidak layak untuk dijalankan. 
4.5 Batasan dan Pengukuran 
a) Usaha pendederan ikan lele dumbo adalah pemeliharaan benih ikan lele dumbo 
yang hasilnya digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran. 
b) Usaha yang dianalisis adalah usaha pendederan ikan lele dumbo tahap I. 
c) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian 
ini adalah benih ikan lele dumbo ukuran 3-12 cm dengan satuan ekor per m2. 
d) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam 
penelitian ini terdiri atas jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, TK1, TK2, dan TK3. 
Variabel input ini dihitung per m2. 
e) Benih lele dumbo merupakan benih yang digunakan dalam kegiatan pendederan 
dalam penelitian ini dengan satuan ekor per m2. 
f) Kapur digunakan dalam masa persiapan kolam dengan satuan kilogram per m2. 
g) Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang disebut postal dengan satuan 
kilogram per m2. 
h) Selain pakan alami digunakan juga pakan tambahan berupa pelet dengan satuan 
kilogram per m2. 
i) Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pada saat persiapan(TK1), 
tenaga kerja untuk pemeliharaan (TK2), dan tenaga kerja pada saat panen (TK3). 
Satuan yang digunakan adalah jam kerja per m2. 
j) Efisiensi penggunaan input merupakan solusi layak terbaik yang 
memaksimumkan keuntungan dengan mengoptimalkan penggunaan faktor 
produksi per m2. 
k) Analisis finansial adalah pemeriksaan keuangan sampai dimana keberhasilan 
yang telah dicapai. 
l) Analisis usaha adalah proses pemeriksaan keuangan untuk mengetahui manfaat 
usaha selama setahun.
m) Analisis kriteria investasi adalah analisis untuk mengetahui manfaat usaha selama 
umur proyek. 
n) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama sepuluh tahun dan 
merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yang digunakan. 
o) Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak tergantung pada jumlah produksi per 
m2 dan dinyatakan dalam rupiah 
p) Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung jumlah produksi per m2 dan 
dinyatakan dalam satuan rupiah. 
q) Biaya total adalah semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk per 
m2, termasuk biaya tetap dan biaya variabel. 
r) Nilai produksi merupakan perkalian antara produksi total per m2 dengan harga per 
satuan produk dan dinyatakan dalam rupiah. 
s) Nilai penyusutan merupakan proses pembebanan biaya yang disebabkan oleh 
pemakaian suatu barang yang digunakan berdasarkan pada keuangan dan 
dinyatakan dalam satuan rupiah. 
t) Keuntungan merupakan selisih penerimaan total per m2 dengan biaya total per m2 
dan dinyatakan dalam rupiah. 
u) R-C ratio adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total per m2 dengan 
biayanya. 
v) Payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi. 
w) Break event point adalah kondisi dimana usaha mengalami titik impas. 
x) Net present value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang didapatkan 
pada masa mendatang. 
y) Net Benefit – Cost Ratio adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari 
keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif 
dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. 
z) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada 
proyek sama dengan nol. 
aa) Analisis sensitivitas adalah tindakan menganalisis kembali untuk mengetahui 
sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian sehubungan dengan adanya
perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis 
sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih. 
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November 
2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah 
pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian 
Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten 
Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh 
masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini 
dilakukan di kolam–kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air 
yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang 
melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap 
lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian. 
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum 
Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155 
km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik 
Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan 
laut dengan kisaran suhu 270 C – 320 C dan memiliki curah hujan sebesar 24.530 mm 
per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari. 
Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah 3.717 hektar yang diantaranya terdiri 
atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan 
kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60% 
wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20% datar sampai dengan 
berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan 
Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan 
dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan 
berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur. 
Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang 
ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi 
Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang 
Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.
5.1.2 Kependudukan 
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi 
kecamatan tahun 2006 sebanyak 83.016 orang yang terdiri atas 42.178 orang laki-laki 
(50,8%) dan 40.838 orang perempuan (49,2%), dengan jumlah kepala keluarga yang 
ada sebanyak 21.841 KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah 
21,79 jiwa per km2. 
Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada 
kelompok umur 25-55 tahun dengan jumlah 26.488 (31,91%). Jumlah penduduk 
paling sedikit berada pada kelompok umur  80 tahun dengan jumlah 3.157 orang 
(3,8%). Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak 
82.802 orang (99,28%). Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan 
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. 
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur 
Tahun 2006 
No Kelompok Umur (th) Jumlah penduduk Persentase (%) 
1 0 – 6 12.116 14,59 
2 7 – 12 13.979 16,83 
3 12 – 18 11.486 13,83 
4 19 – 24 9.109 10,97 
5 25 – 55 26.488 31,91 
6 56 – 79 6.678 8,04 
7 80 3.157 3,80 
Jumlah 83.016 100,00 
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan 
di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang 
penduduk berusia produktif antara 19 – 55 tahun harus menanggung 133 orang 
penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan 
sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki. 
Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar 
sembilan tahun berjumlah 10.995 orang atau setara 28,13%. Sementara itu sebanyak
6.779 orang (17,35%) tidak tamat SD, 13.937 orang (35,66%) tamat SD, dan terdapat 
1.396 orang (3,57%) penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat 
pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3. 
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006 
Jumlah Penduduk 
No Tingkat Pendidikan 
Orang 
Persentase 
(%) 
1 Belum sekolah 5.973 15,28 
2 Tidak tamat SD 6.779 17,35 
3 Tamat SD/sederajat 13.937 35,66 
4 Tamat SLTP/sederajat 6.618 16,93 
5 Tamat SLTA/sederajat 3.725 9,53 
6 Tamat akademi/sederajat 497 1,27 
7 Tamat perguruan tinggi 155 0,39 
8 Buta huruf 1.396 3,57 
Jumlah 39.080 100,00 
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 12.720 orang 
yang terdiri atas 6.789 angkatan kerja laki-laki (54%) dan 5.940 angkatan kerja 
perempuan (46%). Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan 
Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4. 
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian 
Tahun 2006 
Jumlah Penduduk 
No Mata Pencaharian 
Orang Persentase (%) 
1 Petani 3.730 13,94 
2 Buruh tani 3.345 12,49 
3 Pengusaha 784 2,93 
4 Pertukangan 315 1,18 
5 Buruh 870 3,25 
6 Pedagang 3.986 14,89 
7 Jasa 8.113 30,32 
8 Pegawai Negeri Sipil 521 1,95 
9 TNI / POLRI 29 0,12 
10 Pensiunan 148 0,55
11 Lain-lain 4.920 18,38 
Jumlah 26.761 100,00 
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk 
Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari 
jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 8.113 orang (30,32%), dan 
yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah 
7.075 orang (26,43%). Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng 
sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33 
orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja 
sebagai pedagang sebanyak 3.986 orang (14,89%), 784 orang pengusaha (2,93%), 
315 orang di bidang pertukangan (1,18%), 870 orang buruh (3,25%), 521 orang PNS 
(1,95%), TNI /POLRI sebanyak 29 orang (0,12%), 148 orang pensiunan (0,55%), dan 
sisanya dalam bidang lainnya sebanyak 4.920 orang (18,38%). 
5.1.3 Sarana dan Prasarana 
Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap 
keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana 
pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat. 
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan 
prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi, 
kesehatan dan olahraga. 
Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor 
kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah (KUA, Sekolah Tinggi 
Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan), lima UPTD (UPTD Pendidikan, 
UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan 
UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan satu instansi BUMN yaitu 
PT Telkom.
Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
No Prasarana Transportasi Panjang jalan (km) 
1 Jalan Desa 96 
2 Jalan kabupaten 28 
3 Jalan tanah 84 
4 Jembatan (buah) 13 
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan 
suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan 
kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng 
ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai 
sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5. 
Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah 
sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana 
pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak (TK), 44 sekolah 
dasar (SD), 6 sekolah menengah pertama (SMP), dan 3 sekolah menengah atas 
(SMA). Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada 
Tabel 6. 
Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 
2006. 
Jumlah 
No Jenis Pendidikan 
Gedung Guru Murid 
Rasio guru dan murid 
1 TK 4 15 145 9,67 
2 SD atau sederajat 44 252 13.033 51,72 
3 SMP atau sederajat 6 136 1.868 13,74 
4 SMA atau sederajat 3 185 1.871 10,11 
5 Sekolah tinggi 1 - 113 - 
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara 
guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru 
harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru 
dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang
murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA 
sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA. 
Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter. 
Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah 
mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di 
kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas 
tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi. 
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya 
Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian 
besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha 
pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi 
pekerjaan utama. 
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo 
ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya 
biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha 
secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara 
perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya 
yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya 
merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri. 
Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya 
menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam 
tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan 
menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi 
lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha 
budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m2 sampai dengan 1.000m2. Selain 
kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam 
tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi
plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele 
dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam 
biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok. 
Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan 
Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan 
membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga 
pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha 
budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar 
Rp100,00 per m2 selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya 
rata-rata seluas 4.426,67 m2 dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per 
m2. 
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya 
Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng 
rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai 
dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata 
selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25 
tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo 
merupakan pekerjaan utama (93,33%) dan sisanya (6,67%) usaha pendederan ikan 
lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan 
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini 
dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib 
belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang (40%). Dari 12 orang 
ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang (16,67%), 
sebanyak 16 orang (53,33%) memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang 
(6,67%) tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini 
tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam 
usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.
Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah 
mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang (23,33%). Pembudidaya lainnya 
sebanyak 23 orang (76,67%) tidak pernah mengikuti penyuluhan. 
5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng 
dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana. 
Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang 
teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak. 
5.3.1 Kegiatan Budidaya 
Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan 
lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan 
kolam, panen dan pemasaran. 
1) Persiapan Kolam 
Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar 
lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan 
dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para 
pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk 
membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam (Gambar 4). Proses 
perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan 
waktu antara 5-8 jam per satu kolam. 
Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan. 
Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH 
dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar 
plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur. 
.
Gambar 4. Proses Persiapan Kolam 
Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata 
sekitar 0,02 kg per m2 . Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang 
disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Kedua kegiatan ini dilakukan 
dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63 
per m2, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m2. Sementara jam 
kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m2 dengan upah rata-rata sebesar 
Rp4.980,13 per jam. 
Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam 
biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan 
tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air 
kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm – 
60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 
hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi 
benih ikan lele dumbo. 
2) Penebaran Benih 
Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak 
ditumbuhi plankton (Gambar 5). Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele 
dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan 
pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil 
panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini
bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan 
Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari. 
Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih 
Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang 
pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat 
penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m2 sampai 
dengan 160 ekor per m2, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk 
kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih 
pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres 
pada benih. 
3) Pemeliharaan 
Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan 
pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari. 
Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah 
pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali 
sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus 
dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat 
kanibal bila kekurangan makanan. 
Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa 
postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk 
selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan
pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan 
seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air (Gambar 6). 
Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk 
mendapatkan makanan. 
Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam 
4) Panen 
Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama 
25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele 
dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu 
panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen 
dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga 
bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen. 
Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan 
dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air. 
Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah 
agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di 
sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke 
tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir 
kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah 
diberi hapa (Gambar 7). Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir 
terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi
yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m2 
dengan survival rate sebesar 55,71%. 
Gambar 7. Proses Pemanenan 
5) Pemasaran 
Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan 
pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen 
secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan 
ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual (Gambar 
8). 
Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih 
Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga 
antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil 
negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.
Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan 
hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya 
pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung 
dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada 
pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran. 
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo 
Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. 
Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri 
atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha 
pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk, 
pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan 
lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja 
untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha 
pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam 
penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor 
produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan. 
Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan 
Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m2 dengan kisaran luas kolam antara 
500,00m2 sampai dengan 15.000,00m2. Luas kolam tersebut merupakan hasil 
penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih 
yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak 314.350 
ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m2. Menurut 
Subandi M (2004) padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele 
dumbo ini sebanyak 100 ekor per m2, yang berarti bahwa padat penebaran yang 
dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai 
rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada 
kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan 
Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007. 
Penggunaan Input 
No Keterangan 
Minimum Maksimum Rata-rata 
Rata2 input 
per luas 
lahan 
1 Luas Kolam (m2) 500,00 15.000,00 4.426,67 1,00 
2 Benih lele (ekor) 50.000,00 900.000,00 314.350,00 71,00 
3 Kapur (Kg) 7,00 750,00 85,48 0,02 
4 Pupuk (Kg) 50,00 5.250,00 1580 0,36 
5 Pakan (Kg) 20,00 4.500,00 514,13 0,12 
6 TK 1 (Jam kerja) 8,00 140,00 56,30 0,01 
7 TK 2 (Jam kerja) 30,00 360,00 127,30 0,03 
8 TK 3 (Jam kerja) 8,00 210,00 58,20 0,01 
9 Output (ekor) 25.000,00 625.000,00 172.742,00 39,00 
Sumber : Data Primer Tahun 2007 
Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata 
sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg. 
Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa 
menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan 
kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar 
0,02 kg per m2 lahan. Menurut Subandi M (2004) dosis penggunaan kapur yang ideal 
adalah sebesar 30-50 gram per m2, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan 
kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat 
ditingkatkan. 
Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual 
berkisar antara 50,00-5.250,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00 
kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata 
penggunaan sebesar 0,36 kg per m2. Menurut Subandi M (2004), dosis ideal untuk 
penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m2, karena itulah dosis 
penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan 
masih dapat ditingkatkan. 
Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet 
dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam
dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam. 
Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di 
kolam pendederan. 
Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi 
menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, 
dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing 
pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan, 
dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13 
per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63 
per jam untuk panen. 
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi 
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan 
variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo 
di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga 
dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele 
dumbo (X1), kapur (X2), pupuk (X3), pakan (X4), TK1 (X5), TK2 (X6), dan TK3 (X7). 
Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele 
dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. 
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary 
Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan 
elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat 
terkecil dapat dilihat pada Tabel 8. 
Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada 
Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 
No Peubah Koefisien Regresi 
1 Intercept 0,4849 
2 X1 0,8866*** 
3 X2 0,0131 
4 X3 -0,0211 
5 X4 0,0611** 
6 X5 -0,1082
7 X6 0,0349 
8 X7 0,1722* 
Sumber : Data Primer Tahun 2007 
Keterangan : 
R Square (R2) = 0,8384 *** : Taraf kepercayaan 99% 
Adjusted R Square = 0,7869 ** : Taraf kepercayaan 90% 
Standar Error = 0,2017 * : Taraf kepercayaan 82% 
F hitung = 16,3019 
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan 
linear sebagai berikut : 
Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 -0,0211 ln X3 +0,0611 ln X4 
– 0,1082 ln X5 +0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7........................................(22) 
a) Kriteria Statistik 
Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi 
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar 
0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan 
besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% 
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 
0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai 
variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar 
error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan 
nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan. 
Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 
16,3019 dan Ftabel sebesar 2,53. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai 
Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel yang berarti 
tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output 
yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat 
digunakan untuk analisis selanjutnya.
Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada 
usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang 
memberikan pengaruh nyata adalah benih (X1), Pakan (X4), dan TK3 (X7). Untuk 
variabel X1 nilai thitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang 
digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X4 memiliki thitung sebesar 1,6879 
dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara 
variabel X7 memiliki thitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output 
pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X2, X3, X5, dan X6 memberikan 
pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan 
pengaruhnya tidak nyata. 
b) Kriteria Ekonometrik 
Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS 
(Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah 
model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, 
multikolinearitas, dan autokorelasi. 
Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini 
menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat 
terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa 
variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, 
sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak 
dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan 
memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan 
mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis 
metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari 
regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error 
akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. 
Dari uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor 
produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena 
lebih besar dari nilai Ftabel yang sebesar 2,53.
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual 
1.0 
0.8 
0.6 
0.4 
0.2 
0.0 
Expected Cum Prob 
Sumber : Data Primer Tahun 2007 
Dependent Variable: Output 
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 
Observed Cum Prob 
Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion 
Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel 
dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). 
Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat 
digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan 
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of 
Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi 
normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis 
diagonal. 
Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor) 
dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model 
regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar 
angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan 
menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur, 
pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel 
TK3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK1 dan TK3 
ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang 
memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk, 
pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK3 
memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini
mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara 
lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. 
Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input 
No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi 
1 Jumlah benih (X1) 1,441 0,694 
2 Kapur (X2) 1,632 0,613 
3 Pupuk (X3) 1,527 0,655 
4 Pakan (X4) 1,592 0,628 
5 TK1 (X5) 2,075 0,482 
6 TK2 (X6) 1,948 0,513 
7 TK3 (X7) 2,582 0,387 
Sumber : Data Primer Tahun 2007 
Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, 
multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah 
multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel-variabel 
dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang 
terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut 
multikolinearitas tidak sempurna. 
Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat 
ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. 
Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah 
terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 , 
terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal 
ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan 
lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga 
model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew
C08aew

More Related Content

Similar to C08aew

Muhamad zulfahmi fst
Muhamad zulfahmi fstMuhamad zulfahmi fst
Muhamad zulfahmi fstDadan Rosana
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNovaIndriana
 
pembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimpembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimfendhik
 
Contoh makalah TIK
Contoh makalah TIKContoh makalah TIK
Contoh makalah TIKnadhilia25
 
Laporan praktik kerja industri
Laporan praktik kerja industriLaporan praktik kerja industri
Laporan praktik kerja industriFirda Shabrina
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Yus Liansyah
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...Herry Rachmat Safi'i
 
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatikAnalisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatikHermanto Munthe
 
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...PT. Mencari Cinta Sejati
 
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...Uofa_Unsada
 

Similar to C08aew (20)

Sosro
SosroSosro
Sosro
 
Muhamad zulfahmi fst
Muhamad zulfahmi fstMuhamad zulfahmi fst
Muhamad zulfahmi fst
 
Tesis rasio
Tesis rasioTesis rasio
Tesis rasio
 
Lap. skripsi anang
Lap. skripsi anangLap. skripsi anang
Lap. skripsi anang
 
Isi mamin
Isi maminIsi mamin
Isi mamin
 
Nova indriana laporan mal
Nova indriana laporan malNova indriana laporan mal
Nova indriana laporan mal
 
2411
24112411
2411
 
pembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritimpembangunan ekonomi maritim
pembangunan ekonomi maritim
 
Tebu
TebuTebu
Tebu
 
Contoh makalah TIK
Contoh makalah TIKContoh makalah TIK
Contoh makalah TIK
 
Laporan praktik kerja industri
Laporan praktik kerja industriLaporan praktik kerja industri
Laporan praktik kerja industri
 
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
Budidaya Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Bibit Hasil Kultur Jar...
 
payang
payangpayang
payang
 
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
PROPOSAL PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA BUDIDAYA LELE ORGANIK MEDIA TERPAL UNT...
 
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatikAnalisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
Analisis kelayakan usaha produk minyak aromatik
 
Laporan cocacola
Laporan cocacolaLaporan cocacola
Laporan cocacola
 
Laporan farhan fix 1
Laporan farhan fix 1Laporan farhan fix 1
Laporan farhan fix 1
 
H12apa
H12apaH12apa
H12apa
 
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...
Laporan kegiatan kunjungan industri PT Coca Cola Amatil Indonesia Lampung Sel...
 
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
 

C08aew

  • 1. EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR ADY ERIADY WIBAWA SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
  • 2. ABSTRAK ADY ERIADY WIBAWA (C 44104039). Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI Usaha pendederan ikan lele dumbo banyak dipilih oleh pembudidaya di Kecamatan Ciseeng, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan yang singkat membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hasil dari analisis fungsi produksi ini ialah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2, dan TK3. Pada kondisi optimal ini, jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m2 dengan jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor benih per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan pada kondisi optimal sebesar Rp70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar Rp1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar 34,23, dan IRR sebesar 603,00%. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41%. Dari hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng layak untuk dilaksanakan. Kata Kunci : Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Finansial
  • 3. PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan mau pun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Bogor, 30 Januari 2008 Ady Eriady Wibawa C 44104039
  • 4. © Hak cipta milik Ady Eriady Wibawa, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
  • 5. EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Oleh : ADY ERIADY WIBAWA C44104039 PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
  • 6. SKRIPSI Judul Skripsi : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor. Nama Mahasiswa : Ady Eriady Wibawa Nomor Pokok : C44104039 Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. NIP : 131.578.826 Diketahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP : 131.578.799 Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
  • 7. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor” ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga (papa, mama, teh Nia, A Edwin, dan Anna), para responden pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis baik secara moril mau pun materil, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan. Bogor, 30 Januari 2008 Ady Eriady Wibawa
  • 8. RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Ady Eriady Wibawa. Penulis lahir di Bogor pada tanggal 22 Januari 1986 dari pasangan Bapak Drs. Asep Sutisna, MM dan Ibu Tarmi Imiyati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak yang bernama Garsinia Lestari, SP dan adik yang bernama Anna Reza. Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi HIMASEPA (tahun 2006). Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.
  • 9. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL......................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................x I. PENDAHULUAN..................................................................................................1 1.1 Latar Belakang...................................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................3 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................................................4 1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................................4 1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................................................5 II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6 2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo...............................................................................6 2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo...........................................................................7 2.3 Fungsi Produksi.................................................................................................9 2.4 Efisiensi Penggunaan Input.............................................................................11 2.5 Analisis Finansial.............................................................................................13 2.5.1 Analisis Usaha........................................................................................13 2.5.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................14 2.5.3 Analisis Sensitivitas................................................................................14 III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..............................................................16 IV. METODOLOGI...................................................................................................19 4.1 Metode Penelitian............................................................................................19 4.2 Jenis dan Sumber Data.....................................................................................19 4.3 Metode Pengambilan Sampel..........................................................................20 4.4 Analisis Data....................................................................................................20 4.4.1 Analisis Fungsi Produksi........................................................................21 4.4.2 Analisis Finansial....................................................................................24 4.4.3 Analisis Sensitivitas................................................................................28 4.5 Batasan dan Pengukuran..................................................................................29 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................31 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...32 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian………………………………………...…32 5.1.1 Letak dan Kondisi Umum……………………………………………...32 5.1.2 Kependudukan…………………………………………………………33 5.1.3 Sarana dan Prasarana…………………………………………………..35 5.2 Gambaran Umum Pembudidaya......................................................................37 5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo……………........…37 5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya.........................................................38
  • 10. Halaman 5.3 Usaha Pendederan Lele Dumbo……………………………………………...38 5.3.1 Kegiatan Budidaya……………………………………………………..38 5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo…………….......43 5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi…………………………………....…...45 5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input………………………………………...51 5.6 Analisis Finansial.............................................................................................53 5.6.1 Analisis Usaha........................................................................................54 5.6.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................57 5.6.3 Analisis Sensitivitas................................................................................61 5.7 Implikasi Pengembangan.................................................................................64 VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................65 6.1 Kesimpulan......................................................................................................65 6.2 Saran...............................................................................................................66 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….67 LAMPIRAN………………………………………………………………………...69
  • 11. DAFTAR TABEL Halaman 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005-2006.....................................................................................................3 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur, Tahun 2006...........................................................................................................33 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006..............................34 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian, Tahun 2006............................................................................................................34 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006..................................35 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006............................................................................................................36 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseen Tahun 2007..................44 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................45 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input...................................48 10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................52 11. Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m2 pada Kondisi Aktual dan Optimal...........................................................................................................53 12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007...........................55 13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................58 14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................59
  • 12. Halaman 15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................60 16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55%..............................................................62 17. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63 18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63
  • 13. DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)………………………………………......6 2. Kurva Keseimbangan Produsen.............................................................................11 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi.......................................................................18 4. Proses Persiapan Kolam……………………….………………………………...39 5. Kondisi Kolam sebelum Penebaran Benih…………………………..…………..40 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam………………………………………..…………41 7. Proses Pemanenan……………………………………….………………………42 8. Kegiatan Penyortiran Benih………………………………………………..…….42 9. Grafik Normal P-P Plot of Regression…………...……...…………………..…..47 10. Grafik Scatterplot…………………………………….………………………….49
  • 14. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Kecamatan Ciseeng…………………………………………………………70 2. Karakteristik Responden Pembudidaya………………………………………….71 3. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga, dan Nilai Beli Produksi per Musim Tanam pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007………….………………………..………………………...72 4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil…………...74 5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service Solutions…………………………………………………………………………75 6. Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal……………………………………80 7. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007…………………………………………….……..…….82 8. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007………………………………………………..………...83 9. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................84 10. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo per Tahun secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................85 11. Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.....................................................................86 12. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................87
  • 15. Halaman 13. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 2 (Lahan Sewa) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007............................................................................................................88 14. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal dengan Skenario 3 (Lahan Sewa dan Pinjaman Bank) di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007...........................................................................89 15. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 1 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 157,55%...........................................................................90 16. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 2 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................91 17. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 3 dengan Asumsi Terjadi Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................92
  • 16. I.PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2 dan bentang garis pantai sepanjang 95.181 km, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor perikanan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70%). Sementara itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar. Pemanfaatan potensi sumberdaya budidaya perikanan saat ini baru sekitar 10,1% untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau, dan 0,01% untuk budidaya laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per tahun (http://www.tribun-timur.com). Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar, dan permodalan. Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal, sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan masyarakat melakukan usahannya dengan daya dukung yang terbatas. Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari 21,57 kg per kapita per tahun pada tahun 2000 menjadi 26 kg per kapita per tahun pada tahun 2005. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia ini masih berada di
  • 17. bawah standar konsumsi ikan yang dipersyaratkan oleh organisasi pangan dunia (FAO) sebesar 30 kg per kapita per tahun (http://www.tribun-timur.com). Untuk terus meningkatkan tingkat konsumsi ikan masyarakat, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat terus terjadi seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Salah satu ikan konsumsi yang memiliki kandungan gizi tinggi ini adalah ikan lele dumbo. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakan jenis ikan konsumsi yang memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan lele dumbo banyak dipilih sebagai komoditas budidaya, karena memiliki tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah. Selain itu beberapa keunggulan lele dumbo sebagai komoditas budidaya diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, memiliki fekunditas telur yang tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal, dan memiliki efisiensi pakan yang tinggi. Budidaya ikan lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup dua kegiatan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pendederan ialah kegiatan untuk memelihara benih ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan pada kegiatan pembesaran. Dalam kegiatan pendederan, biasanya benih baru dipanen pada ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu lele dengan berat sekitar 100gr. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada pasokan benih yang dihasilkan pada kegiatan pendederan. Penelitian ini akan dibatasi hanya pada kegiatan pendederan, karena benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada keberhasilan budidaya ikan lele dumbo ini. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar, dan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki prospek yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya. Potensi budidaya ini dapat dilihat dari data produksi perikanannya yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan seperti terlihat pada Tabel 1.
  • 18. Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2006 No Jenis Usaha 2005 2006 1 Budidaya perikanan air tawar (Ton) 7.593,00 23.020,50 2 Perairan umum (Ton) 187,00 120,50 3 Ikan hias (Ribuan ekor) 72.524,00 75.382,67 4 Pembenihan (Ribuan ekor) 703.098,00 708.594,00 Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor 2006 Kegiatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bogor, salah satunya terdapat di Kecamatan Ciseeng. Di Kecamatan Ciseeng ini terdapat beragam komoditas ikan yang dibudidayakan, mulai dari budidaya ikan hias hingga jenis ikan konsumsi. Untuk jenis ikan konsumsi, lele dumbo adalah komoditas yang banyak dibudidayakan. Di Kecamatan Ciseeng ini, kegiatan pendederan merupakan kegiatan yang banyak dipilih untuk budidaya komoditas lele dumbo. Kegiatan pendederan menjadi pilihan, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan kegiatan pendederan ikan lele dumbo yang singkat, membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal inilah yang membuat alokasi penggunaan input secara efisien sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal. 1.2 Perumusan Masalah Salah satu aspek penting dalam budidaya komoditas perikanan adalah tersedianya input secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Prinsip efisiensi dalam penggunaan berbagai input merupakan hal yang amat penting untuk diterapkan, karena menyangkut jumlah output yang akan dihasilkan. Dengan kata lain prinsip efisiensi bagi pembudidaya ialah proses penggunaan input secara tepat dengan tujuan memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal.
  • 19. Permasalahan atau kendala yang sering dihadapi pembudidaya, yaitu adanya keterbatasan dalam penggunaan input (faktor produksi) yang disebabkan terbatasnya jumlah modal usaha yang dimiliki, pengelolaan yang masih sederhana, serta keterampilan yang dimiliki pembudidaya masih rendah. Keterampilan yang masih rendah yang dimiliki pembudidaya, dapat dilihat dari masih minimnya pengetahuan para pembudidaya tentang hubungan antara alokasi input yang digunakan terhadap kuantitas serta kualitas dari output yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan dapat membuat proses produksi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan pada akhirnya membuat tingkat keuntungan yang diperoleh pembudidaya menjadi tidak maksimal. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana kondisi aktual usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Bagaimana alokasi penggunaan input yang optimal agar tercapai tingkat keuntungan yang maksimal. 3) Bagaimana sesungguhnya kondisi finansial usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Bagaimana prospek pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1) Mengetahui kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 2) Mengetahui alokasi input yang optimal dalam usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 3) Mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usaha dari kegiatan pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng. 4) Mengetahui peluang pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
  • 20. 1.3.2 Kegunaan Penelitian 1) Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 2) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo. 3) Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pembudidaya untuk pengembangan usaha. 4) Sebagai sumber data dan informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.
  • 21. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin H (1984) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias gariepinus Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo atau disebut juga Lele Afrika merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Kenya dan memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan jenis lele lokal. Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal menurut Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie (2002) diantaranya adalah : 1) Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat , pada umur 24 minggu lele dumbo dapat mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr. 2) Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg 3) Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.
  • 22. 4) Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka. Secara fisik lele dumbo tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lele lokal. Beberapa ciri lele dumbo diantaranya bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah ekornya, tidak bersisik, badannya mengeluarkan lendir, bentuk kepala gepeng dan simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar tidak bergigi serta memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar. Perbedaan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal selain ukuran tubuhnya yang lebih besar ialah warna kulit lele dumbo berwarna keunguan dengan bintik besar yang menyerupai corak loreng-loreng pada baju tentara. Selain itu gerakan lele dumbo lebih lincah bila dibandingkan dengan lele lokal (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002) Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), salah satu sifat lele dumbo adalah suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat yang gelap dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari lele dumbo ialah memilki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang menyebabkan air kolam tampak keruh. Ditinjau dari jenis makanannya, pakan alami lele adalah binatang renik yang hidup di dasar mau pun di dalam air seperti cacing, jentik-jentik nyamuk, larva serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Lele juga dapat bersifat kanibal, yaitu memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). 2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih hasil penetasan telur lele menjadi benih yang siap ditebar untuk pembesaran. Agar mendapatkan kualitas benih yang baik, maka diperlukan induk dengan kualitas yang baik. Untuk kegiatan
  • 23. pendederan ini benih yang digunakan biasanya merupakan benih hasil pemijahan dengan penyuntikan hormon. Hormon yang digunakan untuk pemijahan ini dapat berasal dari kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis. Persyaratan agar penyuntikan hormon dapat efektif ialah induk lele harus sudah mengandung telur yang siap untuk dipijahkan (matang telur). Setelah disuntikkan, induk lele siap untuk dipijahkan baik secara alami mau pun melalui pengurutan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Untuk kegiatan pendederan ini benih yang digunakan sebaiknya memiliki ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran ini penting, karena perbedaan ukuran benih yang terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya kanibalisme diantara benih. Sifat kanibalisme ini muncul apabila benih lele kekurangan makanan akibat dari keterlambatan pemberian pakan (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002). Untuk kolam pedederan, ukuran kolam pendederan dapat diatur sesuai kebutuhan pembudidaya. Biasanya konstruksi tanggul dasar kolam untuk pendederan ini terbuat dari tanah. Sebelum digunakan untuk kegiatan pendederan, kolam dikeringkan terlebih dahulu, bocoran-bocoran yang ada ditutup, dan hama yang mungkin ada diberantas. Tanah dasar kolam diberi kapur terlebih dahulu dengan dosis 1 kg per 100m2 untuk membunuh bibit penyakit yang ada dan memperbaiki struktur tanah. Setelah dibiarkan 2-3 hari, tanah dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 50 kg per 100m2. Satu kali pemupukan awal ini cukup untuk pemeliharaan selama satu bulan (Hernowo A dan R Suyanto 2003). Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), kegiatan pendederan ikan lele dumbo dapat dibagi kedalam 3 tahap sesuai ukuran benih, yaitu : 1) Pendederan benih tahap I Pada kegiatan ini, benih yang ditebarkan masih amat kecil, yaitu umur 2 minggu sejak menetas. Kepadatan penebaran dapat mencapai 50 ekor per m2. Lama pendederan umumnya 1 bulan dan akan dihasilkan benih lele ukuran 5-6 cm. 2) Pendederan benih tahap II Benih yang akan ditebarkan pada kegiatan ini berukuran panjang 5-6 cm dengan kepadatan 20-25 ekor per m2. Setelah dipelihara selama 1 bulan, lele menjadi
  • 24. berukuran 5-8 cm dengan berat kira-kira 20 gr per ekor. Benih dengan ukuran ini disebut ”gelondongan sedang”. 3) Pendederan benih tahap III Benih yang ditebarkan berukuran 5-8 cm dengan waktu pemeliharaan selama 1 bulan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah benih dengan berat 40-50 gr per ekor dengan panjang 10-12 cm. Benih yang sudah besar ini disebut ”gelondongan besar”. 2.3 Fungsi Produksi Fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Y = f ( X1, X2, X3,..., Xn ) .................................................................................(1) Berdasarkan persamaan (1), maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi tergantung dari peranan X1 sampai dengan Xn. Selain itu dengan persamaan (1), maka hubungan antara Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1....Xn dan X lainnya juga dapat diketahui. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi yang paling banyak digunakan. Menurut Soekartawi (1994) beberapa alasan mengapa fungsi produksi Cobb- Douglas lebih banyak digunakan dalam penelitian, yaitu : 1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi produksi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. 2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas. 3) Penjumlahan besaran elastisitas dapat menunjukkan tingkat Return to Scale.
  • 25. Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut : ........ ............................................................................(2) 3 3 2 2 1 1 b b b Y = aX X X X e bn u n dimana : Y = jumlah output yang dihasilkan / variabel yang dijelaskan Xi = jumlah input ke i yang digunakan / variabel yang menjelaskan a = intercept b = slope e = 2,7182 (bilangan natural) u = kesalahan (disturbance term) Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), dapat dilakukan dengan merubah persamaan tersebut menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi : ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + ……+ bn ln Xn + u .................. (3) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, karena itulah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi (Soekartawi 1994) yaitu : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non- neutral difference in the respective technologies). Ini artinya apabila fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3) Tiap variabel X adalah perfect competition. 4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor kesalahan, μ
  • 26. 2.4 Efisiensi Penggunaan Input Menurut Soekartawi (1994), efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari berbagai input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini efisiensi merupakan salah satu syarat terciptanya optimalisasi. Optimalisasi dapat diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah biaya tertentu atau jumlah dana minimal untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Efisiensi menurut terminologi ekonomi mengandung dua unsur yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomis. Suatu alokasi faktor produksi dikatakan efisien secara teknis jika faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi rata-rata yang maksimum. Efisiensi ekonomis adalah tingkat pemakaian faktor produksi yang menghasilkan keuntungan maksimum (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). A X1 X1 Sumber : Sugiarto at al 2005 X2 isoquant X2 isocost Gambar 2. Kurva Keseimbangan Produsen Kondisi produksi yang optimal sebagai dampak dari efisiensi penggunaan input dapat digambarkan melalui kurva keseimbangan produsen. Dalam kurva keseimbangan produsen ini, efisiensi tercapai pada kombinasi input dimana slope dari
  • 27. isoquant sama dengan slope dari isocost (Titik A, Gambar 2). Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang sama, sedangkan isocost menunjukkan jumlah dana yang tersedia untuk membeli berbagai kombinasi input (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005). Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang digunakan. Pada umumnya ada dua model yang biasa digunakan yaitu : 1) Model fungsi produksi 2) Model linear programming Apabila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi ekonomis yang sering digunakan sebagai patokan. Persamaan fungsi produksi dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1994): ...... .................................................................................(4) 3 3 2 2 1 1 bn n b b b Y = aX X X X dengan produk marjinal sebagai berikut : δY = b …………………………..............…………............…….……….. (5) δX Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian nilai produk marjinal (NPM ) faktor produksi x, dapat dituliskan sebagai berikut : NPM = b.Y.Py …………………........…………………………….......…... (6) X dimana : b = elastisitas produksi Y = produksi Py = harga produksi X = jumlah faktor produksi x Pada umumnya nilai Y, Py, dan X diambil dari nilai rata-ratanya.
  • 28. Untuk menghitung alokasi penggunaan input pada kondisi yang optimal, efisiensi akan tercapai apabila rasio nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input dan harga input (P) sama dengan satu, atau dapat dituliskan sebagai berikut : NPMx = 1.....................................................................................................(7) Px Berdasarkan kenyataan dimana NPMx tidak selalu sama dengan Px, maka dapat diambil kesimpulan : NPMx 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan belum efisien, sehingga Px perlu dilakukan penambahan input NPMx 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan tidak efisien, sehingga Px perlu dilakukan pengurangan input yang digunakan. 2.5 Analisis Finansial Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui pengujian. Analisis finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara pengeluaran uang dengan penerimaan dari pada proyek. Pada dasarnya analisis finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dilihat dari sudut pandang badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi. 2.5.1 Analisis Usaha Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu kesatuan. Kegiatan usaha dilakukan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP 1986). Ada beberapa bentuk penyajian analisis usaha yang biasa dipakai untuk mengetahui keuntungan suatu usaha. Analisis tersebut antara lain analisis keuntungan
  • 29. usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period, dan analisis break event point (Ariyoto K 1995). Analisis keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah, sementara analisis perimbangan dan biaya adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan biayanya rata-rata per musim tanam. Payback period adalah lamannya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi, sementara break event point adalah titik impas dari kegiatan usaha (Ariyoto K 1995). 2.5.2 Analisis Kriteria Investasi Investasi adalah penggunaan dana (uang) dengan maksud memperoleh penghasilan dengan memperhitungkan faktor risiko (Husnan S 1998). Analisis kriteria investasi dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak atau tidak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Dalam hal ini yang dimaksud dengan hasil (benefit) adalah apa yang diperoleh pengusaha sebagai balas jasa atas modal yang digunakannya. Menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976), Indikator yang biasa digunakan untuk membandingkan manfaat dan biaya pada usaha adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C ), dan Internal Rate of Return (IRR). NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh yang bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. 2.5.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu
  • 30. analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil analisis (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Analisis sensitivitas akan menunjukkan apa yang terjadi dengan hasil kegiatan usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan pendapatan. Hal ini penting dilakukan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi pada masa yang akan datang (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
  • 31. III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI Usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo merupakan jenis usaha budidaya yang banyak dilakukan di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu sentra produksi untuk komoditas ikan lele dumbo. Salah satu prinsip dari usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini adalah efisiensi, dan salah satu cara mencapainya dengan melakukan alokasi input secara optimal. Dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi jalannya usaha yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang dapat dikendalikan yang terdiri atas input tetap dan input variabel. Input tetap diantaranya berupa modal dan keterampilan, sedangkan input variabel diantaranya benih dan pakan. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya iklim dan suhu. Dalam penelitian ini faktor yang akan dikaji adalah faktor internal yang tediri atas input tetap dan input variabel. Untuk menghasilkan tingkat produksi yang optimal, diperlukan pemanfaatan input secara optimal melalui alokasi yang tepat. Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi. Efisiensi dalam pemakaian input dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input secara optimal untuk menghasilkan output yang akan memberikan keuntungan maksimal. Analisis optimalisasi dan efisiensi dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Analisis finansial ialah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi usaha dan tingkat kelayakannya ditinjau dari aspek keuangan. Analisis finansial terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis usaha ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan dapat memberikan keuntungan dalam jangka pendek. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). Jika hasil dari analisis usaha tersebut ternyata
  • 32. menguntungkan, maka perlu dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis kriteria investasi. Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Analisis kriteria investasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dijalankan layak atau tidak. Selain itu perlu juga dilakukan uji sensitivitas untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel input terhadap kondisi usaha. Apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas tidak layak dijalankan, maka harus diadakan evaluasi terhadap kegiatan usaha. Sebaliknya apabila hasil perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini masih layak untuk dijalankan, maka pengembangan usaha sangat layak untuk dilakukan. Skema kerangka pendekatan studi untuk penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
  • 33. Budidaya ikan lele dumbo Pendederan Penggunaan faktor produksi Efisiensi penggunaan input : -Luas kolam -Padat penebaran -TK -Pakan Gambar 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi Evaluasi Analisis usaha : -Keuntungan -R/C -Payback Period - BEP Untung Analisis kriteria investasi : - NPV - Net B/C - IRR Analisis sensitivitas Layak Tidak layak Rugi Analisis optimalisasi: fungsi produksi Implikasi Pengembangan usaha
  • 34. IV. METODOLOGI 4.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi penggunaan input dan analisis finansial usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah studi kasus. Studi kasus ialah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir M 2003). Tujuan penelitian dengan studi kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat, dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis. Menurut Soeratno dan L Arsyad (1999), metode penelitian dengan menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup yang terbatas, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Studi kasus digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo secara monokultur. 4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image. Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik, sedangkan data image adalah data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram dan sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu (Fauzi A 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan jenis data text faktor produksi yang meliputi biaya produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi yang dihasilkan. Data image yang digunakan berupa gambar dan foto. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Sumber data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di lapangan dari pembudidaya dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan
  • 35. output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, dan penyusutan. Data sekunder dalam penelitian ini diperlukan sebagai penunjang data primer yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor Kecamatan Ciseeng, dan literatur-literatur. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data monografi Kecamatan Ciseeng dan data produksi perikanan Kabupaten Bogor. 4.3 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut masalah sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dari keseluruhan populasi (Soeratno dan L Arsyad 1999). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata dari pertimbangan si peneliti. Sampel yang dipilih merupakan individu yang dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Pembudidaya yang masih aktif melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo. 2) Produk yang dihasilkan untuk dijual dan bukan untuk kegiatan pembesaran. 3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendederan ini minimal satu tahun. Banyaknya pembudidaya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini 30 orang pembudidaya, hal ini dilakukan untuk mencukupi syarat statistik. 4.4 Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul ditabulasikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi produksi model Cobb Douglas dan analisis finansial.
  • 36. 4.4.1 Analisis Fungsi Produksi Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga hubungan antara produksi pendederan ikan lele dumbo dengan penggunaan faktor-faktor produksinya. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb- Douglas adalah sebagai berikut : ................................................................(8) 7 7 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 b b b b b b b u Y = aX X X X X X X e Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut sebaiknya diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut menjadi : LnY = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 + b7 ln X7................................................................................................(9) dimana : Y =produksi ikan lele dumbo (ekor per m2) X1 = benih ikan lele dumbo (ekor per m2) X2 = Kapur (kg per m2) X3 = Pupuk (kg per m2) X4 = Pakan (kg per m2) X5 = TK1 (jam kerja per m2) X6 = TK2 (jam kerja per m2) X7 = TK3 (jam kerja per m2) Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan menggunakan uji statistik sebagai berikut : 1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
  • 37. thitung = (bi-0)/Sbi Dimana : Sbi = standard error dari b bi = koefisien regresi - jika thitung ttabel, maka H0 diterima, artinya Xi tidak berpengaruh nyata terhadap Y. - jika thitung ttabel, maka H0 ditolak, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Y. 2) Uji statistik F, digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi (Xi) secara bersama terhadap output (Y). Hipotesis yang diuji adalah : H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) Fhitung = (JKR / (k-1)) …………………………………….................…….. ..(10) (JKD / (n-k)) dimana : JKR = jumlah kuadrat regresi JKD = jumlah kuadrat residual n = jumlah sampel k = jumlah variabel - jika Fhitung Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. - jika Fhitung Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan berpengaruh nyata terhadap produksi. Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan autokorelasi. Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi normalitas ini.
  • 38. Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Beberapa cara untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi. Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso 2000). Bila asumsi ini tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah problem yang terjadi pada model regresi apabila terjadi asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan : a) Menggunakan weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas). b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan heteroskedastisitas. Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada pada model regresi yang menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000). Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan (8) maka : 1 b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 1 ................................................................. .(11) a) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b71, maka usaha berada dalam keadaan decreasing return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambah, maka besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.
  • 39. b) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 = 1, maka usaha berada dalam kondisi constant return to scale dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan. c) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 1, maka usaha berada dalam kondisi increasing return to scale. Artinya proporsi penambahan output akan lebih besar dari proporsi penambahan input. Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi keuntungan, yaitu : Π = TR –TC atau Π = Py.Y – Pxi.Xi ...............................................................(12) Keuntungan maksimum pada usaha pendederan lele dumbo ini dapat tercapai pada saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama dengan nol, yaitu : Π = Py.Y –Pxi.Xi 0 ¶Õ X 1 = ¶ Py (dy/dxi) = Pxi Py.PMxi = Pxi NPMxi = Pxi NPMxi = 1 ................................................................................................................(13) Pxi 4.4.2 Analisis Finansial Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek, dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanamkan uangnya dalam proyek mau pun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek. Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan mau pun orang-orang yang terlibat di dalam proyek.
  • 40. 1) Analisis usaha Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam waktu satu tahun. Analisis usaha ini terdiri atas analisis keuntungan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya ( R/C ), analisis payback period (PP), dan analisis break event point (BEP). a) Analisis Keuntungan Usaha Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha. Secara matematis konsep keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : n Π = Y.Py – Σ = i 0 Xi .Pxi …......................................................................…....(14) dimana : Π = Keuntungan (Rp per tahun) Y = Total produksi (ekor per tahun) Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit) Py = Harga per satuan output (Rp) Pxi = Harga per satuan input i (Rp) Py. Y = Penerimaan total (Rp) Px . ΣXi = Biaya total (Rp) b) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C) Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Soekartawi 1995) : TR / ....................................................................................................(15) TC R C =
  • 41. dimana : TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp) TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp) Dengan kriteria usaha : R/C 1, usaha menguntungkan R/C = 1, Usaha impas R/C 1, Usaha rugi c) Payback Period (PP) Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan S 1998). Metode payback period secara matematis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : Payback period = Investasi x 1 tahun …………………………...……....(16) Net Benefit d) Analisis Break Event Point (BEP) Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan S 1998). Selain itu BEP dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung dengan persamaan matematis berikut : BEP ( Nilai Produksi ) = Biaya Tetap . 1 – Biaya Variabel / Penerimaan ……....……..(17) BEP ( Volume Produksi ) = TFC . Py – AVC …………...... …………………....(18) dimana : TFC = biaya tetap total (Rp) AVC = biaya variabel rata-rata (Rp per kg) Py = Harga komoditas (Rp per ekor)
  • 42. 2) Analisis Kriteria Investasi Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk analisis kriteria investasi diantaranya adalah : a) Net Present Value (NPV) Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan kombinasi pengertian present value penerimaan dengan present value pengeluaran (Husnan S 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dengan rumus : = 10 − NPV = Σ B C t t = + 0 (1 ) t t t i …………………………….......……………….. ……...(19) Dengan kriteria usaha sebagai berikut : - NPV 0, usaha tidak layak - NPV = 0, Usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang digunakan (impas) - NPV 0, Usaha layak untuk dijalankan karena akan menghasilkan keuntungan. dimana : - Bt : Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp) - Ct : Biaya usaha pada tahun ke t (Rp) - i : Discount rate (%) - t : Umur proyek (10 tahun) b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus : ………………….( Bt - Ct ) 0 ………………. .....(20) = 10 Σ = = − B C t t + (1 i ) − 0 C B ………………….( Bt - Ct ) 0 Σ = t t + = 10 0 (1 ) / t t t t t t i Net B C
  • 43. Dengan kriteria usaha : - Net B/C 1, berarti usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan. - Net B/C 1, berarti usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha ini dapat dilaksanakan. dimana : - Bt : Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) - Ct : Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp) - t : Umur proyek (10 tahun) - i : Discount rate (%) c) Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis IRR dinyatakan dengan rumus : IRR = i’ + NPV’ ( i’’ – i’ ) ……………………...........…......(21) NPV’ – NPV” Dengan kriteria usaha : - IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan. - IRR i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan. dimana : - i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%) - i” = discount rate yang menghasilkan NPV- (%) -NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ (Rp) -NPV” = NPV pada tingkat bunga i” (Rp) 4.4.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga benih. Benih merupakan faktor produksi utama, sehingga perubahannya akan sangat berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah
  • 44. salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif sampai dengan usaha tidak layak untuk dijalankan. 4.5 Batasan dan Pengukuran a) Usaha pendederan ikan lele dumbo adalah pemeliharaan benih ikan lele dumbo yang hasilnya digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran. b) Usaha yang dianalisis adalah usaha pendederan ikan lele dumbo tahap I. c) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini adalah benih ikan lele dumbo ukuran 3-12 cm dengan satuan ekor per m2. d) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian ini terdiri atas jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, TK1, TK2, dan TK3. Variabel input ini dihitung per m2. e) Benih lele dumbo merupakan benih yang digunakan dalam kegiatan pendederan dalam penelitian ini dengan satuan ekor per m2. f) Kapur digunakan dalam masa persiapan kolam dengan satuan kilogram per m2. g) Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang disebut postal dengan satuan kilogram per m2. h) Selain pakan alami digunakan juga pakan tambahan berupa pelet dengan satuan kilogram per m2. i) Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pada saat persiapan(TK1), tenaga kerja untuk pemeliharaan (TK2), dan tenaga kerja pada saat panen (TK3). Satuan yang digunakan adalah jam kerja per m2. j) Efisiensi penggunaan input merupakan solusi layak terbaik yang memaksimumkan keuntungan dengan mengoptimalkan penggunaan faktor produksi per m2. k) Analisis finansial adalah pemeriksaan keuangan sampai dimana keberhasilan yang telah dicapai. l) Analisis usaha adalah proses pemeriksaan keuangan untuk mengetahui manfaat usaha selama setahun.
  • 45. m) Analisis kriteria investasi adalah analisis untuk mengetahui manfaat usaha selama umur proyek. n) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama sepuluh tahun dan merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yang digunakan. o) Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak tergantung pada jumlah produksi per m2 dan dinyatakan dalam rupiah p) Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung jumlah produksi per m2 dan dinyatakan dalam satuan rupiah. q) Biaya total adalah semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk per m2, termasuk biaya tetap dan biaya variabel. r) Nilai produksi merupakan perkalian antara produksi total per m2 dengan harga per satuan produk dan dinyatakan dalam rupiah. s) Nilai penyusutan merupakan proses pembebanan biaya yang disebabkan oleh pemakaian suatu barang yang digunakan berdasarkan pada keuangan dan dinyatakan dalam satuan rupiah. t) Keuntungan merupakan selisih penerimaan total per m2 dengan biaya total per m2 dan dinyatakan dalam rupiah. u) R-C ratio adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total per m2 dengan biayanya. v) Payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi. w) Break event point adalah kondisi dimana usaha mengalami titik impas. x) Net present value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang didapatkan pada masa mendatang. y) Net Benefit – Cost Ratio adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. z) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol. aa) Analisis sensitivitas adalah tindakan menganalisis kembali untuk mengetahui sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian sehubungan dengan adanya
  • 46. perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih. 4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November 2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.
  • 47. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini dilakukan di kolam–kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian. 5.1.1 Letak dan Kondisi Umum Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 270 C – 320 C dan memiliki curah hujan sebesar 24.530 mm per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari. Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah 3.717 hektar yang diantaranya terdiri atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60% wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20% datar sampai dengan berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur. Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.
  • 48. 5.1.2 Kependudukan Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi kecamatan tahun 2006 sebanyak 83.016 orang yang terdiri atas 42.178 orang laki-laki (50,8%) dan 40.838 orang perempuan (49,2%), dengan jumlah kepala keluarga yang ada sebanyak 21.841 KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah 21,79 jiwa per km2. Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada kelompok umur 25-55 tahun dengan jumlah 26.488 (31,91%). Jumlah penduduk paling sedikit berada pada kelompok umur 80 tahun dengan jumlah 3.157 orang (3,8%). Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak 82.802 orang (99,28%). Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2006 No Kelompok Umur (th) Jumlah penduduk Persentase (%) 1 0 – 6 12.116 14,59 2 7 – 12 13.979 16,83 3 12 – 18 11.486 13,83 4 19 – 24 9.109 10,97 5 25 – 55 26.488 31,91 6 56 – 79 6.678 8,04 7 80 3.157 3,80 Jumlah 83.016 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang penduduk berusia produktif antara 19 – 55 tahun harus menanggung 133 orang penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki. Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar sembilan tahun berjumlah 10.995 orang atau setara 28,13%. Sementara itu sebanyak
  • 49. 6.779 orang (17,35%) tidak tamat SD, 13.937 orang (35,66%) tamat SD, dan terdapat 1.396 orang (3,57%) penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006 Jumlah Penduduk No Tingkat Pendidikan Orang Persentase (%) 1 Belum sekolah 5.973 15,28 2 Tidak tamat SD 6.779 17,35 3 Tamat SD/sederajat 13.937 35,66 4 Tamat SLTP/sederajat 6.618 16,93 5 Tamat SLTA/sederajat 3.725 9,53 6 Tamat akademi/sederajat 497 1,27 7 Tamat perguruan tinggi 155 0,39 8 Buta huruf 1.396 3,57 Jumlah 39.080 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 12.720 orang yang terdiri atas 6.789 angkatan kerja laki-laki (54%) dan 5.940 angkatan kerja perempuan (46%). Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2006 Jumlah Penduduk No Mata Pencaharian Orang Persentase (%) 1 Petani 3.730 13,94 2 Buruh tani 3.345 12,49 3 Pengusaha 784 2,93 4 Pertukangan 315 1,18 5 Buruh 870 3,25 6 Pedagang 3.986 14,89 7 Jasa 8.113 30,32 8 Pegawai Negeri Sipil 521 1,95 9 TNI / POLRI 29 0,12 10 Pensiunan 148 0,55
  • 50. 11 Lain-lain 4.920 18,38 Jumlah 26.761 100,00 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 8.113 orang (30,32%), dan yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah 7.075 orang (26,43%). Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33 orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 3.986 orang (14,89%), 784 orang pengusaha (2,93%), 315 orang di bidang pertukangan (1,18%), 870 orang buruh (3,25%), 521 orang PNS (1,95%), TNI /POLRI sebanyak 29 orang (0,12%), 148 orang pensiunan (0,55%), dan sisanya dalam bidang lainnya sebanyak 4.920 orang (18,38%). 5.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat. Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi, kesehatan dan olahraga. Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah (KUA, Sekolah Tinggi Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan), lima UPTD (UPTD Pendidikan, UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan satu instansi BUMN yaitu PT Telkom.
  • 51. Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 No Prasarana Transportasi Panjang jalan (km) 1 Jalan Desa 96 2 Jalan kabupaten 28 3 Jalan tanah 84 4 Jembatan (buah) 13 Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5. Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak (TK), 44 sekolah dasar (SD), 6 sekolah menengah pertama (SMP), dan 3 sekolah menengah atas (SMA). Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006. Jumlah No Jenis Pendidikan Gedung Guru Murid Rasio guru dan murid 1 TK 4 15 145 9,67 2 SD atau sederajat 44 252 13.033 51,72 3 SMP atau sederajat 6 136 1.868 13,74 4 SMA atau sederajat 3 185 1.871 10,11 5 Sekolah tinggi 1 - 113 - Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006 Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang
  • 52. murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA. Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter. Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi. 5.2 Gambaran Umum Pembudidaya Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi pekerjaan utama. 5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri. Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m2 sampai dengan 1.000m2. Selain kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi
  • 53. plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar Rp100,00 per m2 selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya rata-rata seluas 4.426,67 m2 dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per m2. 5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25 tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo merupakan pekerjaan utama (93,33%) dan sisanya (6,67%) usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang (40%). Dari 12 orang ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang (16,67%), sebanyak 16 orang (53,33%) memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang (6,67%) tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.
  • 54. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang (23,33%). Pembudidaya lainnya sebanyak 23 orang (76,67%) tidak pernah mengikuti penyuluhan. 5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana. Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak. 5.3.1 Kegiatan Budidaya Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan kolam, panen dan pemasaran. 1) Persiapan Kolam Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam (Gambar 4). Proses perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan waktu antara 5-8 jam per satu kolam. Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan. Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur. .
  • 55. Gambar 4. Proses Persiapan Kolam Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata sekitar 0,02 kg per m2 . Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Kedua kegiatan ini dilakukan dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63 per m2, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m2. Sementara jam kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m2 dengan upah rata-rata sebesar Rp4.980,13 per jam. Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm – 60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2 hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi benih ikan lele dumbo. 2) Penebaran Benih Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak ditumbuhi plankton (Gambar 5). Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini
  • 56. bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari. Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m2 sampai dengan 160 ekor per m2, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres pada benih. 3) Pemeliharaan Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari. Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat kanibal bila kekurangan makanan. Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan
  • 57. pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air (Gambar 6). Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk mendapatkan makanan. Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam 4) Panen Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama 25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen. Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air. Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah diberi hapa (Gambar 7). Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi
  • 58. yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m2 dengan survival rate sebesar 55,71%. Gambar 7. Proses Pemanenan 5) Pemasaran Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual (Gambar 8). Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.
  • 59. Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran. 5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan. Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m2 dengan kisaran luas kolam antara 500,00m2 sampai dengan 15.000,00m2. Luas kolam tersebut merupakan hasil penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak 314.350 ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m2. Menurut Subandi M (2004) padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 100 ekor per m2, yang berarti bahwa padat penebaran yang dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.
  • 60. Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007. Penggunaan Input No Keterangan Minimum Maksimum Rata-rata Rata2 input per luas lahan 1 Luas Kolam (m2) 500,00 15.000,00 4.426,67 1,00 2 Benih lele (ekor) 50.000,00 900.000,00 314.350,00 71,00 3 Kapur (Kg) 7,00 750,00 85,48 0,02 4 Pupuk (Kg) 50,00 5.250,00 1580 0,36 5 Pakan (Kg) 20,00 4.500,00 514,13 0,12 6 TK 1 (Jam kerja) 8,00 140,00 56,30 0,01 7 TK 2 (Jam kerja) 30,00 360,00 127,30 0,03 8 TK 3 (Jam kerja) 8,00 210,00 58,20 0,01 9 Output (ekor) 25.000,00 625.000,00 172.742,00 39,00 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg. Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar 0,02 kg per m2 lahan. Menurut Subandi M (2004) dosis penggunaan kapur yang ideal adalah sebesar 30-50 gram per m2, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual berkisar antara 50,00-5.250,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00 kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata penggunaan sebesar 0,36 kg per m2. Menurut Subandi M (2004), dosis ideal untuk penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m2, karena itulah dosis penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam
  • 61. dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam. Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di kolam pendederan. Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan, dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13 per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63 per jam untuk panen. 5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele dumbo (X1), kapur (X2), pupuk (X3), pakan (X4), TK1 (X5), TK2 (X6), dan TK3 (X7). Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas. Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat terkecil dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007 No Peubah Koefisien Regresi 1 Intercept 0,4849 2 X1 0,8866*** 3 X2 0,0131 4 X3 -0,0211 5 X4 0,0611** 6 X5 -0,1082
  • 62. 7 X6 0,0349 8 X7 0,1722* Sumber : Data Primer Tahun 2007 Keterangan : R Square (R2) = 0,8384 *** : Taraf kepercayaan 99% Adjusted R Square = 0,7869 ** : Taraf kepercayaan 90% Standar Error = 0,2017 * : Taraf kepercayaan 82% F hitung = 16,3019 Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan linear sebagai berikut : Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 -0,0211 ln X3 +0,0611 ln X4 – 0,1082 ln X5 +0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7........................................(22) a) Kriteria Statistik Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan. Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar 16,3019 dan Ftabel sebesar 2,53. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel yang berarti tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
  • 63. Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang memberikan pengaruh nyata adalah benih (X1), Pakan (X4), dan TK3 (X7). Untuk variabel X1 nilai thitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X4 memiliki thitung sebesar 1,6879 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara variabel X7 memiliki thitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X2, X3, X5, dan X6 memberikan pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan pengaruhnya tidak nyata. b) Kriteria Ekonometrik Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS (Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi. Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent. Dari uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena lebih besar dari nilai Ftabel yang sebesar 2,53.
  • 64. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 Expected Cum Prob Sumber : Data Primer Tahun 2007 Dependent Variable: Output 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent). Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor) dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel TK3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK1 dan TK3 ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK3 memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini
  • 65. mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi 1 Jumlah benih (X1) 1,441 0,694 2 Kapur (X2) 1,632 0,613 3 Pupuk (X3) 1,527 0,655 4 Pakan (X4) 1,592 0,628 5 TK1 (X5) 2,075 0,482 6 TK2 (X6) 1,948 0,513 7 TK3 (X7) 2,582 0,387 Sumber : Data Primer Tahun 2007 Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas, multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel-variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut multikolinearitas tidak sempurna. Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 , terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.