Skripsi ini membahas efisiensi penggunaan input dan analisis finansial pada usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menganalisis fungsi produksi untuk menentukan input yang efisien, lalu melakukan analisis usaha, kriteria investasi, dan sensitivitas untuk menilai kelayakan usaha. Hasilnya menunjukkan bahwa pada kondisi optimal, jumlah benih yang efisien adalah 170 ekor/
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
C08aew
1. EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL
PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI
KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR
ADY ERIADY WIBAWA
SKRIPSI
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2. ABSTRAK
ADY ERIADY WIBAWA (C 44104039). Efisiensi Penggunaan Input dan
Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI
Usaha pendederan ikan lele dumbo banyak dipilih oleh pembudidaya di Kecamatan Ciseeng,
karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan kegiatan pembesaran. Waktu pemeliharaan
yang singkat membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga
berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini relatif mudah,
tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi.
Hasil dari analisis fungsi produksi ini ialah perlu dilakukan efisiensi dalam penggunaan input
agar output yang dihasilkan optimal. Efisiensi penggunaan input dapat dilakukan karena kondisi usaha
pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini masih berada pada kondisi Increasing Return to
Scale. Pada kondisi optimal, efisiensi penggunaan input dilakukan terhadap benih, kapur, pakan, TK2,
dan TK3. Pada kondisi optimal ini, jumlah benih yang digunakan sebesar 170 ekor per m2 dengan
jumlah output yang dapat dihasilkan sebesar 124 ekor benih per m2. Tambahan modal yang dibutuhkan
agar kondisi usaha optimal sebesar Rp22.462,06 per m2. Pada analisis usaha diperoleh keuntungan
pada kondisi optimal sebesar Rp70.871,17 per m2. Hasil dari analisis kriteria investasi menunjukkan
bahwa usaha yang dilakukan berdasarkan skenario ketiga (lahan sewa dan pinjaman bank)
memberikan manfaat terbesar dengan nilai NPV sebesar Rp1.174.981.305,75, nilai Net B/C sebesar
34,23, dan IRR sebesar 603,00%. Analisis sensitivitas dengan menaikkan harga benih, menunjukkan
bahwa pada skenario kedua (lahan sewa dan modal sendiri) dan skenario ketiga (lahan sewa dan
pinjaman bank) memiliki sensitivitas yang sama terhadap kenaikkan harga benih sebesar 167,41%.
Dari hasil analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng layak untuk dilaksanakan.
Kata Kunci : Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo, Analisis Fungsi Produksi, Analisis Finansial
3. PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan
Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya-karya yang diterbitkan mau pun yang tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, 30 Januari 2008
Ady Eriady Wibawa
C 44104039
5. EFISIENSI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL
PADA USAHA PENDEDERAN IKAN LELE DUMBO DI
KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
ADY ERIADY WIBAWA
C44104039
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
6. SKRIPSI
Judul Skripsi : Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial
pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan
Ciseeng Kabupaten Bogor.
Nama Mahasiswa : Ady Eriady Wibawa
Nomor Pokok : C44104039
Program Studi : Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan – Kelautan
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.
NIP : 131.578.826
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP : 131.578.799
Tanggal Lulus : 30 Januari 2008
7. KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang
telah diberikan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul
“Efisiensi Penggunaan Input dan Analisis Finansial Usaha Pendederan Ikan Lele
Dumbo di Kecamatan Ciseeng Kabupaten Bogor” ini dibuat sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.,
sebagai pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya. Tidak lupa
penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga (papa, mama, teh Nia, A Edwin, dan
Anna), para responden pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng, serta rekan-rekan
yang telah banyak membantu penulis baik secara moril mau pun materil,
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak untuk
penyempurnaan tulisan ini selanjutnya. Semoga penulisan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.
Bogor, 30 Januari 2008
Ady Eriady Wibawa
8. RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ady Eriady Wibawa. Penulis lahir di Bogor pada
tanggal 22 Januari 1986 dari pasangan Bapak Drs. Asep Sutisna, MM dan Ibu Tarmi
Imiyati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan kakak
yang bernama Garsinia Lestari, SP dan adik yang bernama Anna Reza.
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SMU Negeri 5 Bogor
dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004 penulis diterima di Program Studi
Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan-Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut
Pertanian Bogor (USMI). Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi
HIMASEPA (tahun 2006).
Penulis melakukan penelitian dengan judul ”Efisiensi Penggunaan Input
dan Analisis Finansial pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan
Ciseeng, Kabupaten Bogor”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing
oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.
9. DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL......................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................x
I. PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...........................................................................................3
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................................................4
1.3.1 Tujuan Penelitian......................................................................................4
1.3.2 Kegunaan Penelitian.................................................................................5
II. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo...............................................................................6
2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo...........................................................................7
2.3 Fungsi Produksi.................................................................................................9
2.4 Efisiensi Penggunaan Input.............................................................................11
2.5 Analisis Finansial.............................................................................................13
2.5.1 Analisis Usaha........................................................................................13
2.5.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................14
2.5.3 Analisis Sensitivitas................................................................................14
III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI..............................................................16
IV. METODOLOGI...................................................................................................19
4.1 Metode Penelitian............................................................................................19
4.2 Jenis dan Sumber Data.....................................................................................19
4.3 Metode Pengambilan Sampel..........................................................................20
4.4 Analisis Data....................................................................................................20
4.4.1 Analisis Fungsi Produksi........................................................................21
4.4.2 Analisis Finansial....................................................................................24
4.4.3 Analisis Sensitivitas................................................................................28
4.5 Batasan dan Pengukuran..................................................................................29
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...32
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian………………………………………...…32
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum……………………………………………...32
5.1.2 Kependudukan…………………………………………………………33
5.1.3 Sarana dan Prasarana…………………………………………………..35
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya......................................................................37
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo……………........…37
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya.........................................................38
10. Halaman
5.3 Usaha Pendederan Lele Dumbo……………………………………………...38
5.3.1 Kegiatan Budidaya……………………………………………………..38
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo…………….......43
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi…………………………………....…...45
5.5 Analisis Efisiensi Penggunaan Input………………………………………...51
5.6 Analisis Finansial.............................................................................................53
5.6.1 Analisis Usaha........................................................................................54
5.6.2 Analisis Kriteria Investasi.......................................................................57
5.6.3 Analisis Sensitivitas................................................................................61
5.7 Implikasi Pengembangan.................................................................................64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................65
6.1 Kesimpulan......................................................................................................65
6.2 Saran...............................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….67
LAMPIRAN………………………………………………………………………...69
11. DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor
Tahun 2005-2006.....................................................................................................3
2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur,
Tahun 2006...........................................................................................................33
3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006..............................34
4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian,
Tahun 2006............................................................................................................34
5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006..................................35
6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng
Tahun 2006............................................................................................................36
7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan
Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseen Tahun 2007..................44
8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil
pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng
Tahun 2007............................................................................................................45
9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input...................................48
10. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM
dan Pxi pada Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng
Tahun 2007............................................................................................................52
11. Total Biaya, Total Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pendederan
Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng per m2 pada Kondisi Aktual
dan Optimal...........................................................................................................53
12. Biaya Usaha dan Penerimaan Usaha Pendederan Lele Dumbo di
Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007...........................55
13. Kriteria Investasi pada Skenario 1 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................58
14. Kriteria Investasi pada Skenario 2 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................59
12. Halaman
15. Kriteria Investasi pada Skenario 3 untuk Usaha pendederan Lele Dumbo
di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.......................................................................60
16. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 1 Setelah Terjadi
Kenaikan Harga Benih Sebesar 157,55%..............................................................62
17. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 2 Setelah Terjadi
Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63
18. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi pada Skenario 3 Setelah Terjadi
Kenaikan Harga Benih Sebesar 167,41%..............................................................63
13. DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)………………………………………......6
2. Kurva Keseimbangan Produsen.............................................................................11
3. Skema Kerangka Pendekatan Studi.......................................................................18
4. Proses Persiapan Kolam……………………….………………………………...39
5. Kondisi Kolam sebelum Penebaran Benih…………………………..…………..40
6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam………………………………………..…………41
7. Proses Pemanenan……………………………………….………………………42
8. Kegiatan Penyortiran Benih………………………………………………..…….42
9. Grafik Normal P-P Plot of Regression…………...……...…………………..…..47
10. Grafik Scatterplot…………………………………….………………………….49
14. DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta Kecamatan Ciseeng…………………………………………………………70
2. Karakteristik Responden Pembudidaya………………………………………….71
3. Data Produksi, Faktor Produksi, Harga, dan Nilai Beli Produksi per
Musim Tanam pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan
Ciseeng Tahun 2007………….………………………..………………………...72
4. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Metode Kuadrat Terkecil…………...74
5. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi dengan Statistical Product and Service
Solutions…………………………………………………………………………75
6. Contoh Perhitungan Input Produksi Optimal……………………………………80
7. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
dalam Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan
4.426,67m2 Tahun 2007…………………………………………….……..…….82
8. Nilai Investasi dan Penyusutan pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
dalam Kondisi Optimal di Kecamatan Ciseeng dengan Luas Lahan
4.426,67m2 Tahun 2007………………………………………………..………...83
9. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
per Tahun secara Aktual di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan
4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................84
10. Perhitungan Rata-Rata Analisis Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
per Tahun secara Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Luas Lahan
4.426,67m2 Tahun 2007.........................................................................................85
11. Perhitungan Analisis Usaha pada Kondisi Aktual dan Optimal pada
Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng dengan
Luas Lahan 4.426,67m2 Tahun 2007.....................................................................86
12. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal dengan Skenario 1 (Lahan Milik Sendiri) di Kecamatan Ciseeng
Tahun 2007............................................................................................................87
15. Halaman
13. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal dengan Skenario 2 (Lahan Sewa) di Kecamatan Ciseeng
Tahun 2007............................................................................................................88
14. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal dengan Skenario 3 (Lahan Sewa dan Pinjaman Bank) di
Kecamatan Ciseeng Tahun 2007...........................................................................89
15. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 1 dengan Asumsi Terjadi
Kenaikan Harga Benih 157,55%...........................................................................90
16. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 2 dengan Asumsi Terjadi
Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................91
17. Cash flow pada Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo pada Kondisi
Optimal di Kecamatan Ciseeng pada Skenario 3 dengan Asumsi Terjadi
Kenaikan Harga Benih 167,41%...........................................................................92
16. I.PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau
dan terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.
Dengan luas wilayah perairan 5,8 juta km2 dan bentang garis pantai sepanjang 95.181
km, Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar. Sektor perikanan pada
dasarnya dibagi menjadi dua yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya.
Potensi sektor perikanan tangkap Indonesia ditaksir mencapai 6,4 juta ton per tahun
dengan tingkat pemanfaatan saat ini sebesar 4,4 juta ton per tahun (70%). Sementara
itu, potensi Indonesia di sektor perikanan budidaya sebesar 15,95 juta hektar. Potensi
budidaya ini terdiri atas potensi budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar, budidaya
air payau 1,22 juta hektar, dan potensi budidaya laut sebesar 12,44 juta hektar.
Pemanfaatan potensi sumberdaya budidaya perikanan saat ini baru sekitar 10,1%
untuk budidaya air tawar, 40% untuk budidaya air payau, dan 0,01% untuk budidaya
laut. Total produksi perikanan budidaya nasional saat ini baru sekitar 1,6 juta ton per
tahun (http://www.tribun-timur.com).
Selama ini kegiatan budidaya lebih banyak dilakukan oleh pembudidaya skala
kecil yang belum memiliki akses terhadap manajemen usaha, pasar, dan permodalan.
Dalam rangka pemerataan pembangunan, sektor budidaya perikanan dapat dijadikan
salah satu sektor penggerak perekonomian. Apabila dibandingkan dengan sektor
perikanan tangkap yang penuh dengan ketidakpastian, sektor budidaya tampak lebih
menjanjikan untuk dikembangkan. Dilihat dari penggunaan lahan, modal,
sumberdaya manusia mau pun manajemennya, usaha budidaya memungkinkan
masyarakat melakukan usahannya dengan daya dukung yang terbatas.
Saat ini konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal
ini dapat dilihat dari konsumsi ikan masyarakat Indonesia yang walau pun masih
rendah, tetapi terus mengalami peningkatan. Tingkat konsumsi ikan meningkat dari
21,57 kg per kapita per tahun pada tahun 2000 menjadi 26 kg per kapita per tahun
pada tahun 2005. Jumlah konsumsi ikan masyarakat Indonesia ini masih berada di
17. bawah standar konsumsi ikan yang dipersyaratkan oleh organisasi pangan dunia
(FAO) sebesar 30 kg per kapita per tahun (http://www.tribun-timur.com). Untuk terus
meningkatkan tingkat konsumsi ikan masyarakat, pemerintah mencanangkan program
Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi
Ikan Nasional (Forikan). Peningkatan konsumsi ini diharapkan dapat terus terjadi
seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengkonsumsi ikan. Salah satu ikan konsumsi yang memiliki kandungan gizi tinggi
ini adalah ikan lele dumbo.
Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus), merupakan jenis ikan konsumsi yang
memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Ikan lele dumbo banyak dipilih
sebagai komoditas budidaya, karena memiliki tingkat kesulitan pemeliharaan yang
rendah. Selain itu beberapa keunggulan lele dumbo sebagai komoditas budidaya
diantaranya ikan ini dapat dipijahkan sepanjang tahun, memiliki fekunditas telur yang
tinggi, dapat hidup pada kondisi air yang marjinal, dan memiliki efisiensi pakan yang
tinggi.
Budidaya ikan lele dumbo biasa dilakukan di kolam air tenang dan mencakup
dua kegiatan, yaitu pendederan dan pembesaran. Pendederan ialah kegiatan untuk
memelihara benih ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan pada kegiatan
pembesaran. Dalam kegiatan pendederan, biasanya benih baru dipanen pada ukuran
antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Kegiatan pembesaran merupakan kegiatan untuk
menghasilkan lele ukuran konsumsi, yaitu lele dengan berat sekitar 100gr. Kegiatan
pembesaran merupakan kegiatan yang sangat tergantung pada pasokan benih yang
dihasilkan pada kegiatan pendederan. Penelitian ini akan dibatasi hanya pada kegiatan
pendederan, karena benih merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada
keberhasilan budidaya ikan lele dumbo ini.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan
yang cukup besar, dan Kabupaten Bogor merupakan daerah yang memiliki prospek
yang cukup baik untuk pengembangan kegiatan budidaya. Potensi budidaya ini dapat
dilihat dari data produksi perikanannya yang menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan seperti terlihat pada Tabel 1.
18. Tabel 1. Perkembangan Produksi Perikanan di Kabupaten Bogor Tahun 2005 – 2006
No Jenis Usaha 2005 2006
1 Budidaya perikanan air tawar (Ton) 7.593,00 23.020,50
2 Perairan umum (Ton) 187,00 120,50
3 Ikan hias (Ribuan ekor) 72.524,00 75.382,67
4 Pembenihan (Ribuan ekor) 703.098,00 708.594,00
Sumber : Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor 2006
Kegiatan budidaya perikanan air tawar di Kabupaten Bogor, salah satunya
terdapat di Kecamatan Ciseeng. Di Kecamatan Ciseeng ini terdapat beragam
komoditas ikan yang dibudidayakan, mulai dari budidaya ikan hias hingga jenis ikan
konsumsi. Untuk jenis ikan konsumsi, lele dumbo adalah komoditas yang banyak
dibudidayakan. Di Kecamatan Ciseeng ini, kegiatan pendederan merupakan kegiatan
yang banyak dipilih untuk budidaya komoditas lele dumbo. Kegiatan pendederan
menjadi pilihan, karena tingkat kesulitan pemeliharaan yang rendah serta waktu yang
dibutuhkan untuk kegiatan pendederan ini relatif singkat bila dibandingkan dengan
kegiatan pembesaran.
Waktu pemeliharaan kegiatan pendederan ikan lele dumbo yang singkat,
membuat modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar dan perputaran uang juga
berlangsung cepat. Di sisi lain, walau pun kegiatan pendederan ikan lele dumbo ini
relatif mudah, tetapi tetap melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Hal
inilah yang membuat alokasi penggunaan input secara efisien sangat penting untuk
memperoleh hasil yang optimal.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu aspek penting dalam budidaya komoditas perikanan adalah
tersedianya input secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Prinsip efisiensi dalam
penggunaan berbagai input merupakan hal yang amat penting untuk diterapkan,
karena menyangkut jumlah output yang akan dihasilkan. Dengan kata lain prinsip
efisiensi bagi pembudidaya ialah proses penggunaan input secara tepat dengan tujuan
memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal.
19. Permasalahan atau kendala yang sering dihadapi pembudidaya, yaitu adanya
keterbatasan dalam penggunaan input (faktor produksi) yang disebabkan terbatasnya
jumlah modal usaha yang dimiliki, pengelolaan yang masih sederhana, serta
keterampilan yang dimiliki pembudidaya masih rendah. Keterampilan yang masih
rendah yang dimiliki pembudidaya, dapat dilihat dari masih minimnya pengetahuan
para pembudidaya tentang hubungan antara alokasi input yang digunakan terhadap
kuantitas serta kualitas dari output yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan dapat
membuat proses produksi yang dilakukan menjadi tidak efisien dan pada akhirnya
membuat tingkat keuntungan yang diperoleh pembudidaya menjadi tidak maksimal.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian
ini adalah :
1) Bagaimana kondisi aktual usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di
Kecamatan Ciseeng.
2) Bagaimana alokasi penggunaan input yang optimal agar tercapai tingkat
keuntungan yang maksimal.
3) Bagaimana sesungguhnya kondisi finansial usaha budidaya pendederan ikan lele
dumbo di Kecamatan Ciseeng.
4) Bagaimana prospek pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo
di Kecamatan Ciseeng.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng.
2) Mengetahui alokasi input yang optimal dalam usaha budidaya pendederan ikan
lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
3) Mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan usaha dari kegiatan pendederan
ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng.
4) Mengetahui peluang pengembangan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo
di Kecamatan Ciseeng.
20. 1.3.2 Kegunaan Penelitian
1) Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program
Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan - Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
2) Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai usaha budidaya
pendederan ikan lele dumbo.
3) Tulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi para pembudidaya
untuk pengembangan usaha.
4) Sebagai sumber data dan informasi serta bahan pertimbangan untuk penelitian
selanjutnya.
21. II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Lele Dumbo
Klasifikasi ikan lele dumbo menurut Saanin H (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele dumbo atau disebut juga Lele Afrika merupakan jenis ikan lele yang
berasal dari Kenya dan memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan jenis
lele lokal. Beberapa keunggulan lele dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal
menurut Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie (2002) diantaranya adalah :
1) Lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat , pada umur 24 minggu lele dumbo dapat
mencapai berat 180-200 gr, sedangkan lele lokal hanya 40-50 gr.
2) Lele dumbo dapat mencapai ukuran lebih besar, lele lokal biasanya hanya
mencapai berat sekitar 300 gr, sedangkan lele dumbo dapat mencapai berat 2-3 kg
3) Lele dumbo lebih banyak kandungan telur, satu induk betina lele dumbo dapat
bertelur 8.000-10.000 butir, sedangkan lele lokal hanya 1.000-4.000 butir.
22. 4) Pakan tambahan bermacam-macam, lele dumbo dapat diberi pakan tambahan
seperti kotoran ayam dan bangkai, sedangkan lele lokal tidak suka.
Secara fisik lele dumbo tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan lele lokal.
Beberapa ciri lele dumbo diantaranya bagian badan bulat tinggi dan memipih ke arah
ekornya, tidak bersisik, badannya mengeluarkan lendir, bentuk kepala gepeng dan
simetris, memiliki patil yang tidak beracun, mulutnya lebar tidak bergigi serta
memiliki sepasang sungut mandibular dan sepasang sungut maksilar. Perbedaan lele
dumbo bila dibandingkan dengan lele lokal selain ukuran tubuhnya yang lebih besar
ialah warna kulit lele dumbo berwarna keunguan dengan bintik besar yang
menyerupai corak loreng-loreng pada baju tentara. Selain itu gerakan lele dumbo
lebih lincah bila dibandingkan dengan lele lokal (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie
2002)
Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), salah satu sifat lele dumbo adalah
suka meloncat ke darat terutama pada malam hari. Munculnya sifat ini karena lele
merupakan hewan yang aktivitas hidupnya dilakukan pada malam hari atau biasa
disebut hewan nokturnal. Sifat ini akan lebih tampak pada saat lele dumbo mencari
makan, itulah sebabnya lele dumbo akan lebih suka berada di tempat yang gelap
dibandingkan dengan berada di tempat yang terang. Sifat lain dari lele dumbo ialah
memilki kebiasaan mencari makan di dasar perairan (bottom feeder) yang
menyebabkan air kolam tampak keruh.
Ditinjau dari jenis makanannya, pakan alami lele adalah binatang renik yang
hidup di dasar mau pun di dalam air seperti cacing, jentik-jentik nyamuk, larva
serangga, anak-anak siput, dan kutu air. Lele juga dapat bersifat kanibal, yaitu
memakan sesama ikan yang ukurannya lebih kecil bila kekurangan pakan (Hernowo
A dan R Suyanto 2003).
2.2 Pendederan Ikan Lele Dumbo
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih hasil penetasan telur lele
menjadi benih yang siap ditebar untuk pembesaran. Agar mendapatkan kualitas benih
yang baik, maka diperlukan induk dengan kualitas yang baik. Untuk kegiatan
23. pendederan ini benih yang digunakan biasanya merupakan benih hasil pemijahan
dengan penyuntikan hormon. Hormon yang digunakan untuk pemijahan ini dapat
berasal dari kelenjar hipofisa maupun hormon sintetis. Persyaratan agar penyuntikan
hormon dapat efektif ialah induk lele harus sudah mengandung telur yang siap untuk
dipijahkan (matang telur). Setelah disuntikkan, induk lele siap untuk dipijahkan baik
secara alami mau pun melalui pengurutan (Hernowo A dan R Suyanto 2003).
Untuk kegiatan pendederan ini benih yang digunakan sebaiknya memiliki
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran ini penting, karena perbedaan ukuran
benih yang terlalu besar dapat mengakibatkan timbulnya kanibalisme diantara benih.
Sifat kanibalisme ini muncul apabila benih lele kekurangan makanan akibat dari
keterlambatan pemberian pakan (Prihartono E; J Rasidik; dan U Arie 2002).
Untuk kolam pedederan, ukuran kolam pendederan dapat diatur sesuai
kebutuhan pembudidaya. Biasanya konstruksi tanggul dasar kolam untuk pendederan
ini terbuat dari tanah. Sebelum digunakan untuk kegiatan pendederan, kolam
dikeringkan terlebih dahulu, bocoran-bocoran yang ada ditutup, dan hama yang
mungkin ada diberantas. Tanah dasar kolam diberi kapur terlebih dahulu dengan
dosis 1 kg per 100m2 untuk membunuh bibit penyakit yang ada dan memperbaiki
struktur tanah. Setelah dibiarkan 2-3 hari, tanah dipupuk dengan pupuk kandang
sebanyak 50 kg per 100m2. Satu kali pemupukan awal ini cukup untuk pemeliharaan
selama satu bulan (Hernowo A dan R Suyanto 2003).
Menurut Hernowo A dan R Suyanto (2003), kegiatan pendederan ikan lele
dumbo dapat dibagi kedalam 3 tahap sesuai ukuran benih, yaitu :
1) Pendederan benih tahap I
Pada kegiatan ini, benih yang ditebarkan masih amat kecil, yaitu umur 2 minggu
sejak menetas. Kepadatan penebaran dapat mencapai 50 ekor per m2. Lama
pendederan umumnya 1 bulan dan akan dihasilkan benih lele ukuran 5-6 cm.
2) Pendederan benih tahap II
Benih yang akan ditebarkan pada kegiatan ini berukuran panjang 5-6 cm dengan
kepadatan 20-25 ekor per m2. Setelah dipelihara selama 1 bulan, lele menjadi
24. berukuran 5-8 cm dengan berat kira-kira 20 gr per ekor. Benih dengan ukuran ini
disebut ”gelondongan sedang”.
3) Pendederan benih tahap III
Benih yang ditebarkan berukuran 5-8 cm dengan waktu pemeliharaan selama 1
bulan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah benih dengan berat 40-50 gr per
ekor dengan panjang 10-12 cm. Benih yang sudah besar ini disebut ”gelondongan
besar”.
2.3 Fungsi Produksi
Fungsi produksi menurut Soekartawi (1994) adalah hubungan fisik antara
variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang
dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa
input. Secara matematis hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
Y = f ( X1, X2, X3,..., Xn ) .................................................................................(1)
Berdasarkan persamaan (1), maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya produksi
tergantung dari peranan X1 sampai dengan Xn. Selain itu dengan persamaan (1), maka
hubungan antara Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1....Xn dan X
lainnya juga dapat diketahui. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah fungsi produksi
yang paling banyak digunakan.
Menurut Soekartawi (1994) beberapa alasan mengapa fungsi produksi Cobb-
Douglas lebih banyak digunakan dalam penelitian, yaitu :
1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan fungsi
produksi yang lain. Fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke
bentuk linear.
2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien
regresi yang sekaligus juga menentukan besaran elastisitas.
3) Penjumlahan besaran elastisitas dapat menunjukkan tingkat Return to Scale.
25. Secara matematis fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut :
........ ............................................................................(2) 3
3
2
2
1
1
b b b Y = aX X X X e
bn u
n
dimana :
Y = jumlah output yang dihasilkan / variabel yang dijelaskan
Xi = jumlah input ke i yang digunakan / variabel yang menjelaskan
a = intercept
b = slope
e = 2,7182 (bilangan natural)
u = kesalahan (disturbance term)
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan (2), dapat dilakukan
dengan merubah persamaan tersebut menjadi bentuk linear berganda dengan cara
melogaritmakan persamaan tersebut, sehingga bentuk persamaannya menjadi :
ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + ……+ bn ln Xn + u .................. (3)
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk
fungsinya menjadi fungsi linear, karena itulah ada beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi (Soekartawi 1994) yaitu :
1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah
suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2) Dalam fungsi produksi, perlu asumsi tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan (non- neutral difference in the respective technologies). Ini artinya
apabila fungsi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu
pengamatan dan bila memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model
tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model
tersebut.
3) Tiap variabel X adalah perfect competition.
4) Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada faktor
kesalahan, μ
26. 2.4 Efisiensi Penggunaan Input
Menurut Soekartawi (1994), efisiensi adalah suatu ukuran jumlah relatif dari
berbagai input yang digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini
efisiensi merupakan salah satu syarat terciptanya optimalisasi. Optimalisasi dapat
diartikan sebagai tingkat output maksimal yang dapat dihasilkan dengan sejumlah
biaya tertentu atau jumlah dana minimal untuk menghasilkan sejumlah output
tertentu.
Efisiensi menurut terminologi ekonomi mengandung dua unsur yaitu efisiensi
teknis dan efisiensi ekonomis. Suatu alokasi faktor produksi dikatakan efisien secara
teknis jika faktor produksi yang digunakan menghasilkan produksi rata-rata yang
maksimum. Efisiensi ekonomis adalah tingkat pemakaian faktor produksi yang
menghasilkan keuntungan maksimum (Sugiarto; T Herlambang; Brastoro; R Sudjana;
dan S Kelana 2005).
A
X1
X1
Sumber : Sugiarto at al 2005
X2
isoquant
X2
isocost
Gambar 2. Kurva Keseimbangan Produsen
Kondisi produksi yang optimal sebagai dampak dari efisiensi penggunaan input
dapat digambarkan melalui kurva keseimbangan produsen. Dalam kurva
keseimbangan produsen ini, efisiensi tercapai pada kombinasi input dimana slope dari
27. isoquant sama dengan slope dari isocost (Titik A, Gambar 2). Isoquant adalah kurva
yang menunjukkan kombinasi pemakaian input yang berbeda tetapi dapat
menghasilkan jumlah output yang sama, sedangkan isocost menunjukkan jumlah
dana yang tersedia untuk membeli berbagai kombinasi input (Sugiarto; T
Herlambang; Brastoro; R Sudjana; dan S Kelana 2005).
Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang
digunakan. Pada umumnya ada dua model yang biasa digunakan yaitu :
1) Model fungsi produksi
2) Model linear programming
Apabila model fungsi produksi yang dipakai, maka kondisi efisiensi ekonomis
yang sering digunakan sebagai patokan. Persamaan fungsi produksi dengan model
fungsi produksi Cobb-Douglas, dapat ditulis sebagai berikut (Soekartawi 1994):
...... .................................................................................(4) 3
3
2
2
1
1
bn
n
b b b Y = aX X X X
dengan produk marjinal sebagai berikut :
δY = b …………………………..............…………............…….……….. (5)
δX
Berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas, maka b disebut koefisien regresi
yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian nilai produk
marjinal (NPM ) faktor produksi x, dapat dituliskan sebagai berikut :
NPM = b.Y.Py …………………........…………………………….......…... (6)
X
dimana :
b = elastisitas produksi
Y = produksi
Py = harga produksi
X = jumlah faktor produksi x
Pada umumnya nilai Y, Py, dan X diambil dari nilai rata-ratanya.
28. Untuk menghitung alokasi penggunaan input pada kondisi yang optimal,
efisiensi akan tercapai apabila rasio nilai produk marjinal (NPM) untuk suatu input
dan harga input (P) sama dengan satu, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
NPMx = 1.....................................................................................................(7)
Px
Berdasarkan kenyataan dimana NPMx tidak selalu sama dengan Px, maka dapat
diambil kesimpulan :
NPMx 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan belum efisien, sehingga
Px perlu dilakukan penambahan input
NPMx 1 ; artinya alokasi input yang dilakukan tidak efisien, sehingga
Px perlu dilakukan pengurangan input yang digunakan.
2.5 Analisis Finansial
Analisis finansial menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976) ialah suatu
usaha yang dilakukan untuk mengetahui kondisi keuangan dari suatu proyek melalui
pengujian. Analisis finansial pada dasarnya menyangkut perbandingan antara
pengeluaran uang dengan penerimaan dari pada proyek. Pada dasarnya analisis
finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha dilihat dari sudut pandang
badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya atau yang berkepentingan
langsung pada suatu kegiatan proyek. Analisis finansial dapat dilakukan melalui
analisis usaha dan analisis kriteria investasi.
2.5.1 Analisis Usaha
Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan
dalam suatu kesatuan. Kegiatan usaha dilakukan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya
yang dimiliki baik sebagian mau pun seluruhnya yang dikorbankan dari
penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat di masa depan (Gittinger JP
1986).
Ada beberapa bentuk penyajian analisis usaha yang biasa dipakai untuk
mengetahui keuntungan suatu usaha. Analisis tersebut antara lain analisis keuntungan
29. usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period, dan analisis
break event point (Ariyoto K 1995). Analisis keuntungan usaha adalah selisih antara
penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah, sementara analisis
perimbangan dan biaya adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total dengan
biayanya rata-rata per musim tanam. Payback period adalah lamannya waktu yang
diperlukan untuk menutupi investasi, sementara break event point adalah titik impas
dari kegiatan usaha (Ariyoto K 1995).
2.5.2 Analisis Kriteria Investasi
Investasi adalah penggunaan dana (uang) dengan maksud memperoleh
penghasilan dengan memperhitungkan faktor risiko (Husnan S 1998). Analisis
kriteria investasi dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah usaha tersebut layak atau
tidak untuk diusahakan. Untuk mengevaluasi kelayakan usaha perlu diketahui besar
manfaat dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan hasil (benefit) adalah apa yang diperoleh pengusaha sebagai balas jasa atas
modal yang digunakannya.
Menurut Kadariah; L Karlina; dan C Gray (1976), Indikator yang biasa
digunakan untuk membandingkan manfaat dan biaya pada usaha adalah Net Present
Value (NPV), Net Benefit Cost-Ratio (Net B/C ), dan Internal Rate of Return (IRR).
NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa
mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya. Net
B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan
diperoleh yang bernilai positif dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif. IRR
adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan nol.
2.5.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas adalah suatu teknik untuk menguji secara matematis apa
yang akan terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian-kejadian
yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Suatu
30. analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur tertentu pada hasil
analisis (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
Analisis sensitivitas akan menunjukkan apa yang terjadi dengan hasil kegiatan
usaha jika terjadi kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan
biaya dan pendapatan. Hal ini penting dilakukan karena analisis proyek didasarkan
pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang
terjadi pada masa yang akan datang (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
31. III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo merupakan jenis usaha budidaya
yang banyak dilakukan di Kabupaten Bogor, dan Kecamatan Ciseeng merupakan
salah satu sentra produksi untuk komoditas ikan lele dumbo. Salah satu prinsip dari
usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo ini adalah efisiensi, dan salah satu cara
mencapainya dengan melakukan alokasi input secara optimal. Dalam usaha
pendederan ikan lele dumbo ini terdapat dua faktor yang mempengaruhi jalannya
usaha yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor
yang dapat dikendalikan yang terdiri atas input tetap dan input variabel. Input tetap
diantaranya berupa modal dan keterampilan, sedangkan input variabel diantaranya
benih dan pakan. Sementara itu faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari
luar yang tidak dapat dikendalikan. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam usaha
pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya iklim dan suhu.
Dalam penelitian ini faktor yang akan dikaji adalah faktor internal yang tediri
atas input tetap dan input variabel. Untuk menghasilkan tingkat produksi yang
optimal, diperlukan pemanfaatan input secara optimal melalui alokasi yang tepat.
Alokasi penggunaan input secara tepat sangat erat kaitannya dengan prinsip efisiensi.
Efisiensi dalam pemakaian input dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input
secara optimal untuk menghasilkan output yang akan memberikan keuntungan
maksimal. Analisis optimalisasi dan efisiensi dalam penelitian ini akan dilakukan
dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi model Cobb-Douglas.
Analisis finansial ialah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
usaha dan tingkat kelayakannya ditinjau dari aspek keuangan. Analisis finansial
terdiri atas analisis usaha dan analisis kriteria investasi.
Analisis usaha ialah analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
budidaya pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan dapat memberikan keuntungan
dalam jangka pendek. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis keuntungan
usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, analisis payback period (PP), dan
analisis break event point (BEP). Jika hasil dari analisis usaha tersebut ternyata
32. menguntungkan, maka perlu dilakukan analisis lanjutan, yaitu analisis kriteria
investasi. Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi penghitungan nilai Net
Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return
(IRR). Analisis kriteria investasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah usaha
yang dijalankan layak atau tidak. Selain itu perlu juga dilakukan uji sensitivitas untuk
mengetahui pengaruh perubahan variabel input terhadap kondisi usaha. Apabila hasil
perhitungan analisis finansial dan uji sensitivitas tidak layak dijalankan, maka harus
diadakan evaluasi terhadap kegiatan usaha. Sebaliknya apabila hasil perhitungan
analisis finansial dan uji sensitivitas menunjukkan bahwa usaha budidaya pendederan
ikan lele dumbo ini masih layak untuk dijalankan, maka pengembangan usaha sangat
layak untuk dilakukan. Skema kerangka pendekatan studi untuk penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.
33. Budidaya ikan lele dumbo
Pendederan
Penggunaan faktor produksi
Efisiensi
penggunaan
input :
-Luas kolam
-Padat penebaran
-TK
-Pakan
Gambar 3. Skema Kerangka Pendekatan Studi
Evaluasi
Analisis usaha :
-Keuntungan
-R/C
-Payback Period
- BEP
Untung
Analisis kriteria
investasi :
- NPV
- Net B/C
- IRR
Analisis sensitivitas
Layak Tidak
layak
Rugi
Analisis optimalisasi: fungsi produksi
Implikasi Pengembangan usaha
34. IV. METODOLOGI
4.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian mengenai efisiensi penggunaan input
dan analisis finansial usaha pendederan ikan lele dumbo ini adalah studi kasus. Studi
kasus ialah penelitian tentang subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase
spesifik dari keseluruhan personalitas (Nazir M 2003). Tujuan penelitian dengan studi
kasus adalah memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat-sifat,
dan karakter yang khas dari unit yang dianalisis.
Menurut Soeratno dan L Arsyad (1999), metode penelitian dengan
menggunakan studi kasus, menunjukkan bahwa penelitian dilakukan dalam lingkup
yang terbatas, sehingga hasil penelitian tidak dapat digeneralisasikan. Studi kasus
digunakan sebagai metode dalam penelitian ini, karena metode ini paling sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi di daerah penelitian. Satuan kasus yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pembudidaya yang melakukan usaha pendederan ikan lele
dumbo secara monokultur.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data text dan data image.
Data text adalah data yang diperoleh dalam bentuk alphabet dan angka numerik,
sedangkan data image adalah data yang ditampilkan dalam bentuk foto, diagram dan
sejenisnya yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan tertentu
(Fauzi A 2001). Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan jenis data text
faktor produksi yang meliputi biaya produksi, biaya investasi, dan jumlah produksi
yang dihasilkan. Data image yang digunakan berupa gambar dan foto.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan
data sekunder. Sumber data primer didapat melalui pengamatan secara langsung di
lapangan dari pembudidaya dengan metode wawancara dan pengisian kuisioner. Data
yang dikumpulkan meliputi karakteristik pembudidaya, teknis produksi, input dan
35. output produksi, penerimaan, biaya investasi, biaya variabel, biaya tetap, dan
penyusutan.
Data sekunder dalam penelitian ini diperlukan sebagai penunjang data primer
yang telah didapatkan. Data sekunder diperoleh melalui informasi dari instansi dan
lembaga terkait seperti Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor, Kantor
Kecamatan Ciseeng, dan literatur-literatur. Data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini diantaranya data monografi Kecamatan Ciseeng dan data produksi
perikanan Kabupaten Bogor.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang representatif pada dasarnya menyangkut
masalah sampai dimanakah ciri-ciri yang terdapat pada sampel yang terbatas itu
benar-benar menggambarkan keadaan sebenarnya dari keseluruhan populasi
(Soeratno dan L Arsyad 1999). Metode pengambilan sampel dilakukan dengan
metode purposive sampling, yaitu anggota populasi dipilih untuk memenuhi tujuan
tertentu mengandalkan logika atas kaidah-kaidah yang berlaku yang didasari semata-mata
dari pertimbangan si peneliti. Sampel yang dipilih merupakan individu yang
dianggap memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Pembudidaya yang masih aktif melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo.
2) Produk yang dihasilkan untuk dijual dan bukan untuk kegiatan pembesaran.
3) Memiliki pengalaman dalam kegiatan pendederan ini minimal satu tahun.
Banyaknya pembudidaya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini 30 orang
pembudidaya, hal ini dilakukan untuk mencukupi syarat statistik.
4.4 Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diimplementasikan. Data dan informasi yang telah terkumpul
ditabulasikan untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis fungsi
produksi model Cobb Douglas dan analisis finansial.
36. 4.4.1 Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi
produksi model Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk
menduga hubungan antara produksi pendederan ikan lele dumbo dengan penggunaan
faktor-faktor produksinya. Model pendugaan dari persamaan fungsi produksi Cobb-
Douglas adalah sebagai berikut :
................................................................(8) 7
7
6
6
5
5
4
4
3
3
2
2
1
1
b b b b b b b u Y = aX X X X X X X e
Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan diatas, maka persamaan tersebut
sebaiknya diubah ke dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut menjadi :
LnY = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6
+ b7 ln X7................................................................................................(9)
dimana :
Y =produksi ikan lele dumbo (ekor per m2)
X1 = benih ikan lele dumbo (ekor per m2)
X2 = Kapur (kg per m2)
X3 = Pupuk (kg per m2)
X4 = Pakan (kg per m2)
X5 = TK1 (jam kerja per m2)
X6 = TK2 (jam kerja per m2)
X7 = TK3 (jam kerja per m2)
Ketepatan model yang digunakan sebagai alat analisis diuji dengan
menggunakan uji statistik sebagai berikut :
1) Uji statistik t, digunakan untuk mengetahui seberapa jauh masing-masing faktor
produksi (Xi) sebagai variabel bebas mempengaruhi produksi (Y) sebagai variabel
tidak bebas. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut :
H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh)
H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
37. thitung = (bi-0)/Sbi
Dimana : Sbi = standard error dari b
bi = koefisien regresi
- jika thitung ttabel, maka H0 diterima, artinya Xi tidak berpengaruh nyata
terhadap Y.
- jika thitung ttabel, maka H0 ditolak, artinya Xi berpengaruh nyata terhadap Y.
2) Uji statistik F, digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi (Xi) secara
bersama terhadap output (Y). Hipotesis yang diuji adalah :
H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh)
H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh)
Fhitung = (JKR / (k-1)) …………………………………….................…….. ..(10)
(JKD / (n-k))
dimana :
JKR = jumlah kuadrat regresi
JKD = jumlah kuadrat residual
n = jumlah sampel
k = jumlah variabel
- jika Fhitung Ftabel, maka H0 diterima, artinya faktor produksi secara simultan tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi.
- jika Fhitung Ftabel, maka H0 ditolak, artinya faktor produksi secara simultan
berpengaruh nyata terhadap produksi.
Pada analisis fungsi produksi, selain digunakan analisis kriteria statistik juga
dilakukan analisis kriteria ekonometrik untuk menguji ketepatan model yang
digunakan. Analisis kriteria ekonometrik dilakukan untuk mengetahui apakah model
regresi memenuhi asumsi normalitas, multikolinearitas, homoskedastisitas, dan
autokorelasi.
Menurut Santoso (2000), normalitas adalah suatu kondisi dalam model regresi
dimana nilai Y (variabel dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X
(variabel independent). Suatu model regresi yang baik harus memenuhi asumsi
normalitas ini.
38. Menurut Santoso (2000), multikolinearitas adalah problem dalam suatu model
regresi yang diakibatkan adanya korelasi antar variabel independent. Beberapa cara
untuk mengatasi problem multikolinearitas diantaranya dengan menambah jumlah
sampel dan mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi tinggi.
Homoskedastisitas adalah asumsi dalam model regresi dimana variasi di sekitar
garis regresi seharusnya konstan untuk setiap nilai X (Santoso 2000). Bila asumsi ini
tidak terpenuhi berarti model regresi mengalami problem heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas adalah problem yang terjadi pada model regresi apabila terjadi
asumsi variance error term konstan untuk setiap nilai pada variabel penjelas
dilanggar. Masalah heteroskedastisitas ini sering terjadi pada data cross-section. Cara
mengatasi masalah heteroskedastisitas ini diantaranya adalah dengan :
a) Menggunakan weight Least Square Regression (nilai variabel dibagi dengan nilai
variabel yang dianggap menyebabkan heteroskedastisitas).
b) Menggunakan fungsi log untuk variabel penjelas yang mengakibatkan
heteroskedastisitas.
Autokorelasi adalah masalah dalam model regresi linear karena adanya korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Autokorelasi ini biasanya terjadi pada pada model regresi yang
menggunakan data time series atau berdasarkan waktu berkala (Santoso 2000).
Analisis Return to Scale (RTS) sangat penting dilakukan untuk mengetahui
apakah kegiatan usaha yang sedang diteliti tersebut berada dalam kondisi increasing,
constant, atau decreasing return to scale. Analisis RTS ini dilakukan dengan
menjumlahkan besaran elastisitas (bi). Berdasarkan persamaan (8) maka :
1 b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 1 ................................................................. .(11)
a) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b71, maka usaha berada dalam keadaan decreasing
return to scale. Artinya apabila faktor produksi yang digunakan ditambah, maka
besarnya penambahan output akan lebih kecil dari proporsi penambahan input.
39. b) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 = 1, maka usaha berada dalam kondisi constant
return to scale dimana penambahan proporsi input yang digunakan akan sama
dengan penambahan proporsi output yang dihasilkan.
c) Jika b1+b2+b3+b4+b5+b6+b7 1, maka usaha berada dalam kondisi increasing
return to scale. Artinya proporsi penambahan output akan lebih besar dari
proporsi penambahan input.
Tingkat alokasi input yang optimal dapat diketahui melalui analisis dari fungsi
keuntungan, yaitu :
Π = TR –TC atau Π = Py.Y – Pxi.Xi ...............................................................(12)
Keuntungan maksimum pada usaha pendederan lele dumbo ini dapat tercapai pada
saat turunan pertama dari fungsi keuntungan usaha terhadap faktor produksi sama
dengan nol, yaitu :
Π = Py.Y –Pxi.Xi
0
¶Õ
X
1
=
¶
Py (dy/dxi) = Pxi
Py.PMxi = Pxi
NPMxi = Pxi
NPMxi = 1 ................................................................................................................(13)
Pxi
4.4.2 Analisis Finansial
Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan terhadap suatu proyek,
dimana proyek dilihat dari sudut badan atau orang-orang yang menanamkan uangnya
dalam proyek mau pun yang memiliki kepentingan terhadap jalannya proyek.
Analisis finansial ini penting untuk memperhitungkan insentif bagi badan mau pun
orang-orang yang terlibat di dalam proyek.
40. 1) Analisis usaha
Analisis usaha merupakan bagian dari analisis finansial yang digunakan untuk
menghitung besarnya keuntungan yang diperoleh dari suatu kegiatan usaha dalam
waktu satu tahun. Analisis usaha ini terdiri atas analisis keuntungan usaha, analisis
imbangan penerimaan dan biaya ( R/C ), analisis payback period (PP), dan analisis
break event point (BEP).
a) Analisis Keuntungan Usaha
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output
yang terlibat di dalam usaha dan besar keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha.
Secara matematis konsep keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :
n
Π = Y.Py – Σ
=
i 0
Xi .Pxi …......................................................................…....(14)
dimana :
Π = Keuntungan (Rp per tahun)
Y = Total produksi (ekor per tahun)
Xi = Jumlah input i yang digunakan (unit)
Py = Harga per satuan output (Rp)
Pxi = Harga per satuan input i (Rp)
Py. Y = Penerimaan total (Rp)
Px . ΣXi = Biaya total (Rp)
b) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang diperoleh
dari kegiatan usaha selama periode tertentu cukup menguntungkan. Secara matematis
analisis imbangan penerimaan dan biaya dapat dirumuskan sebagai berikut
(Soekartawi 1995) :
TR
/ ....................................................................................................(15)
TC
R C =
41. dimana :
TR = Total Revenue atau Penerimaan total (Rp)
TC = Total Cost atau Biaya Total (Rp)
Dengan kriteria usaha :
R/C 1, usaha menguntungkan
R/C = 1, Usaha impas
R/C 1, Usaha rugi
c) Payback Period (PP)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan
untuk menutupi investasi yang ditanamkan pada suatu usaha (Husnan S 1998).
Metode payback period secara matematis dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
Payback period = Investasi x 1 tahun …………………………...……....(16)
Net Benefit
d) Analisis Break Event Point (BEP)
Break event point merupakan suatu nilai di mana hasil penjualan output
produksi sama dengan biaya produksi. Pada kondisi break event point ini pengusaha
mengalami impas. Perhitungan BEP ini digunakan untuk menentukan batas minimum
volume penjualan agar suatu perusahaan tidak rugi (Husnan S 1998). Selain itu BEP
dapat dipakai untuk merencanakan tingkat keuntungan yang dikehendaki dan sebagai
pedoman dalam mengendalikan operasi yang sedang berjalan. BEP dapat dihitung
dengan persamaan matematis berikut :
BEP ( Nilai Produksi ) = Biaya Tetap .
1 – Biaya Variabel / Penerimaan ……....……..(17)
BEP ( Volume Produksi ) = TFC .
Py – AVC …………...... …………………....(18)
dimana :
TFC = biaya tetap total (Rp)
AVC = biaya variabel rata-rata (Rp per kg)
Py = Harga komoditas (Rp per ekor)
42. 2) Analisis Kriteria Investasi
Analisis kriteria investasi penting dilakukan untuk mengetahui besar manfaat
dan besar biaya dari setiap unit yang dianalisis. Indikator yang biasa digunakan untuk
analisis kriteria investasi diantaranya adalah :
a) Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang akan
didapatkan pada masa yang akan datang. NPV ini pada dasarnya merupakan
kombinasi pengertian present value penerimaan dengan present value pengeluaran
(Husnan S 1998). Secara matematis NPV dinyatakan dengan rumus :
=
10 −
NPV = Σ
B C
t t
= +
0 (1 )
t
t
t
i
…………………………….......……………….. ……...(19)
Dengan kriteria usaha sebagai berikut :
- NPV 0, usaha tidak layak
- NPV = 0, Usaha tersebut memberikan hasil yang sama dengan modal yang
digunakan (impas)
- NPV 0, Usaha layak untuk dijalankan karena akan menghasilkan keuntungan.
dimana :
- Bt : Manfaat unit usaha pada tahun t (Rp)
- Ct : Biaya usaha pada tahun ke t (Rp)
- i : Discount rate (%)
- t : Umur proyek (10 tahun)
b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari keuntungan
bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif dengan
keuntungan bersih bernilai negatif (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976).
Secara matematis Net B/C dinyatakan dengan rumus :
………………….( Bt - Ct ) 0
………………. .....(20)
=
10
Σ
=
=
−
B C
t t
+
(1 i
)
−
0
C B
………………….( Bt - Ct ) 0 Σ
=
t t
+
=
10
0
(1 )
/ t
t
t
t
t
t
i
Net B C
43. Dengan kriteria usaha :
- Net B/C 1, berarti usaha tersebut sebaiknya tidak dilaksanakan karena tidak layak
dan lebih baik mencari alternatif usaha lain yang lebih
menguntungkan.
- Net B/C 1, berarti usaha tersebut akan mendatangkan keuntungan, sehingga usaha
ini dapat dilaksanakan.
dimana :
- Bt : Benefit sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp)
- Ct : Biaya sehubungan dengan adanya investasi pada tahun t (Rp)
- t : Umur proyek (10 tahun)
- i : Discount rate (%)
c) Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada proyek sama dengan
nol (Kadariah; L Karlina; dan C Gray 1976). Secara matematis IRR dinyatakan
dengan rumus :
IRR = i’ + NPV’ ( i’’ – i’ ) ……………………...........…......(21)
NPV’ – NPV”
Dengan kriteria usaha :
- IRR ≥ i (discount rate), berarti usaha dapat dilaksanakan.
- IRR i (discount rate), berarti usaha lebih baik tidak dilaksanakan.
dimana :
- i’ = discount rate yang menghasilkan NPV+ (%)
- i” = discount rate yang menghasilkan NPV- (%)
-NPV’ = NPV pada tingkat bunga i’ (Rp)
-NPV” = NPV pada tingkat bunga i” (Rp)
4.4.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur kemudian
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis. Pada usaha
pendederan ikan lele dumbo, analisis sensitivitas dilakukan terhadap perubahan harga
benih. Benih merupakan faktor produksi utama, sehingga perubahannya akan sangat
berpengaruh pada kelangsungan usaha. Pada penelitian ini, metode yang akan
digunakan dalam analisis sensitivitas adalah metode switching value, yaitu mengubah
44. salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif sampai dengan usaha
tidak layak untuk dijalankan.
4.5 Batasan dan Pengukuran
a) Usaha pendederan ikan lele dumbo adalah pemeliharaan benih ikan lele dumbo
yang hasilnya digunakan sebagai input dalam kegiatan pembesaran.
b) Usaha yang dianalisis adalah usaha pendederan ikan lele dumbo tahap I.
c) Variabel yang dijelaskan (output) dalam analisis fungsi produksi dalam penelitian
ini adalah benih ikan lele dumbo ukuran 3-12 cm dengan satuan ekor per m2.
d) Variabel yang menjelaskan (input) dalam analisis fungsi produksi dalam
penelitian ini terdiri atas jumlah benih, kapur, pupuk, pakan, TK1, TK2, dan TK3.
Variabel input ini dihitung per m2.
e) Benih lele dumbo merupakan benih yang digunakan dalam kegiatan pendederan
dalam penelitian ini dengan satuan ekor per m2.
f) Kapur digunakan dalam masa persiapan kolam dengan satuan kilogram per m2.
g) Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang yang disebut postal dengan satuan
kilogram per m2.
h) Selain pakan alami digunakan juga pakan tambahan berupa pelet dengan satuan
kilogram per m2.
i) Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja pada saat persiapan(TK1),
tenaga kerja untuk pemeliharaan (TK2), dan tenaga kerja pada saat panen (TK3).
Satuan yang digunakan adalah jam kerja per m2.
j) Efisiensi penggunaan input merupakan solusi layak terbaik yang
memaksimumkan keuntungan dengan mengoptimalkan penggunaan faktor
produksi per m2.
k) Analisis finansial adalah pemeriksaan keuangan sampai dimana keberhasilan
yang telah dicapai.
l) Analisis usaha adalah proses pemeriksaan keuangan untuk mengetahui manfaat
usaha selama setahun.
45. m) Analisis kriteria investasi adalah analisis untuk mengetahui manfaat usaha selama
umur proyek.
n) Umur proyek dalam penelitian ini ditetapkan selama sepuluh tahun dan
merupakan umur teknis terlama dari komponen investasi yang digunakan.
o) Biaya tetap adalah biaya yang sifatnya tidak tergantung pada jumlah produksi per
m2 dan dinyatakan dalam rupiah
p) Biaya variabel adalah biaya yang sifatnya tergantung jumlah produksi per m2 dan
dinyatakan dalam satuan rupiah.
q) Biaya total adalah semua biaya yang digunakan untuk menghasilkan produk per
m2, termasuk biaya tetap dan biaya variabel.
r) Nilai produksi merupakan perkalian antara produksi total per m2 dengan harga per
satuan produk dan dinyatakan dalam rupiah.
s) Nilai penyusutan merupakan proses pembebanan biaya yang disebabkan oleh
pemakaian suatu barang yang digunakan berdasarkan pada keuangan dan
dinyatakan dalam satuan rupiah.
t) Keuntungan merupakan selisih penerimaan total per m2 dengan biaya total per m2
dan dinyatakan dalam rupiah.
u) R-C ratio adalah tingkat perbandingan antara penerimaan total per m2 dengan
biayanya.
v) Payback period adalah lamanya waktu yang diperlukan untuk menutupi investasi.
w) Break event point adalah kondisi dimana usaha mengalami titik impas.
x) Net present value adalah nilai sekarang dari keuntungan bersih yang didapatkan
pada masa mendatang.
y) Net Benefit – Cost Ratio adalah perbandingan antara jumlah nilai sekarang dari
keuntungan bersih pada tahun-tahun yang mana keuntungan bersih bernilai positif
dengan keuntungan bersih yang bernilai negatif.
z) Internal Rate of Return adalah nilai discount rate i yang membuat NPV pada
proyek sama dengan nol.
aa) Analisis sensitivitas adalah tindakan menganalisis kembali untuk mengetahui
sampai sejauh mana dapat diadakan penyesuaian sehubungan dengan adanya
46. perubahan harga baik harga input maupun output. Dalam penelitian ini analisis
sensitivitas dilakukan dengan menaikkan harga benih.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober sampai dengan November
2007, berlokasi di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah
pembudidaya ikan lele dumbo yang melakukan usaha pendederan secara monokultur.
47. V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Umum Daerah Penelitian
Kecamatan Ciseeng merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Bogor. Di kecamatan ini salah satu jenis usaha yang banyak dilakukan oleh
masyarakatnya adalah usaha pendederan ikan lele dumbo. Kegiatan usaha ini
dilakukan di kolam–kolam yang biasa disebut empang dengan memanfaatkan air
yang bersumber dari anak Sungai Cisadane. Selain karena ketersediaan air yang
melimpah, usaha pendederan ikan lele dumbo ini banyak dipilih karena dianggap
lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha di bidang pertanian.
5.1.1 Letak dan Kondisi Umum
Secara orbitrasi Kecamatan Ciseeng berjarak 30 km dari kantor kabupaten, 155
km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 50 km dari Ibukota Negara Republik
Indonesia. Kecamatan Ciseeng berada pada ketinggian 100 meter di atas permukaan
laut dengan kisaran suhu 270 C – 320 C dan memiliki curah hujan sebesar 24.530 mm
per tahun dengan jumlah hari hujan terbanyak selama 130 hari.
Kecamatan Ciseeng memiliki luas wilayah 3.717 hektar yang diantaranya terdiri
atas tanah sawah seluas 840 hektar dan tanah basah seluas 359 hektar yang dijadikan
kolam untuk usaha budidaya perikanan. Bentuk wilayah Kecamatan Ciseeng, 60%
wilayah memiliki bentuk berombak sampai berbukit, 20% datar sampai dengan
berombak, dan sisanya berbukit sampai bergunung. Batas wilayah Kecamatan
Ciseeng diantaranya dengan Kecamatan Gunung Sindur di Utara, sebelah Selatan
dengan Kecamatan Kemang, dengan kecamatan Rumpin di sebelah Barat, dan
berbatasan dengan Kecamatan Parung di sebelah Timur.
Kecamatan Ciseeng terdiri atas 10 desa dengan 34 dusun. Kesepuluh desa yang
ada di Kecamatan Ciseeng yaitu Desa Babakan, Desa Putat Nutug, Desa Parigi
Mekar, Desa Ciseeng, Desa Cihoe, Desa Kuripan, Desa Cibentang, Desa Cibentang
Muara, Desa Cibentang Udik, dan Desa Karikil.
48. 5.1.2 Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciseeng berdasarkan data monografi
kecamatan tahun 2006 sebanyak 83.016 orang yang terdiri atas 42.178 orang laki-laki
(50,8%) dan 40.838 orang perempuan (49,2%), dengan jumlah kepala keluarga yang
ada sebanyak 21.841 KK. Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Ciseeng adalah
21,79 jiwa per km2.
Berdasarkan kelompok umurnya, jumlah penduduk terbanyak berada pada
kelompok umur 25-55 tahun dengan jumlah 26.488 (31,91%). Jumlah penduduk
paling sedikit berada pada kelompok umur 80 tahun dengan jumlah 3.157 orang
(3,8%). Mayoritas penduduk Kecamatan Ciseeng beragama islam yaitu sebanyak
82.802 orang (99,28%). Data lengkap mengenai jumlah penduduk berdasarkan
kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Kelompok Umur
Tahun 2006
No Kelompok Umur (th) Jumlah penduduk Persentase (%)
1 0 – 6 12.116 14,59
2 7 – 12 13.979 16,83
3 12 – 18 11.486 13,83
4 19 – 24 9.109 10,97
5 25 – 55 26.488 31,91
6 56 – 79 6.678 8,04
7 80 3.157 3,80
Jumlah 83.016 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 2, dapat dihitung besarnya rasio beban tanggungan
di Kecamatan Ciseeng yaitu sebesar 1,33 yang artinya bahwa setiap 100 orang
penduduk berusia produktif antara 19 – 55 tahun harus menanggung 133 orang
penduduk yang berada di luar usia produktif. Sex ratio antara laki-laki dan perempuan
sebesar 1,03 yang artinya bahwa setiap 100 orang perempuan terdapat 103 orang laki-laki.
Penduduk Kecamatan Ciseeng yang mampu menyelesaikan wajib belajar
sembilan tahun berjumlah 10.995 orang atau setara 28,13%. Sementara itu sebanyak
49. 6.779 orang (17,35%) tidak tamat SD, 13.937 orang (35,66%) tamat SD, dan terdapat
1.396 orang (3,57%) penduduk yang buta huruf. Data lengkap mengenai tingkat
pendidikan penduduk di Kecamatan Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006
Jumlah Penduduk
No Tingkat Pendidikan
Orang
Persentase
(%)
1 Belum sekolah 5.973 15,28
2 Tidak tamat SD 6.779 17,35
3 Tamat SD/sederajat 13.937 35,66
4 Tamat SLTP/sederajat 6.618 16,93
5 Tamat SLTA/sederajat 3.725 9,53
6 Tamat akademi/sederajat 497 1,27
7 Tamat perguruan tinggi 155 0,39
8 Buta huruf 1.396 3,57
Jumlah 39.080 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Kecamatan Ciseeng memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 12.720 orang
yang terdiri atas 6.789 angkatan kerja laki-laki (54%) dan 5.940 angkatan kerja
perempuan (46%). Data lengkap mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan
Ciseeng dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Ciseeng Berdasarkan Mata Pencaharian
Tahun 2006
Jumlah Penduduk
No Mata Pencaharian
Orang Persentase (%)
1 Petani 3.730 13,94
2 Buruh tani 3.345 12,49
3 Pengusaha 784 2,93
4 Pertukangan 315 1,18
5 Buruh 870 3,25
6 Pedagang 3.986 14,89
7 Jasa 8.113 30,32
8 Pegawai Negeri Sipil 521 1,95
9 TNI / POLRI 29 0,12
10 Pensiunan 148 0,55
50. 11 Lain-lain 4.920 18,38
Jumlah 26.761 100,00
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar penduduk
Kecamatan Ciseeng bekerja di bidang jasa dan pertanian. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah penduduk yang bekerja di sektor jasa sebanyak 8.113 orang (30,32%), dan
yang bekerja di sektor pertanian baik sebagai petani mau pun buruh tani berjumlah
7.075 orang (26,43%). Jumlah pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng
sebanyak 388 orang, yang terdiri dari 355 orang pembudidaya pendederan dan 33
orang pembudidaya pembesaran. Ada pun penduduk lainnya, ada yang bekerja
sebagai pedagang sebanyak 3.986 orang (14,89%), 784 orang pengusaha (2,93%),
315 orang di bidang pertukangan (1,18%), 870 orang buruh (3,25%), 521 orang PNS
(1,95%), TNI /POLRI sebanyak 29 orang (0,12%), 148 orang pensiunan (0,55%), dan
sisanya dalam bidang lainnya sebanyak 4.920 orang (18,38%).
5.1.3 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan faktor pendukung yang amat penting terhadap
keberhasilan suatu wilayah untuk berkembang. Tanpa adanya sarana dan prasarana
pendukung yang memadai, maka perkembangan suatu daerah dapat terhambat.
Sarana dan prasarana yang terdapat di Kecamatan Ciseeng diantarannya sarana dan
prasarana pemerintahan, pendidikan, ekonomi, ibadah, transportasi, komunikasi,
kesehatan dan olahraga.
Prasarana pemerintahan di Kecamatan Ciseeng terdiri atas sebuah kantor
kecamatan dan 10 buah kantor desa, tiga instansi pemerintah (KUA, Sekolah Tinggi
Sandi Negara, dan Balai Rehabilitasi Galih Pakuan), lima UPTD (UPTD Pendidikan,
UPTD Puskesmas, UPTD Pengairan, UPTD Penyuluhan Pertanian dan Hutbun, dan
UPTD Penyuluhan Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan satu instansi BUMN yaitu
PT Telkom.
51. Tabel 5. Prasarana Transportasi di Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
No Prasarana Transportasi Panjang jalan (km)
1 Jalan Desa 96
2 Jalan kabupaten 28
3 Jalan tanah 84
4 Jembatan (buah) 13
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Untuk sarana dan prasarana transportasi yang amat penting bagi perkembangan
suatu wilayah, Kecamatan Ciseeng memiliki jalan desa sepanjang 96 km, jalan
kabupaten sepanjang 28 km dan jalan tanah sepanjang 84 km. Di Kecamatan Ciseeng
ini lalu lintas seluruhnya dilakukan melalui jalan darat. Data lengkap mengenai
sarana dan prasarana transportasi dapat dilihat pada Tabel 5.
Sarana perekonomian yang berada di Kecamatan Ciseeng diantaranya ialah
sebuah koperasi dan sebuah pasar dengan bangunan semi permanen. Untuk sarana
pendidikan, Kecamatan Ciseeng memiliki 4 taman kanak-kanak (TK), 44 sekolah
dasar (SD), 6 sekolah menengah pertama (SMP), dan 3 sekolah menengah atas
(SMA). Data lengkap mengenai sarana dan prasarana pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Data Sarana Pendidikan dan Jumlah Murid di Kecamatan Ciseeng Tahun
2006.
Jumlah
No Jenis Pendidikan
Gedung Guru Murid
Rasio guru dan murid
1 TK 4 15 145 9,67
2 SD atau sederajat 44 252 13.033 51,72
3 SMP atau sederajat 6 136 1.868 13,74
4 SMA atau sederajat 3 185 1.871 10,11
5 Sekolah tinggi 1 - 113 -
Sumber : Data Monografi Kecamatan Ciseeng Tahun 2006
Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa untuk tingkat pendidikan TK rasio antara
guru dan murid sudah cukup bagus yaitu sebesar 9,67 yang artinya satu orang guru
harus menangani 10 orang murid. Tingkat sekolah dasar memiliki rasio antara guru
dan murid yang kurang memadai karena satu orang guru harus menangani 52 orang
52. murid. Rasio antara guru dan murid untuk tingkat pendidikan SMP hingga SMA
sudah cukup memadai yaitu 13,74 untuk tingkat SMP, dan 10,11 untuk tingkat SMA.
Prasarana kesehatan terdiri atas dua buah puskesmas dan empat praktek dokter.
Untuk prasarana ibadah, Kecamatan Ciseeng memiliki 70 buah mesjid dan 154 buah
mushola untuk umat islam, selain itu terdapat dua buah gereja untuk umat kristen di
kecamatan ini. Sarana dan prasarana komunikasi di Kecamatan Ciseeng terdiri atas
tujuh buah telepon umum, dua pemancar radio, dan sebuah kantor telekomunikasi.
5.2 Gambaran Umum Pembudidaya
Warga Kecamatan Ciseeng, khususnya warga Desa Babakan, hampir sebagian
besar menggantungkan hidupnya pada usaha pendederan ikan lele dumbo. Usaha
pendederan ikan lele dumbo ini umunya masih bersifat tradisional dan menjadi
pekerjaan utama.
5.2.1 Karakteristik Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Warga Kecamatan Ciseeng yang melakukan usaha pendederan ikan lele dumbo
ini pada umunya merupakan warga yang memiliki lahan sendiri dan usaha budidaya
biasanya dilakukan secara perorangan. Pembudidaya lebih memilih melakukan usaha
secara perorangan daripada berkelompok, karena menganggap bahwa usaha secara
perorangan lebih bebas dan tidak terikat, walau pun begitu ada juga pembudidaya
yang memilih untuk membentuk kelompok usaha budidaya dan ini biasanya
merupakan inisiatif dari pembudidaya sendiri.
Usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya
menggunakan jenis kolam tanah dengan bentuk persegi panjang. Penggunaan kolam
tanah karena kondisi tanah di Kecamatan Ciseeng umunya memiliki kemampuan
menahan air dengan baik. Luas kolam budidaya biasanya disesuaikan dengan kondisi
lahan dan keinginan dari pembudidaya. Rata - rata luas per satu kolam untuk usaha
budidaya lele dumbo ini berkisar antara 250m2 sampai dengan 1.000m2. Selain
kemampuan menahan air dengan baik, pembudidaya memilih menggunakan kolam
tanah dibandingkan dengan kolam tembok, karena kolam tanah banyak ditumbuhi
53. plankton mau pun zooplankton yang menjadi makanan alami bagi benih ikan lele
dumbo. Apabila dilihat dari segi biaya, penggunaan kolam tanah lebih hemat dalam
biaya pembuatan kolam dibandingkan dengan kolam dengan konstruksi tembok.
Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng ini pada umumnya merupakan kolam milik sendiri yang diperoleh dengan
membelinya mau pun warisan dari orang tua. Selain milik sendiri ada juga
pembudidaya yang menyewa lahan milik orang lain untuk dijadikan kolam usaha
budidaya. Tarif sewa lahan yang berlaku di Kecamatan Ciseeng ini rata-rata sebesar
Rp100,00 per m2 selama satu bulan. Luas kolam yang dimiliki oleh pembudidaya
rata-rata seluas 4.426,67 m2 dengan harga beli awal rata-rata adalah Rp31.166,67 per
m2.
5.2.2 Identitas Responden Pembudidaya
Responden pembudidaya usaha pendederan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng
rata-rata berusia 39 tahun dengan rentang usia pembudidaya antara 24 tahun sampai
dengan 70 tahun. Responden pembudidaya memiliki pengalaman usaha rata-rata
selama 12,7 tahun dengan rentang pengalaman antara 2 tahun sampai dengan 25
tahun. Hampir sebagian besar responden usaha pendederan ikan lele dumbo
merupakan pekerjaan utama (93,33%) dan sisanya (6,67%) usaha pendederan ikan
lele dumbo ini sebagai pekerjaan sampingan
Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini tergolong rendah. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah responden pembudidaya yang mampu melaksanakan wajib
belajar 9 tahun atau lulus SMP yang hanya berjumlah 12 orang (40%). Dari 12 orang
ini yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA sebanyak 5 orang (16,67%),
sebanyak 16 orang (53,33%) memiliki tingkat pendidikan setingkat SD, dan 2 orang
(6,67%) tidak pernah sekolah. Rendahnya tingkat pendidikan para pembudidaya ini
tidak terlalu berpengaruh pada usaha budidaya yang dilakukan, hal ini karena dalam
usaha pendederan ikan lele dumbo ini pendidikan formal tidak terlalu dibutuhkan.
54. Dalam penelitian ini diperoleh data bahwa responden pembudidaya yang pernah
mengikuti penyuluhan hanya berjumlah 7 orang (23,33%). Pembudidaya lainnya
sebanyak 23 orang (76,67%) tidak pernah mengikuti penyuluhan.
5.3 Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Kegiatan usaha budidaya pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan Ciseeng
dilakukan secara monokultur dengan sistem pengelolaan yang masih sederhana.
Selain itu keterampilan pembudidaya masih terbatas, karena pengetahuan tentang
teknik budidaya rata-rata diperoleh secara otodidak.
5.3.1 Kegiatan Budidaya
Kegiatan yang dilakukan pembudidaya dalam proses budidaya pendederan ikan
lele dumbo ini meliputi tahap persiapan kolam, penebaran benih, pemeliharaan
kolam, panen dan pemasaran.
1) Persiapan Kolam
Persiapan kolam yang dilakukan pembudidaya rata-rata memakan waktu sekitar
lima hari yang meliputi kegiatan perbaikan kolam, perbaikan pematang, pemupukan
dan pengairan. Perbaikan kolam atau yang biasa disebut moles oleh para
pembudidaya merupakan proses memperbaiki kondisi kolam sekaligus untuk
membunuh bibit penyakit dan parasit yang ada di kolam (Gambar 4). Proses
perbaikan kolam biasanya dilanjutkan dengan perbaikan pematang dan memakan
waktu antara 5-8 jam per satu kolam.
Selain perbaikan pematang, juga dilakukan proses pengapuran dan pemupukan.
Pemberian kapur biasanya dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air terutama pH
dan menghilangkan bibit penyakit. Sementara itu pemupukan dilakukan agar
plankton yang menjadi pakan alami benih ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih subur.
.
55. Gambar 4. Proses Persiapan Kolam
Untuk proses pengapuran, dosis yang diberikan oleh pembudidaya rata-rata
sekitar 0,02 kg per m2 . Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk kandang yang
disebut postal dengan dosis rata-rata 0,36 kg per m2. Kedua kegiatan ini dilakukan
dengan cara tebar rata. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kapur sebesar Rp8,63
per m2, dan biaya rata-rata untuk pupuk sebesar Rp120,85 per m2. Sementara jam
kerja yang dibutuhkan rata-rata selama 0,01 jam per m2 dengan upah rata-rata sebesar
Rp4.980,13 per jam.
Apabila kegiatan pengapuran dan pemupukan telah selesai dilakukan, kolam
biasanya dibiarkan selama 1-2 hari baru kemudian diairi. Lamanya proses pengairan
tergantung dari luas kolam dan banyaknya air yang masuk ke kolam. Kedalaman air
kolam pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini biasanya berkisar antara 40cm –
60cm Setelah proses pengairan selesai kolam biasanya didiamkan kembali selama 1-2
hari agar ditumbuhi plankton dan tumbuhan air yang akan menjadi pakan alami bagi
benih ikan lele dumbo.
2) Penebaran Benih
Penebaran benih lele biasanya dilakukan setelah kondisi kolam telah banyak
ditumbuhi plankton (Gambar 5). Benih yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele
dumbo di Kecamatan Ciseeng ini biasanya disesuaikan dengan keinginan
pembudidaya. Suatu usaha disebut sebagai usaha pendederan apabila benih hasil
panen bukan untuk konsumsi. Harga benih lele dumbo untuk usaha pendederan ini
56. bervariasi, mulai dari Rp5,00 per ekor untuk benih berumur tujuh hari sampai dengan
Rp40,00 per ekor untuk yang sudah berumur tiga puluh hari.
Gambar 5. Kondisi Kolam Sebelum Penebaran Benih
Pembudidaya lele dumbo di Kecamatan Ciseeng tidak memiliki patokan yang
pasti untuk padat penebaran dan hanya mendasarkannya pada pengalaman. Padat
penebaran untuk benih ikan lele dumbo ini berkisar antara 30 ekor per m2 sampai
dengan 160 ekor per m2, sementara padat penebaran yang ideal menurut teori untuk
kegiatan pendederan adalah 100 ekor per m2. Waktu penebaran benih biasanya dipilih
pagi atau sore hari dengan alasan cuaca tidak terlalu panas dan menghindari stres
pada benih.
3) Pemeliharaan
Proses pemeliharaan pada usaha pendederan ikan lele dumbo yang dilakukan
pembudidaya di Kecamatan Ciseeng ini biasanya berlangsung selama 25 – 30 hari.
Selama masa pemeliharaan, kegiatan utama yang dilakukan pembudidaya adalah
pemberian pakan tambahan. Pemberian pakan tambahan biasanya dilakukan dua kali
sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Proses pemberian pakan tambahan harus
dilakukan secara teratur sebab benih lele memiliki kecenderungan untuk bersifat
kanibal bila kekurangan makanan.
Selama 15 – 20 hari pertama, benih lele biasanya diberi pakan tambahan berupa
postal yang terbuat dari kotoran ayam yang sekaligus berfungsi sebagai pupuk. Untuk
selanjutnya pakan tambahan yang diberikan berupa kombinasi antara postal dengan
57. pelet. Selain itu selama masa pemeliharaan, pembudidaya juga melakukan kegiatan
seperti pembersihan kolam dari hama serta mengontrol ketinggian air (Gambar 6).
Ketinggian air ini perlu dijaga agar benih tidak perlu berenang terlalu jauh untuk
mendapatkan makanan.
Gambar 6. Kegiatan Pemeliharaan Kolam
4) Panen
Proses pemanenan biasanya dilakukan pada saat benih telah dipelihara selama
25-30 hari dengan ukuran antara 3 cm sampai dengan 12 cm. Ukuran benih lele
dumbo hasil panen ini amat dipengaruhi oleh ukuran benih saat penebaran. Waktu
panen biasanya dilakukan malam hari dengan pertimbangan cuaca dingin dan panen
dapat selesai pada pagi hari. Pemilihan waktu panen pada malam hari ini juga
bertujuan untuk menghindari stres pada benih yang dipanen.
Proses pemanenan dimulai dengan pengeringan kolam. Pengeringan dilakukan
dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air.
Pada saluran pengeluaran air ini dipasangi osom (sosog) yang fungsinya mencegah
agar benih tidak ikut terbuang. Selama proses pengeringan, dibuat suatu kamalir di
sekeliling kolam atau di tengah kolam dengan tujuan agar benih berenang menuju ke
tempat yang masih mengandung air. Benih yang sudah terkumpul dalam kamalir
kemudian diambil dengan menggunakan seser dan dipindahkan ke kolam yang sudah
diberi hapa (Gambar 7). Sebelum dimasukkan ke dalam hapa, benih biasanya disortir
terlebih dahulu sesuai dengan ukuran menggunakan bak saringan. Rata-rata produksi
58. yang dihasilkan pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini sebanyak 39 ekor per m2
dengan survival rate sebesar 55,71%.
Gambar 7. Proses Pemanenan
5) Pemasaran
Proses pemasaran benih lele dumbo hasil pendederan yang dilakukan
pembudidaya berbeda-beda. Ada pembudidaya yang menjual benih hasil panen
secara keseluruhan tanpa proses penyortiran atau yang biasa disebut jual global, dan
ada pembudidaya yang menyortir dulu benih hasil panennya sebelum dijual (Gambar
8).
Gambar 8. Kegiatan Penyortiran Benih
Benih lele hasil pendederan ini biasanya dijual per ekor dengan kisaran harga
antara Rp45 sampai dengan Rp170. Harga jual benih lele biasanya merupakan hasil
negosiasi antara pembudidaya dengan pembeli yang mengacu pada harga pasar.
59. Pemasaran ikan yang telah dipanen biasanya dijual langsung kepada tengkulak dan
hanya beberapa pembudidaya yang melakukan penjualan langsung ke pembudidaya
pembesaran mau pun pedagang pengumpul. Para tengkulak ini mengambil langsung
dari kolam pembudidaya. Dari para tengkulak ini benih kemudian disalurkan kepada
pedagang pengumpul mau pun langsung ke pembudidaya pembesaran.
5.3.2 Faktor Produksi Usaha Pendederan Ikan Lele Dumbo
Produksi merupakan rangkaian kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Faktor produksi yang digunakan dalam usaha pendederan ikan lele dumbo ini terdiri
atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dalam kegiatan usaha
pendederan ikan lele dumbo ini meliputi luas kolam, jumlah benih, kapur, pupuk,
pakan, dan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja dalam usaha pendederan ikan
lele dumbo ini dibagi menjadi tiga, yaitu tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja
untuk pemeliharaan, dan tenaga kerja untuk panen. Faktor eksternal dalam usaha
pendederan ikan lele dumbo ini diantaranya adalah suhu, cuaca, dan musim. Dalam
penelitian ini yang akan dibahas hanya faktor produksi internal, hal ini karena faktor
produksi eksternal merupakan faktor produksi yang tidak dapat dikendalikan.
Kolam yang digunakan untuk usaha pendederan ikan lele dumbo di Kecamatan
Ciseeng ini rata-rata memilki luas 4.426,67m2 dengan kisaran luas kolam antara
500,00m2 sampai dengan 15.000,00m2. Luas kolam tersebut merupakan hasil
penjumlahan dari keseluruhan luas kolam yang dimiliki pembudidaya. Jumlah benih
yang ditebar pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini rata-rata sebanyak 314.350
ekor per musim tanam, dengan rata-rata input sebanyak 71 ekor per m2. Menurut
Subandi M (2004) padat penebaran yang ideal untuk usaha pendederan ikan lele
dumbo ini sebanyak 100 ekor per m2, yang berarti bahwa padat penebaran yang
dilakukan pembudidaya belum efisien dan masih dapat ditingkatkan. Data mengenai
rata-rata penggunaan faktor produksi pada usaha pendederan ikan lele dumbo pada
kondisi aktual di Kecamatan Ciseeng ini dapat dilihat pada Tabel 7.
60. Tabel 7. Rata-rata Input dan Output per Musim Tanam dari Usaha Pendederan Ikan
Lele Dumbo pada Kondisi Aktual di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007.
Penggunaan Input
No Keterangan
Minimum Maksimum Rata-rata
Rata2 input
per luas
lahan
1 Luas Kolam (m2) 500,00 15.000,00 4.426,67 1,00
2 Benih lele (ekor) 50.000,00 900.000,00 314.350,00 71,00
3 Kapur (Kg) 7,00 750,00 85,48 0,02
4 Pupuk (Kg) 50,00 5.250,00 1580 0,36
5 Pakan (Kg) 20,00 4.500,00 514,13 0,12
6 TK 1 (Jam kerja) 8,00 140,00 56,30 0,01
7 TK 2 (Jam kerja) 30,00 360,00 127,30 0,03
8 TK 3 (Jam kerja) 8,00 210,00 58,20 0,01
9 Output (ekor) 25.000,00 625.000,00 172.742,00 39,00
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Jumlah kapur yang digunakan oleh pembudidaya pada kondisi aktual rata-rata
sebesar 85,48 kg. Jumlah kapur yang digunakan berkisar antara 7,00-750,00 Kg.
Kisaran penggunaan kapur yang cukup besar ini karena para pembudidaya biasa
menggunakan kapur sesuai kondisi lahan dan tidak memiliki standar penggunaan
kapur yang tetap. Rata-rata penggunaan kapur per luas lahan yang digunakan sebesar
0,02 kg per m2 lahan. Menurut Subandi M (2004) dosis penggunaan kapur yang ideal
adalah sebesar 30-50 gram per m2, karena itulah dapat dilihat bahwa penggunaan
kapur pada usaha pendederan lele dumbo ini belum efisien dan masih dapat
ditingkatkan.
Penggunaan pupuk pada usaha pendederan lele dumbo pada kondisi aktual
berkisar antara 50,00-5.250,00 kg per musim tanam dengan rata-rata sebesar 1.580,00
kg per musim tanam. Harga pupuk rata-rata sebesar Rp 349,60 dengan rata-rata
penggunaan sebesar 0,36 kg per m2. Menurut Subandi M (2004), dosis ideal untuk
penggunaan pupuk kandang adalah sebesar 700 gram per m2, karena itulah dosis
penggunaan pupuk pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini belum efisien dan
masih dapat ditingkatkan.
Pakan yang digunakan pada usaha pendederan lele dumbo ini adalah pelet
dengan jumlah pakan yang diberikan rata-rata sebesar 514,13 kg per musim tanam
61. dengan rata-rata jumlah pakan per luas lahan sebesar 0,12 kg per musim tanam.
Pakan berupa pelet ini biasanya diberikan setelah benih berumur dua puluh hari di
kolam pendederan.
Pada usaha pendederan ikan lele dumbo ini penggunaan tenaga kerja dibagi
menjadi tiga yaitu, tenaga kerja untuk persiapan, tenaga kerja untuk pemeliharaan,
dan tenaga kerja untuk panen. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing
pekerjaan adalah 56,30 jam untuk persiapan, 127,30 jam untuk pemeliharaan,
dan 58,20 jam untuk panen. Upah rata-rata yang diberikan adalah sebesar Rp4.980,13
per jam untuk persiapan, Rp4.999,43 per jam untuk pemeliharaan, dan Rp5.252,63
per jam untuk panen.
5.4 Analisis Pendugaan Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara variabel dependent (Y) dan
variabel independent (X). Hasil pengamatan pada usaha pendederan ikan lele dumbo
di Kecamatan Ciseeng memperlihatkan bahwa ada beberapa variabel yang diduga
dapat mempengaruhi hasil panen atau output. Variabel tersebut adalah benih ikan lele
dumbo (X1), kapur (X2), pupuk (X3), pakan (X4), TK1 (X5), TK2 (X6), dan TK3 (X7).
Model yang digunakan dalam analisis fungsi produksi usaha pendederan ikan lele
dumbo ini adalah model fungsi produksi Cobb-Douglas.
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary
Least Square) diperoleh nilai koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan
elastisitas produksi. Data hasil pendugaan koefisien regresi dengan metode kuadrat
terkecil dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pendugaan Koefisien Regresi dengan Metode Kuadrat Terkecil pada
Usaha Pendederan Lele Dumbo di Kecamatan Ciseeng Tahun 2007
No Peubah Koefisien Regresi
1 Intercept 0,4849
2 X1 0,8866***
3 X2 0,0131
4 X3 -0,0211
5 X4 0,0611**
6 X5 -0,1082
62. 7 X6 0,0349
8 X7 0,1722*
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Keterangan :
R Square (R2) = 0,8384 *** : Taraf kepercayaan 99%
Adjusted R Square = 0,7869 ** : Taraf kepercayaan 90%
Standar Error = 0,2017 * : Taraf kepercayaan 82%
F hitung = 16,3019
Berdasarkan analisis Ordinary Least Square pada Tabel 8, dapat dibuat persamaan
linear sebagai berikut :
Ln Y = 0,4849 + 0,8866 ln X1 + 0,0131 ln X2 -0,0211 ln X3 +0,0611 ln X4
– 0,1082 ln X5 +0,0349 ln X6 + 0,1722 ln X7........................................(22)
a) Kriteria Statistik
Melalui analisis kriteria statistik terhadap hasil pendugaan fungsi produksi
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil diperoleh nilai R Square sebesar
0,8384 yang menunjukkan bahwa variabel input yang digunakan dapat menjelaskan
besarnya output sebesar 83,84%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar
0,7869 menunjukkan bahwa dengan memasukkan semakin banyak variabel sebagai
variabel penjelas dalam regresi akan mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar
error yang diperoleh dari hasil analisis metode kuadrat terkecil sebesar 0,2017 dan
nilai ini merupakan nilai galat baku dari regrsi secara keseluruhan.
Nilai Fhitung yang diperoleh dari hasil analisis fungsi produksi adalah sebesar
16,3019 dan Ftabel sebesar 2,53. Apabila nilai Fhitung ini dibandingkan dengan nilai
Ftabel, maka dapat dilihat bahwa nilai Fhitung lebih besar dari nilai Ftabel yang berarti
tolak H0, artinya faktor produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output
yang dihasilkan. Hal ini juga menunjukkan bahwa model fungsi produksi dapat
digunakan untuk analisis selanjutnya.
63. Berdasarkan analisis metode kuadrat terkecil terhadap fungsi produksi pada
usaha pendederan ikan lele dumbo ini diketahui bahwa input produksi yang
memberikan pengaruh nyata adalah benih (X1), Pakan (X4), dan TK3 (X7). Untuk
variabel X1 nilai thitung sebesar 7,9590 dan berpengaruh nyata terhadap output yang
digunakan pada taraf kepercayaan 99%. Variabel X4 memiliki thitung sebesar 1,6879
dan berpengaruh nyata terhadap output pada taraf kepercayaan 90 %, sementara
variabel X7 memiliki thitung sebesar 1,3845 dan berpengaruh nyata terhadap output
pada taraf kepercayaan 82%. Variabel lainnya yaitu X2, X3, X5, dan X6 memberikan
pengaruh nyata pada taraf kepercayaan dibawah 55%, sehingga dapat dikatakan
pengaruhnya tidak nyata.
b) Kriteria Ekonometrik
Analisis kriteria ekonometrik dalam penelitian ini menggunakan software SPSS
(Statistical Product and Service Solution). Suatu model regresi yang baik adalah
model regresi yang memenuhi asumsi-asumsi seperti normalitas, homoskedastisitas,
multikolinearitas, dan autokorelasi.
Hasil dari analisis ekonometrik dengan menggunakan software SPSS ini
menunjukkan hasil regresi yang sama dengan analisis menggunakan metode kuadrat
terkecil. Nilai R Square yang diperoleh sebesar 0,8384 yang menunjukkan bahwa
variabel input yang digunakan dapat menjelaskan besarnya output sebesar 83,84%,
sedangkan sisanya yaitu sebesar 16,16% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dihitung. Nilai Adjusted R Square sebesar 0,787 menunjukkan bahwa dengan
memasukkan semakin banyak variabel sebagai variabel penjelas dalam regresi akan
mengurangi derajat kebebasan. Nilai standar error yang diperoleh dari hasil analisis
metode kuadrat terkecil sebesar 0,20168 dan nilai ini merupakan nilai galat baku dari
regresi secara keseluruhan. Pada suatu model regresi, makin kecil nilai standar error
akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependent.
Dari uji ANOVA, diperoleh nilai Fhitung sebesar 16,302 menunjukkan bahwa faktor
produksi secara serentak berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan karena
lebih besar dari nilai Ftabel yang sebesar 2,53.
64. Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expected Cum Prob
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Dependent Variable: Output
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob
Gambar 9. Grafik Normal P-P Plot of Regresion
Asumsi normalitas pada suatu model regresi dipenuhi apabila nilai Y (variabel
dependent) didistribusikan secara normal terhadap nilai X (variabel independent).
Dalam uji ekonometrik ini diperoleh grafik Normal P-P Plot of Regresion yang dapat
digunakan untuk mengetahui apakah asumsi normalitas dapat dipenuhi. Dengan
melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik Normal P-P Plot of
Regresion (Gambar 9), dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi
normalitas, karena data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal.
Dalam uji ekonometrik ini akan diperoleh nilai VIF (Variance Inflation Factor)
dan nilai toleransi yang menjadi indikator terjadinya multikolinearitas. Suatu model
regresi dikatakan bebas dari multikolinearitas bila mempunyai nilai VIF di sekitar
angka satu dan nilai toleransi mendekati angka satu. Pada hasil pengujian dengan
menggunakan SPSS ini diperoleh nilai VIF di sekitar satu pada variabel benih, kapur,
pupuk, pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai VIF sbesar 2,075 dan variabel
TK3 memiliki nilai VIF sebesar 2,582. Besarnya nilai VIF pada variabel TK1 dan TK3
ini mengindikasikan adanya problem multikolinearitas. Sementara itu, variabel yang
memiliki Nilai toleransi mendekati angka satu adalah variabel benih, kapur, pupuk,
pakan dan TK2. Variabel TK1 memiliki nilai toleransi 0,482 dan variabel TK3
memiliki nilai toleransi 0,387. Besarnya nilai toleransi yang lebih kecil dari 0,5 ini
65. mengindikasikan adanya multikolinearitas. Nilai VIF dan nilai toleransi secara
lengkap dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai VIF dan Nilai Toleransi untuk Setiap Variabel Input
No Keterangan Nilai VIF Nilai Toleransi
1 Jumlah benih (X1) 1,441 0,694
2 Kapur (X2) 1,632 0,613
3 Pupuk (X3) 1,527 0,655
4 Pakan (X4) 1,592 0,628
5 TK1 (X5) 2,075 0,482
6 TK2 (X6) 1,948 0,513
7 TK3 (X7) 2,582 0,387
Sumber : Data Primer Tahun 2007
Pada analisis fungsi produksi dengan menggunakan model Cobb Douglas,
multikolinearitas merupakan masalah yang sulit dihindarkan. Masalah
multikolinearitas dalam suatu analisis dapat diabaikan bila terjadi pada variabel-variabel
dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi. Multikolinearitas yang
terjadi pada variabel dengan nilai koefisien regresi yang tidak tinggi ini disebut
multikolinearitas tidak sempurna.
Heteroskedastisitas dalam suatu model regresi terjadi bila terdapat
ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.
Deteksi terjadinya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat apakah
terdapat pola tertentu pada hasil scatterplot. Dari grafik scatterplot pada Gambar 10 ,
terlihat titik-titik yang menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Hal
ini menunjukkan bahwa model regresi pada penelitian tentang usaha pendederan ikan
lele dumbo ini tidak mengindikasikan adanya problem heteroskedastisitas, sehingga
model regresi layak digunakan untuk analisis pendugaan fungsi produksi.