Dokumen tersebut membahas upaya rehabilitasi narkotika berdasarkan pendekatan restorative justice untuk mewujudkan kepastian hukum di Provinsi Aceh. Ringkasannya adalah:
1. BNN Aceh menerapkan pendekatan restorative justice dalam rehabilitasi narkotika untuk melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat dalam prosesnya
2. Tujuannya adalah memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan, merehabilitasi pelaku, dan mencegah ke
1. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
REHABILITASI NARKOTIKA BERDASARKAN
PENDEKATAN RESTORATIF JUSTICE GUNA
MEWUJUDKAN KEPASTIAN HUKUM
BRIGJEN. POL. DRS. HERU PRANOTO, M.SI
Kepala BNN Provinsi Aceh
INDONESIA HEBAT! BERSAMA LAWAN NARKOBA!
2. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
KEPALA BNN PROVINSI ACEH
BRIGJEN. POL. Drs. HERU PRANOTO, M,Si.
RIWAYAT JABATAN :
Lahir di : Kendal Jawa Tengah, 23 Oktober 1965.
Pama Polda Kepulauan Riau ( 1989 - 1998 );
Kasat Serse Poltabes Banjarmasin, Polda Kalimantan Selatan ( 2001
);
Kasat IV Direktorat Reskrim Polda Sumatera Selatan ( 2003 );
Kapolres Muara Enim Polda Sumatera Selatan ( 2006-2007 );
Kapolres Probolinggo Polwil Malang Polda Jawa Timur ( 2007-2008
);
Wakaden 88 Anti Teror Polda Jatim ( 2008 );
Dir Reskrim Polda Nusa Tenggara Barat ( 2010 );
Direskrimum Polda Nusa Tenggara Barat ( 2011 );
Kaden C Ropaminal Divisi Propam Polri ( 2012 );
Direskrimum Polda Metro Jaya ( 2013 );
Wadirbinmas Baharkam Polri ( 2015 );
Irwasda Polda Kepulauan Riau ( 2018 ).
Kepala BNN Provinsi Jambi ( Agustus 2018 );
4. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
War on Drugs – Indonesia Bersinar
Extraordinary Crime
Kejahatan Narkotika merupakan salah satu jenis kejahatan extraordinary crime yang merupakan
kejahatan terorganisir lintas negara/internasional dan dapat menjadi ancaman serius karena dapat
merusak sendi-sendi kehidupan suatu bangsa.
Sehingga kita perlu melakukan perlawanan terhadap salah satu kejahatan luar biasa yang menjadi
tantangan negara-negara di dunia termasuk Indonesia.
Presiden RI Joko Widodo
pada tahun 2015 menyatakan bahwa
“Indonesia berada dalam situasi
darurat Narkotika.”
7. ANGKA PREVALENSI LAHGUN DI ACEH
1 SUMATERA UTARA 1.707.936 7,00%
2 SUMATERA SELATAN 359.363 5,56%
3 DKI JAKARTA 195.367 4,90%
4 D.I YOGYAKARTA 29.132 3,60%
5 SULAWESI TENGAH 61.857 3,30%
6 ACEH 82.415 2,80%
PERNAH PAKAI
NO
PROVINSI
JUMLAH
TERPAPAR
ANGKA
PREVALENSI
1 SUMATERA UTARA 1.585.941 6,50%
2 SUMATERA SELATAN 326.694 5,00%
3 DKI JAKARTA 132,452 3,30%
4 SULAWESI TENGAH 52.341 2,80%
5 D.I YOGYAKARTA 18.082 2,30%
6 ACEH 56.192 1,90%
SETAHUN PAKAI
NO
PROVINSI
JUMLAH
TERPAPAR
ANGKA
PREVALENSI
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
Pernah Pakai Setahun Pakai
Pernah Pakai Setahun Pakai
PREVALENSI TAHUN 2021
PREVALENSI TAHUN 2019
1,80 %
1,95 %
Terjadi
Peningkatan
Sumber:Hasil Survey BRIN dan BPS Tahun 2021
4.827.616 Jiwa
3.662.646 Jiwa
3.419.188 Jiwa
4.534.744 Jiwa
9. RESTORATIVE JUSTICE
Definisi
• Pergeseran pemidanaan dalam sistem peradilan pidana yang lebih mengutamakan keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana
selain bisa juga dengan alternatif hukuman seperti kerja sosal dan lainnya.(Prof. Dr. H.Bagir Manan, SH.,MCL)
Manfaat Restorative Justice
• Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan kesadaran publik dalam upaya menyelesaikan persoalan yang bermasalah dengan hukum;
• Membuat pelaku bertanggung jawab atas tindakannya dan membuat peaku memahami dampak atas tindakan yang telah dilakukan;
• Membantu meminimalkan tingkat kejahatan.
Prinsip-prinsip Restorative Justice
• Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban, dan kelompok masyarakat dalam menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak
pidana;
• Menempatkan pelaku, korban, dan masyarakat sebagai “Stakeholders” yang bekerja bersama.
Perbedaan Restorative Justice dengan Pidana Biasa
• Melihat tindakan krimanal secara komprehensif. Tidak saja mendefinisikan kejahatan sebagai pelanggar hukum semata, namun
memahami bahwa pelaku merugikan korban, masyarakat bahkan dirinya sendiri;
• Melibatkan banyak pihak dalam merespon kejahatan, tidak hanya sebatas permasalahan pelaku kejahatan, malainkan permasalahan
korban dan masyarakat.
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
10. RJ – PRINSIP-PRINSIP KUNCI
Personalism
• Kejahatan adalah pelanggaran terhadap orang dan relasinya, dan bukan sekedar pelanggaran hukum.
Reparasi
• Tujuan utama adalah untuk memperbaiki kerusakan/penderitaah korban dari pada sekedar menghukum
pelaku.
Reintegrasi
• Bertujuan untuk mengembalikan pelaku ke masyarakat daripada mengisolasi dan mengalienasi pelaku
dari masyarakat.
Partisipasi
• Bertujuan untuk mendorong semua pihak, baik langsung maupun tidak langsung, untuk
mengatasi/menghadapi kejahatan secara bersama-sama.
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
11. • Menteri Hukum & HAM, Meneteri Kesehatan, Menteri Sosial,
Jaksa Agung, Kepala Kepolisian, Kepala Badan Narkotika
Nasional. Nomor: 01/PB/MA/111/2014, Nomor:b03 Tahun 2014,
Nomor: 11 Tahun 2014, Nomor: 03 Tahun 2014, Nomor
Per005/A/JA/03/2014, Nomor 1 Tahun 2014, Nomor
Perber/01/111/2014/BNN tentang Penanganan Pecandu
Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Dalam
Lembaga Rehabilitasi
PERATURAN BERSAMA
03
• Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahamah
Agung Republik Indonesia Nomor:
1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pemberlakuan Pedoman
Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) di
Lingkungan Peradilan Umum pada 22 Desember 2020
MAHKAMAH AGUNG
04
• Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor:
SE/8/VII/2018 Tahun 2018 Tentang Penerapan Keadilan
Restoratif (Restorative Justice) dalam Penyelesaian Perkara
Pidana;
KAPOLRI
01
• Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020
tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan
Restoratif
KEJAKSAAN
02
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
BERBAGAI PERATURAN
YANG MENGATUR RESTORATIVE JUSTICE
• Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana;
12. 2. Tindak Pidana yang
diancam dengan ancaman
pidana minimal
1. Tindak Pidana Thdp Keamanan
Negara, Martabat Presiden,
Ketertiban Umum & Kesusilaan
5. Tindak Pidana Yang di
Lakukan Oleh Korporasi
2. Perkara Anak
(UU No. 11 Th. 2012)
1. Perkara Tindak Pidana Ringan:
perkara dgn ancaman pidana
sebagaimana diatur dalam psl 364, psl
373, psl 379, psl 384, psl 407, & psl 482
(KUHP) dengan nilai kerugian tdk lebih
dari Rp. 2.500.000
3. Perkara Perempuan Yg
berhadapan dengan Hukum
(PerMA RI No.3 Th.2017)
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
PIDANA YANG “TIDAK DAPAT” DIHENTIKAN
DENGAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE
PIDANA YANG “DAPAT” DIHENTIKAN DENGAN
PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE
3. Tindak Pidana Lingkungan
Hidup
4. Tindak Pidana Narkotika
Pasal 5 Ayat (8)
Pekerjaksaan 15/2020
KepDirjenBadilum
1691/2020
4. Perkara Narkotika
Dalam Perkara Narkotika, pendekatan prinsip keadilan restorative justice hanya
dapat diterapkan terhadap pecandu, penyalahguna, korban penyalahgunaan,
ketergantungan narkotika, dan narkotika pemakaian 1 hari. Dalam proses
persidangan majelis hakim memerintahkan untuk mendapatkan pengobatan,
perawatan dan pemulihan pada lembaga rehabilitasi
14. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
Peradilan cepat diterapkan pada perkara ringan sedangkan perkara terkait penya
lahguna narkotika diatur dalam undang-undang khusus yaitu Pasal 127 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009
Peradilan Cepat Pengguna Narkotika Melanggar Pasal 205 KUHAP
Dalam sebuah persidangan setiap terdakwa berhak untuk membela diri dengan men
ghadirkan alat bukti yang dapat meringankan tuntutan pidana mereka, mendapatka
n rehabilitiasi atau bahkan membebaskan mereka dari dakwaan/tuntutan jaksa
Peradilan Cepat Menghambat Hak Terdakwa untuk Membela Diri
Dengan adanya banyak penyalahguna narkotika yang mendapatkan hukuman pidana pen
jara, akan semakin memperkeruh permasalahan overcrowing yang meskipun telah menja
di salah satu prioritas utama pemerintah dalam paket kebijakan hukum, namun belum ju
ga menjadi solusi. Sebagaimana yang kita ketahui saat ini kasus penyalahguna narkotika
merupakan penyumbang sepertiga dari keseluruhan jumlah narapidana.
Menambah Masalah Overcrowing Rumah Tahanan
01
02
03
Asas peradilan cepat dimaksudkan agar dalam penanganan perkara dapat
diselesaikan dalam waktu yang singkat, sehingga tidak perlu memakan waktu yang
lama, tidak bertele-tele, artinya proses peradilan tidak banyak ditunda atau diundur
sehingga diharapkan mengurangi kemungkinan perkara yang belum ada kepastian.
PERADILAN CEPAT
Artinya dapat membawa hasil pada proses peradilan berupa
keadilan dan kepastian hukum. Dengan tidak
mengkesampingkan prosedur atau tahapan yang dapat
mengurangi petimbangan hakim dalam memutuskan suatu
perkara
Efektif
Pelaksanaannya dan penerapannya dapat dikatakan tepat
dan sesuai karena tidak membuang waktu, tenaga dan biaya
yang besar
Efesien
01
02
+ -
Yang dicita-citakan dari asas peradilan cepat ialah suatu proses yang
relatif tidak memakan jangka waktu lama sampai bertahun-tahun sesuai
dengan kesederhanaan hukum acara itu sendiri. Apa yang sudah
memang sederhana, jangan dipersulit oleh hakim ke arah proses yang
berbelit-belit dan tersendat-sendat (Harahap, Op. Cit., 2003. Hlm 70-71)
16. REHABILITASI NARKOTIKA
Definisi
• Rehabiliasi adalah cara untuk memulihkan pengguna agar terbebas dari
narkoba baik secara pendekatan medis maupun dengan pendekatan sosial.
Tujuan
• Agar pecandu narkotika dapat pulih dari ketergantungannya terhadap zat dan
berfungsi sosial kembali saat berada di masyarakat
Bentuk Layanan
Rawat Jalan: Dapat dilakukan di rumah, menjalani masa pengobatan selama tiga bulan
Rawat Inap: Dilakukan di tempat rehabilitasi, menjalani masa pengobatan selama enam bulan
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
17. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
PENTINGKAH REHABILITASI ?
Abstinensia
• Kondisi tidak menggunakan kembali zat/narkoba
• Memperbaiki kondisi kesehatan
Pengurangan frekuensi dan keparahan kekambuhan
• Pencegahan kekambuhan dan dampak buruk
narkoba
Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi sosial
• Meningkatkan fungsi sosial dan kualitas hidup
Rehabilitasi: Upaya yang teruji dan terbukti memberikan dampak positif dalam perubahan perilaku pecandu
18. PENANGANAN PECANDU DAN
KORBAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA TERKAIT HUKUM
KE DALAM LEMBAGA
REHABILITASI
5
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
19. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
TP LAHGUN
NARKOTIKA
DIREHAB
GRATIS
TDK
DITUNTUT
PIDANA
2 X TETAP TDK
DITUNTUT PIDANA
MENYELAMATKAN
LAPOR IPWL
DIASSESMEN
MENJADI PECANDU
PENYALAH GUNA
AWAL/PERTAMA
KALI
KORBAN
LAHGUN
WAJIB
REHABILITASI
MELINDUNGI
BERMASALAH DGN
HUKUM
DIASSESMEN MENJADI
PECANDU
PERKARA
PEREDARAN
PERKARA
PECANDU
HAKIM
WAJIB
MEMUTUS UTK MEMERINTAHKAN PECANDU
NARKOTIKA YG TERBUKTI BERSALAH UTK
MENJALANI REHABILITASI
MENETAPKAN UTK MEMERINTAHKAN PECANDU
NARKOTIKA YG TERBUKTI TDK BERSALAH UTK
MENJALANI REHABILITASI
(PASAL 103)
MENYELAMATKAN
REHABILITASI =
HUKUMAN
RAWAT
INAP
RAWAT
JALAN
1. SUKARELA
2. TERKAIT
HUKUM
TAT
TIM
HUKU
M
TIM
DOKTER
CASE
CONFE
RENCE
REKOMENDA
SI
BAP
KONSEP PENANGANAN PENYALAH GUNA NARKOTIKA
20. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
Mekanisme Pelaksanaan Asismen Terpadu dan Penempatan Pecandu Narkotika Dalam Proses Hukum
Kedalam Lembaga Rehabilitasi
HARI KE -
1
2 3
5 - 6
2 x 24 jam 1 x 24 jam
Permohonan
Asesmen
Dok ter/
Psikolog
Tim
Hukum
Penyidik
Penyidik
Sekretariat
Tim
Asesmen
Terpadu
(TAT)
Asesmen
Tim
Dokter
Asesmen
Tim
Hukum
Case
Conference
Rekomendasi
Hasil
Asesmen
Terpadu
- Tingkat
Ketergantungan
- Tempat dan
lama
Rehabilitasi
- Status
tersangka dan
kelanjutan
proses
hukumnya
- Penempatan
dalam lembaga
rehab/rutan/
cab. rutan
Lamp. BAP
Rekomendasi Hasil
Asesmen Terpadu
- BAP/BB
- Orang/tsk
P21
Penyidik
Jaksa Persidangan Putusan
Jaksa Jaksa
Pelakasanaan
Rehab
- Reha bilit asi di lemb. rehab/rutan/cab. Rutan
- Lama 3 bulan
- Tempat : BNN/Kemenkes/Kemensos
- Pelaksanaan : Sesuai masing -masing lembaga
- Reha bilitasi di
lembaga rehabiltasi
- Re ha bilitasi di lapas
Proses Reimbursement
PROSES
REHABILITASI
SETELAH
PUTUSAN
PROSES REHABILITASI
SEBELUM PUTUSAN
PENYIDIK BNNP/KAB/
KOTA
BNNP/KAB/
KOTA & TAT
BNNP/KAB/
KOTA & TAT
SEKRETARIAT
TAT
PROSES
PENUNTUTAN
PROSES
SIDANG
21. PERATURAN TERKAIT PELAKSANAAN PENANGANAN PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA DALAM PROSES HUKUM KE DALAM LEMBAGA REHABILITASI
BNN
• Perka BNN
No. 11 Tahun
2014 Tentang
Tatacara
Penanganan
Terdakwa
Pecandu
Narkotika dan
Korban
Penyalahguna
Narkotika ke
Dalam
Lembaga
Rehabilitasi
• PERBER
POLRI
•TR Kapolri
701/VIII/201
5
•STR
/865/X/2015
•PERBER
KEJAKSAAN
•SEJA Nomor 02
Tahun 2013
Tentang
Penempatan
Korban
Penyalahguna dan
Pecandu Narkotika
ke Lembaga
Rehabilitasi Medis
dan Sosial
•Peraturan Jaksa
Agung Republik
Indonesia
No.
PERL029/A/JA/12/
2015
Tentang Petunjuk
Teknis
Penanganan
Pecandu Narkotika
Dan Korban
Penyalahgunaan
Narkotika Ke
Dalam Lembaga
Reijabilitasi
•PERBER
MA
•SEMA Nomor 04
Tahun 2010
Tentang
Penempatan
Penyalahguna,
Korban
Penyalahgunaan
dan Pecandu
Narkotika ke
Dalam Lembaga
Rahab Medis dan
Rehab Sosial
•SEMA Nomor 03
Tahun 2011
Tentang
Penempatan
Korban
Penyalahgunaan
Narkotika di
Lembaga Rehab
KEMENKES
•Permenkes Nomor 8
Tahun 2014 Ttg
juknis Pelaksanaan
Rehabilitasi Medis
Bagi Pecandu,
Penyalahguna dan
Korban
Penyalahguna
Narkotika Yang
Sedang Dalam
Proses Penyidikan,
Penuntutan dan
Persidangan atau
Telah Dapat
Penetapan/Putusan
Pengadilan
•Permenkes Nomor
50 Tahun 2015 Ttg
juknis Pelaksanaan
Wajib Lapor Dan
Rehabilitasi Medis
Bagi Pecandu,
Penyalahguna, dan
Korban
Penyalahgunaan
Narkotika
•PERBER
KEMENSOS
•PERMENSOS NO
56/HUK/2009 TTG
PELAYANAN DAN
REHABILITASI
SOSIAL KORBAN
LAHGUN
NARKOTIKA,PSIK
OTROPIKA DAN
ZAT ADIKTIF
LAINNYA
•PERMENSOS NO
26/2012 TTG
STANDAR REHAB
SOSIAL KORBAN
LAHGUN
NARKOTIKA
,PSIKOTROPIKA
DAN ZAT ADIKTIF
LAINNYA
•PERMENSOS NO 3
TH 2012 TTG
STANDAR
REHABSOS
KORBAN LAHGUN
NARKOTIKA,PSIK
OTROPIKA DN ZAT
ADIKTIF LAINNYA
•PERBER
21
22. 1) Setiap penyalahguna:
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama
4 tahun;
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 tahun;
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 tahun;
2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, 55 dan 103;
3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan
atau terbukti sebagai korban penyalahguna narkotika, penyalahguna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
23. (1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.800.000.000,000,00 (delapan miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana
dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
24. 1. Hasil pemeriksaan urine/darah positif megandung
narkotika;
2. Jumlah barang bukti narkotika untuk pemakaian pribadi
(dengan jumlah sesuai kriteria yang disepakati dalam
Keputusan Bersama) atau bahkan habis dipakai;
3. Mengingat terdapat tindakan rehabilitasi yang harus
diupayakan penegak hukum dalam proses penanganan
perkaranya, maka dalam berkas perkara harus
dilengkapi rekomendasi TAT baik dari tim medis
maupun tim hukum (penting mengetahui peran pelaku,
apakah hanya penyalahguna atau berkontribusi dalam
peredaran gelap narkotika. Untuk itu TAT dari tim
hukum sangat dibutuhkan).
Setidak-tidaknya Pengenaan
sangkaan/dakwaan Pasal 127
terhadap seorang pelaku,
memenuhi syarat sbb:
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
25. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
SYARAT TSK/TDW/ANAK
YANG DAPAT DIREHABILITASI MEDIS
DAN ATAU SOSIAL
PERSPEKTIF JAKSA
25
● Positif menggunakan narkotika (BAP Hasil
Lab):
● Ada rekomendasi dari Tim Asesmen Terpadu;
● Tidak berperan sebagai bandar, pengedar, kurir
atau produsen;
● Bukan merupakan residivis kasus Narkotika;
dan
● Pada saat ditangkap atau tertangkap tangan
tanpa barang bukti atau dengan Barang bukti
yang tidak melebihi jumlah tertentu.
Narkotika Jumlah tertentu
adalah barang bukti
pemakaian 1 (satu) hari, yaitu:
SEMA Nomor 4 Tahun 2010
26. • Adanya kekhawatiran penyidik jika tersangka melarikan diri dari
lembaga rehabilitasi sementara proses hukum masih berlanjut
maka kasus tersebut masih menjadi tanggung jawab penyidik
03
• Untuk kasus-kasus yang sudah menjadi Target Operasi (TO),
Undercover Buy, dan Control Delivery oleh kepolisian tidak
dilakukan asesmen terpadu. Penyidik sulit menemukan kasus
narkotika yang tertangkap tangan, apabila ada kasus
tertangkap tangan biasanya hasil razia
01
• Permasalahan kondisi geografis wilayah yang terdiri dari
berbagai kabupaten/kota dan jarak yang jauh dari polres/polsek
ke sekretariat TAT sehingga menyulitkan penyidik untuk
mengirimkan permohonan dan melaksanakan proses asesmen
terpadu
02
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
KONDISI YANG DITEMUKAN
• Tidak semua penegak hukum terutama penyidik memahami
konsep asesmen terpadu
04
PERMOHONAN ASESMEN TERPADU RENDAH
• Permohonan asesmen yang harus diajukan maksimal 2x24 jam
05
27. • Pelaksanaan asesmen terpadu sampai dikeluarkannya
rekomendasi hasil TAT lebih dari 6 hari karena Tim Asesmen
Terpadu yang timnya terdiri dari berbagai Instansi (Polri,
BNN, Kejaksaan, Kemkes) yang berasal dari wilayah yang
berbeda, tidak dapat hadir karena ada tugas lain dari
instansinya, kurang waktu dan jarak koordinasi yang jauh di
provinsi, kota dan kabupaten
03
• waktu pengajuan TAT dari penyidik sering melampaui batas
yang ditentukan
01
• Penyidik tidak mengajukan TAT, namun setalah di tahan sekitar
7 Hari baru dimintakan assesment dg alasan pengembangan
kasus
02
BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
KONDISI YANG DITEMUKAN
• Case conference sulit dilakukan karena harus menyelaraskan
waktu tim hukum, tim medis, dan tim sekretariat, sehingga case
conference dilakukan sesaat setelah dilaksanakannya asesmen
terpadu.
04
PROSES ASESMEN TERPADU
• Permohonan asesmen yang harus diajukan maksimal 2x24 jam
05
28. BADAN NARKOTIKA NASIONAL
PROVINSI ACEH
PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE
PADA PERKARA NARKOTIKA
RESTORATIVE JUSTICE
PADA PERKARA
NARKOTIKA
1. PECANDU
2. PENYALAHGUNA
3. KETERGANTUNGAN
NARKOTIKA
4. KORBAN
PENYALAHGUNA
5. NARKOTIKA
PEMAKAIAN 1 HARI
6. ANAK YANG
MENJADI PENGGUNA
NARKOTIKA
Anak yang Menjadi Pengguna Narkotika adalah seorang yang masih dibawah umur
menggunakan narkotika.
Narkotika Pemakaian Satu Hari adalah narkotika jumlah tertentu yang dibawa,
dimiliki, disimpan, dan dikuasai untuk digunakan oleh penyalahguna narkotika
Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seorang yang tidak sengaja menggunakan
narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa dan/atau diancam untuk
menggunakan narkotika.
Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk
menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar
menghasilkan efek yang sama dan apabila dosisnya dikurangi akan menimbulkan
gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak dan
melawan hukum.
Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika
dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.