Teks tersebut membahas tentang penghancuran ruang publik di kota-kota besar di Indonesia. Ruang publik seharusnya berfungsi untuk kepentingan masyarakat umum namun sering dihancurkan oleh pemerintah, pengembang, dan masyarakat untuk kepentingan ekonomi. Ruang hijau dan rekreasi publik diubah menjadi bangunan komersial yang mengakibatkan berkurangnya ruang untuk interaksi sosial masyarakat. Lemah
1. Penghancuran Ruang Publik | Koran Online Indonesia: Berjuang Tanpa ... http://www.rimanews.com/read/20100414/54/penghancuran-ruang-publik
HOME NASIONAL MALAYSIA & INTERNASIONAL EKONOMI & ENERGI POLITIK & HUKUM POKOK & TOKOH APA & SIAPA RUMOR & FAKTA FOKUS ISU TOPIK AKTUAL
BREAKING NEWS BURSA RAGAM GAYA HIDUP OTOMOTIF OPINI BUDAYA CITIZEN JOURNALISM FOTO SPORT SOSOK FORUM INDEKS MOBILE RSS FACEBOOK TWITTER
Mon, 21/01/2013 - 08:45 WIB | Indeks
BERITA TERKAIT
Penghancuran Ruang Publik Konflik Nasdem: Perseteruan Antara Gerbong
Restorasi vs Gerbong Perubahan
Wed, 14/04/2010 - 00:35 WIB
PM Abe-SBY Komit Perkuat Relasi. Jepang
Galau atas Obama?
Quo Vadis Pencalonan Ical?
Konflik Internal Nasdem akibat Pengaruh
generasi Tua dan Lama
Soal Banjir, Jokowi Tagih Laporan Para
Walikota dan Camat
Gulingkan Rezim SBY-Boediono, Aktivis
Rumuskan 3 Agenda Besar Nasional
1 of 5 21/01/2013 8:46
2. Penghancuran Ruang Publik | Koran Online Indonesia: Berjuang Tanpa ... http://www.rimanews.com/read/20100414/54/penghancuran-ruang-publik
KATA KUNCI POPULAR
Breaking News Budaya
Apa dan Siapa
Bursa Citizen Journalism Ekonomi
& Energi Fokus Isu Gaya
Hidup Malaysia &
Internasional Nasional Opini
Otomotif Pokok & Tokoh Politik &
Hukum Ragam Rumor dan
Fakta Sosok Sport Topik Aktual
JAKARTA, RIMANEWS- Ruang publik dalam kategori spasial kota adalah ruang yang ditujukan untuk kepentingan publik.
Dalam konteks modernitas sekarang ini, ruang publik harus bertanggung jawab atas dehumanisasi yang turut dihasilkannya;
ruang publik adalah salah satu jalan bagi anggota masyarakat menemukan kembali ruang kemanusiaannya. Dalam strategi
lingkungan, ia adalah fungsi yang dibayangkan (dibayangkan publik membutuhkannya dan dibayangkan pula publik akan
menggunakannya untuk kegiatan sosial-komunal atau personal yang produktif). Beberapa prasyarat harus dipenuhi agar
bayangan atas fungsi ini bisa terwujud. Ruang publik bisa berarti tempat (plaza/piazza/alun-alun, taman/hutan kota) tapi
mungkin lebih luas dari itu sebagaimana tempat umum (wc umum, rumah sakit umum) tidak selalu berarti ruang publik.
Dalam perencanaan tata-kota yang berhasil, apa yang dibayangkan/dirancang dapat terwujud pada (atau mengkonstruksi)
kenyataan praktik sehari-hari.Namun pada kasus-kasus tertentu ruang publik cenderung di kriminalisasi sebagai hasil dari
rumitnya penataan ruang kota.Tidak seluruh kasus, strategi dan kenyataan dapat diurai penyebabnya.Hal ini terjadi bisa saja
terjadi akibat dari penentuan faktor metode pendekatan yang keliru atau usang.
Jika melihat lebih jauh diketahui bahwa sruktur ruang perkotaan (urban space) terdiri dari ruang luar (external space) dan
ruang dalam(internal space). Ruang luar dilihat sebagai suatu ruang yang terbuka, tanpa adanya halangan untuk melakukan
gerakan dalam udara terbuka, sifatnya publik, semi publik dan daerah pribadi. Sedangkan ruang dalam dilihat sebagai suatu
ruang yang terlindung dari cuaca dan lingkungan sekitar yang merupakan simbol privasi. Untuk menjadikan ruang luar
2 of 5 21/01/2013 8:46
3. Penghancuran Ruang Publik | Koran Online Indonesia: Berjuang Tanpa ... http://www.rimanews.com/read/20100414/54/penghancuran-ruang-publik
sebagai ruang perkotaan (urban space) harus memiliki karakteristik geometris (bentuk) yang jelas dan memiliki kualitas
estetika. Antara ruang dalam-luar memiliki fungsi dan bentuk yang hampir sama. Bentuk fisik secara alami keruangan ruang
perkotaan terdiri dari dua elemen dasar yaitu jalan (street) dan lapangan (square) (Krier, 1979:15).
Pengertian ruang luar dalam konteks ini adalah ruang terbuka (open space) di luar bangunan/ kelompok bangunan yang
bersifat publik, dan mampu mewadahi aktivitas sosial masyarakatnya (Konstruksi, Nopember 1995:17 dalam Wakhidah,
1998:5). Berdasarkan teori figure/ ground (Zahnd, 1999:79) yang dipahami dari tata kota sebagai hubungan tekstural antara
bentuk yang dibangun (building mass) dan ruang terbuka (open space) maka dapat diketahui bahwa ruang luar merupakan
void (ruang) dalam ground yang menegaskan bentuk ruang dengan fungsinya sebagai ruang publik.
Ruang publik sebagai wajah kota
Pengertian ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktivitas rutin dan fungsional yang
mengikat sebuah komunitas, baik dalam rutinitas normal dari kehidupan sehari-hari, maupun dalam perayaan yang periodik
(Carr, 1992:xi). Seiring dengan perkembangan zaman, ruang publik baik pada zaman dahulu maupun pada saat sekarang
tetap berfungsi sebagai tempat bagi masyarakat untuk bertemu, berkumpul dan berinteraksi, baik untuk kepentingan
keagamaan, perdagangan maupun membangun pemerintahan (Ahmad, 2002:30).
Ruang publik yang berbentuk ruang terbuka dapat digunakan sebagai wahana rekreasi, paru-paru kota, memberikan unsur
keindahan, penyeimbang kehidupan kota, memberikan arti suatu kota dan kesehatan bagi masyarakat kota. Ruang publik
juga bermanfaat untuk melayani kebutuhan masyarakat sebagai sarana rekreatif maupun sebagai tempat untuk melakukan
interaksi dan kontak sosial dalam kehidupan masyarakat.
Keberadaan ruang publik pada suatu kawasan di pusat kota sangat penting artinya karena dapat meningkatkan kualitas
kehidupan perkotaan baik itu dari segi lingkungan, masyarakat maupun kota melalui fungsi pemanfaatan ruang di dalamnya
yang memberikan banyak manfaat seperti fungsi olahraga, rekreasi dan RTH. Dalam pengembangan ruangpublik dalam
konteks perkotaan perlu memperhatikan berbagai faktor yang berpengaruh di dalamnya. Sebagai suatu ruang publik, perlu
diketahui karakteristik pemanfaatan ruangnya agar tercipta ruang luar yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Faktor yang berpengaruh terhadap kebutuhan tersebut selain berupa aktivitas juga mempertimbangkan karakteristik ruang
dan ketersediaan sarana pendukungnya. Bagaimana ketiga faktor tersebut (aktivitas, karakteristik ruang dan sarana
pendukung) dapat saling mendukung agar terjadi kesesuaian pada tiap fungsi pemanfaatannya sehingga dapat dijadikan
sebagai arahan pengembangan ruang publik pada umumnya.
Kriminalisasi Ruang Publik
Kriminalisasi dalam pengertian ini adalah tidak menggunakan ruang publik sebagaimana mestinya seperti yang telah
disebutkan di atas dan terlebih melanggar aturan perundangan yang ada baik berupa undang-undang, peraturan daerah
atau perarturan yang lain yang bersifat mengikat. Kriminalisasi ruang yang terjadi biasanya dilakukan oleh pemerintah kota,
investor, pengembang (developer) dan masyarakat luas dengan gradasi yang berbeda. Sebagai contoh bentuk kriminalisasi
ruang publik di antaranya masih belum banyak menyentuh perancangan ruang publik kota; perubahan-perubahan fungsi
taman kota menjadi fungsi bangunan yang tidak terkendali; perancangan ruang publik yang ada sering tidak mengacu pada
kriteria desain tidak terukur yang melibatkan aspirasi atau keinginan masyarakat pengguna; desain ruang publik sering tidak
memikirkan masalah pengelolaan dan perawatannya.
Terlebih celakanya, wacana ruang publik di kawasan perkotaan kerap kali hanya dipandang sebagai kegiatan teknis dan
grafis semata, padahal pengembangan ruang publik dalam struktur ruang kota juga terkait dengan dimensi kultural, estetis,
etis dan politis di dalamnya. Hal mana ia juga merupakan cerminan ideal dari suatu peradaban di mana manusia bermukim
di dalamnya.
Dalam praktiknya berbagai kepentingan dan fungsi perkotaan kerap harus mengorbankan fungsi ruang publik. Kota sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi tentu saja memerlukan lahan bagi pengembangan ekspansi kepentingan tersebut.
Persoalannya, ruang dan wilayah perkotaan jumlahnya tetap, sehingga untuk kepentingan ekonomi tersebut harus
menggunakan ruang wilayah fungsi kota lainnya. Sarana olahraga, pendidikan dan taman kota kerap harus tersingkir oleh
kepentingan ekonomi.
Pergeseran fungsi lahan atau penghilangan fungsi ruang publik, disadari atau tidak menimbulkan implikasi lain yang serius.
Sejak puluhan tahun terakhir ini, ruang-ruang publik antara lain untuk keperluan olahraga, rekreasi dan ruang-ruang terbuka
untuk sekedar mengekspresikan diri harus dikorbankan. Akibatnya, anak-anak muda Jakarta kehilangan tempat untuk
mengekspresikan jiwa muda dan ”kelebihan energinya”. Hidup di lingkungan dan ruang yang terbatas, tidak adanya ruang
publik untuk mengekpresikan diri, menimbulkan dampak sosial yang serius. Perkelahian pelajar misalnya, salah satu
penyebabnya adalah karena mereka kehilangan ruang publik tempat mengekspresikan jiwa mudanya.
Kondisi ini digambarkan secara cepat oleh Prijono Tjiptoherijanto: Kebijaksanaan pembangunan perkotaan saat ini
cenderung terpusat pada suatu arena yang memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Hubungan positif antara konsentrasi
penduduk dengan aktivitas kegiatan ekonomi ini akan menyebabkan makin membesarnya area konsentrasi penduduk
sehingga menimbulkan apa yang yang dikenal dengan nama daerah perkotaan. Sementara terdapat keterkaitan timbal balik
antara aktivitas ekonomi dengan konsentrasi penduduk.
Para pelaku ekonomi cenderung melakukan investasi di daerah yang telah memiliki konsentrasi penduduk tinggi serta
memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Karena dengan demikian mereka dapat menghemat berbagai biaya, antara
lain biaya distribusi barang dan jasa. Sebaliknya, penduduk akan cenderung datang kepada pusat kegiatan ekonomi karena
di tempat itulah mereka akan lebih muda memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan (Urbanisasi dan
perkotaan di Indonesia, Artikel Harian Kompas, Senin, 8 Mei 2000).
Lemahnya mekanisme perencanaan
Jika strategi tata kota mungkin keliru, bisa dibayangkan apa yang terjadi jika suatu kota tidak memiliki strategi tata kota
sama sekali. Mungkinkah suatu kota tidak memiliki strategi tata kota sama sekali? Bahwa setiap kota pasti mengeluarkan
kebijakan tata kota, itu adalah kenyataan yang dituntut percepatan dunia modern. Setiap kota, misalnya, haruslah punya
kebijakan mengenai masalah parkir. Sayangnya, kebijakan tidak selalu datang dari suatu rancang strategis. Kebanyakan
kota di Indonesia telah berhasil menujukkan kegagapannya menghadapi tuntutan perubahan dunia modern dan semakin
gugup begitu kebijakan-kebijakan taktis silih berganti dikeluarkan namun hasilnya kacau balau. Jika sudah pernah diduga
sebelumnya bahwa transportasi publik yang buruk berseteru dengan meningkatnya urbanisasi dan membludaknya
kendaraan pribadi (dan kemudian berakibat pada pola konsumsi bahan bakar, kesadaran politik lingkungan, dan
seterusnya), kenapa jalan keluar selalu terlambat?
Karena pentingnya ruang publik, dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Pasal 29 menyatakan bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan
3 of 5 21/01/2013 8:46
4. Penghancuran Ruang Publik | Koran Online Indonesia: Berjuang Tanpa ... http://www.rimanews.com/read/20100414/54/penghancuran-ruang-publik
proporsi ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari wilayah kota. Selama ini hampir semua pengelolaan dibebankan
pada Pemerintah Kota.
Permasalahan terhadap ruang publik inilah yang perlu dipikirkan dengan adanya metode kemitraan antara pemerintah kota,
swasta dan masyarakat; masih banyak ruang-ruang publik kota yang belum digarap secara optimal; ruang terbuka publik di
Indonesia masih belum banyak yang memikirkan tentang aksesibilitas bagi orang-orang cacat atau orang-orang yang
memiliki kemampuan yang berbeda (difable). Perancangan ruang publik harus dilihat aspek-aspek yang terkait antara lain:
aktivitas dan fungsi campuran, ruang publik yang hidup (lifely), pedestrian yang ramah dan humanis, ruang-ruang yang
berskala manusia dan memiliki aksesibilitas yang baik, struktur kota yang jelas dan berkarakter, kerapian, aman dan
nyaman, memiliki visual yang baik disetiap sudut kotanya. Pengelolaan yang baik seyogyanya dapat berinteraksi pemerintah
kota, masyarakat dan swasta. Dengan memperhatikan aspek-aspek diatas diharapkan kualitas ruang publik yang dirancang
akan lebih baik dan berkesinambungan.
Pentingnya Law Enforcement terhadap permasalahan ruang
Sebenarnya dalam konteks hukum persoalan tata ruang sudah menjadi amanah dalam UUD 45 pasal 33 yang kemudian
diturunkan dalam undang-undang yang mengurusi persoalan tata ruang hingga secara teknis diatur dalam Perda yang
memiliki kekuatan hukum yang tetap. Adanya pembaruan yang dilakukan pada aturan tentang tata ruang. Menegaskan
adanya sangsi pidana bagi pelanggar tata ruang. Lebih jauh Bahkan sanksi di peraturan yang baru tersebut tidak hanya
berlaku bagi pelaku namun juga pembuat kebijakan seperti Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Langkah upaya ke depan, bagi penegakan hukum tata ruang memberikan optimisme setelah aturan tersebut dikeluarkan
namun perlu proses sosialisasi secara intensif dilakukan kepada masyarakat untuk meningkatkan peran sertanya dalam
proses pengembangan kota berkelanjutan. Karena sejauh ini kurangnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh lemahnya
transparasi Pemerintah Daerah dalam menyosialisasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan tata ruang. Padahal UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mengamanatkan perlunya transparansi kebijakan akses informasi bagi masyarakat
sebagai instrumen pengawasan pengelolaan tata ruang kota di masa datang.
Perlunya kekuatan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang harus disiapkan untuk melakukan punishment. Selain
memperhatikan manusia sebagai obyek pelaku dan yang terkena sasaran, juga harus diperhatikan pula daya dukung
lingkungan serta potensi-potensi yang dimiliki wilayah tersebut ke depan. Sebagai contoh, masalah utama yang melanda
kota Jakarta saat ini, yaitu masalah transportasi dan banjir akibat daya dukung kota Jakarta yang tidak memadai. Selain itu
faktor penyebab permasalahan tersebut disebabkan oleh banyaknya pengalihan lahan hijau menjadi kawasan perdagangan.
Oleh karena itu maka sebuah kota merupakan kumpulan dari berbagai kepentingan politik, sehingga keterlibatan politik akan
selalu tampak dalam proses pembangunan kota. Diharapkan dengan adanya penegakan hukum yang kuat terkait dengan
pemanfaatan tata ruang di perkotaan serta adanya ketegasan transparansi Pemerintah Kota dalam menata ruang akan
terwujud sebuah kota yang lebih manusiawi dan mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan bukan menjadikannya
sebagai komoditas apapun bentuknya.
Oleh Dwi Istianto, Pasca Sarjana Fakultas Teknik, Program Studi Kajian Pembangunan Perkotaan dan Wilayah, Universitas
Krisnadwipayana. (bens*)
Kata Kunci
Fokus Isu
Kirim komentar baru
Nama anda: *
E-mail: *
The content of this field is kept private and will not be shown publicly.
Homepage:
Komentar: *
4 of 5 21/01/2013 8:46