SlideShare a Scribd company logo
1 of 98
Download to read offline
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN – INDONESIA
Jl. A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714
Telepon (0511) 4773868. Fax (0511) 4781730
Ucapan Terimakasih kepada :
Rektor
Prof Dr H Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. (di tengah)
Dekan
Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T.
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Rijali Noor, S.T., M.T.
Dosen Pengasuh Mata Kuliah
Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes
M. Ravie Azemy Hernarsi (H1E112031)
Indra Triyanto (H1E112046)
Diah Octarinie (H1E112051)
Ahdi Noor Fajrin (H1E112202)
Wiwin Anggraini (H1E112208)
MAKALAH EPIDEMIOLOGI
EPIDEMIOLOGI INDUSTRI RUMAHAN KAIN SASIRANGAN
Dosen Pembimbing:
Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes
19780420 200501 2 002
Disusun Oleh:
M. Ravie Azemy Hernarsi H1E112031
Indra Triyanto H1E112046
Diah Octarinie H1E112051
Ahdi Noor Fajrin H1E112202
Wiwin Anggraini H1E112208
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.
Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas.
Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah
ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan terimakasih
kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes selaku dosen
pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak lupa juga ucapan terimakasih kepada
teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga
terselesainya makalah ini.
Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh
karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran,
bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam
meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia
seutuhnya. Amin.
Banjarbaru, Desember 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................80
3.1 Pengelolaan Limbah Sasirangan beserta Tempat Pembuangan
Limbah Sasirangan ...............................................................................81
3.2 Dampak yang Dihasilkan dalam Pembuatan Kain Sasirangan .............82
3.3 Bahaya Limbah yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih
Dahulu ..................................................................................................83
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................84
4.1 Kesimpulan............................................................................................84
4.2 Saran......................................................................................................84
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................85
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan
dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan
kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut
untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses
terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat
kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu)
dengan berbagai sifatdengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari
epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu
penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran
penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat.
Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang
diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry
ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah
pembuatan motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan
pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dari hasil penelitian
kami di lapangan dalam kegiatan produksinya, selalu menghasilkan limbah cair
dalam konsentrasi yang banyak. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke
lingkungan sekitar tanpa melalui proses pengolahan.Industri sasirangan tersebut
dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa tahapan, yaitu : membuat motif
sasirangan pada kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian, penjemuran
dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal dari proses
pewarnaan dan pencucian.Jenis bahan sasirangannya sendiri pun bermacam-
macam, mulai dari katun satin, polisima, sutra, dan semi sutra. Pembuatan
sasirangan dengan menggunakan katun satin paling banyak di minati masyarakat
Kalimantan karena mempunyai kualitas kain yang tebal, sedangkan kain polisima
kurang diminati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tipis.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat
pembuangan limbah sasirangan ?
2. Apakah dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan ?
3. Apakah pekerja mengetahui bahaya limbah yang langsung dibuang tanpa
diolah terlebih dahulu ?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat
pembuangan limbah sasirangan.
2. Mengetahui dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan.
3. Mengetahui bahaya limbah yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih
dahulu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu
epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan
logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah
salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya.
Pengertian epidemiologi menurut beberapa ahli :
1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian,
penyebaran dari jenis–jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di
berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal(Kristiani,
2012).
2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari
tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd)
penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk
yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012).
3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang
penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab
terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan
distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu
penyakit (Kristiani, 2012).
4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan
“Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass
phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history)
penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian
epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang
terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).
5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai
terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada
penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada
kelompok penduduk (Kristiani, 2012).
6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan
mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012).
7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang
membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi
(Kristiani, 2012).
8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn(1991) epidemiologi adalah
deskripsi dan penjelasan tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi
perhatian medis di subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut
beberapa karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani,
2012).
9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang
penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan
suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012).
10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat
dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012).
11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000
menyatakan bahwa epidemiologi adalah : “studi yang mempelajari distribusi
dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta
penerapannya untuk pengendalian masalah–masalah kesehatan” (Kristiani,
2012).
12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan
determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan
dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan
ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut”.
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,
Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000).Menurut salah
seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis
dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal
dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk
menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)
mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini
memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan
atau ruang lingkup epidemiologi antara lain :
1. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor
fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini
masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak
segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha
pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia
mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu
hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada
mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama,
ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai
masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010).
2. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti
cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh
manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di
Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai
factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak
menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun
lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan
penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama
dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai
gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang banyak
mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun
lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010).
3. Epidemiologi klinik
Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini
dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para
klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu
epidemiologi. Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas
medis terutama para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi
dalam menangani kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada
penyebab dan cara mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya
tidak tertarik unutk mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara
penularan dan sifat penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang
diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan data informasi yng sanat berguna
dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi
bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin
ilmu yang memeliki metode pendekatan serta penerapannya secara khusus
(Dinfania, 2010).
4. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu
epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam
menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta
faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi
didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya
memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam
hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi
juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga
berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat
seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat
berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang dilayani. Dalam hal ini
peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk digunakan sebagai
dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun perencanaan yang baik.
Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem reproduksi yang erat kaitannya
dengan gerakan keluarga berencana dan kependudukan (Dinfania, 2010).
5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan
Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam
menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta
penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Sistem
pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak digunakan
oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi, penentuan
prioritas maupun dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang
bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010).
6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja
Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari
serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan
pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial
budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam
analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan
kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010).
7. Epidemiologi kesehatan jiwa
Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan dan
analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan
kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan
meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak mengarah
ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat menuntut suatu
cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan dengan epidemiologi
kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan kesehatan jiwa tidak lagi
merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi telah merupakan masalah
sosial masyarakat (Dinfania, 2010).
8. Epidemiologi gizi
Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat
dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut
pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi
gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan
timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang
berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi
masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada
penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah
tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau
lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010).
Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan
bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan-
tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi
pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan
teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan
masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat
yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk
penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup
kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan
wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis
ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk.
Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya :
a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak
mempelajari individu.
b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya dalam masyarakat.
c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu
lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa
kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik
tertentu tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan
kelompok yang kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan
kelompok beresiko rendah.
(Sukmaardy, 2010).
Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai
penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab
dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan
penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan
epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk :
a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;
b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah
kesehatan;mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di
masyarakat;
c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah
ada sebelumnya maupun yang baru, dan
d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan
kesehatan.
(Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003).
Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal,
yaitu;
a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi
lebih buruk ?
b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial ?
c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency
d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan
e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda
f. Identifikasi sindroma- “Lumping and spitting”
g. Mencari penyebab- Case control and cohort studies
h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda
i. Analisis keputusan klinis
(Last, 1987).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan
determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang penyebab penyakit, misalnya:
1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat
keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan
yang tercemar dan menemukan penyebabnya
2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
karsinoma paru-paru dengan asbes
3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan
konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang
terjadinya karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk
mengetahui apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan
pada manusia, dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma
kandung kemih lebih banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan
bukan penderita
4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta
menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya:
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat
dimasyarakat dapat digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan
pelayanan kesehatan disuatu wilayah dan menentukan prioritas
masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi
tetanus neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut
dapat digunakan untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien
dalam menggulangi masalah tersebut, misalnya dengan mengirirm
petugas lapangan untuk memberikan penyuluhan pada ibu-ibu serta
mengadakan imunisasi pada ibu hamil.
(Budioro, 2007).
Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan berbagai
macam, beberapa di antaranya adalah :
a. Rancangan Kasus control
Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu
menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan
dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang
bersifat causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki
potensi untuk mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya
karena adanya chance (kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang
berhubungan dengan baik paparan maupun outcome penyakit(Meirik,
2012).Pada metode kasus kontrol ini dilakukan perbandingan antara
kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (individu yang
tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik
tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/
faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya
diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya
dimulai dari subyek yang memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti
(kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus
inilah yang kemudian direkam atau dicatat. Demikian pula pada
kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan pencatatan mengenai
ada tidaknya paparan. Tujuan dari adanya kelompok kontrol ini adalah
untuk memberikan perkiraan mengenai frekuensi paparan pada populasi
yang tidak sakit(Meirik, 2012).
Keuntungan atau kelebihan rancangan kasus control yaitu,
memungkinkan meneliti penyakit-penyakit yang jarang terjadi,
memungkinkan meneliti penyakit yang memiliki masa laten yang lama
antara paparan dan manifestasi klinis, dapat dilaksanakan pada periode
waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan penelitian kohort,
penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat meneliti
beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab
penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai
paparan diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi
dari informasi mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan,
informasinya tidak legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya
memusatkan perhatian pada satu penyakit saja, biasanya tidak dapat
menyediakan informasi mengenai angka kejadian penyakit, secara
umum tidak lengkap Generally incomplete control of extraneous
variables, pemilihan kontrol yang tepat bisa jadi merupakan hal yang
sulit, metode penelitian bisa jadi sulit dipahami oleh orang yang bukan
ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa jadi sulit(Meirik, 2012).
b. Cohort
Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang
akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan
hasilnya (sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan
demikian, pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan
tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit
atau tidak(Meirik, 2012).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain,
informasi mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk
pengendalian mutu data dan pengalaman sebelumnya, memberikan
urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit, terdapat
kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus yang terkait
dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka insidensi
(absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian
mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan
meneliti paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun
demikian, rancangan kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti, kurang sesuai untuk penyakit-penyakit yang jarang terjadi
karena dibutuhkan subyek dalam jumlah yang besar, tidak sesuai
apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara paparan dan
manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan model
penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :
1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian
tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita
meneliti mengenai paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi
perubahan komposisi selama pelaksaan penelitian yang
mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi
(jumlah subyek yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan
hal yang sulit.
3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena
biasanya dibutuhkan jumlah subyek yang besar.
4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit
karena banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk
dilakukan wawancara yang lama.
(Meirik, 2012).
c. Cross-sectional
Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antara penyakit dan penyebab yang
mungkin seperti halnya dalam penelitian kasus control maupun kohort.
Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik variable tergantung
maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya diukur pada
saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini lebih
merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati. Bentuk paling
sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran prevalensi
penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa
kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset
kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor
risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi
kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk
mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu
penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset
(tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis
kronis.
Aktivitas Epidemiologi, antara lain:
1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga
kesehatan, klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program
pemberantasan atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan
komunitas yang lain
5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan
6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah
yang menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau
penggunaan napza
7. Skrining (penapisan) untuk penyakit
8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru
9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit
10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap
peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu
11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit
12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar
distribusi, frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat
(Amiruddin, 2011).
Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan
industri. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit
akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor
penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada
umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain:
golongan fisik (suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat
tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan
kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam
lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut),
golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya
disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial
(lingkungan kerja yang mengakibatkan stress).Pemanfaatan epidemiologi K3
sangat dibutuhkan dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja.
Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena penyakit
akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor
Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan
oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai dengan
pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan kesehatan
tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang
bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para
pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta
untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja. Dalam
beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir kesehatan
seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006).
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga
reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,
tetapi juga dalam bentuk jasa.
Adapun pengertian industri menurut beberapa ahli, yaitu :
1. Bambang Utoyo, pengertian industri secara sempit dapat diartikan sebagai
semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk mengolah
bahan mentah yang ada menjadi bahan setengah jadi atau mengolah bahan
yang setengah jadi tersebut menjadi bahanj yang benar-benar jadi sehinggan
berguna untuk lebih lagi untuk keperluan manusia. Sedangkan secara luas,
industri dalah kegiatan manusia yang bergerak dibidang ekonomi yang
memiliki sifat produktif dan komersial untuk memnuhi kebutuhan hidupnya
(Sasrawan, 2014).
2. Wirasti dan Dini Natalia, industri diartikan sebagai pengolahan barang
setengah jadi menjadi barang yang telah jadi dan dapat mendatangkan
keuntungan bagi pelaksananya (Sasrawan, 2014).
3. Teguh S. Pambudi, industri merupakan sekelompok perusahaan yang bisa
menghasilkan sebuah produk yang dapat menghasilkan sebuah produk yang
dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang lainnya (Sasrawan,
2014).
4. Hinsa Siahaan, industri adalah sebuah kumpulan dan beberapa perusahaan
firma yang menghasilkan barang atau jasa yang sejenis yang ada dalam
sebuah pasar (Sasrawan, 2014).
5. Badan Pusat Statistik (BPS), industri diartikan sebagai bagian dari sebuah
proses yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi sehingga menjadi
barang baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat
(Sasrawan, 2014).
Pengertian industri menurut undang-undang tentang perindustrian adalah
kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah , bahan baku, bahan setengah
jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk
penggunaannya, teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha
mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah
pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah.
Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi,
budaya dan politik.
Beberapa konsep beserta definisinya:
1. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan
kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan
tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang
nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya menjadi
lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan industri
adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) (Badan Pusat
Statistik, 2014).
2. Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain.
Pada kegiataan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain, sedangkan
pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapatkan
imbalan sebagai balas jasa (upah maklon) (Badan Pusat Statistik, 2014).
Pengelompokan industri pengolahan biasanya didasarkan pada jumlah
tenaga kerja yaitu: Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil, dan
Industri Mikro (Fathin, 2011).
1. Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
100 orang atau lebih (Fathin, 2011).
2. Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 20 sampai 99 orang (Fathin, 2011).
3. Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 5 sampai 19 orang (Fathin, 2011).
4. Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja
antara 1 sampai 4 orang (Fathin, 2011).
Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku seperti
berikut ini :
1. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari
alam sekitar.Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan,
peternakan, pertambangan, dan lain lain (Fathin, 2011).
2. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain
selain alam sekitar (Fathin, 2011).
3. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk
jasa yang dijual kepada para konsumennya.Contoh : Asuransi, perbankan,
transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya (Fathin, 2011).
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal seperti berikut
ini :
1. Industri padat modal
adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk
kegiatan operasional maupun pembangunannya (Fathin, 2011).
2. Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja
atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (Fathin, 2011).
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya
(Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986)
1. Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar
misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
3. Industri kecil
Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,es, minyak
goreng curah, dll
4. Aneka industri
misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
Jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja
1. Industri rumah tangga
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4
orang (Fathin, 2011).
2. Industri kecil
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19
orang (Fathin, 2011).
3. Industri sedang atau industri menengah
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99
orang (Fathin, 2011).
4. Industri besar
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100
orang atau lebih (Fathin, 2011).
Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi
1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market
oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi
target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana
konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi
lebih baik (Fathin, 2011).
2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor
(man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di
pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut
membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien
(Fathin, 2011).
3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply
oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan
baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar
(Fathin, 2011).
Macam-Macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan
1. Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan
hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah
hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
2. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga
menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.Misalnya adalah
pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.
3. Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan
jasa.Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan
masih banyak lagi yang lainnya.
Kriteria Industri Menurut Beberapa Lembaga:
1. Meneg Koperasi dan UKM
 Usaha Kecil (Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan
lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak
terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan hukum, boleh tidak
 Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp.200 Juta – Rp.10 milyar.
2. Badan Pusat Statistik (BPS)
 Usaha Mikro Pekerja lebih kecil dari 4 orang, termasuk tenaga kerja yang
tidak dibayar.
 Usaha Kecil jumlah Pekerja 5-19 orang
 Usaha Menengah jumlah Pekerja 20-99 orang
3. Bank Indonesia
 Usaha Mikro
(SK Dir BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) Usaha yang dijalankan oleh
rakyat miskin atau mendekati miskin. Dimiliki keluarga. Sumberdaya lokal
dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry
 Usaha Kecil
(Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil)
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan
lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak
terafiliasi dengan usaha menengah, besar.Boleh berbadan hukum, boleh tidak
 Usaha Menengah
(SK Dir BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Jan 1997)
Aset lebih kecil dari Rp.5 milyar untuk sektor industri. Aset lebih kecil dari
Rp.600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non-industri
manufacturing. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.3 milyar
4. Bank Dunia
 Usaha Mikro jumlah Pekerja lebih kecil dari 20 orang
 Kecil-Menengah jumlah Pekerja 20-150 orang Aset lebih kecil dari US$
500 ribu diluar tanah dan bangunan
5. Departemen Perindustrian
 Industri Kecil
Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet
tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia
independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan
hukum, boleh tidak.
Skala usaha (menurut BPS yang diujicobakan dilingkungan Depperind)
1. Industri dan Dagang Mikro : 1-4 orang Industri dan Dagang Kecil : 5 – 19
orang Industri dan Dagang Menengah : 20-99 org
2. Industri Menengah (Konsensus Depperindag-BPS)
Omzet penjualan antara Rp.1 milyar hingga Rp.50 milyar
Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan
dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang
sangat dominan di zaman sekarang.
Karena sebegitu pentingnya sektor industri ini bagi perekonomian
Indonesia, maka sudah tentu harus dibentuk satu aturan hukum yang berguna
untuk mengatur regulasi di wilayah sektor Industri ini.
Cabang-cabang industri Indonesia
Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia:
1. Makanan dan minuman
2. Furniture dan industri pengolahan lainnya
3. Pakaian jadi
4. Kulit dan barang dari kulit
5. Kayu, barang dari kayu, dan anyaman
6. Kertas dan barang dari kertas
7. Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
8. Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir
9. Kimia dan barang-barang dari bahan kimia
10. Karet dan barang-barang dari plastik
11. Barang galian bukan logam
12. Logam dasar
13. Barang-barang dari logam dan peralatannya
14. Mesin dan perlengkapannya
15. Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data
16. Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya
17. Radio, televisi, dan peralatan komunikasi
18. Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam
19. Kendaraan bermotor
20. Alat angkutan lainnya
21. Tekstil
(Muhammad Febriza, 2011).
Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah
untuk mendapatkan keuntungan (Anonim1, 2014). Sedangkan tekstil adalah bahan
yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan
untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari pengertian
tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan/produk tekstil meliputi
produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari
serat. Industri tekstil adalah industri yang mengolah serat menjadi benang
kemudian menjadi busana, baik itu busana muslim atau lainnya, dan setiap
industri pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah padat atau limbah cair (Ruthe,
2014).
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada satu tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nialai ekonomis. Limbah
yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal
sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif
sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan dan sumberdaya (Ginting,
2007).
Berdasarkan nilai ekonomisnya limbah dibedakan menjadi limbah yang
mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis.
Limbah yang memiliki nilai ekonomis adalah limbah yang melalui suatu proses
lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah yang tidak memiliki nilai
ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut
dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk
mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan
masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002). Limbah cair
adalah buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat umum
lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan
manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985).
Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan
melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan pewarna
sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif, dan indanthreen yang akan
menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar
(Hardini, 2009). Pelepasan air limbah industri kain sasirangan ke lingkungan
tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dapat merusak ekosistem badan
air, bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen (zat yang dapat
menyebabkan penyakit kanker) dan membahayakan kesehatan manusia (Mizwar,
2012).
Limbah tekstil jika tidak ditangani dengan baik dapat memberikan
dampak yang buruk bagi lingkungan alam sekitar kita. Hal ini karena limbah
tekstil memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Samsudin, 2012) :
1. Sulit menyatu kembali dengan lingkungan alam.
Limbah tekstil yang berupa sisa potongan kain akan sulit hancur meskipun
sudah bertahun-tahun lamanya tertimbun didalam tanah, terlebih lagi jika
kain itu terbuat dari bahan serat sintetis dan bukan serat alami.
2. Dapat merusak biota yang ada didalam tanah dalam jangka waktu tertentu.
Akibat dari tidak dapat terurainya limbah padat tekstil seiring berjalannya
waktu maka hal ini dapat membawa dampak berupa rusaknya biota tanah
dimana limbah itu dibuang.
3. Apabila dibakar asapnya dapat mencemari udara.
Pembakaran limbah padat tekstildalam jumlah yang besar akan berdampak
pada lingkungan udara disekitarnya. Asap dan bau yang ditimbulkannya
bisa mengganggu pernafasan dan iritasi mata.
4. Bisa menjadi media berkembangnya bibit penyakit.
Gumpalan-gumpalan limbah padattekstil yang bercampur dengan jenis
sampah lainnya merupakan media yang baik bagi berkembangnya bibit-
bibit penyakit.
5. Bisa menyumbat saluran-saluran air yang pada akhirnya bisa
menimbulkan banjir.
Limbah padattekstil yang menggumpal bersama tanah dan sampah plastik
bisa menyumbat selokan-selokan dan saluran air lainnya, sehingga pada
akhirnya bisa menimbulkan banjir.
6. Membutuhkan lahan yang luas sebagai tempat pembuangannya.
Limbah padat dari industri tekstil ada dalam volume yang besar sehingga
penanganannya membutuhkan lahan yang luas pula. Hal ini akan menjadi
kesulitan tersendiri jika industri tekstil penghasil limbah itu berada pada
daerah yang padat penduduknya, dimana tidak tersedia lagi lahan yang
cukup untuk penimbunan limbah tersebut.
Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya
kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan
membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang
berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang
membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan.
Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan
menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu
keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan
karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius
(Handy, 2007).
Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah
cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna
yang merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk
diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari
limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi
warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh
mikoorganisme aerobik. Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat
warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil
sekarang ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan
poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya
dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif
yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik (Iwan, 2014).
Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang akan terjadi
akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan :
 Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan
karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah
sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
 Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.
 Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah (A.K. Haghi,
2010) :
a. Volume limbah
b. Kandungan bahan pencemar
c. Frekuensi pembuangan limbah
Melalui banyaknya proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan
pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang
digunakan misalnya zat warna indigo ( C12H10 N12 O12 ) dan sulfur. Limbah-
limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan ke
sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan
perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar kriteria
yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu
merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan dibuang ke
lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan
pencemaran dan melestarikan lingkungan (Alekto, 2014).
Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat
warna tekstil. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya
dari gugus benzen. Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi,
kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu
lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya
karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk
menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang
tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam. Warna selain
mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar dihilangkan.
Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat warna
azo.Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan
kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan
serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah
senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya,
fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung
nitrogen (Alekto, 2014).
Penggolongan Zat Warna
Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat
warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna
berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai
serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat-
zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck
membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya,
yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat
warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat
warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul)
dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam
pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain
(Alekto, 2014).
Penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3, yang
terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat
warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin,
Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil,
Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.Zat warna Azo merupakan jenis
zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar
Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem
kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik.
Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL
(Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat
terbatas.Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses
pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan
aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat
warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan
lain-lain (Alekto, 2014).
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai
kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan
dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan
diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan
lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan
zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah
serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik
ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna
dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas
dengan baik (Alekto, 2014).
Zat Warna Reaktif
Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan
antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak
besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah
dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan
ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan
bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif
ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar
reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam
sehingga mencapai pH tertentu.Disamping terjadinya reaksi antara zat warna
dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo
ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan
molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif
lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur.
Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya
mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif
alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi
pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat
warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat
bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur
suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan
menetralkan asam-asam hasil reaksi(Alekto, 2014).
Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, di antaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik
yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah
setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi
kehitaman.
d. Kekeruhan
Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari – hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena
terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup
untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia
guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part
per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
Adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob
mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan
salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,
1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion
ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
e.Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu
proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L.
Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenolmudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero
intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau
terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk
kehidupan air adalah 6–8.
h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu
membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki
konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat
dibagi menjadi 3 golongan :
 Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan
yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain :
Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
 Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih
maupun yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama,
logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
 Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan
Zn .
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa
digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah.
Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme
terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta
plankton.penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran
bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka
penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme
indikator pencemaran(Alekto, 2014).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang
terdapat di dalam air yaitu:
1. Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber
seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
2. Komponen nutrien dalam air
Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk
kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme
tertentu.
3. Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme
yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik,
khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam
air.
4. Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.
5. Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi,
dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme yang terapat di dalam air.
Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan
perekonomian akan tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan
lingkungan. Efek negative dari industri tekstil salah satu adalah air limbahnya
yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila
dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat
memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi
secara alami di badan air.Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan
organisme air(Alekto, 2014). Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai
indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan penting dalam
lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain
yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme
perairan seperti bentik dan ikan.Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung
yang penting antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan
hidup dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari
limbah ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap,
tanaman air, cacing, algae, dan bakteri(Sachlan, 1982).
Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat
pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu
kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari
industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan
limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang
ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.Pengoperasian unit
pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang
benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter
diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan
tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada
akhirnya akan menyebabkan biaya pengolahan yang tinggi (Oktavia, 2011).
Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang
dapat diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya
perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut
Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat
tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat
mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan
hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang
ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran
lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil(Oktavia, 2011)
Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu sistem
rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi alam akan mempengaruhi
petumbuhan atau perkembangan kehidupan. Apabila suatu ekosistem telah
tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan menurunkan
tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang menghasilkan limbah
dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu
dengan standart baku mutu yang aman bagi lingkungan.
Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan
menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat
berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara
kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk
memudahkan pengidentifikasian peralatan (Oktavia, 2011).
a. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses
pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-
proses tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air,
penggumpalan, sedimentasi, pengapungan dan filtrasi.
b. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi
konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses
kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi,
netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan
mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa
organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian
mudah mengambilnya. Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau
gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan
zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses
kimia zat tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan
kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara.
Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah
senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.
Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya
penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya. Adanya perubahan dalam
lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan
komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi
dengan kondisi yang baru. Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting
artinya dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara
koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan
/ pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antarfasa. Dengan adanya
penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan
jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga
efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena
adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan
gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua
arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi
molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak
diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat
padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal
dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben (Oktavia, 2011).
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi
secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat
pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat
(adsorben) untuk mengatasi energi kinetik molekul pencemar pada fase cair
(adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik
pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energi atau gaya Van der
Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding
dengan konsentrasi pencemar. Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi
pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses
adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada
kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul
adsorben.Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi
antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan
molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia
diperlukan energi dan energi juga diperlukan untuk membalikan proses ini,
sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible (Oktavia, 2011).
Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi
dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organik
tersebut, diantaranya (Oktavia, 2011) :
 Konsentrasi
 Berat molekul
 Struktur molekul
 Tingkat kepolaran molekul
 Temperatur
 pH
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia,
fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya. Pengolahan secara kimia
dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan
flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk
menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk
gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara
kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang
diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan
ozon(Oktavia, 2011).
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara
adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan
adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan
padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses
pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan
adanya gaya gravitasi.Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan
aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung
dalam air limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan
menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah
baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya
tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah.
Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna
menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif
mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif
tersebut (Oktavia, 2011).
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif
pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan
kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih
rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada
pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya.
Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien
untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil. Bahwa penghilangan
warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian
yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat
beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana (Alekto, 2014).
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industri tekstil.
Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-
spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk
zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih
mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan
radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan
ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat
direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya
malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang
menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang
diketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan
menjadi asam amino (Handy, 2007).
Degradasi Zat Warna(Alekto, 2014)
Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses
pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-
sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat
alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan
sukar dihilangkan.Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil
metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat
warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora
yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang
direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo
benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi
azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza
aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari
hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat
warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi
anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan
pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar
untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul
yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga
mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan
Biomassa.
Proses atau tahap dalam penanganan limbah meliputi (Oktavia, 2011) :
1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil
adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus
diperiksa pula.
2. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah
proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna
dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila
digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin
diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya.
Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan
sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat
mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti.
3. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat
warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan
diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif
untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia,
koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit).
Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah
yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi.
Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan
pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan
pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi
yang telah terbukti efektif ialah aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem
dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena
biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang
murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah,
diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya
kerjanya (Anonim2, 2008).
Pemanfaatan limbah industri tekstil dapat berupa (Restiani, 2014) :
1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur
yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama
limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani
adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain
adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan
kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan
boneka sebagai pengganti dakron.
2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan
saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai
tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas
tanah.
Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan Adsorpsi Karbon
Aktif Dalam Fixed-Bed Column
Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang
dibuat dengan teknik tusuk jelujur. Sebagaimana industri tekstil lainnya,
pembuatan kain sasirangan melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan
menggunakan pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthreen
yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup
besar (Hardini dkk., 2009). Karena alasan estetika dan toksikologi, warna
merupakan hal yang paling tidak diinginkan dari semua kontaminan yang
terkandung dalam limbah cair industri tekstil, (O’Neill et al., 1999; Crini, 2006).
Bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen dan membahayakan
kesehatan manusia (Pinheiro et al., 2004; Erdem et al., 2005; Babu et al., 2007;
Hameed, 2009).
Berbagai proses pengolahan telah digunakan untuk menghilangkan warna
pada limbah cair industri tekstil, seperti; proses koagulasi-flokulasi (Butt et al.,
2005; Fang et al., 2010), membran tukar kation (Wu et al., 2008), degradasi
elektrokimia (Fan et al., 2008), advanced oxidative process (Banerjee et al., 2007;
Mahmoud et al., 2007; Fathima et al., 2008), fenton-biological treatment (Lodha
and Chaudhari, 2007; García-Montaño et al., 2008), dan adsorpsi (Allen et al.,
2004; Erdem et al., 2005; Hameed 2009; Rafatullah et al., 2010). Namun sampai
saat ini teknik adsorpsi dengan menggunakan berbagai macam adsorben masih
merupakan metode yang paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas
adsorpsinya yang tinggi serta biaya operasionalnya yang rendah (Rafatullah et al.,
2010; Syafalni et al., 2012). Karbon aktif yang didefinisikan sebagai bahan
karbon yang telah mengalami proses karbonisasi untuk meningkatkan
porositasnya (Marsh, 1989) merupakan salah satu jenis adsorben yang umum
digunakan dalam pengolahan limbah cair dan dinilai sangat cocok untuk
mengurangi zat organik dan warna (Alvares et al., 2001; Kalderis et al., 2008;
Ahmad and Hameed, 2009). Oleh karena itu, berbagai jenis karbon aktif sebagai
adsorben telah banyak dikembangkan dan diterapkan secara luas (Zhang et al.,
2011).
Pada penelitian sebelumnya, penggunaan karbon aktif berbahan dasar
tempurung kelapa dalam sistem batch terbukti dapat menyisihkan 39,16%
konsentrasi warna pada air limbah sasirangan dengan kapasitas adsorpsi
maksimum sebesar 29,412 mg/g dan pola adsorpsi mengikuti model Isoterm
Langmuir (Mizwar dan Diena, 2012). Namun data yang diperoleh dari sistem
batch umumnya kurang cocok untuk langsung diterapkan pada desain dan
pengoperasian instalasi pengolahan air limbah karena waktu kontak yang
diterapkan tidak cukup memadai untuk mencapai kesetimbangan (Zhang et al.,
2011; Patel and Vashi, 2012). Sebaliknya sistem kolom adsorpsi telah banyak
digunakan dalam proses pengolahan limbah cair dalam skala industri, seperti
untuk menghilangkan ion dengan ion-exchage bed dan senyawa organik beracun
dengan fixed-bed (Xu et al., 2009; Unuabonah et al., 2010). Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan percobaan adsorpsi warna pada limbah cair sasirangan
dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed-
bed column. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja dari pengaturan
tebal kolom karbon aktif dan laju aliran limbah cair pada kondisi pH dan suhu
konstan terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan, serta
mempelajari kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada proses tersebut dengan
menggunakan Model Thomas, Yoon-Nelson dan Adam-Bohart (Mizwar, 2013).
Sampel limbah cair sasirangan diambil di Kampung Sasirangan, Desa
Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin,
Kalimantan Selatan. Hasil analisis sampel limbah cair tersebut menunjukkan
konsentrasi warna 3200 mg PtCo/l, TSS 3382 mg/l, BOD5 277 mg/l, COD 536
mg/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC (Mizwar, 2013). Adsorben yang digunakan
dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa
berbentuk bubuk dengan spesifikasi; kadar air 4,15%, kadar abu 2,14%, kadar
karbon 80,24%, bulk density 0,48 kg/l, iodine number adsorption 1019,36 mg/g
dan ukuran partikel 44 - 117 μm (Mizwar, 2013). Pada penelitian ini, adsorpsi
warna pada limbah cair sasirangan dianalisis dengan mengalirkan air limbah
sasirangan secara kontinu ke dalam kolom adsorpsi yang terbuat dari pipa PVC
berdiameter 2,5 inch dan tinggi 20, 40 dan 70 cm. Pengambilan sampel air olahan
dilakukan setiap 10 menit sampai dengan karbon aktif jenuh (Mizwar, 2013).
Gambar 1 menunjukkan skema alat penelitian.
Detail desain penelitian mengacu pada prosedur penelitian yang
dilakukan oleh Patel and Vashi (2012) dengan beberapa penyesuaian,
sebagaimana disajikan pada tabel 1. Kinerja kolom adsorpsi digambarkan dengan
kurva breakthrough. Waktu breakthrough dan bentuk kurva breakthrough yang
dihasilkan merupakan parameter untuk menentukan pola operasi dan respon
dinamis dari kolom adsorpsi. Jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam
kolom adsorpsi dan persentase penyisihan ditentukan dengan persamaan berikut
(Zhang et al., 2011) :
qt (mg) adalah jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam kolom
adsorpsi, R (%) adalah persentase penyisihan, v (ml/menit) adalah laju alir
influent, C0 (mg/l) adalah konsentrasi warna awal, Ct (mg/l) adalah konsentrasi
warna pada waktu t (menit), dan ttotal (menit) adalah total waktu operasi kolom
adsorpsi yang nilainya setara dengan waktu jenuh.
Kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada fixed-bed column dianalisis
dengan Model Thomas, Yoon-Nelson, dan Adam and Bohart. Model Thomas
merupakan salah satu model teori kinerja kolom yang paling umum digunakan.
Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah isoterm Langmuir, tidak ada
dispersi aksial, dan adsorpsi kinetik orde dua (Zhang et al., 2011). Bentuk linier
persamaan Model Thomas adalah sebagai berikut:
kTh (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Thomas, qTh (mg/g) adalah kapasitas
adsorpsi pada model Thomas, m (g) adalah masa adsorben, dan Veff (ml) adalah
volume effluent. Konstanta kinetik Thomas (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom
(qTh) dapat ditentukan dari plot ln(C0/Ct–1) terhadap t pada laju alir tertentu,
masing-masing sebagai slope dan intercept (Sekhula et al., 2012).
Model Yoon-Nelson merupakan model yang relatif sederhana dengan
mengasumsikan bahwa tingkat penurunan pada penyerapan untuk setiap molekul
adsorbat adalah sebanding dengan probabilitas penyerapan dan breakthrough
adsorbat pada adsorben (Zhang et al., 2011).
Bentuk linier persamaan Model Yoon-Nelson adalah sebagai berikut:
kYN (ml/menit) adalah konstanta kinetik Yoon- Nelson, τ (menit) adalah waktu
yang diperlukan untuk mencapai 50% breakthrough adsorbat, dan t (menit) adalah
waktu pengambilan sampel. Plot nilai ln (Ct/(C0-Ct)) terhadap t membentuk garis
lurus dengan slope menunjukkan nilai kYN dan intercept menunukkan nilai –
τkYN. Berdasarkan nilai τ yang dihasilkan, maka kapasitas adsorpsi kolom pada
model Yoon-Nelson (qYN, mg/g) dapat ditentukan dengan persamaan berikut
(Patel and Vashi, 2012):
Model Adam and Bohart mengasumsikan laju adsorpsi sebanding dengan
kapasitas sisa padat dan konsentrasi zat teradsorpsi. Model ini cocok untuk
menggambarkan bagian awal dari kurva breakthrough (Hoces et al., 2010).
Bentuk linier persamaan Model Adam and Bohart adalah sebagai berikut:
kAB (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Adam-Bohart, N0 (mg/ml) adalah
kapasitas adsorpsi maksimum volumetrik, Z (cm) adalah tebal adsorben, dan F
(ml/menit) adalah laju alir. Konstanta kinetik (kAB) dan kapasitas adsorpsi kolom
(N0) dapat ditentukan dari plot ln Ct/C0 terhadap t, masing-masing sebagai slope
dan intercept (Sekhula et al., 2012). Berdasarkan nilai N0 yang dihasilkan, maka
kapasitas adsorpsi kolom pada model Adam and Bohart (qAB, mg/g) dapat
ditentukan dengan persamaan berikut (Trgo et al., 2011):
Vbed (ml) adalah volume karbon aktif, dan ρ (g/ml) adalah densitas karbon aktif.
Untuk mengetahui pengaruh laju aliran terhadap efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan
dasar tempurung kelapa dalam fixed-bed column, telah dilakukan percobaan
adsorpsi pada tiga laju aliran yang berbeda, yaitu; 20, 40 dan 80 ml/menit pada
tebal adsorben 30 cm, dengan konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan
sebesar 3200 mg PtCo/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Kurva breakthrough yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Breakthrough paling cepat terjadi pada
laju aliran 80 ml/menit dengan waktu breakthrough 40 menit dan waktu jenuh 100
menit yang menandakan bahwa proses adsorpsi berlangsung singkat. Sedangkan
pada laju aliran 20 ml/menit breakthrough cenderung terjadi secara bertahap
dengan waktu breakthrough 140 menit dan waktu jenuh 260 menit yang
menandakan bahwa kolom sulit untuk benar-benar jenuh. Dari Gambar 2 juga
dapat diketahui bahwa peningkatan laju aliran mengakibatkan penurunan
efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat dari nilai
persentase penyisihan (R) yang dihitung dengan persamaan (2), sebesar 57,48%
pada laju aliran 20 ml/menit, 39,68% pada laju aliran 40 ml/menit dan 31,86%
pada laju aliran 80 ml/menit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ozdemir et
al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang menunjukkan
bahwa waktu kontak yang singkat antara adsorben dan adsorbat akibat
peningkatan laju aliran akan mengakibatkan penurunan efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair. Selain itu, pada laju aliran yang lebih cepat, pergerakan
zona adsorpsi disepanjang kolom terjadi lebih cepat dan mengakibatkan
penurunan waktu penyerapan zat warna pada limbah cair oleh karbon aktif (Patel
and Vashi, 2012).
Pengaruh tebal adsorben terhadap efektifitas penyisihan warna pada
limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar
tempurung kelapa dalam fixed-bed column dianalisis dengan mengalirkan limbah
cair sasirangan sebanyak 40 ml/menit ke dalam kolom adsorpsi setebal 10, 30 dan
60 cm. Konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan sebesar 3200 mg
PtCo/l dengan pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Gambar 3 menunjukkan kurva
breakthrough pengaruh tebal adsorben yang dihasilkan (Mizwar, 2013).
Waktu breakthrough dan waktu jenuh masing-masing pada tebal
adsorben 10 cm adalah 30 dan 80 menit, pada tebal adsorben 30 cm adalah 100
dan 180 menit, dan pada tebal 60 cm selama 160 dan 280 menit. Dari Gambar 3
juga dapat diketahui bahwa peningkatan tebal adsoben mengakibatkan
peningkatan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat
pada nilai persentase penyisihan (R) sebesar 30% pada tebal 10 cm, 39,68% pada
tebal 30 cm dan 50,88% pada tebal 60 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Ozdemir et al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang
menunjukkan bahwa waktu kontak antara adsorben dan adsorbat akan meningkat
seiring dengan peningkatan tebal adsorben (Mizwar, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas penyisihan warna
tertinggi (57,48%) terjadi pada tebal karbon aktif 30 cm dengan laju aliran 20
ml/menit, sedangkan yang terendah (30%) terjadi pada tebal karbon aktif 10 cm
dengan laju aliran 40 ml/menit. Hal ini menandakan bahwa efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada
penelitian ini masih tergolong rendah. Kondisi ini dimungkinkan karena tingginya
kandungan bahan organik (BOD5 277 mg/l dan COD 536 mg/l) serta konsentrasi
TSS (3382 mg/l) pada sampel limbah cair sasirangan yang menyebabkan
terjadinya kompetisi penyerapan zat-zat adsorbat tersebut oleh karbon aktif,
sebagaimana dijelaskan oleh Allen and Koumanova (2005) bahwa kapasitas
adsorpsi terhadap zat warna akan berkurang dengan adanya kehadiran adsorbat
lain dalam larutan yang diolah ( Mizwar, 2013).
Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya nilai efektifitas penyisihan
warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada
penelitian ini adalah pH sampel limbah cair yang bersifat basa (pH = 12,38).
Sebagaimana dijelaskan oleh Isa et al. (2007), bahwa pH larutan yang bersifat
basa mengakibatkan permukaan adsorben cenderung menjadi bermuatan negatif
sehingga tidak mendukung adsorpsi zat warna karena tolakan elektrostatik. Dalam
penelitiannya, Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) memperoleh
rentang nilai pH 7 – 9 sebagai kondisi optimum adsorpsi warna pada limbah cair
tekstil dengan menggunakan karbon aktif (Mizwar, 2013).
Konstanta kinetik (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom (qTh) model
Thomas pada berbagai kondisi percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan
dengan karbon aktif dalam fixed-bed column disajikan pada Tabel 2. Seperti
terlihat pada Tabel 2, nilai kTh meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran
(v) dan penurunan tebal adsorben (h). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi
transportasi masa menurun karena adanya perbedaan konsentrasi warna pada
karbon aktif dan larutan sebagaimana hasil penelitian Zhang et al., (2011) dan
Patel and Vashi (2012). Kapasitas adsorpsi maksimum Model Thomas (qTH)
sebesar 72,339 mg/g pada v = 40 ml/menit dan h = 10 cm ( Mizwar, 2013).
Dengan nilai koefisien determinasi (R²) yang diperoleh dari hasil
percobaan lebih besar dari 0,90 menunjukkan bahwa difusi eksternal dan internal
tidak mempengaruhi proses adsorpsi yang terjadi, sehingga Model Thomas cocok
digunakan untuk menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi. Hal ini
memperkuat hasil penelitian sebelumnya (Mizwar dan Diena, 2012), yang
menunjukkan bahwa penggunaan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa
dalam sistem batch mengikuti model Isoterm Langmuir yang juga merupakan
salah satu dasar asumsi dari Model Thomas pada sistem fixed-bed column. Dari
sudut pandang mekanisme adsorpsi di tingkat molekuler, zat warna yang
teradsorpsi ke karbon aktif melalui interaksi elektrostatik antara gugus karboksil
anionik dan kationik molekul zat warna, sesuai dengan proses kimia adsorpsi
monolayer (Zhang et al., 2011).
Model Yoon-Nelson secara matematis analog dengan Model Thomas
(Zhang et al., 2011). Oleh karena itu, pemodelan data hasil percobaan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat dikatakan cukup sesuai dengan nilai
R² > 0,90. Analisis regresi linier digunakan pada setiap set data untuk menentukan
parameter model Yoon-Nelson, yaitu; kYN (ml/mg/menit) dan τ (menit), yang
hasilnya sebagaimana tertera pada Tabel 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
nilai kYN meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran (v) dan penurunan
tebal adsorben (h). Hal sebaliknya terjadi pada nilai τ yang meningkat seiring
dengan penurunan laju alir (v) dan peningkatan tebal adsorben (h). Hal ini
disebabkan oleh fakta bahwa laju aliran yang lebih tinggi akan mengakibatkan
pengurangan waktu untuk proses adsorpsi dan mempercepat tercapainya
kesetimbangan adsorpsi (Zhang et al., 2011). Konstanta kinetik (kAB) dan
kapasitas adsorpsi kolom (qAB) model Adam and Bohart pada berbagai kondisi
percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan dengan karbon aktif dalam
fixed-bed column dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan nilai R² < 0,90,
menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian model ini dengan data hasil penelitian
tergolong rendah, sehingga hasil perhitungan nilai qAB tidak cocok dengan data
hasil penelitian dan model Adam and Bohart dianggap tidak tepat untuk
menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi (Mizwar, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja dari
pengaturan laju aliran berbanding terbalik dengan efektifitas penyisihan warna,
dan sebaliknya pengaturan tebal adsorben berbanding lurus dengan efektifitas
penyisihan warna pada limbah cair sasirangan. Persentase penyisihan maksimum
(%Rmax) yang diperoleh adalah sebesar 57,48% pada laju aliran 20 ml/menit dan
tebal karbon aktif 30 cm. Pola adsorpsi warna oleh karbon aktif pada penelitian ini
mengikuti model Thomas dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 72,339
mg/g. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dan efektifitas penyerapan warna
pada limbah cair industri sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column
perlu diperhatikan kondisi pH operasi dan konsentrasi zat pencemar lain yang ada
dalam limbah cair industri sasirangan (Mizwar, 2013).
Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Biosorben
Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan Dengan Metode Teh Celup
Sasirangan merupakan kain khasdaerah Kalimantan Selatan
dandiproduksi oleh masyarakat Banjardalam skala industri rumah tangga.Industri
kain sasirangan dalampembuatannya sebagaimana industritekstil lainnya banyak
melibatkan prosespewarnaan dan pencelupan. Dalampewarnaan, digunakan
bahan-bahanpewarna sintetik seperti pewarnaannaphtol dan senyawaan
garam.Pemakaian bahan pewarna sintetis initentu saja mengakibatkan limbah
cairyang dihasilkan sebagai buanganmengandung berbagai macampencemar,
seperti fenol; senyawaanorganik sintesis; dan logam berat. Sejumlah penelitian
telahdilakukan untuk mengolah limbah cairindustri sasirangan ini. Pada
umumnyametode yang sering digunakan untukpenyerapan logam berat adalah
metodekolom dan metode batch. Hanya sajaada beberapa kelemahan dari
keduametode yang sering digunakan tersebut.Salah satu metode yang relatif
mudahdan bahan yang digunakan relatif murahadalah menggunakan
biomassatumbuhan sebagai adsorben logamberat. Salah satu tumbuhan yang
dapatdigunakan sebagai biomassa adalahImperata cylindrica (rumput alang-
alang).Tumbuhan ini dapat hidup dalam kondisilingkungan yang ekstrim,
termasuklingkungan yang banyak terdapat logamberat toksik (Sastroutomo,
1990).
Dalam rangka meningkatkan nilaiguna tumbuhan ini maka
Imperatacylindrica dimanfaatkan sebagaiadsorben logam berat. Hal inididasarkan
bahwa, setiap bagiantumbuhan mengandung biopolimer,diantaranya selulosa yang
merupakanpolisakaridaarsitektural yangmembentuk komponen serat dari
dindingsel tumbuhan dan protein yangmengandung gugus fungsional:karboksilat,
hidroksil, dan gugus aminoyang dapat berinteraksi dengan logam. Tumbuhan
Imperata cylindricadikumpulkan bagian daunnya kemudiandicuci dan
dikeringkan. Setelah itudihaluskan dan disaring denganmenggunakan saringan
120 meshdandisimpan dalam desikator. Preparasi biomassa dilakukandengan
mencuci biomassamenggunakan HCl 0,1 M sampaiterbentuk pasta. Pencucian ini
dilakukansebanyak 2 kali yang diikuti dengansentrifuge 2800 rpm selama 5
menit.Endapan disaring dengan kertas saringkemudiandicuci dengan akuades
hinggabiomassa bebas ion Cl-. Biomassadikeringkan dalam oven dengan suhu
60oC selama 5 jam, lalu disimpan dalamdesikator sampai beratnya
konstan,kemudian disaring kembalimenggunakan saringan 120 mesh.Biomassa
telah siapdigunakan untukprosedur selanjutnya (Hardini, 2009).
Kertas saring dibuat sedemikianrupa membentuk suatu kantong
dengantali sebagaialat penarik saat kantongtersebut dicelupkan ke dalam
sampelseperti kantong yangbiasanyadigunakan untuk teh
celup.Selanjutnyabiomassa dapat dimasukkan ke dalamkantong tersebut danmedia
pencelupsiap untuk digunakan. Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam
Erlenmeyer yangberisi 100 ml larutan Cr(VI) dengankonsentrasi 20 mg/l yang
sudah diaturpH nya dengan penambahan HCl 0,01 Mdan NaOH sehingga pH
larutan berturutturutmenjadi 2, 3, 4, 5, 6. Kemudiandiaduk selama 60 menit dan
disentrifugepada 2800 rpm selama 5 menit.Endapan disaringdengan kertas
saringdan supernatan diukur denganSpektrofotometer Serapan Atom
(AAS).Konsentrasi awal larutan logam jugadiukur dengan AAS. Sebanyak 1 gram
biomassadimasukkan ke dalam Erlenmeyer yangberisi 100 mlarutan Cr(VI)
dengankonsentrasi 20 mg/l yang sudah diaturpH-nya pada pH
optimum.Larutandiaduk selama waktu kontak 15, 30, 45,60, 75, 90 dan120 menit
kemudiandisentrifuge dengan kecepatan 2800 rpmselama 5 menit. Endapan
disaring dansupernatandiukur dengan AAS.Konsentrasi awal larutan logam
jugadiukur dengan AAS (Hardini, 2009).
Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam media
pencelup,kemudian biomassa tersebut dicelupkanke dalam Erlenmeyer yang berisi
100 mllarutan logam Cr(VI) 20 mg/l yang sudahdiatur pH pada waktu kontak
optimum.Larutan logam yang sudah dikontakkandengan biomassa tersebut
diambilsetelah waktu kontak optimum.Biomassanya kemudiandicelupkankembali
ke dalam 100 ml HCl 0,1 M dandikontakkan selama waktu kontakoptimum.
Larutan diambil kembali.Konsentrasi awal dan larutan yangsudah dikontakkan
dengan biomassadiukur dengan AAS. Prosespenambahan larutan logam dan
recoverydilakukan sebanyak 2 kali (Hardini, 2009).
Untuk mengidentifikasi gugusfungsi pada biomassa dan gugus
fungsiyang berinteraksi dengan ion logamCr(VI) dilakukan analisis
denganSpektroskopi Inframerah. Masing-masing+ 1 mg sampel biomassa dan
biomassayang telah dikontakkan logam dibuatpelet dengan menggunakan KBr
kering.Sebanyak 300 mg, hasil pelet masing-masingselanjutnya diukur
menggunakanSpektrofotometer Inframerah (Shimadzumodel FTIR-8201 P).
Preparasi biomassa rumputalang-alang dilakukan dengan mencucirumput alang-
alang, dikeringkan, dandihaluskan sampai berukuran 120 mesh,kemudian
biomassa tersebut dicucidengan HCl 0,1 M sebanyak dua kali.Pencucian ini
dimaksudkan untukmelepaskan pengotor dan mendesorpsilogam-logam yang
mungkin terikat padadinding sel biomassa melalui prosespertukaran ion sebagai
berikut :
M-Biomassa + 2HCl D M2+
+ 2Cl-
+ 2HBiomassa
Hal ini akan menambah situs aktif padabiomassa yang dapat digunakan
untukmengikat logam.Tahap pencucian selanjutnyadigunakan akuades, di mana
akuades iniuntuk menghilangkan ion Cl- yangterdapat pada biomassa.
Keberadaanion Cl- dapatdideteksi denganpenambahan AgNO3 pada air
pencucibiomassa membentuk endapan putihAgCl. Jika pada air pencuci
tidakterbentuk endapan putih lagi makabiomassa sudah bebas dari ion Cl
(Hardini, 2009).
Ag+ + Cl- D AgCl (s)
Biomassa yang telah dicucikemudian dikeringkan kembali dandisaring.
Penyaringanbiomassa sampaiberukuran 120 mesh ini dilakukan untukmemperluas
permukaan biomassa, dimana hal ini diharapkan dapatmemperluas pula
penyerapan logamoleh biomassa. Biomassa yang diperolehmelalui tahap preparasi
merupakanbiomassa denganberat kering.Biomassa inilah yang selanjutnya
akandiinteraksikan dengan ion logam. Derajat keasaman (pH)merupakan salah
satu faktor yangmempengaruhi biosorpsi logam olehbiomassa. pH akan
mempengaruhimuatan situs aktif yang terdapat padabiomassa. Selain itu, pH juga
akanmempengaruhi spesies logam yang adadalam larutan sehingga
akanmempengaruhi terjadinya interaksi ionlogam dengan situs aktif
dariadsorben(Lestari et al., 2003; Horsfall & Spiff,2004).
Untuk mempelajari pengaruh pHterhadap interaksiantara Cr(VI)
denganbiomassa rumput alang-alang. Makalarutan Cr(VI)
diinteraksikandenganbiomassa pada beberapa titik pH yaitu 2,3, 4, 5 dan 6 seperti
yang ditunjukkanpada tabel 1. Penelitian sebelumnya telahdilaporkan bahwa
logam dapat berikatandengan beberapa asam organik yangterdiri atas ligan
karboksil. Pada pHrendah gugus karboksil di permukaanbiosorben mengalami
protonasi sehinggakemungkinan untuk berikatan dengan ionbermuatan positif
sangat kecil. Pada pHtinggi (di atas 4), gugus karboksilmengalami deprotonasi
mengakibatkanpermukaan biosorben menjadibermuatan negatif sehingga ion
positifdari logam akan tertarik dan membentukikatan dengan gugus di
permukaanbiosorben (Baig et al., 1999). Sehinggasemakin tinggi pH maka
semakin banyakguguskarboksil pada biomassa yangakan bertindak sebagai ligan
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN
TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN

More Related Content

Similar to TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN

KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
Dicky Audi
 
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
Dina Puspita Sari
 
Tugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologiTugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologi
Warnet Raha
 
Tugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologiTugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologi
Operator Warnet Vast Raha
 

Similar to TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN (20)

TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGANTUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
TUGAS EKOTOKSIKOLOGI RUMAH SAKIT TEKNIK LINGKUNGAN
 
KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
KEJADIAN MALARIA AKIBAT AKTIVITAS PERTAMBANGAN DI KECAMATAN KINTAP KABUPATEN ...
 
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
HUBUNGAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP PENULARAN TUBERKULOSIS (TB)
 
SILABUS P S.GENAP KLS8 mulai kd 3.8.docx
SILABUS  P S.GENAP KLS8 mulai kd 3.8.docxSILABUS  P S.GENAP KLS8 mulai kd 3.8.docx
SILABUS P S.GENAP KLS8 mulai kd 3.8.docx
 
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
Tugas makalah Analisa Sumber Daya Alam (ASDAL) BAB1,BAB2,BAB3
 
PRESENTASI KELOMPOK 1.ppt
PRESENTASI KELOMPOK 1.pptPRESENTASI KELOMPOK 1.ppt
PRESENTASI KELOMPOK 1.ppt
 
BUKU ANTROPOLOGI KESEHATAN Dr. Syamsuddin AB,.S.Ag,.M.Pd.pdf
BUKU ANTROPOLOGI KESEHATAN Dr. Syamsuddin AB,.S.Ag,.M.Pd.pdfBUKU ANTROPOLOGI KESEHATAN Dr. Syamsuddin AB,.S.Ag,.M.Pd.pdf
BUKU ANTROPOLOGI KESEHATAN Dr. Syamsuddin AB,.S.Ag,.M.Pd.pdf
 
Tugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologiTugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologi
 
Tugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologiTugas eni safitri epidemiologi
Tugas eni safitri epidemiologi
 
Operasi plastik
Operasi plastikOperasi plastik
Operasi plastik
 
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologiSkripsi kelompok 3 epidemiologi
Skripsi kelompok 3 epidemiologi
 
Makalah ilmu sosial budaya dasar
Makalah ilmu sosial budaya dasarMakalah ilmu sosial budaya dasar
Makalah ilmu sosial budaya dasar
 
Diktat dasar epid
Diktat dasar epidDiktat dasar epid
Diktat dasar epid
 
Hakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasarHakikat ilmu budaya dasar
Hakikat ilmu budaya dasar
 
ILMU ALAMIAH DASAR (PENDAHULUAN)
ILMU ALAMIAH DASAR (PENDAHULUAN)ILMU ALAMIAH DASAR (PENDAHULUAN)
ILMU ALAMIAH DASAR (PENDAHULUAN)
 
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATANSTUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
STUDI KASUS TENTANG PENYAKIT TYPOID DI RSUD BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN
 
Penganggaran Bidang Kesehatan Organisasi Bisnis
Penganggaran Bidang Kesehatan Organisasi BisnisPenganggaran Bidang Kesehatan Organisasi Bisnis
Penganggaran Bidang Kesehatan Organisasi Bisnis
 
bab 7 manusia, sains, teknologi dan seni
bab 7 manusia, sains, teknologi dan senibab 7 manusia, sains, teknologi dan seni
bab 7 manusia, sains, teknologi dan seni
 
Antropoologi sosio
Antropoologi sosioAntropoologi sosio
Antropoologi sosio
 
Tugas Ilmu Sosial Dasar 1
Tugas Ilmu Sosial Dasar 1Tugas Ilmu Sosial Dasar 1
Tugas Ilmu Sosial Dasar 1
 

Recently uploaded

ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
Arisatrianingsih
 
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion pills in Riyadh +966572737505 get cytotec
 
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptxManajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
arifyudianto3
 
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
EnginerMine
 
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptxSOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
FahrizalTriPrasetyo
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
yoodika046
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
FujiAdam
 

Recently uploaded (16)

UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptxUTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
UTILITAS BANGUNAN BERUPA PENANGKAL PETIR.pptx
 
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptxMateri Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
Materi Asesi SKK Manajer Pelaksana SPAM- jenjang 6.pptx
 
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdfTEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
TEKNIS TES TULIS REKRUTMEN PAMSIMAS 2024.pdf
 
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE TriwulanpptxLaporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
Laporan Tinjauan Manajemen HSE/Laporan HSE Triwulanpptx
 
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATASPOWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
POWER POINT TEKLING UNTUK SARJANA KEATAS
 
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptxppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
ppt hidrolika_ARI SATRIA NINGSIH_E1A120026.pptx
 
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get CytotecAbortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
Abortion Pills In Doha // QATAR (+966572737505 ) Get Cytotec
 
sample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Partsample for Flow Chart Permintaan Spare Part
sample for Flow Chart Permintaan Spare Part
 
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptxManajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
Manajer Lapangan Pelaksanaan Pekerjaan Gedung - Endy Aitya.pptx
 
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdfPengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
Pengolahan Kelapa Sawit 1 pabrik pks.pdf
 
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
2024.02.26 - Pra-Rakor Tol IKN 3A-2 - R2 V2.pptx
 
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptxSOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
SOAL UJIAN SKKhhhhhhjjjjjjjjjjjjjjjj.pptx
 
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).pptBAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
BAB_3_Teorema superposisi_thevenin_norton (1).ppt
 
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptxPresentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
Presentation Bisnis Teknologi Modern Biru & Ungu_20240429_074226_0000.pptx
 
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
MAteri:Penggunaan fungsi pada pemrograman c++
 
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.pptPresentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
Presentasi gedung jenjang 6 - Isman Kurniawan.ppt
 

TUGAS EPIDEMIOLOGI MENGENAI SASIRANGAN

  • 1. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU KALIMANTAN SELATAN – INDONESIA Jl. A. Yani Km.36 Banjarbaru Kalimantan Selatan 70714 Telepon (0511) 4773868. Fax (0511) 4781730
  • 2. Ucapan Terimakasih kepada : Rektor Prof Dr H Sutarto Hadi, M.Si., M.Sc. (di tengah) Dekan Dr-Ing. Yulian Firmana Arifin, S.T., M.T. Ketua Program Studi Teknik Lingkungan Rijali Noor, S.T., M.T.
  • 3. Dosen Pengasuh Mata Kuliah Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes M. Ravie Azemy Hernarsi (H1E112031) Indra Triyanto (H1E112046)
  • 4. Diah Octarinie (H1E112051) Ahdi Noor Fajrin (H1E112202) Wiwin Anggraini (H1E112208)
  • 5. MAKALAH EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI INDUSTRI RUMAHAN KAIN SASIRANGAN Dosen Pembimbing: Dr. Qomariyatus Sholihah,Dipl.hyp,ST.,M.Kes 19780420 200501 2 002 Disusun Oleh: M. Ravie Azemy Hernarsi H1E112031 Indra Triyanto H1E112046 Diah Octarinie H1E112051 Ahdi Noor Fajrin H1E112202 Wiwin Anggraini H1E112208 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN BANJARBARU 2014
  • 6. KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya. Atas ridho-Nya jualah kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari kami adalah untuk memenuhi tugas. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang telah ikut berpartisipasi dalam terlaksananya makalah ini.Terutama ucapan terimakasih kepada ibu Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes selaku dosen pembimbing mata kuliah Epidemiologi. Tak lupa juga ucapan terimakasih kepada teman-teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat hingga terselesainya makalah ini. Kami menyadari bahwa maklah ini masih mempunyai kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami mengharapkan kritik, saran, bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dalam meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang pelajar Indonesia seutuhnya. Amin. Banjarbaru, Desember 2014 Penyusun
  • 7. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................................i DAFTAR ISI.......................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3 BAB III PEMBAHASAN ................................................................................80 3.1 Pengelolaan Limbah Sasirangan beserta Tempat Pembuangan Limbah Sasirangan ...............................................................................81 3.2 Dampak yang Dihasilkan dalam Pembuatan Kain Sasirangan .............82 3.3 Bahaya Limbah yang Dibuang Langsung Tanpa Diolah Terlebih Dahulu ..................................................................................................83 BAB IV PENUTUP ..........................................................................................84 4.1 Kesimpulan............................................................................................84 4.2 Saran......................................................................................................84 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................85
  • 8. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatdengan penyebab serta dengan lingkungan. Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Kain sasirangan merupakan kain khas daerah Kalimantan Selatan yang diproduksi oleh masyarakat Banjar dalam skala home industry. Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kalimantan Selatan, jumlah home indutry ini sebanyak 103 unit. Bagian penting pembuatan kain sasirangan adalah pembuatan motif dengan pewarnaan kain yang sudah jadi dengan menggunakan pewarna sintetis yang relatif stabil melekat kuat pada kain. Dari hasil penelitian kami di lapangan dalam kegiatan produksinya, selalu menghasilkan limbah cair dalam konsentrasi yang banyak. Limbah cair tersebut langsung dibuang ke lingkungan sekitar tanpa melalui proses pengolahan.Industri sasirangan tersebut dalam proses pengolahan kain meliputi beberapa tahapan, yaitu : membuat motif sasirangan pada kain, penyiapan zat warna, pewarnaan, pencucian, penjemuran dan penyetrikaan.Tahap produksi yang menghasilkan limbah berasal dari proses pewarnaan dan pencucian.Jenis bahan sasirangannya sendiri pun bermacam- macam, mulai dari katun satin, polisima, sutra, dan semi sutra. Pembuatan sasirangan dengan menggunakan katun satin paling banyak di minati masyarakat
  • 9. Kalimantan karena mempunyai kualitas kain yang tebal, sedangkan kain polisima kurang diminati masyarakat karena mempunyai kualitas kain yang tipis. 1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat pembuangan limbah sasirangan ? 2. Apakah dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan ? 3. Apakah pekerja mengetahui bahaya limbah yang langsung dibuang tanpa diolah terlebih dahulu ? 1.3. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui cara pengelolaan limbah sasirangan beserta tempat pembuangan limbah sasirangan. 2. Mengetahui dampak yang di hasilkan dalam pembuatan kain sasirangan. 3. Mengetahui bahaya limbah yang dibuang langsung tanpa diolah terlebih dahulu.
  • 10. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu epi yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor- faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya. Pengertian epidemiologi menurut beberapa ahli : 1. Menurut Hirsch (1883) epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran dari jenis–jenis penyakit pada manusia pada saat tertentu di berbagai tempat di bumi dan mengkaitkan dengan kondisi eksternal(Kristiani, 2012). 2. Menurut Greenwood (1970) mengatakan bahwa “epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala macam kejadian yang mengenai kelompok (herd) penduduk”. Dalam kutipan ini adanya penekanan pada kelompok penduduk yang mengarah kepada distribusi suatu penyakit (Kristiani, 2012). 3. Menurut Brian Mac Mahon (1970) epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan penyebab frekuensi penyakit pada manusia dan penyebab terjadi distribusi semacam itu. Dalam kutipan ini sudah mulai menentukan distribusi penyakit dan mencari penyebab terjadinya distribusi dari suatu penyakit (Kristiani, 2012). 4. Menurut ahli lainnya Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan “Epidemiologi sebagai suatu pengetahuan tentang fenomena massal (mass phenomen) penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah (natural history) penyakit menular”. Dalam kutipan ini bahwa pada waktu itu perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang terjadi/mengenai masyarakat/massa (Kristiani, 2012).
  • 11. 5. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah suatu ilmu mengenai terjadinya dan distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat–akibat yang terjadi pada kelompok penduduk (Kristiani, 2012). 6. Menurut Abdel R. Omran (1974) epidemiologi adalah ilmu pengetahuan mengenai terjadinya penyakit pada populasi manusia (Kristiani, 2012). 7. Menurut Robert H. Fletcher (1991) epidemiologi adalah disiplin riset yang membahas tentang distribusi dan determinan penyakit dalam populasi (Kristiani, 2012). 8. Menurut Lewis H. Rohf & Beatrice J. Selwyn(1991) epidemiologi adalah deskripsi dan penjelasan tentang perbedaan terjadinya peristiwa yang menjadi perhatian medis di subkelompok masyarakat, di mana populasi dibagi menurut beberapa karakteristik yang diyakini terkena penyakit tersebut (Kristiani, 2012). 9. Menurut Lilienfeld(1977) epidemiologi adalah suatu metode pemikiran tentang penyakit yang berkaitan dengan penilaian biologis dan berasal dari pengamatan suatu tingkat kesehatan populasi (Kristiani, 2012). 10. Menurut Moris (1964) epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang sehat dan sakit dari suatu penduduk (Kristiani, 2012). 11. Definisi epidemiologi menurut CDC 2002, Last 2001, Gordis 2000 menyatakan bahwa epidemiologi adalah : “studi yang mempelajari distribusi dan determinan penyakit dan keadaan kesehatan pada populasi serta penerapannya untuk pengendalian masalah–masalah kesehatan” (Kristiani, 2012). 12. Menurut WHO “Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan dari peristiwa kesehatan dan peristiwa lainnya yang berhubungan dengan kesehatan yang menimpa sekelompok masyarakat dan menerapkan ilmu tersebut untuk memecahkan masalah-masalah tersebut”. Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis, Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)
  • 12. serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000).Menurut salah seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014). Pada saat ini dengan perkembangan teknologi seperti sekarang ini memicu jangkauan epidemiolgi semakin meluas. Secara garis besarnya jangkauan atau ruang lingkup epidemiologi antara lain : 1. Epidemiologi penyakit menular Penyakit menular atau infeksi penyakit merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit, tetapi tidak disebabkan oleh faktor fisik. Penyakit menular termasuk penyakit yang menakutkan karena penyakit ini masih sulit dalam pengobatannya dan bisa menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani. Hal ini yang telah banyak memberikan peluang dalam usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia mengatasi berbagai gangguan penyakit menular dewasa ini merupakan salah satu hasil yang gemilang dari epidemiologi. Peranan epidemiologi surveilans pada mulanya hanya ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama, ternyata telah memberikan hasil yang cukup berarti dalam menangulangi berbagai masalah penyakit menular dan juga penyakit tidak menular (Dinfania, 2010). 2. Epidemiologi penyakit tidak menular Penyakit tidak menular adalah jenis penyakit yang tidak menular seperti cacat fisik, gangguan mental, dan kelainan-kelainan lain pada organ tubuh manusia. Penyakt tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar di Indonesia. Pada saat ini sedang berkembang pesat dalam usaha mencari berbagai factor yang memegang peranan dalam timbulnya berbagai masalah penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit sistemik serta berbagai penyakit menahun lainnya, termasuk masalah meningkatnya kecelakaan lalu lintas dan
  • 13. penyalahgunaan obat-obatan tertentu. Bidang ini banyak digunakan terutama dengan meningkatnya masalah kesehatan yang bertalian erat dengan berbagai gangguan kesehatan akibat kemajuan dalam berbagai bidang industri yang banyak mempengaruhi keadaan lingkungan, termasuk lingkungan fisik, biologis, maupun lingkungan sosial budaya (Dinfania, 2010). 3. Epidemiologi klinik Hal ini merupakan salah satu bidang epidemiologi yang saat ini dikembangkan oleh para klinisi yang bertujuan untuk membekali para klinisi/dokter tentang cara pendekatan masalah melalui disiplin ilmu epidemiologi. Dalam penggunaan epidemiologi klinik sehari-hari, para petugas medis terutama para dokter sering menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam menangani kasus secara individual. Mereka lebih berorientasi pada penyebab dan cara mengatasinya terhadap kasus secara individu dan biasanya tidak tertarik unutk mengetahui serta menganalisis sumber penyakit, cara penularan dan sifat penyebarannya dalam masyarakat. Berbagai hasil yang diperoleh dari para klinisi tersebut, merupakan data informasi yng sanat berguna dalam analisis epidemiologi tetapi harus pula diingat bahwa epidemiologi bukanlah terbatas pada data dan informasi saja tetapi merupakan suatu disiplin ilmu yang memeliki metode pendekatan serta penerapannya secara khusus (Dinfania, 2010). 4. Epidemiologi kependudukan Epidemiologi kependudukan merupakan salah satu cabang ilmu epidemiologi yang menggunakan sistem pendekatan epidemiolgi dalam menganalisi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bidang demografi serta faktor-faktor yang mempengaruhi berbagai perubahan demografis yang terjadi didalam masyarakat. Sistem pendekatan epidemiologi kependudukan tidak hanya memberikan analisis tentang sifat karakteristik penduduk secara demografis dalam hubungannya dengan masalah kesehatan dan penyakit dalam masyarakat tetapi juga sangat berperan dalam berbagai aspek kependudukan serta keluarga berencana. Pelayanan melalui jasa, yang erat hubungannya dengan masyarakat seperti pendidikan, kesejahteraan rakyat, kesempatan kepegawaian, sangat
  • 14. berkaitan dengan keadaan serta sifat populasi yang dilayani. Dalam hal ini peranan epidemiologi kependudukan sangat penting untuk digunakan sebagai dasar dalam mengambil kebijakan dan dalam menyusun perencanaan yang baik. Juga sedang dikembangkan epidemiologi sistem reproduksi yang erat kaitannya dengan gerakan keluarga berencana dan kependudukan (Dinfania, 2010). 5. Epidemiologi pengolahan pelayanan kesehatan Hal ini merupakan salah satu sistem pendekatan manajemen dalam menganalis masalah, mencari faktor penyebab timbulnya suatu masalah serta penyusunan pemecahan masalah tersebut secara menyeluruh dan terpadu. Sistem pendekatan epidemiologi dalam perencanaan kesehatan cukup banyak digunakan oleh para perencana kesehatan baik dalam bentuk analisis situasi, penentuan prioritas maupun dalam bentuk penilaian hasil suatu kegiatan kesehatan yang bersifat umum maupun dengan sasaran khusus (Dinfania, 2010). 6. Epidemiologi lingkungan dan kesehatan kerja Hal ini merupakan salah satu bagian epidemiologi yang mempelajari serta menganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimia, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja (Dinfania, 2010). 7. Epidemiologi kesehatan jiwa Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan salah satu dasar pendekatan dan analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik mengenai keadan kelainan jiwa kelompok penduduk tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa dalam masyarakat. Dengan meningkatnya berbagai keluhan anggota masyarakat yang lebih banyak mengarah ke masalah kejiwaan disertai dengan perubahan sosial masyarakat menuntut suatu cara pendekatan melalui epidemiologi sosial yang berkaitan dengan epidemiologi kesehatan jiwa, mengingat bahwa dewasa ini gangguan kesehatan jiwa tidak lagi merupakan masalah kesehatan individu saja, tetapi telah merupakan masalah sosial masyarakat (Dinfania, 2010).
  • 15. 8. Epidemiologi gizi Saat ini banyak digunakan dalam analisis masalah gizi masyarakat dimana masalah ini erat hubungannya dengan berbagai faktor yang menyangkut pola hidup masyarakat. Pendekatan masalah gizi masyarakat melaui epidemiologi gizi bertujuan untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan erat dengan timbulnya masalah gizi masyarakat, baik yang bersifat biologis dan terutama yang berkaitan dengan kehidupan social masyarakat. Penanggulangan maslah gizi masyarakat yang disertai dengan surveilans gizi yang lebih mengarah kepada penanggulangan berbagai faktor yang berkaitan erat dengan timbulnya masalah tersebut dalam masyarakat dan tidak hanya terbatas pada sasaran individu atau lingkungan kerja saja (Dinfania, 2010). Perkembangan epidemiologi sedemikian pesatnya merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan yang harus lebih cermat dalam mengambil tindakan- tindakan yang tidak melenceng dari jangkauan tersebut. Adapun yang menjadi pemicu perkembangan pesat tersebut adalah perkembangan pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih yang menununtut peningkatan kebutuhan masyarakat utamanya dalam bidang kesehatan sehingga kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Selain itu, metode epidemiologi yang digunakan untuk penyakit menular dapat juga digunakan untuk penyakit non-infeksi.Ruang lingkup kajian epidemiologi mencakup penyakit menular wabah, penyakit menular bukan wabah, penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan lainnya. Secara praktis ruang lingkup epidemiologi lapangan dan komunitas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu studi mengenai fenomena dan studi mengenai penduduk. Epidemiologi memiliki beberapa keistimewaan diantaranya : a. Epidemiologi yangmempelajari populasi (kelompok orang), tetapi tidak mempelajari individu. b. Epidemiologi yang mempelajari perbandingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dalam masyarakat. c. Epidemiologi yang mempelajari apakah kelompok dengan kondisi tertentu lebih sering memiliki suatu karakteristik tertentu daripada kelompok tanpa kondisi tersebut. Kelompok yang lebih sering memiliki karakteristik tertentu tersebut dinamakan kelompok beresiko tinggi sedangkan
  • 16. kelompok yang kurang memiliki karakteristik tertentu dinamakan kelompok beresiko rendah. (Sukmaardy, 2010). Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran, kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan epidemiologi menurut seorang ahli adalah untuk : a. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan; b. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah kesehatan;mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di masyarakat; c. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah ada sebelumnya maupun yang baru, dan d. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan kesehatan. (Gordis, 2004). Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan untuk mengevaluasi program-program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit(Budiarto, 2003). Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal, yaitu;
  • 17. a. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi lebih buruk ? b. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial ? c. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency d. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan e. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda f. Identifikasi sindroma- “Lumping and spitting” g. Mencari penyebab- Case control and cohort studies h. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda i. Analisis keputusan klinis (Last, 1987). Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi tentang penyebab penyakit, misalnya: 1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan yang tercemar dan menemukan penyebabnya 2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara karsinoma paru-paru dengan asbes 3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang terjadinya karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk mengetahui apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan pada manusia, dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma kandung kemih lebih banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan bukan penderita 4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya:
  • 18. a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu wilayah dan menentukan prioritas masalah. b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah tersebut, misalnya dengan mengirirm petugas lapangan untuk memberikan penyuluhan pada ibu-ibu serta mengadakan imunisasi pada ibu hamil. (Budioro, 2007). Metode penelitian Epidemiologi dapat di lakukan dengan berbagai macam, beberapa di antaranya adalah : a. Rancangan Kasus control Rancangan penelitian kasus kontrol dilakukan untuk membantu menentukan apakah sebuah paparan/ karakteristik tertentu berhubungan dengan sebuah outcome. Selain untuk menentukan hubungan yang bersifat causal (penyebab), penelitian kasus kontrol juga memiliki potensi untuk mencari hubungan yang bersifat non-causal misalnya karena adanya chance (kesempatan) atau pengaruh faktor lain yang berhubungan dengan baik paparan maupun outcome penyakit(Meirik, 2012).Pada metode kasus kontrol ini dilakukan perbandingan antara kasus (orang yang mengalami sakit) dengan kontrol (individu yang tidak memiliki penyakit), dalam hal adanya paparan/karakteristik tertentu di masa sebelumnya, yang memiliki potensi sebagai penyebab/ faktor risiko. Dengan demikian, dalam studi kasus kontrol, hasilnya diukur sekarang dan eksposur diperkirakan dari masa lalu.Titik awalnya dimulai dari subyek yang memiliki penyakit/ kondisi yang diteliti (kasus). Adanya karakteristik atau adanya paparan pada riwayat kasus inilah yang kemudian direkam atau dicatat. Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan pencatatan mengenai
  • 19. ada tidaknya paparan. Tujuan dari adanya kelompok kontrol ini adalah untuk memberikan perkiraan mengenai frekuensi paparan pada populasi yang tidak sakit(Meirik, 2012). Keuntungan atau kelebihan rancangan kasus control yaitu, memungkinkan meneliti penyakit-penyakit yang jarang terjadi, memungkinkan meneliti penyakit yang memiliki masa laten yang lama antara paparan dan manifestasi klinis, dapat dilaksanakan pada periode waktu yang singkat, jika dibandingkan dengan penelitian kohort, penelitian kasus control relative lebih murah, dan dapat meneliti beberapa hal sekaligus yang memiliki potensi sebagai penyebab penyakit.Akan tetapi, rancangan ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kemungkinan adanya bias recall karena informasi mengenai paparan diperoleh dari riwayat dahulu berdasarkan wawancara, validasi dari informasi mengenai adanya paparan bisa jadi sulit untuk dilakukan, informasinya tidak legkap, atau bahkan tidak memungkinkan, hanya memusatkan perhatian pada satu penyakit saja, biasanya tidak dapat menyediakan informasi mengenai angka kejadian penyakit, secara umum tidak lengkap Generally incomplete control of extraneous variables, pemilihan kontrol yang tepat bisa jadi merupakan hal yang sulit, metode penelitian bisa jadi sulit dipahami oleh orang yang bukan ahli epidemiologi dan interpretasi hasil bisa jadi sulit(Meirik, 2012). b. Cohort Desain Cohort ini merupakan desain prospektif (melihat ke masa yang akan datang). Dalam penelitian prospektif, paparan diukur sekarang dan hasilnya (sakit atau tidak) diukur di masa yang akan datang. Dengan demikian, pengambilan data dimulai dari individu yang terpapar dan tidak terpapar, kemudian diikuti ke depan apakah ia menderita sakit atau tidak(Meirik, 2012). Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan pengalaman sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan dan penyakit, terdapat
  • 20. kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka insidensi (absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian mudah dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti paparan-paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan kohort ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk penyakit-penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah yang besar, tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara paparan dan manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan model penelitian cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut : 1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan. 2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit. 3. Rancangan kohort cukup mahal untuk dilaksanakan karena biasanya dibutuhkan jumlah subyek yang besar. 4. Data baseline selain dari faktor paparan mungkin hanya sedikit karena banyaknya subyek menjadikan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara yang lama. (Meirik, 2012). c. Cross-sectional Penelitian cross-sectional dapat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara penyakit dan penyebab yang mungkin seperti halnya dalam penelitian kasus control maupun kohort. Hanya saja, dalam penelitian cross-sectional, baik variable tergantung maupun variabel independen (hasil dan paparan) keduanya diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi, penelitian ini lebih
  • 21. merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati. Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah pengukuran prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional memiliki beberapa kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau riset kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor risiko atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan kesehatan. Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi penyakit, dan kegunaan selajutnya yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak memiliki onset (tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit bronkhitis kronis. Aktivitas Epidemiologi, antara lain: 1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian) 2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga kesehatan, klinik, dokter dan industri 3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain 4. Investigasi kejadian luar biasa yang mengarahkan program pemberantasan atau pencegahan epidemik dan masalah kesehatan komunitas yang lain 5. Merancang dan melaksanakan penelitian kesehatan 6. Merancang dan melaksanakan registrasi kesehatan untuk masalah yang menjadi perhatian seperti: cacat lahir, insidens kanker, atau penggunaan napza 7. Skrining (penapisan) untuk penyakit 8. Penilaian efektivitas keberadaan pengobatan yang baru 9. Mendeskripsikan riwayat alamiah penyakit 10. Identifikasi individu atau kelompok pada populasi umum terhadap peningkatan risiko perkembangan penyakit tertentu 11. Identifikasi keterkaitan etiologi penyakit 12. Identifikasi masalah kesehatan masyarakat dan pengukuran besar distribusi, frekuensi, atau dampak pada kesehatan masyarakat (Amiruddin, 2011).
  • 22. Jika kita berbicara tentang epidemiologi tentu saja berkaitan dengan industri. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artificial atau man mad disease. Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak, tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan antara lain: golongan fisik (suara/bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik), golongan kimiawi (bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut), golongan biologis (bakteri, virus atau jamur), golongan fisiologis (biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara kerja), golongan psikososial (lingkungan kerja yang mengakibatkan stress).Pemanfaatan epidemiologi K3 sangat dibutuhkan dalam rangka menganalisis status kesehatan seorang pekerja. Setelah kita tahu makin banyaknya penyakit yang ditimbulkan karena penyakit akibat kerja berdasarkan data yang diperoleh dari International Labor Organization (ILO) bahwa setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sesuai dengan pengertiannya, epidemiologi K3 berguna untuk mnganalisis keadaan kesehatan tenaga kerja akibat pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang bersifat fisik, kimiawi, biologis maupun sosial budaya, serta kebiasaan hidup para pekerja. Bentuk ini sangat berguna dalam analisis tingkat kesehatan pekerja serta untuk menilai keadaan dan lingkungan kerja serta penyakit akibat kerja. Dalam beberapa situasi, epidemiologi K3 juga digunakan untuk menaksir kesehatan seorang pekerja yang sudah terkena suatu paparan (Bonita, 2006). Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Adapun pengertian industri menurut beberapa ahli, yaitu :
  • 23. 1. Bambang Utoyo, pengertian industri secara sempit dapat diartikan sebagai semua kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk mengolah bahan mentah yang ada menjadi bahan setengah jadi atau mengolah bahan yang setengah jadi tersebut menjadi bahanj yang benar-benar jadi sehinggan berguna untuk lebih lagi untuk keperluan manusia. Sedangkan secara luas, industri dalah kegiatan manusia yang bergerak dibidang ekonomi yang memiliki sifat produktif dan komersial untuk memnuhi kebutuhan hidupnya (Sasrawan, 2014). 2. Wirasti dan Dini Natalia, industri diartikan sebagai pengolahan barang setengah jadi menjadi barang yang telah jadi dan dapat mendatangkan keuntungan bagi pelaksananya (Sasrawan, 2014). 3. Teguh S. Pambudi, industri merupakan sekelompok perusahaan yang bisa menghasilkan sebuah produk yang dapat menghasilkan sebuah produk yang dapat saling menggantikan antara yang satu dengan yang lainnya (Sasrawan, 2014). 4. Hinsa Siahaan, industri adalah sebuah kumpulan dan beberapa perusahaan firma yang menghasilkan barang atau jasa yang sejenis yang ada dalam sebuah pasar (Sasrawan, 2014). 5. Badan Pusat Statistik (BPS), industri diartikan sebagai bagian dari sebuah proses yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi sehingga menjadi barang baru yang memiliki nilai lebih bagi kebutuhan masyarakat (Sasrawan, 2014). Pengertian industri menurut undang-undang tentang perindustrian adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah , bahan baku, bahan setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, teremasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu sesudah pertanian, perkebunan dan pertambangan yang berhubungan erat dengan tanah. Kedudukan industri semakin jauh dari tanah, yang merupakan basis ekonomi, budaya dan politik. Beberapa konsep beserta definisinya:
  • 24. 1. Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya menjadi lebih dekat kepada pemakai akhir. Termasuk dalam kegiatan industri adalah jasa industri dan pekerjaan perakitan (assembling) (Badan Pusat Statistik, 2014). 2. Jasa industri adalah kegiatan industri yang melayani keperluan pihak lain. Pada kegiataan ini bahan baku disediakan oleh pihak lain, sedangkan pihak pengolah hanya melakukan pengolahannya dengan mendapatkan imbalan sebagai balas jasa (upah maklon) (Badan Pusat Statistik, 2014). Pengelompokan industri pengolahan biasanya didasarkan pada jumlah tenaga kerja yaitu: Industri Besar, Industri Sedang, Industri Kecil, dan Industri Mikro (Fathin, 2011). 1. Industri Besar adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja 100 orang atau lebih (Fathin, 2011). 2. Industri Sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang (Fathin, 2011). 3. Industri Kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang (Fathin, 2011). 4. Industri Mikro adalah perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja antara 1 sampai 4 orang (Fathin, 2011). Jenis / macam-macam industri berdasarkan tempat bahan baku seperti berikut ini : 1. Industri ekstraktif Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain (Fathin, 2011). 2. Industri nonekstaktif
  • 25. Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar (Fathin, 2011). 3. Industri fasilitatif Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya.Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya (Fathin, 2011). Jenis / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal seperti berikut ini : 1. Industri padat modal adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya (Fathin, 2011). 2. Industri padat karya adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya (Fathin, 2011). Jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya (Berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986) 1. Industri kimia dasar contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb 2. Industri mesin dan logam dasar misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll 3. Industri kecil Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan,es, minyak goreng curah, dll 4. Aneka industri misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain. Jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja 1. Industri rumah tangga Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang (Fathin, 2011). 2. Industri kecil
  • 26. Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang (Fathin, 2011). 3. Industri sedang atau industri menengah Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang (Fathin, 2011). 4. Industri besar Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih (Fathin, 2011). Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi 1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry) adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik (Fathin, 2011). 2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor (man power oriented industry) adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien (Fathin, 2011). 3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry) adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar (Fathin, 2011). Macam-Macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan 1. Industri primer adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu. Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya. 2. Industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.
  • 27. 3. Industri tersier adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa.Contoh seperti telekomunikasi, transportasi, perawatan kesehatan, dan masih banyak lagi yang lainnya. Kriteria Industri Menurut Beberapa Lembaga: 1. Meneg Koperasi dan UKM  Usaha Kecil (Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil) Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan hukum, boleh tidak  Usaha Menengah (Inpres 10/1999) Aset Rp.200 Juta – Rp.10 milyar. 2. Badan Pusat Statistik (BPS)  Usaha Mikro Pekerja lebih kecil dari 4 orang, termasuk tenaga kerja yang tidak dibayar.  Usaha Kecil jumlah Pekerja 5-19 orang  Usaha Menengah jumlah Pekerja 20-99 orang 3. Bank Indonesia  Usaha Mikro (SK Dir BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998) Usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin. Dimiliki keluarga. Sumberdaya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry  Usaha Kecil (Undang-Undang No.9/1995 tentang Usaha Kecil) Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar.Boleh berbadan hukum, boleh tidak  Usaha Menengah (SK Dir BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Jan 1997) Aset lebih kecil dari Rp.5 milyar untuk sektor industri. Aset lebih kecil dari Rp.600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non-industri manufacturing. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.3 milyar
  • 28. 4. Bank Dunia  Usaha Mikro jumlah Pekerja lebih kecil dari 20 orang  Kecil-Menengah jumlah Pekerja 20-150 orang Aset lebih kecil dari US$ 500 ribu diluar tanah dan bangunan 5. Departemen Perindustrian  Industri Kecil Aset lebih kecil dari Rp.200 Juta diluar tanah dan bangunan. Omzet tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Dimiliki oleh orang Indonesia independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah, besar. Boleh berbadan hukum, boleh tidak. Skala usaha (menurut BPS yang diujicobakan dilingkungan Depperind) 1. Industri dan Dagang Mikro : 1-4 orang Industri dan Dagang Kecil : 5 – 19 orang Industri dan Dagang Menengah : 20-99 org 2. Industri Menengah (Konsensus Depperindag-BPS) Omzet penjualan antara Rp.1 milyar hingga Rp.50 milyar Perekonomian di Indonesia tidak akan berkembang tanpa dukungan dari peningkatan perindustrian sebagai salah satu sektor perekonomian yang sangat dominan di zaman sekarang. Karena sebegitu pentingnya sektor industri ini bagi perekonomian Indonesia, maka sudah tentu harus dibentuk satu aturan hukum yang berguna untuk mengatur regulasi di wilayah sektor Industri ini. Cabang-cabang industri Indonesia Berikut adalah berbagai industri yang ada di Indonesia: 1. Makanan dan minuman 2. Furniture dan industri pengolahan lainnya 3. Pakaian jadi 4. Kulit dan barang dari kulit 5. Kayu, barang dari kayu, dan anyaman 6. Kertas dan barang dari kertas 7. Penerbitan, percetakan, dan reproduksi
  • 29. 8. Batu bara, minyak dan gas bumi, dan bahan bakar dari nuklir 9. Kimia dan barang-barang dari bahan kimia 10. Karet dan barang-barang dari plastik 11. Barang galian bukan logam 12. Logam dasar 13. Barang-barang dari logam dan peralatannya 14. Mesin dan perlengkapannya 15. Peralatan kantor, akuntansi, dan pengolahan data 16. Mesin listrik lainnya dan perlengkapannya 17. Radio, televisi, dan peralatan komunikasi 18. Peralatan kedokteran, alat ukur, navigasi, optik, dan jam 19. Kendaraan bermotor 20. Alat angkutan lainnya 21. Tekstil (Muhammad Febriza, 2011). Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan (Anonim1, 2014). Sedangkan tekstil adalah bahan yang berasal dari serat yang diolah menjadi benang atau kain sebagai bahan untuk pembuatan busana dan berbagai produk kerajinan lainnya. Dari pengertian tekstil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bahan/produk tekstil meliputi produk serat, benang, kain, pakaian dan berbagai jenis benda yang terbuat dari serat. Industri tekstil adalah industri yang mengolah serat menjadi benang kemudian menjadi busana, baik itu busana muslim atau lainnya, dan setiap industri pasti menghasilkan limbah, baik itu limbah padat atau limbah cair (Ruthe, 2014). Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada satu tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nialai ekonomis. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal sebagai limbah B3, yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan dan sumberdaya (Ginting, 2007).
  • 30. Berdasarkan nilai ekonomisnya limbah dibedakan menjadi limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah yang memiliki nilai ekonomis adalah limbah yang melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis adalah suatu limbah yang walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak akan memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan. Limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan (Kristanto, 2002). Limbah cair adalah buangan yang berasal dari rumah tangga dan industri serta tempat umum lainnya dan mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan hidup (Kusnoputranto, 1985). Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif, dan indanthreen yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar (Hardini, 2009). Pelepasan air limbah industri kain sasirangan ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dapat merusak ekosistem badan air, bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen (zat yang dapat menyebabkan penyakit kanker) dan membahayakan kesehatan manusia (Mizwar, 2012). Limbah tekstil jika tidak ditangani dengan baik dapat memberikan dampak yang buruk bagi lingkungan alam sekitar kita. Hal ini karena limbah tekstil memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut (Samsudin, 2012) : 1. Sulit menyatu kembali dengan lingkungan alam. Limbah tekstil yang berupa sisa potongan kain akan sulit hancur meskipun sudah bertahun-tahun lamanya tertimbun didalam tanah, terlebih lagi jika kain itu terbuat dari bahan serat sintetis dan bukan serat alami. 2. Dapat merusak biota yang ada didalam tanah dalam jangka waktu tertentu. Akibat dari tidak dapat terurainya limbah padat tekstil seiring berjalannya waktu maka hal ini dapat membawa dampak berupa rusaknya biota tanah dimana limbah itu dibuang. 3. Apabila dibakar asapnya dapat mencemari udara.
  • 31. Pembakaran limbah padat tekstildalam jumlah yang besar akan berdampak pada lingkungan udara disekitarnya. Asap dan bau yang ditimbulkannya bisa mengganggu pernafasan dan iritasi mata. 4. Bisa menjadi media berkembangnya bibit penyakit. Gumpalan-gumpalan limbah padattekstil yang bercampur dengan jenis sampah lainnya merupakan media yang baik bagi berkembangnya bibit- bibit penyakit. 5. Bisa menyumbat saluran-saluran air yang pada akhirnya bisa menimbulkan banjir. Limbah padattekstil yang menggumpal bersama tanah dan sampah plastik bisa menyumbat selokan-selokan dan saluran air lainnya, sehingga pada akhirnya bisa menimbulkan banjir. 6. Membutuhkan lahan yang luas sebagai tempat pembuangannya. Limbah padat dari industri tekstil ada dalam volume yang besar sehingga penanganannya membutuhkan lahan yang luas pula. Hal ini akan menjadi kesulitan tersendiri jika industri tekstil penghasil limbah itu berada pada daerah yang padat penduduknya, dimana tidak tersedia lagi lahan yang cukup untuk penimbunan limbah tersebut. Karakteristik utama dari limbah industri tekstil adalah tingginya kandungan zat warna sintetik, yang apabila dibuang ke lingkungan tentunya akan membahayakan ekosistem perairan. Zat warna ini memiliki struktur kimia yang berupa gugus kromofor dan terbuat dari beraneka bahan sintetis, yang membuatnya resisten terhadap degradasi saat nantinya sudah memasuki perairan. Meningkatnya kekeruhan air karena adanya polusi zat warna, nantinya akan menghalangi masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan mengganggu keseimbangan proses fotosintesis, ditambah lagi adanya efek mutagenik dan karsinogen dari zat warna tersebut, membuatnya menjadi masalah yang serius (Handy, 2007). Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah cairnya memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang merupakan suatu senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk diuraikan oleh mikroba.Beberapa penelitian mengenai perombakan zat warna dari
  • 32. limbah cair industri tekstil secara anerobik dilaporkan telah berhasil mengurangi warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan untuk dioksidasi oleh mikoorganisme aerobik. Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil sekarang ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik (Iwan, 2014). Menurut Kristanto (2002) beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah ke dalam lingkungan :  Lingkungan tidak mendapatkan pengaruh yang berarti. Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemar yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.  Ada pengaruh perubahan, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran.  Memberikan perubahan dan menimbulkan pencemaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah (A.K. Haghi, 2010) : a. Volume limbah b. Kandungan bahan pencemar c. Frekuensi pembuangan limbah Melalui banyaknya proses yang dilakukan maka limbah yang dihasilkan pun berbeda. Hasil dari proses pewarnaannya tergantung pada pewarna yang digunakan misalnya zat warna indigo ( C12H10 N12 O12 ) dan sulfur. Limbah- limbah itu dialirkan ke kolam-kolam pengendapan dan selanjutnya dialirkan ke sungai. Agar air limbah tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan perairan maka diperlukan suatu teknik pengolahan yang diarahkan agar kriteria yang ditetapkan dalam baku mutu air limbah industri dapat terpenuhi. Baku mutu merupakan spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang perbolehkan dibuang ke lingkungan dan ini merupakan langkah penting dalam usaha mengendalikan pencemaran dan melestarikan lingkungan (Alekto, 2014).
  • 33. Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat warna tekstil. Zat warna tekstil umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya dari gugus benzen. Diketahui bahwa gugus benzen sangat sulit didegradasi, kalaupun dimungkinkan dibutuhkan waktu yang lama. Senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan, akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik. Karena itu perlu dicari alternatif efektif untuk menguraikan limbah tersebut. Zat warna ini berasal dari sisa – sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam. Warna selain mengganggu keindahan, beberapa juga dapat bersifat racun dan sukar dihilangkan. Beberapa penelitian tentang biodegradasi zat warna khususnya zat warna azo.Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen (Alekto, 2014). Penggolongan Zat Warna Zat warna dapat digolongkan menurut sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan zat warna sintetik.Van Croft menggolongkan zat warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat warna yang langsung dapat mewarnai serat disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat warna yang memerlukan zat- zat pembantu supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif.Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, yakni zat warna monogenetik apabila memberikan hanya satu warna dan zat warna poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna. Penggolongan zat warna yang lebih umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi (struktur molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, kertas dan bahan-bahan lain (Alekto, 2014). Penggolongan zat warna menurut “Colours Index” volume 3, yang terutama menggolongkan atas dasar sistem kromofor yang berbeda misalnya zat warna Azo, Antrakuinon, Ftalosia, Nitroso, Indigo, Benzodifuran, Okazin,
  • 34. Polimetil, Di- dan Tri-Aril Karbonium, Poliksilik, Aromatik Karbonil, Quionftalen, Sulfer, Nitro, Nitrosol dan lain-lain.Zat warna Azo merupakan jenis zat warna sistetis yang cukup penting. Lebih dari 50% zat warna dalam daftar Color Index adalah jenis zat warna azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang berikatan dengan gugus aromatik. Lingkungan zat warna azo sangat luas, dari warna kuning, merah, jingga, biru AL (Navy Blue), violet dan hitam, hanya warna hijau yang sangat terbatas.Penggolongan lain yang biasa digunakan terutama pada proses pencelupan dan pencapan pada industri tekstil adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara pewarnaan). Zat warna tersebut dapat digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang , bejana dan lain-lain (Alekto, 2014). Dari uraian di atas jelaslah bahwa tiap-tiap jenis zat warna mempunyai kegunaan tertentu dan sifat-sifatnya tertentu pula. Pemilihan zat warna yang akan dipakai bergantung pada bermacam faktor antara lain : jenis serat yang akan diwarnai, macam wana yang dipilih dan warna-warna yang tersedia, tahan lunturnya dan peralatan produksi yang tersedia. Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester, kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik (Alekto, 2014). Zat Warna Reaktif Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil.Daya serap terhadap serat tidak besar.Sehingga zat warna yang tidak bereaksi dengan serat mudah dihilangkan.Gugus-gugus penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan lat wama terhadap asam atau basa.Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari zat warna yang mudah lepas.Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi dengan serat kain.Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam
  • 35. sehingga mencapai pH tertentu.Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna, dengan memberikan komponen zat warna yang tidak reaktif lagi. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur. Selulosa mempunyai gugus alkohol primer dan sekunder yang keduanya mampu mengadakan reaksi dengan zat warna reaktif.Tetapi kecepatan reaktif alkohol primer jauh lebih tinggi daripada alkohol sekunder.Mekanisme reaksi pada umumnya dapat digambarkan sebagai penyerapan unsur positif pada zat warna reaktif terhadap gugus hidroksil pada selulosa yang terionisasi.Agar dapat bereaksi zat warna memerlukan penambahan alkali yang berguna untuk mengatur suasana yang cocok untuk bereaksi, mendorong pembentukan ion selulosa dan menetralkan asam-asam hasil reaksi(Alekto, 2014). Karakteristik Air Limbah Karakteristik air limbah dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Karakteristik Fisika Karakteristik fisika ini terdiri dari beberapa parameter, di antaranya : a. Total Solid (TS) Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air. b. Total Suspended Solid (TSS) Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron. c. Warna Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu menjadi kehitaman. d. Kekeruhan Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik maupun anorganik. e. Temperatur
  • 36. Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktivitas sehari – hari. f. Bau Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena terkait dengan masalah estetika. 2. Karateristik Kimia a. Biological Oxygen Demand (BOD) Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan–bahan buangan di dalam air b. Chemical Oxygen Demand (COD) Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984). c. Dissolved Oxygen (DO) Adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan salinitas. d. Ammonia (NH3) Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat, 1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium atau ammonia.tergantung pada pH larutan. e.Sulfida Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L. Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin. f. Fenol Fenolmudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat menimbulkan kematian).
  • 37. g. Derajat keasaman (pH) pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk kehidupan air adalah 6–8. h. Logam Berat Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat dibagi menjadi 3 golongan :  Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg, Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.  Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.  Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn . 3. Karakteristik Biologi Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa digunakan adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Penentuan kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air seperti kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton.penentuan kualitas mikroorganisme dilatarbelakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan kesehatan. Dalam konteks ini maka penentuan kualitas biologi air didasarkan pada analisis kehadiran mikroorganisme indikator pencemaran(Alekto, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air yaitu:
  • 38. 1. Sumber air Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber seperti air hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya. 2. Komponen nutrien dalam air Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. 3. Komponen beracun Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik, khlorin dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam air. 4. Organisme air Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri. 5. Faktor fisik Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terapat di dalam air. Meningkatnya jumlah industri tekstil selain dapat meningkatkan perekonomian akan tetapi juga memiliki dampak negatif dan membahayakan lingkungan. Efek negative dari industri tekstil salah satu adalah air limbahnya yang mengandung zat organic yang tinggi dari hasil pencelupan dan apabila dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat memperburuk kualitas badan air, karena zat warna ini akan sulit didegradasi secara alami di badan air.Kualitas air yang baik sangat mendukung kehidupan organisme air(Alekto, 2014). Mikroorganisme air seperti plankton selain sebagai indikator pencemaran suatu perairan juga mempunyai peranan penting dalam lingkungan aquatik yaitu sebagai dasar piramida makanan bagi organisme lain yang hidup di perairan. Plankton merupakan makanan alami bagi organisme perairan seperti bentik dan ikan.Plankton dan ikan membentuk rantai penghubung yang penting antara produsen dan konsumen. Ikan dan organisme air lainnya akan
  • 39. hidup dengan baik bila kondisi perairan mendukung. Sebagai bioindikator dari limbah ini adalah adanya organisme biologi yaitu ikan lele, bawal, braskap, tanaman air, cacing, algae, dan bakteri(Sachlan, 1982). Di sekitar pabrik pada umumya sungai digunakan untuk tempat pembuangan limbah, tanpa instalasi pengolahan limbah terlebih dahulu, selain itu kadang para penduduk membuang sampahnya langsung ke sungai. Limbah dari industri tekstil yang dibuang ke sungai sudah mengalami proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Dengan pengolahan tersebut limbah tekstil yang dibuang ke sungai di duga dapat mengurangi bahan pencemar.Pengoperasian unit pengolahan limbah memegang peranan yang penting. Pengoperasian yang kurang benar akan menyebabkan limbah yang terproses masih memiliki nilai parameter diatas ambang batas yang ditentukan.Pengoperasian yang tidak sistematis dan tidak berpedoman, akan cenderung menyebabkan ketidakefisien yang pada akhirnya akan menyebabkan biaya pengolahan yang tinggi (Oktavia, 2011). Indikator bahwa air telah tercemar adalah adanya perubahan air yang dapat diamati, yaitu adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH, adanya perubahan warna, bau, rasa serta timbulnya endapan (Suriawiria, 1996). Menurut Odum (1993), pencemaran air merupakan suatu peristiwa penambahan suatu zat tertentu yang berasal dari limbah proses industri dan domestik yang dapat mengolah kualitas alami dari air tersebut yang juga akan mengganggu kehidupan hidrobiota sungai. Menurut Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup Bab 1, pasal 1 pencemaran lingkungan adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Metode Pengolahan Limbah Industri Tekstil(Oktavia, 2011) Sumber daya alam bagi makhluk hidup merupakan suatu sistem rangkaian kehidupan dalam arti setiap kondisi alam akan mempengaruhi petumbuhan atau perkembangan kehidupan. Apabila suatu ekosistem telah tercemar oleh suatu limbah yang tidak ramah lingkungan, akan menurunkan tingkat pertumbuhan. Begitupula pada suatu industri yang menghasilkan limbah
  • 40. dengan membuang ke lingkungan sekitar tanpa pengolahan khusus terlebih dahulu dengan standart baku mutu yang aman bagi lingkungan. Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat berjalan secara sendiri-sendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinatif. Pemisahan proses menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan pengidentifikasian peralatan (Oktavia, 2011). a. Proses Fisik Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses- proses tersebut di antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan, sedimentasi, pengapungan dan filtrasi. b. Proses Kimia Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses kimia di antaranya adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger dan desinfektansia. c. Proses Biologi Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme (ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian mudah mengambilnya. Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik sehingga kadar oksigen semakin lama semakin sedikit. Pada proses kimia zat tersebut diendapkan dengan menambahkan bahan koagulan dan kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara. Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik, maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik. Pertumbuhan dan perkembangan harus memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya. Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan
  • 41. fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi dengan kondisi yang baru. Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah. Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara koagulasi danfiltrasi. Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antarfasa. Dengan adanya penelitian sebelumnya mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan jerami padi maka diharapkan jerami padi yang dibuat menjadi adsorben juga efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam limbah tekstil. Fenomena adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti ikatan valensi dan gaya tarik Van der Waals. Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua arah sehingga dicapai sutau titik keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai gaya tarik yang tidak diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga permukaan zat padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini dikenal dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben (Oktavia, 2011). Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi secara kimia. Kedua metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat pada permukaan padat sebagai gaya tarik menarik pada permukaan zat padat (adsorben) untuk mengatasi energi kinetik molekul pencemar pada fase cair (adsorbat). Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik pada molekul adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energi atau gaya Van der Waals. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding dengan konsentrasi pencemar. Hal ini berarti dengan semakin tinggi konsentrasi pencemar dalam larutan menyebabkan meningkatnya lapisan molekul. Proses adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan reversibilitasnya tergantung pada kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan molekul adsorben.Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi antar molekul adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan molekul yang tebal dan bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia
  • 42. diperlukan energi dan energi juga diperlukan untuk membalikan proses ini, sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat irreversible (Oktavia, 2011). Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi dari senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organik tersebut, diantaranya (Oktavia, 2011) :  Konsentrasi  Berat molekul  Struktur molekul  Tingkat kepolaran molekul  Temperatur  pH Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi ataupun gabungan dari ketiganya. Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi, flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan penambahan koagulan dan flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi membentuk gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon(Oktavia, 2011). Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya. Filtrasi merupakan proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter). Sedimentasi merupakan proses pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel tersuspensi dengan adanya gaya gravitasi.Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Dari ketiga cara pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga menimbulkan masalah baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon selain biaya tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah.
  • 43. Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif tersebut (Oktavia, 2011). Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif pengolahan yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti pada proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih rendah. Pengolahan limbah cair secara biologi ini dapat dikategorikan pada pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik atau kombinasi keduanya. Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif tidak efisien untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil. Bahwa penghilangan warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian yang lain menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat beradaptasi untuk mendegradasikan zat warna azo sederhana (Alekto, 2014). Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industri tekstil. Jamur lapuk putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non- spesifik, yang dapat mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk zat warna tekstil. Enzim-enzim yang diproduksi oleh jamur lapuk putih mengkatalis penguraian zat warna tekstili menggunakan mekanisme pembentukan radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila ditinjau dari kelayakan ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam limbah dapat direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang menimbulkan permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang diketahui enzim merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan menjadi asam amino (Handy, 2007). Degradasi Zat Warna(Alekto, 2014) Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses pewarnaan mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa- sisa zat warna yang tak larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain mengganggu keindahan, mungkin juga bersifat racun dan sukar dihilangkan.Perombakan zat warna ini berawal dari penemuan hasil
  • 44. metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.Zat warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang dikhawatirkan karsinagen. Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di dalam liver sama dengan reduksi aza aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan perombakan zat warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil. Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan pendahuluan untuk limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar untuk didegradasi. Pada proses anaerobik terjadi pemutusan molekul-molekul yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana, sehingga mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O, NH3 dan Biomassa. Proses atau tahap dalam penanganan limbah meliputi (Oktavia, 2011) : 1. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan : Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa pula. 2. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan pengendapan dalam pengolahan limbahnya. Proses penghilangan logam menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang tidak berarti. 3. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna, maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri. Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif
  • 45. untuk menghilangkan logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan (dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke pengolahan biologi. Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Cara-cara biologi yang telah terbukti efektif ialah aerob, parit oksidasi dan lumpur aktif. Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD sangat rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk memperbaiki daya kerjanya (Anonim2, 2008). Pemanfaatan limbah industri tekstil dapat berupa (Restiani, 2014) : 1. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti dakron. 2. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah. Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Sasirangan Dengan Adsorpsi Karbon Aktif Dalam Fixed-Bed Column Sasirangan adalah kain adat suku Banjar di Kalimantan Selatan yang dibuat dengan teknik tusuk jelujur. Sebagaimana industri tekstil lainnya, pembuatan kain sasirangan melibatkan proses pewarnaan dan pencelupan dengan menggunakan pewarna sintetik seperti naphtol, indigosol, reaktif dan indanthreen
  • 46. yang akan menghasilkan limbah cair berwarna pekat dalam jumlah yang cukup besar (Hardini dkk., 2009). Karena alasan estetika dan toksikologi, warna merupakan hal yang paling tidak diinginkan dari semua kontaminan yang terkandung dalam limbah cair industri tekstil, (O’Neill et al., 1999; Crini, 2006). Bahkan beberapa jenis pewarna diduga bersifat karsinogen dan membahayakan kesehatan manusia (Pinheiro et al., 2004; Erdem et al., 2005; Babu et al., 2007; Hameed, 2009). Berbagai proses pengolahan telah digunakan untuk menghilangkan warna pada limbah cair industri tekstil, seperti; proses koagulasi-flokulasi (Butt et al., 2005; Fang et al., 2010), membran tukar kation (Wu et al., 2008), degradasi elektrokimia (Fan et al., 2008), advanced oxidative process (Banerjee et al., 2007; Mahmoud et al., 2007; Fathima et al., 2008), fenton-biological treatment (Lodha and Chaudhari, 2007; García-Montaño et al., 2008), dan adsorpsi (Allen et al., 2004; Erdem et al., 2005; Hameed 2009; Rafatullah et al., 2010). Namun sampai saat ini teknik adsorpsi dengan menggunakan berbagai macam adsorben masih merupakan metode yang paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas adsorpsinya yang tinggi serta biaya operasionalnya yang rendah (Rafatullah et al., 2010; Syafalni et al., 2012). Karbon aktif yang didefinisikan sebagai bahan karbon yang telah mengalami proses karbonisasi untuk meningkatkan porositasnya (Marsh, 1989) merupakan salah satu jenis adsorben yang umum digunakan dalam pengolahan limbah cair dan dinilai sangat cocok untuk mengurangi zat organik dan warna (Alvares et al., 2001; Kalderis et al., 2008; Ahmad and Hameed, 2009). Oleh karena itu, berbagai jenis karbon aktif sebagai adsorben telah banyak dikembangkan dan diterapkan secara luas (Zhang et al., 2011). Pada penelitian sebelumnya, penggunaan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam sistem batch terbukti dapat menyisihkan 39,16% konsentrasi warna pada air limbah sasirangan dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 29,412 mg/g dan pola adsorpsi mengikuti model Isoterm Langmuir (Mizwar dan Diena, 2012). Namun data yang diperoleh dari sistem batch umumnya kurang cocok untuk langsung diterapkan pada desain dan pengoperasian instalasi pengolahan air limbah karena waktu kontak yang
  • 47. diterapkan tidak cukup memadai untuk mencapai kesetimbangan (Zhang et al., 2011; Patel and Vashi, 2012). Sebaliknya sistem kolom adsorpsi telah banyak digunakan dalam proses pengolahan limbah cair dalam skala industri, seperti untuk menghilangkan ion dengan ion-exchage bed dan senyawa organik beracun dengan fixed-bed (Xu et al., 2009; Unuabonah et al., 2010). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan percobaan adsorpsi warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed- bed column. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja dari pengaturan tebal kolom karbon aktif dan laju aliran limbah cair pada kondisi pH dan suhu konstan terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan, serta mempelajari kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada proses tersebut dengan menggunakan Model Thomas, Yoon-Nelson dan Adam-Bohart (Mizwar, 2013). Sampel limbah cair sasirangan diambil di Kampung Sasirangan, Desa Seberang Masjid, Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Hasil analisis sampel limbah cair tersebut menunjukkan konsentrasi warna 3200 mg PtCo/l, TSS 3382 mg/l, BOD5 277 mg/l, COD 536 mg/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC (Mizwar, 2013). Adsorben yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon aktif yang terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bubuk dengan spesifikasi; kadar air 4,15%, kadar abu 2,14%, kadar karbon 80,24%, bulk density 0,48 kg/l, iodine number adsorption 1019,36 mg/g dan ukuran partikel 44 - 117 μm (Mizwar, 2013). Pada penelitian ini, adsorpsi warna pada limbah cair sasirangan dianalisis dengan mengalirkan air limbah sasirangan secara kontinu ke dalam kolom adsorpsi yang terbuat dari pipa PVC berdiameter 2,5 inch dan tinggi 20, 40 dan 70 cm. Pengambilan sampel air olahan dilakukan setiap 10 menit sampai dengan karbon aktif jenuh (Mizwar, 2013).
  • 48. Gambar 1 menunjukkan skema alat penelitian. Detail desain penelitian mengacu pada prosedur penelitian yang dilakukan oleh Patel and Vashi (2012) dengan beberapa penyesuaian, sebagaimana disajikan pada tabel 1. Kinerja kolom adsorpsi digambarkan dengan kurva breakthrough. Waktu breakthrough dan bentuk kurva breakthrough yang dihasilkan merupakan parameter untuk menentukan pola operasi dan respon dinamis dari kolom adsorpsi. Jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam kolom adsorpsi dan persentase penyisihan ditentukan dengan persamaan berikut (Zhang et al., 2011) : qt (mg) adalah jumlah total konsentrasi warna yang terserap dalam kolom adsorpsi, R (%) adalah persentase penyisihan, v (ml/menit) adalah laju alir
  • 49. influent, C0 (mg/l) adalah konsentrasi warna awal, Ct (mg/l) adalah konsentrasi warna pada waktu t (menit), dan ttotal (menit) adalah total waktu operasi kolom adsorpsi yang nilainya setara dengan waktu jenuh. Kinetika sistem adsorpsi yang terjadi pada fixed-bed column dianalisis dengan Model Thomas, Yoon-Nelson, dan Adam and Bohart. Model Thomas merupakan salah satu model teori kinerja kolom yang paling umum digunakan. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah isoterm Langmuir, tidak ada dispersi aksial, dan adsorpsi kinetik orde dua (Zhang et al., 2011). Bentuk linier persamaan Model Thomas adalah sebagai berikut: kTh (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Thomas, qTh (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi pada model Thomas, m (g) adalah masa adsorben, dan Veff (ml) adalah volume effluent. Konstanta kinetik Thomas (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom (qTh) dapat ditentukan dari plot ln(C0/Ct–1) terhadap t pada laju alir tertentu, masing-masing sebagai slope dan intercept (Sekhula et al., 2012). Model Yoon-Nelson merupakan model yang relatif sederhana dengan mengasumsikan bahwa tingkat penurunan pada penyerapan untuk setiap molekul adsorbat adalah sebanding dengan probabilitas penyerapan dan breakthrough adsorbat pada adsorben (Zhang et al., 2011). Bentuk linier persamaan Model Yoon-Nelson adalah sebagai berikut: kYN (ml/menit) adalah konstanta kinetik Yoon- Nelson, τ (menit) adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai 50% breakthrough adsorbat, dan t (menit) adalah waktu pengambilan sampel. Plot nilai ln (Ct/(C0-Ct)) terhadap t membentuk garis lurus dengan slope menunjukkan nilai kYN dan intercept menunukkan nilai – τkYN. Berdasarkan nilai τ yang dihasilkan, maka kapasitas adsorpsi kolom pada model Yoon-Nelson (qYN, mg/g) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Patel and Vashi, 2012):
  • 50. Model Adam and Bohart mengasumsikan laju adsorpsi sebanding dengan kapasitas sisa padat dan konsentrasi zat teradsorpsi. Model ini cocok untuk menggambarkan bagian awal dari kurva breakthrough (Hoces et al., 2010). Bentuk linier persamaan Model Adam and Bohart adalah sebagai berikut: kAB (ml/mg/menit) adalah konstanta kinetik Adam-Bohart, N0 (mg/ml) adalah kapasitas adsorpsi maksimum volumetrik, Z (cm) adalah tebal adsorben, dan F (ml/menit) adalah laju alir. Konstanta kinetik (kAB) dan kapasitas adsorpsi kolom (N0) dapat ditentukan dari plot ln Ct/C0 terhadap t, masing-masing sebagai slope dan intercept (Sekhula et al., 2012). Berdasarkan nilai N0 yang dihasilkan, maka kapasitas adsorpsi kolom pada model Adam and Bohart (qAB, mg/g) dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Trgo et al., 2011): Vbed (ml) adalah volume karbon aktif, dan ρ (g/ml) adalah densitas karbon aktif. Untuk mengetahui pengaruh laju aliran terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed-bed column, telah dilakukan percobaan adsorpsi pada tiga laju aliran yang berbeda, yaitu; 20, 40 dan 80 ml/menit pada tebal adsorben 30 cm, dengan konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan sebesar 3200 mg PtCo/l, pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Kurva breakthrough yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. Breakthrough paling cepat terjadi pada laju aliran 80 ml/menit dengan waktu breakthrough 40 menit dan waktu jenuh 100 menit yang menandakan bahwa proses adsorpsi berlangsung singkat. Sedangkan pada laju aliran 20 ml/menit breakthrough cenderung terjadi secara bertahap dengan waktu breakthrough 140 menit dan waktu jenuh 260 menit yang menandakan bahwa kolom sulit untuk benar-benar jenuh. Dari Gambar 2 juga
  • 51. dapat diketahui bahwa peningkatan laju aliran mengakibatkan penurunan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat dari nilai persentase penyisihan (R) yang dihitung dengan persamaan (2), sebesar 57,48% pada laju aliran 20 ml/menit, 39,68% pada laju aliran 40 ml/menit dan 31,86% pada laju aliran 80 ml/menit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ozdemir et al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang menunjukkan bahwa waktu kontak yang singkat antara adsorben dan adsorbat akibat peningkatan laju aliran akan mengakibatkan penurunan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair. Selain itu, pada laju aliran yang lebih cepat, pergerakan zona adsorpsi disepanjang kolom terjadi lebih cepat dan mengakibatkan penurunan waktu penyerapan zat warna pada limbah cair oleh karbon aktif (Patel and Vashi, 2012). Pengaruh tebal adsorben terhadap efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan dengan menggunakan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam fixed-bed column dianalisis dengan mengalirkan limbah cair sasirangan sebanyak 40 ml/menit ke dalam kolom adsorpsi setebal 10, 30 dan 60 cm. Konsentrasi awal zat warna pada limbah sasirangan sebesar 3200 mg PtCo/l dengan pH 12,38 dan suhu 26,9ºC. Gambar 3 menunjukkan kurva breakthrough pengaruh tebal adsorben yang dihasilkan (Mizwar, 2013).
  • 52. Waktu breakthrough dan waktu jenuh masing-masing pada tebal adsorben 10 cm adalah 30 dan 80 menit, pada tebal adsorben 30 cm adalah 100 dan 180 menit, dan pada tebal 60 cm selama 160 dan 280 menit. Dari Gambar 3 juga dapat diketahui bahwa peningkatan tebal adsoben mengakibatkan peningkatan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan yang terlihat pada nilai persentase penyisihan (R) sebesar 30% pada tebal 10 cm, 39,68% pada tebal 30 cm dan 50,88% pada tebal 60 cm. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ozdemir et al., (2009), Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) yang menunjukkan bahwa waktu kontak antara adsorben dan adsorbat akan meningkat seiring dengan peningkatan tebal adsorben (Mizwar, 2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektifitas penyisihan warna tertinggi (57,48%) terjadi pada tebal karbon aktif 30 cm dengan laju aliran 20 ml/menit, sedangkan yang terendah (30%) terjadi pada tebal karbon aktif 10 cm dengan laju aliran 40 ml/menit. Hal ini menandakan bahwa efektifitas penyisihan warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada penelitian ini masih tergolong rendah. Kondisi ini dimungkinkan karena tingginya kandungan bahan organik (BOD5 277 mg/l dan COD 536 mg/l) serta konsentrasi TSS (3382 mg/l) pada sampel limbah cair sasirangan yang menyebabkan terjadinya kompetisi penyerapan zat-zat adsorbat tersebut oleh karbon aktif, sebagaimana dijelaskan oleh Allen and Koumanova (2005) bahwa kapasitas
  • 53. adsorpsi terhadap zat warna akan berkurang dengan adanya kehadiran adsorbat lain dalam larutan yang diolah ( Mizwar, 2013). Faktor lain yang menjadi penyebab rendahnya nilai efektifitas penyisihan warna pada limbah cair industri sasirangan dengan adsorpsi karbon aktif pada penelitian ini adalah pH sampel limbah cair yang bersifat basa (pH = 12,38). Sebagaimana dijelaskan oleh Isa et al. (2007), bahwa pH larutan yang bersifat basa mengakibatkan permukaan adsorben cenderung menjadi bermuatan negatif sehingga tidak mendukung adsorpsi zat warna karena tolakan elektrostatik. Dalam penelitiannya, Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012) memperoleh rentang nilai pH 7 – 9 sebagai kondisi optimum adsorpsi warna pada limbah cair tekstil dengan menggunakan karbon aktif (Mizwar, 2013). Konstanta kinetik (kTh) dan kapasitas adsorpsi kolom (qTh) model Thomas pada berbagai kondisi percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column disajikan pada Tabel 2. Seperti terlihat pada Tabel 2, nilai kTh meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran (v) dan penurunan tebal adsorben (h). Hal ini menunjukkan bahwa resistensi transportasi masa menurun karena adanya perbedaan konsentrasi warna pada karbon aktif dan larutan sebagaimana hasil penelitian Zhang et al., (2011) dan Patel and Vashi (2012). Kapasitas adsorpsi maksimum Model Thomas (qTH) sebesar 72,339 mg/g pada v = 40 ml/menit dan h = 10 cm ( Mizwar, 2013).
  • 54. Dengan nilai koefisien determinasi (R²) yang diperoleh dari hasil percobaan lebih besar dari 0,90 menunjukkan bahwa difusi eksternal dan internal tidak mempengaruhi proses adsorpsi yang terjadi, sehingga Model Thomas cocok digunakan untuk menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi. Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya (Mizwar dan Diena, 2012), yang menunjukkan bahwa penggunaan karbon aktif berbahan dasar tempurung kelapa dalam sistem batch mengikuti model Isoterm Langmuir yang juga merupakan salah satu dasar asumsi dari Model Thomas pada sistem fixed-bed column. Dari sudut pandang mekanisme adsorpsi di tingkat molekuler, zat warna yang teradsorpsi ke karbon aktif melalui interaksi elektrostatik antara gugus karboksil anionik dan kationik molekul zat warna, sesuai dengan proses kimia adsorpsi monolayer (Zhang et al., 2011). Model Yoon-Nelson secara matematis analog dengan Model Thomas (Zhang et al., 2011). Oleh karena itu, pemodelan data hasil percobaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 dapat dikatakan cukup sesuai dengan nilai R² > 0,90. Analisis regresi linier digunakan pada setiap set data untuk menentukan parameter model Yoon-Nelson, yaitu; kYN (ml/mg/menit) dan τ (menit), yang hasilnya sebagaimana tertera pada Tabel 2. Hasil percobaan menunjukkan bahwa nilai kYN meningkat seiring dengan peningkatan laju aliran (v) dan penurunan tebal adsorben (h). Hal sebaliknya terjadi pada nilai τ yang meningkat seiring dengan penurunan laju alir (v) dan peningkatan tebal adsorben (h). Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa laju aliran yang lebih tinggi akan mengakibatkan pengurangan waktu untuk proses adsorpsi dan mempercepat tercapainya kesetimbangan adsorpsi (Zhang et al., 2011). Konstanta kinetik (kAB) dan kapasitas adsorpsi kolom (qAB) model Adam and Bohart pada berbagai kondisi percobaan adsorpsi warna limbah cair sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan nilai R² < 0,90, menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian model ini dengan data hasil penelitian tergolong rendah, sehingga hasil perhitungan nilai qAB tidak cocok dengan data hasil penelitian dan model Adam and Bohart dianggap tidak tepat untuk menggambarkan kinetika kolom adsorpsi yang terjadi (Mizwar, 2013).
  • 55. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kinerja dari pengaturan laju aliran berbanding terbalik dengan efektifitas penyisihan warna, dan sebaliknya pengaturan tebal adsorben berbanding lurus dengan efektifitas penyisihan warna pada limbah cair sasirangan. Persentase penyisihan maksimum (%Rmax) yang diperoleh adalah sebesar 57,48% pada laju aliran 20 ml/menit dan tebal karbon aktif 30 cm. Pola adsorpsi warna oleh karbon aktif pada penelitian ini mengikuti model Thomas dengan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 72,339 mg/g. Untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi dan efektifitas penyerapan warna pada limbah cair industri sasirangan dengan karbon aktif dalam fixed-bed column perlu diperhatikan kondisi pH operasi dan konsentrasi zat pencemar lain yang ada dalam limbah cair industri sasirangan (Mizwar, 2013). Pemanfaatan Rumput Alang-Alang (Imperata Cylindrica) Sebagai Biosorben Cr(Vi) Pada Limbah Industri Sasirangan Dengan Metode Teh Celup Sasirangan merupakan kain khasdaerah Kalimantan Selatan dandiproduksi oleh masyarakat Banjardalam skala industri rumah tangga.Industri kain sasirangan dalampembuatannya sebagaimana industritekstil lainnya banyak melibatkan prosespewarnaan dan pencelupan. Dalampewarnaan, digunakan bahan-bahanpewarna sintetik seperti pewarnaannaphtol dan senyawaan garam.Pemakaian bahan pewarna sintetis initentu saja mengakibatkan limbah cairyang dihasilkan sebagai buanganmengandung berbagai macampencemar, seperti fenol; senyawaanorganik sintesis; dan logam berat. Sejumlah penelitian telahdilakukan untuk mengolah limbah cairindustri sasirangan ini. Pada umumnyametode yang sering digunakan untukpenyerapan logam berat adalah metodekolom dan metode batch. Hanya sajaada beberapa kelemahan dari keduametode yang sering digunakan tersebut.Salah satu metode yang relatif mudahdan bahan yang digunakan relatif murahadalah menggunakan biomassatumbuhan sebagai adsorben logamberat. Salah satu tumbuhan yang dapatdigunakan sebagai biomassa adalahImperata cylindrica (rumput alang- alang).Tumbuhan ini dapat hidup dalam kondisilingkungan yang ekstrim, termasuklingkungan yang banyak terdapat logamberat toksik (Sastroutomo, 1990).
  • 56. Dalam rangka meningkatkan nilaiguna tumbuhan ini maka Imperatacylindrica dimanfaatkan sebagaiadsorben logam berat. Hal inididasarkan bahwa, setiap bagiantumbuhan mengandung biopolimer,diantaranya selulosa yang merupakanpolisakaridaarsitektural yangmembentuk komponen serat dari dindingsel tumbuhan dan protein yangmengandung gugus fungsional:karboksilat, hidroksil, dan gugus aminoyang dapat berinteraksi dengan logam. Tumbuhan Imperata cylindricadikumpulkan bagian daunnya kemudiandicuci dan dikeringkan. Setelah itudihaluskan dan disaring denganmenggunakan saringan 120 meshdandisimpan dalam desikator. Preparasi biomassa dilakukandengan mencuci biomassamenggunakan HCl 0,1 M sampaiterbentuk pasta. Pencucian ini dilakukansebanyak 2 kali yang diikuti dengansentrifuge 2800 rpm selama 5 menit.Endapan disaring dengan kertas saringkemudiandicuci dengan akuades hinggabiomassa bebas ion Cl-. Biomassadikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 5 jam, lalu disimpan dalamdesikator sampai beratnya konstan,kemudian disaring kembalimenggunakan saringan 120 mesh.Biomassa telah siapdigunakan untukprosedur selanjutnya (Hardini, 2009). Kertas saring dibuat sedemikianrupa membentuk suatu kantong dengantali sebagaialat penarik saat kantongtersebut dicelupkan ke dalam sampelseperti kantong yangbiasanyadigunakan untuk teh celup.Selanjutnyabiomassa dapat dimasukkan ke dalamkantong tersebut danmedia pencelupsiap untuk digunakan. Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam Erlenmeyer yangberisi 100 ml larutan Cr(VI) dengankonsentrasi 20 mg/l yang sudah diaturpH nya dengan penambahan HCl 0,01 Mdan NaOH sehingga pH larutan berturutturutmenjadi 2, 3, 4, 5, 6. Kemudiandiaduk selama 60 menit dan disentrifugepada 2800 rpm selama 5 menit.Endapan disaringdengan kertas saringdan supernatan diukur denganSpektrofotometer Serapan Atom (AAS).Konsentrasi awal larutan logam jugadiukur dengan AAS. Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam Erlenmeyer yangberisi 100 mlarutan Cr(VI) dengankonsentrasi 20 mg/l yang sudah diaturpH-nya pada pH optimum.Larutandiaduk selama waktu kontak 15, 30, 45,60, 75, 90 dan120 menit kemudiandisentrifuge dengan kecepatan 2800 rpmselama 5 menit. Endapan
  • 57. disaring dansupernatandiukur dengan AAS.Konsentrasi awal larutan logam jugadiukur dengan AAS (Hardini, 2009). Sebanyak 1 gram biomassadimasukkan ke dalam media pencelup,kemudian biomassa tersebut dicelupkanke dalam Erlenmeyer yang berisi 100 mllarutan logam Cr(VI) 20 mg/l yang sudahdiatur pH pada waktu kontak optimum.Larutan logam yang sudah dikontakkandengan biomassa tersebut diambilsetelah waktu kontak optimum.Biomassanya kemudiandicelupkankembali ke dalam 100 ml HCl 0,1 M dandikontakkan selama waktu kontakoptimum. Larutan diambil kembali.Konsentrasi awal dan larutan yangsudah dikontakkan dengan biomassadiukur dengan AAS. Prosespenambahan larutan logam dan recoverydilakukan sebanyak 2 kali (Hardini, 2009). Untuk mengidentifikasi gugusfungsi pada biomassa dan gugus fungsiyang berinteraksi dengan ion logamCr(VI) dilakukan analisis denganSpektroskopi Inframerah. Masing-masing+ 1 mg sampel biomassa dan biomassayang telah dikontakkan logam dibuatpelet dengan menggunakan KBr kering.Sebanyak 300 mg, hasil pelet masing-masingselanjutnya diukur menggunakanSpektrofotometer Inframerah (Shimadzumodel FTIR-8201 P). Preparasi biomassa rumputalang-alang dilakukan dengan mencucirumput alang- alang, dikeringkan, dandihaluskan sampai berukuran 120 mesh,kemudian biomassa tersebut dicucidengan HCl 0,1 M sebanyak dua kali.Pencucian ini dimaksudkan untukmelepaskan pengotor dan mendesorpsilogam-logam yang mungkin terikat padadinding sel biomassa melalui prosespertukaran ion sebagai berikut : M-Biomassa + 2HCl D M2+ + 2Cl- + 2HBiomassa Hal ini akan menambah situs aktif padabiomassa yang dapat digunakan untukmengikat logam.Tahap pencucian selanjutnyadigunakan akuades, di mana akuades iniuntuk menghilangkan ion Cl- yangterdapat pada biomassa. Keberadaanion Cl- dapatdideteksi denganpenambahan AgNO3 pada air pencucibiomassa membentuk endapan putihAgCl. Jika pada air pencuci tidakterbentuk endapan putih lagi makabiomassa sudah bebas dari ion Cl (Hardini, 2009).
  • 58. Ag+ + Cl- D AgCl (s) Biomassa yang telah dicucikemudian dikeringkan kembali dandisaring. Penyaringanbiomassa sampaiberukuran 120 mesh ini dilakukan untukmemperluas permukaan biomassa, dimana hal ini diharapkan dapatmemperluas pula penyerapan logamoleh biomassa. Biomassa yang diperolehmelalui tahap preparasi merupakanbiomassa denganberat kering.Biomassa inilah yang selanjutnya akandiinteraksikan dengan ion logam. Derajat keasaman (pH)merupakan salah satu faktor yangmempengaruhi biosorpsi logam olehbiomassa. pH akan mempengaruhimuatan situs aktif yang terdapat padabiomassa. Selain itu, pH juga akanmempengaruhi spesies logam yang adadalam larutan sehingga akanmempengaruhi terjadinya interaksi ionlogam dengan situs aktif dariadsorben(Lestari et al., 2003; Horsfall & Spiff,2004). Untuk mempelajari pengaruh pHterhadap interaksiantara Cr(VI) denganbiomassa rumput alang-alang. Makalarutan Cr(VI) diinteraksikandenganbiomassa pada beberapa titik pH yaitu 2,3, 4, 5 dan 6 seperti yang ditunjukkanpada tabel 1. Penelitian sebelumnya telahdilaporkan bahwa logam dapat berikatandengan beberapa asam organik yangterdiri atas ligan karboksil. Pada pHrendah gugus karboksil di permukaanbiosorben mengalami protonasi sehinggakemungkinan untuk berikatan dengan ionbermuatan positif sangat kecil. Pada pHtinggi (di atas 4), gugus karboksilmengalami deprotonasi mengakibatkanpermukaan biosorben menjadibermuatan negatif sehingga ion positifdari logam akan tertarik dan membentukikatan dengan gugus di permukaanbiosorben (Baig et al., 1999). Sehinggasemakin tinggi pH maka semakin banyakguguskarboksil pada biomassa yangakan bertindak sebagai ligan