Dokumen tersebut membahas mengenai alternatif pemberantasan korupsi di daerah. Korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia dengan skor CPI yang rendah dan banyak kasus korupsi di pemerintahan daerah. Diperlukan fokus, strategi, dan keterlibatan masyarakat yang lebih baik untuk memerangi korupsi di tingkat nasional maupun daerah.
Be & gg, muh agus priyetno, prof dr ir hapzi, corruption dan fraud, unive...
Alternatif pemberantasan korupsi daerah
1. MENGGAGAS ALTERNATIF
PEMBERANTASAN KORUPSI DI DAERAH
Diskusi di Kuliah Umum Universitas ANDALAS
Padang, 12 April 2010
DR. Bambang Widjojanto
PARTNERSHIP FOR GOVERNANCE REFORM
Pengajar Fakultas Hukum Univ. Trisakti
Senior Partner WSA LAWFIRM
2. PENDAHULUAN
• Korupsi sudah menjadi bagian dari diskursus publik;
• Modus operandi kejahatan kian canggih dan meningkat;
• Trend kejahatan kombinasi dari penyalahgunaan
kewenangan atau “memperdagangkan pengaruh”, bertemu
dengan kepentingan bisnis dan kekuasaan;
• Sebaran kasus korupsi sudah mencakup daerah
• Konsolidasi human resources di bidang penegakan hukum
masih menjadi problem mendasar;
• Nasional dan daerah belum mempunyai fokus, prioritas,
strategi dan program yang lebih sistematis dan terstruktur
dalam pemberantasan korupsi;
• “Gerakan sosial anti korupsi” di nasional dan daerah belum
sepenuhnya mendorong keterlibatan publik secara lebih
luas;
3. POSISI KORUPSI INDONESIA
• Survei Corruption Perception Index (CPI) yang dilakukan
Transparancy International (TI) masih menempatkan
Indonesia pada posisi yang cukup memperihatinkan;
• Ada kecendrungan peningkatan angka Indeks tetapi
jumlahnya masih sangat kecil, terbatas serta belum
sangat konsisten.
– Tahun 2008, CPI Indonesia 2,6 berada diurutan ke-126;
– Tahun 2007, CPI Indonesia 2,3 urutan ke 143 dari 180 negara
yang di survei.
– Tahun 2006, CPI Indonesia, 2,4;
• IPK Indonesia tahun 2008, sebagian besar kota di
Indonesia pemerintah daerahnya dipersepsikan korup
(hanya Yogyakarta dan Palangkaraya kota skor
diatas 6);
4. • Indeks yang tersebut dalam Global Corruption Barometer
tahun 2007,
– Responden yang menyatakan membayar suap mencapai 31%.
– Indeks menunjukan:
• Kepolisian skor nilai indeks 4,2;
• Peradilan dan DPR yang indeksnya 4,1.
• Partai politik nilainya 4,0,
• Pelayanan perijinan dan perpajakan indeksnya 3,8 dan 3,6.
• Survei Bribe Payer Indexs (Indeks Pembayar Suap/ IPS)
yang dilakukan Transparency International tahun 2006
mengungkapkan;
– Suap juga terjadi di perusahaan negara-negara pengekspor besar;
– Adanya kecenderungan perusahaan negara-negara pengekspor
terkemuka melakukan suap di luar negeri.
– Korporasi masih melakukan suap, terutama jika beroperasi di
negara-negara berkembang.
– Tindakan suap juga dilakukan perusahaan yang berasal dari
negara kekuatan ekonomi baru, seperti: Brasil, Rusia, India, dan
Cina (BRICs).
– Pada kasus Cina (BRICs lainya), penerapan prinsip bisnis anti-
korupsi tidak diterapkan perusahaan mereka ketika beroperasi di
luar negeri.
5. KONTEKS POTENSI INDONESIA
• Dana APBN Perubahan tahun 2010 berjumlah sekitar Rp.
1.047, 6 triliun dan target penerimaan pajak 733,24 Triliun;
• APBN 2010 Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp725, 2
triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp322,4 triliun a/
sekitar > 30% dari APBN diberikan ke daerah;
• Ada sekitar Rp. 435 triliun u/ belanja barang, modal, hibah,
bantun sosial, belanja lain2 & subsidi non energi
• Akhir Semester I TA 2009, ada lebih dari 62 ribu temuan
senilai hampir Rp. 3.000 triliun dng jumlah rekomendasi
lebih dari 112 ribu senilai Rp. 2.000 triliun.
• Sekitar 22 ribu rek. senilai Rp.1.285 triliun telah
ditindaklanjuti ttp belum sesuai dng rekomendasi atau masih
dalam proses tindaklanjuti; dan
• Sekitar 41 ribu rekomendasi senilai Rp. 313 triliun belum
ditindaklanjuti.
• (Data BPK Semester I Tahun 2009)
6. • Indikasi Pidana di Akhir semester I tahun 2009, Hasil
Pemeriksaan (HP) BPK yg disampaikan ke instansi
berwenang sebanyak
• 223 kasus senilai Rp30,5 triliun dan USD470 juta.
• 132 (59%) kasus telah ditindaklanjuti oleh Instansi
Penegak hukum (Kejaksaan, Kepolisian dan KPK) ke
dalam proses peradilan yaitu:
– penyelidikan 20 kasus (9%),
– penyidikan 15 kasus (7%),
– penuntutan 8 kasus (4%), putusan 37 kasus (17%),
– dihentikan 10 kasus (4%), dan
– dilimpahkan kepada Kejaksaan Tinggi atau KPK sebanyak 42
kasus (18%).
• Khusus selama semester I Tahun 2009 saja, hasil
pemeriksaan BPK berindikasi unsur pidana yang
diserahkan kepada instansi penegak hukum sebanyak
19 kasus senilai Rp340 miliar dan USD94,6 ribu.
7. • Kualitas akuntabilitas Laporan Keuangan Pemda (LKPD)
masih buruk;
• Opini dengan penilaian tidak wajar (adverse) meningkat
tajam dari jumlah 10 daerah (2004) menjadi 59 (2007),
• Opini Tidak memberikan pendapat (Disclaimer) tahun
2004 meningkat tajam dari 7 daerah tahun 2004 menjadi
120 daerah tahun 2008
• Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) tahun 2004
merosot tajam dari 249 (2004) menjadi 137 daerah
tahun 2008;
• Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tahun 2004 ada
21 dan merosot menjadi hanya 8 daerah tahun 2008;
• Ada 293 LKPD Tahun 2008 yang telah diperiksa BPK
pada Semester I Tahun 2009, BPK memberikan:
– opini WTP atas 8 LKPD,
– opini WDP atas 217 LKPD,
– opini tidak wajar (TW) atas 21 LKPD, dan
– opini TMP atas 47 LKPD.