Perkembangan reproduksi pria setelah masa embrional meliputi:
1. Pertumbuhan penis yang lambat pada bayi hingga anak-anak, dan bertumbuh lebih cepat pada usia 10-14 tahun saat masuk pubertas.
2. Pertumbuhan penis berhenti pada akhir masa pubertas, biasanya pada usia 18-21 tahun.
3. Proses fertilisasi meliputi kapasitasi sperma, reaksi akrosom, dan penyatuan membran
15. Bagaimana perkembangan reproduksi pria setelah masa embrional?
Dari bayi baru lahir hingga anak-anak, biasanya ukuran penis bertumbuh lambat. Mungkin akan menetap.
Barulah kemudian mulai bertumbuh panjang dan menebal di rentang usia 10-14 tahun saat mulai masuk
puber, dan terus terjadi sampai 18 tahun. Pertumbuhan penis paling cepat terjadi di antara usia 12 sampai 16
tahun, tergantung kapan anak laki-laki tersebut mulai masuk usia puber. Penis kemudian akan berhenti
tumbuh saat masa puber berakhir. Berhubung akhir masa pubertas tidak bisa ditentukan secara pasti pada
setiap orang, maka waktu berhentinya pun berbeda-beda. Secara umum, remaja harus menunggu satu atau
dua tahun setelah mereka berhenti tumbuh tinggi, atau empat sampai enam tahun setelah testis membesar,
sebelum mereka dapat mengetahui ukuran penis terakhir mereka. Banyak pria mencapai pertumbuhan penis
maksimal di usia 18 hingga 21 tahun.
17. Spermatozoa tidak dapat memfertilisasi oosit segera sesudah kedatangannya di dalam saluran
genitalia wanita namun menjalani proses di bawah ini untuk memperoleh kemampuan tersebut.
Kapasitasi adalah periode pengondisian di dalam saluran reproduksi wanita yang berlangsung sekitar
7 jam pada manusia. Sebagian besar pengondisian selama kapasitasi terjadi di dalam tuba uterina dan
melibatkan interaksi epitel antara sperma dan permukaan mukosa tuba. Selama periode ini, suatu selubung
glikoprotein dan protein plasma semen disingkirkan dari membran plasma yang melapisi bagian akrosom
spermatozoa.
Reaksi akrosom, yang terjadi sesudah pengikatan pada zona pelusida, dipicu oleh protein zona.
Reaksi ini memuncak pada pelepasan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk menembus zona pelusida,
meliputi substansi mirip-akrosin dan mirip-tripsin (Gambar 3.5).
18. ● Fase 1, penetrasi korona radiata
● Fase 2, penetrasi zona pelusida
● Fase 3, penyatuan membran sel oosit dan sperma
19. 1 Reaksi korteks dan zona. Akibat pelepasan granula oosit korteks,
yang mengandung enzim lisosom, (1) membran oosit menjadi tidak
dapat ditembus oleh spermatozoa lainnya, dan (2) zona pelusida
mengubah struktur dan komposisinya untuk mencegah pengikatan dan
penetrasi sperma.
2 Melanjutkan pembelahan meiosis kedua. Oosit menuntaskan
pembelahan meiosis keduanya segera se-sudah masuknya spermatozoa.
Salah satu sel anak, yang hampir tidak mendapat sitoplasma, dikenal
sebagai badan polar kedua; sel anak lainnya adalah oosit definitif.
Kromosomnya (22 plus X) menyusun dirinya sendiri di dalam nukleus
vesikular yang dikenal sebagai pronukleus wanita (Gambar 3.6 dan
3.7).
3 Pengaktifan metabolik sel telur. Faktor yang mengaktifkan ini
kemungkinan dibawa oleh spermatozoa. Pengaktifan meliputi proses
selular dan molekular awal yang berkaitan dengan embriogenesis dini.
20. Hasil utama fertilisasi adalah sebagai berikut:
● Pengembalian jumlah diploid kromosom, separuh dari ayah dan separuh dari ibu. Oleh sebab itu, zigot mengandung kombinasi
baru kromosom yang berbeda dari kedua orang tuanya.
● Penentuan jenis kelamin individu baru. Sperma pembawa kromosom X menghasilkan mudigah wanita (XX), dan sperma
pembawa kromosom Y meng-hasilkan mudigah pria (XY). Oleh sebab itu, jenis kelamin kromosom mudigah ditentukan saat
fertilisasi.
● Inisiasi pembelahan. Tanpa fertilisasi, oosit biasanya mengalami degenerasi 24 jam sesudah ovulasi.
24. Pada 97% bayi laki-laki baru lahir, testis berada di dalam skrotum sebelum lahir.
Pada sebagian besar dari sisanya, penurunan terjadi sepenuhnya selama 3 bulan pertama
pascanatal. Namun, pada <1% bayi, satu atau kedua testis gagal untuk turun. Kondisi ini
disebut kriptorkismus dan disebabkan oleh penurunan produksi androgen (testosteron).
Undesensus testis gagal menghasilkan spermatozoa matur, dan kondisi ini dikaitkan
dengan 3-5% insidensi anomali ginjal.
25. Apa saja yang dapat menghambat proses penurunan testis ke dalam skrotum sehingga terjadi undensensus testis
bilateral?
Sekresi testosteron oleh testes janin merupakan stimulus normal yang menyebabkan testes turun ke dalam skrotum
dari abdomen. Oleh karenanya, banyak atau bahkan sebagian besar, kejadian kriptorkidisme disebabkan oleh
kelainan pembentukan testes yang abnormal yang tidak mampu menyekresi cukup testosteron. Tindakan operasi
untuk kriptorkidisme pada pasien ini tidak mungkin berhasil.
26. DAFTAR PUSTAKA
Hall, John E dan Guyton Arthur C. 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 12th Ed.
Elsevier: Singapore
Sadler, T W.2014. Langman’s Medical Embryology 12th Ed. Lippincott Williams & Wilkins: China
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Human Physiology: From Cells to
Systems) 6th Ed. EGC: Jakarta