SlideShare a Scribd company logo
1 of 48
Download to read offline
Catatan
MASYARAKATSIPILterhadap Kinerja Komisi Informasi Pusat
Periode 2009 - 2013
• Dessy Eko Prayitno • Nisa Istiqomah • Arbain
Editor : Mujtaba Hamdi
FOINI
Tim Penyusun
Dessy Eko Prayitno
Nisa Istiqomah
Arbain
Editor
Mujtaba Hamdi
“Sebuah hasil kerja bersama Koalisi
FOINI (Freedom of Information Network Indonesia)”
Didukung oleh :
Catatan
MASYARAKATSIPIL
terhadap Kinerja Komisi Informasi Pusat
Periode 2009 - 2013
III
Daftar Isi
Kata Sambutan — IV
Kata Pengantar — VI
BAB I, PENGANTAR — 1
BAB II, KINERJA KOMISI INFORMASI PUSAT PERIODE 2009 – 2013 — 5
A. Kondisi KI Pusat Periode 2009 – 2013 — 5
1. Visi, Misi, dan Program Kerja — 5
2. Sekretariat dan Perangkat Pendukung — 6
3. Anggaran — 6
B. Penilaian Kinerja — 9
1. Tugas dan Fungsi Utama — 9
1.1. Penyelesaian Sengketa Informasi — 9
1.2. Pembentukan Regulasi — 12
2. Tugas dan Fungsi Pendukung — 15
2.1. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi — 15
2.2. Pembangunan Jaringan Strategis — 22
2.3. Pengelolaan Organisasi — 24
2.4. Monitoring dan Evaluasi — 26
3. Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan — 27
3.1. Pembentukan KI Provinsi — 27
3.2. Pengembangan Kapasitas KI Provinsi — 29
3.3. Pelaksanaan Tugas KI Pusat sebagai Badan Publik — 32
BAB III, KESIMPULAN DAN SARAN — 33
A. Kesimpulan — 33
B. Saran — 37
IV
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sam-
paikan kepada Sdr. Dessy Eko Prayitno dan Sdri. Nisa Istiqomah dari
Indonesia Center for Enviromental Center (ICEL) serta Sdr. Arbain dari
Indonesian Parliamentary Center (IPC). Atas kerja keras mereka, pe-
nyusunan Penilaian Kinerja Komisi Informasi (KI) Pusat Periode 2009
– 2013, dapat diselesaikan.
Penilaian Kinerja KI ini untuk memberikan gambaran tentang ca-
paian keberhasilan maupun target yang belum tercapai berdasarkan
visi misi, rencana kerja tahunan, dan beberapa ukuran lainnya. Dari
gambaran tersebut, kami membuat sejumlah rekomendasi kepada KI
dan pemangku kepentingan dalam upaya membangun keterbukaan
informasi publik, diantaranya kalangan masyarakat sipil, pemerintah,
DPR, dan berbagai pihak lainnya.
Kami menyadari, ini bukanlah satu-satunya dokumen yang me-
nilai kinerja KI. Harapan kami, gambaran dan sejumlah rekomendasi
pada buku ini, dapat menjadi cermin bagi semua pihak yang mencita-
citakan terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Sebuah Negara yang
terbuka dan menjamin hak publik untuk mengakses informasi. Kita
semua tentu telah lama mengharapkan kondisi tersebut dan semoga
sampai kini, tak surut memperjuangkannya.
Terakhir, atas nama IPC, saya menghaturkan terimakasih kepada
Freedom of Information Network Indonesia (FOINI), sebuah koalisi
Kata Sambutan
Kata Sambutan
V
masyarakat sipil yang aktif memperjuangkan keterbukaan informasi di
Indonesia. FOINI telah memberikan kepercayaan kepada IPC, untuk
menjalankan program penyusunan Penilaian Kinerja KI serta kegiatan
lain yaitu pengawalan proses seleksi calon Anggota KI periode 2013-
2017.
Banyak pelajaran yang kami dapatkan, baik selaku anggota
Koalisi maupun sebagai IPC. Semoga berbagai pengalaman ini dapat
menjadi pelajaran dan mempererat kerjasama ke depan. Tentu masih
banyak kekurangan dari kami selaku pengelola program. Untuk itu,
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Melangkah ke depan tentu akan terasa sulit bila kita terlampau
sering menengok ke belakang. Namun, sesekali menengok ke bela-
kang sangatlah penting, sebagai cermin agar kita tidak kehilangan
jatidiri dan identitas.
Salam Transparansi
Sulastio
Direktur Indonesian Parliamentary Center.
VI
Kata Pengantar
Urgensi Menegakkan Kemandirian Komisi Informasi
Komisi Informasi (KI) memiliki peran dan fungsi penting dalam
pemenuhan hak publik atas informasi di Indonesia. KI memegang
mandat untuk menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi
Publik (UU KIP), menetapkan aturan-aturan terkait standar layanan in-
formasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik. Tanpa
ada aturan yang dibuat, UU KIP mustahil bisa dijalankan. Begitu pula,
jaminan konstitusional atas akses warga negara terhadap informasi
yang dikuasai badan-badan publik tidak akan ada artinya jika penola-
kan akses tidak dapat digugat dan disengketakan. Karena itu, kinerja
KI penting untuk terus diawasi agar berjalan sesuai dengan peran,
fungsi dan haluan dasarnya.
Dalam menjalankan peran dan fungsinya, prinsip kemandirian
merupakan syarat pokok bagi KI. Pasal 23 UU KIP dan penjelasan-
nya menitikberatkan bahwa dalam menjalankan wewenang, tugas dan
fungsinya, KI harus independen, baik dalam memutus perkara seng-
keta informasi maupun dalam menyusun peraturan pelaksanaan UU
KIP. Independen memiliki arti bebas dari intervensi pihak lain, tidak
memiliki kepentingan dengan perkara atau pihak yang berperkara dan
bebas dari hubungan yang patut diduga mempengaruhi pengambilan
keputusan.
Kata Pengantar
VII
Di luar itu, secara kelembagaan, KI juga dinyatakan sebagai lem­
baga mandiri. Ini ditegaskan oleh Pasal 23 UU KIP: “Komisi Informasi
adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Un-
dang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis
standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Infor-
masi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.” Dalam
struktur ketatanegaraan Indonesia, KI dapat disebut sebagai lembaga
negara bantu (auxiliary state body) yang merupakan penunjang lem-
baga negara utama (primary constitutional organs) yang terdiri dari
eksekutif, legislatif dan yudikatif. KI merupakan lembaga negara bantu
yang secara bersamaan menjalankan fungsi-fungsi eksekutif, kuasi-
yudikatif (memutus perkara) dan kuasi-legislatif (membentuk peratu-
ran). Oleh karena itu, kemandirian dalam hal kelembagaan menjadi
sangat penting.
Kemandirian kelembagaan KI mendapat tantangan bahkan se-
jak pendiriannya. Jika kita simak, penegasan “lembaga mandiri” me-
mang diatur dalam Pasal 23, namun pada pasal lain, yakni Pasal 29,
dinyatakan bahwa pelaksanaan fungsi sekretariat KI dilakukan oleh
Pemerintah. Berkenaan dengan KI Pusat, sekretariat dilaksanakan oleh
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ini berarti bahwa
dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola KI Pusat bergan-
tung kepada Kominfo.
Pengaturan pada Pasal 29 itu membuat penegasan “lembaga
mandiri” KI tidak banyak berarti. Sebab, implikasi pengaturan Pasal
29 UU KIP membuat KI tak lagi tampak seperti lembaga yang man-
diri secara kelembagaan. Pertama, desain struktur sekretariat KI Pusat
mengikuti desain struktur yang diajukan Kominfo kepada Kementerian
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-
RB). Dengan demikian, KI Pusat tidak memiliki ruang untuk menga-
jukan desain struktur kelembagaan sekretariat sesuai dengan tugas
dan fungsi KI Pusat. Kedua, sekretariat yang berasal dari Kominfo
menyebabkan KI Pusat tidak dapat menyeleksi sendiri staf-staf sekre­
tariat sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan
dalam implementasi pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat. Ketiga,
dari sisi anggaran, Pasal 29 ayat (6) menyebutkan bahwa anggaran
KI Pusat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Ne-
gara (APBN), namun dalam pelaksanaannya, anggaran APBN tidak
Kata Pengantar
VIII
langsung mengalir ke KI Pusat, tetapi melalui Kominfo terlebih dahulu.
Bahkan dalam perencanaan anggaran, meski KI Pusat berhak menyu-
sun anggarannya sendiri, pembahasan di DPR dilakukan oleh Kominfo
tanpa melibatkan KI Pusat, sehingga berpotensi usulan anggaran KI
Pusat tidak diakomodasi oleh Kominfo.
Kendati secara kelembagaan kemandirian KI tampak tidak je-
las sosok dan wujudnya, tidak berarti bahwa kemandirian KI dalam
menjalankan tugas-tugasnya boleh dikurangi. Kemandirian dalam
memutus perkara merupakan syarat mutlak yang tak dapat ditawar.
Kemandirian dalam menyusun aturan dalam mewujudkan UU KIP
pun tak dapat dikurangi. Organisasi masyarakat sipil (OMS), media,
dan masyarakat luas harus terus melakukan pengawasan agar dalam
melak­sanakan tugas dan fungsinya, KI besikap independen, tidak di­
intervensi oleh pihak manapun.
TIM PENULIS
1
A. Latar Belakang
Pada Juni 2013, Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) Periode
2009–2013 telah habis masa tugasnya. Harus diakui, KI Pusat su-
dah me­lakukan langkah-langkah penting, mulai dari pembentukan
Peraturan Komisi Informasi (PerKI), sosialisasi dan pelatihan Undang-
Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP) beserta peraturan pelaksanaannya kepada badan publik dan
masyarakat, hingga penyelesaian sengketa informasi publik. Namun,
masih banyak kalangan berpendapat bahwa KI Pusat belum optimal
dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengawal implementasi UU
KIP. Hal ini termasuk ketidakpuasan pemangku kepentingan terhadap
proses dan putusan sengketa informasi KI Pusat.
Berdasarkan hal tersebut, koalisi Freedom of Information Network
Indonesia (FOINI) menyusun laporan kinerja KI Pusat versi masyarakat
sipil. Laporan ini akan memotret kinerja KI Pusat dalam mendorong
dan mengawal keterbukaan informasi publik di Indonesia dan reko-
mendasi untuk memperbaiki keadaan tersebut.
B. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah:
1.	 Memberikan penilaian terhadap kinerja KI Pusat Periode 2009-
BAB I
Pengantar
PengantarBab 1
2
2013;
2.	 Memberikan rekomendasi kepada KI Pusat periode 2013-2017
dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi men-
gawal implementasi UU KIP.
C. Aspek yang Dinilai
Aspek yang dinilai dalam laporan ini adalah:
1.	 Kinerja KI Pusat sebagaimana dimandatkan dalam UU KIP mau-
pun tugas-tugas lainnya dalam mengawal optimalisasi implemen-
tasi UU KIP;
2.	 Implementasi visi misi dan program kerja KI Pusat Periode 2009-
2013.
D. Metodologi
Penyusunan kinerja KI Pusat ini didasarkan pada data yang diper-
oleh dari studi literatur, Focus Group Discussion (FGD), dan wawan-
cara. Studi literatur dilakukan terhadap dokumen-dokumen KI Pusat,
meliputi laporan tahunan, putusan mediasi dan ajudikasi, Rencana
Kerja Anggaran-Kementerian Lembaga (RKA-KL), Daftar Isian Pelak-
sanaan Anggaran (DIPA), rencana strategis KI Pusat Periode 2009–
2013, laporan keuangan, dan dokumen relevan lainnya. Kemudian
FGD dilakukan dengan melibatkan Freedom of Information Network
Indonesia (FOINI), badan publik negara dan non-negara yang pernah
menjalin kerjasama atau bersengketa di KI Pusat. Wawancara dilaku-
kan terhadap komisioner KI Pusat Periode 2009-2013 dan sembilan KI
Provinsi yaitu KI Banten, KI Kaltim, KI Bali, KI DKI Jakarta, KI Sumsel,
KI Jatim, KI Lampung, KI Jateng dan KI Sulsel. Kegiatan- kegiatan yang
mendukung penggalian informasi tersebut dilakukan dalam rentang
waktu bulan Juni-Juli 2013.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator-
indikator yang diturunkan dari prinsip-prinsip keterbukaan informasi
yang tercantum dalam UU KIP, peraturan-peraturan turunannya dan
Rencana Kerja Strategis 2010-2014. (Lihat tabel 1)
Jenis Tugas dan Fungsi Indikator Penilaian
Tugas dan Fungsi Utama
Tugas penyelesaian sengketa informasi,
yakni menerima, memeriksa, dan
memutus permohonan penyelesaian
sengketa informasi publik melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi
yang diajukan oleh setiap pemohon
informasi publik.
Diselesaikannya sengketa informasi
yang diajukan secara:
-	cepat
-	 biaya ringan
-	sederhana.
Tugas regulasi, yakni menetapkan
kebijakan umum pelayanan informasi
publik, menetapkan petunjuk pelak-
sanaan dan petunjuk teknis.
Adanya regulasi mengenai standar
pelayanan informasi berikut petunjuk
pelaksanaan dan petuanjuk teknisnya.
Tugas dan Fungsi Pendukung
Edukasi, sosialisasi dan advokasi Dijalankannya program terkait ber-
dasarkan target kerja. Dampak diukur
berdasarkan jumlah pembentukan
PPID badan publik, komposisi pemo-
hon informasi dan pemohon sengketa
informasi.
Pembangunan jaringan strategis Dijalankannya program terkait ber-
dasarkan target kerja. Dampak diukur
berdasarkan kesinambungan jaringan
dan hasil kerjasama yang dilakukan.
Monitoring dan Evaluasi Dijalankannya program terkait ber-
dasarkan target kerja. Dampak diukur
berdasarkan peningkatan kualitas
keterbukaan informasi badan-badan
publik.
Tabel 1.
Jenis Tugas dan Fungsi Indikator Penilaian
Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan
Pembentukan KI Provinsi
Dijalankannya program terkait ber-
dasarkan target kerja. Dampak diukur
berdasarkan jumlah KI Provinsi yang
berhasil dibentuk.
Pengembangan Kapasitas KI Provinsi
Dilakukannya pengembangan kapa-
sitas yang terstruktur, sistematis dan
berkesinambungan.
Pelaksanaan Tugas KI sebagai Badan
Publik
Dibentuknya PPID dan SOP layanan
informasi berdasarkan target waktu
yang ditetapkan.
5
A. Kondisi KI Pusat Periode 2009 – 2013
1. Visi, Misi, dan Program Kerja
Visi KI Pusat dalam Rencana Kerja Strategis 2010–2014 KI Pusat
adalah “Pada tahun 2013 KI Pusat menjadi lembaga mandiri, kredi-
bel, dan berperan sebagai ikon pengembangan budaya transparansi
di Indonesia.” Visi tersebut mengandung tiga konsep utama yang ingin
dicapai, yaitu: pertama, kemandirian. KI Pusat menjadi lembaga man-
diri yang terlepas dari berbagai kepentingan dan intervensi dari pihak
manapun dalam pengelolaan organisasi, pengembangan program
kerja dan anggaran, dan pembentukan regulasi dalam implementasi
keterbukaan informasi publik. Kedua, kredibel. KI Pusat memiliki kapa-
sitas, pengaruh, kepercayaan publik, dan tanggung jawab yang besar
dalam mendorong dan mengawal implementasi keterbukaan informa-
si publik. Ketiga, menjadi ikon pengembangan budaya transparansi di
Indonesia.
Untuk mencapai visi tersebut, KI Pusat memiliki tiga misi utama,
yaitu: pertama, optimalisasi tugas dan fungsi penyelesaian sengketa
informasi. Kedua, menyelenggarakan pelayanan prima dengan ber-
landaskan pada kemandirian, tidak memihak, informatif—memberi-
BAB II
KINERJA KOMISI
INFORMASI PUSAT PERIODE
2009 – 2013
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
6
kan informasi yang diharapkan secara rinci, detil dan menyeluruh
sesuai dengan tata aturan yang berlaku.
Visi dan misi tersebut kemudian diturunkan dalam program kerja
KI Pusat tahun 2010–2013, yang berfokus kepada empat bidang,
yait­u: organisasi, regulasi, jaringan, dan pelayanan yang akan dicapai
secara berkesinambungan. Empat bidang pencapaian tersebut memi-
liki proporsi yang berbeda setiap tahunnya sebagaimana diilustrasikan
dalam Gambar 2.1.
2. Sekretariat dan Perangkat Pendukung
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KI Pusat didukung
oleh Sekretariat sebagai unsur pendukung administratif, keuangan dan
tata kelola KI Pusat. Sekretariat KI Pusat dipimpin oleh seorang Se­
kretaris yang membawahi tiga bagian, yaitu: Bagian Umum, Bagian
Perencanaan, dan Bagian Administrasi Pengaduan dan Penyelesaian
Sengketa. Secara teknis operasional Sekretaris bertanggungjawab ke-
pada Ketua KI Pusat, dan secara administratif bertanggungjawab ke-
pada Sekretariat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Selain ketiga bagian, Sekretariat KI Pusat juga terdapat staf-staf
yang memberikan dukungan terhadap substansi pelaksanaan tugas KI
Pusat sesuai dengan bidang tugasnya. Staf-staf ini tergabung dalam
Tenaga Ahli (TA) dan Asisten Ahli KI Pusat. TA terbagi dalam tiga bi-
dang, yaitu: bidang penyusunan putusan, bidang komunikasi, dan bi-
dang penelitian. Sedangkan Asisten Ahli melekat pada masing-masing
anggota KI Pusat untuk memberikan dukungan teknis dan substansial.
Struktur lengkap Sekretariat KI Pusat dapat dilihat pada gambar
2.2.
3. Anggaran
Anggaran KI Pusat periode 2009-2013 setiap tahunnya seba-
gaimana digambarkan dalam tabel 2.1.
Anggaran ini digunakan dalam 3 (tiga) komponen besar, yaitu:
layanan dukungan teknis administrasi dan tata kelola KI Pusat, pen-
anganan sengketa informasi publik, dan pengembangan kapasitas KI,
badan publik, dan masyarakat.
Gambar 2.1
Pelayanan
2010
10% 5%
20% 20%
50%
10%
10%
10%
35%
10%
20%
15%
20%
10%
35%
10%
10%
30%
50%
2013
Service
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluation
Jaringan
Network
Regulasi
Regulation
Organisasi
Pengembangan
Development
2010
Penguatan
Reinforcement
2011
Pemantapan
Consolidation
2012
Pelayanan
Service
2013
Organization
Sumber: Dokumen Rencana Kerja Strategis KI Pusat Periode 2010-2014
Gambar 2.2
Sekretaris
/KPA
KSubag
TU
KSubag
Keuangan
KSubag
Perencanaan
KSubag
Monev
KSubag
Pengadaan
KSubag
Adm PSI
Staf administrasi
BMN
Staf Ad Gaji &
Kepegawaian
Staf Urusan
Rumah Tangga
Staf Verifikasi
Staf Urusan
Persidangan
Staf Pembayaran
(KPPN)
Staf
Perencanaan
Staf
Monev
Staf Adm
Pendaftaran
Staf Pemeriksaan
Pengaduan
Staf Registrasi Staf Manajemen
Persidangan
Staf Arsip &
dokumentasi
KBag. Umum
KBag. Perenc.
Program
KBag. Adm
Pedaft & PSI
• Tim Hukum
• Tim Website
• Tenaga Ahli
• Asisten Ahli
Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK)
Bendahara
Staf 1 Staf 2
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011
Tahun Anggaran Besaran
2009-2010 7,540,200,000
2010-2011 13,416,700,000
2011-2012 13,416,700,000
2012-2013 14,366,700,000
Tabel 2.1
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
9
B. Penilaian Kinerja
1. Tugas dan Fungsi Utama
1.1. Penyelesaian Sengketa Informasi
Jumlah Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, terdapat 818
permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan kepada
KI Pusat. Permohonan penyelesaian sengketa informasi tiap tahunnya
sebagaimana digambarkan dalam tabel 2.2.
Status Penyelesaian Sengketa Informasi Publik
Dari 818 permohonan sengketa informasi yang diajukan ke KI Pu-
sat sampai dengan tahun 2012, KI Pusat telah berhasil menyelesaikan
sejumlah 532 (64%) sengketa, baik melalui mediasi, ajudikasi, mau-
pun permohonan ditolak dan dicabut. Sedangkan 295 (36%) sengketa
masih dalam proses. Sebagaimana tergambar dalam Gambar 2.3.
Rincian status permohonan sengketa dapat dilihat di Tabel 2.3.
Jangka Waktu Penyelesaian Tiap Sengketa melalui Mediasi dan
Ajudikasi
Dari 227 putusan sengketa informasi yang dipublikasikan dalam
website resmi KI Pusat (www.komisiinformasi.go.id), kami menemukan
bahwa 157 (69%) sengketa diselesaikan dalam jangka waktu 100 hari
kerja, sedangkan 70 (31%) sengketa lainnya diselesaikan dalam jang-
ka waktu lebih dari 100 hari kerja. Sebagaimana tergambar dalam
Gambar 2.4.
Penilaian
Melihat data permohonan sengketa yang diterima dan kemajuan
penyelesaiannya sebagaimana telah dipaparkan, di satu sisi kinerja KI
Pusat patut diapresiasi, karena mampu menyelesaikan 64% perkara
sengketa informasi dari 818 permohonan penyelesaian sengketa infor-
Tahun Jumlah Sengketa
2010 76
2011 419
2012 323
Total 818
Tabel 2.2
Gambar 2.3
64 %
36 %
Selesai
Dalam Proses
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012
Status Jumlah Sengketa
Dalam Proses 295
Ditolak 272
Dicabut 24
Selesai Mediasi 162
Selesai Ajudikasi 65
Total 818
Tabel 2.3
Gambar 2.4
31 %
69 %
> 100 Hari Kerja
< 100 Hari Kerja
Sumber: Diolah dari putusan KI Pusat
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
12
masi. Namun di sisi lain, jika melihat jangka waktu penyelesaiannya,
kinerja KI Pusat masih perlu ditingkatkan karena masih terdapat 70
sengketa (31%) dari 227 putusan sengketa informasi yang kami ek-
saminasi, diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari 100 hari kerja,
halmana ini melanggar ketentuan Pasal 38 UU KIP, dan secara prinsip
ini melanggar asas cepat dan tepat waktu dalam hal perolehan in-
formasi sebagaimana terdapat dalam pasal 2 ayat (3) UU KIP, serta
melanggar asas cepat sebagaimana diatur dalam PerKI 2/2010.
Secara kualitas, putusan KI Pusat dinilai baik. Indikatornya, pu-
tusan yang diajukan ke tingkat banding di pengadilan sangat kecil.
Alamsyah Saragih, salah satu anggota KI Pusat, menyatakan bahwa
jika indikator kualitas putusan ditentukan oleh tingkat ketaatan badan
publik melaksanakan putusan KI Pusat, maka hingga akhir masa
jabatan KI Pusat Periode 2009-2013, sangatlah sedikit putusan KI Pu-
sat yang diajukan banding ke pengadilan. Adapun Laptah KI Pusat
Tahun 2012 mengungkapkan bahwa upaya keberatan atas putusan
KIP ke Pengadilan hingga tahun 2012 hanya 2% (10 sengketa infor-
masi), dari total 523 permohonan penyelesaian sengketa informasi
yang telah selesai di Komisi Informasi Pusat.
1.2. Pembentukan Regulasi
KI Pusat periode 2009-2013 telah melahirkan kebijakan-kebija-
kan penting dalam rangka optimalisasi pelaksanaan keterbukaan in-
formasi publik. Secara umum, terdapat tiga peraturan yang memiliki
dampak signifikan dalam dinamika pelaksanaan keterbukaan infor-
masi publik, yaitu: PerKI 1/2010, PerKI 2/2010, dan PerKI 1/2013.
PerKI 1/2010 merupakan peraturan pertama yang menjadi acua­n
nasional dalam hal pelayanan informasi. Sedangkan PerKI 1/2013
(perubahan dari PerKI 2/2010) merupakan peraturan yang mengatur
mengenai hukum acara penyelesaian sengketa informasi di Komisi In-
formasi. Selain 3 (tiga) peraturan tersebut, KI Pusat juga mengeluarkan
kebijakan yang memiliki dampak pada transparansi anggaran kemen-
terian/lembaga, yaitu Surat Edaran Komisi Informasi Pusat (SEKIP) No.
1 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/
Lembaga (RKA K/L) serta Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) se-
bagai Informasi Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
13
Berkala oleh Badan Publik.
SEKIP lainnya adalah SEKIP No. 1 Tahun 2012 tentang Pena­
nganan Aduan Tindak Pidana dalam Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik, dan SEKIP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman
Sementara Standar Pembiayaan Honorarium, Perjalanan Dinas, dan
Sarana-Prasarana bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi In-
formasi Provinsi.
Selain PerKI dan SEKIP, KI Pusat juga telah menerbitkan Kode Etik
Komisi Informasi yang diterapkan dan berlaku bagi seluruh anggota
Komisi Informasi dan staf sekretariatnya, baik di tingkat pusat, provinsi,
maupun kabupaten/kota.
Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan KI Pusat digambar-
kan sebagaimana tabel 2.4.
Penilaian
Melihat berbagai kebijakan yang telah diterbitkan pada periode
2009-2013, kinerja KI Pusat patut diapresiasi karena mampu meru-
muskan berbagai kebijakan yang dibutuhkan dalam rangka imple-
mentasi UU KIP.
Peraturan dan kebijakan yang diterbitkan membawa dampak
signifikan. PerKI 1/2010, misalnya, berdampak pada meningkatnya
jumlah badan publik di Indonesia yang berupaya untuk mengem-
bangkan sistem pelayanan informasi sesuai dengan standar dalam
Perki 1/2010. Sementara, lahirnya PerKI 2/2010 dan PerKI 1/2013
menjamin kepastian hak atas informasi masyarakat. Sebelumnya,
masyarakat tidak memiliki ruang dan mekanisme pengaduan dalam
hal hak mereka atas informasi mendapatkan hambatan dari badan
publik. Munculnya banyak pengajuan sengketa informasi di seluruh In-
donesia menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kepercayaan pada
kepastian hak atas informasi dan mekanisme penyelesaian sengketa
informasi yang ditetapkan.
Dikeluarkannya SEKIP 1/2011 juga membawa dampak yang
menggembirakan. Ini terlihat pada fakta bahwa skor Open Budget In­
dex (OBI) Indonesia meningkat dari tahun 2010 dengan skor 51 dan
pada 2012 menjadi 62. Dengan skor ini, Indonesia menempati posisi
ke-20 dari 100 negara yang disurvei mengenai transparansi angga-
Kebijakan Substansi Pengaturan
PerKI 1/2010
Standar layanan informasi publik yang wajib diber-
lakukan dan dilaksanakan badan publik di seluruh
Indonesia.
PerKI 2/2010
Prosedur beracara atau bersengketa di Komisi
Informasi yang menjadi acuan bagi penyelesaian
sengketa informasi di seluruh Indonesia.
PerKI 1/2013
PerKI ini merupakan revisi dari PerKI 2/2010 yang
mengatur mengenai substansi yang sama, tetapi
dengan beberapa pengaturan perbaikan dalam
rangka efisiensi penyelesaian sengketa informasi
publik.
SEKIP 1/2011
Status dokumen RKA K/L dan DIPA sebagai infor-
masi terbuka yang wajib disediakan dan diumum-
kan secara berkala.
SEKIP 1/2012
Pedoman penanganan tindak pidana dalam kaitan-
nya dengan pelaksanaan UU KIP.
SEKIP 2/2012
Pedoman standar honorarium, perjalanan dinas, dan
sarana dan prasarana Komisi Informasi Provinsi.
Kode Etik Komisi Informasi
Panduan berperilaku bagi Komisi Informasi dan
staf sekretariatnya, baik di tingkat pusat, provinsi,
maupun kabupaten/kota.
Tabel 2.4
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
15
rannya.
Di luar peraturan-peraturan yang diterbitkannya sendiri, KI Pusat
juga tampak berhasil dalam mendorong lahirnya Peraturan Mahkamah
Agung No 2 Tahun 2011 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa In-
formasi di Pengadilan. Meskipun PerMA ini bukan menjadi mandat
KI Pusat, tetapi inisiasi dan kerjasama pembentukan PerMA ini telah
berhasil dilakukan KI Pusat bersama Mahkamah Agung.
2. Tugas dan Fungsi Pendukung
2.1. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi
Tugas edukasi, sosialisasi, dan advokasi UU KIP dan peraturan-
peraturan turunannya merupakan konsekuensi logis dari terbitnya
PerKI. Asumsinya, KI Pusat telah menerbitkan PerKI, sehingga sudah
seharusnya mereka melakukan sosialisasi dan edukasi agar tidak ter-
jadi salah tafsir dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam PerKI.
Di sisi lain harus dipahami bahwa, tugas melakukan edukasi, so-
sialisasi, dan advokasi dalam kerangka yang lebih luas juga dapat
mendukung kinerja KI Pusat dalam penyelesaian sengketa informasi
maupun penyusunan kebijakan terkait pelaksanaan keterbukaan infor-
masi. Secara sederhana, edukasi, sosialisasi, dan advokasi ini dapat
mengakselerasi pelaksanaan UU KIP di badan publik dan meningkat-
kan kesadaran masyarat akan hak atas informasi, sehingga demand
dan supply informasi akan bertemu secara seimbang.
Edukasi dan Sosialisasi ke Badan Publik
Sejak tahun 2010 hingga 2012, sosialisasi pelaksanaan keterbu-
kaan informasi publik telah dilakukan secara merata kepada badan
publik pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebagaima-
na tergambar pada Gambar 2.5.
Apabila menilik data sosialisasi pelaksanaan keterbukaan infor-
masi publik berdasarkan UU KIP di atas, dapat dilihat bahwa sosial-
isasi telah dilakukan secara masif. Namun demikian, apabila melihat
ketaatan badan publik dalam melaksanakan mandat UU KIP dan per-
aturan-peraturan turunannya dalam hal pembentukan sistem laya­nan
informasi, terutama pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan
Gambar 2.5
Sosialisasi ke Badan Publik (2010)
4
6
22
5
2
27
Kementerian
Lembaga Non-Kemetrian
Legislatif, Yudikatif & BPK
Pemerintah Provinsi
BUMN
Perguruan Tinggi
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011
Sosialisasi ke Badan Publik (2011)
12%
2%
67%
11%
1%
7%
Kementerian
Pemerintah Provinsi
BUMN
Perguruan Tinggi
Lembaga Non-Pemerintah
LSM
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
18
Dokumentasi (PPID), masih banyak badan publik pemerintah yang be-
lum memiliki PPID.
Berdasarkan data rekapitulasi Direktorat Komunikasi Publik, Di-
rektorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), tanggal
20 Mei 2013, jumlah badan publik negara yang telah menunjuk PPID
dipaparkan pada Tabel 2.5.
Dapat dilihat dari Tabel 2.5, selain Kementerian, tingkat ketaatan
untuk membentuk PPID, secara total masih rendah, yaitu 36,82%.
Presentase ini menunjukkan bahwa tingkat ketaatan PPID masih jauh
dari yang diharapkan. Pun demikian, apabila dilihat dari badan publik
di tingkat pusat, baru sekitar 43% yang telah membentuk PPID. Hal
ini belum termasuk badan publik non-negara (LSM, parpol, dll) yang
perkembangan penerapan UU KIP-nya tidak dicatat dalam rekapitulasi
Direktorat Komunikasi Publik ini.
Data rekapitulasi di atas masih menggunakan masih merupakan
indikator sederhana, yaitu pembentukan PPID, yang belum memasuk-
kan indikator lain, seperti penyusunan standar operasional prosedur
(SOP) pengelolaan dan pelayanan informasi, penyusunan daftar in-
formasi, laporan pelaksanaan UU KIP, respon terhadap permintaan
informasi masyarakat, dll. Apabila mandat ini diakumulasikan, dapat
diperkirakan tingkat ketaatan badan publik dalam melaksanaan UU
KIP akan jauh lebih rendah dari tingkat ketaatan untuk membentuk
PPID.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa edukasi, sosialisasi,
advokasi, bahkan fungsi konsultasi yang dilakukan KI Pusat belum op-
timal, karena belum mampu mendorong implementasi UU KIP oleh
badan publik.
Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi ke Masyarakat
Edukasi, sosialisasi, dan advokasi UU KIP dan peraturan turunan-
nya kepada masyarakat telah pula dilakukan oleh KI Pusat. Tahun
2010, sosialisasi ke masyarakat dilakukan dengan anggaran yang
sangat terbatas. Baru pada tahun 2011, anggaran untuk sosialisasi ke
masyarakat jumlahnya meningkat.
Hasil dari sosialisasi tersebut belum tampak menggembirakan.
Indikatornya adalah komposisi permohonan sengketa informasi.
Pemohon sengketa masih didominasi oleh organisasi masyarakat sipil
No. Lembaga Jumlah
Telah
Menunjuk
PPID
Persentase
1. Kementerian 34 34 100%
2.
Lembaga Negara/Lembaga
Setingkat Menteri/LNS/LPP
129 36 27,9%
3. Provinsi 33 21 63,64%
4. Kabupaten 399 88 22,06%
5. Kota 98 33 33,67%
Total 693 212 30,59%
Tabel 2.5
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
20
(OMS), sedangkan pemohon sengketa dari kalangan individual dan
masyarakat umum masih sedikit. Di samping itu, apabila melihat putu-
san KI Pusat, didapatkan data bahwa dari 818 sengketa yang diterima
KI Pusat, pemohon sengketa yang sebenarnya hanyalah 56 pemohon.
Hal ini menunjukkan bahwa UU KIP masih digunakan oleh kalangan
terbatas. Gambaran rinci dapat disimak dalam Gambar 2.6.
Mencermati data tersebut, maka terlihat bahwa dari total 818
permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan ke KI
Pusat, total pemohonnya adalah 56 (7%) pemohon yang mengaju-
kan sengketa secara berulang-ulang. Kemudian dilihat dari kategori
pemohon sengketa, 71% pemohon merupakan OMS, 25% merupakan
pemohon individu, dan 4% pemohon dari unsur kelompok masyarakat.
Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang mengetahui dan mengguna-
kan UU KIP untuk memperoleh informasi masih didominasi dari OMS.
Sedangkan pemohon informasi dari unsur individu yang cenderung
merupakan pengguna informasi masih sangat kecil jumlahnya. Hal ini
menunjukkan bahwa edukasi, sosialisasi, dan advokasi ke masyarakat
yang dilakukan KI Pusat belum mampu menyentuh masyarakat secara
individu/pengguna informasi yang sebenarnya.
Metode Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi
Berbagai metode edukasi, sosialisasi, dan advokasi dalam rangka
pelaksanaan keterbukaan informasi publik dikembangkan dan digu-
nakan oleh KI Pusat. Secara umum, beberapa metode yang digunakan
adalah: a) seminar; b) konsultasi bagi badan publik; c) media visit; d)
penulisan artikel di media massa (cetak maupun online); e) konferensi
pers; f) pengembangan situs resmi Komisi Informasi; g) pembentukan
jaringan kerja komunitas peduli informasi publik; h) diskusi publik yang
dilaksanakan secara reguler; i) penerbitan newsletter; j) advertorial; k)
iklan layanan masyarakat; l) dialog interaktif di televisi maupun radio;
dan m) pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi.
Namun demikian, berbagai metode tersebut ternyata masih belum
optimal dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat
akan pentingnya informasi. Catatan menarik adalah terkait dengan
pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi yang dilakukan KI
Pusat pada tahun 2011. Tujuan dari pembentukan jaringan tersebut
adalah untuk membentuk simpul-simpul mitra KI Pusat yang akan men-
Gambar 2.6
56
818
Total Pemohon
Pemohon Per-Identitas
25%
4%
71%
Individu
Kelompok Orang
OMS
Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012
Pemohon Per-Identitas v. Total Pemohon
Sengketa Berdasarkan Kategori Pemohon
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
22
dorong masyarakat untuk memanfaatkan UU KIP dalam mengakses
informasi. Secara konsep, ide ini sangat menarik. Namun demikian,
dalam implementasinya, kegiatan ini hanya berfokus pada penyeleng-
garaan workshop/seminar saja, di mana anggota KI Pusat datang
sebagai narasumber yang memberikan materi sosialisasi, kemudian
pergi tanpa ada komunikasi atau tindak lanjut yang lebih konkrit untuk
pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi tersebut dengan
tetap melakukan komunikasi, fasilitasi, dan asistensi kepada mereka.
2.2. Pembangunan Jaringan Strategis
Tugas pembangunan jaringan strategis merupakan konsekue-
nsi dari tugas mengawal implementasi UU KIP. Asumsinya, agar im-
plementasi UU KIP dapat berjalan meluas dan mendalam, berbagai
kalangan perlu dirangkul. Jaringan strategis luar negeri penting diban-
gun demi meningkatkan pembelajaran atas praktik-praktik terbaik.
Berbagai jaringan dalam negeri penting dibentuk agar implementasi
berjalan lebih cepat dan lebih kuat. Berkaitan dengan itu, KI Pusat
memiliki dua target pembentukan jaringan, yaitu: pertama, menjalin
kemitraan strategis dalam negeri (i.e. media, perguruan tinggi, dan
organisasi masyarakat sipil (OMS). Kedua, menjalin kemitraan stra­	
tegis luar negeri.
Pemerintah
Secara umum, hubungawwn KI Pusat dengan pemerintah cukup
baik. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan pemerintah untuk
menem­patkan KI Pusat sebagai pusat konsultasi dalam implementasi
UU KIP, terutama pasca diterbitkannya PerKI 1/2010.
Legislatif
Secara normatif, hubungan KI Pusat dengan lembaga legislatif
(DPR) adalah dalam rangka penyampaian laporan pertanggungjawa-
ban pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada DPR. KI
Pusat periode 2009-2013 telah beberapa kali bertemu dengan DPR
melalui forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), baik untuk memberikan
laporan pertanggungjawabannya maupun dalam rangka konsultasi
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
23
terkait dengan permasalahan implementasi UU KIP.
KI Provinsi
Hubungan KI Pusat dengan KI Provinsi cukup unik. Secara struk-
tural, KI Pusat terpisah dengan KI Provinsi. Artinya baik KI Pusat maupun
KI Provinsi memiliki kedudukan yang setara. Namun demikian, dalam
praktiknya KI Provinsi memposisikan diri sebagai “perwakilan” KI Pu-
sat di daerah. Hal ini dibuktikan dengan ketaatan KI Provinsi dengan
berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh KI Pusat. Meski KI Provinsi
mengikuti berbagai kebijakan KI Pusat, KI Pusat berupaya melibatkan
KI Provinsi dalam penyusunan berbagai kebijakan terkait dengan im-
plementasi keterbukaan informasi publik. Salah satu kebijakan konk-
rit yang dilahirkan bersama KI Pusat dengan KI Provinsi adalah PerKI
1/2013. PerKI ini merupakan PerKI amandemen PerKI 2/2010 yang
disusun secara bersama oleh KI Pusat dan KI Provinsi berdasarkan di-
namika sengketa yang terjadi dan dihadapi oleh seluruh KI Provinsi.
Untuk mewadahi hubungan KI Pusat dan KI Provinsi, diadakan
rapat koordinasi nasional (Rakornas) Komisi Informasi. Rakornas ini
merupakan ruang bagi Komisi Informasi untuk saling bertukar ide dan
pemikiran terkait implementasi UU KIP. Selain itu, Rakornas ini men-
jadi sarana bagi KI Provinsi untuk berkonsultasi terkait dengan berba-
gai permasalahan implementasi UU KIP di masing-masing provinsi.
Bahkan tidak jarang Rakornas menjadi ajang keluh kesah KI Provinsi
terhadap kelembagaan KI Provinsi. Dan dalam forum Rakornas inilah
lahir komitmen bersama KI Pusat dan KI Provinsi untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan implementasi UU KIP.
Organisasi Masyarakat Sipil (OMS)
Hubungan KI Pusat dengan OMS dinilai cukup baik apabila
dibandingkan dengan lembaga negara lainnya. Hal ini terlihat dari
intensitas pendampingan yang dilakukan oleh OMS kepada Komisi
Informasi, baik dalam rangka perumusan kebijakan, maupun pressure
kepada pemerintah dalam rangka penguatan kelembagaan KI Pusat.
Namun demikian, hubungan ini kurang mendapatkan tempat, dalam
arti KI Pusat tidak membangun atau menyediakan forum-forum komu-
nikasi bagi OMS. Forum-forum yang dibangun lebih pada forum KI
Pusat dengan masing-masing OMS, tetapi tidak secara kolektif.
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
24
Media Massa
Hubungan KI Pusat dengan media massa dinilai tidak berjalan
dengan baik. Hal ini terlihat dari minimnya publikasi media terkait
dengan KI Pusat. Jika pun terdapat publikasi media, kecenderungann-
ya adalah para pihak yang bersengketa, terutama pemohon informasi
yang membawa media ketika berproses sengketa di KI Pusat. Sedan-
gkan KI Pusat sendiri cenderung “mengabaikan” peran media. Hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya forum komunikasi KI Pusat dengan
media massa, tidak dibangunnya hubungan antara KI Pusat dengan
media. Ini ironis apabila melihat mayoritas latar belakang komisioner
adalah berlatar belakang komunikasi, humas, bahkan wartawan.
Luar Negeri
Sejauh ini, KI Pusat tampak belum berhasil membangun kemi-
traan strategis dengan lembaga-lembaga atau ahli-ahli dari luar ne­
geri. Meski setiap tahun KI Pusat memiliki agenda kunjungan ke luar
negeri dalam rangka study visit dari Komisi Informasi di luar negeri,
tidak ada tindak lanjut konkrit pasca study visit tersebut. Ini catatan
penting yang perlu diperhatikan, terutama untuk rencana ke depan.
Agenda kunjungan luar negeri harus disertai target dan hasil yang
jelas dan dapat diukur.
2.3. Pengelolaan Organisasi
Agar tugas dan fungsi dapat dijalankan maksimal, pengelolaan
organisasi harus dipastikan berjalan baik. Dalam hal organisasi, KI
Pusat memiliki tiga target utama, yaitu: pertama, peningkatan kompe-
tensi anggota KI Pusat dan sekretariat KI Pusat. Kedua, pengembangan
aturan internal KI Pusat. Ketiga, pemenuhan infrastruktur.
Peningkatan Kompetensi Anggota KI Pusat dan Staf Sekretariat
KI Pusat belum optimal dalam meningkatkan kualitas staf Sekre-
tariat. Secara kuantitas, staf Sekretariat memadai untuk mendukung
pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat, karena Sekretariat tidak hanya
terdiri dari staf yang melakukan dukungan admnistratif, keuangan, dan
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
25
tata kelola, tetapi juga dukungan substantif regulasi dan penyelesa-
ian sengketa informasi. Namun demikian, secara kualitas, Sekretariat
masih jauh dari yang diharapkan, terutama staf Sekretariat dari unsur
PNS. Untuk menjawab permasalahan minimnya kualitas sekretariat,
KI Pusat mengadakan pelatihan penanganan sengketa di Komisi In-
formasi. Namun demikian, pelatihan ini tidak terprogram secara sis-
tematis dan berkesinambungan, baru di awal tahun 2012 pelatihan ini
mulai mendapatkan dukungan yang nyata sehingga kesinambungan
pelatihan bisa terjaga.
Pengembangan kapasitas anggota KI juga belum optimal.
Pengembangan kapasitas anggota KI Pusat belum secara sistematis
dan berkesinambungan diprogramkan oleh KI Pusat. Pengembangan
kapasitas anggota KI Pusat dilakukan melalui forum-forum diskusi
yang sebenarnya tidak secara khusus diperuntukkan untuk pengem-
bangan kapasitas anggota KI Pusat, tetapi lebih pada forum-forum dis-
kusi dalam rangka penyusunan kebijakan KI Pusat atau dalam rangka
mendiskusikan berbagai permasalahan implementasi UU KIP.
Pengembangan Aturan Internal
Pelaksanaan pengembangan aturan internal KI Pusat belum opti-
mal dilakukan. Sejauh ini KI Pusat telah membentuk Kode Etik Komisi
Informasi. Namun demikian, berbagai aturan internal yang men-
dukung pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat belum terbentuk, mis-
alnya aturan mengenai administrasi penanganan sengketa informasi
publik. Padahal aturan ini sangat penting dalam menjamin kepastian
hak masyarakat atas informasi.
Pemenuhan Infrastruktur
Secara umum, pemenuhan infrastruktur di KI Pusat cukup baik.
Namun demikian, satu infrastruktur yang belum dimiliki oleh KI Pusat
adalah perpustakaan beserta koleksi buku, jurnal ilmiah, dokumentasi
dokumen sengketa. Sebagai lembaga yang tugas utamanya adalah
penyelesaian sengketa informasi, sangat disayangkan KI Pusat tidak
memiliki perpustakaan atau pusat data yang dapat secara optimal
mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian sengketa
informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka implementasi UU
KIP.
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
26
2.4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan KI Pusat sejauh
ini adalah terkait dengan implementasi dari PerKI 2/2010 dan imple-
mentasi UU KIP oleh badan publik. Monev terhadap PerKI 2/2010
telah melahirkan PerKI 1/2013 yang merupakan amandemen dari
PerKI 2/2010. Sedangkan Monev terhadap implementasi UU KIP oleh
badan publik dilakukan dengan membuat rating badan publik.
Rating Badan Publik ini merupakan terobosan yang dilakukan KI
Pusat dalam rangka mengevaluasi dan mendorong pelaksanaan keter-
bukaan informasi. Rating ini dilakukan untuk menilai dan memberikan
penghargaan kepada badan publik yang menyediakan informasi se-
cara pro-aktif melalui situs resmi masing-masing badan publik. Rating
ini diumumkan ketika perayaan Right to Know Day Internasional yang
diselenggarakan setiap tanggal 28 September. KI Pusat periode 2009
– 2013 telah dua kali membuat rating badan publik ini, yaitu di tahun
2011 dan 2012.
Rating ini memiliki dampak positif kepada badan publik, yaitu
badan publik semakin termotivasi untuk menyelenggarakan keterbu-
kaan informasi secara pro-aktif melalui website resmi mereka. Hal ini
terlihat jelas dari peningkatan nilai pada rating kedua (2012) diban­
dingkan dengan tahun pertama (2011).
Namun demikian, meski rating ini memiliki dampak positif, ban-
yak kalangan OMS menilai bahwa rating badan publik yang dibuat KI
Pusat ini “menyesatkan.” Hal ini karena KI Pusat hanya memasukkan
indikator penilaian badan publik dari kualitas publikasi informasi di
website hanya untuk sebagian informasi, yaitu informasi yang termasuk
dalam kategori wajib disediakan dan diumumkan secara berkala dan
serta merta.
Indikator tersebut dinilai menyesatkan karena tidak mencermin-
kan pelayanan informasi berbasiskan permohonan. OMS mengang-
gap bahwa badan publik yang memiliki rating tinggi, tetapi dalam
praktik pelayanan informasi berbasis permohonan masih buruk den-
gan indikasi bahwa pelayanan informasi dilakukan melebihi jangka
waktu yang diatur UU KIP, permohonan informasi ditolak, dsb.
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
27
3. Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan
3.1. Pembentukan KI Provinsi
Pasal 60 UU KIP memandatkan agar paling lambat 2 (dua) tahun
sejak diundangkannya UU KIP, seluruh provinsi memiliki KI Provinsi.
Namun demikian, hingga masa tugas KI Pusat Periode 2009-2013
berakhir, baru 20 provinsi yang telah memiliki KI Provinsi yaitu Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, Banten, Lampung,
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakar-
ta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Aceh, Sumatera Utara,
Sulawesi Tengah, Riau. Sedangkan untuk Kabupaten/Kota, meskipun
keberadaan Komisi Informasi Kabupaten/Kota tidak wajib, tetapi ter-
dapat dua Kabupaten/Kota yang memiliki Komisi Informasi, yaitu Ka-
bupaten Bangkalan dan Kota Cirebon.
Belum dibentuknya KI Provinsi di 14 provinsi lainnya di Indone-
sia patut disayangkan mengingat batas waktu pembentukan yang su-
dah lama terlampaui dan sangat strategisnya peran KI Provinsi dalam
mendorong keterbukaan informasi di daerah. Meskipun KI Pusat dapat
mengambil alih sengketa di daerah yang belum memiliki KI Provinsi
sebagaimana dimandatkan oleh Pasal 26 ayat (2) huruf b UU KIP, hal
ini tentunya akan menambah beban kerja KI Pusat karena harus me-
nyelesaikan sengketa informasi publik yang ada di provinsi-provinsi
tersebut. Ini tentu tidak efektif dan efesien dari segi biaya maupun
tenaga, mengingat kapasitas KI Pusat yang hanya berjumlah 7 orang,
dengan jumlah sengketa yang sangat banyak.
Apabila ditelusuri dari rangkaian kegiatan yang telah dilakukan
oleh KI Pusat dalam mendorong pembentukan KI Provinsi dan KI Ka-
bupaten/Kota berdasarkan Laporan Tahunan KI Pusat 2010-2012, KI
Pusat pada tahun 2009 telah menetapkan Keputusan Komisi Informasi
tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi Anggota KI Provinsi dan KI Ka-
bupaten/Kota yang kemudian direvisi pada tahun 2010. Pedoman ini
menjadi panduan dalam pembentukan KI Provinsi. Pedoman ini telah
diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan juga telah disosialisasikan
oleh KI Pusat bersama-sama dengan Kominfo.
Kemudian tahun 2011, KI Pusat telah menempuh langkah strat-
egis dengan menyelenggarakan audiensi dengan pimpinan kepada
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
28
daerah dalam rangka mendorong terbentuknya Komisi Informasi
Provinsi. Pada tahun 2012, audiensi dan FGD Pembentukan Komisi
Informasi Provinsi kembali diadakan oleh KI Pusat sebanyak 6 (enam)
kali di kota yang berbeda, yaitu Banjarmasin (28-30 Mei 2012), Jambi
(20-22 Juni 2012), Pekanbaru (18-20 Oktober 2012), Pontianak (27-
29 Desember 2012), Bengkulu (27-29 Desember 2012), dan Bangka
Belitung (27-29 Desember 2012), dengan tema masing-masing Ini-
siasi Pembentukan Komisi Informasi. Peserta yang diundang di dalam
acara ini sebanyak 30 (tiga puluh) orang dari unsur Lembaga Swadaya
Masyarakat, unsur media, unsur perguruan tinggi, tokoh masyarakat,
legislatif, dan SKPD Pemerintah Provinsi. Narasumber berasal dari KI
Pusat.
Hasil kegiatan tersebut adalah terbentuknya tim persiapan pem-
bentukan Komisi Informasi Provinsi dan konsep rencana kerja tim se-
leksi anggota Komisi Informasi Provinsi berupa matrik jadwal kegiatan
yang akan dilakukan oleh Panitia seleksi mulai dari tahapan pengu-
muman pendaftaran, seleksi administrasi hingga pengumuman hasil
calon anggota yang lolos. Selain itu, Panitia seleksi juga merumus-
kan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon anggota
Komisi Informasi Provinsi.
Alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut
di atas terpaparkan pada Tabel 2.6.
Sayangnya, dari enam daerah yang telah diadakan audiensi dan
FGD tersebut di atas, hanya satu daerah yang sudah membentuk KI
Provinsi yaitu Pekanbaru. Sedangkan dua provinsi lainnya sedang
dalam tahap persiapan, satu provinsi mengalami kendala administratif
dan dua provinsi belum melakukan persiapan.
Keterlambatan pembentukan KI Provinsi di 11 provinsi memang
bukan menjadi tanggung jawab KI Pusat semata. Terdapat kendala
lain, yakni minimnya anggaran daerah untuk membentuk KI Provinsi.
Sebagaimana diketahui anggaran KI Provinsi dan/atau KI Kabupaten/
Kota dibebankan kepada APBD Provinsi dan/atau APBD kabupaten/
kota yang bersangkutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 26
ayat (6) UU KIP. Anggaran yang memadai sangat diperlukan untuk
pengadaan kantor yang representatif, penggajian komisioner dan
staff sekretariat serta biaya operasional Komisi Informasi. Dengan de-
mikian, dapat disimpulkan bahwa pembentukan KI Provinsi di daerah
sangat tergantung pada political will dari pimpinan di daerah serta
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
29
ketersediaan dana dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
Faktor lainnya yang mempengaruhi pembentukan KI di daerah
adalah adanya mitra strategis di tingkat lokal yang berfokus untuk
mendorong demand side dalam bentuk permohonan informasi. Na-
mun demikian, KI Pusat belum mampu menginisiasi dan mengelola
simpul jaringan lokal yang dapat mendorong permintaan informasi di
tingkat lokal, sehingga lebih jauh akan mendorong pembentukan KI
Provinsi.
3.2. Pengembangan Kapasitas KI Provinsi
Pengembangan kapasitas KI Provinsi dilakukan dengan beberapa
kegiatan, yaitu pelatihan dan memanfaatkan forum Rakornas Komisi
Informasi yang diselenggarakan setiap tahun. Pelatihan dalam rangka
pengembangan kapasitas KI Provinsi dilakukan dengan menyelengga-
rakan pelatihan yang menyasar, baik kepada anggota KI Provinsi mau-
pun staf sekretariatnya. Pelatihan tersebut meliputi pelatihan mediasi
dan ajudikasi Komisi Informasi yang menghadirkan KI Pusat sebagai
narasumber dan pelatih. Narasumber dan pelatih dari luar KI Pusat
juga dihadirkan, khususnya untuk pelatihan mediasi. Sedangkan untuk
sekretariat, pelatihan difokuskan pada administrasi penyelesaian seng-
No. Kegiatan Anggaran
1.
Audiensi Dalam Mendorong Terbentuknya Komisi
Informasi Provinsi/Kota/Daerah Tahun 2011
307.880.000
2.
Audiensi dan FGD Pembentukan KI Provinsi Tahun
2012
296.115.000
Tabel 2.6
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
30
keta informasi dan pelaksanaan tugas kepaniteraan.
Pengembangan kapasitas yang dilakukan melalui forum Rakor-
nas. Rakornas ini merupakan ajang pertemuan dan konsolidasi ta-
hunan antar Komisi Informasi Se-Indonesia. Oleh karena hubungan
antara KI Pusat dan KI Provinsi tidak bersifat vertikal maka diperlu-
kan suatu instrumen koordinasi formal agar: a) regulasi yang disu-
sun mencerminkan kebutuhan bersama; b) menjaga kesatuan hukum
dalam proses penyelesaian sengketa agar tidak terjadi perbedaan per-
lakuan dalam putusan KI Pusat maupun KI Provinsi; c) mempercepat
pengembangan kapasitas Komisi Informasi yang baru tebentuk melalui
forum konsultasi untuk berbagi pengalaman.
Secara spesifik, Rakornas Komisi Informasi memiliki tujuan: a)
identifikasi masalah-masalah bersama yang dihadapi oleh seluruh
Komisi Informasi di Indonesia; b) identifikasi langkah-langkah penye-
lesaian masalah dan isu strategis bersama; c) tersusunnya keputusan
bersama. Pada Rakornas ini, dilakukan pelaporan kinerja dari masing-
masing Komisi Informasi Provinsi dan sidang per komisi (Advokasi, So-
sialisasi, Edukasi; Penyelesaian Sengketa Informasi; Kelembagaan dan
Sekretariat) membahas mengenai permasalahan yang terjadi dalam
internal masing-masing Komisi Informasi dan saran pemecahannya,
untuk selanjutnya diturunkan dalam bentuk poin-poin rekomendasi
hasil Rakornas.
Alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut
di atas dipaparkan pada Tabel 2.7.
Rakornas yang dilaksanakan setahun sekali ini merupakan lang-
kah strategis dalam rangka pengembangan kapasitas terutama pada
aspek Jaringan kerja (network) berupa koordinasi antara KI Pusat
dengan KI Provinsi. Dalam Rakornas ini, komisioner KI Provinsi dapat
bertukar pikiran mengenaikendala-kendala yang dihadapi di daerah,
berbagi pengalaman dengan KI di daerah lain dan bersama-sama
mencari jalan keluarnya.
Berdasarkan Strategic Plan for Development dari UNDP Tahun
2008-2013, pada dasarnya pengembangan kapasitas memiliki fungsi
yang lebih luas dari fungsi koordinasi, yang mensyaratkan adanya as­
sessment sehingga dapat mendesain peningkatan kapasitas yang ter-
integrasi dengan dasar 4 (empat) isu utama:
1.	Pengaturan Kelembagaan (institutional arrangement), dengan
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2
31
tujuan adanya kerangka kerja yang dapat menjawab kebutuhan
akan kebijakan dan prosedur rekrutmen, penyebaran dan perpin-
dahan, sistem insentif, pengembangan keterampilan (skill deve­
lopment), sistem evaluasi performa, serta etika dan nilai;
2.	 Kepemimpinan, melingkupi strategi coaching dan mentoring un-
tuk mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan se­
perti komunikasi, perencanaan strategis, dan penentuan prioritas;
3.	 Pengetahuan, dengan sasaran peningkatan pengetahuan subs­
tansi keterbukaan informasi maupun substansi peraturan-peratu-
ran dan isu-isu sektoral, agar para komisioner maupun tenaga
pendukung KI memiliki lingkungan yang memungkinkan pengem-
bangan pengetahuan terus menerus dan pengembangan kemam-
puan profesionalnya;
4.	 Akuntabilitas, dengan tujuan meningkatkan performa dan efisien-
si, kerangka kerja yang memperkuat standar-standar akunta-
bilitas perlu untuk terus ditingkatkan dengan adanya mekanisme
monitoring dan evaluasi yang lebih terukur.
Dari keempat poin di atas, dapat terlihat bahwa baru fungsi per-
tama yang telah dicoba dijawab KIP dalam periode ini, sementara
poin 2, 3, dan 4 masih merupakan usaha masing-masing KI di Pusat
dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) secara terpisah. Sebuah
upaya komunikasi secara nasional dapat direncanakan untuk meme-
takan kebutuhan pengembangan kapasitas yang lebih spesifik dan
No. Kegiatan Anggaran
1.
Rapat Kerja Teknis Bidang PSI, ESA, dan Kelemba-
gaan Komisi Informasi se-Indonesia
100.290.000
2.
Rapat Koordinasi Nasional KI se-Indonesia. Lokasi:
Bogor
369.215.000
Tabel 2.7
Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2
32
menjawab kebutuhan daerah, dengan tetap merujuk pada kerangka
di atas dan tanpa mengurangi kualitas pengembangan kapasitas yang
telah ada di masa kini.
3.3. Pelaksanaan Tugas KI Pusat sebagai Badan Publik
Pembentukan PPID
PPID harus sudah dibentuk selambat-lambatnya 1 tahun sejak PP
No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP diundangkan, yaitu
jatuh pada tanggal 23 Agustus 2011. KI Pusat telah menunjuk PPID
pada tanggal 6 Desember 2010 melalui SK Ketua Komisi Informasi
Pusat No. 4/KIP/SK/XII/2010. Dalam usaha penyempurnaan PPID di
KI Pusat maka pada tahun 2013 dikeluarkan SK Ketua KI Pusat No.
03/KEP/KIP/I/2013 tanggal 25 Januari 2013 tentang PPID KI Pusat.
Penunjukan PPID yang dilakukan tepat waktu dan bahkan sudah di-
lakukan pembaharuan ini merupakan upaya yang patut diapresiasi
karena menunjukkan keseriusan KI Pusat dalam membangun pela­
yanan informasi yang baik, sebagaimana dimandatkan oleh UU KIP
dan peraturan pelaksanaannya.
SOP Pelayanan Informasi Publik
KI Pusat baru menyusun SOP PPID pada bulan Februari 2013
dengan dukungan Management System Internasional (MSI). Melihat
dari waktu penyusunan, KI Pusat tidak konsisten dengan peraturan
maupun kebijakannya sendiri yang mewajibkan seluruh badan publik
(termasuk KI Pusat) untuk menyusun SOP PPID. Banyak badan publik
yang telah menyusun SOP PPID jauh sebelum KI Pusat menyusunnya.
Ini seperti halnya KI Pusat memerintahkan seluruh badan publik untuk
memiliki SOP PPID, tetapi KI Pusat sendiri justru belum memiliki SOP
PPID. Kondisi demikian akan kontraproduktif apabila diketahui oleh
badan publik lainnya, karena akan menganggap bahwa KI Pusat tidak
taat pada peraturan yang mereka buat, tetapi memaksa badan publik
untuk taat.
33
A. Kesimpulan
Kesimpulan laporan ini antara lain:
1. Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Utama
a. Penyelesaian Sengketa Informasi
Dari sisi kuantitas, penyelesaian sengketa cukup baik. Dari 818
permohonan sengketa informasi publik, KI Pusat telah berhasil menye-
lesaikan 532 (64%) sengketa, dan 295 sengketa (35%) masih dalam
proses penyelesaian. Dari sisi kualitas, putusan KI Pusat cukup baik.
Hal ini dilihat dari angka putusan KI Pusat yang diajukan keberatan ke
pengadilan hanya sebesar 2%, yang berarti bahwa para pihak puas
dengan putusan KI Pusat.
Namun demikian, dari segi jangka waktu penyelesaian, KI Pusat
belum optimal. Berdasarkan 227 putusan KI Pusat yang kami eksami-
nasi, masih terdapat 31% sengketa informasi yang diselesaikan dalam
jangka waktu lebih dari 100 hari kerja. Ini tidak bersesuaian dengan
asas cepat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PerKI 2/2010.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dan SaranBab 3
34
b. Pembentukan Regulasi
Pelaksanaan fungsi pembentukan regulasi oleh KI Pusat sangat
baik. KI Pusat telah membentuk seluruh peraturan yang dimandatkan
UU KIP dalam Peraturan Komisi Informasi (PerKI). Setidaknya terdapat
tiga PerKI yang telah berhasil dibentuk, yaitu PerKI 1 Tahun 2010 ten-
tang Standar Layanan Informasi Publik (PerKI 1/2010), PerKI 2/2010),
dan PerKI 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik (amandemen dari PerKI 2/2010). PerKI-PerKI ini men-
jadi acuan nasional dalam pelaksanaan UU KIP.
Selain mandat utama pembentukan PerKI, KI Pusat juga
mengeluar­kan kebijakan-kebijakan yang mendorong percepatan
pelaksa­naan keterbukaan informasi publik di Indonesia. Salah satu
kebijakan yang memiliki dampak signifikan mendorong transparansi
anggaran adalah Surat Edaran Komisi Informasi No. 1 Tahun 2011
tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA
K/L) serta Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai Informasi
Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara Berkala oleh
Badan Publik (SEKIP 1/2011). Dampak dikeluarkannya SEKIP 1/2011
ini, skor Open Budget Index (OBI) Indonesia meningkat dari Tahun
2010 dengan skor 51 dan pada 2012 menjadi 62. Dengan skor ini,
Indonesia menempati posisi ke-20 dari 100 negara yang disurvei me­
ngenai transparansi anggarannya.
2. Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Pendukung
a. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi
Edukasi KI Pusat terhadap badan publik dan masyarakat belum
optimal. Ini didasarkan pada: pertama, ketaatan badan publik untuk
melaksanakan UU KIP masih rendah. Berdasarkan data Kementerian
Komunikasi dan Informatika (Kominfo), badan publik diseluruh Indo-
nesia yang telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Doku-
mentasi (PPID) baru sejumlah 30,59%. Pun demikian, apabila dilihat
dari badan publik ditingkat pusat yang menjadi tanggung jawab KI
Pusat, baru sekitar 43% yang telah membentuk PPID. Kedua, dilihat
dari data putusan KI Pusat, jumlah pemohon informasi hanya 56 iden-
titas atau sekitar 7% dari total 818 sengketa yang ditangani KI Pusat.
Kesimpulan dan Saran Bab 3
35
Artinya bahwa sosialisasi KI Pusat belum menyentuh kalangan luas.
b. Pembangunan Jaringan Strategis
Tugas membangun jaringan strategis belum optimal dilaksanakan
oleh KI Pusat. Bahkan kemitraan strategis luar negeri sama sekali tidak
terbangun. Sedangkan kemitraan strategis dalam negeri, KI Pusat be-
lum mampu menginisiasi dan mengelola jaringan kerja, terutama dari
media dan organisasi masyarakat sipil (OMS). Jaringan kerja yang
terbentuk dengan OMS terjadi lebih karena hubungan personal ang-
gota KI Pusat dengan OMS dibanding secara kelembagaan KI Pusat.
c. Pengelolaan Organisasi
Terdapat tiga hal yang penting disoroti dalam hal pengelolaan
organisasi. Pertama, peningkatan kompetensi anggota KI Pusat dan
Sekretariat KI Pusat. Kedua, pengembangan aturan internal KI Pusat.
Ketiga, pemenuhan infrastruktur.
Upaya peningkatan kompetensi staf Sekretariat dan anggota KI
tidak berjalan optimal. Pelatihan terhadap staf Sekretariat maupun
anggota KI dijalankan, namun tidak terprogram secara sistematis dan
berkesinambungan. Pengembangan kapasitas anggota KI Pusat hanya
dilakukan melalui forum-forum diskusi yang sebenarnya tidak secara
khusus diperuntukkan untuk pengembangan kapasitas anggota KI Pu-
sat, tetapi lebih pada forum-forum diskusi dalam rangka penyusunan
kebijakan KI Pusat atau dalam rangka mendiskusikan berbagai per-
masalahan implementasi UU KIP.
Pelaksanaan pengembangan aturan internal KI Pusat juga belum
optimal dilakukan. Sejauh ini KI Pusat telah membentuk Kode Etik
Komisi Informasi. Namun demikian, berbagai aturan internal yang
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat belum terbentuk,
misalnya aturan mengenai administrasi penanganan sengketa in-
formasi publik. Padahal aturan ini sangat penting dalam menjamin
kepastian hak masyarakat atas informasi.
Sementara itu, pemenuhan infrastruktur di KI Pusat cukup baik.
Namun demikian, satu infrastruktur yang belum dimiliki oleh KI Pusat
adalah perpustakaan beserta koleksi buku, jurnal ilmiah, dokumentasi
Kesimpulan dan SaranBab 3
36
dokumen sengketa. Sebagai lembaga yang tugas utamanya adalah
penyelesaian sengketa informasi, sangat disayangkan KI Pusat tidak
memiliki perpustakaan atau pusat data yang dapat secara optimal
mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian sengketa
informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka implementasi UU
KIP.
3. Pembentukan Kemandirian Kelembagaan
Kemandirian kelembagaan KI tidak dapat sepenuhnya diwujud-
kan, disebabkan beberapa hal berikut:
a.	 Problem sekretariat dalam mendukung tugas dan fungsi KI pusat.
Secara kuantitas, sekretariat memadai dalam mendukung pelak-
sanaan tugas dan fungsi KI Pusat, karena selain staf pegawai
negeri sipil (PNS), sekretariat juga terdiri dari staf non-PNS, baik
TA, Asisten Ahli, juga tenaga honorer untuk membantu tugas
rumah tangga KI Pusat. Namun demikian, secara kualitas, sekre-
tariat masih jauh dari yang diharapkan, terutama staf sekretariat
dari unsur PNS. Terdapat beberapa hal yang membuat kualitas
staf sekretariat dari unsur PNS ini jauh dari harapan KI Pusat.
Pertama, staf PNS akan bertindak sebagai panitera dalam pe-
nyelesaian sengketa informasi. Tugas ini merupakan tugas yang
benar-benar baru bagi staf PNS, sehingga secara kapasitas staf
PNS tidak memahami tugas-tugas kepaniteraan yang berimplikasi
pada proses penyelesaian sengketa. Kedua, berdasarkan wawan-
cara dengan anggota KI Pusat, staf PNS yang ditempatkan di KI
Pusat merupakan staf yang secara kapasitas dan kredibilitas tidak
sesuai dengan kebutuhan KI Pusat.
b.	 Problem anggaran dalam mendukung tugas dan fungsi KI Pusat.
Secara umum anggaran tersebut tidak mencukupi untuk pelak-
sanaan tugas KI Pusat. Namun demikian, diakui oleh salah satu
anggota KI Pusat bahwa meski anggaran dinilai kurang, tetapi
kapasitas KI Pusat untuk menyerap anggaran juga dinilai tidak
optimal, yaitu sekitar 85%.
c.	 Terkait dengan kemandirian anggaran, Pasal 29 ayat (6) me-
Kesimpulan dan Saran Bab 3
37
nyebutkan bahwa anggaran KI Pusat berasal dari APBN, namun
dalam pelaksanaannya, anggaran APBN tidak langsung me­
ngalir ke KI Pusat, tetapi melalui Kominfo terlebih dahulu. Bah-
kan dalam perencanaan anggaran, KI Pusat berhak menyusun
anggarannya sendiri, tetapi dengan pagu anggaran yang sudah
ditetapkan terlebih dahulu oleh Kominfo. Konsekuensinya ada-
lah ada beberapa usulan kegiatan yang telah dirancang oleh
KI Pusat yang tidak dapat porsi anggaran. Dengan demikian, KI
Pusat tidak memiliki kemandirian anggaran sejak dalam proses
perencanaan dan besaran anggaran.Permasalahan independensi
Komisi Informasi terjadi tidak hanya pada KI Pusat, tetapi juga KI
Provinsi. Intervensi terhadap independensi KI Provinsi dilakukan
melalui banyak cara, misalnya menghambat pencairan anggaran
kegiatan KI Provinsi, memutus listrik dan jaringan Internet.
4. Pembentukan KI Provinsi
Upaya mendorong terbentuknya KI Provinsi telah dilakukan mela-
lui berbagai upaya, baik melalui menyusun Pedoman Pembentukan KI
Provinsi, sosialisasi kepada pemerintah daerah, tetapi advokasi ini be-
lum maksimal mendorong terbentuknya KI Provinsi di seluruh provinsi
di Indonesia.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dalam laporan ini adalah:
1.	 Terkait Penyelesaian Sengketa Informasi. Dengan masih tingginya
angka sengketa di KI Pusat, tugas penyelesaian sengketa harus
lebih diutamakan dibandingkan dengan tugas sosialisasi. Opti-
malisasi tugas penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan:
•	 Menetapkan hari-hari khusus untuk sidang, sehingga dihari-
hari yang telah ditetapkan tersebut tidak diperbolehkan men-
gagendakan kegiatan lain.
•	 Memperbaiki administrasi penyelesaian sengketa. Administrasi
penyelesaian sengketa ini mencakup kegiatan registrasi seng-
keta, pendokumentasian dokumen sengketa, pemantauan
Kesimpulan dan SaranBab 3
38
pasca sengketa di Komisi Informasi.
•	 Mengagendakan diskusi rutin terhadap sengketa-sengketa in-
formasi yang diterima oleh KI Pusat. Diskusi rutin ini diharap­
kan akan menjadi inisiasi riset dalam mendukung penyele­
saian sengketa informasi.
•	 Mengembangkan KI Prudensi, dengan tujuan untuk: menye­
ragamkan putusan seluruh Komisi Informasi dan mempercepat
proses penyelesaian sengketa dalam hal sengketa informasi
yang ditangani pernah diputus sebelumnya.
2.	 Terkait Regulasi. Pelaksanaan fungsi pembentukan regulasi oleh KI
Pusat sudah sangat baik. Namun demikian, KI Pusat perlu secara
terus-menerus melakukan evaluasi terhadap regulasi-regulasi
yang mereka keluarkan demi perbaikan implementasi UU KIP di
Indonesia. Selain itu, KI Pusat harus lebih jeli lagi dalam menge-
luarkan kebijakan. Hal ini sebagaimana SEKIP 1/2011 yang
mendorong publikasi DIPA/RKA-KL. Kebijakan-kebijakan senada
perlu terus dikeluarkan, sehingga dapat mendorong keterbukaan
informasi di Indonesia.
3.	 Terkait Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi. Untuk mendorong edu-
kasi dan sosialisasi yang lebih baik, KI Pusat perlu mendorong:
•	 Penyusunan tools dan metode sosialisasi sesuai dengan target
sosialisasi dan edukasi.
•	 Mendorong sosialisasi yang lebih masif, tersistematis, dan
berkelanjutan kepada masyarakat pengguna informasi.
•	 Melibatkan peran Tenaga Ahli untuk melakukan sosialisasi
dan edukasi keterbukaan informasi publik kepada badan
publik dan masyarakat.
4.	Terkait Pengembangan Jaringan Strategis. KI Pusat harus lebih
aktif dalam menginisiasi dan mengelola jaringan kelompok kerja
untuk mendorong implementasi keterbukaan informasi di Indo-
nesia. KI Pusat harus menyadari bahwa advokasi keterbukaan
informasi tidak dapat dilakukan sendiri oleh KI Pusat, tetapi mem-
butuhkan kerjasama multipihak. Kerjasama multipihak yang perlu
didorong adalah dengan:
Kesimpulan dan Saran Bab 3
39
•	 Media. Fungsi media ini adalah untuk mendorong kampanye
keterbukaan informasi publik. Selama ini peran media dalam
mengkampanyekan keterbukaan informasi publik masih ren-
dah.
•	 OMS. Fungsi OMS dapat diposisikan dalam dua sisi, yaitu
mendorong demand side dan supply side.
•	 Kemenderian Dalam Negeri (Kemendagri). Fungsi Kemen­
dagri mutlak dilakukan untuk mendorong implementasi UU
KIP di pemerintahan daerah, baik dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan dan pelayanan informasi maupun dalam upaya
mendorong keterbukaan informasi publik.
•	 Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4). Meskipun umur UKP4 tidak akan lama
lagi, tetapi penting bagi KI Pusat untuk bekerjasama dengan
UKP4, khususnya dalam inisiatif Open Government Partner­
ship (OGP). Inti dari OGP adalah transparansi, tetapi sung-
guh ironis, peran KI Pusat dalam inisiatif ini justru sangat kecil.
Untuk itu, KI Pusat perlu engage dengan inisiatif OGP ini
untuk mengakselerasi keterbukaan informasi di Indonesia.
•	 Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu). Penting bagi KI Pusat untuk membangun jaringan
dengan KPU dan Bawaslu untuk mengawal transparansi Pemi-
lu 2014.
5.	 Terkait Pengelolaan Organisasi.
a.	 Peningkatan kompetensi anggota KI Pusat dan sekretariat
KI Pusat harus terus dilakukan melalui pengembangan
program yang sistematis dan berkelanjutan dengan
meng­alokasikan anggaran yang memadai untuk pengem-
bangan kapasitas ini. Program pengembangan kapasitas
ini dilakukan dengan:
•	 menyusun kurikulum dan materi ajar sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan tugas KI Pusat;
•	 bekerjasama dengan Mahkamah Agung untuk pelati-
han kepaniteraan.
Kesimpulan dan SaranBab 3
40
b.	 KI Pusat perlu secara serius mengembangkan aturan internal,
khususnya terkait dengan administrasi penyelesaian sengketa.
c.	 KI Pusat perlu membangun perpustakaan atau pusat data beri-
kut koleksi buku dan jurnal ilmiah yang dapat secara optimal
mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian
sengketa informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka
implementasi UU KIP.
6.	 Terkait dengan permasalahan independensi anggaran, amande-
men Pasal 29 ayat (6) UU KIP merupakan solusi terbaik. Namun
demikian, amandemen UU KIP bukanlah pekerjaan yang mudah,
butuh energi dan waktu yang cukup banyak untuk melakukan ini.
Oleh karena itu, KI Pusat perlu mendiskusikan hal ini dengan pre­
siden maupun DPR untuk mengatasi ketidakmandirian anggaran
KI Pusat. Kemudian untuk menjawab persoalan ketidakmandirian
KI Provinsi, KI Pusat perlu duduk bersama dengan Kemendagri
untuk mencari solusi tersebut.
7.	 KI Pusat perlu menginisiasi riset implementasi UU KIP, sehingga
dengan riset tersebut dapat diketahui sejauh mana UU KIP di-
implementasikan dan peta permasalahan implementasi. Dengan
riset tersebut diharapkan dapat dirumuskan strategi percepatan
implementasi UU KIP.
8.	KI Pusat Periode 2013-2014 harus menyusun Renstra yang
mampu menjawab problem dan dinamika keterbukaan informasi
publik kedepannya, terutama menjawab positioning dan peran
KI Pusat dalam pemilu 2014, inisiatif OGP yang mana Indonesia
akan menjadi lead chair bersama Meksiko.

More Related Content

What's hot

Rancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialRancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialArdyChandra2
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI Witra Apdhi Almash
 
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...ArdyChandra2
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetakHarun Surya
 
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart GovernmentOptimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart GovernmentDadang Solihin
 
Modul DIKLAT LATSAR
Modul DIKLAT LATSARModul DIKLAT LATSAR
Modul DIKLAT LATSARHarun Surya
 
20210225101816 f__13_sigit_erstanto_stula_individu
20210225101816  f__13_sigit_erstanto_stula_individu20210225101816  f__13_sigit_erstanto_stula_individu
20210225101816 f__13_sigit_erstanto_stula_individuhendarpujaanugrah
 
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?Kurniawan Saputra
 
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan PublikPeraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan PublikImmanuel Yosua
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...Researcher Syndicate68
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakHarun Surya
 
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas Tinggi
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas TinggiANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas Tinggi
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas TinggiTri Widodo W. UTOMO
 
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RI
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RIImplementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RI
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RIAzhyqaRereanticaMart
 
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017 kominfo
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017  kominfoPerbub aceh timur no 11 tahun 2017  kominfo
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017 kominfoIr. Zakaria, M.M
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaOperator Warnet Vast Raha
 

What's hot (20)

Rancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosialRancangan aktualisasi media sosial
Rancangan aktualisasi media sosial
 
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT KOTA BEKASI
 
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...
Informasi bagi masyarakat adalah sangat penting dalam memberdayakan kehidupan...
 
Modul whole of government cetak
Modul whole of government cetakModul whole of government cetak
Modul whole of government cetak
 
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart GovernmentOptimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government
Optimalisasi Komisi Informasi Pusat dalam rangka Penerapan Smart Government
 
Modul DIKLAT LATSAR
Modul DIKLAT LATSARModul DIKLAT LATSAR
Modul DIKLAT LATSAR
 
Manajemen ASN
Manajemen ASNManajemen ASN
Manajemen ASN
 
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi II
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi II MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi II
MEDIUM (Media Inovasi Perubahan Masyarakat) Edisi II
 
20210225101816 f__13_sigit_erstanto_stula_individu
20210225101816  f__13_sigit_erstanto_stula_individu20210225101816  f__13_sigit_erstanto_stula_individu
20210225101816 f__13_sigit_erstanto_stula_individu
 
Pelayanan publik
Pelayanan publikPelayanan publik
Pelayanan publik
 
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?
Reformasi Birokrasi Tidak Perlu Lagi?
 
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan PublikPeraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik
Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 08 Tahun 2011 Tentang Pelayanan Publik
 
Moralitas
MoralitasMoralitas
Moralitas
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
 
Modul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetakModul manajemen asn cetak
Modul manajemen asn cetak
 
Presentasi hasil kajian diskresi
Presentasi hasil kajian diskresiPresentasi hasil kajian diskresi
Presentasi hasil kajian diskresi
 
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas Tinggi
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas TinggiANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas Tinggi
ANEKA, Strategi Membangun ASN Berintegritas Tinggi
 
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RI
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RIImplementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RI
Implementasi Sistem Informasi pada Sekretariat Jenderal MPR RI
 
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017 kominfo
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017  kominfoPerbub aceh timur no 11 tahun 2017  kominfo
Perbub aceh timur no 11 tahun 2017 kominfo
 
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desaSkripsi  peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
Skripsi peranan kepala desa dalam melaksanakan tugas administrasi desa
 

Similar to KINERJA KI PUSAT

Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratBuku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratJARI Indonesia Borneo Barat
 
Rancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasiRancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasitomyjenius
 
Contoh proyek perubahan datun
Contoh proyek perubahan  datunContoh proyek perubahan  datun
Contoh proyek perubahan datunInald Bembo
 
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desa
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desaKerabat digital-marketing sistym-informasi-desa
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desaYohanes Guntur
 
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017Agus Supriyono
 
Bahan presentasi leljab.
Bahan presentasi leljab.Bahan presentasi leljab.
Bahan presentasi leljab.BiroPAP
 
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI temanna #LABEDDU
 
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...ikhwanthamrin
 
inovasi birokrasi
inovasi birokrasiinovasi birokrasi
inovasi birokrasinumbelz
 
BENCHMARKING NILAI.docx
BENCHMARKING NILAI.docxBENCHMARKING NILAI.docx
BENCHMARKING NILAI.docxalnesti
 
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxPresentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxHanifGhiyatsRamadhan
 
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...
Pendidikan anti korupsi  - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...Pendidikan anti korupsi  - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...Idik Saeful Bahri
 

Similar to KINERJA KI PUSAT (20)

Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan BaratBuku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
Buku "Mengukur Keterbukaan Badan Publik Sektor TKHL Di Kalimantan Barat
 
Rktm website
Rktm websiteRktm website
Rktm website
 
Rancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasiRancangan aktualisasi presentasi
Rancangan aktualisasi presentasi
 
Laporan tahunan ppid 2020
Laporan tahunan ppid 2020Laporan tahunan ppid 2020
Laporan tahunan ppid 2020
 
Laporan akhir tahun ppid 2017
Laporan akhir tahun ppid 2017Laporan akhir tahun ppid 2017
Laporan akhir tahun ppid 2017
 
Contoh proyek perubahan datun
Contoh proyek perubahan  datunContoh proyek perubahan  datun
Contoh proyek perubahan datun
 
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desa
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desaKerabat digital-marketing sistym-informasi-desa
Kerabat digital-marketing sistym-informasi-desa
 
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017
Agus supriyono, hapzi ali, sistem informasi kependudukan, ut, 2017
 
Rktm ppid 2017
Rktm ppid 2017Rktm ppid 2017
Rktm ppid 2017
 
Bahan presentasi leljab.
Bahan presentasi leljab.Bahan presentasi leljab.
Bahan presentasi leljab.
 
Laporan ppid 2019
Laporan ppid 2019Laporan ppid 2019
Laporan ppid 2019
 
Makalah pelayanan publik STIP WUNA
Makalah pelayanan publik STIP WUNA Makalah pelayanan publik STIP WUNA
Makalah pelayanan publik STIP WUNA
 
Makalah pelayanan publik
Makalah pelayanan publikMakalah pelayanan publik
Makalah pelayanan publik
 
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI
PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SULAWESI BARAT DALAM PERSPEKTIF ANTI KORUPSI
 
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...
BAB 1 contoh laporan SISTEM INFORMASI SASARAN KERJA PEGAWAI (SKP) UNTUK KENAI...
 
inovasi birokrasi
inovasi birokrasiinovasi birokrasi
inovasi birokrasi
 
BENCHMARKING NILAI.docx
BENCHMARKING NILAI.docxBENCHMARKING NILAI.docx
BENCHMARKING NILAI.docx
 
Fact sheet-hal3-STRANAS PPK
Fact sheet-hal3-STRANAS PPKFact sheet-hal3-STRANAS PPK
Fact sheet-hal3-STRANAS PPK
 
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptxPresentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
Presentasi Proposal IKM Provinsi Banten 2020 06102020 (1).pptx
 
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...
Pendidikan anti korupsi  - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...Pendidikan anti korupsi  - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...
Pendidikan anti korupsi - Perencanaan aksi pemberantasan korupsi di Indonesi...
 

More from Aksi SETAPAK

Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-women
Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-womenWacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-women
Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-womenAksi SETAPAK
 
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digital
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digitalWacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digital
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digitalAksi SETAPAK
 
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesian
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesianUncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesian
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesianAksi SETAPAK
 
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-english
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-englishUncovering regional-wealth-seknas-fitra-english
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-englishAksi SETAPAK
 
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesian
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesianTata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesian
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesianAksi SETAPAK
 
Taf forest and-land-governance-in-indonesia
Taf forest and-land-governance-in-indonesiaTaf forest and-land-governance-in-indonesia
Taf forest and-land-governance-in-indonesiaAksi SETAPAK
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Aksi SETAPAK
 
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanStudi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanAksi SETAPAK
 
State of-the-forest-report-2009-2013
State of-the-forest-report-2009-2013State of-the-forest-report-2009-2013
State of-the-forest-report-2009-2013Aksi SETAPAK
 
Setapak news-edition-1
Setapak news-edition-1Setapak news-edition-1
Setapak news-edition-1Aksi SETAPAK
 
Ruang hampa-pasca-proklamasi
Ruang hampa-pasca-proklamasiRuang hampa-pasca-proklamasi
Ruang hampa-pasca-proklamasiAksi SETAPAK
 
Rakyat menggugat-koalisi-tambang
Rakyat menggugat-koalisi-tambangRakyat menggugat-koalisi-tambang
Rakyat menggugat-koalisi-tambangAksi SETAPAK
 
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013Aksi SETAPAK
 
Policy brief-yayasan-spora-indonesian
Policy brief-yayasan-spora-indonesianPolicy brief-yayasan-spora-indonesian
Policy brief-yayasan-spora-indonesianAksi SETAPAK
 
Policy brief-swandiri-institute-english
Policy brief-swandiri-institute-englishPolicy brief-swandiri-institute-english
Policy brief-swandiri-institute-englishAksi SETAPAK
 
Policy brief-sampan-more-permits-than-land
Policy brief-sampan-more-permits-than-landPolicy brief-sampan-more-permits-than-land
Policy brief-sampan-more-permits-than-landAksi SETAPAK
 
Policy brief-prakarsa-borneo-english
Policy brief-prakarsa-borneo-englishPolicy brief-prakarsa-borneo-english
Policy brief-prakarsa-borneo-englishAksi SETAPAK
 
Policy brief-ppkmlb-indonesian
Policy brief-ppkmlb-indonesianPolicy brief-ppkmlb-indonesian
Policy brief-ppkmlb-indonesianAksi SETAPAK
 
Policy brief-ppkmlb-english
Policy brief-ppkmlb-englishPolicy brief-ppkmlb-english
Policy brief-ppkmlb-englishAksi SETAPAK
 
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesian
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesianPolicy brief-pena-psap-konphalindo-indonesian
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesianAksi SETAPAK
 

More from Aksi SETAPAK (20)

Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-women
Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-womenWacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-women
Wacana 33-the-fight-for-forest-control-and-the-struggle-of-indigenous-women
 
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digital
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digitalWacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digital
Wacana 33-masyarakat-adat-dan-perebutan-penguasaan-hutan-arsip-digital
 
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesian
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesianUncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesian
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-indonesian
 
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-english
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-englishUncovering regional-wealth-seknas-fitra-english
Uncovering regional-wealth-seknas-fitra-english
 
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesian
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesianTata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesian
Tata kelola-hutan-dan-lahan-2015-indonesian
 
Taf forest and-land-governance-in-indonesia
Taf forest and-land-governance-in-indonesiaTaf forest and-land-governance-in-indonesia
Taf forest and-land-governance-in-indonesia
 
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
Suplemen wacana-33-masyarakat-hukum-adat-adalah-penyandang-hak-subjek-hukum-d...
 
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahanStudi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
Studi delphi-meningkatkan-tata-kelola-hutan-dan-lahan
 
State of-the-forest-report-2009-2013
State of-the-forest-report-2009-2013State of-the-forest-report-2009-2013
State of-the-forest-report-2009-2013
 
Setapak news-edition-1
Setapak news-edition-1Setapak news-edition-1
Setapak news-edition-1
 
Ruang hampa-pasca-proklamasi
Ruang hampa-pasca-proklamasiRuang hampa-pasca-proklamasi
Ruang hampa-pasca-proklamasi
 
Rakyat menggugat-koalisi-tambang
Rakyat menggugat-koalisi-tambangRakyat menggugat-koalisi-tambang
Rakyat menggugat-koalisi-tambang
 
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013
Portret keadaan-hutan-indonesia-2009-2013
 
Policy brief-yayasan-spora-indonesian
Policy brief-yayasan-spora-indonesianPolicy brief-yayasan-spora-indonesian
Policy brief-yayasan-spora-indonesian
 
Policy brief-swandiri-institute-english
Policy brief-swandiri-institute-englishPolicy brief-swandiri-institute-english
Policy brief-swandiri-institute-english
 
Policy brief-sampan-more-permits-than-land
Policy brief-sampan-more-permits-than-landPolicy brief-sampan-more-permits-than-land
Policy brief-sampan-more-permits-than-land
 
Policy brief-prakarsa-borneo-english
Policy brief-prakarsa-borneo-englishPolicy brief-prakarsa-borneo-english
Policy brief-prakarsa-borneo-english
 
Policy brief-ppkmlb-indonesian
Policy brief-ppkmlb-indonesianPolicy brief-ppkmlb-indonesian
Policy brief-ppkmlb-indonesian
 
Policy brief-ppkmlb-english
Policy brief-ppkmlb-englishPolicy brief-ppkmlb-english
Policy brief-ppkmlb-english
 
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesian
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesianPolicy brief-pena-psap-konphalindo-indonesian
Policy brief-pena-psap-konphalindo-indonesian
 

KINERJA KI PUSAT

  • 1. Catatan MASYARAKATSIPILterhadap Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 • Dessy Eko Prayitno • Nisa Istiqomah • Arbain Editor : Mujtaba Hamdi FOINI
  • 2. Tim Penyusun Dessy Eko Prayitno Nisa Istiqomah Arbain Editor Mujtaba Hamdi “Sebuah hasil kerja bersama Koalisi FOINI (Freedom of Information Network Indonesia)” Didukung oleh : Catatan MASYARAKATSIPIL terhadap Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013
  • 3. III Daftar Isi Kata Sambutan — IV Kata Pengantar — VI BAB I, PENGANTAR — 1 BAB II, KINERJA KOMISI INFORMASI PUSAT PERIODE 2009 – 2013 — 5 A. Kondisi KI Pusat Periode 2009 – 2013 — 5 1. Visi, Misi, dan Program Kerja — 5 2. Sekretariat dan Perangkat Pendukung — 6 3. Anggaran — 6 B. Penilaian Kinerja — 9 1. Tugas dan Fungsi Utama — 9 1.1. Penyelesaian Sengketa Informasi — 9 1.2. Pembentukan Regulasi — 12 2. Tugas dan Fungsi Pendukung — 15 2.1. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi — 15 2.2. Pembangunan Jaringan Strategis — 22 2.3. Pengelolaan Organisasi — 24 2.4. Monitoring dan Evaluasi — 26 3. Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan — 27 3.1. Pembentukan KI Provinsi — 27 3.2. Pengembangan Kapasitas KI Provinsi — 29 3.3. Pelaksanaan Tugas KI Pusat sebagai Badan Publik — 32 BAB III, KESIMPULAN DAN SARAN — 33 A. Kesimpulan — 33 B. Saran — 37
  • 4. IV Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sam- paikan kepada Sdr. Dessy Eko Prayitno dan Sdri. Nisa Istiqomah dari Indonesia Center for Enviromental Center (ICEL) serta Sdr. Arbain dari Indonesian Parliamentary Center (IPC). Atas kerja keras mereka, pe- nyusunan Penilaian Kinerja Komisi Informasi (KI) Pusat Periode 2009 – 2013, dapat diselesaikan. Penilaian Kinerja KI ini untuk memberikan gambaran tentang ca- paian keberhasilan maupun target yang belum tercapai berdasarkan visi misi, rencana kerja tahunan, dan beberapa ukuran lainnya. Dari gambaran tersebut, kami membuat sejumlah rekomendasi kepada KI dan pemangku kepentingan dalam upaya membangun keterbukaan informasi publik, diantaranya kalangan masyarakat sipil, pemerintah, DPR, dan berbagai pihak lainnya. Kami menyadari, ini bukanlah satu-satunya dokumen yang me- nilai kinerja KI. Harapan kami, gambaran dan sejumlah rekomendasi pada buku ini, dapat menjadi cermin bagi semua pihak yang mencita- citakan terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Sebuah Negara yang terbuka dan menjamin hak publik untuk mengakses informasi. Kita semua tentu telah lama mengharapkan kondisi tersebut dan semoga sampai kini, tak surut memperjuangkannya. Terakhir, atas nama IPC, saya menghaturkan terimakasih kepada Freedom of Information Network Indonesia (FOINI), sebuah koalisi Kata Sambutan
  • 5. Kata Sambutan V masyarakat sipil yang aktif memperjuangkan keterbukaan informasi di Indonesia. FOINI telah memberikan kepercayaan kepada IPC, untuk menjalankan program penyusunan Penilaian Kinerja KI serta kegiatan lain yaitu pengawalan proses seleksi calon Anggota KI periode 2013- 2017. Banyak pelajaran yang kami dapatkan, baik selaku anggota Koalisi maupun sebagai IPC. Semoga berbagai pengalaman ini dapat menjadi pelajaran dan mempererat kerjasama ke depan. Tentu masih banyak kekurangan dari kami selaku pengelola program. Untuk itu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Melangkah ke depan tentu akan terasa sulit bila kita terlampau sering menengok ke belakang. Namun, sesekali menengok ke bela- kang sangatlah penting, sebagai cermin agar kita tidak kehilangan jatidiri dan identitas. Salam Transparansi Sulastio Direktur Indonesian Parliamentary Center.
  • 6. VI Kata Pengantar Urgensi Menegakkan Kemandirian Komisi Informasi Komisi Informasi (KI) memiliki peran dan fungsi penting dalam pemenuhan hak publik atas informasi di Indonesia. KI memegang mandat untuk menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), menetapkan aturan-aturan terkait standar layanan in- formasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik. Tanpa ada aturan yang dibuat, UU KIP mustahil bisa dijalankan. Begitu pula, jaminan konstitusional atas akses warga negara terhadap informasi yang dikuasai badan-badan publik tidak akan ada artinya jika penola- kan akses tidak dapat digugat dan disengketakan. Karena itu, kinerja KI penting untuk terus diawasi agar berjalan sesuai dengan peran, fungsi dan haluan dasarnya. Dalam menjalankan peran dan fungsinya, prinsip kemandirian merupakan syarat pokok bagi KI. Pasal 23 UU KIP dan penjelasan- nya menitikberatkan bahwa dalam menjalankan wewenang, tugas dan fungsinya, KI harus independen, baik dalam memutus perkara seng- keta informasi maupun dalam menyusun peraturan pelaksanaan UU KIP. Independen memiliki arti bebas dari intervensi pihak lain, tidak memiliki kepentingan dengan perkara atau pihak yang berperkara dan bebas dari hubungan yang patut diduga mempengaruhi pengambilan keputusan.
  • 7. Kata Pengantar VII Di luar itu, secara kelembagaan, KI juga dinyatakan sebagai lem­ baga mandiri. Ini ditegaskan oleh Pasal 23 UU KIP: “Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Un- dang ini dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa Infor- masi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.” Dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, KI dapat disebut sebagai lembaga negara bantu (auxiliary state body) yang merupakan penunjang lem- baga negara utama (primary constitutional organs) yang terdiri dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. KI merupakan lembaga negara bantu yang secara bersamaan menjalankan fungsi-fungsi eksekutif, kuasi- yudikatif (memutus perkara) dan kuasi-legislatif (membentuk peratu- ran). Oleh karena itu, kemandirian dalam hal kelembagaan menjadi sangat penting. Kemandirian kelembagaan KI mendapat tantangan bahkan se- jak pendiriannya. Jika kita simak, penegasan “lembaga mandiri” me- mang diatur dalam Pasal 23, namun pada pasal lain, yakni Pasal 29, dinyatakan bahwa pelaksanaan fungsi sekretariat KI dilakukan oleh Pemerintah. Berkenaan dengan KI Pusat, sekretariat dilaksanakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ini berarti bahwa dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola KI Pusat bergan- tung kepada Kominfo. Pengaturan pada Pasal 29 itu membuat penegasan “lembaga mandiri” KI tidak banyak berarti. Sebab, implikasi pengaturan Pasal 29 UU KIP membuat KI tak lagi tampak seperti lembaga yang man- diri secara kelembagaan. Pertama, desain struktur sekretariat KI Pusat mengikuti desain struktur yang diajukan Kominfo kepada Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN- RB). Dengan demikian, KI Pusat tidak memiliki ruang untuk menga- jukan desain struktur kelembagaan sekretariat sesuai dengan tugas dan fungsi KI Pusat. Kedua, sekretariat yang berasal dari Kominfo menyebabkan KI Pusat tidak dapat menyeleksi sendiri staf-staf sekre­ tariat sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi yang dibutuhkan dalam implementasi pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat. Ketiga, dari sisi anggaran, Pasal 29 ayat (6) menyebutkan bahwa anggaran KI Pusat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Ne- gara (APBN), namun dalam pelaksanaannya, anggaran APBN tidak
  • 8. Kata Pengantar VIII langsung mengalir ke KI Pusat, tetapi melalui Kominfo terlebih dahulu. Bahkan dalam perencanaan anggaran, meski KI Pusat berhak menyu- sun anggarannya sendiri, pembahasan di DPR dilakukan oleh Kominfo tanpa melibatkan KI Pusat, sehingga berpotensi usulan anggaran KI Pusat tidak diakomodasi oleh Kominfo. Kendati secara kelembagaan kemandirian KI tampak tidak je- las sosok dan wujudnya, tidak berarti bahwa kemandirian KI dalam menjalankan tugas-tugasnya boleh dikurangi. Kemandirian dalam memutus perkara merupakan syarat mutlak yang tak dapat ditawar. Kemandirian dalam menyusun aturan dalam mewujudkan UU KIP pun tak dapat dikurangi. Organisasi masyarakat sipil (OMS), media, dan masyarakat luas harus terus melakukan pengawasan agar dalam melak­sanakan tugas dan fungsinya, KI besikap independen, tidak di­ intervensi oleh pihak manapun. TIM PENULIS
  • 9. 1 A. Latar Belakang Pada Juni 2013, Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) Periode 2009–2013 telah habis masa tugasnya. Harus diakui, KI Pusat su- dah me­lakukan langkah-langkah penting, mulai dari pembentukan Peraturan Komisi Informasi (PerKI), sosialisasi dan pelatihan Undang- Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) beserta peraturan pelaksanaannya kepada badan publik dan masyarakat, hingga penyelesaian sengketa informasi publik. Namun, masih banyak kalangan berpendapat bahwa KI Pusat belum optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengawal implementasi UU KIP. Hal ini termasuk ketidakpuasan pemangku kepentingan terhadap proses dan putusan sengketa informasi KI Pusat. Berdasarkan hal tersebut, koalisi Freedom of Information Network Indonesia (FOINI) menyusun laporan kinerja KI Pusat versi masyarakat sipil. Laporan ini akan memotret kinerja KI Pusat dalam mendorong dan mengawal keterbukaan informasi publik di Indonesia dan reko- mendasi untuk memperbaiki keadaan tersebut. B. Tujuan Tujuan penulisan laporan ini adalah: 1. Memberikan penilaian terhadap kinerja KI Pusat Periode 2009- BAB I Pengantar
  • 10. PengantarBab 1 2 2013; 2. Memberikan rekomendasi kepada KI Pusat periode 2013-2017 dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas dan fungsi men- gawal implementasi UU KIP. C. Aspek yang Dinilai Aspek yang dinilai dalam laporan ini adalah: 1. Kinerja KI Pusat sebagaimana dimandatkan dalam UU KIP mau- pun tugas-tugas lainnya dalam mengawal optimalisasi implemen- tasi UU KIP; 2. Implementasi visi misi dan program kerja KI Pusat Periode 2009- 2013. D. Metodologi Penyusunan kinerja KI Pusat ini didasarkan pada data yang diper- oleh dari studi literatur, Focus Group Discussion (FGD), dan wawan- cara. Studi literatur dilakukan terhadap dokumen-dokumen KI Pusat, meliputi laporan tahunan, putusan mediasi dan ajudikasi, Rencana Kerja Anggaran-Kementerian Lembaga (RKA-KL), Daftar Isian Pelak- sanaan Anggaran (DIPA), rencana strategis KI Pusat Periode 2009– 2013, laporan keuangan, dan dokumen relevan lainnya. Kemudian FGD dilakukan dengan melibatkan Freedom of Information Network Indonesia (FOINI), badan publik negara dan non-negara yang pernah menjalin kerjasama atau bersengketa di KI Pusat. Wawancara dilaku- kan terhadap komisioner KI Pusat Periode 2009-2013 dan sembilan KI Provinsi yaitu KI Banten, KI Kaltim, KI Bali, KI DKI Jakarta, KI Sumsel, KI Jatim, KI Lampung, KI Jateng dan KI Sulsel. Kegiatan- kegiatan yang mendukung penggalian informasi tersebut dilakukan dalam rentang waktu bulan Juni-Juli 2013. Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator- indikator yang diturunkan dari prinsip-prinsip keterbukaan informasi yang tercantum dalam UU KIP, peraturan-peraturan turunannya dan Rencana Kerja Strategis 2010-2014. (Lihat tabel 1)
  • 11. Jenis Tugas dan Fungsi Indikator Penilaian Tugas dan Fungsi Utama Tugas penyelesaian sengketa informasi, yakni menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik. Diselesaikannya sengketa informasi yang diajukan secara: - cepat - biaya ringan - sederhana. Tugas regulasi, yakni menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik, menetapkan petunjuk pelak- sanaan dan petunjuk teknis. Adanya regulasi mengenai standar pelayanan informasi berikut petunjuk pelaksanaan dan petuanjuk teknisnya. Tugas dan Fungsi Pendukung Edukasi, sosialisasi dan advokasi Dijalankannya program terkait ber- dasarkan target kerja. Dampak diukur berdasarkan jumlah pembentukan PPID badan publik, komposisi pemo- hon informasi dan pemohon sengketa informasi. Pembangunan jaringan strategis Dijalankannya program terkait ber- dasarkan target kerja. Dampak diukur berdasarkan kesinambungan jaringan dan hasil kerjasama yang dilakukan. Monitoring dan Evaluasi Dijalankannya program terkait ber- dasarkan target kerja. Dampak diukur berdasarkan peningkatan kualitas keterbukaan informasi badan-badan publik. Tabel 1.
  • 12. Jenis Tugas dan Fungsi Indikator Penilaian Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan Pembentukan KI Provinsi Dijalankannya program terkait ber- dasarkan target kerja. Dampak diukur berdasarkan jumlah KI Provinsi yang berhasil dibentuk. Pengembangan Kapasitas KI Provinsi Dilakukannya pengembangan kapa- sitas yang terstruktur, sistematis dan berkesinambungan. Pelaksanaan Tugas KI sebagai Badan Publik Dibentuknya PPID dan SOP layanan informasi berdasarkan target waktu yang ditetapkan.
  • 13. 5 A. Kondisi KI Pusat Periode 2009 – 2013 1. Visi, Misi, dan Program Kerja Visi KI Pusat dalam Rencana Kerja Strategis 2010–2014 KI Pusat adalah “Pada tahun 2013 KI Pusat menjadi lembaga mandiri, kredi- bel, dan berperan sebagai ikon pengembangan budaya transparansi di Indonesia.” Visi tersebut mengandung tiga konsep utama yang ingin dicapai, yaitu: pertama, kemandirian. KI Pusat menjadi lembaga man- diri yang terlepas dari berbagai kepentingan dan intervensi dari pihak manapun dalam pengelolaan organisasi, pengembangan program kerja dan anggaran, dan pembentukan regulasi dalam implementasi keterbukaan informasi publik. Kedua, kredibel. KI Pusat memiliki kapa- sitas, pengaruh, kepercayaan publik, dan tanggung jawab yang besar dalam mendorong dan mengawal implementasi keterbukaan informa- si publik. Ketiga, menjadi ikon pengembangan budaya transparansi di Indonesia. Untuk mencapai visi tersebut, KI Pusat memiliki tiga misi utama, yaitu: pertama, optimalisasi tugas dan fungsi penyelesaian sengketa informasi. Kedua, menyelenggarakan pelayanan prima dengan ber- landaskan pada kemandirian, tidak memihak, informatif—memberi- BAB II KINERJA KOMISI INFORMASI PUSAT PERIODE 2009 – 2013
  • 14. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 6 kan informasi yang diharapkan secara rinci, detil dan menyeluruh sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Visi dan misi tersebut kemudian diturunkan dalam program kerja KI Pusat tahun 2010–2013, yang berfokus kepada empat bidang, yait­u: organisasi, regulasi, jaringan, dan pelayanan yang akan dicapai secara berkesinambungan. Empat bidang pencapaian tersebut memi- liki proporsi yang berbeda setiap tahunnya sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 2.1. 2. Sekretariat dan Perangkat Pendukung Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KI Pusat didukung oleh Sekretariat sebagai unsur pendukung administratif, keuangan dan tata kelola KI Pusat. Sekretariat KI Pusat dipimpin oleh seorang Se­ kretaris yang membawahi tiga bagian, yaitu: Bagian Umum, Bagian Perencanaan, dan Bagian Administrasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa. Secara teknis operasional Sekretaris bertanggungjawab ke- pada Ketua KI Pusat, dan secara administratif bertanggungjawab ke- pada Sekretariat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selain ketiga bagian, Sekretariat KI Pusat juga terdapat staf-staf yang memberikan dukungan terhadap substansi pelaksanaan tugas KI Pusat sesuai dengan bidang tugasnya. Staf-staf ini tergabung dalam Tenaga Ahli (TA) dan Asisten Ahli KI Pusat. TA terbagi dalam tiga bi- dang, yaitu: bidang penyusunan putusan, bidang komunikasi, dan bi- dang penelitian. Sedangkan Asisten Ahli melekat pada masing-masing anggota KI Pusat untuk memberikan dukungan teknis dan substansial. Struktur lengkap Sekretariat KI Pusat dapat dilihat pada gambar 2.2. 3. Anggaran Anggaran KI Pusat periode 2009-2013 setiap tahunnya seba- gaimana digambarkan dalam tabel 2.1. Anggaran ini digunakan dalam 3 (tiga) komponen besar, yaitu: layanan dukungan teknis administrasi dan tata kelola KI Pusat, pen- anganan sengketa informasi publik, dan pengembangan kapasitas KI, badan publik, dan masyarakat.
  • 15. Gambar 2.1 Pelayanan 2010 10% 5% 20% 20% 50% 10% 10% 10% 35% 10% 20% 15% 20% 10% 35% 10% 10% 30% 50% 2013 Service Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan Evaluation Jaringan Network Regulasi Regulation Organisasi Pengembangan Development 2010 Penguatan Reinforcement 2011 Pemantapan Consolidation 2012 Pelayanan Service 2013 Organization Sumber: Dokumen Rencana Kerja Strategis KI Pusat Periode 2010-2014
  • 16. Gambar 2.2 Sekretaris /KPA KSubag TU KSubag Keuangan KSubag Perencanaan KSubag Monev KSubag Pengadaan KSubag Adm PSI Staf administrasi BMN Staf Ad Gaji & Kepegawaian Staf Urusan Rumah Tangga Staf Verifikasi Staf Urusan Persidangan Staf Pembayaran (KPPN) Staf Perencanaan Staf Monev Staf Adm Pendaftaran Staf Pemeriksaan Pengaduan Staf Registrasi Staf Manajemen Persidangan Staf Arsip & dokumentasi KBag. Umum KBag. Perenc. Program KBag. Adm Pedaft & PSI • Tim Hukum • Tim Website • Tenaga Ahli • Asisten Ahli Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendahara Staf 1 Staf 2 Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011 Tahun Anggaran Besaran 2009-2010 7,540,200,000 2010-2011 13,416,700,000 2011-2012 13,416,700,000 2012-2013 14,366,700,000 Tabel 2.1
  • 17. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 9 B. Penilaian Kinerja 1. Tugas dan Fungsi Utama 1.1. Penyelesaian Sengketa Informasi Jumlah Permohonan Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012, terdapat 818 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan kepada KI Pusat. Permohonan penyelesaian sengketa informasi tiap tahunnya sebagaimana digambarkan dalam tabel 2.2. Status Penyelesaian Sengketa Informasi Publik Dari 818 permohonan sengketa informasi yang diajukan ke KI Pu- sat sampai dengan tahun 2012, KI Pusat telah berhasil menyelesaikan sejumlah 532 (64%) sengketa, baik melalui mediasi, ajudikasi, mau- pun permohonan ditolak dan dicabut. Sedangkan 295 (36%) sengketa masih dalam proses. Sebagaimana tergambar dalam Gambar 2.3. Rincian status permohonan sengketa dapat dilihat di Tabel 2.3. Jangka Waktu Penyelesaian Tiap Sengketa melalui Mediasi dan Ajudikasi Dari 227 putusan sengketa informasi yang dipublikasikan dalam website resmi KI Pusat (www.komisiinformasi.go.id), kami menemukan bahwa 157 (69%) sengketa diselesaikan dalam jangka waktu 100 hari kerja, sedangkan 70 (31%) sengketa lainnya diselesaikan dalam jang- ka waktu lebih dari 100 hari kerja. Sebagaimana tergambar dalam Gambar 2.4. Penilaian Melihat data permohonan sengketa yang diterima dan kemajuan penyelesaiannya sebagaimana telah dipaparkan, di satu sisi kinerja KI Pusat patut diapresiasi, karena mampu menyelesaikan 64% perkara sengketa informasi dari 818 permohonan penyelesaian sengketa infor-
  • 18. Tahun Jumlah Sengketa 2010 76 2011 419 2012 323 Total 818 Tabel 2.2 Gambar 2.3 64 % 36 % Selesai Dalam Proses Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012 Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012
  • 19. Status Jumlah Sengketa Dalam Proses 295 Ditolak 272 Dicabut 24 Selesai Mediasi 162 Selesai Ajudikasi 65 Total 818 Tabel 2.3 Gambar 2.4 31 % 69 % > 100 Hari Kerja < 100 Hari Kerja Sumber: Diolah dari putusan KI Pusat
  • 20. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 12 masi. Namun di sisi lain, jika melihat jangka waktu penyelesaiannya, kinerja KI Pusat masih perlu ditingkatkan karena masih terdapat 70 sengketa (31%) dari 227 putusan sengketa informasi yang kami ek- saminasi, diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari 100 hari kerja, halmana ini melanggar ketentuan Pasal 38 UU KIP, dan secara prinsip ini melanggar asas cepat dan tepat waktu dalam hal perolehan in- formasi sebagaimana terdapat dalam pasal 2 ayat (3) UU KIP, serta melanggar asas cepat sebagaimana diatur dalam PerKI 2/2010. Secara kualitas, putusan KI Pusat dinilai baik. Indikatornya, pu- tusan yang diajukan ke tingkat banding di pengadilan sangat kecil. Alamsyah Saragih, salah satu anggota KI Pusat, menyatakan bahwa jika indikator kualitas putusan ditentukan oleh tingkat ketaatan badan publik melaksanakan putusan KI Pusat, maka hingga akhir masa jabatan KI Pusat Periode 2009-2013, sangatlah sedikit putusan KI Pu- sat yang diajukan banding ke pengadilan. Adapun Laptah KI Pusat Tahun 2012 mengungkapkan bahwa upaya keberatan atas putusan KIP ke Pengadilan hingga tahun 2012 hanya 2% (10 sengketa infor- masi), dari total 523 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang telah selesai di Komisi Informasi Pusat. 1.2. Pembentukan Regulasi KI Pusat periode 2009-2013 telah melahirkan kebijakan-kebija- kan penting dalam rangka optimalisasi pelaksanaan keterbukaan in- formasi publik. Secara umum, terdapat tiga peraturan yang memiliki dampak signifikan dalam dinamika pelaksanaan keterbukaan infor- masi publik, yaitu: PerKI 1/2010, PerKI 2/2010, dan PerKI 1/2013. PerKI 1/2010 merupakan peraturan pertama yang menjadi acua­n nasional dalam hal pelayanan informasi. Sedangkan PerKI 1/2013 (perubahan dari PerKI 2/2010) merupakan peraturan yang mengatur mengenai hukum acara penyelesaian sengketa informasi di Komisi In- formasi. Selain 3 (tiga) peraturan tersebut, KI Pusat juga mengeluarkan kebijakan yang memiliki dampak pada transparansi anggaran kemen- terian/lembaga, yaitu Surat Edaran Komisi Informasi Pusat (SEKIP) No. 1 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKA K/L) serta Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) se- bagai Informasi Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara
  • 21. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 13 Berkala oleh Badan Publik. SEKIP lainnya adalah SEKIP No. 1 Tahun 2012 tentang Pena­ nganan Aduan Tindak Pidana dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, dan SEKIP No. 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Sementara Standar Pembiayaan Honorarium, Perjalanan Dinas, dan Sarana-Prasarana bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi In- formasi Provinsi. Selain PerKI dan SEKIP, KI Pusat juga telah menerbitkan Kode Etik Komisi Informasi yang diterapkan dan berlaku bagi seluruh anggota Komisi Informasi dan staf sekretariatnya, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan KI Pusat digambar- kan sebagaimana tabel 2.4. Penilaian Melihat berbagai kebijakan yang telah diterbitkan pada periode 2009-2013, kinerja KI Pusat patut diapresiasi karena mampu meru- muskan berbagai kebijakan yang dibutuhkan dalam rangka imple- mentasi UU KIP. Peraturan dan kebijakan yang diterbitkan membawa dampak signifikan. PerKI 1/2010, misalnya, berdampak pada meningkatnya jumlah badan publik di Indonesia yang berupaya untuk mengem- bangkan sistem pelayanan informasi sesuai dengan standar dalam Perki 1/2010. Sementara, lahirnya PerKI 2/2010 dan PerKI 1/2013 menjamin kepastian hak atas informasi masyarakat. Sebelumnya, masyarakat tidak memiliki ruang dan mekanisme pengaduan dalam hal hak mereka atas informasi mendapatkan hambatan dari badan publik. Munculnya banyak pengajuan sengketa informasi di seluruh In- donesia menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kepercayaan pada kepastian hak atas informasi dan mekanisme penyelesaian sengketa informasi yang ditetapkan. Dikeluarkannya SEKIP 1/2011 juga membawa dampak yang menggembirakan. Ini terlihat pada fakta bahwa skor Open Budget In­ dex (OBI) Indonesia meningkat dari tahun 2010 dengan skor 51 dan pada 2012 menjadi 62. Dengan skor ini, Indonesia menempati posisi ke-20 dari 100 negara yang disurvei mengenai transparansi angga-
  • 22. Kebijakan Substansi Pengaturan PerKI 1/2010 Standar layanan informasi publik yang wajib diber- lakukan dan dilaksanakan badan publik di seluruh Indonesia. PerKI 2/2010 Prosedur beracara atau bersengketa di Komisi Informasi yang menjadi acuan bagi penyelesaian sengketa informasi di seluruh Indonesia. PerKI 1/2013 PerKI ini merupakan revisi dari PerKI 2/2010 yang mengatur mengenai substansi yang sama, tetapi dengan beberapa pengaturan perbaikan dalam rangka efisiensi penyelesaian sengketa informasi publik. SEKIP 1/2011 Status dokumen RKA K/L dan DIPA sebagai infor- masi terbuka yang wajib disediakan dan diumum- kan secara berkala. SEKIP 1/2012 Pedoman penanganan tindak pidana dalam kaitan- nya dengan pelaksanaan UU KIP. SEKIP 2/2012 Pedoman standar honorarium, perjalanan dinas, dan sarana dan prasarana Komisi Informasi Provinsi. Kode Etik Komisi Informasi Panduan berperilaku bagi Komisi Informasi dan staf sekretariatnya, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Tabel 2.4
  • 23. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 15 rannya. Di luar peraturan-peraturan yang diterbitkannya sendiri, KI Pusat juga tampak berhasil dalam mendorong lahirnya Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2011 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa In- formasi di Pengadilan. Meskipun PerMA ini bukan menjadi mandat KI Pusat, tetapi inisiasi dan kerjasama pembentukan PerMA ini telah berhasil dilakukan KI Pusat bersama Mahkamah Agung. 2. Tugas dan Fungsi Pendukung 2.1. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi Tugas edukasi, sosialisasi, dan advokasi UU KIP dan peraturan- peraturan turunannya merupakan konsekuensi logis dari terbitnya PerKI. Asumsinya, KI Pusat telah menerbitkan PerKI, sehingga sudah seharusnya mereka melakukan sosialisasi dan edukasi agar tidak ter- jadi salah tafsir dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam PerKI. Di sisi lain harus dipahami bahwa, tugas melakukan edukasi, so- sialisasi, dan advokasi dalam kerangka yang lebih luas juga dapat mendukung kinerja KI Pusat dalam penyelesaian sengketa informasi maupun penyusunan kebijakan terkait pelaksanaan keterbukaan infor- masi. Secara sederhana, edukasi, sosialisasi, dan advokasi ini dapat mengakselerasi pelaksanaan UU KIP di badan publik dan meningkat- kan kesadaran masyarat akan hak atas informasi, sehingga demand dan supply informasi akan bertemu secara seimbang. Edukasi dan Sosialisasi ke Badan Publik Sejak tahun 2010 hingga 2012, sosialisasi pelaksanaan keterbu- kaan informasi publik telah dilakukan secara merata kepada badan publik pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Sebagaima- na tergambar pada Gambar 2.5. Apabila menilik data sosialisasi pelaksanaan keterbukaan infor- masi publik berdasarkan UU KIP di atas, dapat dilihat bahwa sosial- isasi telah dilakukan secara masif. Namun demikian, apabila melihat ketaatan badan publik dalam melaksanakan mandat UU KIP dan per- aturan-peraturan turunannya dalam hal pembentukan sistem laya­nan informasi, terutama pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan
  • 24. Gambar 2.5 Sosialisasi ke Badan Publik (2010) 4 6 22 5 2 27 Kementerian Lembaga Non-Kemetrian Legislatif, Yudikatif & BPK Pemerintah Provinsi BUMN Perguruan Tinggi Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011
  • 25. Sosialisasi ke Badan Publik (2011) 12% 2% 67% 11% 1% 7% Kementerian Pemerintah Provinsi BUMN Perguruan Tinggi Lembaga Non-Pemerintah LSM Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2011
  • 26. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 18 Dokumentasi (PPID), masih banyak badan publik pemerintah yang be- lum memiliki PPID. Berdasarkan data rekapitulasi Direktorat Komunikasi Publik, Di- rektorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP), tanggal 20 Mei 2013, jumlah badan publik negara yang telah menunjuk PPID dipaparkan pada Tabel 2.5. Dapat dilihat dari Tabel 2.5, selain Kementerian, tingkat ketaatan untuk membentuk PPID, secara total masih rendah, yaitu 36,82%. Presentase ini menunjukkan bahwa tingkat ketaatan PPID masih jauh dari yang diharapkan. Pun demikian, apabila dilihat dari badan publik di tingkat pusat, baru sekitar 43% yang telah membentuk PPID. Hal ini belum termasuk badan publik non-negara (LSM, parpol, dll) yang perkembangan penerapan UU KIP-nya tidak dicatat dalam rekapitulasi Direktorat Komunikasi Publik ini. Data rekapitulasi di atas masih menggunakan masih merupakan indikator sederhana, yaitu pembentukan PPID, yang belum memasuk- kan indikator lain, seperti penyusunan standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan dan pelayanan informasi, penyusunan daftar in- formasi, laporan pelaksanaan UU KIP, respon terhadap permintaan informasi masyarakat, dll. Apabila mandat ini diakumulasikan, dapat diperkirakan tingkat ketaatan badan publik dalam melaksanaan UU KIP akan jauh lebih rendah dari tingkat ketaatan untuk membentuk PPID. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa edukasi, sosialisasi, advokasi, bahkan fungsi konsultasi yang dilakukan KI Pusat belum op- timal, karena belum mampu mendorong implementasi UU KIP oleh badan publik. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi ke Masyarakat Edukasi, sosialisasi, dan advokasi UU KIP dan peraturan turunan- nya kepada masyarakat telah pula dilakukan oleh KI Pusat. Tahun 2010, sosialisasi ke masyarakat dilakukan dengan anggaran yang sangat terbatas. Baru pada tahun 2011, anggaran untuk sosialisasi ke masyarakat jumlahnya meningkat. Hasil dari sosialisasi tersebut belum tampak menggembirakan. Indikatornya adalah komposisi permohonan sengketa informasi. Pemohon sengketa masih didominasi oleh organisasi masyarakat sipil
  • 27. No. Lembaga Jumlah Telah Menunjuk PPID Persentase 1. Kementerian 34 34 100% 2. Lembaga Negara/Lembaga Setingkat Menteri/LNS/LPP 129 36 27,9% 3. Provinsi 33 21 63,64% 4. Kabupaten 399 88 22,06% 5. Kota 98 33 33,67% Total 693 212 30,59% Tabel 2.5
  • 28. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 20 (OMS), sedangkan pemohon sengketa dari kalangan individual dan masyarakat umum masih sedikit. Di samping itu, apabila melihat putu- san KI Pusat, didapatkan data bahwa dari 818 sengketa yang diterima KI Pusat, pemohon sengketa yang sebenarnya hanyalah 56 pemohon. Hal ini menunjukkan bahwa UU KIP masih digunakan oleh kalangan terbatas. Gambaran rinci dapat disimak dalam Gambar 2.6. Mencermati data tersebut, maka terlihat bahwa dari total 818 permohonan penyelesaian sengketa informasi yang diajukan ke KI Pusat, total pemohonnya adalah 56 (7%) pemohon yang mengaju- kan sengketa secara berulang-ulang. Kemudian dilihat dari kategori pemohon sengketa, 71% pemohon merupakan OMS, 25% merupakan pemohon individu, dan 4% pemohon dari unsur kelompok masyarakat. Hal ini berarti bahwa pihak-pihak yang mengetahui dan mengguna- kan UU KIP untuk memperoleh informasi masih didominasi dari OMS. Sedangkan pemohon informasi dari unsur individu yang cenderung merupakan pengguna informasi masih sangat kecil jumlahnya. Hal ini menunjukkan bahwa edukasi, sosialisasi, dan advokasi ke masyarakat yang dilakukan KI Pusat belum mampu menyentuh masyarakat secara individu/pengguna informasi yang sebenarnya. Metode Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi Berbagai metode edukasi, sosialisasi, dan advokasi dalam rangka pelaksanaan keterbukaan informasi publik dikembangkan dan digu- nakan oleh KI Pusat. Secara umum, beberapa metode yang digunakan adalah: a) seminar; b) konsultasi bagi badan publik; c) media visit; d) penulisan artikel di media massa (cetak maupun online); e) konferensi pers; f) pengembangan situs resmi Komisi Informasi; g) pembentukan jaringan kerja komunitas peduli informasi publik; h) diskusi publik yang dilaksanakan secara reguler; i) penerbitan newsletter; j) advertorial; k) iklan layanan masyarakat; l) dialog interaktif di televisi maupun radio; dan m) pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi. Namun demikian, berbagai metode tersebut ternyata masih belum optimal dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat akan pentingnya informasi. Catatan menarik adalah terkait dengan pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi yang dilakukan KI Pusat pada tahun 2011. Tujuan dari pembentukan jaringan tersebut adalah untuk membentuk simpul-simpul mitra KI Pusat yang akan men-
  • 29. Gambar 2.6 56 818 Total Pemohon Pemohon Per-Identitas 25% 4% 71% Individu Kelompok Orang OMS Sumber: Laporan Tahunan KI Pusat Tahun 2012 Pemohon Per-Identitas v. Total Pemohon Sengketa Berdasarkan Kategori Pemohon
  • 30. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 22 dorong masyarakat untuk memanfaatkan UU KIP dalam mengakses informasi. Secara konsep, ide ini sangat menarik. Namun demikian, dalam implementasinya, kegiatan ini hanya berfokus pada penyeleng- garaan workshop/seminar saja, di mana anggota KI Pusat datang sebagai narasumber yang memberikan materi sosialisasi, kemudian pergi tanpa ada komunikasi atau tindak lanjut yang lebih konkrit untuk pembentukan jaringan masyarakat peduli informasi tersebut dengan tetap melakukan komunikasi, fasilitasi, dan asistensi kepada mereka. 2.2. Pembangunan Jaringan Strategis Tugas pembangunan jaringan strategis merupakan konsekue- nsi dari tugas mengawal implementasi UU KIP. Asumsinya, agar im- plementasi UU KIP dapat berjalan meluas dan mendalam, berbagai kalangan perlu dirangkul. Jaringan strategis luar negeri penting diban- gun demi meningkatkan pembelajaran atas praktik-praktik terbaik. Berbagai jaringan dalam negeri penting dibentuk agar implementasi berjalan lebih cepat dan lebih kuat. Berkaitan dengan itu, KI Pusat memiliki dua target pembentukan jaringan, yaitu: pertama, menjalin kemitraan strategis dalam negeri (i.e. media, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil (OMS). Kedua, menjalin kemitraan stra­ tegis luar negeri. Pemerintah Secara umum, hubungawwn KI Pusat dengan pemerintah cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan kepercayaan pemerintah untuk menem­patkan KI Pusat sebagai pusat konsultasi dalam implementasi UU KIP, terutama pasca diterbitkannya PerKI 1/2010. Legislatif Secara normatif, hubungan KI Pusat dengan lembaga legislatif (DPR) adalah dalam rangka penyampaian laporan pertanggungjawa- ban pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada DPR. KI Pusat periode 2009-2013 telah beberapa kali bertemu dengan DPR melalui forum Rapat Dengar Pendapat (RDP), baik untuk memberikan laporan pertanggungjawabannya maupun dalam rangka konsultasi
  • 31. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 23 terkait dengan permasalahan implementasi UU KIP. KI Provinsi Hubungan KI Pusat dengan KI Provinsi cukup unik. Secara struk- tural, KI Pusat terpisah dengan KI Provinsi. Artinya baik KI Pusat maupun KI Provinsi memiliki kedudukan yang setara. Namun demikian, dalam praktiknya KI Provinsi memposisikan diri sebagai “perwakilan” KI Pu- sat di daerah. Hal ini dibuktikan dengan ketaatan KI Provinsi dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh KI Pusat. Meski KI Provinsi mengikuti berbagai kebijakan KI Pusat, KI Pusat berupaya melibatkan KI Provinsi dalam penyusunan berbagai kebijakan terkait dengan im- plementasi keterbukaan informasi publik. Salah satu kebijakan konk- rit yang dilahirkan bersama KI Pusat dengan KI Provinsi adalah PerKI 1/2013. PerKI ini merupakan PerKI amandemen PerKI 2/2010 yang disusun secara bersama oleh KI Pusat dan KI Provinsi berdasarkan di- namika sengketa yang terjadi dan dihadapi oleh seluruh KI Provinsi. Untuk mewadahi hubungan KI Pusat dan KI Provinsi, diadakan rapat koordinasi nasional (Rakornas) Komisi Informasi. Rakornas ini merupakan ruang bagi Komisi Informasi untuk saling bertukar ide dan pemikiran terkait implementasi UU KIP. Selain itu, Rakornas ini men- jadi sarana bagi KI Provinsi untuk berkonsultasi terkait dengan berba- gai permasalahan implementasi UU KIP di masing-masing provinsi. Bahkan tidak jarang Rakornas menjadi ajang keluh kesah KI Provinsi terhadap kelembagaan KI Provinsi. Dan dalam forum Rakornas inilah lahir komitmen bersama KI Pusat dan KI Provinsi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan implementasi UU KIP. Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Hubungan KI Pusat dengan OMS dinilai cukup baik apabila dibandingkan dengan lembaga negara lainnya. Hal ini terlihat dari intensitas pendampingan yang dilakukan oleh OMS kepada Komisi Informasi, baik dalam rangka perumusan kebijakan, maupun pressure kepada pemerintah dalam rangka penguatan kelembagaan KI Pusat. Namun demikian, hubungan ini kurang mendapatkan tempat, dalam arti KI Pusat tidak membangun atau menyediakan forum-forum komu- nikasi bagi OMS. Forum-forum yang dibangun lebih pada forum KI Pusat dengan masing-masing OMS, tetapi tidak secara kolektif.
  • 32. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 24 Media Massa Hubungan KI Pusat dengan media massa dinilai tidak berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari minimnya publikasi media terkait dengan KI Pusat. Jika pun terdapat publikasi media, kecenderungann- ya adalah para pihak yang bersengketa, terutama pemohon informasi yang membawa media ketika berproses sengketa di KI Pusat. Sedan- gkan KI Pusat sendiri cenderung “mengabaikan” peran media. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya forum komunikasi KI Pusat dengan media massa, tidak dibangunnya hubungan antara KI Pusat dengan media. Ini ironis apabila melihat mayoritas latar belakang komisioner adalah berlatar belakang komunikasi, humas, bahkan wartawan. Luar Negeri Sejauh ini, KI Pusat tampak belum berhasil membangun kemi- traan strategis dengan lembaga-lembaga atau ahli-ahli dari luar ne­ geri. Meski setiap tahun KI Pusat memiliki agenda kunjungan ke luar negeri dalam rangka study visit dari Komisi Informasi di luar negeri, tidak ada tindak lanjut konkrit pasca study visit tersebut. Ini catatan penting yang perlu diperhatikan, terutama untuk rencana ke depan. Agenda kunjungan luar negeri harus disertai target dan hasil yang jelas dan dapat diukur. 2.3. Pengelolaan Organisasi Agar tugas dan fungsi dapat dijalankan maksimal, pengelolaan organisasi harus dipastikan berjalan baik. Dalam hal organisasi, KI Pusat memiliki tiga target utama, yaitu: pertama, peningkatan kompe- tensi anggota KI Pusat dan sekretariat KI Pusat. Kedua, pengembangan aturan internal KI Pusat. Ketiga, pemenuhan infrastruktur. Peningkatan Kompetensi Anggota KI Pusat dan Staf Sekretariat KI Pusat belum optimal dalam meningkatkan kualitas staf Sekre- tariat. Secara kuantitas, staf Sekretariat memadai untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat, karena Sekretariat tidak hanya terdiri dari staf yang melakukan dukungan admnistratif, keuangan, dan
  • 33. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 25 tata kelola, tetapi juga dukungan substantif regulasi dan penyelesa- ian sengketa informasi. Namun demikian, secara kualitas, Sekretariat masih jauh dari yang diharapkan, terutama staf Sekretariat dari unsur PNS. Untuk menjawab permasalahan minimnya kualitas sekretariat, KI Pusat mengadakan pelatihan penanganan sengketa di Komisi In- formasi. Namun demikian, pelatihan ini tidak terprogram secara sis- tematis dan berkesinambungan, baru di awal tahun 2012 pelatihan ini mulai mendapatkan dukungan yang nyata sehingga kesinambungan pelatihan bisa terjaga. Pengembangan kapasitas anggota KI juga belum optimal. Pengembangan kapasitas anggota KI Pusat belum secara sistematis dan berkesinambungan diprogramkan oleh KI Pusat. Pengembangan kapasitas anggota KI Pusat dilakukan melalui forum-forum diskusi yang sebenarnya tidak secara khusus diperuntukkan untuk pengem- bangan kapasitas anggota KI Pusat, tetapi lebih pada forum-forum dis- kusi dalam rangka penyusunan kebijakan KI Pusat atau dalam rangka mendiskusikan berbagai permasalahan implementasi UU KIP. Pengembangan Aturan Internal Pelaksanaan pengembangan aturan internal KI Pusat belum opti- mal dilakukan. Sejauh ini KI Pusat telah membentuk Kode Etik Komisi Informasi. Namun demikian, berbagai aturan internal yang men- dukung pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat belum terbentuk, mis- alnya aturan mengenai administrasi penanganan sengketa informasi publik. Padahal aturan ini sangat penting dalam menjamin kepastian hak masyarakat atas informasi. Pemenuhan Infrastruktur Secara umum, pemenuhan infrastruktur di KI Pusat cukup baik. Namun demikian, satu infrastruktur yang belum dimiliki oleh KI Pusat adalah perpustakaan beserta koleksi buku, jurnal ilmiah, dokumentasi dokumen sengketa. Sebagai lembaga yang tugas utamanya adalah penyelesaian sengketa informasi, sangat disayangkan KI Pusat tidak memiliki perpustakaan atau pusat data yang dapat secara optimal mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian sengketa informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka implementasi UU KIP.
  • 34. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 26 2.4. Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan KI Pusat sejauh ini adalah terkait dengan implementasi dari PerKI 2/2010 dan imple- mentasi UU KIP oleh badan publik. Monev terhadap PerKI 2/2010 telah melahirkan PerKI 1/2013 yang merupakan amandemen dari PerKI 2/2010. Sedangkan Monev terhadap implementasi UU KIP oleh badan publik dilakukan dengan membuat rating badan publik. Rating Badan Publik ini merupakan terobosan yang dilakukan KI Pusat dalam rangka mengevaluasi dan mendorong pelaksanaan keter- bukaan informasi. Rating ini dilakukan untuk menilai dan memberikan penghargaan kepada badan publik yang menyediakan informasi se- cara pro-aktif melalui situs resmi masing-masing badan publik. Rating ini diumumkan ketika perayaan Right to Know Day Internasional yang diselenggarakan setiap tanggal 28 September. KI Pusat periode 2009 – 2013 telah dua kali membuat rating badan publik ini, yaitu di tahun 2011 dan 2012. Rating ini memiliki dampak positif kepada badan publik, yaitu badan publik semakin termotivasi untuk menyelenggarakan keterbu- kaan informasi secara pro-aktif melalui website resmi mereka. Hal ini terlihat jelas dari peningkatan nilai pada rating kedua (2012) diban­ dingkan dengan tahun pertama (2011). Namun demikian, meski rating ini memiliki dampak positif, ban- yak kalangan OMS menilai bahwa rating badan publik yang dibuat KI Pusat ini “menyesatkan.” Hal ini karena KI Pusat hanya memasukkan indikator penilaian badan publik dari kualitas publikasi informasi di website hanya untuk sebagian informasi, yaitu informasi yang termasuk dalam kategori wajib disediakan dan diumumkan secara berkala dan serta merta. Indikator tersebut dinilai menyesatkan karena tidak mencermin- kan pelayanan informasi berbasiskan permohonan. OMS mengang- gap bahwa badan publik yang memiliki rating tinggi, tetapi dalam praktik pelayanan informasi berbasis permohonan masih buruk den- gan indikasi bahwa pelayanan informasi dilakukan melebihi jangka waktu yang diatur UU KIP, permohonan informasi ditolak, dsb.
  • 35. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 27 3. Tugas dan Fungsi Lain yang Relevan 3.1. Pembentukan KI Provinsi Pasal 60 UU KIP memandatkan agar paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP, seluruh provinsi memiliki KI Provinsi. Namun demikian, hingga masa tugas KI Pusat Periode 2009-2013 berakhir, baru 20 provinsi yang telah memiliki KI Provinsi yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Gorontalo, Banten, Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakar- ta, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Bali, Aceh, Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Riau. Sedangkan untuk Kabupaten/Kota, meskipun keberadaan Komisi Informasi Kabupaten/Kota tidak wajib, tetapi ter- dapat dua Kabupaten/Kota yang memiliki Komisi Informasi, yaitu Ka- bupaten Bangkalan dan Kota Cirebon. Belum dibentuknya KI Provinsi di 14 provinsi lainnya di Indone- sia patut disayangkan mengingat batas waktu pembentukan yang su- dah lama terlampaui dan sangat strategisnya peran KI Provinsi dalam mendorong keterbukaan informasi di daerah. Meskipun KI Pusat dapat mengambil alih sengketa di daerah yang belum memiliki KI Provinsi sebagaimana dimandatkan oleh Pasal 26 ayat (2) huruf b UU KIP, hal ini tentunya akan menambah beban kerja KI Pusat karena harus me- nyelesaikan sengketa informasi publik yang ada di provinsi-provinsi tersebut. Ini tentu tidak efektif dan efesien dari segi biaya maupun tenaga, mengingat kapasitas KI Pusat yang hanya berjumlah 7 orang, dengan jumlah sengketa yang sangat banyak. Apabila ditelusuri dari rangkaian kegiatan yang telah dilakukan oleh KI Pusat dalam mendorong pembentukan KI Provinsi dan KI Ka- bupaten/Kota berdasarkan Laporan Tahunan KI Pusat 2010-2012, KI Pusat pada tahun 2009 telah menetapkan Keputusan Komisi Informasi tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi Anggota KI Provinsi dan KI Ka- bupaten/Kota yang kemudian direvisi pada tahun 2010. Pedoman ini menjadi panduan dalam pembentukan KI Provinsi. Pedoman ini telah diberikan kepada Pemerintah Provinsi dan juga telah disosialisasikan oleh KI Pusat bersama-sama dengan Kominfo. Kemudian tahun 2011, KI Pusat telah menempuh langkah strat- egis dengan menyelenggarakan audiensi dengan pimpinan kepada
  • 36. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 28 daerah dalam rangka mendorong terbentuknya Komisi Informasi Provinsi. Pada tahun 2012, audiensi dan FGD Pembentukan Komisi Informasi Provinsi kembali diadakan oleh KI Pusat sebanyak 6 (enam) kali di kota yang berbeda, yaitu Banjarmasin (28-30 Mei 2012), Jambi (20-22 Juni 2012), Pekanbaru (18-20 Oktober 2012), Pontianak (27- 29 Desember 2012), Bengkulu (27-29 Desember 2012), dan Bangka Belitung (27-29 Desember 2012), dengan tema masing-masing Ini- siasi Pembentukan Komisi Informasi. Peserta yang diundang di dalam acara ini sebanyak 30 (tiga puluh) orang dari unsur Lembaga Swadaya Masyarakat, unsur media, unsur perguruan tinggi, tokoh masyarakat, legislatif, dan SKPD Pemerintah Provinsi. Narasumber berasal dari KI Pusat. Hasil kegiatan tersebut adalah terbentuknya tim persiapan pem- bentukan Komisi Informasi Provinsi dan konsep rencana kerja tim se- leksi anggota Komisi Informasi Provinsi berupa matrik jadwal kegiatan yang akan dilakukan oleh Panitia seleksi mulai dari tahapan pengu- muman pendaftaran, seleksi administrasi hingga pengumuman hasil calon anggota yang lolos. Selain itu, Panitia seleksi juga merumus- kan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi calon anggota Komisi Informasi Provinsi. Alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut di atas terpaparkan pada Tabel 2.6. Sayangnya, dari enam daerah yang telah diadakan audiensi dan FGD tersebut di atas, hanya satu daerah yang sudah membentuk KI Provinsi yaitu Pekanbaru. Sedangkan dua provinsi lainnya sedang dalam tahap persiapan, satu provinsi mengalami kendala administratif dan dua provinsi belum melakukan persiapan. Keterlambatan pembentukan KI Provinsi di 11 provinsi memang bukan menjadi tanggung jawab KI Pusat semata. Terdapat kendala lain, yakni minimnya anggaran daerah untuk membentuk KI Provinsi. Sebagaimana diketahui anggaran KI Provinsi dan/atau KI Kabupaten/ Kota dibebankan kepada APBD Provinsi dan/atau APBD kabupaten/ kota yang bersangkutan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 26 ayat (6) UU KIP. Anggaran yang memadai sangat diperlukan untuk pengadaan kantor yang representatif, penggajian komisioner dan staff sekretariat serta biaya operasional Komisi Informasi. Dengan de- mikian, dapat disimpulkan bahwa pembentukan KI Provinsi di daerah sangat tergantung pada political will dari pimpinan di daerah serta
  • 37. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 29 ketersediaan dana dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Faktor lainnya yang mempengaruhi pembentukan KI di daerah adalah adanya mitra strategis di tingkat lokal yang berfokus untuk mendorong demand side dalam bentuk permohonan informasi. Na- mun demikian, KI Pusat belum mampu menginisiasi dan mengelola simpul jaringan lokal yang dapat mendorong permintaan informasi di tingkat lokal, sehingga lebih jauh akan mendorong pembentukan KI Provinsi. 3.2. Pengembangan Kapasitas KI Provinsi Pengembangan kapasitas KI Provinsi dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu pelatihan dan memanfaatkan forum Rakornas Komisi Informasi yang diselenggarakan setiap tahun. Pelatihan dalam rangka pengembangan kapasitas KI Provinsi dilakukan dengan menyelengga- rakan pelatihan yang menyasar, baik kepada anggota KI Provinsi mau- pun staf sekretariatnya. Pelatihan tersebut meliputi pelatihan mediasi dan ajudikasi Komisi Informasi yang menghadirkan KI Pusat sebagai narasumber dan pelatih. Narasumber dan pelatih dari luar KI Pusat juga dihadirkan, khususnya untuk pelatihan mediasi. Sedangkan untuk sekretariat, pelatihan difokuskan pada administrasi penyelesaian seng- No. Kegiatan Anggaran 1. Audiensi Dalam Mendorong Terbentuknya Komisi Informasi Provinsi/Kota/Daerah Tahun 2011 307.880.000 2. Audiensi dan FGD Pembentukan KI Provinsi Tahun 2012 296.115.000 Tabel 2.6
  • 38. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 30 keta informasi dan pelaksanaan tugas kepaniteraan. Pengembangan kapasitas yang dilakukan melalui forum Rakor- nas. Rakornas ini merupakan ajang pertemuan dan konsolidasi ta- hunan antar Komisi Informasi Se-Indonesia. Oleh karena hubungan antara KI Pusat dan KI Provinsi tidak bersifat vertikal maka diperlu- kan suatu instrumen koordinasi formal agar: a) regulasi yang disu- sun mencerminkan kebutuhan bersama; b) menjaga kesatuan hukum dalam proses penyelesaian sengketa agar tidak terjadi perbedaan per- lakuan dalam putusan KI Pusat maupun KI Provinsi; c) mempercepat pengembangan kapasitas Komisi Informasi yang baru tebentuk melalui forum konsultasi untuk berbagi pengalaman. Secara spesifik, Rakornas Komisi Informasi memiliki tujuan: a) identifikasi masalah-masalah bersama yang dihadapi oleh seluruh Komisi Informasi di Indonesia; b) identifikasi langkah-langkah penye- lesaian masalah dan isu strategis bersama; c) tersusunnya keputusan bersama. Pada Rakornas ini, dilakukan pelaporan kinerja dari masing- masing Komisi Informasi Provinsi dan sidang per komisi (Advokasi, So- sialisasi, Edukasi; Penyelesaian Sengketa Informasi; Kelembagaan dan Sekretariat) membahas mengenai permasalahan yang terjadi dalam internal masing-masing Komisi Informasi dan saran pemecahannya, untuk selanjutnya diturunkan dalam bentuk poin-poin rekomendasi hasil Rakornas. Alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut di atas dipaparkan pada Tabel 2.7. Rakornas yang dilaksanakan setahun sekali ini merupakan lang- kah strategis dalam rangka pengembangan kapasitas terutama pada aspek Jaringan kerja (network) berupa koordinasi antara KI Pusat dengan KI Provinsi. Dalam Rakornas ini, komisioner KI Provinsi dapat bertukar pikiran mengenaikendala-kendala yang dihadapi di daerah, berbagi pengalaman dengan KI di daerah lain dan bersama-sama mencari jalan keluarnya. Berdasarkan Strategic Plan for Development dari UNDP Tahun 2008-2013, pada dasarnya pengembangan kapasitas memiliki fungsi yang lebih luas dari fungsi koordinasi, yang mensyaratkan adanya as­ sessment sehingga dapat mendesain peningkatan kapasitas yang ter- integrasi dengan dasar 4 (empat) isu utama: 1. Pengaturan Kelembagaan (institutional arrangement), dengan
  • 39. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013 Bab 2 31 tujuan adanya kerangka kerja yang dapat menjawab kebutuhan akan kebijakan dan prosedur rekrutmen, penyebaran dan perpin- dahan, sistem insentif, pengembangan keterampilan (skill deve­ lopment), sistem evaluasi performa, serta etika dan nilai; 2. Kepemimpinan, melingkupi strategi coaching dan mentoring un- tuk mendorong pengembangan keterampilan kepemimpinan se­ perti komunikasi, perencanaan strategis, dan penentuan prioritas; 3. Pengetahuan, dengan sasaran peningkatan pengetahuan subs­ tansi keterbukaan informasi maupun substansi peraturan-peratu- ran dan isu-isu sektoral, agar para komisioner maupun tenaga pendukung KI memiliki lingkungan yang memungkinkan pengem- bangan pengetahuan terus menerus dan pengembangan kemam- puan profesionalnya; 4. Akuntabilitas, dengan tujuan meningkatkan performa dan efisien- si, kerangka kerja yang memperkuat standar-standar akunta- bilitas perlu untuk terus ditingkatkan dengan adanya mekanisme monitoring dan evaluasi yang lebih terukur. Dari keempat poin di atas, dapat terlihat bahwa baru fungsi per- tama yang telah dicoba dijawab KIP dalam periode ini, sementara poin 2, 3, dan 4 masih merupakan usaha masing-masing KI di Pusat dan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) secara terpisah. Sebuah upaya komunikasi secara nasional dapat direncanakan untuk meme- takan kebutuhan pengembangan kapasitas yang lebih spesifik dan No. Kegiatan Anggaran 1. Rapat Kerja Teknis Bidang PSI, ESA, dan Kelemba- gaan Komisi Informasi se-Indonesia 100.290.000 2. Rapat Koordinasi Nasional KI se-Indonesia. Lokasi: Bogor 369.215.000 Tabel 2.7
  • 40. Kinerja Komisi Informasi Pusat Periode 2009 - 2013Bab 2 32 menjawab kebutuhan daerah, dengan tetap merujuk pada kerangka di atas dan tanpa mengurangi kualitas pengembangan kapasitas yang telah ada di masa kini. 3.3. Pelaksanaan Tugas KI Pusat sebagai Badan Publik Pembentukan PPID PPID harus sudah dibentuk selambat-lambatnya 1 tahun sejak PP No. 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP diundangkan, yaitu jatuh pada tanggal 23 Agustus 2011. KI Pusat telah menunjuk PPID pada tanggal 6 Desember 2010 melalui SK Ketua Komisi Informasi Pusat No. 4/KIP/SK/XII/2010. Dalam usaha penyempurnaan PPID di KI Pusat maka pada tahun 2013 dikeluarkan SK Ketua KI Pusat No. 03/KEP/KIP/I/2013 tanggal 25 Januari 2013 tentang PPID KI Pusat. Penunjukan PPID yang dilakukan tepat waktu dan bahkan sudah di- lakukan pembaharuan ini merupakan upaya yang patut diapresiasi karena menunjukkan keseriusan KI Pusat dalam membangun pela­ yanan informasi yang baik, sebagaimana dimandatkan oleh UU KIP dan peraturan pelaksanaannya. SOP Pelayanan Informasi Publik KI Pusat baru menyusun SOP PPID pada bulan Februari 2013 dengan dukungan Management System Internasional (MSI). Melihat dari waktu penyusunan, KI Pusat tidak konsisten dengan peraturan maupun kebijakannya sendiri yang mewajibkan seluruh badan publik (termasuk KI Pusat) untuk menyusun SOP PPID. Banyak badan publik yang telah menyusun SOP PPID jauh sebelum KI Pusat menyusunnya. Ini seperti halnya KI Pusat memerintahkan seluruh badan publik untuk memiliki SOP PPID, tetapi KI Pusat sendiri justru belum memiliki SOP PPID. Kondisi demikian akan kontraproduktif apabila diketahui oleh badan publik lainnya, karena akan menganggap bahwa KI Pusat tidak taat pada peraturan yang mereka buat, tetapi memaksa badan publik untuk taat.
  • 41. 33 A. Kesimpulan Kesimpulan laporan ini antara lain: 1. Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Utama a. Penyelesaian Sengketa Informasi Dari sisi kuantitas, penyelesaian sengketa cukup baik. Dari 818 permohonan sengketa informasi publik, KI Pusat telah berhasil menye- lesaikan 532 (64%) sengketa, dan 295 sengketa (35%) masih dalam proses penyelesaian. Dari sisi kualitas, putusan KI Pusat cukup baik. Hal ini dilihat dari angka putusan KI Pusat yang diajukan keberatan ke pengadilan hanya sebesar 2%, yang berarti bahwa para pihak puas dengan putusan KI Pusat. Namun demikian, dari segi jangka waktu penyelesaian, KI Pusat belum optimal. Berdasarkan 227 putusan KI Pusat yang kami eksami- nasi, masih terdapat 31% sengketa informasi yang diselesaikan dalam jangka waktu lebih dari 100 hari kerja. Ini tidak bersesuaian dengan asas cepat sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PerKI 2/2010. BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
  • 42. Kesimpulan dan SaranBab 3 34 b. Pembentukan Regulasi Pelaksanaan fungsi pembentukan regulasi oleh KI Pusat sangat baik. KI Pusat telah membentuk seluruh peraturan yang dimandatkan UU KIP dalam Peraturan Komisi Informasi (PerKI). Setidaknya terdapat tiga PerKI yang telah berhasil dibentuk, yaitu PerKI 1 Tahun 2010 ten- tang Standar Layanan Informasi Publik (PerKI 1/2010), PerKI 2/2010), dan PerKI 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik (amandemen dari PerKI 2/2010). PerKI-PerKI ini men- jadi acuan nasional dalam pelaksanaan UU KIP. Selain mandat utama pembentukan PerKI, KI Pusat juga mengeluar­kan kebijakan-kebijakan yang mendorong percepatan pelaksa­naan keterbukaan informasi publik di Indonesia. Salah satu kebijakan yang memiliki dampak signifikan mendorong transparansi anggaran adalah Surat Edaran Komisi Informasi No. 1 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA K/L) serta Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sebagai Informasi Publik yang Wajib Disediakan dan Diumumkan secara Berkala oleh Badan Publik (SEKIP 1/2011). Dampak dikeluarkannya SEKIP 1/2011 ini, skor Open Budget Index (OBI) Indonesia meningkat dari Tahun 2010 dengan skor 51 dan pada 2012 menjadi 62. Dengan skor ini, Indonesia menempati posisi ke-20 dari 100 negara yang disurvei me­ ngenai transparansi anggarannya. 2. Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Pendukung a. Edukasi, Sosialisasi, dan Advokasi Edukasi KI Pusat terhadap badan publik dan masyarakat belum optimal. Ini didasarkan pada: pertama, ketaatan badan publik untuk melaksanakan UU KIP masih rendah. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), badan publik diseluruh Indo- nesia yang telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Doku- mentasi (PPID) baru sejumlah 30,59%. Pun demikian, apabila dilihat dari badan publik ditingkat pusat yang menjadi tanggung jawab KI Pusat, baru sekitar 43% yang telah membentuk PPID. Kedua, dilihat dari data putusan KI Pusat, jumlah pemohon informasi hanya 56 iden- titas atau sekitar 7% dari total 818 sengketa yang ditangani KI Pusat.
  • 43. Kesimpulan dan Saran Bab 3 35 Artinya bahwa sosialisasi KI Pusat belum menyentuh kalangan luas. b. Pembangunan Jaringan Strategis Tugas membangun jaringan strategis belum optimal dilaksanakan oleh KI Pusat. Bahkan kemitraan strategis luar negeri sama sekali tidak terbangun. Sedangkan kemitraan strategis dalam negeri, KI Pusat be- lum mampu menginisiasi dan mengelola jaringan kerja, terutama dari media dan organisasi masyarakat sipil (OMS). Jaringan kerja yang terbentuk dengan OMS terjadi lebih karena hubungan personal ang- gota KI Pusat dengan OMS dibanding secara kelembagaan KI Pusat. c. Pengelolaan Organisasi Terdapat tiga hal yang penting disoroti dalam hal pengelolaan organisasi. Pertama, peningkatan kompetensi anggota KI Pusat dan Sekretariat KI Pusat. Kedua, pengembangan aturan internal KI Pusat. Ketiga, pemenuhan infrastruktur. Upaya peningkatan kompetensi staf Sekretariat dan anggota KI tidak berjalan optimal. Pelatihan terhadap staf Sekretariat maupun anggota KI dijalankan, namun tidak terprogram secara sistematis dan berkesinambungan. Pengembangan kapasitas anggota KI Pusat hanya dilakukan melalui forum-forum diskusi yang sebenarnya tidak secara khusus diperuntukkan untuk pengembangan kapasitas anggota KI Pu- sat, tetapi lebih pada forum-forum diskusi dalam rangka penyusunan kebijakan KI Pusat atau dalam rangka mendiskusikan berbagai per- masalahan implementasi UU KIP. Pelaksanaan pengembangan aturan internal KI Pusat juga belum optimal dilakukan. Sejauh ini KI Pusat telah membentuk Kode Etik Komisi Informasi. Namun demikian, berbagai aturan internal yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KI Pusat belum terbentuk, misalnya aturan mengenai administrasi penanganan sengketa in- formasi publik. Padahal aturan ini sangat penting dalam menjamin kepastian hak masyarakat atas informasi. Sementara itu, pemenuhan infrastruktur di KI Pusat cukup baik. Namun demikian, satu infrastruktur yang belum dimiliki oleh KI Pusat adalah perpustakaan beserta koleksi buku, jurnal ilmiah, dokumentasi
  • 44. Kesimpulan dan SaranBab 3 36 dokumen sengketa. Sebagai lembaga yang tugas utamanya adalah penyelesaian sengketa informasi, sangat disayangkan KI Pusat tidak memiliki perpustakaan atau pusat data yang dapat secara optimal mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian sengketa informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka implementasi UU KIP. 3. Pembentukan Kemandirian Kelembagaan Kemandirian kelembagaan KI tidak dapat sepenuhnya diwujud- kan, disebabkan beberapa hal berikut: a. Problem sekretariat dalam mendukung tugas dan fungsi KI pusat. Secara kuantitas, sekretariat memadai dalam mendukung pelak- sanaan tugas dan fungsi KI Pusat, karena selain staf pegawai negeri sipil (PNS), sekretariat juga terdiri dari staf non-PNS, baik TA, Asisten Ahli, juga tenaga honorer untuk membantu tugas rumah tangga KI Pusat. Namun demikian, secara kualitas, sekre- tariat masih jauh dari yang diharapkan, terutama staf sekretariat dari unsur PNS. Terdapat beberapa hal yang membuat kualitas staf sekretariat dari unsur PNS ini jauh dari harapan KI Pusat. Pertama, staf PNS akan bertindak sebagai panitera dalam pe- nyelesaian sengketa informasi. Tugas ini merupakan tugas yang benar-benar baru bagi staf PNS, sehingga secara kapasitas staf PNS tidak memahami tugas-tugas kepaniteraan yang berimplikasi pada proses penyelesaian sengketa. Kedua, berdasarkan wawan- cara dengan anggota KI Pusat, staf PNS yang ditempatkan di KI Pusat merupakan staf yang secara kapasitas dan kredibilitas tidak sesuai dengan kebutuhan KI Pusat. b. Problem anggaran dalam mendukung tugas dan fungsi KI Pusat. Secara umum anggaran tersebut tidak mencukupi untuk pelak- sanaan tugas KI Pusat. Namun demikian, diakui oleh salah satu anggota KI Pusat bahwa meski anggaran dinilai kurang, tetapi kapasitas KI Pusat untuk menyerap anggaran juga dinilai tidak optimal, yaitu sekitar 85%. c. Terkait dengan kemandirian anggaran, Pasal 29 ayat (6) me-
  • 45. Kesimpulan dan Saran Bab 3 37 nyebutkan bahwa anggaran KI Pusat berasal dari APBN, namun dalam pelaksanaannya, anggaran APBN tidak langsung me­ ngalir ke KI Pusat, tetapi melalui Kominfo terlebih dahulu. Bah- kan dalam perencanaan anggaran, KI Pusat berhak menyusun anggarannya sendiri, tetapi dengan pagu anggaran yang sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh Kominfo. Konsekuensinya ada- lah ada beberapa usulan kegiatan yang telah dirancang oleh KI Pusat yang tidak dapat porsi anggaran. Dengan demikian, KI Pusat tidak memiliki kemandirian anggaran sejak dalam proses perencanaan dan besaran anggaran.Permasalahan independensi Komisi Informasi terjadi tidak hanya pada KI Pusat, tetapi juga KI Provinsi. Intervensi terhadap independensi KI Provinsi dilakukan melalui banyak cara, misalnya menghambat pencairan anggaran kegiatan KI Provinsi, memutus listrik dan jaringan Internet. 4. Pembentukan KI Provinsi Upaya mendorong terbentuknya KI Provinsi telah dilakukan mela- lui berbagai upaya, baik melalui menyusun Pedoman Pembentukan KI Provinsi, sosialisasi kepada pemerintah daerah, tetapi advokasi ini be- lum maksimal mendorong terbentuknya KI Provinsi di seluruh provinsi di Indonesia. B. Saran Saran yang dapat disampaikan dalam laporan ini adalah: 1. Terkait Penyelesaian Sengketa Informasi. Dengan masih tingginya angka sengketa di KI Pusat, tugas penyelesaian sengketa harus lebih diutamakan dibandingkan dengan tugas sosialisasi. Opti- malisasi tugas penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan: • Menetapkan hari-hari khusus untuk sidang, sehingga dihari- hari yang telah ditetapkan tersebut tidak diperbolehkan men- gagendakan kegiatan lain. • Memperbaiki administrasi penyelesaian sengketa. Administrasi penyelesaian sengketa ini mencakup kegiatan registrasi seng- keta, pendokumentasian dokumen sengketa, pemantauan
  • 46. Kesimpulan dan SaranBab 3 38 pasca sengketa di Komisi Informasi. • Mengagendakan diskusi rutin terhadap sengketa-sengketa in- formasi yang diterima oleh KI Pusat. Diskusi rutin ini diharap­ kan akan menjadi inisiasi riset dalam mendukung penyele­ saian sengketa informasi. • Mengembangkan KI Prudensi, dengan tujuan untuk: menye­ ragamkan putusan seluruh Komisi Informasi dan mempercepat proses penyelesaian sengketa dalam hal sengketa informasi yang ditangani pernah diputus sebelumnya. 2. Terkait Regulasi. Pelaksanaan fungsi pembentukan regulasi oleh KI Pusat sudah sangat baik. Namun demikian, KI Pusat perlu secara terus-menerus melakukan evaluasi terhadap regulasi-regulasi yang mereka keluarkan demi perbaikan implementasi UU KIP di Indonesia. Selain itu, KI Pusat harus lebih jeli lagi dalam menge- luarkan kebijakan. Hal ini sebagaimana SEKIP 1/2011 yang mendorong publikasi DIPA/RKA-KL. Kebijakan-kebijakan senada perlu terus dikeluarkan, sehingga dapat mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. 3. Terkait Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi. Untuk mendorong edu- kasi dan sosialisasi yang lebih baik, KI Pusat perlu mendorong: • Penyusunan tools dan metode sosialisasi sesuai dengan target sosialisasi dan edukasi. • Mendorong sosialisasi yang lebih masif, tersistematis, dan berkelanjutan kepada masyarakat pengguna informasi. • Melibatkan peran Tenaga Ahli untuk melakukan sosialisasi dan edukasi keterbukaan informasi publik kepada badan publik dan masyarakat. 4. Terkait Pengembangan Jaringan Strategis. KI Pusat harus lebih aktif dalam menginisiasi dan mengelola jaringan kelompok kerja untuk mendorong implementasi keterbukaan informasi di Indo- nesia. KI Pusat harus menyadari bahwa advokasi keterbukaan informasi tidak dapat dilakukan sendiri oleh KI Pusat, tetapi mem- butuhkan kerjasama multipihak. Kerjasama multipihak yang perlu didorong adalah dengan:
  • 47. Kesimpulan dan Saran Bab 3 39 • Media. Fungsi media ini adalah untuk mendorong kampanye keterbukaan informasi publik. Selama ini peran media dalam mengkampanyekan keterbukaan informasi publik masih ren- dah. • OMS. Fungsi OMS dapat diposisikan dalam dua sisi, yaitu mendorong demand side dan supply side. • Kemenderian Dalam Negeri (Kemendagri). Fungsi Kemen­ dagri mutlak dilakukan untuk mendorong implementasi UU KIP di pemerintahan daerah, baik dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan pelayanan informasi maupun dalam upaya mendorong keterbukaan informasi publik. • Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Meskipun umur UKP4 tidak akan lama lagi, tetapi penting bagi KI Pusat untuk bekerjasama dengan UKP4, khususnya dalam inisiatif Open Government Partner­ ship (OGP). Inti dari OGP adalah transparansi, tetapi sung- guh ironis, peran KI Pusat dalam inisiatif ini justru sangat kecil. Untuk itu, KI Pusat perlu engage dengan inisiatif OGP ini untuk mengakselerasi keterbukaan informasi di Indonesia. • Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Penting bagi KI Pusat untuk membangun jaringan dengan KPU dan Bawaslu untuk mengawal transparansi Pemi- lu 2014. 5. Terkait Pengelolaan Organisasi. a. Peningkatan kompetensi anggota KI Pusat dan sekretariat KI Pusat harus terus dilakukan melalui pengembangan program yang sistematis dan berkelanjutan dengan meng­alokasikan anggaran yang memadai untuk pengem- bangan kapasitas ini. Program pengembangan kapasitas ini dilakukan dengan: • menyusun kurikulum dan materi ajar sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas KI Pusat; • bekerjasama dengan Mahkamah Agung untuk pelati- han kepaniteraan.
  • 48. Kesimpulan dan SaranBab 3 40 b. KI Pusat perlu secara serius mengembangkan aturan internal, khususnya terkait dengan administrasi penyelesaian sengketa. c. KI Pusat perlu membangun perpustakaan atau pusat data beri- kut koleksi buku dan jurnal ilmiah yang dapat secara optimal mendukung penelitian-penelitian dalam rangka penyelesaian sengketa informasi dan penyusunan kebijakan dalam rangka implementasi UU KIP. 6. Terkait dengan permasalahan independensi anggaran, amande- men Pasal 29 ayat (6) UU KIP merupakan solusi terbaik. Namun demikian, amandemen UU KIP bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh energi dan waktu yang cukup banyak untuk melakukan ini. Oleh karena itu, KI Pusat perlu mendiskusikan hal ini dengan pre­ siden maupun DPR untuk mengatasi ketidakmandirian anggaran KI Pusat. Kemudian untuk menjawab persoalan ketidakmandirian KI Provinsi, KI Pusat perlu duduk bersama dengan Kemendagri untuk mencari solusi tersebut. 7. KI Pusat perlu menginisiasi riset implementasi UU KIP, sehingga dengan riset tersebut dapat diketahui sejauh mana UU KIP di- implementasikan dan peta permasalahan implementasi. Dengan riset tersebut diharapkan dapat dirumuskan strategi percepatan implementasi UU KIP. 8. KI Pusat Periode 2013-2014 harus menyusun Renstra yang mampu menjawab problem dan dinamika keterbukaan informasi publik kedepannya, terutama menjawab positioning dan peran KI Pusat dalam pemilu 2014, inisiatif OGP yang mana Indonesia akan menjadi lead chair bersama Meksiko.