SlideShare a Scribd company logo
1 of 26
Download to read offline
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT
                   ADANYA PELANGGARAN
               Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016

      Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan
      pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan
      pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan
      pembangunan di masa mendatang akan semakin besar.1
          Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui
      penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan
      (Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83
      Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara,
      yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara
      Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN.2
          Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan,
      melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa
      sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan,
      perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang
      sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan
      berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan
      pasar modal domestik.3
          Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau
      kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau
      hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi
      sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.4
          Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu
      ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan
      pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
      setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan
      tidak resmi lainnya.5
          Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka
      meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan-
      badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk
      melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization).6
          Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat
      dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003
      Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi
      dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar

1
  Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Penerbit PT. Alumni
Bandung 2005, hal 1
2
   Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media
Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103
3
   Ibid., hal 104
4
   Ibid.,
5
   Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15
6
   Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press.
Yogyakarta. 2000, hal 64
modal; b. penjualan saham langsung kepada investor; c. penjualan saham
      kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan.
          Dari ketiga cara sebagaimana tersebut diatas, maka cara penjualan saham
      berdasarkan ketentuan pasar modal lebih menjadi pilihan dalam hal privatisasi
      BUMN.
          Melakukan penjualan saham di pasar modal, dalam pengertian lain dikenal
      dengan istilah melakukan penawaran umum atau go public atau Initial Public
      Offering (IPO).
          Istilah penawaran umum tidak lain adalah istilah hukum yang ditujukan bagi
      kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan menawarkan dan akhirnya
      menjual efek-efek diterbitkannya, baik dalam bentuk saham, obligasi atau efek
      lainnya, kepada masyarakat luas.7 Penjualan dilakukan kepada masyarakat luas
      oleh karena itu penjualan tersebut tunduk kepada Undang-Undang Nomor 8
      Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM).8
          Dalam UUPM diatur tentang tata cara melakukan penawaran umum (Initial
      Public Offering). Tata cara dimaksud terbagi dalam beberapa tahap, yaitu; 1.
      Tahap pra-emisi, 2. Tahap emisi, 3. Tahap setelah emisi. Ketiga tahapan
      penawaran umum dimaksud, tentunya juga akan mengakibatkan bahwa tidak
      hanya para pendiri emiten saja tetapi juga berdampak kepada ikutnya pihak-
      pihak lainnya, seperti Badan Pelaksana Pasar Modal-Lembaga Keuangan
      (BAPEPAM-LK), yang memberikan pernyataan efektif apakah penawaran
      umum tersebut dapat dilakukan atau tidak.9
          Selanjutnya, penawaran umum menyebabkan timbulnya kewajiban yang
      lebih luas dari emiten dari mana penawaran umum tersebut berasal. Hal ini
      karena dengan melakukan penawaran umum, maka akan timbul kewajiban bagi
      emiten untuk menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure).
      Keterbukaan bahkan akan terus berlanjut (continued disclosure) ketika efek
      telah sampai di tangan pemegang saham, yang membelinya dalam penawaran
      umum.10
          Begitu pentingnya penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure)
      dalam setiap tahap penawaran umum sebagaimana dimaksud di atas, sehingga
      pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) ini akan
      diberikan sanksi yang tegas, baik sanksi administratif, perdata dan pidana.
      Sebagaimana diberitakan oleh surat kabar Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14
      Maret 2007, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi denda kepada PT.
      Perusahaan Gas Negara. Surat kabar Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember
      2007 memberitakan bahwa, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi kepada
      para mantan Direksi PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) berupa sanksi
      denda. BAPEPAM-LK menyatakan bahwa PT. Perusahaan Gas Negara telah
      melanggar prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) yaitu memberikan informasi
      yang tidak benar dan terjadinya perdagangan orang dalam (insider trading).
      Informasi tidak benar dimaksud adalah perihal mengenai rencana volume gas

7
   Hamud M. Balfas. Hukum Pasar Modal Indonesia. Penerbit Tata Nusa. Jakarta 2006, hal 20
8
   Ibid., hal 27
9
   Ibid., hal 27-28
10
   Hamud M. Balfas. Ibid.,
yang dapat dialirkan melalui proyek South Sumatera-West Java (SWWJ).
      Selanjutnya, pihak BAPEPAM-LK menyatakan; penyidikan berhenti pada
      pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak
      pidana.11
          Apabila ditelaah lebih jauh, terlihat jelas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara
      sebagai emiten telah melakukan suatu perbuatan yang menurut Undang-Undang
      Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dikatagorikan
      sebagai perbuatan tindak pidana.
          Terhadap terjadinya perbuatan tindak pidana tersebut di atas, tentunya
      semakin manambah daftar kasus tindak pidana dalam pasar modal di Indonesia.
      Dan, dari kasus-kasus tindak pidana pasar modal yang terjadi di Indonesia
      ternyata baru ada satu kasus yang dibawa ke pengadilan pidana.12
          Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap ketertarikan investor
      untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia. Di lain hal, juga dapat
      merupakan penghalang bagi usaha penarikan modal terhadap perusahaan yang
      akan mencari dana di pasar modal, meskipun mungkin pasar modal Indonesia
      memberikan keuntungan yang menggiurkan. Sehingga pada akhirnya, juga akan
      menghambat perekonomian Indonesia secara umum.
          Berdasarkan uraian hal-hal tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk
      menuangkannya         menjadi     suatu     penelitian  tesis   dengan    judul:
      “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH EMITEN TERKAIT ADANYA
      PELANGGARAN PRINSIP FULL DISCLOSURE (STUDI KASUS
      PRIVATISASI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA).
      Selanjutnya, apabila masalah pokok tersebut di atas dikaji lebih jauh, maka
      penulisan kalimat pertanggungjawaban pidana dalam permasalahan penelitian
      tesis ini sangat berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana. Penegakan
      hukum ini adalah berupa pemberian sanksi pidana kepada emiten yang telah
      melanggar prinsip full disclosure.
          Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ruang lingkup masalah pokok
      dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
      1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip full disclosure ?, dan bagaimana
          pula interpretasi terhadap prinsip-prinsipnya ?
      2. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap Emiten yang melanggar
          prinsip full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal ?, apakah
          BAPEPAM-LK telah berperan sebagaimana yang diharapkan ?
      3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full
          disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan ?
      Keterbukaan (disclosure) ini diharuskan karena pada dasarnya para calon
      investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai
      segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan
      uangnya, maka untuk itu harus dimengerti pula bahwa hal tersebut juga
      merupakan suatu tahap dari peralihan perusahaan privat menjadi perusahaan
      publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan

11
  Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14 Maret 2007 dan Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember 2007
12
   Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Pidana Nomor : 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST
tanggal 29 Mei 2007.
manajemennya. Aspek yang sangat penting dari proses penawaran umum ini
      adalah pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan dan
      menyediakannya dalam keadaan yang jelas terbuka dan benar.13
          Dalam Undang-undang Pasar Modal yang dimaksud dengan Prinsip
      keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan
      Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk
      menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh
      informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh
      terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek
      tersebut (Pasal 1 Butir 25).
      Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau
      publik adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut
      “prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go publik. Sejauh
      mana pentingnya kedudukan suatu prospektus, atau sejauh mana pentingnya
      data bisnis dari suatu emiten (misalnya seperti yang terdapat dalam prospektus),
      terdapat berbagai pandangan yang tersimpul dalam tiga teori sebagai berikut:14
      1. Teori Random Walk
          Teori Random Walk ini mengajarkan bahwa harga dari suatu efek yang
          terjadi sebelumnya tidak ada hubungan/tidak mempengaruhi harga sekarang
          atau yang akan dating. Jadi tidak ada link antara harga efek yang sudah
          terjadi dengan yang akan terjadi. Sehingga investor dapat membuat uang di
          pasar modal bukan karena adanya angka-angka statistik, melainkan karena
          awarness mereka sendiri.
      2. Teori Market Hypothesis
          Seperti telah disinggung di atas, maka menurut teori ini, bahwa harga pasar
          dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada publik.
          Jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan
          melakukan tindakan jual, beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan
          suatu prospektus tentunya sangat penting. Dan, teori ini sangat mengecam
          pula tindakan insider trading, karena dengan informasi yang tidak
          kesampaian kepada publik tersebut, berarti publik sangat dirugikan, dan
          seorang insider dapat mengait di air keruh.
      3. Teori Capital Asset Pricing
          Teori ini membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak
          sistematis. Dan mengajarkan pula bahwa risiko dalam melakukan investasi
          di pasar modal dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Karena itu,
          informasi tentang suatu perusahaan tidak begitu penting. Yang terpenting
          justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek. Yang dimaksud dengan
          “beta” dari efek adalah semacam pengukuran terhadap suatu efek dalam
          hubungan dengan pasar secara keseluruhan.
                Dari ketiga teori tersebut di atas terlihat bahwa informasi tentang
          sesuatu perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus,
          ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut

13
  Ibid.,
14
  Munir Fuady. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti.
Bandung 2001, hal 81.
masih menganggap bahwa informasi tersebut perlu, tetapi tingkat
         keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang meyakini bahwa
         keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih penting
         dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertentu dari suatu
         perusahaan.15
         Siapakah yang mesti bertanggung jawab secara yuridis jika ada pihak-pihak
     yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang
     menyesatkan itu ?. Dalam hal ini dijawab oleh Pasal 81 ayat (1) UUPM No. 8
     Tahun 1995, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang
     menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospektus yang
     menyesatkan tersebut. Tentunya pihak yang “menawarkan” atau “menjual”
     tersebut , yakni dapat terdiri dari:
     (1) emiten,
     (2) underwriter,
     (3) pialang,
     (4) bahkan investor yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya itu.
         Adapun kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM)
     diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” Pasal 103 sampai dengan
     Pasal 110 Undang-undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal.
     Pembagian atau pengelompokan jenis TPPM dalam Bab XV ini dapat
     diidentifikasikan sebagai berikut:16
     a. Dilihat dari Kualifikasi Deliknya
             Menurut Pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis tindak pidana,
         yaitu:
         1. TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dalam Pasal 103 Ayat (1), Pasal
             104, Pasal 106, dan Pasal 107;
         2. TPPM yang berupa “pelanggaran” diatur dalam Pasal 103 Ayat (2),
             Pasal 105, dan Pasal 109.
             Patut dicatat, bahwa menurut Pasal 108, ketentuan pidana dalam Pasal
         103 s/d 107 juga berlaku bagi para pihak yang secara langsung,
         memengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal
         dimaksud. Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak
         pidana “kejahatan” dan dapat berupa “pelanggaran”.
     b. Kelompok “Kejahatan Pasar Modal” (KPM), antara lain sebagaimana
         diatur dalam:
         Pasal 104, KPM dalam pasal ini berupa pelanggaran oleh “setiap pihak”
         terhadap 7 (tujuh) pasal dalam Bab XI tentang “Penipuan, Manipulasi
         Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam”, yakni Pasal-pasal 90, 92, 93, 95,
         96, 97 (1), dan 98. Jadi, ada 7 (tujuh) KPM dalam kelompok Pasal 104 ini
         semuanya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana maksimum 10
         tahun penjara dan denda 15 miliar rupiah.
             Ketentuan prinsip full disclosure dalam Undang-undang Republik
         Indonesia Tentang Pasar Modal diatur dalam Pasal 90, yang menyebutkan

15
  Munir Fuady . Ibid., hal 82
16
   Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan. Penerbit Kencana Predana Media Group. Jakarta 2007, hal 119
sebagai berikut: “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang
             secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak Lain
             dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu
             atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar
             mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang
             material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai
             keadaan yang terjadi
             pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau
             menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan
             tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak
             lain untuk membeli atau menjual efek”. Dan Pasal 93, menyebutkan:
             “Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau
             memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
             sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat
             pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: a. Pihak yang bersangkutan
             mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan
             tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau b. Pihak yang
             bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran
             material dari pernyataan atau keterangan tersebut”. Sedangkan ketentuan
             tentang Perdagangan Orang Dalam diatur dalam Pasal 95 dan 96 Undang-
             undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal. Pasal 95,
             menyebutkan:”Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang
             mempunyai informasi orang dilarang melakukan pembelian atau penjualan
             atas Efek: a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan
             lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang
             bersangkutan”. Pasal 96, menyebutkan:”Orang dalam sebagaimana
             dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. Mempengaruhi Pihak lain untuk
             melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. Memberi
             informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat
             mempergunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau
             penjualan atas Efek”.
         Suatu hal yang sangat tipikal dalam pasar modal adalah informasi. Informasi
       adalah kata kunci dan inti dalam bisnis pasar modal. Itu sebabnya hampir semua
       ketentuan di pasar modal, berurusan dengan persoalan informasi. Pengaturan
       kapan informasi boleh keluar, oleh siapa, batasannya, unsurnya, manipulasinya,
       kebenarannya, dan lain sebagainya. Singkat kata semua itu dirangkum dalam satu
       kata sakti yakni “keterbukaan (disclosure)”.17
             Lalu, apa pengertian dari “disclosure” itu sendiri sehingga menjadikannya
       begitu penting sekali dalam dunia pasar modal.
             Menurut Black‟s Law Disctionary, mengartikan prinsip full disclosure
       adalah: “The act or process of making known something that was previously
       unknown”18



17
     Adrian Sutedi. Op.cit, hal 32
18
     Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary. Second Pocked Edition. St. Paul Minn 2001sdw4
Istilah “disclosure” merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam Section
     7 Security Act 1933, yang dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia pada
     pasal 1 butir 25nya diartikan dengan “keterbukaan”.19
           Untuk lebih jelasnya Pasal 1 butir 25 menyebutkan: “Prinsip Keterbukaan
     adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Publik, dan Pihak lain yang
     tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat
     dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau
     efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek
     dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut”.
     Hal yang perlu dicermati, terdapat satu hal yang sangat penting untuk dipahami
     dalam definisi prinsip keterbukaan tersebut, yaitu pendekatan hukum mengenai
     standar fakta materiel (“materiel fact”-”materielity”). Sebab penentuan standar
     fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-undang pasar modal yang
     mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan standar fakta materiel tidak
     tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi
     (duty to disclose) akan terhambat.20
           Penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-
     undang pasar modal yang mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan
     standar fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk
     mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terhambat. Hal ini sejalan
     dengan kewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut adalah dibebankan,
     jika terdapat suatu kejadian yang mengandung informasi fakta materiel. Pasal 1
     butir 7 UUPM menetapkan, bahwa “Informasi atau Fakta Materiel adalah
     informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta
     yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan keputusan pemodal,
     calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta
     tersebut.” Standar fakta materiel yang terdapat dalam konsep hukum tersebut
     perlu dipahami oleh pelaku pasar modal, sekaligus membandingkannya dengan
     ketentuan yang berlaku di pasar modal negara-negara maju.21


19
   Substansi Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam banyak hal mirip dengan Securities Act
1933 dan Securities Exchange Act 1934 (UU Pasar Modal nya Amerika Serikat), seperti istilah
“prospectus” (Section 2 (10) Securities Act 1933 diterjemahkan menjadi “prospektus” (Pasal 1 Butir
25 UUPM). Istilah “Insider Trading” (Section 21 A Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan
menjadi “perdagangan orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Isitilah “Insider” (Section 20 A Securities
Exchange Act 1934) diterjamahkan menjadi “orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Istilah “materiel fact”
(Section 11 Securities act 1933) diterjemahkan “fakta materiel” (Pasal 1 butir 7 UUPM). Dan, istilah
“misleading” (Section 18 Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan menjadi “menyesatkan” (Pasal
93 UUPM). Bismar Nasution. Keterbukaan Dalam Pasar Modal”. Penerbit Program Pasca Sarjana FH
UI. Jakarta 2001, hal 13.
20
   Bismar Nasution. Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan yang Baik dan Persyaratan
Hukum di Pasar Modal. Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2001.
21
    Disampaikan pada “Lokakarya Mengenai Transparansi dan Pengelolaan Perusahaan yang Baik
(Good Corporate Governance) untuk Pengembangan BUMN,” kerjasama antara Dirjen Pembinaan
BUMN, Jakarta Stock Exchange, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
University         of        South        Carolina.       Medan,          4        Mei        2001.
http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/keterbukaan-kelola-perusahaan2.pdf
Pada umumnya pelanggaran prinsip keterbukaan termasuk juga pernyataan
     menyesatkan disebabkan adanya missrepresentation atau pernyataan dengan
     membuat penghilangan (omission) fakta materiel, baik dalam dokumen-dokumen
     penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan-pernyataan
     tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, dan
     potensi ekonomi emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip
     keterbukaan membuat larangan atas perbuatan missrepresentation dan omission.22
           Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia telah
     memuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut,
     baik dalam prospektus maupun dalam pengumaman di media massa yang
     berhubungan dengan penawaran umum. Disamping itu, ketentuan larangan
     perbuatan menyesatkan, telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara
     paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas milliar rupiah
     terhadap pelanggaran atas perbuatan-perbuatan tersebut.23
     Pada dasarnya ada 3 jenis informasi utama yang perlu diketahui oleh para
     perantara perdagangan efek, pedagang efek, dan investor. Informasi diperlukan
     untuk mengetahui kondisi perusahaan yang telah menjual efek dan perilaku efek
     perusahaan tersebut di bursa. Ketiga informasi adalah: 1) informasi pertama yang
     bersifat fundamental; 2) informasi yang berkaitan dengan masalah teknis; 3)
     informasi yang berkaitan dengan faktor lingkungan.24
         Dalam hal pelaksanaan prinsip keterbukaan yang full and fair tersebut,
     penyampaian informasinya haruslah memperhatikan doktrin hukum yang
     mempunyai karakteristik yuridis sebagai berikut:25
     a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi,
     b. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi,
     c. Prinsip keseimbangan antara efek negatif kepada emiten di satu pihak dan di
         pihak lain efek positif kepada publik, jika dibukanya informasi tersebut.
     Keterbukaan informasi ada juga yang sering dilarang, yaitu:26
     a. Memberikan informasi yang salah sama sekali,
     b. Memberikan informasi yang setengah benar,
     c. Memberikan informasi yang tidak lengkap,
     d. Sama sekali diam terhadap fakta atau informasi material.
         Sementara contoh dari informasi yang tidak perlu bahkan tidak boleh
     didisclose adalah sebagai berikut:27
     1. Informasi yang belum matang untuk didisclose. Misalnya sebuah perusahaan
         pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu pasti.
     2. Informasi, yang apabila didisclose akan dimanfaatkan oleh pesaing-
         pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut.

22
   Bismar Nasution. Loc.Cit., hal 83.
23
   Pasal 79 ayat (1), Pasal 90,91,92,93 dan 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar
Modal
24
   Pandji Anoraga & Piji Pakarti. Ibid.,
25
   Adrian Sutedi. Op.cit, hal 38
26
   Adrian Sutedi. Ibid.
27
   Munir Fuady., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti.
Bandung 2001, hal 181
3. Informasi yang memang bersifat rahasia. Ini yang sering disebut rahasia
           perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam
           kontrak tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada
           dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara pihak tersebut.
       Selanjutnya, dalam hukum tentang pasar modal dikenal suatu teori yang disebut
       Disclose or Abstain Rule. Maksudnya, pihak orang dalam yang mempunyai
       informasi tersebut tinggal memilih satu antara dua, apakah berusaha untuk
       mendisclose informasi yang ada sehingga dengan demikian apabila dia
       melakukan trading, maka tindakan yang bersangkutan tidak terkena larangan
       insider trading. Ataupun tidak melakukan disclosure, misalnya informasi tersebut
       masih belum matang publikasi, tetapi dengan pilihan bahwa dia tidak boleh
       melakukan trading. Jika hal yang terakhir yang dipilih, maka kepada para insider
       yang bersabgkutan terkena duty not to trade atau Retrain from Trading Rules.
       Bahkan secara meluas telah dianggap tindakan yang tidak terpuji terhadap
       tindakan yang disebut Scalping, yang merupakan pembelian sekuritas pasar
       modal sebelum direkomendasi secara meluas. Kewajiban untuk disclose or
       abstain tersebut biasanya mempunyai dua elemen penting sebagai berikut:28
       1. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan, bukan
           untuk kepentingan pribadi siapapun;
       2. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika pihak yang
           mengambil keuntungan atas suatu informasi di mana dia mengetahui bahwa
           pihak lain tidak mengetahui informasi tersebut.
       Dalam Keputusan Bapepam No. Kep-86/PM/1996 Tentang Keterbukaan
       Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik (Peraturan Nomor
       X.K.1). Antara lain ditentukan bahwa apabila terjadi kejadian atau fakta material,
       maka haruslah melaporkan kepada Bapepam, dan mengumumkannya kepada
       masyarakat selambat-lambatnya pada hari kerja ke dua setelah kejadian tersebut.
       Contoh-contoh informasi atau fakta material tersebut adalah sebagai berikut:29
       1. Merger, konsolidasi, pembelian saham, atau pembentukan usaha patungan,
       2. Pemecahan saham atau pembagian deviden saham,
       3. Pendapatan dan deviden yang luar biasa sifatnya,
       4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting,
       5. Produk atau penemuan baru yang berarti,
       6. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam managemen,
       7. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang,
       8. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang
           material jumlahnya,
       9. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material,
       10. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting,
       11. Tuntutan hukum terhadap perusahaan, dan atau direktur dan komisaris
           perusahaan,
       12. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain,
       13. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan,
       14. Penggatian wali amanat,

28
     Munir Fuady., Ibid., hal 178
29
     Munir Fuady. Loc. Cit, hal 91
15. Perubahan tahun fiskal perusahaan.
           Fakta menunjukan bahwa harga sekuritas ditentukan oleh informasi yang
     tersedia. Apabila informasi mengenai perusahaan tertentu adalah positif misalnya
     perusahaan tersebut memperoleh laba yang luar biasa, maka harga sahamnya akan
     naik demikian sebaliknya jika informasi negatif yang terjadi. Seseorang yang
     memiliki informasi eksklusif tersebut berada di posisi yang diuntungkan
     (information advantages). Apabila orang yang memiliki informasi tersebut
     melakukan transaksi sekuritas berdasarkan informasi maka akan terjadi
     ketidakadilan di pasar modal.30
           Maka tidaklah keliru bila kasus-kasus yang terjadi di pasar modal bermula
     dari adanya pelanggaran prinsip “prinip keterbukaan (full disclosure)”. Berikut
     dibawah ini akan diuraikan kasus-kasus yang terjadi sebagai akibat dari
     dilanggarnya prinsip full disclosure.
           Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data pelanggaran prinsip
     keterbukaan dan penegakan hukum pidana dalam 8 (delapan) tahun terakhir mulai
     tahun 1999 hingga tahun 2007, untuk mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh
     Bapepam dalam menyelaesaikan kasus-kasus di bidang pasar modal, terutama
     penyelesaian terhadap kasus-kasus tindak pidana pasar modal terkait adanya
     pelanggaran prinsip keterbukaan. Kasus-kasus tersebut, antara lain sebagaimana
     diuraikan berikut ini.31
           Pelanggaran Prinsip Keterbukaan juga dapat mengakibatkan terjadinya
     penipuan (fraud), misalnya pada waktu penawaran umum, penipuan dapat terjadi
     melalui sarana prospectus baik menyangkut laporan keuangan, laporan juru taksir
     (penilai) atau hal-hal yang merupakan isi dari prospektus. Kejahatan penipuan
     yang dilakukan oleh perusahaan di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering
     kita dengar, dan umumnya terjadi dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus
     penipuan yang mengemuka tersebut adalah seperti yang terjadi dengan Enron,
     sebuah perusahaan energi terkemuka di Amerika Serikat.
         Di Indonesia, kasus yang sejenis dengan Enron32, adalah kasus Bank Duta,
     Tbk., pada awal tahun sembilan puluhan. Belakangan ini kasus sejenis pun mulai
30
   Yulfasni. Ibid., hal 74.
31
  http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/siaran_pers/PDF/Naskah%20Siaran%20Pers%2030%20Tahu
n%20PMI.pdf
32
    Kasus Enron dianggap merupakan kasus pelanggaran pasar modal di Amerika Serikat yang paling
menghebohkan. Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di
Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan
sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang
listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun
2000 berjumlah $101 milyar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif"
selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika
terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan
akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa
melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di
AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan
kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan
mereka [1]. Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut, sangat menonjol
karena para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat
besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan akuntansi
Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis yang lebih luas, seperti yang
timbul lebih sering dan juga melibatkan perusahaan-perusahaan milik negara
    (BUMN) seperti PT. Kimia Farma, Tbk dan PT. Indo Farma, Tbk dan PT.PGN.
        Badan Pengawas Pasar Modal atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan
    BAPEPAM-Lembaga Keuangan adalah sebuah badan pemerintah yang berada di
    bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAPEPAM merupakan lembaga
    yang bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan, pengaturan dan
    pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal. Dengan demikian BAPEPAM
    dapat dikatakan sebagai hukum dari semua kegiatan di pasar modal, karena dari
    sinilah permulaan dari kegiatan di pasar modal. Perusahaan yang bermaksud
    menawarkan efeknya kepada masyarakat terlebih dahulu memulai prosesnya
    melalui lembaga ini sebelum menjual efeknya tersebut kepada masyarakat.
    Tujuan dari pembinaan, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh
    BAPEPAM, seperti yang juga dirumuskan oleh UUPM, adalah untuk
    mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien
    serta untuk melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.33
                Fungsi Bapepam sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8
    Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan
    sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam yang bertujuan untuk
    mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta
    melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi
    tersebut, Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan,
    dan pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam
    rangka Penawaran Umum (IPO), menerbitkan peraturan pelaksanaan dari
    perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum
    atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
    Modal.
        Beberapa tantangan lain yang bakal dihadapi Bapepam untuk masa mendatang
antara lain meliputi:34
1.    Penegakan hukum (rule of law). Bapepam harus memperlihatkan jati dirinya
      dan lebih mengedapankan adanya sikap indenpenden, lepas dari bentuk
      intervensi dari pihak manapun.
2.    Mempertahankan kualitas keterbukaan secara tegas. Bapepam tidak boleh
      bersikap diskriminatif dan memberikan toleransi terhadap pihak manapun
      untuk menerapkan prinsip keterbukaan.
3.    Penyelesaian kasus-kasus kontroversial yang jadi perhatian masyarakat seperti
      kasus dugaan insider trading saham Semen Gresik yang tidak tuntas, kasus
      Bank Bali yang masih penuh misteri, dan kasus pailitnya PT. Fiskaragung



digambarkan secara lebih terinci di bawah.Enron masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir
aset penting dan membuat persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron
muncul dari kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan
paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi
korporasi yang dilakukan secara sengaja. http://id.wikipedia.org/wiki/Enron.
33
   Hamud M. Balfas. Op. cit, hal 5
34
  I Putu Gede Ary Suta. Menuju Pasar Modal Modern. Penerbit Yayasan SAD Satria Bhakti. Jakarta
2000, hal 187.
Perkasa. Penyelesaian kasus-kasus ini akan berpengaruh terhadap integritas
      pasar.
4.    Perlindungan terhadap Investor. Tuntutan semakin gencar karena proses
      demokrasi yang tengah berlangsung semakin memudahkan investor mengakses
      informasi.

     Tantangan-tantangan tersebut di atas jika bisa dijalani dengan baik, bisa
mengantarkan pasar modal Indonesia sebagai pasar yang diperhitungkan di kawasan
regional dan internasional. Selanjutnya tergantung bagaimana Bapepam
melakukannya.
           Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa dengan go public nya suatu
     perusahaan maka secara otomatis perusahan tersebut berkewajiban untuk
     menerapkan prinsip keterbukaan (disclosure principle).
           Demikian halnya dengan PT. Perusahaan Gas Negara berkewajiban untuk
     menerapkan prinsip keterbukaan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam
     pasar modal.
           Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara
     adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dan eksploitasi Gas
     Bumi. Dengan demikian kegiatan ini harus diinformasikan ke dalam
     prospektusnya. Salah satu yang dijelaskan dalam prospektusnya adalah rencana
     proyek penyaluran gas dari Sumatera menuju Jawa yang dikenal dengan proyek
     South Sumatera West Java (SSWJ). Dalam prospektusnya menginformasikan
     adanya proyek SSWJ I dan II (pemetaan Sumetera-Cilegon-Bekasi) yang
     rencananya akan selesai pada bulan Desember 2006.35
           Proyek South Sumatera West Java (SSWJ) adalah proyek pipanisasi gas,
     dari lapangan gas Pagardewa (Sumatera Selatan) menuju Banjarnegara
     (Cilegon) sepanjang 337 Km, terbagi atas pipa darat (onshore) sepanjang 272
     Km dan pipa bawah laut (offshore) sepanjang 105 Km. Proyek ini diharapkan
     akan selesai paling lambat pada akhir Maret 2007.36

35
   Prospektus Ringkas. Harian Bisnis Indonesia, Kamis 6 November 2003. Sebagai perusahaan publik,
PGN memiliki kompetensi di bidang transmisi dan distribusi gas bumi yang telah teruji dan handal
didukung oleh komitmen yang solid dalam memenuhi permintaan energi gas bumi di Indonesia yang
semakin meningkat. Menyediakan energi bersih dan bermutu tinggi bagi beragam aplikasi industri
adalah tugas utama PGN dan menjadi keharusan untuk senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan
setia di sektor rumah tangga, komersial dan industri serta niaga sejak tahun 1974. Prestasi hari ini
adalah batu pijakan. Esok adalah harapan masa depan gemilang. Kesinambungan ketersediaan energi
yang dibutuhkan oleh masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang menjadi tantangan tak
terelakkan bagi cita-cita bersama, kesejahteraan dan kemakmuran negara kita. PGN terus
mengupayakan terhubungnya antara sumber-sumber gas bumi dengan sentra pengguna gas bumi dalam
negeri     maupun     regional    melalui    terwujudnya      sistem    jaringan   Transmisi    dan
Distribusi Gas Bumi Terpadu Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara.
36
   PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mengalir dari lapangan gas Pagardewa, Sumatera
Selatan menuju Bajanegara, Cilegon baru 2/3 jalan. Gas yang mulai dialirkan Minggu (11/3/2007) lalu
sudah melampaui KM 250 pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PGN.
"Artinya, pengaliran gas sudah mencapai 66,3 persen dari panjang pipa total 377 km," kata Sekretaris
Perusahaan PGN Widyatmiko Bapang saat dihubungi wartawan, Rabu (14/3/2007). Jalur pipa SSWJ
menjulur melewati rute Pagardewa-Labuhan Maringgai-Cilegon. Jalur pipa sepanjang 377 km ini
terdiri dari 272 km pipa darat (on shore) dan 105 km pipa bawah laut (off shore). Volume gas yang
dialirkan sebesar 30-40 juta kaki kubik per hari ini diharapkan tiba ke pelanggan akhir Maret 2007.
Namun, pada pertengahan Januari 2007, informasi keterlambatan
      komersialisasi gas via pipa transmisi SSWJ dari manajemen PGN menjadi
      penyebab utama anjloknya harga saham BUMN itu hingga sebesar 23% dalam
      satu hari. Sentimen negatif di pasar modal itu berkaitan dengan kecurigaan
      bahwa PGN dan pemerintah menutup-nutupi keterlambatan proyek tersebut
      yang harusnya sudah operasi pada Desember 2006, tapi tertunda hingga Januari
      2007 dan tertunda lagi hingga Maret 2007. Akibatnya PGN dikenakan denda
      oleh Pertamina sebesar US$ 15.000 per hari sejak 1 November 2006. Pasalnya
      Pertamina dan PGN telah meneken perjanjian take or pay, dimana
      keterlambatan proyek yang bisa berakibat pada keterlambatan pasokan gas dari
      Pertamina harus dikompensasikan dalam bentuk denda sebesar 15 ribu dolar AS
      per hari. Denda itu dihitung selama empat bulan dari November 2006 hingga
      Februari 2007, hingga mencapai angka sebesar 1,8 juta dolar. Sutikno dalam
      penjelasannya mengatakan denda tersebut tak bakal mengganggu performa
      finansial PGN. 37
          Keterlambatan Manajemen PT. PGN menyampaikan informasi
      komersialisasi gas proyek SSWJ saat itu, juga berdampak kepada penurunan
      nilai saham-saham BUMN lainnya yang notabenenya merupakan saham
      terbesar di pasar bursa. 38
          Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka baik mereka yang
      menganut pandangan monistis (monisme), maupun yang menganut pandangan
      dualistis terhadap delik, sama berpendapat, bahwa untuk penjatuhan pidana
      adalah condition sine qua non terbuktinya perbuatan aktif atau pasif yang
      dilarang atau diperintahkan oleh perundang-undangan pidana serta
      pertanggungjawaban pidana.39


Nantinya, secara bertahap, volume gas akan terus ditingkatkan menjadi 250 juta kaki kubik per hari.
Alih Istik Wahyuni – Gas SSWJ PGN Baru 2/3 Jalan. detikFood.
37
   http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara
38
   Wajah Menteri Negara (Menneg) BUMN Sugiharto tampak keruh ketika ditemui wartawan pada
pekan kedua Januari lalu. Ia tahu persis jenis pertanyaan apa yang berada di benak para wartawan, dan
bakal dilontarkan kepada dirinya. Ya, anjloknya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk
(Persero) memang menjadi isu utama di media massa saat itu. Dan Menneg BUMN mewakili
pemerintah selaku pemegang saham, amat dirugikan oleh rontoknya harga saham perusahaan yang
dilantai bursa berkode PGAS tersebut.Jelas merugi, selain harga saham PGN yang anjlok hingga
23,32% dalam waktu singkat, sejumlah saham BUMN lainnya ikut merasakan imbas pahit penurunan
harga saham. Sebut saja saham PT Telkom, Bank Mandiri, BNI, atau PT Aneka Tambang. “Saya
shock melihat harga saham PGN yang jatuh dan berimbas pada pada saham BUMN lainnya. Saya serta
merta melakukan langkah antisipasi melalui mekanisme yang ada, yang baku. Kami meminta PGN
menegakkan capital market protocol, dan membuat konfirmasi,” tegas Sugiharto. Sementara itu
disampaikan Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu, pemerintah mengalami kerugian
sekitar Rp 22 triliun akibat penurunan saham PGN tersebut. Di luar itu, pemerintah sempat ketar ketir
dengan rencana penerbitan saham perdana (initial public offering) sejumlah perusahaan pelat merah
yang sudah dijadwalkan tahun ini, bakal terganggu akibat sentimen buruk pasar.Dalam kesempatan
pertemuan dengan para wartawan dalam acara Garthering di Kebun Gunung Mas PTPN VIII, Puncak,
Bogor, Menneg BUMN Sugiharto mengatakan bahwa PGN telah lalai dalam memberikan informasi
yang akurat, sehingga saham BUMN lainnya yang ikut tercatat di bursa saham ikut jatuh. “Seperti
diketahui, 10 saham terbesar di bursa efek kan sebagian besar adalah BUMN. June 12, 2007 by
jarrewidhi http://jarrewidhi.wordpress.com/2007/06/12/masih-buramnya-wajah-pasar-modal/
39
   A.Z. Abidin. Bunga Rampai Hukum Pidana. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta 1983, hal 41
Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan dan pelaku, jika
seorang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi semua unsur-unsur
yang ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu
tindakan yang dilarang, seorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-
tindakan tersebut. Apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (tidak ada
peniadaan bersifat melawan hukum atau alasan pembenar). Dilihat dari sudut
“kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang yang mampu bertanggung
jawablah yang dapat dikenakan pertanggungjawaban”.
    Menurut Penulis, dalam kasus Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagaimana
tersebut diatas, yang mengatakan pipa gas dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat
akan tersambung Desember 2006, ternyata tidak selesai sampai Januari 2007.
Anehnya, dengan aturan yang sudah jelas saja, Bapepam hanya mengacu pada
peraturan Bapepam tentang keterbukaan informasi. Padahal, seharusnya
Bapepam harus mengacu pada pasal 93 UU No 8/1995. Itu sudah jelas
penipuan. Ini yang menjadi pertanyaan. Investor akan menilai, bahwa PGN
yang menipu informasi, hanya dikenakan sanksi administrasi dan denda.
Padahal, mencermati kasusnya, sebenarnya bukan peraturan Bapepam yang
dilanggar, tetapi pasal 93 UU No 8/1995 tentang penipuan informasi. Sebab,
PGN telah berjanji menyelesaikan pembangunan pipa gas itu lewat
prospektusnya.
    Mencermati fakta dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran prinsip
keterbukaan dalam hal ini termasuk pelanggaran prinsip keterbukaan oleh PT.
Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk, Penulis berusaha mencari jawaban
mengapa seolah-olah Bapepam senantiasa menghindar untuk memproses kasus-
kasus tersebut dengan menggunakan kebijakan hukum pidana seperti yang telah
diatur dalam ketentuan pidana dalam UUPM kepada pelaku pelanggaran
perundang-undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal) baik yang
berkualifikasi sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran. Dari uraian
diatas, maka dapat diketahui faktor-faktor dan kendala-kendala yang
menyebabkan tidak dibawanya pelanggaran prinsip keterbukaan (disclosure
principle) ke pengadilan:

1.   Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum

  Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa salah satu tujuan prinsip
keterbukaan,    disamping      menciptakan     pasar     yang   efisien   dan
perlindunganinvestor adalah menjaga kepercayaan investor. Tujuan penegakan
prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor sangat relevan ketika
munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal, yangpada gilirannya
mengakibatkan pelarian modal (“capital flight”) secara besar-besaran dan
seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham). Sebab
ketiadaan keterbukaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan
ketidakpastian bagi investor. Akibatnya investor sulit mengambil keputusannya
untuk berinvestasi melalui pasar modal. Hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa
apabila makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk
berinvestasi semakin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau ketertutupan informasi
dapat menimbulkan keragu-raguan investor untuk berinvestasi. Oleh jarena itu,
tujuan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor dalam pasar
      modal merupakan suatu hal yang penting. Keadaan ketidakpercayaan investor
      terhadap pasar modal pernah terjadi di Amerika Serikat, tepatnya pada tahun
      1929–1934, yang mengakibatkan investor melarikan modalnya dari pasar modal
      Amerika Serikat. 40
            Pasal 1 angka 25 UUPM itu menyatakan, “Prinsip Keterbukaan adalah
      pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain
      yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada
      masyarakat dalam waktu yang tepatseluruh Informasi Material mengenai
      usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal
      terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.” Selanjutnya, Pasal 1
      angka 7 UUPM menetapkan, “Informasi atau Fakta Material adalah informasi
      atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang
      dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal,
      calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta
      tersebut.” 41 Berdasarkan peraturan itu, kewajiban untuk menyampaikan
      informasi (duty to disclose) dalam rangka pelaksanaan prinsip keterbukaan
      adalah apabila terdapat suatu kejadian yang bersifat informasi yang
      mengandung fakta materiel.
            Namun, di pasar modal Indonesia belum ada ukuran yang cukup untuk
      menentukan suatu informasi termasuk dalam kategori fakta materiel. Berbeda
      dengan pelaksanaan keterbukaan dalam pasar modal pada negara-negara yang
      menganut common law yang telah mengembangkan konsep baru penentuan
      fakta materiel. Misalnya, di pasar modal Amerika Serikat terdapat tiga ukuran
      penentuan fakta materiel yang muncul dari pendapat pengadilan yang berkaitan
      satu sama lain, sebagaimana terurai berikut ini:42
            Pertama, ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan
      melalui SEC v. Texas Gulf Sulphur, 401 F. 2d 833 (2d. Cir. 1968), bahwa
      ukuran penentuan fakta materiel adalah didasarkan pada test
      “kemungkinan/ukuran” (“probability/ magnitude”) fakta materiel atas informasi
      yang bisa berpengaruh kuat pada kemungkinan perusahaan di masa mendatang.
      Dalam hal ini faktor kemungkinan merupakan satu elemen dari penentuan fakta
      materiel tersebut. Pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur menyatakan:
      “whether fact are material...when the facts relate to a particular event ... will
      depend at any given time upon a balancing of both the indicated probability
      that the event will occur and the anticipated magnitude of the event in light of
      the totality of the company activity. While realistic in term of investor judgment,
      the probability elemen will be difficult to apply fairly, and lends itself easily top
      distortion by hindsight.” Sedangkan pada Second Cirkuit dalam kasus Texas
      Gulf Sulphur menetapkan balancing-test dua sisi untuk menilai materialitas

40
   Akhir-akhir ini ketidakpercayaan investor tersebut muncul lagi setelah kejadian-kejadian dalam
skandal akuntansi perusahaan publik di pasar modal Amerika Serikat, seperti yang terjadi pada kasus
Enron, Xerox, WorldCom dan Merck. Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan.
Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31 Maret 2002.
41
   Republik Indonesia, Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995.
42
   Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31
Maret 2002
peristiwa yang mempengaruhi kemungkinan masa depan perusahaan. Dengan
ini untuk menentukan fakta merupakan materiel menurut test tersebut adalah
tergantung pada keseimbangan indikasi kemungkinan bahwa suatu peristiwa
akan terjadi dan antisipasi ukuran dari peristiwa berdasarkan totalitas kegiatan
perusahaan. Di samping itu, pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur
tersebut membuat kesimpulan bahwa pengetahuan tentang hasil penemuan
mungkin penting terhadap investor yang rasional dan mungkin telah
mempengaruhi harga saham.
    Kedua, Ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan melalui
TSC Industries, Inc v Northway, 426 U.S. 438 (1976). Pengadilan dalam kasus
Northway menyatakan:“an omitted fact is material if there is a substansial
likelihood that a reasonable shareholder would consider it important in
deciding how to vote ... It does not require proof of a substantial likelihood that
disclosure of the omitted fact would have caused the reasonable shareholder to
change his vote. What the standard does contemplate is a showing of a
subtantial likelihood that, under all the circumstances, the omitted fact would
have assumed actual significance in the deliberations of the reasonable
shareholder.” Penentuan fakta materiel dalam kasus Northway dengan
pendekatan “ukuran Reasonable Shareholder” sejalan dengan pendapat bahwa
sesuatu yang menentukan fakta materiel sangat tergantung dari tanggapan
investor potensil atau pemegang saham institusional yang rasional, sebagaimana
dinyatakan dalam Mills v. Electric Autolite, 396 U.S. 375 (1970). Selanjutnya,
disebutkan bahwa menguji sesuatu yang menjadi penentuan fakta materiel
adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk kepentingan pemegang
saham yang rasional.
       Ketiga, standar penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan
melalui Basic, Inc v. Levinson, 485 U.S. 224 (1988), bahwa standar fakta
materiel ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific-case-by-case yangbersumber
dari keputusan pengadilan dalam kasus Northway dan kasus Texas Gulf Sulphur
di atas. Dalam kasus Basic tersebut pengadilan berpendapat, bahwa suatu
penipuan materiel dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi keputusan
investor yang rasional untuk berinvestasi. Sebab berdasarkan fraud-on-the
market theory suatu pernyataan dikatakan menyesatkan hanya apabila
pernyataan tersebut dapat membelokkan keputusan investor profesional untuk
berinvestasi.
    Suatu hal baru lainnya dalam kasus Basic adalah munculnya hipotesis dari
pengadilan, bahwa dalam suatu pasar saham dan berkembangnya harga saham
perusahaan, ditentukan oleh tersedianya informasi yang mengandung fakta
materiel mengenai perusahaan dan usaha perusahaan bersangkutan.
Kepercayaan terhadap informasi yang mengandung fakta materiel tersebut
menjadi ukuran bagi sesuatu informasi untuk dikatakan sebagai fakta materiel.
Kepercayaan terhadap informasi menjadi ukuran penentuan informasi materiel,
pernah dinyatakan melalui Merril Lynch, Pierre, Fenner & Smith, Inc. v. SEC,
43 S.E.C. 933 (1968).
       Dengan demikian, kepercayaan investor rasional terhadap sesuatu
informasi yang dapat mempengaruhi harga, masuk dalam kategori material.
Berdasarkan ini, fakta material mencakup seluruh faktor-faktor yang
mempengaruhi harga saham yang dipercaya investor dapat mempengaruhi harga
      saham. Ukuran penentuan fakta materiel berdasarkan kepercayaan ini menjadi
      test, sekaligus memperkaya ketentuan terminologi fakta materiel.
             Secara spesifik, misrepresentation atas fakta materiel yang dilakukan
      akuntan dapat dipahami dari pendapat pengadilan Amerika Serikat dalam kasus
      SEC v. Price Waterhouse, 927 F. Supp, 1217, 1237 (S.D.N.Y. 1992) yang
      menyatakan, materialitas didefenisikan dalam literatur akuntansi adalah “ukuran
      omission atau misstatement tentang informasi akuntansi yang menurut situasi
      lingkungan, memungkinkan orang yang wajar berubah atau dipengaruhi oleh
      omission atau misstatement”.
             Pendekatan terhadap beberapa ukuran fakta materiel yang lahir dari
      penentuan dari pendapat pengadilan melalui keempaT kasus di atas, dapat
      dipakai sebagai bahan untuk penentuan fakta materiel dalam rangka
      penyempurnaan peraturan prinsip keterbukaan yang berlaku di pasar modal
      Indonesia. Pendekatan tersebut penting karena dalam peraturan pasar modal
      yang berlaku sekarang di Indonesia, disebutkan bahwa fakta materiel ditentukan
      oleh sesuatu yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan investasi,
      tanpa membuat kualifikasi bobot investor dan unsur “kepercayaan investor.”
      Artinya, peraturan tentang fakta materiel masih bersifat sumir, yang dapat
      membuka loophole, pada gilirannya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang tidak
      beritikad baik. Dengan perkataan lain, karena tidak terperincinya ukuran
      penentuan fakta meteriel sangat berpotensi terhadap pelanggaran prinsip
      keterbukaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam
      penjualan saham dan merugikan investor. Ketentuan ukuran penentuan fakta
      materiel dan ketetentuan perbutan curang adalah napas hukum pasar modal.43
             Membandingkan dengan satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal di
      Indonesia yang diharapkan dapat memperjelas tentang penerapan prinsip
      keterbukaan khususnya tentang ”fakta material”, melalui putusan Perkara
      Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.44
             Namun dalam putusan tersebut diatas tidak ditemukan rumusan yang
      dapat dipakai guna memperjelas tentang penerapan prinsip keterbukaan dan
      khususnya pemahaman tentang ”fakta material” itu sendiri.

      2.    Keberadaan dan Peran Bapepam-LK

           Sebagaimana disebutkan dalam hurup c konsideran Undang-undang Pasar
        Modal, menegaskan bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan
        adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum
        pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi
        kepentingan masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan;45



43
   Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31
Maret 2002
44
    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor
1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.
45
   Republik Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995.
Dalam rangka tujuan inilah, Badan Pengawas Pasar Modal diberi
        kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan yang ada dalam
        UUPM. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan untuk melakukan
        pemeriksaan dan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab
        Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan kewenangan publik lainnya
        termasuk Undang-undang Pasar Modal Pasal 100 dan 101.
            Menurut Pasal 3 UUPM, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-
        hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal-
        Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Tujuan pembinaan, pengaturan dan
        pengawasan adalah untuk mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar,
        efisiensi, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
        Kewenangan Bapepam-LK diatur dalam Pasal 4, yaitu sebanyak 17
        kewenangan.46

           Kemudian, Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam
        Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan
        melakukan pemeriksaan bila:47

        1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya
            pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal.
        2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh
            perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari
            pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada
            Bapepam, dan
        3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di
            bidang pasar modal.
            Sejauh ini, formulasi hukum yang ada mengkondisikan Bapepam tidak
        dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian investor mengingat
        pernyataan efektif bukanlah sebuah perizinan. Dan Bepapam tidak
        memberikan penilaian atas keunggulan dan kelemahan suatu efek. Lalu
        bagaimanakah lagi investor mendapatkan perlindungan hukum ?.
            Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kondisi tersebut. Pertama,
        sejauh manakah pengawasan dan penegakan hukum oleh Bapepam terhadap
        transaksi-transaksi di pasar modal ?. Kedua, bagaimana integritas dan dedikasi
        pejabat dan aparatur Bapepam dalam melakukan pengawasan dan penegakan
        hukum tersebut?.
            Bapepam dengan segala kewenangannya memiliki fungsi yang dikenal
        dengan "watch dog", yakni suatu fungsi menjalankan pengawasan dan
        penjatuhan hukuman terhadap mereka yang melakukan pelanggaran. Dengan
        fungsinya itu, Bapepam dituntut memiliki daya investigasi yang tajam dalam
        mengendus perilaku-perilaku emiten yang menyimpang dan mengetahui
        dengan tepat kejadian penting yang terjadi sebelum emiten menyampaikan
        laporan-laporannya yang menjadi kewajibannya dalam menjalankan prinsip

46
 Jusuf Anwar. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Loc. Cit., hal 198.
47
 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal.
Nomor 46 Tahun 1995.
keterbukaan. Tuntutan kepada Bapepam itu berlaku pula terhadap para profesi
        penunjang pasar modal.
            Namun pada kenyataannya, fungsi tersebut belum secara optimal diemban
        oleh Bapepam. Intervensi maupun perang kepentingan melucuti satu per satu
        keberanian Bapepam dalam melakukan fungsinya itu. 48
            Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak
        hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata,
        akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di
        dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound
        (1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah
        as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control, Politik
        hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha dalam
        menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum pidana
        yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga
        tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu :49
        1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh
           badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang-
           undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan
           keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian
           merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana
           untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik,
           dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga
           disebut dengan tahap kebijakan legislatif.
        2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum
           pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian,
           kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum
           menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana
           yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam
           melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh
           nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut
           tahap kebijakan yudikatif.
        3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana
           secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat
           pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat
           oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah
           ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian
           tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana

48
   Contoh kasus adalah apa yang terjadi dengan Indosat soal ketidakberesan pengelolaan dividen milik
pemerintah. Kasus lain adalah adanya ketidakjelasan dalam transaksi saham Telkom yang
menghasilkan nilai penjualan Rp3 triliun yang konon dilakukan tanpa sepengetahuan direksi. Bapepam
tentu mengetahui ketidakberesan itu. Akan tetapi, ada faktor X yang menyebabkan Bapepam pura-pura
tidak tahu, sehingga faktor X tadi mengganjal kewenangan mereka untuk menindaklanjuti
ketidakberesan yang terjadi dalam transaksi-transaksi yang berhubungan dengan emiten BUMN
tersebut.http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=5333&cl=Kolom. Rabu, 21 Januari 2009
49
   Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Op. Cit. hlm. 173
yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai-
              nilai keadilan serta daya guna.

              Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph Goldstein,
          maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini disebabkan masih
          adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau kebijakan yang diambil
          oleh Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian kasus tersebut secara cepat.
          Dengan kata lain, Ketua Bapepam bertujuan agar, kerugian negara di dalam
          perdagangan ini, dapat cepat kembali. Sebagai salah satu bukti, bahwa pada
          awal Januari hingga bulan Agustus tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan
          sanksi adminstratif kapada 216 pihak. Total nilai denda yang dikenakan
          kepada 216 pihak tersebut sebesar Rp. 5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah
          dilakukan pembayaran oleh pihak-pihak tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar.
          Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, Ketua Bapepam lebih cenderung untuk
          menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut, dengan menempuh jalur di luar
          pengadilan. 50
              Oleh karena itu, proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi
          melalui penetapan denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan
          melalui proses sistem peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat
          kerugiannya tidak begitu membahayakan.
              Akhirnya, lagi-lagi semua itu harus dikembalikan kepada tiga komponen
          sistem hukum Friedman: legal substance, legal structure, dan legal culture.51
          Efektivitas dan optimalitas Bapepam dalam menjalankan fungsi dan
          kewenangan yang dimilikinya dalam dunia pasar modal nasional sangat
          tergantung pada ketersediaannya perangkat yang mendukung fungsi dan
          kewenangannya itu, yakni perangkat yuridis, perangkat struktural dan kualitas
          sumber daya manusia, serta keberanian melawan mentalitas korup dan "yes-
          man" yang ada selama ini.

      3. Kendala pembuktian

             Ketika ditanya soal penyelesaian kasus itu, di salah satu media nasional (8
          Juni 2007), Ketua Bapepam-LK mengatakan ”Mereka (pihak pengadilan)

50
     BAPEPAM. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia. Jakarta 2007

51
   Penegakan hukum sebagai bagian dari legal system, tidak dapat dipisahkan dengan substansi hukum
(legal substance) dan budaya hukum (legal culture). Hukum sebagai gejala sosio-empiris yang dikaji
ke dalam variabel independen memberikan impact pada berbagai kehidupan. Aspek-aspek kehidupan
sosial ini yang menjadi dependent variable. Dalam kedudukan hukum sebagai independent variable
maka dapat dikaji secara law in action serta legal impact. Mengkaji hukum sebagai independent
variable termasuk kajian hukum dan masyarakat (law and society). Sebaliknya, jika hukum dijadikan
dependent variable, termasuk kajian sosiologi hukum (sociological of law). Perbedaan keduanya ialah
kajian hukum dan masyarakat merupakan spesialisasi sosiologi. Persamaannya ialah di antara
keduanya tidak lagi memandang hukum sebagai suatu kaidah semata-mata dan telah merelatifkan sifat
normatif-dogmatif hukum. Siswanto Sunarso. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Penerbit
Citra Aditya Bakti. Bandung 2005, hal 26.
selalu bilang bukti yang kami sampaikan itu bentuknya transaksi elektronik
        dan itu tidak bisa digunakan”. 52
            Pembuktian adanya unsur pidana insider trading seharusnya dilakukan
        dengan merekonstruksi kepemilikan saham oleh orang dalam (OD). Plus
        penyampaian informasi material yang terlambat atau menyesatkan (IOD:
        informasi orang dalam). Semuanya lalu dipetakan terhadap pola transaksi
        bursa itu sendiri. Tapi, lagi-lagi, Bapepam-LK enggan bergerak. Mereka
        beralasan, pemeriksaan dan penyidikan insider trading memakan waktu lama,
        di Amerika Serikat sampai 10 tahun. Padahal, kasus Enron yang juga berpola
        OD dan IOD bisa dituntaskan kurang dari setahun. 53
            Dalam kasus PGN itu, Bapepam-LK menetapkan sanksi administrasi atas
        pelanggaran Pasal 87 dan 93 UU Pasar Modal. Berarti, memang kuat dugaan
        adanya tindak pidana berpola OD dan IOD. Bapepam-LK hanya malas
        meneruskannya ke level pengadilan. Betul, penindakan hukum di pasar modal
        dunia mengenal penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement).
        Namun, di Indonesia, skema itu belum ada mekanismenya. Belum ada PP-
        nya, kendati itu adalah amanat Pasal 102 ayat 3UU Pasar Modal. Semestinya,
        ada mekanisme yang menjamin bahwa penyelesaian masalah secara
        administratif tidak menghilangkan tindak pidana yang dibuat. Vonis atas
        kasus semacam itu tetap bersifat pidana kendati sanksinya bersifat
        administratif seperti denda, bukan kurungan dan denda.
            Selain kasus Indosat, kasus yang menimpa PT PGN (Perusahaan Gas
        Negara), juga bakal masuk laci secara rapi. Dalam kasus ini, diduga terjadi
        permainan menekan harga saham PGN oleh orang dalam hingga terjadinya
        divestasi. Kasus ini berbau insider trading. Aneh, memang. Sistem yang telah
        berlangsung selama satu dekade berjalan tanpa koridor hukum. Padahal,
        meski elektronik, sistem itu masih auditable. Bahkan, jika diperlukan
        verifikasi alat bukti (lintas sektor), sudah ada pula PPATK.
            Di beberapa referensi penegakan hukum pasar modal dunia, skema di luar
        peradilan adalah perdamaian tanpa menghilangkan rekam jejak pelaku tindak
        pidana. Itulah sebabnya, jika kita berselancar di database litigasi SEC Amerika
52
   http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/siaran_pers_pm/2007/pdf/SP27120
7%20PGAS.pdf
53
    Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam menjelaskan, memang selama ini kasus-
kasus pasar modal yang berindikasi pidana maupun perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar
persidangan) dengan hukuman berupa denda administrasi, belum pernah sekalipun ditempuh
penyelesaian melalui kebijakan pidana (sistem peradilan pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa
alasan. Dijelaskan pula bahwa, jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan memakan
waktu yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat sulit, sehingga uang yang
hilangpun lambat pula kembalinya. Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang menganut
effek jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang berupa denda administrasi juga
mengandung effek jera. Ini disebabkan, di dalam dunia usaha, nama baik sangatlah penting. Seperti
diketahui bahwa hukum pidana dengan sanksi pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi orang yang
terkena, sehingga diprosesnya pihak-pihak (pelaku pelanggaran) secara pidana, serta dijatuhi hukuman
pidana, akan berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga jika akan memasuki lagi
dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap
sipelaku tersebut. http://www.economic-law.net/jurnal/ElfiraTaufani.doc
Serikat, akan ditemukan rilis kasus pidana yang detail. Dampak dari tidak
        hilangnya tindak pidana adalah efek jera. Sehingga, ruang gerak pelaku di
        kemudian hari bisa dipersempit.54
             Bagaimana jika orang yang sudah di denda administrasi masih
        menyangkal ?. Di Amerika, mekanisme untuk itu sudah tersedia. SEC akan
        mengajukan kasusnya ke kejaksaan (court settlement). Nah, untuk menjamin
        tidak adanya distorsi dalam skema peradilan, Amerika membentuk Kejaksaan
        Transaksi Keuangan (Office of New York State Attorney General Eliot
        Spitzer). Inilah terobosan hukum yang bertujuan untuk menghindari debat
        alat bukti. Korea Selatan mengikuti pola tersebut. Bahkan, di Negeri Ginseng
        itu, out of court settlement diatur oleh payung hukum yang pelaksanaannya
        disepakati oleh otoritas pasar modal, kejaksaan, dan peradilan.
             Di Indonesia, tak ada upaya ke arah sana. Hanya ada retorika bahwa pasar
        modal adalah benteng pelaksanaan good corporate governance (GCG).
        Kalaupun Bapepam-LK sesekali mengajukan pengaduan pidana, pengaduan
        itu disampaikan dalam rilis dua hingga tiga lembar tanpa menyentuh
        kronologis dan penegasan tindak pidana.55 Seperti menggantang asap,
        memang. Maka, semakin jelaslah sosok bursa kita sebagai enclave bagi para
        petualang kelas kakap. Jika demikian, ujungnya mudah ditebak: bursa tak
        banyak bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Transaksi di BEJ pada lima
        tahun pertama setelah krisis rata-rata Rp 350 miliar per hari. Kini, sudah Rp 4
        triliun per hari. Anehnya, itu semua tidak diikuti oleh normalisasi intermediasi
        dari sektor keuangan ke sektor riil. 56

54
    Untuk mengatasi problem standar pembuktian, Amerika Serikat dan Australia (Corporations Act
2001) memperkenalkan mekanisme baru „menghukum‟ pelaku kejahatan kerah putih, melalui civil
penalty. Civil penalty dianggap jalan tengah antara mekanisme pidana dan perdata (Kenneth Mann:
1992) untuk menghukum pelaku kejahatan kerah putih. Di satu sisi, civil penalty mempunyai
karakteristik yang mirip dengan sanksi pidana denda (bandingkan dengan sanksi ganti rugi secara
perdata). Di sisi lain, secara prinsip, tunduk pada hukum acara perdata dan standar pembuktian yang
berlaku untuk kasus perdata biasa, yaitu berdasarkan balance of probabilities. Penerapan civil penalty
diharapkan meningkatkan keberhasilan menghukum pelaku kejahatan kerah putih karena standar
pembuktian lebih rendah, daripada standar pembuktian dalam hukum pidana. Selain itu diharapkan,
civil penalty dapat menimbulkan efek jera karena umumnya jumlah denda (penalti) bisa sangat besar.
Civil penalty sulit diterapkan dalam proses perdata biasa karena hambatan teknis soal menghitung
jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Tentunya secara teknis tidak mudah
menghitung besarnya kerugian akibat market manipulation. Mengingat problem yang dihadapi
Bapepam-LK dalam menindaklanjuti penyidikan pelanggaran pasar modal, mungkin perlu
dipertimbangkan penerapan ketentuan mirip civil penalty dalam sistem hukum pasar modal nasional.
http://www.madani-ri.com/2008/02/13/catatan-hukum-hakikat-pertanggungjawaban-pribadi-dalam-
uupt-2/
55
     Misalnya, Press Release tanggal 1 Februari 2007 tentang perkembangan kasus PT. PGN hanya
terdiri dari 1 (satu) halaman.
56
    Divestasi saham pemerintah di BUMN memang seperti jadi bancakan. Setelah PGN berlalu aman,
divestasi Bank Negara Indonesia (BNI) terlihat seperti mengulang pola curang yang sama. Di sektor
riil, cerita yang terdengar tetap saja tentang ramainya PHK dan tak terserapnya angkatan kerja baru.
Bahkan, saat indeks naik dari kisaran 400 (tahun 2000) ke 2.200 (tahun 2007), penerimaan negara dari
divestasi saham pemerintah lewat BEJ selalu saja di bawah target APBN. Coba perhatikan, pada 31
Juli 2007, transaksi saham BNI mendadak naik hingga 8,4 juta saham. Biasanya, saham itu
ditransaksikan tak lebih dari satu juta saham per hari. Kenaikan itu berasal dari transaksi jual besar-
besaran selama 10 menit di pukul 13.30-13.40 WIB. Harga saham BNI anjlok. Di sesi awal
Terkait dengan alat-alat bukti, maka menurut Kitab Undang-undang
        Hukum Acara Pidana yang termasuk alat bukti adalah: 57
        (1) Alat bukti yang sah ialah:
            a. keterangan saksi;
            b. keterangan ahli;
            c. surat;
            d. petunjuk;
            e. keterangan terdakwa.
        (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan

            Selanjutnya, Pasal 180 KUHAP menyebutkan Hakim ketua sidang juga
        dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru
        oleh yang berkepentingan, bila hal tersebut diperlukan untuk menjernihkan
        duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan.

    4. Proses peradilan

              Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dikenal dengan Sistem Peradilan
        Pidana Terpadu (Intergrated Criminal Justice System). Sasaran yang ingin
        dicapai antara lain kelancaran dalam proses peradilan pidana sejak tahap
        penyidikan, penuntutan, hingga vonis hakim dan terakhir eksekusi. Hakikat
        sistem pidana terpadu ini cukup baik, yaitu untuk mencegah dan atau
        mengurangi kepentingan-kepentingan hukum yang bersifat instannasional,
        sehingga diharapkan proses peradilan pidana dapat berjalan objektif, cepat
        dan berkeadilan.58
              Menurut Mardjono Reksodipoetro, memberikan pengertian bahwa
        Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah sistem pengendalian kejahatan yang
        terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan
        permasyarakatan terpidana. Selanjutnya, dikatakan bahwa tujuan Sistem
        Peradilan Pidana adalah:59
        a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
        b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas
            bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;
        c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak
            mengulangi lagi kejahatannya.




sebelumnya, saham itu masih bertengger di harga terbaik (Rp 2.750). Pada pukul 14.00 WIB, di hari
yang sama, ada jumpa pers di Kementerian BUMN. Dikabarkan, harga divestasi saham BNI adalah Rp
2.050. Jelas sekali, ada transaksi jual besar-besaran yang berdampak pada turunnya harga saham BNI.
Ini indikasi adanya manipulasi pasar oleh pihak tertentu mendahului informasi rendahnya harga
divestasi (insider trading?) .
57
   Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kitab Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981,
pasal 184
58
   Mien Rukmini. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminilogi. Penerbit Alumni. Bandung 2006, hal 84
59
   O.C. Kaligis. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana. Alumni.
Bandung 2006, hal 4
Dalam kasus Perkara Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.60 yang
     dalam hal ini menjadi satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal yang
     dibawa ke peradilan pidana. Dalam perkara pidana tersebut para Terdakwanya
     hanya dihukum dengan hukuman percobaan. Dan terhadap putusan yang
     demikian Penuntut Umum tidak mengajukan upaya hukum (banding).
       Terhadap putusan perkara pidana tersebut diatas, maka dengan sendirinya
     telah menjadi suatu yurisprudensi. Dimana, yurisprudensi nantinya akan
     menjadi pedoman bagi para hakim dalam memutus perkara tindak pidana pasar
     modal di Indonesia.
          Ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti putusan hakim yang lain: 61
       a. Sebab psychologis: Seseorang hakim mengikuti putusan hakim lain yang
          kedudukannya lebih tinggi-Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung
          karena hakim yang putusannya dituruti tersebut adalah pengawas
          pekerjaannya. Putusan hakim mempunyai kekuasaan (gezag), terutama
          apabila putusan itu dibuat oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung,
          karena hakim tinggi maupun hakim agung telah banyak pengelaman.
       b. Sebab praktis: seseorang hakim mengikuti putusan akim yang
          kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Apabila hakim tersebut
          memberikan putusan yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih
          tinggi, maka sudah barang tentu pihak yang dikalahkan (merasa tidak adil)
          akan meminta pemeriksaan pada tingkat yang lebih tinggi (banding atau
          Kasasi), yaitu kepada hakim yang pernah meberikan putusan dalam
          perkara yang sama dengan putusan sebelumnya.
       c. Sebab dirasakan sudah adil: seorang hakim mengikuti putusan hakim lain
          karena dirasakan sudah adil, sudah tepat, sudah paut, sehingga tidak ada
          alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim terdahulu itu.

           Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut
       dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh
       hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu.
       Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu
       dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak
       dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang
       ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. 62
           Manfaat penjatuhan pidana dengan bersyarat ini adalah memperbaiki
       penjahat tanpa harus memasukkannya ke dalam penjara, artinya tanpa
       membuat derita bagi dirinya dan keluarganya, mengingat pergaulan dalam
       penjara terbukti sering membawa pengaruh buruk bagi seseorang terpidana,
       terutama bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana karena dorongan
       faktor tertentu yang ia tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai
       dirinya, dalam arti bukan penjahat yang sesungguhnya. Misalnya karena

60
    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor
1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.
61
   Pontang Moerad. Pembentukan Hukum Melalui putusan pengadilan Dalam Perkara Pidana.
Penerbit Alumni. Bandung 2005, hal 332.
62
   Adam Chazmawi. Loc.Cit, hal 55
kemelaratan dan untuk makan, ia mencuri sebungkus roti, karena butuh uang
        untuk mengobati istrinya yang luka parah akibat kecelakaan terpaksa ia
        menggunakan uang kas kantor (penggelapan, pasal 372 KUHP); kejahatan-
        kejahatan culpa, dan masih banyak contoh lainnya.63
            Dalam hal-hal manakah hakim dapat menjatuhkan pidana dengan
        bersyarat?. Dalam pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim dapat
        menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan, apabila:64
        1. Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun;
        2. Hakim menjatuhkan pidana kurungan (bukan kurungan pengganti denda
            maupun kurungan pengganti perampasan barang);
        3. Hakim menjatuhkan pidana denda, dengan ketentuan ialah: (a) apabila
            benar-benar ternyata pembayaran denda atau perampasan barang yang
            ditetapkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan yang sangat bagi
            terpidana, dan (b) apabila pelaku tindak pidana yang dijatuhi denda
            bersyarat itu bukan berupa pelanggaran yang berhubungan dengan
            pendapatan negara.
            Dengan demikian, dalam memberikan penyelesaian perselisihan hukum
        yang dihadapkan kepadanya, Hakim memberikan penyelesaian definitif yang
        hasilnya dirumuskan dalam bentuk putusan yang disebut vonis. Putusan hakim
        merupakan penerapan hukum yang umum dan abstrak pada peristiwa
        kongkret (in-concreto).65
            Pada kesempatan lain, M. Yahya Hararap mengatakan, tujuan dan fungsi
        putusan yang diambil hakim melalui judge made law atas kasus-kasus yang
        memiliki ciri particular case, antara lain mempunyai tujuan, antara lain
        mencegah terjadinya putusan disparitas.66
            Tidak hanya di Indonesia saja, tetapi hampir seluruh negara di dunia,
        mengalami apa yang disebut sebagai ”the disturbing disparity of sentencing”.
        Yang dimaksud dengan disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam hal
        ini adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang
        sama (same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahanyanya
        dapat diperbandingkan (offences of comparable seriousness) tanpa
        pembenaran yang jelas.67
            Apabila suatu putusan pengadilan (hakim) diikuti secara terus menerus
        oleh hakim-hakim yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara
        yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang mempunyai
        faktor-faktor esensiel yang sama, maka itulah yang dinamakan ”yurisprudensi
        tetap” (standaardarresten).68
            Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
            Bahwa yang dimaksud dengan prinsip full disclosure adalah suatu prinsip
      keterbukaan yang berisi bukan merupakan suatu “pernyataan menyesatkan
      (misrepresentation)” dan “suatu pernyataan salah (omission) dari emiten”.
63
   Adam Chazmawi., Ibid
64
   Ibid., hal 59
65
    Pontang Moerad., Op.cit., hal 81
66
    Ibid., hal 337
67
    Muladi dan Barda Nawawi Arief,. Ibid. 51
68
    Pontang Moerad., Ibid, hal 332.
Adapun, penerapan interpretasi hukum terhadap prinsip keterbukaan masih
diperlukan penjabaran dan penjelasan, agar menjadi lebih mudah untuk
dipahami oleh para pelaku pasar modal.
      Bahwa penyelesaian hukum terhadap para Emiten yang melanggar prinsip
full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal yang terjadi selama ini
lebih menggunakan sanksi denda administrasi. Dan, pihak BAPEPAM-LK
belum berperan sebagaimana yang diharapkan, khususnya dalam mengambil
langkah-langkah penegakan hukum pidana terhadap para pelaku pelanggaran
prinsip keterbukaan
    Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full
disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan adalah sebagai
berikut:
    a. Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum
    b. Keberadaan dan Peran Bapepam-LK
    c. Kendala pembuktian
    d. Proses peradilan

More Related Content

Similar to 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...megiirianti083
 
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdf
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdfRizkiRofida_041911233035_Week8.pdf
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdfrizki454361
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...febrysaragih
 
Etika bisnis dan profesi investasi dan pasmod
Etika bisnis dan profesi   investasi dan pasmodEtika bisnis dan profesi   investasi dan pasmod
Etika bisnis dan profesi investasi dan pasmodElisabeth Yuliani
 
Jurnal tito-sofyan
Jurnal tito-sofyanJurnal tito-sofyan
Jurnal tito-sofyanIda Hidayati
 
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptx
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptxKEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptx
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptxSuciHati8
 
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...DavidOktarioSidharta
 
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptx
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptxHabibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptx
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptxHabibie Rahmatullah
 
Jurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyJurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyKendy Puspita
 
Jurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyJurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyKendy Puspita
 
Ojk vs illegal investment
Ojk vs illegal investmentOjk vs illegal investment
Ojk vs illegal investmentRizky Karo Karo
 
PENGANTAR HUKUM BISNIS
PENGANTAR HUKUM BISNISPENGANTAR HUKUM BISNIS
PENGANTAR HUKUM BISNISDissa MeLina
 

Similar to 061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran (20)

Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...
Hbl, megi irianti pariakan, hapzi ali, penanaman modal dalam negeri dan asing...
 
kebijakan IPO
kebijakan IPOkebijakan IPO
kebijakan IPO
 
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdf
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdfRizkiRofida_041911233035_Week8.pdf
RizkiRofida_041911233035_Week8.pdf
 
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...
HBL,FEBRY DIAN UTAMI SARAGIH,HAPZI ALI,PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING...
 
Etika bisnis dan profesi investasi dan pasmod
Etika bisnis dan profesi   investasi dan pasmodEtika bisnis dan profesi   investasi dan pasmod
Etika bisnis dan profesi investasi dan pasmod
 
Jurnal tito-sofyan
Jurnal tito-sofyanJurnal tito-sofyan
Jurnal tito-sofyan
 
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptx
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptxKEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptx
KEL 4 AUDIT ATAS PROSES RIGHT ISSUE.pptx
 
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...
Be & gg, david oktario s, hapzi ali, shareholders and the markets for corpora...
 
Hukum Dagang - Pasar Modal
Hukum Dagang - Pasar ModalHukum Dagang - Pasar Modal
Hukum Dagang - Pasar Modal
 
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptx
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptxHabibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptx
Habibie Rahmatullah Prospektus BRI Syariah ppt.pptx
 
Bagian inti
Bagian intiBagian inti
Bagian inti
 
Jurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyJurnal civil penalty
Jurnal civil penalty
 
Jurnal civil penalty
Jurnal civil penaltyJurnal civil penalty
Jurnal civil penalty
 
Materi app ii
Materi app iiMateri app ii
Materi app ii
 
BUMN DAN BUMD
BUMN DAN BUMDBUMN DAN BUMD
BUMN DAN BUMD
 
Ojk vs illegal investment
Ojk vs illegal investmentOjk vs illegal investment
Ojk vs illegal investment
 
Makalah Pasar Modal
Makalah Pasar ModalMakalah Pasar Modal
Makalah Pasar Modal
 
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITISurat PWYP Indonesia Open Contract EITI
Surat PWYP Indonesia Open Contract EITI
 
PENGANTAR HUKUM BISNIS
PENGANTAR HUKUM BISNISPENGANTAR HUKUM BISNIS
PENGANTAR HUKUM BISNIS
 
Ppt perekonomian kel 8
Ppt perekonomian kel 8Ppt perekonomian kel 8
Ppt perekonomian kel 8
 

061 jamaludin 5205220016 pertanggungjawaban pidana terhadap emiten terkait adanya pelanggaran

  • 1. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP EMITEN TERKAIT ADANYA PELANGGARAN Oleh : Jamaludin NPM : 5205220016 Dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara, diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun masyarakat. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar. Kebutuhan pembiayaan pembangunan di masa mendatang akan semakin besar.1 Pemerintah menetapkan kebijakan tentang privatisasi BUMN melalui penetapan PP No. 33/2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero). Kebijakan ini merupakan turunan untuk melaksanakan Pasal 83 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang menyatakan perlunya menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) BUMN.2 Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan sebagai alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.3 Dengan dilakukannya privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan Negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang karena Negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.4 Privatisasi Badan Usaha Milik Negara merupakan isu hangat yang selalu ramai dibicarakan dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan pendapatan negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya, baik melalui forum DPR maupun berbagai forum resmi dan tidak resmi lainnya.5 Pada lain hal, sudah menjadi suatu fenomena global dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan dan mengurangi beban pemerintah, Badan- badan Milik Negara (government owned-companies) diarahkan untuk melakukan korporatisasi (corporatisation) dan privatisasi (privatization).6 Sebagaimana diketahui pengaturan BUMN yang akan diprivatisasi terdapat dalam Pasal 78 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, menyebutkan bahwa; privatisasi dilaksanakan dengan cara: a. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar 1 Jusuf Anwar, H. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Penerbit PT. Alumni Bandung 2005, hal 1 2 Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo. Manajemen Privatisasi BUMN. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta. 2008, hal 103 3 Ibid., hal 104 4 Ibid., 5 Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No. 1 Tahun 2007, hal 15 6 Edy Suandi Hamid dan M.B. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milinium III. UII Press. Yogyakarta. 2000, hal 64
  • 2. modal; b. penjualan saham langsung kepada investor; c. penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang bersangkutan. Dari ketiga cara sebagaimana tersebut diatas, maka cara penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal lebih menjadi pilihan dalam hal privatisasi BUMN. Melakukan penjualan saham di pasar modal, dalam pengertian lain dikenal dengan istilah melakukan penawaran umum atau go public atau Initial Public Offering (IPO). Istilah penawaran umum tidak lain adalah istilah hukum yang ditujukan bagi kegiatan suatu emiten untuk memasarkan dan menawarkan dan akhirnya menjual efek-efek diterbitkannya, baik dalam bentuk saham, obligasi atau efek lainnya, kepada masyarakat luas.7 Penjualan dilakukan kepada masyarakat luas oleh karena itu penjualan tersebut tunduk kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (UUPM).8 Dalam UUPM diatur tentang tata cara melakukan penawaran umum (Initial Public Offering). Tata cara dimaksud terbagi dalam beberapa tahap, yaitu; 1. Tahap pra-emisi, 2. Tahap emisi, 3. Tahap setelah emisi. Ketiga tahapan penawaran umum dimaksud, tentunya juga akan mengakibatkan bahwa tidak hanya para pendiri emiten saja tetapi juga berdampak kepada ikutnya pihak- pihak lainnya, seperti Badan Pelaksana Pasar Modal-Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK), yang memberikan pernyataan efektif apakah penawaran umum tersebut dapat dilakukan atau tidak.9 Selanjutnya, penawaran umum menyebabkan timbulnya kewajiban yang lebih luas dari emiten dari mana penawaran umum tersebut berasal. Hal ini karena dengan melakukan penawaran umum, maka akan timbul kewajiban bagi emiten untuk menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure). Keterbukaan bahkan akan terus berlanjut (continued disclosure) ketika efek telah sampai di tangan pemegang saham, yang membelinya dalam penawaran umum.10 Begitu pentingnya penerapan prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) dalam setiap tahap penawaran umum sebagaimana dimaksud di atas, sehingga pelanggaran terhadap prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) ini akan diberikan sanksi yang tegas, baik sanksi administratif, perdata dan pidana. Sebagaimana diberitakan oleh surat kabar Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14 Maret 2007, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi denda kepada PT. Perusahaan Gas Negara. Surat kabar Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember 2007 memberitakan bahwa, pihak BAPEPAM-LK menjatuhkan sanksi kepada para mantan Direksi PT. Perusahaan Gas Negara (PT. PGN) berupa sanksi denda. BAPEPAM-LK menyatakan bahwa PT. Perusahaan Gas Negara telah melanggar prinsip-prinsip keterbukaan (disclosure) yaitu memberikan informasi yang tidak benar dan terjadinya perdagangan orang dalam (insider trading). Informasi tidak benar dimaksud adalah perihal mengenai rencana volume gas 7 Hamud M. Balfas. Hukum Pasar Modal Indonesia. Penerbit Tata Nusa. Jakarta 2006, hal 20 8 Ibid., hal 27 9 Ibid., hal 27-28 10 Hamud M. Balfas. Ibid.,
  • 3. yang dapat dialirkan melalui proyek South Sumatera-West Java (SWWJ). Selanjutnya, pihak BAPEPAM-LK menyatakan; penyidikan berhenti pada pelanggaran administratif, kasus itu tidak akan dibawa sampai ke tindak pidana.11 Apabila ditelaah lebih jauh, terlihat jelas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara sebagai emiten telah melakukan suatu perbuatan yang menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dikatagorikan sebagai perbuatan tindak pidana. Terhadap terjadinya perbuatan tindak pidana tersebut di atas, tentunya semakin manambah daftar kasus tindak pidana dalam pasar modal di Indonesia. Dan, dari kasus-kasus tindak pidana pasar modal yang terjadi di Indonesia ternyata baru ada satu kasus yang dibawa ke pengadilan pidana.12 Hal ini akan memberikan dampak negatif terhadap ketertarikan investor untuk melakukan investasi di pasar modal Indonesia. Di lain hal, juga dapat merupakan penghalang bagi usaha penarikan modal terhadap perusahaan yang akan mencari dana di pasar modal, meskipun mungkin pasar modal Indonesia memberikan keuntungan yang menggiurkan. Sehingga pada akhirnya, juga akan menghambat perekonomian Indonesia secara umum. Berdasarkan uraian hal-hal tersebut diatas, maka penulis mencoba untuk menuangkannya menjadi suatu penelitian tesis dengan judul: “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA OLEH EMITEN TERKAIT ADANYA PELANGGARAN PRINSIP FULL DISCLOSURE (STUDI KASUS PRIVATISASI PT. PERUSAHAAN GAS NEGARA). Selanjutnya, apabila masalah pokok tersebut di atas dikaji lebih jauh, maka penulisan kalimat pertanggungjawaban pidana dalam permasalahan penelitian tesis ini sangat berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana. Penegakan hukum ini adalah berupa pemberian sanksi pidana kepada emiten yang telah melanggar prinsip full disclosure. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka ruang lingkup masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah yang dimaksud dengan prinsip full disclosure ?, dan bagaimana pula interpretasi terhadap prinsip-prinsipnya ? 2. Bagaimanakah penyelesaian hukum terhadap Emiten yang melanggar prinsip full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal ?, apakah BAPEPAM-LK telah berperan sebagaimana yang diharapkan ? 3. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan ? Keterbukaan (disclosure) ini diharuskan karena pada dasarnya para calon investor (pemodal) mempunyai hak untuk mengetahui secara detail mengenai segala sesuatu tentang bisnis perusahaan, dimana mereka akan menempatkan uangnya, maka untuk itu harus dimengerti pula bahwa hal tersebut juga merupakan suatu tahap dari peralihan perusahaan privat menjadi perusahaan publik, yang merupakan suatu hal yang sangat menantang bagi pemilik dan 11 Sinar Harapan hari Rabu tanggal 14 Maret 2007 dan Kompas hari Jum‟at tanggal 28 Desember 2007 12 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Perkara Pidana Nomor : 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST tanggal 29 Mei 2007.
  • 4. manajemennya. Aspek yang sangat penting dari proses penawaran umum ini adalah pengertian mengenai informasi apa yang diperlukan dan menyediakannya dalam keadaan yang jelas terbuka dan benar.13 Dalam Undang-undang Pasar Modal yang dimaksud dengan Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut (Pasal 1 Butir 25). Salah satu mekanisme agar keterbukaan informasi terjamin bagi investor atau publik adalah lewat keharusan menyediakan suatu dokumen yang disebut “prospektus” bagi suatu perusahaan dalam proses melakukan go publik. Sejauh mana pentingnya kedudukan suatu prospektus, atau sejauh mana pentingnya data bisnis dari suatu emiten (misalnya seperti yang terdapat dalam prospektus), terdapat berbagai pandangan yang tersimpul dalam tiga teori sebagai berikut:14 1. Teori Random Walk Teori Random Walk ini mengajarkan bahwa harga dari suatu efek yang terjadi sebelumnya tidak ada hubungan/tidak mempengaruhi harga sekarang atau yang akan dating. Jadi tidak ada link antara harga efek yang sudah terjadi dengan yang akan terjadi. Sehingga investor dapat membuat uang di pasar modal bukan karena adanya angka-angka statistik, melainkan karena awarness mereka sendiri. 2. Teori Market Hypothesis Seperti telah disinggung di atas, maka menurut teori ini, bahwa harga pasar dari suatu efek dipengaruhi oleh informasi yang diberikan kepada publik. Jadi informasi publik tersebutlah yang menentukan apakah seseorang akan melakukan tindakan jual, beli atau hold suatu efek. Karena itu, kedudukan suatu prospektus tentunya sangat penting. Dan, teori ini sangat mengecam pula tindakan insider trading, karena dengan informasi yang tidak kesampaian kepada publik tersebut, berarti publik sangat dirugikan, dan seorang insider dapat mengait di air keruh. 3. Teori Capital Asset Pricing Teori ini membedakan antara risk yang sistematis dan risk yang tidak sistematis. Dan mengajarkan pula bahwa risiko dalam melakukan investasi di pasar modal dapat dieliminir dengan melakukan diversifikasi. Karena itu, informasi tentang suatu perusahaan tidak begitu penting. Yang terpenting justru apa yang disebut sebagai Beta dari suatu efek. Yang dimaksud dengan “beta” dari efek adalah semacam pengukuran terhadap suatu efek dalam hubungan dengan pasar secara keseluruhan. Dari ketiga teori tersebut di atas terlihat bahwa informasi tentang sesuatu perusahaan, antara lain seperti yang terdapat dalam prospektus, ditempatkan pada posisi yang berbeda-beda. Tentu saja semua teori tersebut 13 Ibid., 14 Munir Fuady. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung 2001, hal 81.
  • 5. masih menganggap bahwa informasi tersebut perlu, tetapi tingkat keperluannya yang berbeda-beda. Bahkan ada yang meyakini bahwa keadaan dan data industri dan ekonomi secara makro justru lebih penting dan mempengaruhi harga pasar ketimbang informasi tertentu dari suatu perusahaan.15 Siapakah yang mesti bertanggung jawab secara yuridis jika ada pihak-pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari adanya prospektus yang menyesatkan itu ?. Dalam hal ini dijawab oleh Pasal 81 ayat (1) UUPM No. 8 Tahun 1995, dimana yang mesti bertanggung jawab adalah setiap pihak yang menawarkan atau menjual efek dengan mempergunakan prospektus yang menyesatkan tersebut. Tentunya pihak yang “menawarkan” atau “menjual” tersebut , yakni dapat terdiri dari: (1) emiten, (2) underwriter, (3) pialang, (4) bahkan investor yang ingin menjual kembali efek yang telah dibelinya itu. Adapun kebijakan formulatif mengenai Tindak Pidana Pasar Modal (TPPM) diatur dalam Bab XV tentang “Ketentuan Pidana” Pasal 103 sampai dengan Pasal 110 Undang-undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal. Pembagian atau pengelompokan jenis TPPM dalam Bab XV ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:16 a. Dilihat dari Kualifikasi Deliknya Menurut Pasal 110, TPPM terdiri dari dua kelompok jenis tindak pidana, yaitu: 1. TPPM yang berupa “kejahatan”, diatur dalam Pasal 103 Ayat (1), Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107; 2. TPPM yang berupa “pelanggaran” diatur dalam Pasal 103 Ayat (2), Pasal 105, dan Pasal 109. Patut dicatat, bahwa menurut Pasal 108, ketentuan pidana dalam Pasal 103 s/d 107 juga berlaku bagi para pihak yang secara langsung, memengaruhi pihak lain untuk melakukan pelanggaran pasal-pasal dimaksud. Ini berarti pelanggaran Pasal 108 juga dapat berupa tindak pidana “kejahatan” dan dapat berupa “pelanggaran”. b. Kelompok “Kejahatan Pasar Modal” (KPM), antara lain sebagaimana diatur dalam: Pasal 104, KPM dalam pasal ini berupa pelanggaran oleh “setiap pihak” terhadap 7 (tujuh) pasal dalam Bab XI tentang “Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam”, yakni Pasal-pasal 90, 92, 93, 95, 96, 97 (1), dan 98. Jadi, ada 7 (tujuh) KPM dalam kelompok Pasal 104 ini semuanya diancam dengan pidana kumulatif berupa pidana maksimum 10 tahun penjara dan denda 15 miliar rupiah. Ketentuan prinsip full disclosure dalam Undang-undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal diatur dalam Pasal 90, yang menyebutkan 15 Munir Fuady . Ibid., hal 82 16 Barda Nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Penerbit Kencana Predana Media Group. Jakarta 2007, hal 119
  • 6. sebagai berikut: “Dalam kegiatan perdagangan Efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung: a. menipu atau mengelabui Pihak Lain dengan menggunakan sarana dan atau cara apapun; b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang terjadi pada saat pernyataan dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual efek”. Dan Pasal 93, menyebutkan: “Setiap Pihak dilarang, dengan cara apa pun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan diberikan: a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangan tersebut”. Sedangkan ketentuan tentang Perdagangan Orang Dalam diatur dalam Pasal 95 dan 96 Undang- undang Republik Indonesia Tentang Pasar Modal. Pasal 95, menyebutkan:”Orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek: a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan”. Pasal 96, menyebutkan:”Orang dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 dilarang: a. Mempengaruhi Pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dimaksud; atau b. Memberi informasi orang dalam kepada Pihak mana pun yang patut diduganya dapat mempergunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek”. Suatu hal yang sangat tipikal dalam pasar modal adalah informasi. Informasi adalah kata kunci dan inti dalam bisnis pasar modal. Itu sebabnya hampir semua ketentuan di pasar modal, berurusan dengan persoalan informasi. Pengaturan kapan informasi boleh keluar, oleh siapa, batasannya, unsurnya, manipulasinya, kebenarannya, dan lain sebagainya. Singkat kata semua itu dirangkum dalam satu kata sakti yakni “keterbukaan (disclosure)”.17 Lalu, apa pengertian dari “disclosure” itu sendiri sehingga menjadikannya begitu penting sekali dalam dunia pasar modal. Menurut Black‟s Law Disctionary, mengartikan prinsip full disclosure adalah: “The act or process of making known something that was previously unknown”18 17 Adrian Sutedi. Op.cit, hal 32 18 Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary. Second Pocked Edition. St. Paul Minn 2001sdw4
  • 7. Istilah “disclosure” merupakan suatu istilah yang ditemukan dalam Section 7 Security Act 1933, yang dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia pada pasal 1 butir 25nya diartikan dengan “keterbukaan”.19 Untuk lebih jelasnya Pasal 1 butir 25 menyebutkan: “Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut”. Hal yang perlu dicermati, terdapat satu hal yang sangat penting untuk dipahami dalam definisi prinsip keterbukaan tersebut, yaitu pendekatan hukum mengenai standar fakta materiel (“materiel fact”-”materielity”). Sebab penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang-undang pasar modal yang mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan standar fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terhambat.20 Penentuan standar fakta materiel merupakan napas berjalannya undang- undang pasar modal yang mengatur prinsip keterbukaan. Apabila penentuan standar fakta materiel tidak tegas atau cukup, maka jalannya kewajiban untuk mengungkapkan informasi (duty to disclose) akan terhambat. Hal ini sejalan dengan kewajiban untuk mengungkapkan informasi tersebut adalah dibebankan, jika terdapat suatu kejadian yang mengandung informasi fakta materiel. Pasal 1 butir 7 UUPM menetapkan, bahwa “Informasi atau Fakta Materiel adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.” Standar fakta materiel yang terdapat dalam konsep hukum tersebut perlu dipahami oleh pelaku pasar modal, sekaligus membandingkannya dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal negara-negara maju.21 19 Substansi Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam banyak hal mirip dengan Securities Act 1933 dan Securities Exchange Act 1934 (UU Pasar Modal nya Amerika Serikat), seperti istilah “prospectus” (Section 2 (10) Securities Act 1933 diterjemahkan menjadi “prospektus” (Pasal 1 Butir 25 UUPM). Istilah “Insider Trading” (Section 21 A Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan menjadi “perdagangan orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Isitilah “Insider” (Section 20 A Securities Exchange Act 1934) diterjamahkan menjadi “orang dalam” (Pasal 95 UUPM). Istilah “materiel fact” (Section 11 Securities act 1933) diterjemahkan “fakta materiel” (Pasal 1 butir 7 UUPM). Dan, istilah “misleading” (Section 18 Securities Exchange Act 1934) diterjemahkan menjadi “menyesatkan” (Pasal 93 UUPM). Bismar Nasution. Keterbukaan Dalam Pasar Modal”. Penerbit Program Pasca Sarjana FH UI. Jakarta 2001, hal 13. 20 Bismar Nasution. Prinsip Keterbukaan, Pengelolaan Perusahaan yang Baik dan Persyaratan Hukum di Pasar Modal. Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2001. 21 Disampaikan pada “Lokakarya Mengenai Transparansi dan Pengelolaan Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) untuk Pengembangan BUMN,” kerjasama antara Dirjen Pembinaan BUMN, Jakarta Stock Exchange, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, University of South Carolina. Medan, 4 Mei 2001. http://bismarnasty.files.wordpress.com/2007/06/keterbukaan-kelola-perusahaan2.pdf
  • 8. Pada umumnya pelanggaran prinsip keterbukaan termasuk juga pernyataan menyesatkan disebabkan adanya missrepresentation atau pernyataan dengan membuat penghilangan (omission) fakta materiel, baik dalam dokumen-dokumen penawaran umum maupun dalam perdagangan saham. Pernyataan-pernyataan tersebut menciptakan gambaran yang salah dari kualitas emiten, manajemen, dan potensi ekonomi emiten. Oleh karena itu, peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan membuat larangan atas perbuatan missrepresentation dan omission.22 Peraturan pelaksanaan prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia telah memuat ketentuan-ketentuan mengenai larangan perbuatan menyesatkan tersebut, baik dalam prospektus maupun dalam pengumaman di media massa yang berhubungan dengan penawaran umum. Disamping itu, ketentuan larangan perbuatan menyesatkan, telah menetapkan sanksi berupa ancaman pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima belas milliar rupiah terhadap pelanggaran atas perbuatan-perbuatan tersebut.23 Pada dasarnya ada 3 jenis informasi utama yang perlu diketahui oleh para perantara perdagangan efek, pedagang efek, dan investor. Informasi diperlukan untuk mengetahui kondisi perusahaan yang telah menjual efek dan perilaku efek perusahaan tersebut di bursa. Ketiga informasi adalah: 1) informasi pertama yang bersifat fundamental; 2) informasi yang berkaitan dengan masalah teknis; 3) informasi yang berkaitan dengan faktor lingkungan.24 Dalam hal pelaksanaan prinsip keterbukaan yang full and fair tersebut, penyampaian informasinya haruslah memperhatikan doktrin hukum yang mempunyai karakteristik yuridis sebagai berikut:25 a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi, b. Prinsip ketinggian derajat kelengkapan informasi, c. Prinsip keseimbangan antara efek negatif kepada emiten di satu pihak dan di pihak lain efek positif kepada publik, jika dibukanya informasi tersebut. Keterbukaan informasi ada juga yang sering dilarang, yaitu:26 a. Memberikan informasi yang salah sama sekali, b. Memberikan informasi yang setengah benar, c. Memberikan informasi yang tidak lengkap, d. Sama sekali diam terhadap fakta atau informasi material. Sementara contoh dari informasi yang tidak perlu bahkan tidak boleh didisclose adalah sebagai berikut:27 1. Informasi yang belum matang untuk didisclose. Misalnya sebuah perusahaan pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu pasti. 2. Informasi, yang apabila didisclose akan dimanfaatkan oleh pesaing- pesaingnya sehingga merugikan perusahaan tersebut. 22 Bismar Nasution. Loc.Cit., hal 83. 23 Pasal 79 ayat (1), Pasal 90,91,92,93 dan 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal 24 Pandji Anoraga & Piji Pakarti. Ibid., 25 Adrian Sutedi. Op.cit, hal 38 26 Adrian Sutedi. Ibid. 27 Munir Fuady., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum) Buku Kesatu. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung 2001, hal 181
  • 9. 3. Informasi yang memang bersifat rahasia. Ini yang sering disebut rahasia perusahaan. Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam kontrak tersebut ada klausula yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia di antara pihak tersebut. Selanjutnya, dalam hukum tentang pasar modal dikenal suatu teori yang disebut Disclose or Abstain Rule. Maksudnya, pihak orang dalam yang mempunyai informasi tersebut tinggal memilih satu antara dua, apakah berusaha untuk mendisclose informasi yang ada sehingga dengan demikian apabila dia melakukan trading, maka tindakan yang bersangkutan tidak terkena larangan insider trading. Ataupun tidak melakukan disclosure, misalnya informasi tersebut masih belum matang publikasi, tetapi dengan pilihan bahwa dia tidak boleh melakukan trading. Jika hal yang terakhir yang dipilih, maka kepada para insider yang bersabgkutan terkena duty not to trade atau Retrain from Trading Rules. Bahkan secara meluas telah dianggap tindakan yang tidak terpuji terhadap tindakan yang disebut Scalping, yang merupakan pembelian sekuritas pasar modal sebelum direkomendasi secara meluas. Kewajiban untuk disclose or abstain tersebut biasanya mempunyai dua elemen penting sebagai berikut:28 1. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan, bukan untuk kepentingan pribadi siapapun; 2. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika pihak yang mengambil keuntungan atas suatu informasi di mana dia mengetahui bahwa pihak lain tidak mengetahui informasi tersebut. Dalam Keputusan Bapepam No. Kep-86/PM/1996 Tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik (Peraturan Nomor X.K.1). Antara lain ditentukan bahwa apabila terjadi kejadian atau fakta material, maka haruslah melaporkan kepada Bapepam, dan mengumumkannya kepada masyarakat selambat-lambatnya pada hari kerja ke dua setelah kejadian tersebut. Contoh-contoh informasi atau fakta material tersebut adalah sebagai berikut:29 1. Merger, konsolidasi, pembelian saham, atau pembentukan usaha patungan, 2. Pemecahan saham atau pembagian deviden saham, 3. Pendapatan dan deviden yang luar biasa sifatnya, 4. Perolehan atau kehilangan kontrak penting, 5. Produk atau penemuan baru yang berarti, 6. Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam managemen, 7. Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang, 8. Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material jumlahnya, 9. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material, 10. Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting, 11. Tuntutan hukum terhadap perusahaan, dan atau direktur dan komisaris perusahaan, 12. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain, 13. Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan, 14. Penggatian wali amanat, 28 Munir Fuady., Ibid., hal 178 29 Munir Fuady. Loc. Cit, hal 91
  • 10. 15. Perubahan tahun fiskal perusahaan. Fakta menunjukan bahwa harga sekuritas ditentukan oleh informasi yang tersedia. Apabila informasi mengenai perusahaan tertentu adalah positif misalnya perusahaan tersebut memperoleh laba yang luar biasa, maka harga sahamnya akan naik demikian sebaliknya jika informasi negatif yang terjadi. Seseorang yang memiliki informasi eksklusif tersebut berada di posisi yang diuntungkan (information advantages). Apabila orang yang memiliki informasi tersebut melakukan transaksi sekuritas berdasarkan informasi maka akan terjadi ketidakadilan di pasar modal.30 Maka tidaklah keliru bila kasus-kasus yang terjadi di pasar modal bermula dari adanya pelanggaran prinsip “prinip keterbukaan (full disclosure)”. Berikut dibawah ini akan diuraikan kasus-kasus yang terjadi sebagai akibat dari dilanggarnya prinsip full disclosure. Dalam laporan penelitian ini, peneliti mengambil data pelanggaran prinsip keterbukaan dan penegakan hukum pidana dalam 8 (delapan) tahun terakhir mulai tahun 1999 hingga tahun 2007, untuk mengetahui kebijakan yang ditempuh oleh Bapepam dalam menyelaesaikan kasus-kasus di bidang pasar modal, terutama penyelesaian terhadap kasus-kasus tindak pidana pasar modal terkait adanya pelanggaran prinsip keterbukaan. Kasus-kasus tersebut, antara lain sebagaimana diuraikan berikut ini.31 Pelanggaran Prinsip Keterbukaan juga dapat mengakibatkan terjadinya penipuan (fraud), misalnya pada waktu penawaran umum, penipuan dapat terjadi melalui sarana prospectus baik menyangkut laporan keuangan, laporan juru taksir (penilai) atau hal-hal yang merupakan isi dari prospektus. Kejahatan penipuan yang dilakukan oleh perusahaan di awal abad kedua puluh satu ini sangat sering kita dengar, dan umumnya terjadi dalam skala yang sangat besar. Salah satu kasus penipuan yang mengemuka tersebut adalah seperti yang terjadi dengan Enron, sebuah perusahaan energi terkemuka di Amerika Serikat. Di Indonesia, kasus yang sejenis dengan Enron32, adalah kasus Bank Duta, Tbk., pada awal tahun sembilan puluhan. Belakangan ini kasus sejenis pun mulai 30 Yulfasni. Ibid., hal 74. 31 http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/siaran_pers/PDF/Naskah%20Siaran%20Pers%2030%20Tahu n%20PMI.pdf 32 Kasus Enron dianggap merupakan kasus pelanggaran pasar modal di Amerika Serikat yang paling menghebohkan. Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Sebelum bangkrutnya pada akhir 2001, Enron mempekerjakan sekitar 21.000 orang pegawai dan merupakan salah satu perusahaan terkemuka di dunia dalam bidang listrik, gas alam, bubur kertas dan kertas, dan komunikasi. Enron mengaku penghasilannya pada tahun 2000 berjumlah $101 milyar. Fortune menamakan Enron "Perusahaan Amerika yang Paling Inovatif" selama enam tahun berturut-turut. Enron menjadi sorotan masyarakat luas pada akhir 2001, ketika terungkapkan bahwa kondisi keuangan yang dilaporkannya didukung terutama oleh penipuan akuntansi yang sistematis, terlembaga, dan direncanakan secara kreatif. Operasinya di Eropa melaporkan kebangkrutannya pada 30 November 2001, dan dua hari kemudian, pada 2 Desember, di AS Enron mengajukan permohonan perlindungan Chapter 11. Saat itu, kasus itu merupakan kebangkrutan terbesar dalam sejarah AS dan menyebabkan 4.000 pegawai kehilangan pekerjaan mereka [1]. Tuntutan hukum terhadap para direktur Enron, setelah skandal tersebut, sangat menonjol karena para direkturnya menyelesaikan tuntutan tersebut dengan membayar sejumlah uang yang sangat besar secara pribadi. Selain itu, skandal tersebut menyebabkan dibubarkannya perusahaan akuntansi Arthur Andersen, yang akibatnya dirasakan di kalangan dunia bisnis yang lebih luas, seperti yang
  • 11. timbul lebih sering dan juga melibatkan perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) seperti PT. Kimia Farma, Tbk dan PT. Indo Farma, Tbk dan PT.PGN. Badan Pengawas Pasar Modal atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan BAPEPAM-Lembaga Keuangan adalah sebuah badan pemerintah yang berada di bawah Menteri Keuangan Republik Indonesia. BAPEPAM merupakan lembaga yang bertanggung jawab dalam melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal. Dengan demikian BAPEPAM dapat dikatakan sebagai hukum dari semua kegiatan di pasar modal, karena dari sinilah permulaan dari kegiatan di pasar modal. Perusahaan yang bermaksud menawarkan efeknya kepada masyarakat terlebih dahulu memulai prosesnya melalui lembaga ini sebelum menjual efeknya tersebut kepada masyarakat. Tujuan dari pembinaan, pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh BAPEPAM, seperti yang juga dirumuskan oleh UUPM, adalah untuk mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta untuk melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.33 Fungsi Bapepam sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari Pasar Modal dilakukan oleh Bapepam yang bertujuan untuk mewujudkan kegiatan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, Bapepam mempunyai kewenangan untuk memberikan izin, persetujuan, dan pendaftaran kepada para pelaku pasar modal, memproses pendaftaran dalam rangka Penawaran Umum (IPO), menerbitkan peraturan pelaksanaan dari perundang-undangan di bidang pasar modal, dan melakukan penegakan hukum atas setiap pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal. Beberapa tantangan lain yang bakal dihadapi Bapepam untuk masa mendatang antara lain meliputi:34 1. Penegakan hukum (rule of law). Bapepam harus memperlihatkan jati dirinya dan lebih mengedapankan adanya sikap indenpenden, lepas dari bentuk intervensi dari pihak manapun. 2. Mempertahankan kualitas keterbukaan secara tegas. Bapepam tidak boleh bersikap diskriminatif dan memberikan toleransi terhadap pihak manapun untuk menerapkan prinsip keterbukaan. 3. Penyelesaian kasus-kasus kontroversial yang jadi perhatian masyarakat seperti kasus dugaan insider trading saham Semen Gresik yang tidak tuntas, kasus Bank Bali yang masih penuh misteri, dan kasus pailitnya PT. Fiskaragung digambarkan secara lebih terinci di bawah.Enron masih ada sekarang dan mengoperasikan segelintir aset penting dan membuat persiapan-persiapan untuk penjualan atau spin-off sisa-sisa bisnisnya. Enron muncul dari kebangkrutan pada November 2004 setelah salah satu kasus kebangkrutan terbesar dan paling rumit dalam sejarah AS. Sejak itu, Enron menjadi lambang populer dari penipuan dan korupsi korporasi yang dilakukan secara sengaja. http://id.wikipedia.org/wiki/Enron. 33 Hamud M. Balfas. Op. cit, hal 5 34 I Putu Gede Ary Suta. Menuju Pasar Modal Modern. Penerbit Yayasan SAD Satria Bhakti. Jakarta 2000, hal 187.
  • 12. Perkasa. Penyelesaian kasus-kasus ini akan berpengaruh terhadap integritas pasar. 4. Perlindungan terhadap Investor. Tuntutan semakin gencar karena proses demokrasi yang tengah berlangsung semakin memudahkan investor mengakses informasi. Tantangan-tantangan tersebut di atas jika bisa dijalani dengan baik, bisa mengantarkan pasar modal Indonesia sebagai pasar yang diperhitungkan di kawasan regional dan internasional. Selanjutnya tergantung bagaimana Bapepam melakukannya. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa dengan go public nya suatu perusahaan maka secara otomatis perusahan tersebut berkewajiban untuk menerapkan prinsip keterbukaan (disclosure principle). Demikian halnya dengan PT. Perusahaan Gas Negara berkewajiban untuk menerapkan prinsip keterbukaan berdasarkan ketentuan yang berlaku dalam pasar modal. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa PT. Perusahaan Gas Negara adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang distribusi dan eksploitasi Gas Bumi. Dengan demikian kegiatan ini harus diinformasikan ke dalam prospektusnya. Salah satu yang dijelaskan dalam prospektusnya adalah rencana proyek penyaluran gas dari Sumatera menuju Jawa yang dikenal dengan proyek South Sumatera West Java (SSWJ). Dalam prospektusnya menginformasikan adanya proyek SSWJ I dan II (pemetaan Sumetera-Cilegon-Bekasi) yang rencananya akan selesai pada bulan Desember 2006.35 Proyek South Sumatera West Java (SSWJ) adalah proyek pipanisasi gas, dari lapangan gas Pagardewa (Sumatera Selatan) menuju Banjarnegara (Cilegon) sepanjang 337 Km, terbagi atas pipa darat (onshore) sepanjang 272 Km dan pipa bawah laut (offshore) sepanjang 105 Km. Proyek ini diharapkan akan selesai paling lambat pada akhir Maret 2007.36 35 Prospektus Ringkas. Harian Bisnis Indonesia, Kamis 6 November 2003. Sebagai perusahaan publik, PGN memiliki kompetensi di bidang transmisi dan distribusi gas bumi yang telah teruji dan handal didukung oleh komitmen yang solid dalam memenuhi permintaan energi gas bumi di Indonesia yang semakin meningkat. Menyediakan energi bersih dan bermutu tinggi bagi beragam aplikasi industri adalah tugas utama PGN dan menjadi keharusan untuk senantiasa mengutamakan kepuasan pelanggan setia di sektor rumah tangga, komersial dan industri serta niaga sejak tahun 1974. Prestasi hari ini adalah batu pijakan. Esok adalah harapan masa depan gemilang. Kesinambungan ketersediaan energi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang menjadi tantangan tak terelakkan bagi cita-cita bersama, kesejahteraan dan kemakmuran negara kita. PGN terus mengupayakan terhubungnya antara sumber-sumber gas bumi dengan sentra pengguna gas bumi dalam negeri maupun regional melalui terwujudnya sistem jaringan Transmisi dan Distribusi Gas Bumi Terpadu Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara. 36 PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) yang mengalir dari lapangan gas Pagardewa, Sumatera Selatan menuju Bajanegara, Cilegon baru 2/3 jalan. Gas yang mulai dialirkan Minggu (11/3/2007) lalu sudah melampaui KM 250 pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PGN. "Artinya, pengaliran gas sudah mencapai 66,3 persen dari panjang pipa total 377 km," kata Sekretaris Perusahaan PGN Widyatmiko Bapang saat dihubungi wartawan, Rabu (14/3/2007). Jalur pipa SSWJ menjulur melewati rute Pagardewa-Labuhan Maringgai-Cilegon. Jalur pipa sepanjang 377 km ini terdiri dari 272 km pipa darat (on shore) dan 105 km pipa bawah laut (off shore). Volume gas yang dialirkan sebesar 30-40 juta kaki kubik per hari ini diharapkan tiba ke pelanggan akhir Maret 2007.
  • 13. Namun, pada pertengahan Januari 2007, informasi keterlambatan komersialisasi gas via pipa transmisi SSWJ dari manajemen PGN menjadi penyebab utama anjloknya harga saham BUMN itu hingga sebesar 23% dalam satu hari. Sentimen negatif di pasar modal itu berkaitan dengan kecurigaan bahwa PGN dan pemerintah menutup-nutupi keterlambatan proyek tersebut yang harusnya sudah operasi pada Desember 2006, tapi tertunda hingga Januari 2007 dan tertunda lagi hingga Maret 2007. Akibatnya PGN dikenakan denda oleh Pertamina sebesar US$ 15.000 per hari sejak 1 November 2006. Pasalnya Pertamina dan PGN telah meneken perjanjian take or pay, dimana keterlambatan proyek yang bisa berakibat pada keterlambatan pasokan gas dari Pertamina harus dikompensasikan dalam bentuk denda sebesar 15 ribu dolar AS per hari. Denda itu dihitung selama empat bulan dari November 2006 hingga Februari 2007, hingga mencapai angka sebesar 1,8 juta dolar. Sutikno dalam penjelasannya mengatakan denda tersebut tak bakal mengganggu performa finansial PGN. 37 Keterlambatan Manajemen PT. PGN menyampaikan informasi komersialisasi gas proyek SSWJ saat itu, juga berdampak kepada penurunan nilai saham-saham BUMN lainnya yang notabenenya merupakan saham terbesar di pasar bursa. 38 Berbicara tentang pertanggungjawaban pidana, maka baik mereka yang menganut pandangan monistis (monisme), maupun yang menganut pandangan dualistis terhadap delik, sama berpendapat, bahwa untuk penjatuhan pidana adalah condition sine qua non terbuktinya perbuatan aktif atau pasif yang dilarang atau diperintahkan oleh perundang-undangan pidana serta pertanggungjawaban pidana.39 Nantinya, secara bertahap, volume gas akan terus ditingkatkan menjadi 250 juta kaki kubik per hari. Alih Istik Wahyuni – Gas SSWJ PGN Baru 2/3 Jalan. detikFood. 37 http://id.wikipedia.org/wiki/Perusahaan_Gas_Negara 38 Wajah Menteri Negara (Menneg) BUMN Sugiharto tampak keruh ketika ditemui wartawan pada pekan kedua Januari lalu. Ia tahu persis jenis pertanyaan apa yang berada di benak para wartawan, dan bakal dilontarkan kepada dirinya. Ya, anjloknya harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) memang menjadi isu utama di media massa saat itu. Dan Menneg BUMN mewakili pemerintah selaku pemegang saham, amat dirugikan oleh rontoknya harga saham perusahaan yang dilantai bursa berkode PGAS tersebut.Jelas merugi, selain harga saham PGN yang anjlok hingga 23,32% dalam waktu singkat, sejumlah saham BUMN lainnya ikut merasakan imbas pahit penurunan harga saham. Sebut saja saham PT Telkom, Bank Mandiri, BNI, atau PT Aneka Tambang. “Saya shock melihat harga saham PGN yang jatuh dan berimbas pada pada saham BUMN lainnya. Saya serta merta melakukan langkah antisipasi melalui mekanisme yang ada, yang baku. Kami meminta PGN menegakkan capital market protocol, dan membuat konfirmasi,” tegas Sugiharto. Sementara itu disampaikan Sekretaris Menneg BUMN Muhammad Said Didu, pemerintah mengalami kerugian sekitar Rp 22 triliun akibat penurunan saham PGN tersebut. Di luar itu, pemerintah sempat ketar ketir dengan rencana penerbitan saham perdana (initial public offering) sejumlah perusahaan pelat merah yang sudah dijadwalkan tahun ini, bakal terganggu akibat sentimen buruk pasar.Dalam kesempatan pertemuan dengan para wartawan dalam acara Garthering di Kebun Gunung Mas PTPN VIII, Puncak, Bogor, Menneg BUMN Sugiharto mengatakan bahwa PGN telah lalai dalam memberikan informasi yang akurat, sehingga saham BUMN lainnya yang ikut tercatat di bursa saham ikut jatuh. “Seperti diketahui, 10 saham terbesar di bursa efek kan sebagian besar adalah BUMN. June 12, 2007 by jarrewidhi http://jarrewidhi.wordpress.com/2007/06/12/masih-buramnya-wajah-pasar-modal/ 39 A.Z. Abidin. Bunga Rampai Hukum Pidana. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta 1983, hal 41
  • 14. Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan dan pelaku, jika seorang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi semua unsur-unsur yang ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut terjadinya suatu tindakan yang dilarang, seorang akan dipertanggungjawabkan atas tindakan- tindakan tersebut. Apabila tindakan tersebut bersifat melawan hukum (tidak ada peniadaan bersifat melawan hukum atau alasan pembenar). Dilihat dari sudut “kemampuan bertanggung jawab maka hanya orang yang mampu bertanggung jawablah yang dapat dikenakan pertanggungjawaban”. Menurut Penulis, dalam kasus Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagaimana tersebut diatas, yang mengatakan pipa gas dari Sumatera Selatan ke Jawa Barat akan tersambung Desember 2006, ternyata tidak selesai sampai Januari 2007. Anehnya, dengan aturan yang sudah jelas saja, Bapepam hanya mengacu pada peraturan Bapepam tentang keterbukaan informasi. Padahal, seharusnya Bapepam harus mengacu pada pasal 93 UU No 8/1995. Itu sudah jelas penipuan. Ini yang menjadi pertanyaan. Investor akan menilai, bahwa PGN yang menipu informasi, hanya dikenakan sanksi administrasi dan denda. Padahal, mencermati kasusnya, sebenarnya bukan peraturan Bapepam yang dilanggar, tetapi pasal 93 UU No 8/1995 tentang penipuan informasi. Sebab, PGN telah berjanji menyelesaikan pembangunan pipa gas itu lewat prospektusnya. Mencermati fakta dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran prinsip keterbukaan dalam hal ini termasuk pelanggaran prinsip keterbukaan oleh PT. Perusahaan Gas Negara (PGAS) Tbk, Penulis berusaha mencari jawaban mengapa seolah-olah Bapepam senantiasa menghindar untuk memproses kasus- kasus tersebut dengan menggunakan kebijakan hukum pidana seperti yang telah diatur dalam ketentuan pidana dalam UUPM kepada pelaku pelanggaran perundang-undangan pasar modal (tindak pidana pasar modal) baik yang berkualifikasi sebagai delik kejahatan maupun delik pelanggaran. Dari uraian diatas, maka dapat diketahui faktor-faktor dan kendala-kendala yang menyebabkan tidak dibawanya pelanggaran prinsip keterbukaan (disclosure principle) ke pengadilan: 1. Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum Sebagaimana telah diuraikan diatas bahwa salah satu tujuan prinsip keterbukaan, disamping menciptakan pasar yang efisien dan perlindunganinvestor adalah menjaga kepercayaan investor. Tujuan penegakan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor sangat relevan ketika munculnya ketidakpercayaan publik terhadap pasar modal, yangpada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (“capital flight”) secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal (bursa saham). Sebab ketiadaan keterbukaan atau ketertutupan informasi akan menimbulkan ketidakpastian bagi investor. Akibatnya investor sulit mengambil keputusannya untuk berinvestasi melalui pasar modal. Hal ini sesuai dengan pendapat, bahwa apabila makin jelas informasi perusahaan, maka keinginan investor untuk berinvestasi semakin tinggi. Sebaliknya ketiadaan atau ketertutupan informasi dapat menimbulkan keragu-raguan investor untuk berinvestasi. Oleh jarena itu,
  • 15. tujuan prinsip keterbukaan untuk menjaga kepercayaan investor dalam pasar modal merupakan suatu hal yang penting. Keadaan ketidakpercayaan investor terhadap pasar modal pernah terjadi di Amerika Serikat, tepatnya pada tahun 1929–1934, yang mengakibatkan investor melarikan modalnya dari pasar modal Amerika Serikat. 40 Pasal 1 angka 25 UUPM itu menyatakan, “Prinsip Keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepatseluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari efek tersebut.” Selanjutnya, Pasal 1 angka 7 UUPM menetapkan, “Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.” 41 Berdasarkan peraturan itu, kewajiban untuk menyampaikan informasi (duty to disclose) dalam rangka pelaksanaan prinsip keterbukaan adalah apabila terdapat suatu kejadian yang bersifat informasi yang mengandung fakta materiel. Namun, di pasar modal Indonesia belum ada ukuran yang cukup untuk menentukan suatu informasi termasuk dalam kategori fakta materiel. Berbeda dengan pelaksanaan keterbukaan dalam pasar modal pada negara-negara yang menganut common law yang telah mengembangkan konsep baru penentuan fakta materiel. Misalnya, di pasar modal Amerika Serikat terdapat tiga ukuran penentuan fakta materiel yang muncul dari pendapat pengadilan yang berkaitan satu sama lain, sebagaimana terurai berikut ini:42 Pertama, ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan melalui SEC v. Texas Gulf Sulphur, 401 F. 2d 833 (2d. Cir. 1968), bahwa ukuran penentuan fakta materiel adalah didasarkan pada test “kemungkinan/ukuran” (“probability/ magnitude”) fakta materiel atas informasi yang bisa berpengaruh kuat pada kemungkinan perusahaan di masa mendatang. Dalam hal ini faktor kemungkinan merupakan satu elemen dari penentuan fakta materiel tersebut. Pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur menyatakan: “whether fact are material...when the facts relate to a particular event ... will depend at any given time upon a balancing of both the indicated probability that the event will occur and the anticipated magnitude of the event in light of the totality of the company activity. While realistic in term of investor judgment, the probability elemen will be difficult to apply fairly, and lends itself easily top distortion by hindsight.” Sedangkan pada Second Cirkuit dalam kasus Texas Gulf Sulphur menetapkan balancing-test dua sisi untuk menilai materialitas 40 Akhir-akhir ini ketidakpercayaan investor tersebut muncul lagi setelah kejadian-kejadian dalam skandal akuntansi perusahaan publik di pasar modal Amerika Serikat, seperti yang terjadi pada kasus Enron, Xerox, WorldCom dan Merck. Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31 Maret 2002. 41 Republik Indonesia, Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995. 42 Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31 Maret 2002
  • 16. peristiwa yang mempengaruhi kemungkinan masa depan perusahaan. Dengan ini untuk menentukan fakta merupakan materiel menurut test tersebut adalah tergantung pada keseimbangan indikasi kemungkinan bahwa suatu peristiwa akan terjadi dan antisipasi ukuran dari peristiwa berdasarkan totalitas kegiatan perusahaan. Di samping itu, pengadilan dalam kasus Texas Gulf Sulphur tersebut membuat kesimpulan bahwa pengetahuan tentang hasil penemuan mungkin penting terhadap investor yang rasional dan mungkin telah mempengaruhi harga saham. Kedua, Ukuran penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan melalui TSC Industries, Inc v Northway, 426 U.S. 438 (1976). Pengadilan dalam kasus Northway menyatakan:“an omitted fact is material if there is a substansial likelihood that a reasonable shareholder would consider it important in deciding how to vote ... It does not require proof of a substantial likelihood that disclosure of the omitted fact would have caused the reasonable shareholder to change his vote. What the standard does contemplate is a showing of a subtantial likelihood that, under all the circumstances, the omitted fact would have assumed actual significance in the deliberations of the reasonable shareholder.” Penentuan fakta materiel dalam kasus Northway dengan pendekatan “ukuran Reasonable Shareholder” sejalan dengan pendapat bahwa sesuatu yang menentukan fakta materiel sangat tergantung dari tanggapan investor potensil atau pemegang saham institusional yang rasional, sebagaimana dinyatakan dalam Mills v. Electric Autolite, 396 U.S. 375 (1970). Selanjutnya, disebutkan bahwa menguji sesuatu yang menjadi penentuan fakta materiel adalah ditentukan oleh pertimbangan yang matang untuk kepentingan pemegang saham yang rasional. Ketiga, standar penentuan fakta materiel yang disahkan pengadilan melalui Basic, Inc v. Levinson, 485 U.S. 224 (1988), bahwa standar fakta materiel ditetapkan berdasarkan suatu fact-specific-case-by-case yangbersumber dari keputusan pengadilan dalam kasus Northway dan kasus Texas Gulf Sulphur di atas. Dalam kasus Basic tersebut pengadilan berpendapat, bahwa suatu penipuan materiel dilihat dari apakah pernyataan mempengaruhi keputusan investor yang rasional untuk berinvestasi. Sebab berdasarkan fraud-on-the market theory suatu pernyataan dikatakan menyesatkan hanya apabila pernyataan tersebut dapat membelokkan keputusan investor profesional untuk berinvestasi. Suatu hal baru lainnya dalam kasus Basic adalah munculnya hipotesis dari pengadilan, bahwa dalam suatu pasar saham dan berkembangnya harga saham perusahaan, ditentukan oleh tersedianya informasi yang mengandung fakta materiel mengenai perusahaan dan usaha perusahaan bersangkutan. Kepercayaan terhadap informasi yang mengandung fakta materiel tersebut menjadi ukuran bagi sesuatu informasi untuk dikatakan sebagai fakta materiel. Kepercayaan terhadap informasi menjadi ukuran penentuan informasi materiel, pernah dinyatakan melalui Merril Lynch, Pierre, Fenner & Smith, Inc. v. SEC, 43 S.E.C. 933 (1968). Dengan demikian, kepercayaan investor rasional terhadap sesuatu informasi yang dapat mempengaruhi harga, masuk dalam kategori material. Berdasarkan ini, fakta material mencakup seluruh faktor-faktor yang
  • 17. mempengaruhi harga saham yang dipercaya investor dapat mempengaruhi harga saham. Ukuran penentuan fakta materiel berdasarkan kepercayaan ini menjadi test, sekaligus memperkaya ketentuan terminologi fakta materiel. Secara spesifik, misrepresentation atas fakta materiel yang dilakukan akuntan dapat dipahami dari pendapat pengadilan Amerika Serikat dalam kasus SEC v. Price Waterhouse, 927 F. Supp, 1217, 1237 (S.D.N.Y. 1992) yang menyatakan, materialitas didefenisikan dalam literatur akuntansi adalah “ukuran omission atau misstatement tentang informasi akuntansi yang menurut situasi lingkungan, memungkinkan orang yang wajar berubah atau dipengaruhi oleh omission atau misstatement”. Pendekatan terhadap beberapa ukuran fakta materiel yang lahir dari penentuan dari pendapat pengadilan melalui keempaT kasus di atas, dapat dipakai sebagai bahan untuk penentuan fakta materiel dalam rangka penyempurnaan peraturan prinsip keterbukaan yang berlaku di pasar modal Indonesia. Pendekatan tersebut penting karena dalam peraturan pasar modal yang berlaku sekarang di Indonesia, disebutkan bahwa fakta materiel ditentukan oleh sesuatu yang dapat mempengaruhi investor untuk melakukan investasi, tanpa membuat kualifikasi bobot investor dan unsur “kepercayaan investor.” Artinya, peraturan tentang fakta materiel masih bersifat sumir, yang dapat membuka loophole, pada gilirannya bisa dimanfaatkan oleh mereka yang tidak beritikad baik. Dengan perkataan lain, karena tidak terperincinya ukuran penentuan fakta meteriel sangat berpotensi terhadap pelanggaran prinsip keterbukaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor. Ketentuan ukuran penentuan fakta materiel dan ketetentuan perbutan curang adalah napas hukum pasar modal.43 Membandingkan dengan satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal di Indonesia yang diharapkan dapat memperjelas tentang penerapan prinsip keterbukaan khususnya tentang ”fakta material”, melalui putusan Perkara Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.44 Namun dalam putusan tersebut diatas tidak ditemukan rumusan yang dapat dipakai guna memperjelas tentang penerapan prinsip keterbukaan dan khususnya pemahaman tentang ”fakta material” itu sendiri. 2. Keberadaan dan Peran Bapepam-LK Sebagaimana disebutkan dalam hurup c konsideran Undang-undang Pasar Modal, menegaskan bahwa agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan;45 43 Bismar Nasution. Napas Pelaksanaan Prinsip Keterbukaan. Majalah Ombudsman. Jakarta. Edisi 31 Maret 2002 44 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST. 45 Republik Indonesia, Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995.
  • 18. Dalam rangka tujuan inilah, Badan Pengawas Pasar Modal diberi kewenangan untuk melaksanakan dan menegakkan ketentuan yang ada dalam UUPM. Kewenangan tersebut antara lain kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan penyidikan, yang pelaksanaannya didasarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan kewenangan publik lainnya termasuk Undang-undang Pasar Modal Pasal 100 dan 101. Menurut Pasal 3 UUPM, pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari- hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Tujuan pembinaan, pengaturan dan pengawasan adalah untuk mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar, efisiensi, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat. Kewenangan Bapepam-LK diatur dalam Pasal 4, yaitu sebanyak 17 kewenangan.46 Kemudian, Tata cara pemeriksaan di bidang pasar modal dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 1995. Bapepam akan melakukan pemeriksaan bila:47 1. Ada laporan, pemberitahuan atau pengaduan dari pihak tentang adanya pelanggaran peraturan perundang-undangan pasar modal. 2. Bila tidak dipenuhinya kewajiban oleh pihak-pihak yang memperoleh perizinan, persetujuan atau dari pendaftaran dari Bapepam ataupun dari pihak lain yang dipersyaratkan untuk menyampaikan laporan kepada Bapepam, dan 3. Adanya petunjuk telah terjadinya pelanggaran perundang-undangan di bidang pasar modal. Sejauh ini, formulasi hukum yang ada mengkondisikan Bapepam tidak dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian investor mengingat pernyataan efektif bukanlah sebuah perizinan. Dan Bepapam tidak memberikan penilaian atas keunggulan dan kelemahan suatu efek. Lalu bagaimanakah lagi investor mendapatkan perlindungan hukum ?. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam kondisi tersebut. Pertama, sejauh manakah pengawasan dan penegakan hukum oleh Bapepam terhadap transaksi-transaksi di pasar modal ?. Kedua, bagaimana integritas dan dedikasi pejabat dan aparatur Bapepam dalam melakukan pengawasan dan penegakan hukum tersebut?. Bapepam dengan segala kewenangannya memiliki fungsi yang dikenal dengan "watch dog", yakni suatu fungsi menjalankan pengawasan dan penjatuhan hukuman terhadap mereka yang melakukan pelanggaran. Dengan fungsinya itu, Bapepam dituntut memiliki daya investigasi yang tajam dalam mengendus perilaku-perilaku emiten yang menyimpang dan mengetahui dengan tepat kejadian penting yang terjadi sebelum emiten menyampaikan laporan-laporannya yang menjadi kewajibannya dalam menjalankan prinsip 46 Jusuf Anwar. Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi. Loc. Cit., hal 198. 47 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal. Nomor 46 Tahun 1995.
  • 19. keterbukaan. Tuntutan kepada Bapepam itu berlaku pula terhadap para profesi penunjang pasar modal. Namun pada kenyataannya, fungsi tersebut belum secara optimal diemban oleh Bapepam. Intervensi maupun perang kepentingan melucuti satu per satu keberanian Bapepam dalam melakukan fungsinya itu. 48 Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan atau perubahan di dalam suatu masyarakat, sebagaimana disebutkan oleh Roscoe Pound (1870-1874) salah seorang tokoh Sosiological Jurisprudence, hukum adalah as a tool of social engineering disamping as a tool of social Control, Politik hukum pidana (kebijakan hukum pidana) sebagai salah satu usaha dalam menanggulangi kajahatan, mengejewantah dalam penegakan hukum pidana yang rasional. Penegakan hukum pidana yang rasional tersebut terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi, dan tahap eksekusi yaitu :49 1. Tahap Formulasi, adalah tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam tahap ini pembentuk undang- undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat juga disebut dengan tahap kebijakan legislatif. 2. Tahap Aplikasi, tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga pengadilan. Dalam tahap ini aparat penegak hukum menegakkan serta menerapkan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh badan pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini, aparat penegak hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat juga disebut tahap kebijakan yudikatif. 3. Tahap Eksekusi, yaitu tahap penegakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksana pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh pengadilan. Aparat pelaksana dalam menjalankian tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana 48 Contoh kasus adalah apa yang terjadi dengan Indosat soal ketidakberesan pengelolaan dividen milik pemerintah. Kasus lain adalah adanya ketidakjelasan dalam transaksi saham Telkom yang menghasilkan nilai penjualan Rp3 triliun yang konon dilakukan tanpa sepengetahuan direksi. Bapepam tentu mengetahui ketidakberesan itu. Akan tetapi, ada faktor X yang menyebabkan Bapepam pura-pura tidak tahu, sehingga faktor X tadi mengganjal kewenangan mereka untuk menindaklanjuti ketidakberesan yang terjadi dalam transaksi-transaksi yang berhubungan dengan emiten BUMN tersebut.http://www.hukumonline.com/detail.asp?id=5333&cl=Kolom. Rabu, 21 Januari 2009 49 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Op. Cit. hlm. 173
  • 20. yang telah dibuat oleh pembentuk undang-undangan (legislatur) dan nilai- nilai keadilan serta daya guna. Dengan berpijak pada teori yang dikemukankan oleh Yoseph Goldstein, maka hal ini termasuk di dalam Full Enforcement. Hal ini disebabkan masih adanya pembatas, yang dapat berupa diskresi atau kebijakan yang diambil oleh Ketua Bapepem, dalam rangka penyelesaian kasus tersebut secara cepat. Dengan kata lain, Ketua Bapepam bertujuan agar, kerugian negara di dalam perdagangan ini, dapat cepat kembali. Sebagai salah satu bukti, bahwa pada awal Januari hingga bulan Agustus tahun 2004, Bapepam telah menjatuhkan sanksi adminstratif kapada 216 pihak. Total nilai denda yang dikenakan kepada 216 pihak tersebut sebesar Rp. 5,7 milyar rupiah, dari jumlah ini, telah dilakukan pembayaran oleh pihak-pihak tersebut sebesar Rp. 4,6 milyar. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa, Ketua Bapepam lebih cenderung untuk menyelesaikan kasus pelanggaran tersebut, dengan menempuh jalur di luar pengadilan. 50 Oleh karena itu, proses pengembalian sejumlah kerugian yang terjadi melalui penetapan denda administrasi, akan lebih cepat apabila dibandingkan melalui proses sistem peradilan pidana, serta Bapepam beranggapan tingkat kerugiannya tidak begitu membahayakan. Akhirnya, lagi-lagi semua itu harus dikembalikan kepada tiga komponen sistem hukum Friedman: legal substance, legal structure, dan legal culture.51 Efektivitas dan optimalitas Bapepam dalam menjalankan fungsi dan kewenangan yang dimilikinya dalam dunia pasar modal nasional sangat tergantung pada ketersediaannya perangkat yang mendukung fungsi dan kewenangannya itu, yakni perangkat yuridis, perangkat struktural dan kualitas sumber daya manusia, serta keberanian melawan mentalitas korup dan "yes- man" yang ada selama ini. 3. Kendala pembuktian Ketika ditanya soal penyelesaian kasus itu, di salah satu media nasional (8 Juni 2007), Ketua Bapepam-LK mengatakan ”Mereka (pihak pengadilan) 50 BAPEPAM. Cetak Biru Pasar Modal Indonesia. Jakarta 2007 51 Penegakan hukum sebagai bagian dari legal system, tidak dapat dipisahkan dengan substansi hukum (legal substance) dan budaya hukum (legal culture). Hukum sebagai gejala sosio-empiris yang dikaji ke dalam variabel independen memberikan impact pada berbagai kehidupan. Aspek-aspek kehidupan sosial ini yang menjadi dependent variable. Dalam kedudukan hukum sebagai independent variable maka dapat dikaji secara law in action serta legal impact. Mengkaji hukum sebagai independent variable termasuk kajian hukum dan masyarakat (law and society). Sebaliknya, jika hukum dijadikan dependent variable, termasuk kajian sosiologi hukum (sociological of law). Perbedaan keduanya ialah kajian hukum dan masyarakat merupakan spesialisasi sosiologi. Persamaannya ialah di antara keduanya tidak lagi memandang hukum sebagai suatu kaidah semata-mata dan telah merelatifkan sifat normatif-dogmatif hukum. Siswanto Sunarso. Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia. Penerbit Citra Aditya Bakti. Bandung 2005, hal 26.
  • 21. selalu bilang bukti yang kami sampaikan itu bentuknya transaksi elektronik dan itu tidak bisa digunakan”. 52 Pembuktian adanya unsur pidana insider trading seharusnya dilakukan dengan merekonstruksi kepemilikan saham oleh orang dalam (OD). Plus penyampaian informasi material yang terlambat atau menyesatkan (IOD: informasi orang dalam). Semuanya lalu dipetakan terhadap pola transaksi bursa itu sendiri. Tapi, lagi-lagi, Bapepam-LK enggan bergerak. Mereka beralasan, pemeriksaan dan penyidikan insider trading memakan waktu lama, di Amerika Serikat sampai 10 tahun. Padahal, kasus Enron yang juga berpola OD dan IOD bisa dituntaskan kurang dari setahun. 53 Dalam kasus PGN itu, Bapepam-LK menetapkan sanksi administrasi atas pelanggaran Pasal 87 dan 93 UU Pasar Modal. Berarti, memang kuat dugaan adanya tindak pidana berpola OD dan IOD. Bapepam-LK hanya malas meneruskannya ke level pengadilan. Betul, penindakan hukum di pasar modal dunia mengenal penyelesaian di luar pengadilan (out of court settlement). Namun, di Indonesia, skema itu belum ada mekanismenya. Belum ada PP- nya, kendati itu adalah amanat Pasal 102 ayat 3UU Pasar Modal. Semestinya, ada mekanisme yang menjamin bahwa penyelesaian masalah secara administratif tidak menghilangkan tindak pidana yang dibuat. Vonis atas kasus semacam itu tetap bersifat pidana kendati sanksinya bersifat administratif seperti denda, bukan kurungan dan denda. Selain kasus Indosat, kasus yang menimpa PT PGN (Perusahaan Gas Negara), juga bakal masuk laci secara rapi. Dalam kasus ini, diduga terjadi permainan menekan harga saham PGN oleh orang dalam hingga terjadinya divestasi. Kasus ini berbau insider trading. Aneh, memang. Sistem yang telah berlangsung selama satu dekade berjalan tanpa koridor hukum. Padahal, meski elektronik, sistem itu masih auditable. Bahkan, jika diperlukan verifikasi alat bukti (lintas sektor), sudah ada pula PPATK. Di beberapa referensi penegakan hukum pasar modal dunia, skema di luar peradilan adalah perdamaian tanpa menghilangkan rekam jejak pelaku tindak pidana. Itulah sebabnya, jika kita berselancar di database litigasi SEC Amerika 52 http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/siaran_pers_pm/2007/pdf/SP27120 7%20PGAS.pdf 53 Informan dari biro pemeriksaan dan penyidikan Bapepam menjelaskan, memang selama ini kasus- kasus pasar modal yang berindikasi pidana maupun perdata diselesaikan pada tingkat Bapepam (luar persidangan) dengan hukuman berupa denda administrasi, belum pernah sekalipun ditempuh penyelesaian melalui kebijakan pidana (sistem peradilan pidana). Sebenarnya hal ini bukan tanpa alasan. Dijelaskan pula bahwa, jika diselesaikan melalui jalur pengadilan (pidana), akan memakan waktu yang cukup lama, selain karena masalah pembuktian yang sangat sulit, sehingga uang yang hilangpun lambat pula kembalinya. Alasan lainnya adalah, sebagaimana sanksi pidana yang menganut effek jera bagi yang dikenakan sanksi tersebut, sanksi yang berupa denda administrasi juga mengandung effek jera. Ini disebabkan, di dalam dunia usaha, nama baik sangatlah penting. Seperti diketahui bahwa hukum pidana dengan sanksi pidananya, akan menimbuilkan stigma bagi orang yang terkena, sehingga diprosesnya pihak-pihak (pelaku pelanggaran) secara pidana, serta dijatuhi hukuman pidana, akan berdampak pada tercorengnya nama baik mereka, sehingga jika akan memasuki lagi dunia pasar modal akan mengalami kesulitan, seperti lunturnya kepercayaan pihak lain terhadap sipelaku tersebut. http://www.economic-law.net/jurnal/ElfiraTaufani.doc
  • 22. Serikat, akan ditemukan rilis kasus pidana yang detail. Dampak dari tidak hilangnya tindak pidana adalah efek jera. Sehingga, ruang gerak pelaku di kemudian hari bisa dipersempit.54 Bagaimana jika orang yang sudah di denda administrasi masih menyangkal ?. Di Amerika, mekanisme untuk itu sudah tersedia. SEC akan mengajukan kasusnya ke kejaksaan (court settlement). Nah, untuk menjamin tidak adanya distorsi dalam skema peradilan, Amerika membentuk Kejaksaan Transaksi Keuangan (Office of New York State Attorney General Eliot Spitzer). Inilah terobosan hukum yang bertujuan untuk menghindari debat alat bukti. Korea Selatan mengikuti pola tersebut. Bahkan, di Negeri Ginseng itu, out of court settlement diatur oleh payung hukum yang pelaksanaannya disepakati oleh otoritas pasar modal, kejaksaan, dan peradilan. Di Indonesia, tak ada upaya ke arah sana. Hanya ada retorika bahwa pasar modal adalah benteng pelaksanaan good corporate governance (GCG). Kalaupun Bapepam-LK sesekali mengajukan pengaduan pidana, pengaduan itu disampaikan dalam rilis dua hingga tiga lembar tanpa menyentuh kronologis dan penegasan tindak pidana.55 Seperti menggantang asap, memang. Maka, semakin jelaslah sosok bursa kita sebagai enclave bagi para petualang kelas kakap. Jika demikian, ujungnya mudah ditebak: bursa tak banyak bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi. Transaksi di BEJ pada lima tahun pertama setelah krisis rata-rata Rp 350 miliar per hari. Kini, sudah Rp 4 triliun per hari. Anehnya, itu semua tidak diikuti oleh normalisasi intermediasi dari sektor keuangan ke sektor riil. 56 54 Untuk mengatasi problem standar pembuktian, Amerika Serikat dan Australia (Corporations Act 2001) memperkenalkan mekanisme baru „menghukum‟ pelaku kejahatan kerah putih, melalui civil penalty. Civil penalty dianggap jalan tengah antara mekanisme pidana dan perdata (Kenneth Mann: 1992) untuk menghukum pelaku kejahatan kerah putih. Di satu sisi, civil penalty mempunyai karakteristik yang mirip dengan sanksi pidana denda (bandingkan dengan sanksi ganti rugi secara perdata). Di sisi lain, secara prinsip, tunduk pada hukum acara perdata dan standar pembuktian yang berlaku untuk kasus perdata biasa, yaitu berdasarkan balance of probabilities. Penerapan civil penalty diharapkan meningkatkan keberhasilan menghukum pelaku kejahatan kerah putih karena standar pembuktian lebih rendah, daripada standar pembuktian dalam hukum pidana. Selain itu diharapkan, civil penalty dapat menimbulkan efek jera karena umumnya jumlah denda (penalti) bisa sangat besar. Civil penalty sulit diterapkan dalam proses perdata biasa karena hambatan teknis soal menghitung jumlah kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Tentunya secara teknis tidak mudah menghitung besarnya kerugian akibat market manipulation. Mengingat problem yang dihadapi Bapepam-LK dalam menindaklanjuti penyidikan pelanggaran pasar modal, mungkin perlu dipertimbangkan penerapan ketentuan mirip civil penalty dalam sistem hukum pasar modal nasional. http://www.madani-ri.com/2008/02/13/catatan-hukum-hakikat-pertanggungjawaban-pribadi-dalam- uupt-2/ 55 Misalnya, Press Release tanggal 1 Februari 2007 tentang perkembangan kasus PT. PGN hanya terdiri dari 1 (satu) halaman. 56 Divestasi saham pemerintah di BUMN memang seperti jadi bancakan. Setelah PGN berlalu aman, divestasi Bank Negara Indonesia (BNI) terlihat seperti mengulang pola curang yang sama. Di sektor riil, cerita yang terdengar tetap saja tentang ramainya PHK dan tak terserapnya angkatan kerja baru. Bahkan, saat indeks naik dari kisaran 400 (tahun 2000) ke 2.200 (tahun 2007), penerimaan negara dari divestasi saham pemerintah lewat BEJ selalu saja di bawah target APBN. Coba perhatikan, pada 31 Juli 2007, transaksi saham BNI mendadak naik hingga 8,4 juta saham. Biasanya, saham itu ditransaksikan tak lebih dari satu juta saham per hari. Kenaikan itu berasal dari transaksi jual besar- besaran selama 10 menit di pukul 13.30-13.40 WIB. Harga saham BNI anjlok. Di sesi awal
  • 23. Terkait dengan alat-alat bukti, maka menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang termasuk alat bukti adalah: 57 (1) Alat bukti yang sah ialah: a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa. (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan Selanjutnya, Pasal 180 KUHAP menyebutkan Hakim ketua sidang juga dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan, bila hal tersebut diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan. 4. Proses peradilan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia dikenal dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Intergrated Criminal Justice System). Sasaran yang ingin dicapai antara lain kelancaran dalam proses peradilan pidana sejak tahap penyidikan, penuntutan, hingga vonis hakim dan terakhir eksekusi. Hakikat sistem pidana terpadu ini cukup baik, yaitu untuk mencegah dan atau mengurangi kepentingan-kepentingan hukum yang bersifat instannasional, sehingga diharapkan proses peradilan pidana dapat berjalan objektif, cepat dan berkeadilan.58 Menurut Mardjono Reksodipoetro, memberikan pengertian bahwa Sistem Peradilan Pidana Terpadu adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan permasyarakatan terpidana. Selanjutnya, dikatakan bahwa tujuan Sistem Peradilan Pidana adalah:59 a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan; b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana; c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya. sebelumnya, saham itu masih bertengger di harga terbaik (Rp 2.750). Pada pukul 14.00 WIB, di hari yang sama, ada jumpa pers di Kementerian BUMN. Dikabarkan, harga divestasi saham BNI adalah Rp 2.050. Jelas sekali, ada transaksi jual besar-besaran yang berdampak pada turunnya harga saham BNI. Ini indikasi adanya manipulasi pasar oleh pihak tertentu mendahului informasi rendahnya harga divestasi (insider trading?) . 57 Republik Indonesia. Undang-Undang Tentang Kitab Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, pasal 184 58 Mien Rukmini. Aspek Hukum Pidana Dan Kriminilogi. Penerbit Alumni. Bandung 2006, hal 84 59 O.C. Kaligis. Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa Dan Terpidana. Alumni. Bandung 2006, hal 4
  • 24. Dalam kasus Perkara Pidana Nomor: 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST.60 yang dalam hal ini menjadi satu-satunya kasus tindak pidana pasar modal yang dibawa ke peradilan pidana. Dalam perkara pidana tersebut para Terdakwanya hanya dihukum dengan hukuman percobaan. Dan terhadap putusan yang demikian Penuntut Umum tidak mengajukan upaya hukum (banding). Terhadap putusan perkara pidana tersebut diatas, maka dengan sendirinya telah menjadi suatu yurisprudensi. Dimana, yurisprudensi nantinya akan menjadi pedoman bagi para hakim dalam memutus perkara tindak pidana pasar modal di Indonesia. Ada 3 (tiga) sebab seorang hakim mengikuti putusan hakim yang lain: 61 a. Sebab psychologis: Seseorang hakim mengikuti putusan hakim lain yang kedudukannya lebih tinggi-Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung karena hakim yang putusannya dituruti tersebut adalah pengawas pekerjaannya. Putusan hakim mempunyai kekuasaan (gezag), terutama apabila putusan itu dibuat oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung, karena hakim tinggi maupun hakim agung telah banyak pengelaman. b. Sebab praktis: seseorang hakim mengikuti putusan akim yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Apabila hakim tersebut memberikan putusan yang berbeda dengan putusan hakim yang lebih tinggi, maka sudah barang tentu pihak yang dikalahkan (merasa tidak adil) akan meminta pemeriksaan pada tingkat yang lebih tinggi (banding atau Kasasi), yaitu kepada hakim yang pernah meberikan putusan dalam perkara yang sama dengan putusan sebelumnya. c. Sebab dirasakan sudah adil: seorang hakim mengikuti putusan hakim lain karena dirasakan sudah adil, sudah tepat, sudah paut, sehingga tidak ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim terdahulu itu. Pidana dengan bersyarat, yang dalam praktik hukum sering juga disebut dengan pidana percobaan, adalah suatu sistem/model penjatuhan pidana oleh hakim yang pelaksanaannya digantungkan pada syarat-syarat tertentu. Artinya, pidana yang dijatuhkan oleh hakim itu ditetapkan tidak perlu dijalankan pada terpidana selama syarat-syarat yang ditentukan tidak dilanggarnya, dan pidana dapat dijalankan apabila syarat-syarat yang ditetapkan itu tidak ditaatinya atau dilanggarnya. 62 Manfaat penjatuhan pidana dengan bersyarat ini adalah memperbaiki penjahat tanpa harus memasukkannya ke dalam penjara, artinya tanpa membuat derita bagi dirinya dan keluarganya, mengingat pergaulan dalam penjara terbukti sering membawa pengaruh buruk bagi seseorang terpidana, terutama bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana karena dorongan faktor tertentu yang ia tidak mempunyai kemampuan untuk menguasai dirinya, dalam arti bukan penjahat yang sesungguhnya. Misalnya karena 60 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 29 Mei 2007, Nomor 1983/Pid.B/2006/PN.JKT.PST. 61 Pontang Moerad. Pembentukan Hukum Melalui putusan pengadilan Dalam Perkara Pidana. Penerbit Alumni. Bandung 2005, hal 332. 62 Adam Chazmawi. Loc.Cit, hal 55
  • 25. kemelaratan dan untuk makan, ia mencuri sebungkus roti, karena butuh uang untuk mengobati istrinya yang luka parah akibat kecelakaan terpaksa ia menggunakan uang kas kantor (penggelapan, pasal 372 KUHP); kejahatan- kejahatan culpa, dan masih banyak contoh lainnya.63 Dalam hal-hal manakah hakim dapat menjatuhkan pidana dengan bersyarat?. Dalam pasal 14a KUHP ditentukan bahwa hakim dapat menetapkan pidana dengan bersyarat dalam putusan pemidanaan, apabila:64 1. Hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun; 2. Hakim menjatuhkan pidana kurungan (bukan kurungan pengganti denda maupun kurungan pengganti perampasan barang); 3. Hakim menjatuhkan pidana denda, dengan ketentuan ialah: (a) apabila benar-benar ternyata pembayaran denda atau perampasan barang yang ditetapkan dalam keputusan itu menimbulkan keberatan yang sangat bagi terpidana, dan (b) apabila pelaku tindak pidana yang dijatuhi denda bersyarat itu bukan berupa pelanggaran yang berhubungan dengan pendapatan negara. Dengan demikian, dalam memberikan penyelesaian perselisihan hukum yang dihadapkan kepadanya, Hakim memberikan penyelesaian definitif yang hasilnya dirumuskan dalam bentuk putusan yang disebut vonis. Putusan hakim merupakan penerapan hukum yang umum dan abstrak pada peristiwa kongkret (in-concreto).65 Pada kesempatan lain, M. Yahya Hararap mengatakan, tujuan dan fungsi putusan yang diambil hakim melalui judge made law atas kasus-kasus yang memiliki ciri particular case, antara lain mempunyai tujuan, antara lain mencegah terjadinya putusan disparitas.66 Tidak hanya di Indonesia saja, tetapi hampir seluruh negara di dunia, mengalami apa yang disebut sebagai ”the disturbing disparity of sentencing”. Yang dimaksud dengan disparitas pidana (disparity of sentencing) dalam hal ini adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama (same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahanyanya dapat diperbandingkan (offences of comparable seriousness) tanpa pembenaran yang jelas.67 Apabila suatu putusan pengadilan (hakim) diikuti secara terus menerus oleh hakim-hakim yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang lain dalam memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang mempunyai faktor-faktor esensiel yang sama, maka itulah yang dinamakan ”yurisprudensi tetap” (standaardarresten).68 Berdasarkan uraian diatas, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut: Bahwa yang dimaksud dengan prinsip full disclosure adalah suatu prinsip keterbukaan yang berisi bukan merupakan suatu “pernyataan menyesatkan (misrepresentation)” dan “suatu pernyataan salah (omission) dari emiten”. 63 Adam Chazmawi., Ibid 64 Ibid., hal 59 65 Pontang Moerad., Op.cit., hal 81 66 Ibid., hal 337 67 Muladi dan Barda Nawawi Arief,. Ibid. 51 68 Pontang Moerad., Ibid, hal 332.
  • 26. Adapun, penerapan interpretasi hukum terhadap prinsip keterbukaan masih diperlukan penjabaran dan penjelasan, agar menjadi lebih mudah untuk dipahami oleh para pelaku pasar modal. Bahwa penyelesaian hukum terhadap para Emiten yang melanggar prinsip full disclosure menurut Undang-undang Pasar Modal yang terjadi selama ini lebih menggunakan sanksi denda administrasi. Dan, pihak BAPEPAM-LK belum berperan sebagaimana yang diharapkan, khususnya dalam mengambil langkah-langkah penegakan hukum pidana terhadap para pelaku pelanggaran prinsip keterbukaan Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip full disclosure dalam bentuk pidana tidak dibawa ke pengadilan adalah sebagai berikut: a. Obyek penegakan hukum masih sulit ditembus oleh aturan hukum b. Keberadaan dan Peran Bapepam-LK c. Kendala pembuktian d. Proses peradilan