1. Dosen : Dr. Supardin, M.H.I.
Presented by: Abdul Azis Ali Ramdlani
2. Hukum mawaris adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang
yang meninggal serta akibat bagi para ahli warisnya.
Pada asasnya hanya hak-hak dan kewajibankewajiban dalam lapangan hukum kekayaan/harta
benda saja yang dapat diwarisi.
Ada beberapa kekecualian, misalnya hak seorang
bapak untuk menyangkal sahnya anaknya dan hak
seorang anak untuk supaya ia dinyatakan sebagai
anak sah dari bapak atau ibunya (kedua hak itu dalam
lapangan hukum kekeluargaan), dinyatakan oleh
undang-undang diwarisi oleh warisnya.
3. Menurut pasal 830:
“pewarisan hanya berlangsung karena ada
kematian”
Harta peninggalan baru terbuka kalau si peninggal
waris sudah meninggal dunia dan si ahli waris
masih hidup saat harta warisan terbuka.
Dalam hubungan ini ada ketentuan khusus seperti
yang diatur dalam pasal 2 KUHPer, yaitu anak yang
ada dalam kandungan seorang perempuan ,
dianggap sebagai telah dilahirkan bila mana
kepentingan si anak menghendakinya. Mati
sebelum lahir dianggap tidak pernah ada.
4. Undang-undang mengenal dua cara untuk mendapat suatu warisan:
Secara ab intestate
(menurut undang-undang) pasal 832.
Menurut ketentuan undang undang ini, maka yang berhak
menerima harta warisan adalah para keluarga sedarah, baik sah
maupun diluar kawin dan suami maupun istri yang hidup terlama.
Keluarga sedarah yang menjadi ahli waris ini dibagi dalam empat
golongan yang masing-masing merupakan ahli waris golongan
pertama, kedua, ketiga, dan golongan keempat.
Secara testamentair
(ditunjuk dalam dalam wasiat = testemen) pasal 899.
Dalam hal ini pemilik kekayaan membuat wasiat dimana para ahli
warisnya ditunjuk didalam surat wasiat/testemen.
5.
Sistem pribadi;
Bahwa yang menjadi ahli waris adalah
perseorangan, bukan kelompok ahli waris.
Sistem bilateral;
Yaitu mewarisi baik dari pihak ibu maupun
bapak.
Sistem perderajatan;
Bahwa ahli waris yang derajatnya lebih dekat
dengan sepewaris menutup ahli waris yang
lebih jauh derajatnya.
6. Diatur pasal 1057, 1058, 1059 dan 1060 KUHPer.
Hal ini berarti bahwa si ahli waris melepas
pertanggung jawabannya sebagai ahli waris dan
menyatkan tidak menerima pembagian harta
peningalan.
Akibat penolakan, maka seseorang akan
kehilangan hak untuk mewarisi,
sehingga orang itu dianggap tiak pernah menjadi
ahli waris (pasal 1058) dan bagian ligietime portienya pun akan hilang.
Penolakan Harta Warisan
7. Dosen : Dr. Supardin, M.H.I.
GOLONGAN
AHLI WARIS
8. Golongan I:
Duda/Janda
Anak-anak dan keturunannya.
Pasal 852 ayat (1) menetapkan, bahwa bagian
suami/isteri yang hidup pertama maka bagian
warisannya adalah sama besar dengan bagian seorang
anak. Jika terdapat perkawinan kedua dan seterusnya
dan ada anak-anak/keturunan dari perkawinan
pertama, maka bagian suami/isteri sama besar dengan
bagian terkecil dari seorang anak/keturunan dari
perkawinan pertama. Bagian janda/duda itu tidak
boleh lebih dari ¼ harta peninggalan.
9. Seandainya si pewaris tidak meninggalkan
keturunan dari suami/isteri,maka undangundang memanggil golongan keluarga sedarah
dari golongan berikutnya untuk mewaris, yaitu,
yaitu golongan kedua (II). Dengan demikian
golongan terdahulu menutup golongan yang
berikutnya.
10. Golongan II:
Ayah dan Ibu
Saudara-saudara dan keturunannya
Golongan III:
Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah
bapak dan ibu.
Golongan IV:
Keluarga garis ke samping sampai derajat
keenam
11. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN
Kalau tidak ada keempat golongan tersebut, maka harta
peninggalan jatuh pada Negara.
Golongan yang terdahulu menutup golongan yng kemudian. Jadi
jika ada ahli waris golongan I, maka ahli waris golongan II, III dan IV
menjadi ahli waris.
Jika golongan I tidak ada, golongan II yang mewaris. Golongan III
dan IV tidak mewaris. Tetapi golongan III dan IV adalah Mungki
mewaris bersama-sama kalau mereka berlainan garis.
Dalam golongan I termasuk anak-anak sah maupun luar kawin yang
diakui sah dengan tidak membedakan laki-laki/perempuan dan
perbedaan umur.
Apabila si meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami
atau istri, maupun pula saudara-saudara, maka dengan tak
mengurangi keturunan dalam pasal 359, warisan harus dibagi dalam
dua bagian yang sama, ialah satu bagian untuk sekalian keluarga
sedarah dalam garis si bapak lurus ke atas dan satu bagian lagi
untuk sekalian keluarga yang sama dalam garis ibu (pasal 853).
12. INGAT !!
Dalam Hukum Kewarisan Perdata tidak
mengenal pembagian sama rata (seluruh ahli
waris mendapat bagian yang sama), namun
mendapat bagian per kepala sesama
derajatnya.
14. Pasal 841:
“Pergantian member hak kepada seseorang yang
mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti dalam
derajat dan dalam segala hak orang yang diganti”
Mewaris dengan cara mengganti disebut dalam bahasa
Belanda menjadi ahli waris “bij planatsvervulling”.
15. Contoh:
A meninggal
B dan C adalah anak A
D dan E adalah anak C, cucu A
C meninggal terlebih dahulu daripada A
D dan E menggantikan C. dalam hal ini semua hak-hak C diambil alih
oleh D dan E. D dan E bersama-sama sederajat dengan B terhadap A.
16. Pasal 842:
“Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah,
berlangsung terus dengan tiada akhirnya. Dalam segala
hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan,
baik dalam hal bilamana beberapa anak si yang
meninggal mewaris bersama-sama dengan keturunan
seorang anak yang telah meninggal terlebih dulu,
maupun sekalian keturunan mereka mewaris bersamasama, satu sama lain dalam pertalian keluarga yang
berbeda-beda derajatnya.”
17. Contoh:
A meninggal
C, D dan G meninggal lebih dulu dari A
Dalam hal ini:
H dan I menggantikan G; dan
F dan H, I menggantikan D.
E dan F beserta H, I menggantikan C.
Seandainya I meninggal terlebih dulu dari A, dan anak I ialah J dan K,
maka J dan K dapat menggantikan I. Begitulah seterusnya, pergantian boleh
berlansung terus dalam garis lurus ke bawah tanpa batas.
18. Pasal 843:
“Tiada pergantian terhadap keluarga sedarah dalam
garis menyimpang ke atas. Keluraga yang terdekat dalam
kedua garis, mengenyampingkan segala keluarga dalam
perderajatan yang lebih jauh.”
19. Contoh:
B ayah dari A. C ibu dari A
D kakek A dari pihak bapak
E saudara B, paman A
D dan B meninggal lebih dulu dari A
E tidak dapat menggantikan B untuk mewaris harta peninggalan A, sebab tiada
pergantian terhadap keluraga sedarah dalam garis menyimpang ke atas.
F dan G dikesampingkan oleh C, sebab yang derajatnya terdekat
terhadap A ialah C. Jadi dalam hal di atas, harta A sepenuhnya jatuh kepada C.
20. Pasal 844:
“Dalam garis menyimpang, pergantian diperbolehkan
atas keuntungan sekalian anak dan keturunan saudara
laki dan perempuan yang telah meninggal terlebih
dahulu, baik mereka mewaris bersama-sama dengan
paman atau bibi mereka, maupun warisan itu setelah
meninggalnya semua saudara si meninggal lebih dahulu
harus dibagi antara sekalian keturunan mereka, yang
mana satu sama lain bertalian keluraga dalam
perderajatan yang tak sama”
21. Contoh:
A meninggal
B, C dan D saudara A
E anak C, F dan G anak D, H anak G
C, D dan G meninggal lebih dulu dari A.
Dalam hal ini yang mewaris ialah B, E (mengganti C), F dan H yang
mengganti D (dalam keadaan ini H mengganti G).
22. Pasal 845:
“Pergantian dalam garis menyimpang diperbolehkan juga
bagi pewarisan bagi para keponakan, ialah dalam hal
bilamana disamping keponakan yang bertalian
keluarga sedarah terdekat dengan si meninggal masih
ada anak-anak dan keturunan saudara laki atau
perempuan darinya saudara-saudara mana telah
meninggal lebih dahulu.”
23. Terkait dengan pasal 845, perhatikan contoh berikut:
Yang mewaris ialah: B dan D
(D mengganti C)
Dalam hal ini yang mewaris ialah C saja.
D tidak mewaris karena derajatnya
lebih jauh dari C.
D tidak dapat menggantikan B
24. Bandingkan dengan contoh berikut:
Yang mewaris ialah B dan E
(menggantikan C). F tidak mewaris,
sebab yang mewaris sebenarnya
ialah D (derajat ke-4 jadi derajat ke5 dikesampingkan). Tetapi E
walaupun derajat ke-5, ia tertarik
jadi ikut mewaris karena B dan C
bersaudara.
Dalam keadaan seperti gambar di
atas, yang mewaris ialah D saja.
F (derajat ke-6) dikesampingkan
oleh D (derajat ke-5).
25. Lain lagi jika keadaannya sebagai berikut:
Yang mewarisi ialah
B (derajat ke-4) dan
F (derajat ke-6).
F tertarik mewaris karena C
bersaudara dengan B.
D tidak mewaris.
Yang mewaris adalah:
C (derajat ke-4), F dan G keduanya
mengganti D. I dan J, keduanya mengganti H
dan E.
F dan G serta I dan J tertarik mewaris karena
D dan E bersaudara dengan C.
K tidak mewaris.
26. Pasal 846:
“Dalam segala hal, bilamana pergantian
diperbolehkan, pembagian berlangsung pancang demi
pancang apabila pancang yang sama mempunyai pula
cabang-cabangnya, maka pembagian lebih lanjut, dalam
tiap-tiap cabang berlangsung pancang demi pancang
pula, sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang
sama pembagian dilakukan kepala demi kepala.”
27. Contoh:
A meninggal. Pembagian warisan:
Dibagi dulu dalam pancang B, C dan D;
Pancang B bercabang L dan M. bagian B dibagi antara L dan M. bagian L
bercabang lagi yaitu karena ada anak-anaknya N, O, P.
Dalam cabang yang sama (cabang N,O,P), pembagian dilakukan kepala demi
kepala. Bagian mereka dibagi rata antara anggota cabang itu.
Pembagian dengan cara yang sama dilakukan pula
dalam cabang-cabang pancang D.
28. Pasal 850 (Pembelahan harta peninggalan/Kloving):
“Dengan tak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam
pasal 854, 855 dan 859, tiap-tiap warisan yang mana,
baik seluruhnya maupun untuk sebagian terbuka atas
kebahagiaan para keluarga sedarah dalam garis lurus ke
atas atau dalam garis menyimpang, harus dibelah
menjadi dua bagian yang sama, bagian yang mana yang
satu adalah untuk sekalian sanak dalam garis si bapak
dan yang lain untuk sanak saudara dalam garis si ibu.”
29. Contoh:
A yang meninggal. B dan C adalah orang tua A, (B bapak dan C ibu), meninggal
lebih dulu dari A. D nenek A dari pihak ibu. E kakek A dari pihak bapak. F paman
A dari pihak bapak. G saudara sepupu A dari pihak bapak.
Dalam hal di atas, maka harta warisan yang ditinggalkan A, terlebih dulu dibagi
dua yang sama besarnya. Satu bagian untuk keluarga garis bapak, dan satu bagian
lagi untuk keluarga di garis ibu.
30. Pembagiannya adalah: D memperoleh setengah dari warisan dan E juga setengah.
Pembagian menjadi dua itu disebut “kloving”. Kloving terjadi apabila ahli waris
golongan I (janda/duda, anak-anak dan keturuannya) dan golongan II
(ayah/ibu, saudara dan keturunannya) tidak ada. Jika keadaannya seperti
dikemukakan di atas, maka F dan G tidak mendapat warisan, sebab tertutup oleh
E (golongan III), sedangkan F dan G ahli waris golongan IV. Ahli waris golongan
yang lebih dekat mengenyampingkan ahli waris golongan yang lebih jauh.
Kalau E meninggal terlebih dahulu dari A, maka bagian dari garis bapak jatuh
pada F sedangkan bagian di pihak ibu tetap jatuh pada D.
31. Pasal 851
“setelah pembelahan pertama dalam garis bapak dan ibu
dilakukan, maka dalam cabang-cabang tidak usah
dilakukan pembelahan lebih lanjut; dengan tak
mengurangi hal-hal, bilamana harus berlangsung
sesuatu pergantian, setengah bagian dalam tiap-tiap
garis adalah untuk seorang waris atau lebih yang
terdekat derajatnya.”
32. Contoh:
A meninggal. B dan C meninggal lebih dulu dari A. D, F dan G juga meninggal
lebih dulu dari A.
Dalam garis ibu (C) boleh terjadi penggantian, yaitu I dan J menggantikan G.
dalam hal ini I dan J ikut mewarisi karena G dan H bersaudara.
Dalam garis bapak (B) yang ada ialah keluarga garis ke samping. K adalah paman
A; sedangkan L dan M adalah saudara sepupu A. derajat K terhadap A adalah lebih
dekat dari derajat L dan M terhadap A. dalam hal ini, maka bagian garis bapak
yang setengah itu jatuh pada K.
33. Keterbatasan Waktu….
Untuk penjelasan rinci lebih lanjut tentang:
Anak di luar nikah dan bagiannya;
Wasiat dan Hibah;
Penolakan Warisan; dan
Harta Persatuan dalam Pernikahan kedua.
Akan dijelaskan di lain kesempatan.
34. Dosen: Dr. Supardin, M.H.I.
Sekian
&
_____ Terima Kasih _____
Presented by : Abdul Azis Ali Ramdlani