Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan merupakan klaster yang dikembangkan di Kabupaten Wonosobo dan berlokasi di Desa Sembungan. Klaster ini memiliki beberapa objek wisata seperti Desa Sembungan, Golden Sunrise Bukit Sikunir, dan Gunung Pakuwojo. Klaster ini melibatkan tenaga kerja lokal dan berbagai kelompok masyarakat. Manajemen klaster dilakukan secara efektif dengan pemanfaatan sumber daya secara
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
Klaster pariwisata desa sembungan
1. Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan
Klaster pariwisata Desa Wisata Sembungan merupakan salah satu klaster yang
dikembangkan di Kabupaten wonosobo. Klater ini berlokasi di Desa Sembungan
Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonososbo dan secara resmi berdiri pada tanggal 10 juni
2013. Klaster pariwisata ini memiliki objek wisata antara lain Desa Sembungan itu sendiri
sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa, Golden Sunrise Bukit Sikunir, Telaga Cebong, Gunung
Pakuwojo, Curug Sikarim, dan Makam Joko Sembung.
Pembahasan Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan akan diidentifikasi
berdasarkan keterlibatan tenaga kerja, manajemen internal, dukungan infrastruktur,
pengembangan produk, keterkaitan klaster dan karakteristik klaster. Berikut penjelasan
tiap bagiannya.
a. Keterlibatan Tenaga Kerja
Tenaga kerja Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan berasal dari penduduk
lokal Dusun Sembungan, Desa Sembungan. Tenaga kerja pada klaster ini juga merupakan
anggota klaster yang berjumlah sebanyak 200 orang yang terdiri kelompok/organisasi,
petani, pemilik homestay dan pengelola pariwisata. Kelompok/organisasi yang terlibat
2. yaitu POKDARWIS (Kelompok Sadar Wisata), Asita, HPI, MPW, Tanker, Banser, IPNU, dan
ANSHOR. Petani terkait yaitu petani kentang yang merupakan produk pertanian khas
Kabupaten Wonosobo khususnya Desa Sembungan.
b. Manajemen Internal
Pengertian manajemen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan perusahaan atau organsasi.
Dalam konteks klaster, manajemen internal adalah upaya penggunaan sumber daya secara
efektif di dalam klaster. Upaya penggunaan sumber daya secara efektif telah dilakukan
sebagai contoh, penempatan Banser dan Tanker sebagai anggota klaster yang bertanggung
jawab dalam hal keamanan. Seperti yang kita ketahui, dengan penempatan yang dilakukan
ini telah memberikan efisien terhadap fungsi anggota yang ditempatkan sesuai bidangnya
dan pengeluaran untuk menggunakan jasa kelompok di luar anggota klaster bahkan polisi
atau tentara dalam hal keamanan.
Selain itu juga terdapat penggunaan rumah pribadi penduduk yang dikembangkan
sebagai home stay dan kentang sebagai menu makanan yang diberikan kepada tamu di
home stay. Hal lainnya yaitu adanya peraturan dan sanksi yang diberlakukan kepada setiap
anggota klaster sebagai bentuk pengawasan dan pengendalian agar tetap terjaganya
efisiensi di dalam klaster. Salah satu bentuk peraturan yang diterapkan seperti setiap home
stay yang ada tidak diijinkan lebih dari 6 kamar. Sedangkan sanksi yang diberlakukan yaitu
seperti teguran, pemberhentian 3 bulan, dan tidak boleh bekerja permanen dalam kegiatan
klaster.
c. Dukungan Infrastruktur
Pengembangan pariwisata tidak terlepas dari dukungan infrastruktur sehingga
kondisi infrastruktur yang baik akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap
pengembangan pariwisata terutama bagi Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan. Salah
satu infrastruktur yang penting yaitu jaringan jalan. Jaringan jalan untuk menuju Desa
Sembungan memiliki lebar 6 – 8 meter dengan jalan yang berkelok-kelok. Hanya terdapat
satu jalan untuk menuju Desa Sembungan dengan kondisi jalan yang cukup baik. Namun
pada kawasan wisata Dieng kondisi jalan kurang baik yang ditandai dengan banyaknya
jalan yang berlubang dan menjadi tempat genangan air pada musim hujan. Jaringan jalan
pada Desa Sembungan memiliki lebar antara 4 – 6 meter dan kondisinya cukup baik.
3. Kondisi jalan yang rusak dan cukup sempit yang hanya bisa dilalui sepeda motor pada jalan
menuju beberapa objek wisata tertentu seperti Gunung Pakuwojo dan Makan Joko
Sembung menjadi salah satu hambatan.
Listrik dan air bersih telah terpenuhi dimana air bersih diambil dari bukit/gunung
yang berada di sekitar desa menggunakan pipa-pipa kecil yang menghiasi jalan dan rumah
penduduk. Kemudian infrastruktur yang telah disiapkan yaitu home stay sebanyak 20 yang
dikelola oleh penduduk lokal. Kendala yang dihadapi selain kondisi jalan yang rusak yaitu
belum adanya lampu penerangan di sepanjang jalan dan belum adanya sistem
persampahan beserta tempat sampah di objek wisata.
d. Pengembangan Produk
Pengembangan produk dalam pengembangan pariwisata yaitu pengembangan yang
menyangkut pengembangan objek wisata seperti penambahan sarana pendukung,
pembukaan objek wisata baru dan lainnya. Pengembangan yang telah dilakukan semenjak
terbentuknya klaster ini antara lain penambahan jumlah home stay menjadi 20 home stay,
pembukaan objek wisata baru seperti Gunung Pakuwojo, Makam Joko Sembung, tracking
antara Pakuwojo dan Sikunir, perkemahan di sekitar Telaga Cebong, bekerja sama dengan
biro perjalanan Gundala, Asita dengan sistem paket wisata, kerjasama dengan petani
kentang sebagai menu makanan khas untuk tamu di home stay, terbentuknya Kelompok
Sadar Wisata (POKDARWIS) Cebong Siunir dan Tim Anti Kekerasan dan Kejahatan
(TANKER).
e. Keterkaitan Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan
Keterkaitan klaster adalah keterkaitan antara industri inti dengan industri pemasok,
industri terkait, industri pendukung, pembeli dan peran institusi pendukung. Adapun
keterkaitan dalam Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan adalah :
1) Industri inti
Industri yang merupakan fokus perhatian atau tematik dan biasanya dijadikan
titik masuk kajian yaitu pengelola objek wisata Desa Sembungan.
2) Industri pemasok
Industri yang memasok dengan produk khusus. Pemasok yang khusus
(spesialis) merupakan pendukung kemajuan klaster. Barang yang dipasok antara lain
bahan baku utama, bahan tambahan, aksesoris, dan sebagainya. Industri pemasok
4. pada Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan adalah masyarakat pemilik
homestay dan petani kentang.
3) Pembeli
Dapat berupa distributor atau pemakai langsung, pembeli yang sangat
“penuntut” yang merupakan pemacu kemajuan klaster antara lain: distributor,
pengecer, pemakai langsung, dan sebagainya. Pembeli dari Klaster Pariwisata Desa
Wisata Sembungan adalah wisatawan domestik (lokal dan regional) dan
internasional.
4) Industri pendukung
Meliputi industri barang dan jasa, termasuk layanan pembiayaan (modal
ventura, bank). Industri ini antara lain: pembiayaan (modal ventura, bank), jasa
(angkutan, bisnis distribusi, konsultan bisnis), infrastruktur (jalan raya,
telekomunikasi, listrik), peralatan (permesinan, alat bantu), pengemasan, penyedia
jasa pengembangan bisnis, dan sebagainya. Industri pendukung pada Klaster
Pariwisata Desa Wisata Sembungan adalah biro perjalana Asita dan Gundala.
5) Industri terkait
Industri yang menggunakan infrastruktur yang sama. Industri yang
menggunakan sumber daya dari sumber yang sama (misal kelompok tenaga ahli).
Industri terkait pada Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan adalah kelompok-kelompok
yang berasal dari masyarakat seperti Banser, Tanker, Pokdarwis, IPNU,
ANSHOR, HPI, dan MPW.
6) Lembaga pendukung
Lembaga pemerintah yang berupa penentu kebijakan atau melaksanakan
peran publik, asosiasi profesi yang bekerja untuk kepentingan anggota, atau lembaga
pengembang swadaya masyarakat yang bekerja pada bidang khusus yang
mendukung. Lembaga pendukung Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan adalah
Pokdarwis, FRK (Forum Rembuk Klaster), FEDEP dan Dinas Pariwisata.
5. Industri Pemasok:
Masyarakat Pemilik
Homestay
Petani kentang
Industri Terkait:
Banser
Tanker
IPNU
ANSHOR
HPI
MPW
Industri Inti:
Pengelola Objek Wisata
Industri Pendukung:
Asita (biro perjalanan)
Gundala (biro perjalanan)
Institusi Pendukung:
Pokdarwis
FRK (Forum Rembuk Klaster
FEDEP
Dinas Pariwisata
f. Karakteristik Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan
Adapun pembahasan dalam karakteristik klaster yaitu :
1. Customer Oriented (berorientasi pelanggan)
Pembeli:
Wisatawan Lokal
dan Regional
Wisatawan
Internasional
Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan sangat berorientasi pada
permintaan yang berasal dari kebutuhan yang diperlukan oleh wisatawan yang
datang ke Desa Sembungan. Salah satunya adalah penambahan homestay
merupakan bentuk respon klaster terhadap pemenuhan kebutuhan wisatawan yang
sebelumnya belum dapat menampung wisatawan yang berkeinginan untuk
bermalam di Desa Sembungan untuk melihat golden sunrise di Bukit Sikunir pada
pagi harinya. Pengunjung klaster ini berasal dari berbagai daerah atau wisatawan
domestik (lokal dan regional) bahkan wisatawan internasional dengan jumlah
6. pengunjung sekitar 5000 orang per bulannya. Wisatawan yang datang ke Desa
Sembungan ini biasanya pada hari weekend, hari libur nasional seperti tahun baru,
liburan sekolah/kantor dan hari besar lainnya.
2. Cumulative (efek kumulatif)
Efek kumulatif yang diharapkan dengan terbentuknya klaster adalah
memungkinkan klaster terkelola secara baik dan adanya kerjasama yang dapat
memberikan keuntungan kepada anggota kelompok klaster tersebut. Keuntungan
yang diperoleh seperti penghematan biaya produksi, penggunaan secara bersama
tenaga kerja dan adanya informasi yang cepat menyebar. Dari perspektif diatas,
Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan telah terjadi efisiensi dan penggunaan
tenaga kerja dan yang paling penting adalah klaster ini dapat memberikan
keuntungan bagi semua anggota klaster.
Hampir sama dengan pembahasan dalam manajemen internal sebelumnya,
upaya penggunaan sumber daya secara efektif telah dilakukan dengan penempatan
Banser dan Tanker sebagai anggota klaster yang bertanggung jawab dalam hal
keamanan, sehingga mengurangi pengeluaran untuk menggunakan jasa kelompok
di luar anggota klaster bahkan polisi atau tentara dalam hal keamanan. Selain itu
terjadi penggunaan sumber daya secara bersama-sama dalam hal pengelolaan
Klaster Pariwisata Desa Wisata Sembungan. Dari sisi homestay, keuntungan yang
didapat akan diberikan untuk kelompok klaster sekitar 20% dari harga homestay,
sehingga pemilik homestay mendapat untung dan kelompok yang lain juga
mendapat untung.
3. Collective Efficiency (efisiensi kolektif)
Secara sederhana, efisiensi kolektif dapat dipahami sebagai penghematan
biaya-biaya eksternal yang muncul dalam aktivitas klaster terkait manfaat ekonomi
di luar, adanya aksi bersama dan pengkondisian kelembagaan yang terbentuk
antara lain berupa terbentuknya pasar pekerja/buruh, terbentuknya peningkatan
kegiatan pelayanan dan pengembangan teknologi secara kolektif, adanya aksi
bersama dapat mendorong perkembangan klaster secara signifikan karena jaringan
dan keterkaitan yang terbentuk dalam klaster. Sementara peran institusi terutama
7. dalam proses produksi dan pemasaran akan mempercepat berkembangnya klaster
karena terciptanya pola yang progresif.
Dari pengertian di atas, penghematan biaya-biaya eksternal yang muncul
dalam aktivitas klaster terkait manfaat ekonomi di luar Klaster Pariwisata Desa
Wisata Sembungan adalah terbentuknya kelompok-kelompok baru yang ikut
bergabung dalam klaster seperti Banser, Tanker, masyarakat pemilik homestay dan
Pokdarwis secara bersama-sama dengan pengelola objek wisata telah melakukan
peningkatan pelayanan baik terkait dengan sarana pendukung maupun wisata baru
yang ditawarkan.