SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
1
Pola Pikir “Banyak Anak Banyak
Rejeki” Sebagai Pemicu Kultural
Kemiskinan
Latar Belakang Masalah
Tak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia saat ini sedang terpuruk
dalam situasi krisis. Krisis yang bersifat multidimensional, dimana krisis
tersebut menggejala di tiap bidang/dimensi kehidupan masyarakat
Indonesia. Mulai krisis di bidang ekonomi dan politik yang paling
mencolok, lalu bidang agama, budaya, hingga krisis yang menyangkut
masalah moral. Namun demikian, penulis mencermati adanya salah satu
bidang/dimensi krisis yang sungguh menjadi masalah utama.
Bidang/dimensi tersebut berkaitan dengan segala sesuatu yang
menyangkut perekonomian masyarakat. Masalah ekonomi berkaitan erat
dengan pemenuhan kebutuhan fisik yang menjadi masalah mendasar
eksistensi manusia.1 Mengikuti alur pemikiran Abraham Maslow,
kebutuhan fisik menjadi semacam pintu gerbang untuk
memasuki/memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya.
1 Lima kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga
yang tidak terlalu krusial:
1. Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan
biologis seperti buang air besar,buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya.
2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari
teror, dan lain sebagainya.
3. Kebutuhan Sosial
Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain-
lain.
4. Kebutuhan Penghargaan
Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuaidengan bakat dan minatnya.
Lih, http://organisasi.org/teori_hierarki_kebutuhan_maslow_abraham_maslow_ilmu_ekonomi,
diakses pada tgl. 10 April 2011, pkl. 02.00.
2
Sejauh penulis amati, masyarakat Indonesia banyak bergulat
dengan masalah ekonomi. Pergulatan tersebut tercermin nyata dalam
ungkapan peribahasa: besar pasak daripada tiang, yang artinya lebih besar
pengeluaran daripada pendapatan. Mengapa demikian? Pertama, masih
minimnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan sebagai sumber
pendapatan. Kedua, kendati memperoleh pekerjaan, upah tenaga kerja
masih sangat murah. Kondisi pendapatan yang demikian terbatas
berbanding terbalik dengan harga-harga barang pemenuhan kebutuhan
yang melambung tinggi dari waktu ke waktu.
Kondisi yang demikian menyebabkan masyarakat Indonesia masih
terpuruk dalam masalah mendasar kehidupan manusia, yaitu pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai syarat keberlangsungan kehidupan. Keterpurukan
tersebut membelenggu masyarakat sedemikian eratnya sehingga mereka
kesulitan untuk memenuhi kebutuhan lain. Permasalahan tersebut
merupakan permasalahan yang dialami secara konkrit oleh keluarga
miskin. Keluarga miskin yang terkungkung dalam lingkaran pemenuhan
kebutuhan fisik, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan di luar kebutuhan
fisik.
Jika permasalahan tersebut dirumuskan dalam pertanyaan, maka
pertanyaan yang dapat dirumuskan adalah: Bagaimana mau
menyekolahkan anak jika biaya untuk makan sehari-hari saja kekurangan?
Lalu jika ada anggota keluarga yang sakit, bagaimana mau membawa
berobat, jika uang untuk berobat tidak ada? Esensi pertanyaan-pertanyaan
tersebut sejalan dengan prinsip pemikiran Abraham Maslow yang
mengharuskan pemenuhan kebutuhan fisik di atas kebutuhan-kebutuhan
yang lain.
Dari uraian di atas, tampak bahwa krisis ekonomi yang melanda
negeri ini sungguh menjadi pergulatan mendasar bagi tiap-tiap keluarga.
Bagaimana setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia setiap hari
bergulat akan hal ini. Dalam kaitannya dengan kajian filsafat kebudayaan,
penulis menangkap sebuah fenomena budaya yang menggejala di
3
masyarakat Indonesia yang berkaitan dengan keluarga, kemiskinan, dan
kondisi krisis yang menerpa bangsa ini.
Fenomena tersebut adalah munculnya keluarga-keluarga miskin
yang dilatarbelakangi oleh budaya (pola pikir) tradisional yang cenderung
berorientasi pada masa sekarang dan kurang memperhitungkan realitas
yang akan dihadapi di masa mendatang. Dengan kata lain, semacam ada
pola budaya (pola pikir) tradisional yang ada dalam masyarakat yang
secara sadar atau tidak sadar dibudayakan oleh tiap individu yang hidup di
dalamnya.
Dalam tulisan ini, penulis hendak menggali fenomena budaya
tradisional yang mendasari seseorang untuk berani mengambil keputusan
menikah, tanpa disertai pertimbangan yang realistis dan rasional. Di sini
penulis melihat suatu masalah yang cukup mendasar yang berkaitan
dengan keluarga, kemiskinan, dan kondisi krisis. Bagaimana keputusan
yang tidak realistis dan cenderung irasional tersebut merupakan salah satu
akar masalah yang menyebabkan munculnya keluarga miskin dan
terpuruknya masyarakat Indonesia sekarang ini.
Pertama-tama penulis akan membahas sisi irasionalitas tersebut.
Bagaimana keputusan untuk menikah sering kali tidak disadarkan pada
pertimbangan logika yang matang. Pada pembahasan berikutnya, penulis
mengajukan suatu argumen bahwa tindakan irasional tersebut tidak lepas
dari adanya budaya (pola pikir) tradisional yang ada dalam masyarakat.
Bagaimana budaya (pola pikir) tersebut “ditiru”, baik secara sadar atau
tidak sadar oleh tiap individu di dalamnya. Pada bagian selanjutnya,
penulis mengemukakan akar masalah yang menjadi sekaligus solusi
terhadap fenomena irasionalitas yang menggejala dalam masyarakat.
Tujuan penulisan ini adalah memetakan masalah terkait dengan konteks
keluarga dan kemiskinan. Sekaligus dapat digunakan sebagai langkah
preventif untuk menyikapi keadaan keterpurukan bangsa ini, dalam
konteks permasalahan keluarga miskin. Berikut penulis akan mulai
mengkaji irasionalitas keputusan menikah yang mendasari munculnya
keluarga miskin.
4
Irasionalitas Keputusan Menikah
Kemiskinan menjadi fenomena yang paling disoroti dewasa ini.
Fenomena tersebut dapat ditelaah dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan internal dan eksternal. Pendekatan eksternal adalah bahwa
penyebab tingginya angka keluarga miskin disebabkan oleh faktor-faktor
dari luar (sistem negara, minimnya lapangan pekerjaan, tingginya harga-
harga barang pemenuhan kebutuhan, dsb). Dengan bahasa yang lebih
lugas, masyarakat sulit untuk sejahtera dikarenakan sistem yang
membelenggu mereka sedemikian rupa. Keluarga-keluarga miskin serasa
“tenggelam” dan “sesak nafas” dalam arus ekonomi yang kian mengglobal
tanpa bisa “berenang” di dalamnya.
Sedangkan pendekatan internal, yang merupakan kajian tulisan ini,
tingginya angka keluarga miskin juga disebabkan oleh pengambilan
keputusan yang tidak bijaksana dari tiap keluarga miskin tersebut.
Keputusan tidak bijaksana yang dimaksud adalah berkaitan dengan
keputusan untuk membina rumah tangga ketika kondisi ekonominya
belum mapan. Penulis menilai keputusan tersebut adalah sebuah
keputusan yang cenderung irasional. Mengapa irasional? Karena dengan
memutuskan menikah tanpa kemapanan ekonomi di tengah kondisi
perekonomian negara yang masih carut-marut, keluarga tersebut serasa
memasang “bom waktu” bagi diri mereka sendiri.
Fenomena “bom waktu” inilah yang sering penulis jumpai dalam
kehidupan sehari-hari di sekitar penulis. Kebanyakan pasangan yang
belum mapan kondisi ekonominya, mulai panik ketika lahirnya anak di
tengah-tengah mereka. Kelahiran anak, semenjak masa balita hingga usia
sekolah, membutuhkan biaya yang sangat banyak. Apalagi harga-harga
barang pemenuhan kebutuhan melonjak-lonjak bukan main. Di samping
itu, biaya untuk sekolah anak serasa bisa mencekik bagi orang tua yang
kondisi ekonominya kekurangan. Kondisi demikian, serasa tak terpikirkan
sebelumnya dan ketika keluarga miskin mulai menyadari keterpurukan
tersebut, semuanya serasa telah terlambat dan posisi start tidak bisa
diulang.
5
Ketidakmampuan orang tua keluarga miskin untuk memenuhi
kebutuhan si anak menyebabkan anak tersebut menjadi terlantar. Anak-
anak yang seharusnya sekolah, karena keterbatasan kondisi ekonomi
orang tua pada akhirnya harus mengais rejeki di jalanan untuk
memperoleh sesuap nasi. Bagi penulis, proses inilah yang menyebabkan
munculnya banyak anak jalanan. Akar permasalahan munculnya anak
jalanan (melalui pendekatan internal) lebih disebabkan oleh
ketidakrasionalan orang tua mereka. Para orang tua yang demikian,
cenderung berpikir jangka pendek dan sangat kurang dalam membuat
perencanaan jarak jauh. Akibatnya….anak-anak tak bersalah menjadi
korban atas keirasionalan orang tua mereka sendiri.
Pola irasionalitas yang menghinggapi keluarga miskin ternyata tak
lepas dari adanya budaya (pola pikir) tradisional yang hidup di tengah-
tengah masyarakat. Pola tindakan irasional tersebut dibentuk melalui
budaya (pola pikir) tradisional yang ada, baik itu terintegrasi secara
sengaja ataupun tidak disadari.2 Dengan kata lain, pola tindakan individu
dipengaruhi oleh budaya (pola pikir) masyrakat dimana ia tinggal.
Pola Pikir Tradisional dalam Masyarakat
Dari uraian di atas, penulis hendak memetakan permasalahan
tersebut melalui segi budaya yang berkaitan dengan pola pikir tradisional.
Fenomena irasionalitas pasangan yang menikah tanpa berpikir panjang
serasa menggejala dalam masyarakat. Indikatornya adalah tingginya
jumlah anak jalanan dan jumlah keluarga miskin yang ada. Hal itu
mengisyaratkan banyaknya pasangan yang irasional dalam keputusan
untuk menikah. Pertanyaannya, adakah stigma-stigma yang mendasari
tindakan irasional mereka?
Penulis melihat adanya budaya (pola pikir) tradisional yang hidup
dalam masyarakat Indonesia. Budaya (pola pikir) tersebut pada akhirnya,
secara sadar atau tidak sadar turut membentuk dan mendasari pola
2 Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan:Proses Realisasi Manusia, Jalasutra,
Y ogyakarta, 2009, hal. 51.
6
perilaku tiap individu yang ada di dalamnya. Budaya (pola pikir) tersebut
diantaranya adalah banyak anak banyak rejeki, lalu adanya stigma usia
wajib nikah bagi pria dan wanita, wanita yang harus segera nikah karena
takut dicap negatif, dan lebih parah lagi fenomena yang kita jumpai pada
masyarakat pedesaan. Dimana anak usia SMP atau bahkan SD sudah
diwajibkan untuk menikah.
Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat kita masih terkungkung
dalam budaya (pola pikir) yang demikian. Karena takut akan sanksi sosial,
tak jarang banyak orang tua yang menikahkan anaknya terlalu dini. Pada
kasus lain juga banyak dijumpai pasangan yang terburu-buru menikah,
entah ingin cepat punya anak, terburu nafsu, ataupun adanya insiden
MBA (married by accident), padahal secara financial belum dapat
dikatakan mandiri. Kondisi-kondisi demikian tentu sangat tidak
menjamin adanya prinsip kemandirian dan kemapanan sebagai prasyarat
bagi pasangan yang menikah. Malahan, pada kasus di daerah pedesaan,
ada unsur keterpaksaan yang melanggar hak dan kebebasan tiap individu
untuk menentukan sendiri jalan hidupnya.
Namun demikian, individu adalah person yang memiliki sisi
kebebasan. Dengan adanya kebebasan tersebut, ia dapat memilih atau
menentukan jalan hidupnya sendiri. Jika budaya di sekitarnya ternyata tak
rasional, maka individu tersebut dapat menolaknya, dan menentukan
sendiri pola pikir (budaya)-nya sendiri. Pada bagian terakhir, penulis
menawarkan sebuah solusi atas fenomena irasionalitas yang mendasari
munculnya keluarga miskin dan anak jalanan. Solusi tersebut juga
sekaligus merupakan akar masalah dari munculnya sisi irasionalitas yang
menjadi penyebab munculnya berbagai persoalan kemiskinan di negara
ini.
Pendidikan sebagai Usaha Pencerahan
7
Lawan kata dari irasional adalah rasional. Masyarakat yang
cenderung irasional disebabkan kurang munculnya penalaran atau
pertimbangan yang rasional dalam mengambil sebuah keputusan. Penulis
mensinyalir bahwa penalaran atau pertimbangan rasional sedikit banyak
dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang melatarbelakanginya. Dengan
bahasa yang lebih lugas, semakin orang berpendidikan seharusnya
semakin ia menjadi seorang yang rasional.
Jika dikaitkan dengan fenomena pernikahan anak di bawah umur
yang banyak terjadi di daerah pedesaan. Fenomena tersebut bisa ada dan
masih ada karena para orang tua di daerah pedesaan kebanyakan masih
belum berpendidikan. Para orang tua tersebut belum memiliki paradigma
akan pentingnya pendidikan. Orang tua yang sudah mengenal dan
memahami pentingnya pendidikan, niscaya tidak akan menikahkan
anaknya dalam usia belasan tahun, kecuali dalam kasus-kasus tertentu.
Pentingnya pendidikan adalah untuk membuka cakrawala anak
tentang dunia. Dengan demikian, menumbuhkan suatu paradigma baru
dalam benak si anak dalam memandang kehidupan. Kehidupan tidak
hanya sekedar ditujukan untuk menikah, melainkan juga ada aspek untuk
aktualisasi diri yang diwujudkan dalam menggapai cita-cita. Masa muda
adalah masa produktif untuk banyak bekerja atau berkarya, bukannya
“mati” dalam urusan pernikahan.
Pendidikan juga membawa dampak bagi pekerjaan. Jelasnya, orang
yang lulus S1 pasti memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang
yang hanya lulusan SD atau bahkan tidak berpendidikan sama sekali.
Fenomena tersebut jelas menggambarkan bahwa dunia kerja sekarang ini
membutuhkan orang yang memiliki skill. Kebanyakan dalam keluarga
miskin, peran yang dimainkan sebagai seorang ayah hanya memiliki
pendidikan yang terbatas. Akibatnya, ia hanya bekerja sebagai tukang
parkir, buruh bangunan, dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan
fisik. Dengan demikian, faktor pendidikan jelas berpengaruh pada tingkat
kematangan pengambilan keputusan dan juga posisi kerja yang ideal.
Kesimpulan
8
Masalah kemiskinan begitu menggejala dewasa ini. Pendekatan
akar permasalahannya dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu internal dan
eksternal. Fokus tulisan ini adalah sering kali kemiskinan terjadi karena
masyrakat yang tidak dewasa dalam menyikapi keadaan krisis. Masih
banyak anggota dalam masyarakat yang masih terkungkung dalam budaya
(pola pikir) tradisional yang cenderung irasional yang pada akhirnya
malah memperburuk keadaan. Menyikapi keadaan tersebut, diperlukan
suatu budaya tandingan yang berpijak pada sektor pendidikan guna
membuka pandangan terhadap dunia.
David Jones Simanungkalit
Acuan Sumber:
 Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan: Proses
Realisasi Manusia, Jalasutra, Yogyakarta, 2009.
 http://organisasi.org/teori_hierarki_kebutuhan_maslow_abraham_maslow_ilmu_ek
onomi, diakses pada tgl. 10 April 2011, pkl. 02.00.

More Related Content

What's hot

Ppt Kesenjangan sosial
Ppt Kesenjangan sosial Ppt Kesenjangan sosial
Ppt Kesenjangan sosial Doris Agusnita
 
Abdul ajid, 11140963
Abdul ajid, 11140963Abdul ajid, 11140963
Abdul ajid, 11140963abdul ajid
 
Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiahendricksonsagala
 
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINAN
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINANMAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINAN
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINANPandawa Sheet
 
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatanPertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatanmariatul qibtiyah
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanLutfiyah Siti
 
Artikel kepemimpinan
Artikel kepemimpinanArtikel kepemimpinan
Artikel kepemimpinanarief_dwi77
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanifat fatiroh
 
Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial
Konstruksi Gender Dalam Realitas SosialKonstruksi Gender Dalam Realitas Sosial
Konstruksi Gender Dalam Realitas SosialSuhadi Rembang
 
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomi
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomiTugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomi
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomiRifqy Nurhalim
 
Makalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilaMakalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilajoylanda
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanmariam Iam
 

What's hot (13)

Ppt Kesenjangan sosial
Ppt Kesenjangan sosial Ppt Kesenjangan sosial
Ppt Kesenjangan sosial
 
Abdul ajid, 11140963
Abdul ajid, 11140963Abdul ajid, 11140963
Abdul ajid, 11140963
 
Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesia
 
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINAN
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINANMAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINAN
MAKALAH UPAYA MENGENTAS KEMISKINAN
 
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatanPertemuan 7   kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Pertemuan 7 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Artikel kepemimpinan
Artikel kepemimpinanArtikel kepemimpinan
Artikel kepemimpinan
 
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
Makalah_55 Kemiskinan desa dan kota (timeseries)
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial
Konstruksi Gender Dalam Realitas SosialKonstruksi Gender Dalam Realitas Sosial
Konstruksi Gender Dalam Realitas Sosial
 
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomi
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomiTugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomi
Tugas Sosio : Kesenangan sosial ekonomi
 
Makalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasilaMakalah dasar pancasila
Makalah dasar pancasila
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 

Viewers also liked

Ontological status of evil
Ontological status of evilOntological status of evil
Ontological status of evilDavid Jones
 
Kritisisme dan kehidupan bersama
Kritisisme dan kehidupan bersamaKritisisme dan kehidupan bersama
Kritisisme dan kehidupan bersamaDavid Jones
 
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. word
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. wordStatus ontologis (eksistensi) kejahatan on. word
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. wordDavid Jones
 
Assignment bb group c hdn
Assignment bb group c   hdnAssignment bb group c   hdn
Assignment bb group c hdnRifa Razemin
 
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeek
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeekVerdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeek
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeekBrickworks Vande Moortel
 
Pengembangan Perangkat Lunak
Pengembangan Perangkat LunakPengembangan Perangkat Lunak
Pengembangan Perangkat Lunaksoleh saputra
 
Teori dan praxis
Teori dan praxisTeori dan praxis
Teori dan praxisDavid Jones
 
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunis
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunisDemokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunis
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunisDavid Jones
 
II. La loi du Royaume
II. La loi du RoyaumeII. La loi du Royaume
II. La loi du RoyaumePierrot Caron
 
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.Pierrot Caron
 
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.Pierrot Caron
 
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMASKAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMASDavid Jones
 
sistem administrasi sekolah BAB I
sistem administrasi sekolah BAB Isistem administrasi sekolah BAB I
sistem administrasi sekolah BAB Isoleh saputra
 
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG) anisslutfia
 
bank umum dan kegiatannya
bank umum dan kegiatannyabank umum dan kegiatannya
bank umum dan kegiatannyasoleh saputra
 
presentation Vande Moortel architectenburo loots3
presentation Vande Moortel architectenburo loots3presentation Vande Moortel architectenburo loots3
presentation Vande Moortel architectenburo loots3Brickworks Vande Moortel
 

Viewers also liked (20)

Pluralitas
PluralitasPluralitas
Pluralitas
 
Ontological status of evil
Ontological status of evilOntological status of evil
Ontological status of evil
 
Kritisisme dan kehidupan bersama
Kritisisme dan kehidupan bersamaKritisisme dan kehidupan bersama
Kritisisme dan kehidupan bersama
 
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. word
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. wordStatus ontologis (eksistensi) kejahatan on. word
Status ontologis (eksistensi) kejahatan on. word
 
Assignment bb group c hdn
Assignment bb group c   hdnAssignment bb group c   hdn
Assignment bb group c hdn
 
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeek
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeekVerdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeek
Verdickt & Verdickt gemeenschapscentrum opglabbeek
 
Pengembangan Perangkat Lunak
Pengembangan Perangkat LunakPengembangan Perangkat Lunak
Pengembangan Perangkat Lunak
 
Teori dan praxis
Teori dan praxisTeori dan praxis
Teori dan praxis
 
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunis
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunisDemokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunis
Demokrasi pancasila perpaduan antara liberal dan komunis
 
II. La loi du Royaume
II. La loi du RoyaumeII. La loi du Royaume
II. La loi du Royaume
 
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.
LEÇON 66 – Mon bonheur et ma fonction ne font qu’un.
 
Reunio 2 n
Reunio 2 nReunio 2 n
Reunio 2 n
 
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.
LEÇON 97 – Je suis pur-esprit.
 
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMASKAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS  JÜRGEN HABERMAS
KAJIAN FILOSOFIS ATAS TEORI DISKURSUS JÜRGEN HABERMAS
 
sistem administrasi sekolah BAB I
sistem administrasi sekolah BAB Isistem administrasi sekolah BAB I
sistem administrasi sekolah BAB I
 
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)
ALOKASI BIAYA DEPARTEMEN PENUNJANG (PENDUKUNG)
 
bank umum dan kegiatannya
bank umum dan kegiatannyabank umum dan kegiatannya
bank umum dan kegiatannya
 
presentation Vande Moortel architectenburo loots3
presentation Vande Moortel architectenburo loots3presentation Vande Moortel architectenburo loots3
presentation Vande Moortel architectenburo loots3
 
Presentatie brick7 18 oktober 2013
Presentatie brick7 18 oktober 2013 Presentatie brick7 18 oktober 2013
Presentatie brick7 18 oktober 2013
 
Bekaert & Brick7
Bekaert & Brick7Bekaert & Brick7
Bekaert & Brick7
 

Similar to Many Child Many Livelihood

Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxHarmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxFaisalAkbar680461
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRESIan March
 
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiIsi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiHafiziGhazali
 
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa Puja Lestari
 
2 materi-presentsi-isd-1
2 materi-presentsi-isd-12 materi-presentsi-isd-1
2 materi-presentsi-isd-1Chiee Arviant
 
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosial
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosialSosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosial
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosialFransiscaveria Desyyanti
 
Ringkasan lat
Ringkasan latRingkasan lat
Ringkasan latTwin Sis
 
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxjurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxRiskyAmnur
 
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtifcontoh karya tulis tentang perilaku konsumtif
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtifmelindaaj
 
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remaja
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remajacontoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remaja
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remajamelindaaj
 

Similar to Many Child Many Livelihood (20)

Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptxHarmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
Harmoni Keberagaman Masyarakat Indonesia (1).pptx
 
Contoh makalah
Contoh makalahContoh makalah
Contoh makalah
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRES
 
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayiIsi isi penting masalah pembuangan bayi
Isi isi penting masalah pembuangan bayi
 
6 pancasila menjadi sistem etika
6 pancasila menjadi sistem etika6 pancasila menjadi sistem etika
6 pancasila menjadi sistem etika
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
Pancasila sebagai karakter dan identitas bangsa
 
2 materi-presentsi-isd-1
2 materi-presentsi-isd-12 materi-presentsi-isd-1
2 materi-presentsi-isd-1
 
moral t3 esei.docx
moral t3 esei.docxmoral t3 esei.docx
moral t3 esei.docx
 
Hubungan Etnik
Hubungan EtnikHubungan Etnik
Hubungan Etnik
 
Konsep masyarakat
Konsep masyarakatKonsep masyarakat
Konsep masyarakat
 
Tuesday
TuesdayTuesday
Tuesday
 
Ringkasan
RingkasanRingkasan
Ringkasan
 
Pk pertemuan 3
Pk pertemuan 3Pk pertemuan 3
Pk pertemuan 3
 
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosial
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosialSosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosial
Sosiologi kelas XI bentuk bentuk masalah sosial
 
Ringkasan lat
Ringkasan latRingkasan lat
Ringkasan lat
 
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docxjurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
jurnal ekspolitasi anak jalanan dalam fiqh jinayah.docx
 
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtifcontoh karya tulis tentang perilaku konsumtif
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif
 
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remaja
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remajacontoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remaja
contoh karya tulis tentang perilaku konsumtif di kalangan remaja
 
Konsep masyarakat
Konsep masyarakatKonsep masyarakat
Konsep masyarakat
 

Many Child Many Livelihood

  • 1. 1 Pola Pikir “Banyak Anak Banyak Rejeki” Sebagai Pemicu Kultural Kemiskinan Latar Belakang Masalah Tak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia saat ini sedang terpuruk dalam situasi krisis. Krisis yang bersifat multidimensional, dimana krisis tersebut menggejala di tiap bidang/dimensi kehidupan masyarakat Indonesia. Mulai krisis di bidang ekonomi dan politik yang paling mencolok, lalu bidang agama, budaya, hingga krisis yang menyangkut masalah moral. Namun demikian, penulis mencermati adanya salah satu bidang/dimensi krisis yang sungguh menjadi masalah utama. Bidang/dimensi tersebut berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut perekonomian masyarakat. Masalah ekonomi berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan fisik yang menjadi masalah mendasar eksistensi manusia.1 Mengikuti alur pemikiran Abraham Maslow, kebutuhan fisik menjadi semacam pintu gerbang untuk memasuki/memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya. 1 Lima kebutuhan dasar Maslow - disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga yang tidak terlalu krusial: 1. Kebutuhan Fisiologis Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan / rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar,buang air kecil, bernafas, dan lain sebagainya. 2. Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari teror, dan lain sebagainya. 3. Kebutuhan Sosial Misalnya adalah : memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis, dan lain- lain. 4. Kebutuhan Penghargaan Contoh : pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya. 5. Kebutuhan Aktualisasi Diri Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuaidengan bakat dan minatnya. Lih, http://organisasi.org/teori_hierarki_kebutuhan_maslow_abraham_maslow_ilmu_ekonomi, diakses pada tgl. 10 April 2011, pkl. 02.00.
  • 2. 2 Sejauh penulis amati, masyarakat Indonesia banyak bergulat dengan masalah ekonomi. Pergulatan tersebut tercermin nyata dalam ungkapan peribahasa: besar pasak daripada tiang, yang artinya lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Mengapa demikian? Pertama, masih minimnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan sebagai sumber pendapatan. Kedua, kendati memperoleh pekerjaan, upah tenaga kerja masih sangat murah. Kondisi pendapatan yang demikian terbatas berbanding terbalik dengan harga-harga barang pemenuhan kebutuhan yang melambung tinggi dari waktu ke waktu. Kondisi yang demikian menyebabkan masyarakat Indonesia masih terpuruk dalam masalah mendasar kehidupan manusia, yaitu pemenuhan kebutuhan fisik sebagai syarat keberlangsungan kehidupan. Keterpurukan tersebut membelenggu masyarakat sedemikian eratnya sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan lain. Permasalahan tersebut merupakan permasalahan yang dialami secara konkrit oleh keluarga miskin. Keluarga miskin yang terkungkung dalam lingkaran pemenuhan kebutuhan fisik, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan di luar kebutuhan fisik. Jika permasalahan tersebut dirumuskan dalam pertanyaan, maka pertanyaan yang dapat dirumuskan adalah: Bagaimana mau menyekolahkan anak jika biaya untuk makan sehari-hari saja kekurangan? Lalu jika ada anggota keluarga yang sakit, bagaimana mau membawa berobat, jika uang untuk berobat tidak ada? Esensi pertanyaan-pertanyaan tersebut sejalan dengan prinsip pemikiran Abraham Maslow yang mengharuskan pemenuhan kebutuhan fisik di atas kebutuhan-kebutuhan yang lain. Dari uraian di atas, tampak bahwa krisis ekonomi yang melanda negeri ini sungguh menjadi pergulatan mendasar bagi tiap-tiap keluarga. Bagaimana setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia setiap hari bergulat akan hal ini. Dalam kaitannya dengan kajian filsafat kebudayaan, penulis menangkap sebuah fenomena budaya yang menggejala di
  • 3. 3 masyarakat Indonesia yang berkaitan dengan keluarga, kemiskinan, dan kondisi krisis yang menerpa bangsa ini. Fenomena tersebut adalah munculnya keluarga-keluarga miskin yang dilatarbelakangi oleh budaya (pola pikir) tradisional yang cenderung berorientasi pada masa sekarang dan kurang memperhitungkan realitas yang akan dihadapi di masa mendatang. Dengan kata lain, semacam ada pola budaya (pola pikir) tradisional yang ada dalam masyarakat yang secara sadar atau tidak sadar dibudayakan oleh tiap individu yang hidup di dalamnya. Dalam tulisan ini, penulis hendak menggali fenomena budaya tradisional yang mendasari seseorang untuk berani mengambil keputusan menikah, tanpa disertai pertimbangan yang realistis dan rasional. Di sini penulis melihat suatu masalah yang cukup mendasar yang berkaitan dengan keluarga, kemiskinan, dan kondisi krisis. Bagaimana keputusan yang tidak realistis dan cenderung irasional tersebut merupakan salah satu akar masalah yang menyebabkan munculnya keluarga miskin dan terpuruknya masyarakat Indonesia sekarang ini. Pertama-tama penulis akan membahas sisi irasionalitas tersebut. Bagaimana keputusan untuk menikah sering kali tidak disadarkan pada pertimbangan logika yang matang. Pada pembahasan berikutnya, penulis mengajukan suatu argumen bahwa tindakan irasional tersebut tidak lepas dari adanya budaya (pola pikir) tradisional yang ada dalam masyarakat. Bagaimana budaya (pola pikir) tersebut “ditiru”, baik secara sadar atau tidak sadar oleh tiap individu di dalamnya. Pada bagian selanjutnya, penulis mengemukakan akar masalah yang menjadi sekaligus solusi terhadap fenomena irasionalitas yang menggejala dalam masyarakat. Tujuan penulisan ini adalah memetakan masalah terkait dengan konteks keluarga dan kemiskinan. Sekaligus dapat digunakan sebagai langkah preventif untuk menyikapi keadaan keterpurukan bangsa ini, dalam konteks permasalahan keluarga miskin. Berikut penulis akan mulai mengkaji irasionalitas keputusan menikah yang mendasari munculnya keluarga miskin.
  • 4. 4 Irasionalitas Keputusan Menikah Kemiskinan menjadi fenomena yang paling disoroti dewasa ini. Fenomena tersebut dapat ditelaah dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan internal dan eksternal. Pendekatan eksternal adalah bahwa penyebab tingginya angka keluarga miskin disebabkan oleh faktor-faktor dari luar (sistem negara, minimnya lapangan pekerjaan, tingginya harga- harga barang pemenuhan kebutuhan, dsb). Dengan bahasa yang lebih lugas, masyarakat sulit untuk sejahtera dikarenakan sistem yang membelenggu mereka sedemikian rupa. Keluarga-keluarga miskin serasa “tenggelam” dan “sesak nafas” dalam arus ekonomi yang kian mengglobal tanpa bisa “berenang” di dalamnya. Sedangkan pendekatan internal, yang merupakan kajian tulisan ini, tingginya angka keluarga miskin juga disebabkan oleh pengambilan keputusan yang tidak bijaksana dari tiap keluarga miskin tersebut. Keputusan tidak bijaksana yang dimaksud adalah berkaitan dengan keputusan untuk membina rumah tangga ketika kondisi ekonominya belum mapan. Penulis menilai keputusan tersebut adalah sebuah keputusan yang cenderung irasional. Mengapa irasional? Karena dengan memutuskan menikah tanpa kemapanan ekonomi di tengah kondisi perekonomian negara yang masih carut-marut, keluarga tersebut serasa memasang “bom waktu” bagi diri mereka sendiri. Fenomena “bom waktu” inilah yang sering penulis jumpai dalam kehidupan sehari-hari di sekitar penulis. Kebanyakan pasangan yang belum mapan kondisi ekonominya, mulai panik ketika lahirnya anak di tengah-tengah mereka. Kelahiran anak, semenjak masa balita hingga usia sekolah, membutuhkan biaya yang sangat banyak. Apalagi harga-harga barang pemenuhan kebutuhan melonjak-lonjak bukan main. Di samping itu, biaya untuk sekolah anak serasa bisa mencekik bagi orang tua yang kondisi ekonominya kekurangan. Kondisi demikian, serasa tak terpikirkan sebelumnya dan ketika keluarga miskin mulai menyadari keterpurukan tersebut, semuanya serasa telah terlambat dan posisi start tidak bisa diulang.
  • 5. 5 Ketidakmampuan orang tua keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan si anak menyebabkan anak tersebut menjadi terlantar. Anak- anak yang seharusnya sekolah, karena keterbatasan kondisi ekonomi orang tua pada akhirnya harus mengais rejeki di jalanan untuk memperoleh sesuap nasi. Bagi penulis, proses inilah yang menyebabkan munculnya banyak anak jalanan. Akar permasalahan munculnya anak jalanan (melalui pendekatan internal) lebih disebabkan oleh ketidakrasionalan orang tua mereka. Para orang tua yang demikian, cenderung berpikir jangka pendek dan sangat kurang dalam membuat perencanaan jarak jauh. Akibatnya….anak-anak tak bersalah menjadi korban atas keirasionalan orang tua mereka sendiri. Pola irasionalitas yang menghinggapi keluarga miskin ternyata tak lepas dari adanya budaya (pola pikir) tradisional yang hidup di tengah- tengah masyarakat. Pola tindakan irasional tersebut dibentuk melalui budaya (pola pikir) tradisional yang ada, baik itu terintegrasi secara sengaja ataupun tidak disadari.2 Dengan kata lain, pola tindakan individu dipengaruhi oleh budaya (pola pikir) masyrakat dimana ia tinggal. Pola Pikir Tradisional dalam Masyarakat Dari uraian di atas, penulis hendak memetakan permasalahan tersebut melalui segi budaya yang berkaitan dengan pola pikir tradisional. Fenomena irasionalitas pasangan yang menikah tanpa berpikir panjang serasa menggejala dalam masyarakat. Indikatornya adalah tingginya jumlah anak jalanan dan jumlah keluarga miskin yang ada. Hal itu mengisyaratkan banyaknya pasangan yang irasional dalam keputusan untuk menikah. Pertanyaannya, adakah stigma-stigma yang mendasari tindakan irasional mereka? Penulis melihat adanya budaya (pola pikir) tradisional yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Budaya (pola pikir) tersebut pada akhirnya, secara sadar atau tidak sadar turut membentuk dan mendasari pola 2 Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan:Proses Realisasi Manusia, Jalasutra, Y ogyakarta, 2009, hal. 51.
  • 6. 6 perilaku tiap individu yang ada di dalamnya. Budaya (pola pikir) tersebut diantaranya adalah banyak anak banyak rejeki, lalu adanya stigma usia wajib nikah bagi pria dan wanita, wanita yang harus segera nikah karena takut dicap negatif, dan lebih parah lagi fenomena yang kita jumpai pada masyarakat pedesaan. Dimana anak usia SMP atau bahkan SD sudah diwajibkan untuk menikah. Tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat kita masih terkungkung dalam budaya (pola pikir) yang demikian. Karena takut akan sanksi sosial, tak jarang banyak orang tua yang menikahkan anaknya terlalu dini. Pada kasus lain juga banyak dijumpai pasangan yang terburu-buru menikah, entah ingin cepat punya anak, terburu nafsu, ataupun adanya insiden MBA (married by accident), padahal secara financial belum dapat dikatakan mandiri. Kondisi-kondisi demikian tentu sangat tidak menjamin adanya prinsip kemandirian dan kemapanan sebagai prasyarat bagi pasangan yang menikah. Malahan, pada kasus di daerah pedesaan, ada unsur keterpaksaan yang melanggar hak dan kebebasan tiap individu untuk menentukan sendiri jalan hidupnya. Namun demikian, individu adalah person yang memiliki sisi kebebasan. Dengan adanya kebebasan tersebut, ia dapat memilih atau menentukan jalan hidupnya sendiri. Jika budaya di sekitarnya ternyata tak rasional, maka individu tersebut dapat menolaknya, dan menentukan sendiri pola pikir (budaya)-nya sendiri. Pada bagian terakhir, penulis menawarkan sebuah solusi atas fenomena irasionalitas yang mendasari munculnya keluarga miskin dan anak jalanan. Solusi tersebut juga sekaligus merupakan akar masalah dari munculnya sisi irasionalitas yang menjadi penyebab munculnya berbagai persoalan kemiskinan di negara ini. Pendidikan sebagai Usaha Pencerahan
  • 7. 7 Lawan kata dari irasional adalah rasional. Masyarakat yang cenderung irasional disebabkan kurang munculnya penalaran atau pertimbangan yang rasional dalam mengambil sebuah keputusan. Penulis mensinyalir bahwa penalaran atau pertimbangan rasional sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor pendidikan yang melatarbelakanginya. Dengan bahasa yang lebih lugas, semakin orang berpendidikan seharusnya semakin ia menjadi seorang yang rasional. Jika dikaitkan dengan fenomena pernikahan anak di bawah umur yang banyak terjadi di daerah pedesaan. Fenomena tersebut bisa ada dan masih ada karena para orang tua di daerah pedesaan kebanyakan masih belum berpendidikan. Para orang tua tersebut belum memiliki paradigma akan pentingnya pendidikan. Orang tua yang sudah mengenal dan memahami pentingnya pendidikan, niscaya tidak akan menikahkan anaknya dalam usia belasan tahun, kecuali dalam kasus-kasus tertentu. Pentingnya pendidikan adalah untuk membuka cakrawala anak tentang dunia. Dengan demikian, menumbuhkan suatu paradigma baru dalam benak si anak dalam memandang kehidupan. Kehidupan tidak hanya sekedar ditujukan untuk menikah, melainkan juga ada aspek untuk aktualisasi diri yang diwujudkan dalam menggapai cita-cita. Masa muda adalah masa produktif untuk banyak bekerja atau berkarya, bukannya “mati” dalam urusan pernikahan. Pendidikan juga membawa dampak bagi pekerjaan. Jelasnya, orang yang lulus S1 pasti memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang yang hanya lulusan SD atau bahkan tidak berpendidikan sama sekali. Fenomena tersebut jelas menggambarkan bahwa dunia kerja sekarang ini membutuhkan orang yang memiliki skill. Kebanyakan dalam keluarga miskin, peran yang dimainkan sebagai seorang ayah hanya memiliki pendidikan yang terbatas. Akibatnya, ia hanya bekerja sebagai tukang parkir, buruh bangunan, dan pekerjaan lain yang berhubungan dengan fisik. Dengan demikian, faktor pendidikan jelas berpengaruh pada tingkat kematangan pengambilan keputusan dan juga posisi kerja yang ideal. Kesimpulan
  • 8. 8 Masalah kemiskinan begitu menggejala dewasa ini. Pendekatan akar permasalahannya dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu internal dan eksternal. Fokus tulisan ini adalah sering kali kemiskinan terjadi karena masyrakat yang tidak dewasa dalam menyikapi keadaan krisis. Masih banyak anggota dalam masyarakat yang masih terkungkung dalam budaya (pola pikir) tradisional yang cenderung irasional yang pada akhirnya malah memperburuk keadaan. Menyikapi keadaan tersebut, diperlukan suatu budaya tandingan yang berpijak pada sektor pendidikan guna membuka pandangan terhadap dunia. David Jones Simanungkalit Acuan Sumber:  Kusumohamidjojo, Budiono, Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia, Jalasutra, Yogyakarta, 2009.  http://organisasi.org/teori_hierarki_kebutuhan_maslow_abraham_maslow_ilmu_ek onomi, diakses pada tgl. 10 April 2011, pkl. 02.00.