SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : TAHAP PERENCANAAN IRIGASI
A. TAHAP STUDI
1. Studi awal
2. Studi identifikasi
3. Studi Pengenalan
4. Studi kelayakan
B. Tahap Perencanaan
1. Peta topografi
2. Perencanaan pendahuluan
C. Taraf Perencanaan Akhir
1. Pengukuran dan penyelidikan
a. Pengukuran topografi
b. Penyelidikan Geologi Teknik
c. Penyelidikan hidrolis model
2. Perencanaan dan laporan akhir
BAB II : JARINGAN IRIGASI
A. Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi
1. Unsur dan tingkatan Jaringan
2. lrigasi Sederhana
3. Jaringan irigasi semiteknis
4. Jaringan irigasi teknis
BAB III : BANGUNAN IRIGASI
A.BANGUNAN BAGI DAN SADAP
1. Bangunan Bagi
2. Bangunan Pengatur
3. Bangunan Sadap
a. Bangunan Sadap Sekunder
b. Bangunan Sadap Tersier
c. Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional
4. Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap
a. Bentuk Menyamping
b. Bentuk Numbak
B. BANGUNAN – BANGUNAN PELENGKAP
1. Tanggul
a. Kegunaan
b. bahan
c. Debit Perencanaan
d. Trase
e. Tinggi Jagaan
f. Lebar Atas
g. Kemiringan talut
h. Stabilitas Tanggul
i. Pembuang
j. Lindungan
2. Fasilitas Eksploitasi
a. Komunikasi
b. Kantor dan Perumahan Staf
c. Sanggar Tani
d. Patok Hektometer
e. Patok Sempadan
f. Pelat Nama
g. Papan Pasten
H. Papan duga Muka Air
i. Pintu
j. AWLR
BAB IV : SALURAN IRIGASI
A. SALURAN TANAH TANPA PASANGAN
1. Perencanaan Saluran yang Stabil
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah
a. Rumus Aliran
b. Sedimentasi
c. Erosi
4. Geometri
5. Lengkung Saluran
6. Tinggi Jagaan
7. Lebar Tanggul
8. Garis Sempadan Saluran
9. Perencanaan Saluran Gendong
10. Potongan Memanjang
a. Muka air yang diperlukan
b. Kemiringan Memanjang
11. Sipatan Penampang Saluran Tanah
B. SALURAN PASANGAN
1. Kegunaan Saluran Pasangan
2. Jenis – jenis Pasangan
a. Lining Permukaan Keras
b. Tanah
c. Lining Ferrocemen
C. TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP
1. Topografi
2. Geologi
3. Kondisi Air tanah
4. Kedalaman galian
BAB V : PETAK IRIGASI
A. Petak tersier
C. Petak primer
B. Petak sekunder
BAB I
TAHAP PERENCANAAN IRIGASI
A. TAHAP STUDI
Dalam Tahap Studi ini konsep proyek dibuat dan dirinci mengenai
irigasi pertanian ini pada prinsipnya akan didasarkan pada faktor-
faktor tanah, air dan penduduk, namun juga akan dipelajari berdasarkan
aspek-aspek lain. Aspek-aspek ini antara lain meliputi ekonomi rencana
nasional dan regional, sosiologi dan ekologi. Berbagai studi dan
penyelidikan akan dilakukan. Banyaknya aspek yang akan dicakup dan
mendalamnya penyelidikan yang diperlukan akan berbeda-beda dari proyek
yang satu dengan proyek yang lain.
SA : Studi awal
SI : Studi identifikasi
SP : Studi pengenalan
SK : Studi kelayakan
PP : Perencanaan pendahuluan
PD : Perencanaan detail
RI : Rencana induk
Klasifikasi sifat-sifat proyek dapat ditunjukkan dengan matriks
sederhana (lihat Gambar 3.2).
'Ekonomis' berarti bahwa keuntungan dan biaya proyek merupakan data
evaluasi yang punya arti penting.
'Nonekonomis' berarti jelas bahwa proyek menguntungkan. Faktor-faktor
sosio-politis mungkin ikut memainkan peran; proyek yang bersangkutan
memenuhi kebutuhan daerah (regional).
Pada dasarnya semua proyek harus dianalisis dari segi ekonomi. Oleh
sebab itu, kombinasi 4 tidak realistis.
Sebagaimana sudah dikatakan dalam pasal 3.1, kadang-kadang dapat
dibuat kombinasi antara beberapa taraf. Misalnya, kombinasi antara
taraf Identifikasi dan taraf Pengenalan dalam suatu proyek ekaguna
adalah sangat mungkin dilakukan.
Berhubung studi berikutnya akan menggunakan data-data yang
dikumpulkan selama taraf-taraf sebelumnya, adalah penting bagi lembaga
yang berwenang untuk mencek dan meninjau kembali data-data tersebut
agar keandalannya tetap terjamin. Demikian juga lembaga yang berwenang
hendaknya mencek dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang lebih
awal sebelum memasukkannya ke dalam studi mereka sendiri.
Bagan arus yang diberikan pada Gambar 3.3 menunjukkan hubungan antara
berbagai taraf dalam Tahap Studi dan Tahap Perencanaan.
1. Studi awal
Ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah irigasi datang
dari lapangan atau kantor. Konsep atau rencana membuat suatu proyek
terbentuk melalui pengamatan kesempatan fisik di lapangan atau melalui
analisa data-data topografi dan hidrologi.
Data-data yang berhubungan dengan daerah tersebut dikumpulkan
(peta, laporan, gambar dsb) dan dianalisis; hubungannya dengan daerah
irigasi di dekatnya kemudian dipelajari. Selanjutnya dibuat rencana
garis besar dan pola pengembangan beserta laporannya. Ketelitian yang
dicapai sepenuhnya bergantung kepada data dan keterangan/informasi
yang ada.
2. Studi identifikasi
Dalam Studi Identifikasi hasil-hasil Studi Awal diperiksa di
lapangan untuk membuktikan layak-tidaknya suatu rencana proyek.
Dalam taraf lapangan ini proyek akan dievaluasi sesuai dengan
garis besar dan tujuan pengembangan proyek yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Tujuan tersebut meliputi aspek-
aspek berikut:
 Kesuburan tanah
 Tersedianya air dan air yang dibutuhkan (kualitas dan kuantitas)
populasi sawah, petani (tersedia dan kemauan)
 Pemasaran produksi
 Jaringan jalan dan komunikasi
 Status tanah
 Banjir dan genangan
 Lain-lain (potensi transmigrasi, pertimbangan-pertimbangan nonekonomis)
Studi Identifikasi harus menghasilkan suatu gambaran yang jelas
mengenai kelayakan (teknis) proyek yang bersangkutan. Akan tetapi
studi ini akan didirikan pada data yang terbatas dan survei lapangan
ini akan bersifat penjajakan/eksploratif, termasuk penilaian visual
mengenai keadaan topografi daerah itu. Tim identifikasi harus terdiri
dari orang-orang profesional yang sudah berpengalaman. Tim ini paling
tidak terdiri dari :
 seorang ahli irigasi
 seorang perencana pertanian
 seorang ahli geoteknik, jika aspek-aspek geologi teknik dianggap penting
dan jika diperkirakan akan dibuat waduk.
Studi Identifikasi akan didasarkan pada usulan (proposal) proyek
yang dibuat pada taraf Studi Awal. Studi Identifikasi akan menilai
kelayakan dari usulan tersebut serta menelaah ketujuh persyaratan
perencanaan yang disebutkan dalam pendahuluan pasal ini. Selanjutnya
hasil dari studi ini akan dituangkan dalam Pola Pengembangan Irigasi
yang merupakan bagian dari Pola Pengembangan Wilayah Sungai.
3. Studi Pengenalan
Tujuan utama studi ini ialah untuk memberikan garis besar
pengembangan pembangunan multisektor dari segi-segi teknis yang
meliputi hal-hal berikut :
- Irigasi, hidrologi dan teknik sipil
Pembuatan rencana induk pengembangan irigasi sebagai bagian dari
Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang dipadu
serasikan dengan RUTR Wilayah.
- Agronomi
- Geologi
- Ekonomi
- Bidang-bidang yang berhubungan, seperti misalnya perikanan,
tenaga air dan ekologi.
- Pengusulan ijin alokasi air irigasi.
Berbagai ahli dilibatkan di dalam studi multidisiplin ini. Data
dikumpulkan dari lapangan dan kantor. Studi ini terutama menekankan
irigasi dan aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan irigasi.
Beberapa disiplin ilmu hanya berfungsi sebagai pendukung saja;
evaluasi data dan rencana semua diarahkan ke pengembangan irigasi.
4. Studi kelayakan
Jika perlu, Studi Kelayakan bisa didahului dengan Studi
Prakelayakan. Tujuan utama Studi Prakelayakan adalah untuk menyaring
berbagai proyek alternatif yang sudah dirumuskan dalam Studi
Pengenalan berdasarkan perkiraan biaya dan keuntungan yang dapat
diperoleh. Alternatif untuk studi lebih lanjut akan ditentukan. Pada
taraf ini tidak diadakan pengukuran lapangan, tetapi hanya akan
dilakukan pemeriksaan lapangan saja.
Tujuan utama studi kelayakan adalah untuk menilai kelayakan
pelaksanaan untuk proyek dilihat dari segi teknis dan ekonomis. Studi
kelayakan bertujuan untuk :
 Memastikan bahwa penduduk setempat akan mendukung dilak sanakannya
proyek yang bersangkutan;
 Memastikan bahwa masalah sosial dan lingkungan lainnya bisa diatasi
tanpa kesulitan tinggi
 Mengumpulkan dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang telah dilakukan
sebelumnya;
 Mengumpulkan serta menilai mutu data yang sudah tersedia;
· Para petani pemakai air sekarang dan di masa mendatang
· Topografi
· Curah hujan dan aliran sungai
· Pengukuran tanah
· Status tanah dan hak atas air
· Kebutuhan air tanaman dan kehilangan-kehilangan air
· Polatanam dan panenan
· Data-data geologi teknik untuk bangunan
· Biaya pelaksanaan
· Harga beli dan harga jual hasil-hasil pertanian
 Menentukan data-data lain yang diperlukan;
 Memperkirakan jumlah air rata-rata yang tersedia serta jumlah air di
musim kering;
 Menetapkan luas tanah yang cocok untuk irigasi;
 Memperkirakan kebutuhan air yang dipakai untuk keperluankeperluan
nonirigasi;
 Menunjukkan satu atau lebih pola tanam dan intensitas (seringnya) tanam
sesuai dengan air dan tanah irigasi yang tersedia, mungkin harus juga
dipertimbangkan potensi tadah hujan dan penyiangan; mempertimbangkan
pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai tujuan;
 Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi
 Membuat perencanaan garis besar untuk pekerjaan yang diperlukan;
memperkirakan biaya pekerjaan, pembebasan tanah dan eksploitasi;
 Memperkirakan keuntungan langsung maupun tak langsung serta dampak yang
ditimbulkannya terhadap lingkungan;
 Melakukan analisis ekonomi dan keuangan;
 Jika perlu, bandingkan ukuran-ukuran alternatif dari rencana yang sama,
atau satu dengan yang lain, bila perlu siapkan neraca air untuk
rencana-rencana alternatif, termasuk masing-masing sumber dan
kebutuhan, jadi pilihlah pengembangan yang optimum.
B. Tahap Perencanaan
1. Peta topografi
Program pemetaan dimulai dengan peninjauan cakupan, ketelitian
dan kecocokan peta-peta dan foto udara yang sudah ada. Lebih Ianjut
akan direncanakan pengukuran-pengukuran, pemotretan udara dan pemetaan
dengan ketentuan-ketentuan yang mendetail Biasanya akan dibuat sebuah
peta topografi baru yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi untuk
proyek-itu.
Peta topografi itu terutama akan digunakan dalam pembuatan tata
letak pendahuluan jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta
topografi dibuat dengan skala 1: 25.000 untuk tata letak umum, dan 1 :
5.000 untuk tata letak detail
Pemetaan topografi sebaiknya didasarkan pada foto udara terbaru,
dengan skala foto sekitar 1 : 10.000. Hal ini akan mempermudah
perubahan petapeta ortofoto atau mosaik yang dilengkapi dengan garis-
garis ketinggian yang memperlihatkan detail lengkap topografi
Seandainya tidak belum tersedia foto udara dan pembuatan foto udara
baru akan meminta terlalu banyak biaya, maka sebagai gantinya dapat
dibuat peta terestris yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi .
Bila foto udara tersebut dibuat khusus untuk proyek, maka
skalanya adalah sekitar 1:10.000, digunakan baik untuk taraf
perencanaan maupun studi kelayakan. Biasanya pembuatan peta untuk
proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih, didasarkan pada hasil
pemotretan udara.
2. Perencanaan pendahuluan
Tujuan yang akan dicapai oleh tahap perencanaan pendahuluan
adalah untuk menentukan lokasi dan ketinggian bangunan-bangunan utama,
saluran irigasi dan pembuang, dan luas daerah layanan yang kesemuanya
masih bersifat pendahuluan. Walaupun tahap ini masih
disebut perencanaan "pendahuluan", namun harus dimengerti bahwa
hasilnya harus diusahakan setepat mungkin.
Pekerjaan dan usaha yang teliti dalam tahap perencanaan
pendahuluan akan menghasilkan perencanaan detail yang bagus.
Hasil perencanaan pendahuluan yang jelek sering tidak diperbaiki
lagi dalam taraf perencanaan detail demi alasan-alasan praktis.
Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan-
keputusan mengenai:
 Lokasi bangunan-bangunan utama dan bangunan-bangunan silang utama. Tata
letak jaringan
 Perencanaan petak-petak tersier
 Pemilihan tipe-tipe bangunan
 Trase dan potongan memanjang saluran
 Pengusulan garis sempadan saluran pendahuluan
Perekayasa juga diwajibkan untuk mencek hasil-hasil pengukuran
topografi di lapangan. Pemeriksaan ini harus mencakup hasil pengukuran
trase dan elevasi saluran yang direncana. Elevasi harus dicek setiap
interval 400 m. Ketelitian peta garis-garis tinggi harus dicek.
Selain cek trase dan elevasi saluran pencekan lapangan harus
mencakup hasil-hasil pengukuran ulang ketinggian-ketinggian penting
yang dilakukan pada tarat perencanaan pendahuluan, misalnya bangunan
utama, bangunan-bangunan silang utama, beberapa benchmark, dan alat
pencatat otomatis tinggi muka air.
Perencanaan pendahuluan meliputi:
 Tata letak dengan skala 1: 25.000 dan presentasi detail dengan skala 1 :
5.000
 Potongan memanjang yang diukur di lapangan dengan perkiraan ukuran-
ukuran potongan melintang dari peta garis tinggi serta garis sempadan
saluran.
 Tipe-tipe bangunan
 Perencanaan bangunan utama
 Perencanaan bangunan-bangunan besar.
C. Taraf Perencanaan Akhir
a. Pengukuran dan penyelidikan
1. Pengukuran topografi
Pengukuran trase saluran dilakukan menyusul masuknya hasil-hasil
tahap perencanaan pendahuluan. Adalah penting bahwa untuk pengukuran
sipat datar trase saluran hanya dipakai satu basis (satu tinggi
benchmark acuan). Tahap ini telah selesai dan menghasilkan peta tata
letak dengan skala 1 : 5.000 di mana trase saluran diplot.
Ahli irigasi harus sudah menyelidiki trase ini sampai lingkup
tertentu dan sudah memahami ketentuan-ketentuan khusus pengukuran
(lihat pasal 3.3.1.b).
Pengukuran-pengukuran situasi juga dilaksanakan pada taraf ini yang
meliputi:
 Saluran-pembuang silang yang besar di mana topografi terlalu tidak
teratur untuk menentukan lokasi as saluran pada lokasi persilangan;
 - Lokasi bangunan-bangunan khusus.
Di sini ahli irigasi harus memberikan ketentuan-
ketentuan/spesifikasi dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
2. Penyelidikan Geologi Teknik
Informasi mengenai geologi teknik yang diperlukan untuk
perencanaan dikhususkan pada kondisi geologi, subbase (pondasi) daya
dukung tanah, kelulusan (permeabilitas) dan daerah-daerah yang mimgkin
dapat dijadikan lokasi sumber bahan timbunan.
Pada tahap studi penilaian pendahuluan mengenai karakteristik
geologi teknik dan geologi dibuat berdasarkan data-data yang ada dan
inspeksi penyelidikan lapangan. Penyelidikan detail dirumuskan segera
setelah rencana pendahuluan pekerjaan teknik diselesaikan.
Sering terjadi bahwa penyelidikan pondasi bangunan ini dilakukan
terbatas sampai pada bangunan utama saja jika perlu dengan cara
pemboran atau penyelidikan secara elektrik. Namun demikian, dalam
beberapa hal lokasi bangunan besar mungkin juga memerlukan
penyelidikan geologi teknik sehubungan dengan terdapatnya keadaan
subbase yang lemah. Penyelidikan saluran sering terbatas hanya sampai
pada tes-tes yang sederhana, misalnya pemboran tangan.Untuk saluran-
saluran pada galian atau timbunan tinggi dengan keadaan tanah yang
jelek, akan diperlukan penyelidikan-penyelidikan yang lebih terinci.
Ketentuan-ketentuan penyelidikan ini dan ruang lingkup
pengukurannya akan dirancang oleh ahli irigasi berkonsultasi dengan
ahli geologi dan ahli mekanika tanah yang bertanggung jawab atas
pelaksanaan penyelidikan tersebut.Analisis dan evaluasi datanya akan
dikerjakan oleh ahli geologi teknik dan hasilnya harus siap pakai
untuk perencanaan. Dari awal keikutsertaannya, ahli itu harus memiliki
pengetahuan yang jelas mengenai bangunan-bangunan yang direncanakan.
Akan tetapi, perencanaan akhir diputuskan oleh perencana.
Perlu diingat bahwa sebagian dari kegiatan-kegiatan penyelidikan
geologi teknik di atas, telah dilakukan untuk studi kelayakan proyek.
Biasanya data-data ini tidak cukup untuk perencanaan detail, khususnya
yang menyangkut pondasi bangunan-bangunan besar.
3. Penyelidikan hidrolis model
Untuk perencanaan jaringan irigasi penyelidikan model hidrolis
mungkin hanya diperlukan untuk bangunan-bangunan utama dan beberapa
bangunan besar di dalam jaringan itu. Pada umumnya penyelidikan dengan
model diperlukan apabila rumus teoritis dan empiris aliran tidak bisa
merumuskan pola aliran penggerusan lokal dan angkutan sedimen di
sungai. Selanjutnya penyelidikan hidrolis model akan membantu
menentukan bentuk hidrolis, bangunan utama dan pekerjaan sungai di
ruas sungai sebelahnya.
Perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan didasarkan pada
kriteria teoritis dan empiris. Apabila penyelidikan dengan model
memang diperlukan, maka ahli irigasi akan merumuskan program dan
ketentuan-ketentuan tes dan penyelidikan setelah berkonsultasi dahulu
dengan pihak laboratorium. Penyelidikan dengan model tersebut harus
menghasilkan petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai modifikasi terhadap
perencanaan pendahuluan. Perencanaan, akhir akan diputuskan oleh
perencana berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dengan model.
b. Perencanaan dan laporan akhir
Pembuatan perencanaan akhir merupakan tahap terakhir dalam
Perencanaan Jaringan lrigasi. Dalam tahap ini gambar-gambar tata
letak, saluran dan bangunan akan dibuat detail akhir. Tahap
perencanaan akhir akan disusul dengan perkiraan biaya, program dan
metode pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan.
Perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan yang
berisi semua data yang telah dijadikan dasar perencanaan tersebut
serta kriteria yang diterapkan, maupun gambar-gambar perencanaan dan
rincian volume dan biaya (bill of quantities). Laporan itu juga memuat
informasi mengenai urut-urutan pekerjaan pelaksanaan dan ekspoitasi
dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Perubahan trase saluran dan posisi bangunan irigasi dimungkinkan
karena pertimbangan topografi dan geoteknik untuk itu garis sempadan
saluran harus disesuaikan dengan perubahan tersebut.
BAB II
JARINGAN IRIGASI
A. Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi
1. Unsur dan tingkatan Jaringan
Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja
yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok untuk
dipraktekkan di sebagian besar pembangunan irigasi di Indonesia.
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur
fungsional pokok, yaitu:
 Bangunan-bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari sumbernya,
umumnya sungai atau waduk,
 Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak-
petak tersier,
 Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan
kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan
kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam
petak tersier;
 Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang
kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah.
2. lrigasi Sederhana
Di dalam irigasi sederhana, lihat gambar 1.1 pembagian air tidak
diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para
petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi
yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam
organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya
berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh
karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk
sistem pembagian airnya.
Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi
tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada
pemborosan air dan, karena pada umumnya jaringan ini terletak di
daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai
daerah rendah yang lebih subur.
3. Jaringan irigasi semiteknis
Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi
sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini
bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan
bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa
bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya
serupa dengan jaringan sederhana (lihat Gambar 1.2). Adalah mungkin
bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih
luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu
biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya
akan lebih rumit jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan
dari sungai, karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari
pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.
4. Jaringan irigasi teknis
Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah
pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal
ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja
sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung.
Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis.
Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas
keseluruhan yang idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan
tertentu masih bisa ditolerir sampai seluas 75 ha. Perlunya batasan
luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar pembagian
air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai
lokasi sawah terjauh.
Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier
dengan luasan lebih dari 75 ha antara lain:
 dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering
tidak terpenuhi.
 kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering
terjadi pencurian air,
 banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang
tidak terkelola dengan baik.
Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah
organisasi setingkat P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam
melaksanakan operasi dan pemeliharaan. Petak tersier menerima air di
suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan
pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi.
Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada para
petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah.
Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang
tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang
primer.
Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran
aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien.
Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja
dari jaringan (pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan
yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan
pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap
petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa.
Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak
akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama.
Dalam hal-hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi saluran
irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki
keuntungan tersendiri, dan kelemahan-kelemahannya juga amat serius
sehingga sistem ini pada umumnya tidak akan diterapkan.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam
ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan
saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek
dengan kapasitas yang lebih kecil.
Kelemahan-kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam
ini lebih sulit diatur dan dioperasikan sering banjir, lebih cepat
rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan-
bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat
seperti bendung dan relatif mahal.
BAB III
BANGUNAN IRIGASI
A. BANGUNAN BAGI DAN SADAP
1. Bangunan Bagi
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka
akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang
dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai
saluran.
2. Bangunan Pengatur
Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat-tempat
di mana terletak bangunan sadap dan bagi. Tabel 4.1 memberikan
perbandingan bangunan-bangunan pengatur muka air.
Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya
harus kecil (misal di kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan
pengatur harus direncana sedemikian rupa sehingga tidak banyak
rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Di saluran-saluran sekunder
dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan hambatan, bangunan
pengatur dapat direncana tanpa menggunakan pertimbangan-pertimbangan
di atas. Satu aspek penting dalam perencanaan bangunan adalah
kepekaannya terhadap variasi muka air. Kadang – kadang lebih
menguntungkan dengan menggabung beberapa tipe bangunan utama : mercu
tetap dengan pintu aliran bawah atau skot balok dengan pintu.
Kombinasi ini terutama antara bangunan yang mudah dioperasikan dengan
tipe yang tak mudah atau sulit dioperasikan. Oleh sebab itu, mercu
tetap kadang – kadang dikombinasi dengan salah satu dari bangunan –
bangunan pengatur lainnya, misalnya sebuah pintu dapat dipasang di
sebelah mercu tetap. Khususnya bangunan – bangunan yang dibuat di
saluran yang tinggi energinya harus dijaga agar tetap kecil, sebaiknya
direncana tanpa mercu. Dengan demikian, sedimen bisa lewat tanpa
hambatan dan kehilangan tinggi energi minimal. Lebar bangunan pengatur
berkaitan dengan kehilangan tinggi energi yang diizinkan serta biaya
pelaksanaan : bangunan yang lebar menyebabkan sedikit kehilangan
tinggi energi dibanding bangunan yang sempit, tetapi bangunan yang
lebar lebih mahal (diperlukan lebih Kriteria Perencanaan – Bangunan
banyak pintu). Untuk saluran primer garis tinggi, kehilangan tinggi
energi harus tetap kecil : 5 sampai 10 cm. Akibatnya bangunan pengatur
di saluran primer lebar. Saluran sekunder biasanya tegak lurus
terhadap garis – garis kontur dan oleh sebab itu, kehilangan tinggi
energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih sempit. Guna
mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah
penggerusan, disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur
sampai kurang lebih 1,5 m/dt.
Dalam merencanakan bangunan pengatur, kita hendaknya selalu
menyadari kemungkinan terjadinya keadaan darurat seperti debit penuh
sementara pintu – pintu tertutup.
3. Bangunan Sadap
a. Bangunan Sadap Sekunder
Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan
oleh sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas
bangunan – bangunan sadap ini secara umum lebih besar daripada 0,250
m3/dt.
Ada empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap
sekunder, yakni :
 Alat ukur Romijn
 Alat ukur Crump-de Gruyter
 Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar
 Pintu aliran bawah dengan alat ukur Flume
Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran
sekunder yang akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi
yang di-izinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai
hingga debit sebesar 2 m3/dt ; dalam hal ini dua atau tiga pintu
Romijn dipasang bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar,
harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang
terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat
ukur Crump-de Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini
dapat direncana dengan pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit
sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap pintu.
b. Bangunan Sadap Tersier
Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak
tersier. Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt sampai
250 l/dt Bangunan sadap yang paling cocok adalah alat ukur Romijn,
jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan
tinggi energi merupakan masalah.
Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan
muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur
Crump-de Gruyter. Harga antara debit Qrnaks/Qmin untuk alat ukur
Crump-de Gruyter lebih kecil daripada harga antara debit untuk pintu
Romijn.
Di saluran irigasi yang harus tetap rnemberikan air selama debit
sangat rendah, alat ukur Crump-de Gruyter lebih cocok karena elevasi
pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilan pintu Romijn.
Sebagai aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier
sekaligus di satu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan satu
tipe bangunan akan lebih mempermudah pengoperasiannya. Untuk bangunan
sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar, di
mana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang
diperlukan di petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit
rendah disaluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa
sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum
melalui pipa sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran
primer dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit
terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila tersedia air di
saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak
tersebut.
c. Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional
Pada daerah irigasi yang letaknya cukup terpencil, masalah
pengoperasian pintu sadap bukan masalah yang sederhana, semakin sering
jadwal pengoperasian semakin sering juga pintu tidak dioperasikan.
Artinya penjaga pintu sering tidak mengoperasikan pintu sesuai jadwal
yang seharusnya dilakukan. Menyadari keadaan seperti ini untuk
mengatasi hal tersebut ada pemikiran menerapkan pembagian air secara
proporsional. Sistem proporsional ini tidak memerlukan pintu pengatur,
pembagi, dan pengukur.
Sistem ini memerlukan persyaratan khusus, yaitu :
 Elevasi ambang ke semua arah harus sama
 Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama
 Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi
Syarat aplikasi sistem ini adalah :
 melayani tanaman yang sama jenisnya (monokultur)
 jadwal tanam serentak
 ketersediaan air cukup memadai
Sehingga sistem proporsional tidak dapat diaplikasikan pada
sistem irigasi di Indonesia pada umumnya, mengingat syarat-syarat
tersebut di atas sulit terpenuhi.
Menyadari kelemahan-kelemahan dalam sistem proporsional dan
sistem diatur (konvensional), maka dibuat alternatif bangunan bagi dan
sadap dengan kombinasi kedua sistem tersebut yang kita sebut dengan
sistem kombinasi. Bangunan ini dapat berfungsi ganda yaitu melayani
sistem konvensional maupun sistem proporsional. Dalam implementasi
pembagian air diutamakan menerapkan sistem konvensional. Namun dalam
kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk mengoperasikan pintu-
pintu tersebut, maka diterapkan sistem proporsional.
- Berdasarkan elevasi sawah tertinggi dari lokasi bangunan-bangunan
sadap tersebut ditentukan elevasi muka air di hulu pintu sadap.
- Elevasi ambang setiap bangunan sadap adalah sama, yaitu sama dengan
elevasi ambang dari petak tersier yang mempunyai elevasi sawah
tertinggi.
4. Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap
a. Bentuk Menyamping
Posisi bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada
disamping kiri atau kanan saluran dengan arah aliran ke petak tersier
atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus (pada umumnya) sampai 45o.
Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah lurus menjadi
lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika diterapkan
sistem proporsional kurang akurat. Sedangkan kelebihannya peletakan
bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung
diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan.
b. Bentuk Numbak
Bentuk Numbak meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier
dan bangunan pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya
searah.
Bentuk seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran
untuk setiap bangunan adalah sama. Sehingga bentuk ini sangat cocok
diterapkan untuk sistem proporsional. Tetapi bentuk ini mempunyai
kelemahan memerlukan areal yang luas, semakin banyak bangunan sadapnya
semakin luas areal yang diperlukan.
B. BANGUNAN – BANGUNAN PELENGKAP
1. Tanggul
a. Kegunaan
Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang
disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Biaya pembuatan
tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan
tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi
dan penduduk yang tinggal di daerah – daerah ini, maka kekuatan dan
keamanan tanggul harus benar – benar diselidiki dan direncana sebaik –
baiknya.
b. Bahan
Biasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat
atau sejajar dengan garis tanggul. Apabila galian dibuat sejajar
dengan lokasi tanggul, maka penyelidikan untuk pondasi dan daerah
galian dapat dilakukan sekaligus. Untuk tanggul – tanggul tertentu,
mungkin perlu membuka daerah sumber bahan timbunan khusus di luar
lapangan dan mengangkutnya ke lokasi. Jika kondisi tanah tidak stabil
mungkin akan lebih ekonomis untuk memindahkan lokasi tanggul daripada
menerapkan metode pelaksanaan yang mahal.
The Unified Soil Classification System (Lihat KP – 06 Parameter
Bangunan) memberikan sistem yang sangat bermanfaat untuk menentukan
klasifikasi tanah yang perlu diketahui dalam pelaksanaan tanggul dan
pondasi.
c. Debit Perencanaan
Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada
tinggi banjir dengan periode ulang 5 sampai 25 tahun ( Q 5 tahunan
untuk hutan tapi untuk melindungi perkotaan Q 25 tahunan ).
Periode ulang tersebut (5 - 25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan
jumlah penduduk yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta
pada nilai ekonomis tanah dan semua prasarananya. Biasanya di sebelah
hulu bangunan utama tidak akan dibuat tanggul sungai untuk melindungi
lahan dari genangan banjir.
d. Trase
Tanggul di sepanjang sungai sebaiknya direncana pada trase pada
jarak yang tepat dari dasar air rendah. Bila hal ini tidak mungkin,
maka harus dibuat lindungan terhadap erosi di sepanjang tanggul.
Adalah perlu untuk membuat penyelidikan pendahuluan mengenai
lokasi tanggul gunamenentukan :
1. Perkiraan muka air banjir (tinggi dan lamanya)
2. Elevasi tanah yang akan dilindungi
3. Hak milik yang dilibatkan
4. Masalah – masalah fisik yang sangat mungkin dijumpai, terutama kondisi
tanah karena ini erat hubungannya dengan kebutuhan pondasi dan galian
timbunan.
5. Tata guna tanah dan peningkatan tanah pertanian guna menilai arti
penting daerah yang akan dilindungi dari segi ekonomi
e. Tinggi Jagaan
Tinggi rencana tanggul (Hd) akan merupakan jumlah tinggi muka air
rencana (H) dan tinggi jagaan (Hf). Ketinggian yang dibuat itu termasuk
longgaran untuk kemungkinan penurunan (Hs), yang akan bergantung kepada
pondasi serta bahan yang dipakai dalam pelaksanaan. Tinggi muka air
rencana yang sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air.
Tinggi jagaan (Hf) merupakan longgaran yang ditambahkan untuk
tinggi muka air yang diambil,termasuk atau tidak termasuk tinggi
gelombang.
f. Lebar Atas
Untuk tanggul tanah yang direncana guna mengontrol kedalaman air
≤ 1,50 m, lebar atas minimum tanggul dapat diambil 1,50 m. Jika
kedalaman air yang akan dikontrol lebih dari 1,50 m, maka lebar atas
minimum sebaiknya diambil 3,0 m. Lebar atas diambil sekurang –
kurangnya 3,0 m jika tanggul dipakai untuk jalur pemeliharaan.
g. Kemiringan talut
Jika pondasi tanggul terdiri dari lapisan – lapisan lulus air
atau lapisan yang rawan terhadapbahaya erosi.
h. Stabilitas Tanggul
Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m harus dicek
stabilitasnya dengan metode stabilitas tanggul yang dianggap sesuai.
Bagian atas dasar yang diperlebar sebaiknya tidak kurang dari 0,30 m
di atas elevasi asli tanah serta kemiringannya harus cukup agar air
dapat melimpas dari tanggul. Kemiringan timbunan tambahan tidak boleh
lebih curam dari kemiringan asli tanggul.
Untuk tanggul dengan kedalaman air rencana (H pada Gambar 9.1)
lebih dari 1,50 m, maka tempat galian bahan harus cukup jauh dari
tanggul agar stabilitasnya dapat dijamin. Garis yang ditarik dari
garis air rencana pada permukaan tanggul melalui pangkal asli tanggul
(kalau diperlebar) sebaiknya lewat dari bawah potongan melintang
galian bahan. Lihat Gambar 9.1.
Jika tanggul mempunyai lebar atas yang kecil/ sempit, maka bahu
(berm) bagian tambahan harus cukup lebar guna mengakomodasi jalur
pemeliharaan selama muka air mencapai ketinggian kritis. Fasilitas ini
harus disediakan di semua potongan jika bagian atas tanggul tidak
dipakai sebagai jalur pemeliharaan. Galian bahan yang ada disepanjang
tepi air harus dibuat dengan interval tertentu guna memperlambat
kecepatan air yang mengalir di sepanjang pangkal timbunan. Galian
semacam ini juga berfungsi sebagai tempat menyeberangkan alat – alat
pemeliharaan selama muka air rendah. Intervalnya tidak lebih dari 400
m dan lebar minimum 10 m.
i. Pembuang
Fasilitas pembuang harus disediakan untuk tanggul yang harus
menahan air untuk jangka waktu yang lama (tanggul banjir biasanya
tidak diberi pembuang).
Pembuang terdiri dari :
i) Parit dipangkal tanggul
ii) Saringan pemberat (reverse filter), baik yang direncanakan sebagai
pembuang pangkal.
j. Lindungan
Lindungan lereng terhadap erosi oleh aliran air, baik yang berasal dari
hujan maupun sungai, bisa berupa tipe – tipe berikut :
- Rumput
- Pasangan batu kosong
- Pasangan (lining)
- Bronjong
Rumput pelindung yang memadai hendaknya diberikan pada permukaan
– permukaan tanggul untuk melindunginya dari bahaya erosi akibat
limpasan air hujan pada tanggul. Sedangkan jenis – jenis lindungan
lainnya dipakai untuk lindungan terdapat aliran air di
sungai atau saluran. Karena ketiga jenis yang lain ini cukup mahal,
mereka hanya digunakan untuk bentang pendek.
2. Fasilitas Eksploitasi
a. Komunikasi
1. Jaringan jalan
Untuk keperluan – keperluan ekspoitasi dan pemeliharaan (E&P),
jaringan jalan harusdibangun di sepanjang urat nadi jaringan irigasi,
yaitu saluran primer dan sekunder. Selain itu untuk keperluan
pengangkutan hasil panen serta untuk jalan masuk alat pertanian
seperti traktor, maka perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan
tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani
setempat dan dengan persetujuan petani setempat pula, karena banyak
ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak atau tidak ada sama
sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat,
terutama untuk petak sawah yang paling ujung. Jalan juga harus
dibangun di sepanjang saluran – saluran pembuang yang besar dan diatas
tanggul – tanggul banjir. Konstruksi jalan – jalan tersebut harus
dibangun memadai agar dapat memenuhi kebutuhan keluar – masuknya staf
E&P di daerah proyek, khususnya selama musim hujan.
Bangunan – bangunan penting harus mudah dicapai sewaktu turun
hujan lebat. Jika kurang berfungsi maka bangunan – bangunan itu akan
membahayakan keselamatan proyek dan penduduk yang bermukim di daerah
itu.
Kriteria bangunan untuk jalan telah dibahas dalam Bab 8. Dalam
hubungan ini, perencana jaringan jalan perlu memikirkan sarana
angkutan yang dipakai oleh Staf E&P dan para pengguna lain jaringan
ini. Berdasarkan kategori sarana angkutan/transpor dan perkiraan
volume lalu lintas, perencana akan menentukan kelas jalan dan
parameter – parameter bangunannya.
2. Jaringan radio dan telepon
Jaringan komunikasi telepon dan radio sama pentingnya dalam
kegiatan eksploitasi jaringan irigasi. Kedua jaringan, jalan dan
telepon/ radio, harus diinstalasi dan saling melengkapi satu sama
lain.
Jaringan telepon dan radio mempunyai kelebihan – kelebihan dan
kelemahan – kelemahannya masing – masing. Beberapa diantaranya :
 Pemasangan jaringan telepon lebih mahal, tetapi di daerah – daerah yang
lebih berkembang, perangkat kerasnya (misalnya tiang telepon) sudah
ada
 Jaringan telepon dapat dihubungkan ke jaringan umum; ini memungkinkan
untuk - Saluran telepon mudah rusak, khususnya selama hujan badai,
justru sewaktu sarana ini paling dibutuhkan
 Sambungan radio murah pemasangannya
 Persediaan tenaga (kebanyakan digunakan batere) tidak bisa diandalkan
jika sistem penyediaan tenaga umum tidak ada
 Jarak yang bisa diliput oleh pemancar radio terbatas akibat jangkauan
gelombang radio yang terbatas (biasanya FM)
Karena alasan – alasan diatas, maka cara pemecahan yang
dianjurkan adalah membuat suatu sistem komunikasi yang merupakan
kombinasi antara sambungan telepon dan radio pemancar/ penerima.
b. Kantor dan Perumahan Staf
Perumahan harus disediakan untuk staf lapangan, seperti misalnya
Juru Pengairan, Mantri Pengairan dan Pengamat. Para petugas lapangan
bermukim di lapangan dekat dengan daerah kerja mereka atau dengan
bangunan yang menjadi tanggung jawabnya.
Rumah – rumah ini digolong – golongkan menurut pangkat pegawai
(dalam meter persegi). Biasanya rumah – rumah ini mempunyai luas
lantai 36 m2 (juru pengairan), 50 m2 (pengamat pengairan) atau 70
m2 (kepala seksi pengairan). Pengamat memerlukan sebuah kantor kecil (≈
36 m2) yang biasanya merupakan salah satu bagian dari rumahnya.
Standar untuk rumah – rumah ini diberikan oleh Direktorat
Jenderal Cipta Karya bekerja sama dengan para pejabat setempat seperti
Dinas Pekerjaan umum dan Direktorat Tata Bangunan.
Luas lantai untuk kantor – kantor Kepala Seksi juga distandarisasi di
tiap – tiap propinsi.
c. Sanggar Tani
Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan
antara petani dan petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian
permasalahan yang terjadi di lapangan. Pembangunannya disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat serta letaknya di setiap
bangunan sadap/offtake tersier dan bangunan bagi sekunder.
Disarankan pada offtake tersier berukuran 3 x 3 m2 sedangkan di
bangunan bagi berukuran 3 x 4 m2, sedangkan konstruksinya bangunan
beratap tanpa dinding.
d. Patok Hektometer
Untuk mempermudah identifikasi dan orientasi di lapangan, patok –
patok hektometer harus ditempatkan di sepanjang saluran primer dan
sekunder dan disepanjang tanggul. Patok – patok ini akan menunjukkan
(singkatan) nama saluran irigasi dan pembuang dari awal saluran atau
tanggul dalam hektometer (100 m), dan singkatan nama saluran.
e. Patok Sempadan
Setelah proses pembebasan tanah selesai dilaksanakan,
ditindaklanjuti pemasangan patok tetap sepanjang garis sempadan dengan
jarak maksimal 100 m pada saluran relatif lurus, maksimal setiap 25 m
pada tikungan saluran atau lebih rapat sesuai dengan garis lingkar
tikungan. Setiap patok ditetapkan koordinatnya, dipetakan, dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Ukuran patok 20 x 20 cm, tinggi 1,6 m (1,60 m beton cor 1: 2 : 3
dan 1,10 m ditanam 0,50 m dicat kuning) sesuai Permen PU no
22/PRT/M/2006 tentang Pengamanan dan Perkuatan Hak atas Tanah
Departemen PU.
f. Pelat Nama
Pelat nama untuk saluran dan bangunan berfungsi untuk mempermudah
identifikasi. Pelat – pelat tersebut harus menunjukkan nama saluran
dan daerah yang diairi dalam ha. Pelat– pelat itu ditempatkan di awal
saluran pada lereng dalam. Pelat nama untuk setiap bangunan harus
dipasang di tempat yang benar pada bangunan tersebut. Untuk setiap
pintu yang merupakan bagian dari bangunan bagi, namanya harus
ditunjukkan dengan baja atau pada skala liter (untuk alat ukur
Romijn).
g. Papan Pasten
Papan pasten dipasang di setiap bangunan sadap atau bagi. Ukuran
dan tulisan pada papan pasten distandarisasi (lihat Standar Bangunan
Irigasi BI – 02). Juru pintu akan mengisi papan–papan ini secara
teratur dengan data–data sebenarnya mengenai setelah pintu dan besar
debit. Pentani dapat membaca dan mencek apakah pembagian air ditangani
sebagaimana mestinya.
Papan pasten juga menunjukkan berbagai daerah dengan tanamannya
serta tahap pertumbuhan tanaman – tanaman tersebut.
h. Papan duga Muka Air
Papan duga untuk membaca tinggi muka air di saluran terbuat dari
pelat baja yang dilapisi bahan logam enamel. Warna – warna yang
digunakan adalah putih untuk alas dan biru untuk huruf dan angka.
Papan duga mempunyai ukuran – ukuran yang diberikan pada Standar
Bangunan Irigasi, BI – 02. Penempatan papan duga bergantung pada
pemanfaatan papan tersebut. Untuk bangunan – bangunan utama atau
sungai papan ini dipasang dengan ketinggian nol pada mercu bendung
atau pada evaluasi yang tepat sesuai dengan ketinggian titik nol yang
dipakai. Papan duga untuk alat ukur Romijn hanya memberikan tinggi
muka air relatif saja dan pembacaan yang sama disaluran dan pada skala
cm pada kerangka bangunan.
Untuk alat ukur Crump-de Gruyter tinggi titik nol papan duga
harus sesuai dengan tinggi ambang pintu itu yang menunjukkan kedalam
air diatas ambang.
Papan duga yang dipasang pada bangunan dan dipakai untuk menyetel
pintu (dan debit) dibuat dari aluminium dengan garis–garis dan huruf–
huruf yang digoreskan. Penggunaan baja berlapis enamel untuk papan–
papan duga ini tidak dianjurkan karena mudah rusak dan tidak terbaca.
i. Pintu
Pintu bangunan di saluran biasanya dibuat dari baja. Dalam
Standar Bangunan Irigasi (BI – 02) diberikan detail–detail lengkap
mengenai ukuran dan tipe standar pintu. Ketiga tipe pintu standar
adalah :
- Pintu gerak Romijn
- Pintu Crump – de Gruyter
- Pintu Sorong
Pintu–pintu lain diberikan seperti pada Tipe Bangunan Irigasi, BI –
01.
Pintu–pintu sorong dengan bukaan lebar biasanya dibuat dari kayu
yang lebih murah untuk ukuran ini. Untuk pintu–pintu yang besar atau
kompleks pintu biasanya dibuat rumah pintu untuk tenaga eksploitasi
agar terlindung dari keadaan cuaca. Pintu–pintu radial bisa mempunyai
keuntungan–keuntungan ekonomis bila bangunan di mana pintu ini
dipasang dibuat dari beton. Pada bangunan – bangunan dari pasangan
batu, gaya–gaya harisontal pada as menimbulkan masalah–masalah
konstruksi. Pintu keluar (outlet) pembuang adalah tipe pintu khusus
karena harus dapat menghalangi air yang telah dibuang agar tidak
mengalir kembali ke daerah semula jika muka air di luar lebih tinggi
dari muka air di dalam pembuang. Keadaan ini dapat terjadi pada
pembuang ke sungai, pada waktu sungai banjir atau pada pembuang ke
laut yang dipengaruhi oleh pasang–surutnya air laut.
j. AWLR
Mengingat semakin meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk
berbagai keperluan serta kecenderungan menurunnya kontinuitas
ketersediaan air. Maka perlu dilakukan penghematan atau efisiensi
pemanfaatan air untuk irigasi yang merupakan pemanfaatan air yang
paling besar.
Dengan mempertimbangkan pemikiran diatas maka pada setiap daerah
irigasi perlu dipasang alat pengukur debit air secara kontinyu. Untuk
itu pada awal saluran induk perlu dipasang Automatic Water Level
Recorder (AWLR). AWLR adalah alat perekam tinggi muka air secara
kontinyu, dengan menggunakan rating curve yang sesuai akan dengan
mudah diketahui debit serta volume dari air yang melewati alat ini.
AWLR hanya dipasang pada daerah irigasi yang mempunya areal lebih
besar atau sama dengan 1000 ha, dan dipasang di saluran induk setelah
air masuk pintu intake dan melewati kantong lumpur (jika direncanakan
dengan kantong lumpur).
Type AWLR terdiri dari 2 type, yaitu type pencatatan grafik dan
type pencatatan digital.
Type pencatatan digital lebih praktis karena pencatatan sudah
langsung berupa besaran numerik, namun harganya lebih mahal dari AWLR
type pencatatan grafis.
Adapun pertimbangan pemilihan lokasi pemasangan AWLR adalah sebagai
berikut:
1. Saluran harus merupakan saluran pasangan beton, supaya aliran air
tidak bergelombang.
2. Jarak dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan dengan
kantong lumpur) atau dari pintu intake adalah 50 m.
3. Saluran harus lurus mulai dari pintu outlet kantong lumpur (jika
direncanakan dengan kantong lumpur) atau dari pintu intake sampai 50 m
di downstream stasiun AWLR.
4. Bangunan – bangunan Lain
a. Peralatan Pengaman
Para perencana harus menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh
bangunan yang direncana terhadap keamanan umum, terutama anak–anak.
Peralatan pengaman dimasukkan untuk mencegah orang atau ternak masuk
ke saluran, atau membantu keluar orang–orang yang dengan atau tidak
masuk ke dalam saluran. Peralatan pengaman yang dapat dipakai adalah
pagar, pegangan/sandaran, tanda bahaya, kisi–kisi penyaring, tangga
dan penghalang di depan lubang masuk pipa. Karena peralatan pengaman
mahal harganya, maka harus benar–benar diselidiki apakah alat–alat itu
memang perlu dipasang.
Paling tidak lubang masuk sipon dan bangunan–bangunan dengan aliran
air yang cepat harus diberi perlindungan. Pagar atau instalasi kisi –
kisi penyaring dimuka lebih disukai untuk bangunan–bangunan ini,
tetapi tali pengamanan di depan lubang masuk dan tangga pada talut
kadang–kadang lebih cocok.
b. Tempat Cuci
Tempat cuci yang berupa tangga pada tanggul saluran akan
memungkinkan penduduk yang tinggal di daerah dekat saluran untuk
mencapai air saluran. Dengan menyediakan tempat–tempat cuci berarti
mencegah penduduk agar mereka tidak membuat fasilitas – fasilitas itu
sendiri dengan cara merusak atau menghalangi saluran.
Standar Perencanaan tangga cuci diberikan dalam Standar Bangunan
Irigasi, BI – 02.
c. Kolam mandi ternak
Memandikan ternak (kerbau) di saluran merupakan penyebab utama
semakin rusaknya tanggul saluran di berbagai daerah. Agar ternak tidak
masuk saluran, dibuatlah tempat mandi khusus untuk ternak. Jika
tersedia tempat, kolam ini akan dibuat diluar saluran tetapi diberi
air dari saluran dengan pipa. Kalau tidak cukup tersedia tempat di
luar saluran, kolam mandi ternak dapat dibuat sebagai bagian dari
saluran yang diperlebar dan diberi lindungan. Satu kolam mandi ternak
untuk satu desa akan cukup. Kolam–kolam ini yang dibangun di sepanjang
atau di dalam saluran irigasi, hanya diperlukan jika tak tersedia
kolam mandi ditempat–tempat lain, misal di saluran pembuang atau
sungai.
5. Pencegahan Rembesan
a. Dinding Halang
Dinding–dinding (cut-off wall) yang dibuat tegak lurus terhadap
bangunan merupakan lindungan yang efektif terhadap rembesan. Dalam
teori angka rembesan Lane, dinding vertikal diambil/ dihitung penuh,
sedangkan bidang horisontal hanya diambil 1/3 dari panjangnya.
Dinding halang ditempatkan di bawah dan di kedua sisi bangunan yang
mungkin harus menanggulangi beda tinggi energi yang besar, seperti :
bangunan terjun, bangunan pengatur dan pintu. Bangunan seperti pipa
gorong–gorong dan pipa sipon sangat memerlukan dinding halang di
sekitar pipa untuk mencegah terjadinya rembesan di sepanjang pipa
bagian luar. Dinding halang bisa dibuat tipis karena dinding ini tidak
terkena gaya apa pun kecuali menahan beratnya sendiri.
Pada bangunan pengatur, tepat terbaik untuk dinding halang adalah di
lokasi yang sama dengan lokasi pintu.
b. Koperan
Koperan dibuat di ujung lapis (lining) keras saluran atau
bangunan. Koperan mempunyai dua fungsi :
- Lindungan terhadap erosi
- Lindungan terhadap aliran rembesan yang terkonsentrasi
Koperan dibuat pada kedalaman minimum 0,60 m
c. Filter
Filter diperlukan untuk mencegah kehilangan bahan akibat aliran
air. Filter dapat dibuat dengan
(1) campuran pasir dan kerikil yang bergradasi baik,
(2) dengan kain sintetis atau filter alamiah (ijuk) atau
(3) kombinasi keduanya.
d. Lubang Pembuang
Lubang–lubang pembuang dapat dibuat untuk membebaskan tekanan air
di belakang dindidng (penahan) dan di bawah lantai. Gambar 9.11
menunjukkan sebuah tipe lubang pembuang. Lubang pembuang sebaiknya
dipertimbangkan dalam perhitungan perencanaan, karena kapasitasnya
untuk membebaskan tekanan bergantung kepada banyak parameter yang
belum diketahui dan sangat lokal sifatnya.
e. Alur Pembuang
Alur pembuang berfungsi seperti lubang pembuang. Kalau lubang
pembuang ini berupa titik lubang pembebas tekanan, maka alur pembuang
lebih panjang lagi. Kebanyakan alur pembuang dibuat di ujung lantai
kolam olak atau dipangkal dinding panahan. Kadang–kadang dibuat alur–
alur pembuang pangkal khusus pada sisi kering suatu tanggul (lihat
pasal 9.18).
BAB IV
SALURAN IRIGASI
A. SALURAN TANAH TANPA PASANGAN
1. Perencanaan Saluran yang Stabil
Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium
tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan
ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya
pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah. Erosi dan sedimentasi
di setiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang
tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap. Sedimentasi (pengendapan) di
dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya
berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari
jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan
sedimen per satuan debit (kapasitas angakutan sedimen relatif) tetap
sama atau sedikit lebih besar.
Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung
partikel . partikel lempung dan lanau melayang saja (lempung dan lanau
dengan d < 0,088 mm). Partikel-partikel yang lebih besar, kalau
terdapat di dalam air irigasi, akan tertangkap di kantong lumpur di
bangunan utama. Kantong lumpur harus dibuat jika jumlah sedimen yang
masuk ke dalam jaringan saluran dalam setahun yang tidak terangkut ke
sawah Kriteria Perencanaan - Saluran (partikel yang lebih besar dari
0,088 mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan
saluran. Jadi, volume sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar
dasar saluran kali panjang total saluran. Gaya erosi diukur dengan
gaya geser yang ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng saluran.
Untuk mencegah terjadinya erosi pada potongan melintang gaya geser ini
harus tetap di bawah batas kritis.
2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan
Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan
sedimen melalui jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan sedimen
mempengaruhi perencanaan.
3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah
Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum
dijumpai dalam pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan
irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan
sedimen.Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam
perencanaan saluran primer. Saluran ini sering direncana sebagai
saluran garis tinggi dengan kemiringan dasar yang terbatas. Saluran
sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti punggung
sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian kapasitas
angkut sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa
menjadi faktor pembatas.
a. Rumus Aliran
Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap,
dan untuk itu diterapkan rumus Strickler.
V = K R 2/3 I
= A
A = ( b + m h ) h
P = ( b + 2 h 1 + m2 )
Q = V x A
b = n x h
Dimana :
Q = debit saluran, m3/dt
v = kecepatan aliran, m/dt
A = potongan melintang aliran, m2
R = jari . jari hidrolis, m
P = keliling basah, m
b = lebar dasar, m
h = tinggi air, m
I = kemiringan energi (kemiringan saluran)
k = koefisien kekasaran Stickler, m1/3/dt
m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal)
b. Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien kekasaran bergantung kepada faktor . faktor berikut :
- Kekasaran permukaan saluran
- Ketidakteraturan permukaan saluran
- Trase
- Vegetasi (tetumbuhan), dan
- Sedimen
Bentuk dan besar/ kecilnya partikel di permukaan saluran
merupakan ukuran kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya
merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total.
Pada saluran irigasi, ketidak teraturan permukaan yang menyebabkan
perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai
pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran daripada
kekasaran permukaan. Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan
saluran akan memperbesar koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini
dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau
karena erosi pada talut saluran. Terjadinya riak-riak di dasar saluran
akibat interaksi aliran di perbatasannya juga berpengaruh terhadap
kekasaran saluran. Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas
panjang dan kerapatan vegetasi adalah faktor-faktor yang menentukan.
Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran sangat membatasi
pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk harga-harga k
yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran. Pengaruh trase
saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena dalam
perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari
besar. Pengaruh faktor-faktor di atas terhadap koefisien kekasaran
saluran akan bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidak teraturan pada
permukaan akan menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan Kriteria
Perencanaan – Saluran melintang di saluran yang besar daripada di
saluran kecil.
b. Sedimentasi
Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang
tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum
yang diizinkan (0.088 mm).Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang
diketahui mengenai hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen
yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut sedimen,
aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan
sedimen per satuan debit masing ruas saluran di sebelah hilir setidak-
tidaknya konstan.Dengan berdasarkan rumus angkutan sedimen Einstein-
Brown dan Englund Hansen, maka Karena rumus-rumus ini dihubungkan
dengan saluran yang relatif lebar, dianjurkan agar harga I¡îh
bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang
ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan kriteria
bahwa I¡îR adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada
penggal saluran sebelah hulu bangunan pengeluar sedimen (sediment
excluder). Jika diikuti kriteria I¡îR konstan, sedimentasi terutama
akan terjadi pada ruas hulu jaringan saluran. Biasanya jaringan
saluran akan direncana dilengkapi dengan kantong lumpur atau excluder
(bangunan penangkap sedimen kasar yang mengalir didasar saluran ) yang
dibangun dekat dengan bangunan pengambilan di sungai. Jika semua
persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga I¡îR
untuk jaringan saluran hilir.
c. Erosi
Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata-
rata) maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran.
Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil
Conservation Service (USDA - SCS, Design of Open Channels, 1977) dan
hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti klasifikasi tanah
(Unified System), indeks plastisitas dan angka pori.
4. Geometri
Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin,
potongan melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang
terbaik.
Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan
saluran tanah berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan
potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit. Hanya pada saluran
dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt saja yang potongan
melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan
debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan
perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih.
Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu,
sebab jika tidak, kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan
maksimum yang diizinkan. Lebih-lebih lagi, saluran yang lebih lebar
mempunyai variasi muka air sedikit saja dengan debit yang berubah-
ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek
erosi atau pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius
terhadap kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas,
kestabilan talut dapat diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm)
tambahan. Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah
persyaratan pembebasan tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan
dengan demikian biaya pelaksanaannya secara umum lebih mahal. Untuk
tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus
dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat
setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemirinan luar, bahu
tanggul (jika perlu) harus terletak di tengah-tengah antara bagian
atas dan pangkal tanggul.
5. Lengkung Saluran
Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada:
- Ukuran dan kapasitas saluran
- Jenis tanah
- Kecepatan aliran.
Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil
sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana.
Panjang pasangan harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada
tikungan saluran.
Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus
seperti berikut
- 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6
m3/dt), dan sampai dengan
- 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (>
10 m3/dt).
6. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan bergunan untuk :
- Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum
- Mencegah kerusakan tanggu saluran
Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana
bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir,
variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka
air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam
saluran.
7. Lebar Tanggul
Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar
bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar
makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah
5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3,0
meter.
8. Garis Sempadan Saluran
Penetapan garis sempadan jaringan irigasi ditujukan untuk menjaga
agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang
berkembang disekitarnya.
Prinsip dasar penentuan garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh
ruang keamanan saluran irigasi sehingga aktivitas yang berkembang
diluar garis tersebut tidak mempengaruhi kestabilan saluran, yang
ditunjukkan oleh batas daerah gelincir. Pada saluran bertanggul, batas
gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai sebagai bahan badan
tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan kemiringan tanggul.
Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli,
kemiringan galian dan tinggi galian.
Pada kasus dimana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari
galian tanah disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak
diluar garis sempadan saluran.
1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul
- Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum
dalam Gambar 3.6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di
kanan dan kiri saluran irigasi.
- Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman
saluran irigasi
- Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu
meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter.
2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul
3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing
a. diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng di atas
saluran
b. diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di bawah
saluran
4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi
- Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya
diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan
garis sempadan saluran pembuang irigasi bertanggul diukur dari sisi
luar kaki tanggul
- Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari
sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luar jalan
inspeksi.
9. Perencanaan Saluran Gendong
Debit drainasi ditentukan untuk menentukan kapasitas dan dimensi
bangunan saluran drainasi untuk membuang kelebihan air yang ada di
permukaan (drainasi permukaan) terutama yang berasal dari daerah
perbukitan (hilly area). Kapasitas debit drainasi ini menentukan
dimensi saluran dan kemiringan memanjang dari saluran.
10. Potongan Memanjang
a. Muka air yang diperlukan
Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan
pada tinggi muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi
Prosedurnya adalah pertama-tama menghitung tinggi muka air yang
diperlukan di bangunan sadap tersier. Lalu seluruh kehilangan di
saluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan menjadi tinggi
muka air di sawah yang diperlukan dalam petak tersier.Ketinggian ini
ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di bangunan sadap
tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat
eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian).
Untuk irigasi yang lebih luas (skala besar) perlu perhitungan yang
lebih teliti mendekati kebenaran. Yaitu dengan memperhitungkan adanya
pengaruh pembendungan (back water) dari bangunan hilir (downstream)
terhadap bangunan hulu (up stream). Hal ini akan menyebabkan
pengurangan kehilangan tinggi yang dibutuhkan. Akumulasi pengurangan
tinggi dalam seluruh sistem dapat mempunyai nilai yang perlu
dipertimbangkan. Setelah debit kebutuhan air dihitung, maka didapatkan
debit kebutuhan air selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air
pada periode satu mingguan atau dua mingguan tertentu. Debit maksimum
(Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya hanya dialirkan
selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai kebutuhannya.
Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di
saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran
dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut
harus terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan
kebutuhan. Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks
dengan ketinggian muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau
dua minggu saja selama setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks
akibatnya ketinggian muka air lebih kecil dari H dan akan
mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang dibutuhkan
untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak
tersier tidak terpenuhi. Untuk mengatasi ini maka pintu pengatur muka
air diturunkan sedemikian sehingga muka air naik pada elevasi yang
dibutuhkan untuk air sampai disawah. Berdasarkan pemikiran diatas yang
menjadi permasalahan adalah berapa pengurangan yang masih ditolerir
sehingga pembagian air tidak terganggu tanpa menyetel bangunan
pengatur muka air. Kalau toleransi pengurangan debit kecil, maka
frekuensi penyetelan bangunan pengatur akan menjadi lebih sering;
sebaliknya jika toleransi debit besar maka frekuensi penyetelan
menjadi jarang. Angka yang cukup memadai adalah penggunaan Q 85%
dengan ketinggian 0.90 H. Longgaran untuk variasi muka air ¥Äh
ditetapkan: 0,10 hlOO (0,10 x kedalaman air rencana) ; 0,90 hlOO
adalah kedalaman air perkiraan pada 85 persen dari Qrencana.
Apabila prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik di atas
muka tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat
dipertimbangkan.
b. Kemiringan Memanjang
Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi,
kemiringan saluran akan sebanyak-mungkin mengikuti garis muka tanah
pada trase yang dipilih. Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga
maksimum dan minimum. Usaha pencegahan terjadinya sedimentasi
memerlukan kemiringan memanjang yang minimum. Untuk mencegah
terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus dibatasi.
- Kemiringan Minimum
- Kemiringan maksimum
- Perencanaan Kemiringan Saluran
11. Sipatan Penampang Saluran Tanah
Sipatan penampang saluran tanah diperlukan dalam rangka
mempermudah pemeliharaan saluran di kemudian hari. Pada saluran tanah
(tanpa pasangan) yang masih baru, as saluran , batas tanggul, lebar
tanggul masih terlihat profilnya, namun dengan berjalannya waktu tanda
. tanda tadi akan makin kabur, bahkan as saluran tidak pada as rencana
saluran tadinya. Dibeberapa tempat saluran sudah tidak lagi lurus atau
pada belokan telah berubah jari . jari kelengkungannya. Hal ini akan
merupakan kendala pada waktu akan dilakukan rehabilitasi saluran.
Sipatan penampang yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat
sipatan lining dari pasangan batu/beton dengan lebar 0,5 . 1,00 m.
Penempatan sipatan minimal 3 sipatan dalam 1 ruas saluran maksimum 300
m antar sipatan.
B. SALURAN PASANGAN
1. Kegunaan Saluran Pasangan
Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk :
- Mencegah kehilangan air akibat rembesan
- Mencegah gerusan dan erosi
- Mencegah merajalelanya tumbuhan air
- Mengurangi biaya pemeliharaan
- Memberi-kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar
- Tanah yang dibebaskan lebih kecil
Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah
besar dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara
pemboran dan penggalian sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak
memberikan informasi mengenai kemungkinan terjadinya rembesan.
Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran yang
panjangnya terbatas.
2. Jenis – jenis Pasangan
Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO
Kraatz, 1977). Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada empat
bahan yang dianjurkan pemakaiannya :
- Pasangan batu
- Beton,
- Tanah
- Dapat juga menggunakan Beton Ferro cement
Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan
alasan sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang
lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri. Pasangan batu
dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk perbaikan
stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian
rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul. Tersedianya bahan di dekat
tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang penting dalam
pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada umumnya
dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin
bisa juga dipakai. Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan
kecepatan tinggi dapat mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut.
Kecepatan maksimum dibatasi dan berat pasangan harus memadai untuk
mengimbangi gaya tekan ke atas. Sebagai alternatif jenis-jenis lining,
dewasa ini sudah mulai banyak diaplikasikan penggunaan material
ferrocemen untuk saluran irigasi dan bangunan air. Struktur ferosemen
yang mudah dikerjakan dan ramah lingkungan sangat cocok untuk
diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk penulangan yang
tersebar merata hampir diseluruh bagian struktur memungkinkan untuk
dibuat struktur tipis dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan
kreasi perencananya.
a. Lining Permukaan Keras
Lining Permukaan keras, dapat terdiri dari plesteran pasangan batu
kali atau beton. Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm.
Untuk beton tumbuk tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil
yang dikonstruksi dengan baik (sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm untuk
saluran yang lebih besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang
adalah 7 cm. Tebal minimum pasangan beton ferrocement adalah 3 Cm.
Untuk pasangan semen tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal
minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang
lebih besar.
b. Tanah
Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm
untuk talut saluran. Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat dipakai juga. Pemilihan jenis
pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan yang tersedia.
Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan
Standar.
c. Lining Ferrocemen
Ferrocement adalah suatu tipe dinding tipis beton bertulang yang
dibuat dari mortar semen hidrolis diberi tulangan dengan kawat
anyam/kawat jala (wiremesh) yang menerus dan lapisan yang rapat serta
ukuran kawat relatif kecil. Anyaman ini bisa berasal dari logam atau
material lain yang tersedia. Kehalusan dan komposisi matriks mortar
seharusnya sesuai dengan sistem anyaman dan selimut (pembungkusnya).
Mortar yang digunakan dapat juga diberi serat / fiber.
Perbedaan ferosemen dengan beton bertulang antara lain :
1. Sifat Fisik
• Lebih tipis
• Memiliki tulangan yang terdistribusi pada setiap ketebalannya
• Penulangan 2 arah
• Matriksnya hanya terdiri dari agregat halus dan semen
2. Sifat Mekanik
• Sifat-sifat seragam dalam 2 arah
• Umumnya memiliki kuat tarik dan kuat lentur yang tinggi
• Memiliki ratio tulangan yang tinggi
• Proses retak dan perluasan retak yang berbeda pada beban tarik
• Duktilitas meningkat sejalan dengan peningkatan rasio tulangan anyam
• Kedap air tinggi
• Lemah terhadap temperatur tinggi
• Ketahanan terhadap beban kejut lebih tinggi
3. Proses / pembuatan / pemeliharaan / perbaikan
• Metode pembuatan berbeda dengan beton bertulang
• Tidak memerlukan keahlian khusus.
• Sangat mudah dalam perawatan dan perbaikan
• Biaya konstruksi untuk aplikasi di laut lebih murah dibandingkan kayu,
beton bertulang
• material komposit.
C. TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP
1. Topografi
Trase saluran terpendek mungkin melintasi dataran/ tanah tinggi
atau, daerah berbukit-bukit. Dalam hal ini akan dipertimbangkan
penggalian yang dalam atau pembuatan terowongan sebagai alternatif
dari pembuatan trase yang panjang dengan tinggi muka tanah yang lebih
rendah. Biaya pembuatan saluran juga akan, dibandingkan dengan biaya
per meter untuk pembuatan terowongan atau saluran tertutup.
2. Geologi
Tipe serta kualitas tanah dan batuan penutup mempengaruhi cara
pelaksanaan dan biayanya. Dibutuhkan keterangan mengenai tanah dan
batuan pada trase yang dipertimbangkan, guna mengevaluasi alternatif
perencanaan. Khususnya untuk alternatif terowongan, perencanaan akan
mencakup biaya/ perbandingan berdasarkan hasil-hasil penyelidikan
geologi teknik pendahuluan. Langkah berikutnya yang harus diambil
adalah penyelidikan detail dan studi tentang alternatif yang dipilih.
3. Kedalaman galian
Pada umumnya, galian sedalam 10 m akan mengacu pada dibuatnya
terowongan. sebagai cara pemecahan paling efektif. Panjang total
terowongan serta kondisi geologi teknik dapat sedikit mempengaruhi
angka penutup 10 m tersebut.
4. Kondisi Air tanah
Aspek-aspek berikut harus diperhatikan kondisi air tanah :
• tekanan total di dalam trase akan memerlukan pasangan yang cukup kuat
di sepanjang bangunan dan hal ini secara langsung menambah biaya
pelaksanaan.
• air yang membawa partikel-partikel tanah bisa mempersulit pelak-sanaan
terowongan.
• aliran air di permukaan dapat mempersulit pelaksanaan penggalian dan
penimbunan saluran.
BAB V
PETAK IRIGASI
A. Petak tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak
tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada
bangunan sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas
Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran
tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan
menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah
bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak
yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak
efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami
padi luas petak tersier idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan
tertentu dapat ditolelir sampai seluas 75 ha, disesuaikan dengan
kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar
pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus
mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas
desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier
dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang lebih
8 - 15 ha.
Apabila keadaan topografi. memungkinkan, bentuk petak tersier
sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan
tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak
tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak tersier tidak
secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama
yang dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-
petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam
kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang
saluran kuarter lebih baik di bawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-
kadang sampai 800 m.
B. Petak sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang
kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak
sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang.
Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi
saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder
boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi
lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.
C. Petak primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil
air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu
saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air,
biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran
primer. Ini menghasilkan dua petak primer. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap
air dari saluran sekunder.

More Related Content

What's hot

Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2Joy Irman
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2Joy Irman
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.alimKeren_slide
 
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase PerkotaanSistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase PerkotaanJoy Irman
 
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 Perencanaan
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 PerencanaanPenyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 Perencanaan
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 PerencanaanJoy Irman
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...iftidah
 
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1Joy Irman
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Penataan Ruang
 
Rangkuman permen 27 2015
Rangkuman permen 27 2015Rangkuman permen 27 2015
Rangkuman permen 27 2015Saut Saragih
 
Beny mukhtar perencanaan drainase
Beny mukhtar perencanaan drainaseBeny mukhtar perencanaan drainase
Beny mukhtar perencanaan drainaseEko Prihartanto
 
Tahapan penting dalam pemetaan tanah
Tahapan penting dalam pemetaan tanahTahapan penting dalam pemetaan tanah
Tahapan penting dalam pemetaan tanahyhayacmw91
 

What's hot (19)

Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 2
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
PETA IRIGASI OBEL MINE'13 UNIPA
PETA IRIGASI OBEL MINE'13 UNIPAPETA IRIGASI OBEL MINE'13 UNIPA
PETA IRIGASI OBEL MINE'13 UNIPA
 
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Drainase Perkotaan, Bagian 2
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Pengkajian kelas air
Pengkajian kelas airPengkajian kelas air
Pengkajian kelas air
 
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.
Kak kak detail desain regulating dam way sekampung.
 
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase PerkotaanSistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
 
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 Perencanaan
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 PerencanaanPenyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 Perencanaan
Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan - A2 Perencanaan
 
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
ANALISIS SPASIAL LAHAN KRITIS DI KOTA BANDUNG UTARA MENGGUNAKAN OPEN SOURCE G...
 
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1
Tata Cara Penyusunan Studi Kelayakan Drainase Perkotaan, Bagian 1
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/K...
 
Rangkuman permen 27 2015
Rangkuman permen 27 2015Rangkuman permen 27 2015
Rangkuman permen 27 2015
 
12 kustamar-itn
 12  kustamar-itn 12  kustamar-itn
12 kustamar-itn
 
2136 chapter iii
2136 chapter iii2136 chapter iii
2136 chapter iii
 
Teknik irigasi
Teknik irigasiTeknik irigasi
Teknik irigasi
 
Drainase perkotaan
Drainase perkotaanDrainase perkotaan
Drainase perkotaan
 
Beny mukhtar perencanaan drainase
Beny mukhtar perencanaan drainaseBeny mukhtar perencanaan drainase
Beny mukhtar perencanaan drainase
 
Tahapan penting dalam pemetaan tanah
Tahapan penting dalam pemetaan tanahTahapan penting dalam pemetaan tanah
Tahapan penting dalam pemetaan tanah
 

Similar to Kata pengantar

01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-wadukGland Billy
 
01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-wadukByox Olii
 
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusatGloria Siagian
 
03. bab 1. pendahuluan
03. bab 1. pendahuluan03. bab 1. pendahuluan
03. bab 1. pendahuluanAgusNurIman1
 
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatPerencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatCratos27
 
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatPerencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatCratos27
 
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Joy Irman
 
Rencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa WisataRencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa Wisataactnow2profit
 
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptxAdindaNmmc
 
Rencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa WisataRencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa Wisataactnow2profit
 
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docx
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docxKelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docx
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docxAltaEiSultan
 
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya AirMateri 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Airvandamustika
 
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptx
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptxMUH. ALFIAN, ST_SDA.pptx
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptxMuhammadAyyub36
 
Program investigasi Geotek.pptx
Program investigasi Geotek.pptxProgram investigasi Geotek.pptx
Program investigasi Geotek.pptxThomasCYudha1
 
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdffili9
 
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdf
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdfPerhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdf
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdfWawanWalcott
 
2009 2-00208-if bab 1
2009 2-00208-if bab 12009 2-00208-if bab 1
2009 2-00208-if bab 1Naufal Faruq
 

Similar to Kata pengantar (20)

01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk
 
01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk01 perencanaan bendungan-waduk
01 perencanaan bendungan-waduk
 
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat
6 perencanaan pengelolaan_air_limbah_dengan_sistem_terpusat
 
03. bab 1. pendahuluan
03. bab 1. pendahuluan03. bab 1. pendahuluan
03. bab 1. pendahuluan
 
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatPerencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
 
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusatPerencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
Perencanaan pengelolaan air_limbah_dengan_sistem_terpusat
 
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan
 
Bab i jalan raya
Bab i jalan rayaBab i jalan raya
Bab i jalan raya
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Rencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa WisataRencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa Wisata
 
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx
04-Dokumen LH Melalui Sistem OSS 04-05 Agustus 2018.pptx
 
Rencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa WisataRencana Pembangunan Desa Wisata
Rencana Pembangunan Desa Wisata
 
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docx
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docxKelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docx
Kelompok 6 Ilmu Ukur Tanah.docx
 
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya AirMateri 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
Materi 4 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
 
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptx
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptxMUH. ALFIAN, ST_SDA.pptx
MUH. ALFIAN, ST_SDA.pptx
 
Program investigasi Geotek.pptx
Program investigasi Geotek.pptxProgram investigasi Geotek.pptx
Program investigasi Geotek.pptx
 
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf
3c87b_BT_07_Survei_kesesuaian_lahan.pdf
 
4Pohon T. Sipil.pdf
4Pohon T. Sipil.pdf4Pohon T. Sipil.pdf
4Pohon T. Sipil.pdf
 
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdf
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdfPerhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdf
Perhitungan_Saluran_dan_Drainase.pdf
 
2009 2-00208-if bab 1
2009 2-00208-if bab 12009 2-00208-if bab 1
2009 2-00208-if bab 1
 

Kata pengantar

  • 1. Kata Pengantar Daftar Isi BAB I : TAHAP PERENCANAAN IRIGASI A. TAHAP STUDI 1. Studi awal 2. Studi identifikasi 3. Studi Pengenalan 4. Studi kelayakan B. Tahap Perencanaan 1. Peta topografi 2. Perencanaan pendahuluan C. Taraf Perencanaan Akhir 1. Pengukuran dan penyelidikan a. Pengukuran topografi b. Penyelidikan Geologi Teknik c. Penyelidikan hidrolis model 2. Perencanaan dan laporan akhir BAB II : JARINGAN IRIGASI A. Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi 1. Unsur dan tingkatan Jaringan 2. lrigasi Sederhana 3. Jaringan irigasi semiteknis 4. Jaringan irigasi teknis BAB III : BANGUNAN IRIGASI A.BANGUNAN BAGI DAN SADAP 1. Bangunan Bagi 2. Bangunan Pengatur 3. Bangunan Sadap a. Bangunan Sadap Sekunder b. Bangunan Sadap Tersier c. Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional 4. Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap a. Bentuk Menyamping b. Bentuk Numbak B. BANGUNAN – BANGUNAN PELENGKAP
  • 2. 1. Tanggul a. Kegunaan b. bahan c. Debit Perencanaan d. Trase e. Tinggi Jagaan f. Lebar Atas g. Kemiringan talut h. Stabilitas Tanggul i. Pembuang j. Lindungan 2. Fasilitas Eksploitasi a. Komunikasi b. Kantor dan Perumahan Staf c. Sanggar Tani d. Patok Hektometer e. Patok Sempadan f. Pelat Nama g. Papan Pasten H. Papan duga Muka Air i. Pintu j. AWLR BAB IV : SALURAN IRIGASI A. SALURAN TANAH TANPA PASANGAN 1. Perencanaan Saluran yang Stabil 2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan 3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah a. Rumus Aliran b. Sedimentasi c. Erosi 4. Geometri 5. Lengkung Saluran 6. Tinggi Jagaan 7. Lebar Tanggul 8. Garis Sempadan Saluran
  • 3. 9. Perencanaan Saluran Gendong 10. Potongan Memanjang a. Muka air yang diperlukan b. Kemiringan Memanjang 11. Sipatan Penampang Saluran Tanah B. SALURAN PASANGAN 1. Kegunaan Saluran Pasangan 2. Jenis – jenis Pasangan a. Lining Permukaan Keras b. Tanah c. Lining Ferrocemen C. TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP 1. Topografi 2. Geologi 3. Kondisi Air tanah 4. Kedalaman galian BAB V : PETAK IRIGASI A. Petak tersier C. Petak primer B. Petak sekunder
  • 4. BAB I TAHAP PERENCANAAN IRIGASI A. TAHAP STUDI Dalam Tahap Studi ini konsep proyek dibuat dan dirinci mengenai irigasi pertanian ini pada prinsipnya akan didasarkan pada faktor- faktor tanah, air dan penduduk, namun juga akan dipelajari berdasarkan aspek-aspek lain. Aspek-aspek ini antara lain meliputi ekonomi rencana nasional dan regional, sosiologi dan ekologi. Berbagai studi dan penyelidikan akan dilakukan. Banyaknya aspek yang akan dicakup dan mendalamnya penyelidikan yang diperlukan akan berbeda-beda dari proyek yang satu dengan proyek yang lain. SA : Studi awal SI : Studi identifikasi SP : Studi pengenalan SK : Studi kelayakan PP : Perencanaan pendahuluan PD : Perencanaan detail RI : Rencana induk Klasifikasi sifat-sifat proyek dapat ditunjukkan dengan matriks sederhana (lihat Gambar 3.2). 'Ekonomis' berarti bahwa keuntungan dan biaya proyek merupakan data evaluasi yang punya arti penting. 'Nonekonomis' berarti jelas bahwa proyek menguntungkan. Faktor-faktor sosio-politis mungkin ikut memainkan peran; proyek yang bersangkutan memenuhi kebutuhan daerah (regional). Pada dasarnya semua proyek harus dianalisis dari segi ekonomi. Oleh sebab itu, kombinasi 4 tidak realistis. Sebagaimana sudah dikatakan dalam pasal 3.1, kadang-kadang dapat dibuat kombinasi antara beberapa taraf. Misalnya, kombinasi antara taraf Identifikasi dan taraf Pengenalan dalam suatu proyek ekaguna adalah sangat mungkin dilakukan.
  • 5. Berhubung studi berikutnya akan menggunakan data-data yang dikumpulkan selama taraf-taraf sebelumnya, adalah penting bagi lembaga yang berwenang untuk mencek dan meninjau kembali data-data tersebut agar keandalannya tetap terjamin. Demikian juga lembaga yang berwenang hendaknya mencek dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang lebih awal sebelum memasukkannya ke dalam studi mereka sendiri. Bagan arus yang diberikan pada Gambar 3.3 menunjukkan hubungan antara berbagai taraf dalam Tahap Studi dan Tahap Perencanaan. 1. Studi awal Ide untuk menjadikan suatu daerah menjadi daerah irigasi datang dari lapangan atau kantor. Konsep atau rencana membuat suatu proyek terbentuk melalui pengamatan kesempatan fisik di lapangan atau melalui analisa data-data topografi dan hidrologi. Data-data yang berhubungan dengan daerah tersebut dikumpulkan (peta, laporan, gambar dsb) dan dianalisis; hubungannya dengan daerah irigasi di dekatnya kemudian dipelajari. Selanjutnya dibuat rencana garis besar dan pola pengembangan beserta laporannya. Ketelitian yang dicapai sepenuhnya bergantung kepada data dan keterangan/informasi yang ada. 2. Studi identifikasi Dalam Studi Identifikasi hasil-hasil Studi Awal diperiksa di lapangan untuk membuktikan layak-tidaknya suatu rencana proyek. Dalam taraf lapangan ini proyek akan dievaluasi sesuai dengan garis besar dan tujuan pengembangan proyek yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Tujuan tersebut meliputi aspek- aspek berikut:  Kesuburan tanah  Tersedianya air dan air yang dibutuhkan (kualitas dan kuantitas) populasi sawah, petani (tersedia dan kemauan)  Pemasaran produksi  Jaringan jalan dan komunikasi  Status tanah  Banjir dan genangan  Lain-lain (potensi transmigrasi, pertimbangan-pertimbangan nonekonomis)
  • 6. Studi Identifikasi harus menghasilkan suatu gambaran yang jelas mengenai kelayakan (teknis) proyek yang bersangkutan. Akan tetapi studi ini akan didirikan pada data yang terbatas dan survei lapangan ini akan bersifat penjajakan/eksploratif, termasuk penilaian visual mengenai keadaan topografi daerah itu. Tim identifikasi harus terdiri dari orang-orang profesional yang sudah berpengalaman. Tim ini paling tidak terdiri dari :  seorang ahli irigasi  seorang perencana pertanian  seorang ahli geoteknik, jika aspek-aspek geologi teknik dianggap penting dan jika diperkirakan akan dibuat waduk. Studi Identifikasi akan didasarkan pada usulan (proposal) proyek yang dibuat pada taraf Studi Awal. Studi Identifikasi akan menilai kelayakan dari usulan tersebut serta menelaah ketujuh persyaratan perencanaan yang disebutkan dalam pendahuluan pasal ini. Selanjutnya hasil dari studi ini akan dituangkan dalam Pola Pengembangan Irigasi yang merupakan bagian dari Pola Pengembangan Wilayah Sungai. 3. Studi Pengenalan Tujuan utama studi ini ialah untuk memberikan garis besar pengembangan pembangunan multisektor dari segi-segi teknis yang meliputi hal-hal berikut : - Irigasi, hidrologi dan teknik sipil Pembuatan rencana induk pengembangan irigasi sebagai bagian dari Rencana Induk Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang dipadu serasikan dengan RUTR Wilayah. - Agronomi - Geologi - Ekonomi - Bidang-bidang yang berhubungan, seperti misalnya perikanan, tenaga air dan ekologi. - Pengusulan ijin alokasi air irigasi. Berbagai ahli dilibatkan di dalam studi multidisiplin ini. Data dikumpulkan dari lapangan dan kantor. Studi ini terutama menekankan irigasi dan aspek-aspek yang berkaitan langsung dengan irigasi.
  • 7. Beberapa disiplin ilmu hanya berfungsi sebagai pendukung saja; evaluasi data dan rencana semua diarahkan ke pengembangan irigasi. 4. Studi kelayakan Jika perlu, Studi Kelayakan bisa didahului dengan Studi Prakelayakan. Tujuan utama Studi Prakelayakan adalah untuk menyaring berbagai proyek alternatif yang sudah dirumuskan dalam Studi Pengenalan berdasarkan perkiraan biaya dan keuntungan yang dapat diperoleh. Alternatif untuk studi lebih lanjut akan ditentukan. Pada taraf ini tidak diadakan pengukuran lapangan, tetapi hanya akan dilakukan pemeriksaan lapangan saja. Tujuan utama studi kelayakan adalah untuk menilai kelayakan pelaksanaan untuk proyek dilihat dari segi teknis dan ekonomis. Studi kelayakan bertujuan untuk :  Memastikan bahwa penduduk setempat akan mendukung dilak sanakannya proyek yang bersangkutan;  Memastikan bahwa masalah sosial dan lingkungan lainnya bisa diatasi tanpa kesulitan tinggi  Mengumpulkan dan meninjau kembali hasil-hasil studi yang telah dilakukan sebelumnya;  Mengumpulkan serta menilai mutu data yang sudah tersedia; · Para petani pemakai air sekarang dan di masa mendatang · Topografi · Curah hujan dan aliran sungai · Pengukuran tanah · Status tanah dan hak atas air · Kebutuhan air tanaman dan kehilangan-kehilangan air · Polatanam dan panenan · Data-data geologi teknik untuk bangunan · Biaya pelaksanaan · Harga beli dan harga jual hasil-hasil pertanian  Menentukan data-data lain yang diperlukan;
  • 8.  Memperkirakan jumlah air rata-rata yang tersedia serta jumlah air di musim kering;  Menetapkan luas tanah yang cocok untuk irigasi;  Memperkirakan kebutuhan air yang dipakai untuk keperluankeperluan nonirigasi;  Menunjukkan satu atau lebih pola tanam dan intensitas (seringnya) tanam sesuai dengan air dan tanah irigasi yang tersedia, mungkin harus juga dipertimbangkan potensi tadah hujan dan penyiangan; mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai tujuan;  Pemutakhiran ijin alokasi air irigasi  Membuat perencanaan garis besar untuk pekerjaan yang diperlukan; memperkirakan biaya pekerjaan, pembebasan tanah dan eksploitasi;  Memperkirakan keuntungan langsung maupun tak langsung serta dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan;  Melakukan analisis ekonomi dan keuangan;  Jika perlu, bandingkan ukuran-ukuran alternatif dari rencana yang sama, atau satu dengan yang lain, bila perlu siapkan neraca air untuk rencana-rencana alternatif, termasuk masing-masing sumber dan kebutuhan, jadi pilihlah pengembangan yang optimum. B. Tahap Perencanaan 1. Peta topografi Program pemetaan dimulai dengan peninjauan cakupan, ketelitian dan kecocokan peta-peta dan foto udara yang sudah ada. Lebih Ianjut akan direncanakan pengukuran-pengukuran, pemotretan udara dan pemetaan dengan ketentuan-ketentuan yang mendetail Biasanya akan dibuat sebuah peta topografi baru yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi untuk proyek-itu. Peta topografi itu terutama akan digunakan dalam pembuatan tata letak pendahuluan jaringan irigasi yang bersangkutan. Peta-peta topografi dibuat dengan skala 1: 25.000 untuk tata letak umum, dan 1 : 5.000 untuk tata letak detail
  • 9. Pemetaan topografi sebaiknya didasarkan pada foto udara terbaru, dengan skala foto sekitar 1 : 10.000. Hal ini akan mempermudah perubahan petapeta ortofoto atau mosaik yang dilengkapi dengan garis- garis ketinggian yang memperlihatkan detail lengkap topografi Seandainya tidak belum tersedia foto udara dan pembuatan foto udara baru akan meminta terlalu banyak biaya, maka sebagai gantinya dapat dibuat peta terestris yang dilengkapi dengan garis-garis tinggi . Bila foto udara tersebut dibuat khusus untuk proyek, maka skalanya adalah sekitar 1:10.000, digunakan baik untuk taraf perencanaan maupun studi kelayakan. Biasanya pembuatan peta untuk proyek irigasi seluas 10.000 ha atau lebih, didasarkan pada hasil pemotretan udara. 2. Perencanaan pendahuluan Tujuan yang akan dicapai oleh tahap perencanaan pendahuluan adalah untuk menentukan lokasi dan ketinggian bangunan-bangunan utama, saluran irigasi dan pembuang, dan luas daerah layanan yang kesemuanya masih bersifat pendahuluan. Walaupun tahap ini masih disebut perencanaan "pendahuluan", namun harus dimengerti bahwa hasilnya harus diusahakan setepat mungkin. Pekerjaan dan usaha yang teliti dalam tahap perencanaan pendahuluan akan menghasilkan perencanaan detail yang bagus. Hasil perencanaan pendahuluan yang jelek sering tidak diperbaiki lagi dalam taraf perencanaan detail demi alasan-alasan praktis. Pada taraf perencanaan pendahuluan akan diambil keputusan- keputusan mengenai:  Lokasi bangunan-bangunan utama dan bangunan-bangunan silang utama. Tata letak jaringan  Perencanaan petak-petak tersier  Pemilihan tipe-tipe bangunan  Trase dan potongan memanjang saluran  Pengusulan garis sempadan saluran pendahuluan Perekayasa juga diwajibkan untuk mencek hasil-hasil pengukuran topografi di lapangan. Pemeriksaan ini harus mencakup hasil pengukuran
  • 10. trase dan elevasi saluran yang direncana. Elevasi harus dicek setiap interval 400 m. Ketelitian peta garis-garis tinggi harus dicek. Selain cek trase dan elevasi saluran pencekan lapangan harus mencakup hasil-hasil pengukuran ulang ketinggian-ketinggian penting yang dilakukan pada tarat perencanaan pendahuluan, misalnya bangunan utama, bangunan-bangunan silang utama, beberapa benchmark, dan alat pencatat otomatis tinggi muka air. Perencanaan pendahuluan meliputi:  Tata letak dengan skala 1: 25.000 dan presentasi detail dengan skala 1 : 5.000  Potongan memanjang yang diukur di lapangan dengan perkiraan ukuran- ukuran potongan melintang dari peta garis tinggi serta garis sempadan saluran.  Tipe-tipe bangunan  Perencanaan bangunan utama  Perencanaan bangunan-bangunan besar. C. Taraf Perencanaan Akhir a. Pengukuran dan penyelidikan 1. Pengukuran topografi Pengukuran trase saluran dilakukan menyusul masuknya hasil-hasil tahap perencanaan pendahuluan. Adalah penting bahwa untuk pengukuran sipat datar trase saluran hanya dipakai satu basis (satu tinggi benchmark acuan). Tahap ini telah selesai dan menghasilkan peta tata letak dengan skala 1 : 5.000 di mana trase saluran diplot. Ahli irigasi harus sudah menyelidiki trase ini sampai lingkup tertentu dan sudah memahami ketentuan-ketentuan khusus pengukuran (lihat pasal 3.3.1.b). Pengukuran-pengukuran situasi juga dilaksanakan pada taraf ini yang meliputi:  Saluran-pembuang silang yang besar di mana topografi terlalu tidak teratur untuk menentukan lokasi as saluran pada lokasi persilangan;  - Lokasi bangunan-bangunan khusus.
  • 11. Di sini ahli irigasi harus memberikan ketentuan- ketentuan/spesifikasi dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya. 2. Penyelidikan Geologi Teknik Informasi mengenai geologi teknik yang diperlukan untuk perencanaan dikhususkan pada kondisi geologi, subbase (pondasi) daya dukung tanah, kelulusan (permeabilitas) dan daerah-daerah yang mimgkin dapat dijadikan lokasi sumber bahan timbunan. Pada tahap studi penilaian pendahuluan mengenai karakteristik geologi teknik dan geologi dibuat berdasarkan data-data yang ada dan inspeksi penyelidikan lapangan. Penyelidikan detail dirumuskan segera setelah rencana pendahuluan pekerjaan teknik diselesaikan. Sering terjadi bahwa penyelidikan pondasi bangunan ini dilakukan terbatas sampai pada bangunan utama saja jika perlu dengan cara pemboran atau penyelidikan secara elektrik. Namun demikian, dalam beberapa hal lokasi bangunan besar mungkin juga memerlukan penyelidikan geologi teknik sehubungan dengan terdapatnya keadaan subbase yang lemah. Penyelidikan saluran sering terbatas hanya sampai pada tes-tes yang sederhana, misalnya pemboran tangan.Untuk saluran- saluran pada galian atau timbunan tinggi dengan keadaan tanah yang jelek, akan diperlukan penyelidikan-penyelidikan yang lebih terinci. Ketentuan-ketentuan penyelidikan ini dan ruang lingkup pengukurannya akan dirancang oleh ahli irigasi berkonsultasi dengan ahli geologi dan ahli mekanika tanah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelidikan tersebut.Analisis dan evaluasi datanya akan dikerjakan oleh ahli geologi teknik dan hasilnya harus siap pakai untuk perencanaan. Dari awal keikutsertaannya, ahli itu harus memiliki pengetahuan yang jelas mengenai bangunan-bangunan yang direncanakan. Akan tetapi, perencanaan akhir diputuskan oleh perencana. Perlu diingat bahwa sebagian dari kegiatan-kegiatan penyelidikan geologi teknik di atas, telah dilakukan untuk studi kelayakan proyek. Biasanya data-data ini tidak cukup untuk perencanaan detail, khususnya yang menyangkut pondasi bangunan-bangunan besar. 3. Penyelidikan hidrolis model Untuk perencanaan jaringan irigasi penyelidikan model hidrolis mungkin hanya diperlukan untuk bangunan-bangunan utama dan beberapa
  • 12. bangunan besar di dalam jaringan itu. Pada umumnya penyelidikan dengan model diperlukan apabila rumus teoritis dan empiris aliran tidak bisa merumuskan pola aliran penggerusan lokal dan angkutan sedimen di sungai. Selanjutnya penyelidikan hidrolis model akan membantu menentukan bentuk hidrolis, bangunan utama dan pekerjaan sungai di ruas sungai sebelahnya. Perencanaan pendahuluan untuk bangunan utama akan didasarkan pada kriteria teoritis dan empiris. Apabila penyelidikan dengan model memang diperlukan, maka ahli irigasi akan merumuskan program dan ketentuan-ketentuan tes dan penyelidikan setelah berkonsultasi dahulu dengan pihak laboratorium. Penyelidikan dengan model tersebut harus menghasilkan petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai modifikasi terhadap perencanaan pendahuluan. Perencanaan, akhir akan diputuskan oleh perencana berdasarkan hasil-hasil penyelidikan dengan model. b. Perencanaan dan laporan akhir Pembuatan perencanaan akhir merupakan tahap terakhir dalam Perencanaan Jaringan lrigasi. Dalam tahap ini gambar-gambar tata letak, saluran dan bangunan akan dibuat detail akhir. Tahap perencanaan akhir akan disusul dengan perkiraan biaya, program dan metode pelaksanaan, pembuatan dokumen tender dan pelaksanaan. Perencanaan akhir akan disajikan sebagai laporan perencanaan yang berisi semua data yang telah dijadikan dasar perencanaan tersebut serta kriteria yang diterapkan, maupun gambar-gambar perencanaan dan rincian volume dan biaya (bill of quantities). Laporan itu juga memuat informasi mengenai urut-urutan pekerjaan pelaksanaan dan ekspoitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Perubahan trase saluran dan posisi bangunan irigasi dimungkinkan karena pertimbangan topografi dan geoteknik untuk itu garis sempadan saluran harus disesuaikan dengan perubahan tersebut.
  • 13. BAB II JARINGAN IRIGASI A. Tingkat-tingkat Jaringan Irigasi 1. Unsur dan tingkatan Jaringan Dalam konteks Standarisasi Irigasi ini, hanya irigasi teknis saja yang ditinjau. Bentuk irigasi yang lebih maju ini cocok untuk dipraktekkan di sebagian besar pembangunan irigasi di Indonesia. Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur fungsional pokok, yaitu:  Bangunan-bangunan utama (headworks) di mana air diambil dari sumbernya, umumnya sungai atau waduk,  Jaringan pembawa berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak- petak tersier,  Petak-petak tersier dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif, air irigasi dibagi-bagi dan dialirkan kesawah-sawah dan kelebihan air ditampung di dalam suatu sistem pembuangan di dalam petak tersier;  Sistem pembuang berupa saluran dan bangunan bertujuan untuk membuang kelebihan air dari sawah ke sungai atau saluran-saluran alamiah. 2. lrigasi Sederhana
  • 14. Di dalam irigasi sederhana, lihat gambar 1.1 pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya. Jaringan irigasi yang masih sederhana itu mudah diorganisasi tetapi memiliki kelemahan-kelemahan yang serius. Pertama-tama, ada pemborosan air dan, karena pada umumnya jaringan ini terletak di daerah yang tinggi, air yang terbuang itu tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur. 3. Jaringan irigasi semiteknis Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semiteknis adalah bahwa jaringan semiteknis ini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana (lihat Gambar 1.2). Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum. 4. Jaringan irigasi teknis Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hingga ujung. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang idealnya maksimum 50 ha, tetapi dalam keadaan tertentu masih bisa ditolerir sampai seluas 75 ha. Perlunya batasan
  • 15. luas petak tersier yang ideal hingga maksimum adalah agar pembagian air di saluran tersier lebih efektif dan efisien hingga mencapai lokasi sawah terjauh. Permasalahan yang banyak dijumpai di lapangan untuk petak tersier dengan luasan lebih dari 75 ha antara lain:  dalam proses pemberian air irigasi untuk petak sawah terjauh sering tidak terpenuhi.  kesulitan dalam mengendalikan proses pembagian air sehingga sering terjadi pencurian air,  banyak petak tersier yang rusak akibat organisasi petani setempat yang tidak terkelola dengan baik. Semakin kecil luas petak dan luas kepemilikan maka semakin mudah organisasi setingkat P3A/GP3A untuk melaksanakan tugasnya dalam melaksanakan operasi dan pemeliharaan. Petak tersier menerima air di suatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang diatur oleh Institusi Pengelola Irigasi. Pembagian air di dalam petak tersier diserahkan kepada para petani. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah. Kelebihan air ditampung di dalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter dan selanjutnya dialirkan ke jaringan pembuang primer. Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih secara efisien. Jika petak tersier hanya memperoleh air pada satu tempat saja dari jaringan (pembawa) utama, hal ini akan memerlukan jumlah bangunan yang lebih sedikit di saluran primer, eksploitasi yang lebih baik dan pemeliharaan yang lebih murah dibandingkan dengan apabila setiap petani diizinkan untuk mengambil sendiri air dari jaringan pembawa. Kesalahan dalam pengelolaan air di petak-petak tersier juga tidak akan mempengaruhi pembagian air di jaringan utama. Dalam hal-hal khusus, dibuat sistem gabungan (fungsi saluran irigasi dan pembuang digabung). Walaupun jaringan ini memiliki keuntungan tersendiri, dan kelemahan-kelemahannya juga amat serius sehingga sistem ini pada umumnya tidak akan diterapkan.
  • 16. Keuntungan yang dapat diperoleh dari jaringan gabungan semacam ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah, karena saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil. Kelemahan-kelemahannya antara lain adalah bahwa jaringan semacam ini lebih sulit diatur dan dioperasikan sering banjir, lebih cepat rusak dan menampakkan pembagian air yang tidak merata. Bangunan- bangunan tertentu di dalam jaringan tersebut akan memiliki sifat-sifat seperti bendung dan relatif mahal. BAB III BANGUNAN IRIGASI A. BANGUNAN BAGI DAN SADAP 1. Bangunan Bagi Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. 2. Bangunan Pengatur Bangunan pengatur akan mengatur muka air saluran di tempat-tempat di mana terletak bangunan sadap dan bagi. Tabel 4.1 memberikan perbandingan bangunan-bangunan pengatur muka air. Khususnya di saluran-saluran yang kehilangan tinggi energinya harus kecil (misal di kebanyakan saluran garis tinggi), bangunan pengatur harus direncana sedemikian rupa sehingga tidak banyak rintangan sewaktu terjadi debit rencana. Di saluran-saluran sekunder dimana kehilangan tinggi energi tidak merupakan hambatan, bangunan pengatur dapat direncana tanpa menggunakan pertimbangan-pertimbangan
  • 17. di atas. Satu aspek penting dalam perencanaan bangunan adalah kepekaannya terhadap variasi muka air. Kadang – kadang lebih menguntungkan dengan menggabung beberapa tipe bangunan utama : mercu tetap dengan pintu aliran bawah atau skot balok dengan pintu. Kombinasi ini terutama antara bangunan yang mudah dioperasikan dengan tipe yang tak mudah atau sulit dioperasikan. Oleh sebab itu, mercu tetap kadang – kadang dikombinasi dengan salah satu dari bangunan – bangunan pengatur lainnya, misalnya sebuah pintu dapat dipasang di sebelah mercu tetap. Khususnya bangunan – bangunan yang dibuat di saluran yang tinggi energinya harus dijaga agar tetap kecil, sebaiknya direncana tanpa mercu. Dengan demikian, sedimen bisa lewat tanpa hambatan dan kehilangan tinggi energi minimal. Lebar bangunan pengatur berkaitan dengan kehilangan tinggi energi yang diizinkan serta biaya pelaksanaan : bangunan yang lebar menyebabkan sedikit kehilangan tinggi energi dibanding bangunan yang sempit, tetapi bangunan yang lebar lebih mahal (diperlukan lebih Kriteria Perencanaan – Bangunan banyak pintu). Untuk saluran primer garis tinggi, kehilangan tinggi energi harus tetap kecil : 5 sampai 10 cm. Akibatnya bangunan pengatur di saluran primer lebar. Saluran sekunder biasanya tegak lurus terhadap garis – garis kontur dan oleh sebab itu, kehilangan tinggi energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih sempit. Guna mengurangi kehilangan tinggi energi dan sekaligus mencegah penggerusan, disarankan untuk membatasi kecepatan di bangunan pengatur sampai kurang lebih 1,5 m/dt. Dalam merencanakan bangunan pengatur, kita hendaknya selalu menyadari kemungkinan terjadinya keadaan darurat seperti debit penuh sementara pintu – pintu tertutup. 3. Bangunan Sadap a. Bangunan Sadap Sekunder Bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu, melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan – bangunan sadap ini secara umum lebih besar daripada 0,250 m3/dt. Ada empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder, yakni :
  • 18.  Alat ukur Romijn  Alat ukur Crump-de Gruyter  Pintu aliran bawah dengan alat ukur ambang lebar  Pintu aliran bawah dengan alat ukur Flume Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang di-izinkan. Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit sebesar 2 m3/dt ; dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar. Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncana dengan pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9 m3/dt setiap pintu. b. Bangunan Sadap Tersier Bangunan sadap tersier akan memberi air kepada petak-petak tersier. Kapasitas bangunan sadap ini berkisar antara 50 l/dt sampai 250 l/dt Bangunan sadap yang paling cocok adalah alat ukur Romijn, jika muka air hulu diatur dengan bangunan pengatur dan jika kehilangan tinggi energi merupakan masalah. Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter. Harga antara debit Qrnaks/Qmin untuk alat ukur Crump-de Gruyter lebih kecil daripada harga antara debit untuk pintu Romijn. Di saluran irigasi yang harus tetap rnemberikan air selama debit sangat rendah, alat ukur Crump-de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih rendah daripada elevasi pengambilan pintu Romijn. Sebagai aturan umum, pemakaian beberapa tipe bangunan sadap tersier sekaligus di satu daerah irigasi tidak disarankan. Penggunaan satu tipe bangunan akan lebih mempermudah pengoperasiannya. Untuk bangunan
  • 19. sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang besar, di mana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka air yang diperlukan di petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit rendah disaluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum melalui pipa sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran primer dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali, petak tersier tetap bisa diairi bila tersedia air di saluran primer pada elevasi yang cukup tinggi untuk mengairi petak tersebut. c. Bangunan Bagi dan Sadap kombinasi Sistem Proporsional Pada daerah irigasi yang letaknya cukup terpencil, masalah pengoperasian pintu sadap bukan masalah yang sederhana, semakin sering jadwal pengoperasian semakin sering juga pintu tidak dioperasikan. Artinya penjaga pintu sering tidak mengoperasikan pintu sesuai jadwal yang seharusnya dilakukan. Menyadari keadaan seperti ini untuk mengatasi hal tersebut ada pemikiran menerapkan pembagian air secara proporsional. Sistem proporsional ini tidak memerlukan pintu pengatur, pembagi, dan pengukur. Sistem ini memerlukan persyaratan khusus, yaitu :  Elevasi ambang ke semua arah harus sama  Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama  Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi Syarat aplikasi sistem ini adalah :  melayani tanaman yang sama jenisnya (monokultur)  jadwal tanam serentak  ketersediaan air cukup memadai Sehingga sistem proporsional tidak dapat diaplikasikan pada sistem irigasi di Indonesia pada umumnya, mengingat syarat-syarat tersebut di atas sulit terpenuhi. Menyadari kelemahan-kelemahan dalam sistem proporsional dan sistem diatur (konvensional), maka dibuat alternatif bangunan bagi dan sadap dengan kombinasi kedua sistem tersebut yang kita sebut dengan sistem kombinasi. Bangunan ini dapat berfungsi ganda yaitu melayani
  • 20. sistem konvensional maupun sistem proporsional. Dalam implementasi pembagian air diutamakan menerapkan sistem konvensional. Namun dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk mengoperasikan pintu- pintu tersebut, maka diterapkan sistem proporsional. - Berdasarkan elevasi sawah tertinggi dari lokasi bangunan-bangunan sadap tersebut ditentukan elevasi muka air di hulu pintu sadap. - Elevasi ambang setiap bangunan sadap adalah sama, yaitu sama dengan elevasi ambang dari petak tersier yang mempunyai elevasi sawah tertinggi. 4. Tata Letak Bangunan Bagi dan Sadap a. Bentuk Menyamping Posisi bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan saluran dengan arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus (pada umumnya) sampai 45o. Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah lurus menjadi lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika diterapkan sistem proporsional kurang akurat. Sedangkan kelebihannya peletakan bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan. b. Bentuk Numbak Bentuk Numbak meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya searah. Bentuk seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap bangunan adalah sama. Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk sistem proporsional. Tetapi bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang luas, semakin banyak bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan. B. BANGUNAN – BANGUNAN PELENGKAP 1. Tanggul a. Kegunaan Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan
  • 21. tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah – daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar – benar diselidiki dan direncana sebaik – baiknya. b. Bahan Biasanya tanggul dibuat dari bahan timbunan yang digali di dekat atau sejajar dengan garis tanggul. Apabila galian dibuat sejajar dengan lokasi tanggul, maka penyelidikan untuk pondasi dan daerah galian dapat dilakukan sekaligus. Untuk tanggul – tanggul tertentu, mungkin perlu membuka daerah sumber bahan timbunan khusus di luar lapangan dan mengangkutnya ke lokasi. Jika kondisi tanah tidak stabil mungkin akan lebih ekonomis untuk memindahkan lokasi tanggul daripada menerapkan metode pelaksanaan yang mahal. The Unified Soil Classification System (Lihat KP – 06 Parameter Bangunan) memberikan sistem yang sangat bermanfaat untuk menentukan klasifikasi tanah yang perlu diketahui dalam pelaksanaan tanggul dan pondasi. c. Debit Perencanaan Elevasi tanggul hilir sungai dari bangunan utama didasarkan pada tinggi banjir dengan periode ulang 5 sampai 25 tahun ( Q 5 tahunan untuk hutan tapi untuk melindungi perkotaan Q 25 tahunan ). Periode ulang tersebut (5 - 25 tahun) akan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk yang terkena akibat banjir yang mungkin terjadi, serta pada nilai ekonomis tanah dan semua prasarananya. Biasanya di sebelah hulu bangunan utama tidak akan dibuat tanggul sungai untuk melindungi lahan dari genangan banjir. d. Trase Tanggul di sepanjang sungai sebaiknya direncana pada trase pada jarak yang tepat dari dasar air rendah. Bila hal ini tidak mungkin, maka harus dibuat lindungan terhadap erosi di sepanjang tanggul. Adalah perlu untuk membuat penyelidikan pendahuluan mengenai lokasi tanggul gunamenentukan : 1. Perkiraan muka air banjir (tinggi dan lamanya) 2. Elevasi tanah yang akan dilindungi 3. Hak milik yang dilibatkan
  • 22. 4. Masalah – masalah fisik yang sangat mungkin dijumpai, terutama kondisi tanah karena ini erat hubungannya dengan kebutuhan pondasi dan galian timbunan. 5. Tata guna tanah dan peningkatan tanah pertanian guna menilai arti penting daerah yang akan dilindungi dari segi ekonomi e. Tinggi Jagaan Tinggi rencana tanggul (Hd) akan merupakan jumlah tinggi muka air rencana (H) dan tinggi jagaan (Hf). Ketinggian yang dibuat itu termasuk longgaran untuk kemungkinan penurunan (Hs), yang akan bergantung kepada pondasi serta bahan yang dipakai dalam pelaksanaan. Tinggi muka air rencana yang sebenarnya didasarkan pada profil permukaan air. Tinggi jagaan (Hf) merupakan longgaran yang ditambahkan untuk tinggi muka air yang diambil,termasuk atau tidak termasuk tinggi gelombang. f. Lebar Atas Untuk tanggul tanah yang direncana guna mengontrol kedalaman air ≤ 1,50 m, lebar atas minimum tanggul dapat diambil 1,50 m. Jika kedalaman air yang akan dikontrol lebih dari 1,50 m, maka lebar atas minimum sebaiknya diambil 3,0 m. Lebar atas diambil sekurang – kurangnya 3,0 m jika tanggul dipakai untuk jalur pemeliharaan. g. Kemiringan talut Jika pondasi tanggul terdiri dari lapisan – lapisan lulus air atau lapisan yang rawan terhadapbahaya erosi. h. Stabilitas Tanggul Tanggul yang tingginya lebih dari 5 m harus dicek stabilitasnya dengan metode stabilitas tanggul yang dianggap sesuai. Bagian atas dasar yang diperlebar sebaiknya tidak kurang dari 0,30 m di atas elevasi asli tanah serta kemiringannya harus cukup agar air dapat melimpas dari tanggul. Kemiringan timbunan tambahan tidak boleh lebih curam dari kemiringan asli tanggul. Untuk tanggul dengan kedalaman air rencana (H pada Gambar 9.1) lebih dari 1,50 m, maka tempat galian bahan harus cukup jauh dari tanggul agar stabilitasnya dapat dijamin. Garis yang ditarik dari garis air rencana pada permukaan tanggul melalui pangkal asli tanggul
  • 23. (kalau diperlebar) sebaiknya lewat dari bawah potongan melintang galian bahan. Lihat Gambar 9.1. Jika tanggul mempunyai lebar atas yang kecil/ sempit, maka bahu (berm) bagian tambahan harus cukup lebar guna mengakomodasi jalur pemeliharaan selama muka air mencapai ketinggian kritis. Fasilitas ini harus disediakan di semua potongan jika bagian atas tanggul tidak dipakai sebagai jalur pemeliharaan. Galian bahan yang ada disepanjang tepi air harus dibuat dengan interval tertentu guna memperlambat kecepatan air yang mengalir di sepanjang pangkal timbunan. Galian semacam ini juga berfungsi sebagai tempat menyeberangkan alat – alat pemeliharaan selama muka air rendah. Intervalnya tidak lebih dari 400 m dan lebar minimum 10 m. i. Pembuang Fasilitas pembuang harus disediakan untuk tanggul yang harus menahan air untuk jangka waktu yang lama (tanggul banjir biasanya tidak diberi pembuang). Pembuang terdiri dari : i) Parit dipangkal tanggul ii) Saringan pemberat (reverse filter), baik yang direncanakan sebagai pembuang pangkal. j. Lindungan Lindungan lereng terhadap erosi oleh aliran air, baik yang berasal dari hujan maupun sungai, bisa berupa tipe – tipe berikut : - Rumput - Pasangan batu kosong - Pasangan (lining) - Bronjong Rumput pelindung yang memadai hendaknya diberikan pada permukaan – permukaan tanggul untuk melindunginya dari bahaya erosi akibat limpasan air hujan pada tanggul. Sedangkan jenis – jenis lindungan lainnya dipakai untuk lindungan terdapat aliran air di sungai atau saluran. Karena ketiga jenis yang lain ini cukup mahal, mereka hanya digunakan untuk bentang pendek. 2. Fasilitas Eksploitasi a. Komunikasi
  • 24. 1. Jaringan jalan Untuk keperluan – keperluan ekspoitasi dan pemeliharaan (E&P), jaringan jalan harusdibangun di sepanjang urat nadi jaringan irigasi, yaitu saluran primer dan sekunder. Selain itu untuk keperluan pengangkutan hasil panen serta untuk jalan masuk alat pertanian seperti traktor, maka perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat pula, karena banyak ditemukan di lapangan jalan petani yang rusak atau tidak ada sama sekali sehingga akses petani dari dan ke sawah menjadi terhambat, terutama untuk petak sawah yang paling ujung. Jalan juga harus dibangun di sepanjang saluran – saluran pembuang yang besar dan diatas tanggul – tanggul banjir. Konstruksi jalan – jalan tersebut harus dibangun memadai agar dapat memenuhi kebutuhan keluar – masuknya staf E&P di daerah proyek, khususnya selama musim hujan. Bangunan – bangunan penting harus mudah dicapai sewaktu turun hujan lebat. Jika kurang berfungsi maka bangunan – bangunan itu akan membahayakan keselamatan proyek dan penduduk yang bermukim di daerah itu. Kriteria bangunan untuk jalan telah dibahas dalam Bab 8. Dalam hubungan ini, perencana jaringan jalan perlu memikirkan sarana angkutan yang dipakai oleh Staf E&P dan para pengguna lain jaringan ini. Berdasarkan kategori sarana angkutan/transpor dan perkiraan volume lalu lintas, perencana akan menentukan kelas jalan dan parameter – parameter bangunannya. 2. Jaringan radio dan telepon Jaringan komunikasi telepon dan radio sama pentingnya dalam kegiatan eksploitasi jaringan irigasi. Kedua jaringan, jalan dan telepon/ radio, harus diinstalasi dan saling melengkapi satu sama lain. Jaringan telepon dan radio mempunyai kelebihan – kelebihan dan kelemahan – kelemahannya masing – masing. Beberapa diantaranya :
  • 25.  Pemasangan jaringan telepon lebih mahal, tetapi di daerah – daerah yang lebih berkembang, perangkat kerasnya (misalnya tiang telepon) sudah ada  Jaringan telepon dapat dihubungkan ke jaringan umum; ini memungkinkan untuk - Saluran telepon mudah rusak, khususnya selama hujan badai, justru sewaktu sarana ini paling dibutuhkan  Sambungan radio murah pemasangannya  Persediaan tenaga (kebanyakan digunakan batere) tidak bisa diandalkan jika sistem penyediaan tenaga umum tidak ada  Jarak yang bisa diliput oleh pemancar radio terbatas akibat jangkauan gelombang radio yang terbatas (biasanya FM) Karena alasan – alasan diatas, maka cara pemecahan yang dianjurkan adalah membuat suatu sistem komunikasi yang merupakan kombinasi antara sambungan telepon dan radio pemancar/ penerima. b. Kantor dan Perumahan Staf Perumahan harus disediakan untuk staf lapangan, seperti misalnya Juru Pengairan, Mantri Pengairan dan Pengamat. Para petugas lapangan bermukim di lapangan dekat dengan daerah kerja mereka atau dengan bangunan yang menjadi tanggung jawabnya. Rumah – rumah ini digolong – golongkan menurut pangkat pegawai (dalam meter persegi). Biasanya rumah – rumah ini mempunyai luas lantai 36 m2 (juru pengairan), 50 m2 (pengamat pengairan) atau 70 m2 (kepala seksi pengairan). Pengamat memerlukan sebuah kantor kecil (≈ 36 m2) yang biasanya merupakan salah satu bagian dari rumahnya. Standar untuk rumah – rumah ini diberikan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya bekerja sama dengan para pejabat setempat seperti Dinas Pekerjaan umum dan Direktorat Tata Bangunan. Luas lantai untuk kantor – kantor Kepala Seksi juga distandarisasi di tiap – tiap propinsi. c. Sanggar Tani Sanggar tani sebagai sarana untuk interaksi antar petani, dan antara petani dan petugas irigasi dalam rangka memudahkan penyelesaian permasalahan yang terjadi di lapangan. Pembangunannya disesuaikan
  • 26. dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat serta letaknya di setiap bangunan sadap/offtake tersier dan bangunan bagi sekunder. Disarankan pada offtake tersier berukuran 3 x 3 m2 sedangkan di bangunan bagi berukuran 3 x 4 m2, sedangkan konstruksinya bangunan beratap tanpa dinding. d. Patok Hektometer Untuk mempermudah identifikasi dan orientasi di lapangan, patok – patok hektometer harus ditempatkan di sepanjang saluran primer dan sekunder dan disepanjang tanggul. Patok – patok ini akan menunjukkan (singkatan) nama saluran irigasi dan pembuang dari awal saluran atau tanggul dalam hektometer (100 m), dan singkatan nama saluran. e. Patok Sempadan Setelah proses pembebasan tanah selesai dilaksanakan, ditindaklanjuti pemasangan patok tetap sepanjang garis sempadan dengan jarak maksimal 100 m pada saluran relatif lurus, maksimal setiap 25 m pada tikungan saluran atau lebih rapat sesuai dengan garis lingkar tikungan. Setiap patok ditetapkan koordinatnya, dipetakan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. Ukuran patok 20 x 20 cm, tinggi 1,6 m (1,60 m beton cor 1: 2 : 3 dan 1,10 m ditanam 0,50 m dicat kuning) sesuai Permen PU no 22/PRT/M/2006 tentang Pengamanan dan Perkuatan Hak atas Tanah Departemen PU. f. Pelat Nama Pelat nama untuk saluran dan bangunan berfungsi untuk mempermudah identifikasi. Pelat – pelat tersebut harus menunjukkan nama saluran dan daerah yang diairi dalam ha. Pelat– pelat itu ditempatkan di awal saluran pada lereng dalam. Pelat nama untuk setiap bangunan harus dipasang di tempat yang benar pada bangunan tersebut. Untuk setiap pintu yang merupakan bagian dari bangunan bagi, namanya harus ditunjukkan dengan baja atau pada skala liter (untuk alat ukur Romijn). g. Papan Pasten Papan pasten dipasang di setiap bangunan sadap atau bagi. Ukuran dan tulisan pada papan pasten distandarisasi (lihat Standar Bangunan Irigasi BI – 02). Juru pintu akan mengisi papan–papan ini secara
  • 27. teratur dengan data–data sebenarnya mengenai setelah pintu dan besar debit. Pentani dapat membaca dan mencek apakah pembagian air ditangani sebagaimana mestinya. Papan pasten juga menunjukkan berbagai daerah dengan tanamannya serta tahap pertumbuhan tanaman – tanaman tersebut. h. Papan duga Muka Air Papan duga untuk membaca tinggi muka air di saluran terbuat dari pelat baja yang dilapisi bahan logam enamel. Warna – warna yang digunakan adalah putih untuk alas dan biru untuk huruf dan angka. Papan duga mempunyai ukuran – ukuran yang diberikan pada Standar Bangunan Irigasi, BI – 02. Penempatan papan duga bergantung pada pemanfaatan papan tersebut. Untuk bangunan – bangunan utama atau sungai papan ini dipasang dengan ketinggian nol pada mercu bendung atau pada evaluasi yang tepat sesuai dengan ketinggian titik nol yang dipakai. Papan duga untuk alat ukur Romijn hanya memberikan tinggi muka air relatif saja dan pembacaan yang sama disaluran dan pada skala cm pada kerangka bangunan. Untuk alat ukur Crump-de Gruyter tinggi titik nol papan duga harus sesuai dengan tinggi ambang pintu itu yang menunjukkan kedalam air diatas ambang. Papan duga yang dipasang pada bangunan dan dipakai untuk menyetel pintu (dan debit) dibuat dari aluminium dengan garis–garis dan huruf– huruf yang digoreskan. Penggunaan baja berlapis enamel untuk papan– papan duga ini tidak dianjurkan karena mudah rusak dan tidak terbaca. i. Pintu Pintu bangunan di saluran biasanya dibuat dari baja. Dalam Standar Bangunan Irigasi (BI – 02) diberikan detail–detail lengkap mengenai ukuran dan tipe standar pintu. Ketiga tipe pintu standar adalah : - Pintu gerak Romijn - Pintu Crump – de Gruyter - Pintu Sorong Pintu–pintu lain diberikan seperti pada Tipe Bangunan Irigasi, BI – 01.
  • 28. Pintu–pintu sorong dengan bukaan lebar biasanya dibuat dari kayu yang lebih murah untuk ukuran ini. Untuk pintu–pintu yang besar atau kompleks pintu biasanya dibuat rumah pintu untuk tenaga eksploitasi agar terlindung dari keadaan cuaca. Pintu–pintu radial bisa mempunyai keuntungan–keuntungan ekonomis bila bangunan di mana pintu ini dipasang dibuat dari beton. Pada bangunan – bangunan dari pasangan batu, gaya–gaya harisontal pada as menimbulkan masalah–masalah konstruksi. Pintu keluar (outlet) pembuang adalah tipe pintu khusus karena harus dapat menghalangi air yang telah dibuang agar tidak mengalir kembali ke daerah semula jika muka air di luar lebih tinggi dari muka air di dalam pembuang. Keadaan ini dapat terjadi pada pembuang ke sungai, pada waktu sungai banjir atau pada pembuang ke laut yang dipengaruhi oleh pasang–surutnya air laut. j. AWLR Mengingat semakin meningkatnya pemanfaatan sumber daya air untuk berbagai keperluan serta kecenderungan menurunnya kontinuitas ketersediaan air. Maka perlu dilakukan penghematan atau efisiensi pemanfaatan air untuk irigasi yang merupakan pemanfaatan air yang paling besar. Dengan mempertimbangkan pemikiran diatas maka pada setiap daerah irigasi perlu dipasang alat pengukur debit air secara kontinyu. Untuk itu pada awal saluran induk perlu dipasang Automatic Water Level Recorder (AWLR). AWLR adalah alat perekam tinggi muka air secara kontinyu, dengan menggunakan rating curve yang sesuai akan dengan mudah diketahui debit serta volume dari air yang melewati alat ini. AWLR hanya dipasang pada daerah irigasi yang mempunya areal lebih besar atau sama dengan 1000 ha, dan dipasang di saluran induk setelah air masuk pintu intake dan melewati kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur). Type AWLR terdiri dari 2 type, yaitu type pencatatan grafik dan type pencatatan digital. Type pencatatan digital lebih praktis karena pencatatan sudah langsung berupa besaran numerik, namun harganya lebih mahal dari AWLR type pencatatan grafis.
  • 29. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi pemasangan AWLR adalah sebagai berikut: 1. Saluran harus merupakan saluran pasangan beton, supaya aliran air tidak bergelombang. 2. Jarak dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur) atau dari pintu intake adalah 50 m. 3. Saluran harus lurus mulai dari pintu outlet kantong lumpur (jika direncanakan dengan kantong lumpur) atau dari pintu intake sampai 50 m di downstream stasiun AWLR. 4. Bangunan – bangunan Lain a. Peralatan Pengaman Para perencana harus menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh bangunan yang direncana terhadap keamanan umum, terutama anak–anak. Peralatan pengaman dimasukkan untuk mencegah orang atau ternak masuk ke saluran, atau membantu keluar orang–orang yang dengan atau tidak masuk ke dalam saluran. Peralatan pengaman yang dapat dipakai adalah pagar, pegangan/sandaran, tanda bahaya, kisi–kisi penyaring, tangga dan penghalang di depan lubang masuk pipa. Karena peralatan pengaman mahal harganya, maka harus benar–benar diselidiki apakah alat–alat itu memang perlu dipasang. Paling tidak lubang masuk sipon dan bangunan–bangunan dengan aliran air yang cepat harus diberi perlindungan. Pagar atau instalasi kisi – kisi penyaring dimuka lebih disukai untuk bangunan–bangunan ini, tetapi tali pengamanan di depan lubang masuk dan tangga pada talut kadang–kadang lebih cocok. b. Tempat Cuci Tempat cuci yang berupa tangga pada tanggul saluran akan memungkinkan penduduk yang tinggal di daerah dekat saluran untuk mencapai air saluran. Dengan menyediakan tempat–tempat cuci berarti mencegah penduduk agar mereka tidak membuat fasilitas – fasilitas itu sendiri dengan cara merusak atau menghalangi saluran. Standar Perencanaan tangga cuci diberikan dalam Standar Bangunan Irigasi, BI – 02. c. Kolam mandi ternak
  • 30. Memandikan ternak (kerbau) di saluran merupakan penyebab utama semakin rusaknya tanggul saluran di berbagai daerah. Agar ternak tidak masuk saluran, dibuatlah tempat mandi khusus untuk ternak. Jika tersedia tempat, kolam ini akan dibuat diluar saluran tetapi diberi air dari saluran dengan pipa. Kalau tidak cukup tersedia tempat di luar saluran, kolam mandi ternak dapat dibuat sebagai bagian dari saluran yang diperlebar dan diberi lindungan. Satu kolam mandi ternak untuk satu desa akan cukup. Kolam–kolam ini yang dibangun di sepanjang atau di dalam saluran irigasi, hanya diperlukan jika tak tersedia kolam mandi ditempat–tempat lain, misal di saluran pembuang atau sungai. 5. Pencegahan Rembesan a. Dinding Halang Dinding–dinding (cut-off wall) yang dibuat tegak lurus terhadap bangunan merupakan lindungan yang efektif terhadap rembesan. Dalam teori angka rembesan Lane, dinding vertikal diambil/ dihitung penuh, sedangkan bidang horisontal hanya diambil 1/3 dari panjangnya. Dinding halang ditempatkan di bawah dan di kedua sisi bangunan yang mungkin harus menanggulangi beda tinggi energi yang besar, seperti : bangunan terjun, bangunan pengatur dan pintu. Bangunan seperti pipa gorong–gorong dan pipa sipon sangat memerlukan dinding halang di sekitar pipa untuk mencegah terjadinya rembesan di sepanjang pipa bagian luar. Dinding halang bisa dibuat tipis karena dinding ini tidak terkena gaya apa pun kecuali menahan beratnya sendiri. Pada bangunan pengatur, tepat terbaik untuk dinding halang adalah di lokasi yang sama dengan lokasi pintu. b. Koperan Koperan dibuat di ujung lapis (lining) keras saluran atau bangunan. Koperan mempunyai dua fungsi : - Lindungan terhadap erosi - Lindungan terhadap aliran rembesan yang terkonsentrasi Koperan dibuat pada kedalaman minimum 0,60 m c. Filter
  • 31. Filter diperlukan untuk mencegah kehilangan bahan akibat aliran air. Filter dapat dibuat dengan (1) campuran pasir dan kerikil yang bergradasi baik, (2) dengan kain sintetis atau filter alamiah (ijuk) atau (3) kombinasi keduanya. d. Lubang Pembuang Lubang–lubang pembuang dapat dibuat untuk membebaskan tekanan air di belakang dindidng (penahan) dan di bawah lantai. Gambar 9.11 menunjukkan sebuah tipe lubang pembuang. Lubang pembuang sebaiknya dipertimbangkan dalam perhitungan perencanaan, karena kapasitasnya untuk membebaskan tekanan bergantung kepada banyak parameter yang belum diketahui dan sangat lokal sifatnya. e. Alur Pembuang Alur pembuang berfungsi seperti lubang pembuang. Kalau lubang pembuang ini berupa titik lubang pembebas tekanan, maka alur pembuang lebih panjang lagi. Kebanyakan alur pembuang dibuat di ujung lantai kolam olak atau dipangkal dinding panahan. Kadang–kadang dibuat alur– alur pembuang pangkal khusus pada sisi kering suatu tanggul (lihat pasal 9.18). BAB IV SALURAN IRIGASI A. SALURAN TANAH TANPA PASANGAN 1. Perencanaan Saluran yang Stabil Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan berimbang sepanjang tahun. Ruas-ruas saluran harus mantap. Sedimentasi (pengendapan) di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut sedimennya
  • 32. berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran, adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit (kapasitas angakutan sedimen relatif) tetap sama atau sedikit lebih besar. Sedimen yang memasuki jaringan saluran biasanya hanya mengandung partikel . partikel lempung dan lanau melayang saja (lempung dan lanau dengan d < 0,088 mm). Partikel-partikel yang lebih besar, kalau terdapat di dalam air irigasi, akan tertangkap di kantong lumpur di bangunan utama. Kantong lumpur harus dibuat jika jumlah sedimen yang masuk ke dalam jaringan saluran dalam setahun yang tidak terangkut ke sawah Kriteria Perencanaan - Saluran (partikel yang lebih besar dari 0,088 mm), lebih dari 5 % dari kedalaman air di seluruh jaringan saluran. Jadi, volume sedimen adalah 5 % dari kedalaman air kali lebar dasar saluran kali panjang total saluran. Gaya erosi diukur dengan gaya geser yang ditimbulkan oleh air di dasar dan lereng saluran. Untuk mencegah terjadinya erosi pada potongan melintang gaya geser ini harus tetap di bawah batas kritis. 2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan Perencanaan saluran dipengaruhi oleh persyaratan pengangkutan sedimen melalui jaringan dan dengan demikian kriteria angkutan sedimen mempengaruhi perencanaan. 3. Aliran irigasi bersedimen di saluran tanah Masalah sedimen dan saluran tanah adalah situasi yang paling umum dijumpai dalam pelaksanaan irigasi di Indonesia. Kini perencanaan irigasi sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan sedimen.Biasanya sedimentasi memainkan peranan penting dalam perencanaan saluran primer. Saluran ini sering direncana sebagai saluran garis tinggi dengan kemiringan dasar yang terbatas. Saluran sekunder yang dicabangkan dari saluran primer dan mengikuti punggung sering mempunyai kemiringan dasar sedang dan dengan demikian kapasitas angkut sedimen relatif lebih tinggi, sehingga kriteria erosi bisa menjadi faktor pembatas. a. Rumus Aliran Untuk perencanaan ruas, aliran saluran dianggap sebagai aliran tetap, dan untuk itu diterapkan rumus Strickler.
  • 33. V = K R 2/3 I = A A = ( b + m h ) h P = ( b + 2 h 1 + m2 ) Q = V x A b = n x h Dimana : Q = debit saluran, m3/dt v = kecepatan aliran, m/dt A = potongan melintang aliran, m2 R = jari . jari hidrolis, m P = keliling basah, m b = lebar dasar, m h = tinggi air, m I = kemiringan energi (kemiringan saluran) k = koefisien kekasaran Stickler, m1/3/dt m = kemiringan talut (1 vertikal : m horizontal) b. Koefisien Kekasaran Strickler Koefisien kekasaran bergantung kepada faktor . faktor berikut : - Kekasaran permukaan saluran - Ketidakteraturan permukaan saluran - Trase - Vegetasi (tetumbuhan), dan - Sedimen Bentuk dan besar/ kecilnya partikel di permukaan saluran merupakan ukuran kekasaran. Akan tetapi, untuk saluran tanah ini hanya merupakan bagian kecil saja dari kekasaran total. Pada saluran irigasi, ketidak teraturan permukaan yang menyebabkan perubahan dalam keliling basah dan potongan melintang mempunyai pengaruh yang lebih penting pada koefisien kekasaran saluran daripada kekasaran permukaan. Perubahan-perubahan mendadak pada permukaan saluran akan memperbesar koefisien kekasaran. Perubahan-perubaban ini dapat disebabkan oleh penyelesaian konstruksi saluran yang jelek atau karena erosi pada talut saluran. Terjadinya riak-riak di dasar saluran akibat interaksi aliran di perbatasannya juga berpengaruh terhadap
  • 34. kekasaran saluran. Pengaruh vegetasi terhadap resistensi sudah jelas panjang dan kerapatan vegetasi adalah faktor-faktor yang menentukan. Akan tetapi tinggi air dan kecepatan aliran sangat membatasi pertumbuhan vegetasi. Vegetasi diandaikan minimal untuk harga-harga k yang dipilih dan dipakai dalam perencanaan saluran. Pengaruh trase saluran terhadap koefisien kekasaran dapat diabaikan, karena dalam perencanaan saluran tanpa pasangan akan dipakai tikungan berjari-jari besar. Pengaruh faktor-faktor di atas terhadap koefisien kekasaran saluran akan bervariasi menurut ukuran saluran. Ketidak teraturan pada permukaan akan menyebabkan perubahan kecil di daerah potongan Kriteria Perencanaan – Saluran melintang di saluran yang besar daripada di saluran kecil. b. Sedimentasi Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah yang tidak akan menyebabkan pengendapan partikel dengan diameter maksimum yang diizinkan (0.088 mm).Tetapi secara kuantitas baru sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara karakteristik aliran dan sedimen yang ada. Untuk perencanaan saluran irigasi yang mengangkut sedimen, aturan perencanaan yang terbaik adalah menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per satuan debit masing ruas saluran di sebelah hilir setidak- tidaknya konstan.Dengan berdasarkan rumus angkutan sedimen Einstein- Brown dan Englund Hansen, maka Karena rumus-rumus ini dihubungkan dengan saluran yang relatif lebar, dianjurkan agar harga I¡îh bertambah besar ke arah hilir guna mengkompensasi pengaruh yang ditimbulkan oleh kemiringan talut saluran. Ini menghasilkan kriteria bahwa I¡îR adalah konstan atau makin besar ke arah hilir. Kecuali pada penggal saluran sebelah hulu bangunan pengeluar sedimen (sediment excluder). Jika diikuti kriteria I¡îR konstan, sedimentasi terutama akan terjadi pada ruas hulu jaringan saluran. Biasanya jaringan saluran akan direncana dilengkapi dengan kantong lumpur atau excluder (bangunan penangkap sedimen kasar yang mengalir didasar saluran ) yang dibangun dekat dengan bangunan pengambilan di sungai. Jika semua persyaratan telah dipenuhi, bangunan ini akan memberikan harga I¡îR untuk jaringan saluran hilir. c. Erosi
  • 35. Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata- rata) maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Konsep itu didasarkan pada hasil riset yang diadakan oleh US Soil Conservation Service (USDA - SCS, Design of Open Channels, 1977) dan hanya memerlukan sedikit saja data lapangan seperti klasifikasi tanah (Unified System), indeks plastisitas dan angka pori. 4. Geometri Untuk mengalirkan air dengan penampang basah sekecil mungkin, potongan melintang yang berbentuk setengah lingkaran adalah yang terbaik. Usaha untuk mendapatkan bentuk yang ideal dari segi hidrolis dengan saluran tanah berbentuk trapesium, akan cenderung menghasilkan potongan melintang yang terlalu dalam atau sempit. Hanya pada saluran dengan debit rencana sampai dengan 0,5 m3/dt saja yang potongan melintangnya dapat mendekati bentuk setengah lingkaran. Saluran dengan debit rencana yang tinggi pada umumnya lebar dan dangkal dengan perbandingan b/h (n) sampai 10 atau lebih. Harga n yang tinggi untuk debit-debit yang lebih besar adalah perlu, sebab jika tidak, kecepatan rencana akan melebihi batas kecepatan maksimum yang diizinkan. Lebih-lebih lagi, saluran yang lebih lebar mempunyai variasi muka air sedikit saja dengan debit yang berubah- ubah, dan ini mempermudah pembagian air. Pada saluran yang lebar, efek erosi atau pengikisan talut saluran tidak terlalu berakibat serius terhadap kapasitas debit. Dan karena ketinggian air yang terbatas, kestabilan talut dapat diperoleh tanpa memerlukan bahu (berm) tambahan. Kerugian utama dari saluran yang lebar dan dangkal adalah persyaratan pembebasan tanah dan penggaliannya lebih tinggi, dan dengan demikian biaya pelaksanaannya secara umum lebih mahal. Untuk tanggul yang tingginya lebih dari 3 m lebar bahu (berm) tanggul harus dibuat sekurang-kurangnya 1 m (setiap 3 m). Bahu tanggul harus dibuat setinggi muka air rencana di saluran. Untuk kemirinan luar, bahu tanggul (jika perlu) harus terletak di tengah-tengah antara bagian atas dan pangkal tanggul. 5. Lengkung Saluran Lengkung yang diizinkan untuk saluran tanah bergantung kepada:
  • 36. - Ukuran dan kapasitas saluran - Jenis tanah - Kecepatan aliran. Jari-jari minimum lengkung seperti yang diukur pada as harus diambil sekurang-kurangnya 8 kali lebar atas pada lebar permukaan air rencana. Panjang pasangan harus dibuat paling sedikit 4 kali kedalaman air pada tikungan saluran. Jari-jari minimum untuk lengkung saluran yang diberi pasangan harus seperti berikut - 3 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran kecil (< 0,6 m3/dt), dan sampai dengan - 7 kali lebar permukaan air untuk saluran-saluran yang besar (> 10 m3/dt). 6. Tinggi Jagaan Tinggi jagaan bergunan untuk : - Menaikkan muka air di atas tinggi muka air maksimum - Mencegah kerusakan tanggu saluran Meningginya muka air sampai di atas tinggi yang telah direncana bisa disebabkan oleh penutupan pintu secara tiba-tiba disebelah hilir, variasi ini akan bertambah dengan membesarnya debit. Meningginya muka air dapat pula diakibatkan oleh pengaliran air buangan ke dalam saluran. 7. Lebar Tanggul Jalan inspeksi terletak ditepi saluran di sisi yang diairi agar bangunan sadap dapat dicapai secara langsung dan usaha penyadapan liar makin sulit dilakukan. Lebar jalan inspeksi dengan perkerasan adalah 5,0 m atau lebih, dengan lebar perkerasan sekurang-kurangnya 3,0 meter. 8. Garis Sempadan Saluran Penetapan garis sempadan jaringan irigasi ditujukan untuk menjaga agar fungsi jaringan irigasi tidak terganggu oleh aktivitas yang berkembang disekitarnya. Prinsip dasar penentuan garis sempadan saluran adalah untuk memperoleh ruang keamanan saluran irigasi sehingga aktivitas yang berkembang diluar garis tersebut tidak mempengaruhi kestabilan saluran, yang
  • 37. ditunjukkan oleh batas daerah gelincir. Pada saluran bertanggul, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah yang dipakai sebagai bahan badan tanggul, jenis tanah dasar, ketinggian tanggul dan kemiringan tanggul. Pada saluran galian, batas gelincir dipengaruhi oleh jenis tanah asli, kemiringan galian dan tinggi galian. Pada kasus dimana bahan timbunan untuk tanggul saluran diambil dari galian tanah disekitar saluran, maka galian tanah harus terletak diluar garis sempadan saluran. 1. Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul - Garis sempadan saluran irigasi tak bertanggul sebagaimana tercantum dalam Gambar 3.6 ini jaraknya diukur dari tepi luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi. - Jarak garis sempadan sekurang-kurangnya sama dengan kedalaman saluran irigasi - Untuk saluran irigasi yang mempunyai kedalaman kurang dari satu meter, jarak garis sempadan sekurang-kurangnya satu meter. 2. Garis sempadan saluran irigasi bertanggul 3. Garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing a. diukur dari tepi luar parit drainase untuk sisi lereng di atas saluran b. diukur dari sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di bawah saluran 4. Garis sempadan saluran pembuang irigasi - Garis sempadan saluran pembuang irigasi tak bertanggul jaraknya diukur dari tepi luar kanan dan kiri saluran pembuang irigasi dan garis sempadan saluran pembuang irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul - Garis sempadan saluran pembuang irigasi jaraknya diukur dari sisi/tepi luar saluran pembuang irigasi atau sisi/tepi luar jalan inspeksi. 9. Perencanaan Saluran Gendong Debit drainasi ditentukan untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan saluran drainasi untuk membuang kelebihan air yang ada di permukaan (drainasi permukaan) terutama yang berasal dari daerah
  • 38. perbukitan (hilly area). Kapasitas debit drainasi ini menentukan dimensi saluran dan kemiringan memanjang dari saluran. 10. Potongan Memanjang a. Muka air yang diperlukan Tinggi muka air yang diinginkan dalam jaringan utama didasarkan pada tinggi muka air yang diperlukan di sawah-sawah yang diairi Prosedurnya adalah pertama-tama menghitung tinggi muka air yang diperlukan di bangunan sadap tersier. Lalu seluruh kehilangan di saluran kuarter dan tersier serta bangunan dijumlahkan menjadi tinggi muka air di sawah yang diperlukan dalam petak tersier.Ketinggian ini ditambah lagi dengan kehilangan tinggi energi di bangunan sadap tersier dan longgaran (persediaan) untuk variasi muka air akibat eksploitasi jaringan utama pada tinggi muka air parsial (sebagian). Untuk irigasi yang lebih luas (skala besar) perlu perhitungan yang lebih teliti mendekati kebenaran. Yaitu dengan memperhitungkan adanya pengaruh pembendungan (back water) dari bangunan hilir (downstream) terhadap bangunan hulu (up stream). Hal ini akan menyebabkan pengurangan kehilangan tinggi yang dibutuhkan. Akumulasi pengurangan tinggi dalam seluruh sistem dapat mempunyai nilai yang perlu dipertimbangkan. Setelah debit kebutuhan air dihitung, maka didapatkan debit kebutuhan air selama setahun serta debit maksimum kebutuhan air pada periode satu mingguan atau dua mingguan tertentu. Debit maksimum (Q maks) yang didapat dalam kenyataan operasinya hanya dialirkan selama satu minggu atau dua minggu pada periode sesuai kebutuhannya. Selain dari debit, dalam melakukan desain saluran, elevasi muka air di saluran ditentukan berdasarkan ketinggian sawah, kemiringan saluran dan kehilangan tinggi di bangunan tersier, dimana elevasi tersebut harus terpenuhi supaya jumlah air yang masuk ke sawah sesuai dengan kebutuhan. Jika dalam perhitungan dimensi saluran menggunakan Q maks dengan ketinggian muka air H yang kejadiannya selama satu minggu atau dua minggu saja selama setahun, maka ketika Q lebih kecil dari Q maks akibatnya ketinggian muka air lebih kecil dari H dan akan mengakibatkan tidak terpenuhinya elevasi muka air yang dibutuhkan untuk mengalirkan air ke sawah sehingga debit yang dibutuhkan petak tersier tidak terpenuhi. Untuk mengatasi ini maka pintu pengatur muka
  • 39. air diturunkan sedemikian sehingga muka air naik pada elevasi yang dibutuhkan untuk air sampai disawah. Berdasarkan pemikiran diatas yang menjadi permasalahan adalah berapa pengurangan yang masih ditolerir sehingga pembagian air tidak terganggu tanpa menyetel bangunan pengatur muka air. Kalau toleransi pengurangan debit kecil, maka frekuensi penyetelan bangunan pengatur akan menjadi lebih sering; sebaliknya jika toleransi debit besar maka frekuensi penyetelan menjadi jarang. Angka yang cukup memadai adalah penggunaan Q 85% dengan ketinggian 0.90 H. Longgaran untuk variasi muka air ¥Äh ditetapkan: 0,10 hlOO (0,10 x kedalaman air rencana) ; 0,90 hlOO adalah kedalaman air perkiraan pada 85 persen dari Qrencana. Apabila prosedur ini menyebabkan muka air jaringan utama naik di atas muka tanah, maka pengurangan tinggi muka air tersier dapat dipertimbangkan. b. Kemiringan Memanjang Kemiringan memanjang ditentukan terutama oleh keadaan topografi, kemiringan saluran akan sebanyak-mungkin mengikuti garis muka tanah pada trase yang dipilih. Kemiringan memanjang saluran mempunyai harga maksimum dan minimum. Usaha pencegahan terjadinya sedimentasi memerlukan kemiringan memanjang yang minimum. Untuk mencegah terjadinya erosi, kecepatan maksimum aliran harus dibatasi. - Kemiringan Minimum - Kemiringan maksimum - Perencanaan Kemiringan Saluran 11. Sipatan Penampang Saluran Tanah Sipatan penampang saluran tanah diperlukan dalam rangka mempermudah pemeliharaan saluran di kemudian hari. Pada saluran tanah (tanpa pasangan) yang masih baru, as saluran , batas tanggul, lebar tanggul masih terlihat profilnya, namun dengan berjalannya waktu tanda . tanda tadi akan makin kabur, bahkan as saluran tidak pada as rencana saluran tadinya. Dibeberapa tempat saluran sudah tidak lagi lurus atau pada belokan telah berubah jari . jari kelengkungannya. Hal ini akan merupakan kendala pada waktu akan dilakukan rehabilitasi saluran. Sipatan penampang yang dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat sipatan lining dari pasangan batu/beton dengan lebar 0,5 . 1,00 m.
  • 40. Penempatan sipatan minimal 3 sipatan dalam 1 ruas saluran maksimum 300 m antar sipatan. B. SALURAN PASANGAN 1. Kegunaan Saluran Pasangan Saluran pasangan (lining) dimaksudkan untuk : - Mencegah kehilangan air akibat rembesan - Mencegah gerusan dan erosi - Mencegah merajalelanya tumbuhan air - Mengurangi biaya pemeliharaan - Memberi-kelonggaran untuk lengkung yang lebih besar - Tanah yang dibebaskan lebih kecil Tanda-tanda adanya kemungkinan terjadinya perembesan dalam jumlah besar dapat dilihat dari peta tanah. Penyelidikan tanah dengan cara pemboran dan penggalian sumuran uji di alur saluran akan lebih banyak memberikan informasi mengenai kemungkinan terjadinya rembesan. Pasangan mungkin hanya diperlukan untuk ruas-ruas saluran yang panjangnya terbatas. 2. Jenis – jenis Pasangan Banyak bahan yang dapat dipakai untuk pasangan saluran (lihat FAO Kraatz, 1977). Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada empat bahan yang dianjurkan pemakaiannya : - Pasangan batu - Beton, - Tanah - Dapat juga menggunakan Beton Ferro cement Pembuatan pasangan dari bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan sulitnya memperoleh persediaan bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu sendiri. Pasangan batu dan beton lebih cocok untuk semua keperluan, kecuali untuk perbaikan stabilitas tanggul. Pasangan tanah hanya cocok untuk pengendalian rembesan dan perbaikan stabilitas tanggul. Tersedianya bahan di dekat tempat pelaksanaan konstruksi merupakan faktor yang penting dalam
  • 41. pemilihan jenis pasangan. Jika bahan batu tersedia, maka pada umumnya dianjurkan pemakaian pasangan batu. Pasangan dari bata merah mungkin bisa juga dipakai. Aliran yang masuk ke dalam retak pasangan dengan kecepatan tinggi dapat mengeluarkan bahan-bahan pasangan tersebut. Kecepatan maksimum dibatasi dan berat pasangan harus memadai untuk mengimbangi gaya tekan ke atas. Sebagai alternatif jenis-jenis lining, dewasa ini sudah mulai banyak diaplikasikan penggunaan material ferrocemen untuk saluran irigasi dan bangunan air. Struktur ferosemen yang mudah dikerjakan dan ramah lingkungan sangat cocok untuk diterapkan diberbagai bentuk konstruksi. Bentuk penulangan yang tersebar merata hampir diseluruh bagian struktur memungkinkan untuk dibuat struktur tipis dengan berbagai bentuk struktur sesuai dengan kreasi perencananya. a. Lining Permukaan Keras Lining Permukaan keras, dapat terdiri dari plesteran pasangan batu kali atau beton. Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm. Untuk beton tumbuk tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik (sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Tebal minimum pasangan beton ferrocement adalah 3 Cm. Untuk pasangan semen tanah atau semen tanah yang dipadatkan, tebal minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm untuk saluran yang lebih besar. b. Tanah Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar saluran dan 75 cm untuk talut saluran. Pasangan campuran (kombinasi) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat dipakai juga. Pemilihan jenis pasangan akan bergantung kepada kondisi dan bahan yang tersedia. Detail konstruksi pasangan diperlihatkan dalam Gambar Perencanaan Standar. c. Lining Ferrocemen Ferrocement adalah suatu tipe dinding tipis beton bertulang yang dibuat dari mortar semen hidrolis diberi tulangan dengan kawat
  • 42. anyam/kawat jala (wiremesh) yang menerus dan lapisan yang rapat serta ukuran kawat relatif kecil. Anyaman ini bisa berasal dari logam atau material lain yang tersedia. Kehalusan dan komposisi matriks mortar seharusnya sesuai dengan sistem anyaman dan selimut (pembungkusnya). Mortar yang digunakan dapat juga diberi serat / fiber. Perbedaan ferosemen dengan beton bertulang antara lain : 1. Sifat Fisik • Lebih tipis • Memiliki tulangan yang terdistribusi pada setiap ketebalannya • Penulangan 2 arah • Matriksnya hanya terdiri dari agregat halus dan semen 2. Sifat Mekanik • Sifat-sifat seragam dalam 2 arah • Umumnya memiliki kuat tarik dan kuat lentur yang tinggi • Memiliki ratio tulangan yang tinggi • Proses retak dan perluasan retak yang berbeda pada beban tarik • Duktilitas meningkat sejalan dengan peningkatan rasio tulangan anyam • Kedap air tinggi • Lemah terhadap temperatur tinggi • Ketahanan terhadap beban kejut lebih tinggi 3. Proses / pembuatan / pemeliharaan / perbaikan • Metode pembuatan berbeda dengan beton bertulang • Tidak memerlukan keahlian khusus. • Sangat mudah dalam perawatan dan perbaikan • Biaya konstruksi untuk aplikasi di laut lebih murah dibandingkan kayu, beton bertulang • material komposit. C. TEROWONGAN DAN SALURAN TERTUTUP 1. Topografi Trase saluran terpendek mungkin melintasi dataran/ tanah tinggi atau, daerah berbukit-bukit. Dalam hal ini akan dipertimbangkan
  • 43. penggalian yang dalam atau pembuatan terowongan sebagai alternatif dari pembuatan trase yang panjang dengan tinggi muka tanah yang lebih rendah. Biaya pembuatan saluran juga akan, dibandingkan dengan biaya per meter untuk pembuatan terowongan atau saluran tertutup. 2. Geologi Tipe serta kualitas tanah dan batuan penutup mempengaruhi cara pelaksanaan dan biayanya. Dibutuhkan keterangan mengenai tanah dan batuan pada trase yang dipertimbangkan, guna mengevaluasi alternatif perencanaan. Khususnya untuk alternatif terowongan, perencanaan akan mencakup biaya/ perbandingan berdasarkan hasil-hasil penyelidikan geologi teknik pendahuluan. Langkah berikutnya yang harus diambil adalah penyelidikan detail dan studi tentang alternatif yang dipilih. 3. Kedalaman galian Pada umumnya, galian sedalam 10 m akan mengacu pada dibuatnya terowongan. sebagai cara pemecahan paling efektif. Panjang total terowongan serta kondisi geologi teknik dapat sedikit mempengaruhi angka penutup 10 m tersebut. 4. Kondisi Air tanah Aspek-aspek berikut harus diperhatikan kondisi air tanah : • tekanan total di dalam trase akan memerlukan pasangan yang cukup kuat di sepanjang bangunan dan hal ini secara langsung menambah biaya pelaksanaan. • air yang membawa partikel-partikel tanah bisa mempersulit pelak-sanaan terowongan. • aliran air di permukaan dapat mempersulit pelaksanaan penggalian dan penimbunan saluran.
  • 44. BAB V PETAK IRIGASI A. Petak tersier Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier idealnya maksimum 50 ha, tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai seluas 75 ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing- masing seluas kurang lebih 8 - 15 ha. Apabila keadaan topografi. memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder
  • 45. atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi petak- petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik di bawah 500 m, tetapi prakteknya kadang- kadang sampai 800 m. B. Petak sekunder Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja. C. Petak primer Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek-proyek irigasi tertentu mempunyai dua saluran primer. Ini menghasilkan dua petak primer. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder.