Dokumen tersebut membahas respon terhadap pencabutan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210 Tahun 2018 tentang Pajak E-commerce di Indonesia. Dokumen tersebut menyatakan bahwa pencabutan peraturan tersebut terlalu cepat dan dapat memberikan kesan negatif, serta menekankan perlunya regulasi e-commerce yang melindungi konsumen dan data pribadi. Dokumen tersebut juga mendukung percepatan terbitnya Peraturan Pemerintah tentang e
1. Jl. Tebet Timur Dalam IX E No.3, RT.10/RW.9, Tebet Tim., Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820, Indonesia
+62 21 22837343
Email: tordillaslaw@gmail.com
Website: www.tordillaslaw.org
Pernyataan Sikap
Habis Terang Terbitlah Gelap: Respon terhadap Pencabutan PMK 210 Tahun 2018
Kegelapan pun menyelimuti ruang publik mendadak Menteri Keuangan mencabut PMK 210
Tahun 2018 soal pajak e-commerce di Indonesia. Belum genap 4 (empat) bulan, aturan ini
diterbitkan pada 31 Desember 2018, kemudian beberapa hari ini muncul berita Menteri
Keuangan mencabutnya. Peraturan ini memang konon membuat resah para pelaku bisnis e-
commerce Indonesia.
Dulu tak lama setelah PMK 210 ini lahir, dua minggu kemudian Asosiasi E-commerce
Indonesia (IDEA) melayangkan penolakannya. Mereka berdalih usaha UMKM bernaung di
bawah pengampuan penyedia wadah pasar elektronik (platform marketplace). Dan, UMKM
ini bisa roboh sebelum tumbuh kembang, jika belum apa-apa hendak dimintai pajak.
Pajak diperlukan pemerintah dalam pembiayaan dan pelayanan sektor publik. Menurut
prinsip ekonomi, peran pemerintah adalah mutlak dalam mengatasi kegagalan pasar
(market failure) dalam penyediaan barang publik (public goods). Public goods secara
alamiah tidak dapat/ sulit dipenuhi oleh mekanisme pasar saja, seperti fasilitas jalan raya,
penerangan, pertahanan dan keamanan, retribusi pendapatan dan sebagainya.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penarikan pajak adalah prinsip keadilan. Definisi prinsip
keadilan mungkin mencakup banyak hal, salah satunya adalah kemampuan masyarakat
dalam membayar pajak menurut kemampuan atau tingkat pendapatan. Faktor lain adalah
manfaat yang didapatkan kembali oleh pembayar pajak. Dalam hal ini, pemerintah berperan
sebagai pemasok (supplier) barang public (public goods) seperti penyediaan fasilitas jalan
raya dan keamanan lingkungan.
Konsekuensi dari prinsip keadilan ini adalah memungkin pemerintah untuk mengekslusi
masyarakat atau pengusaha kecil dalam kewajiban membayar pajak dengan memperhatikan
besarnya pendapatan yang diperoleh. Oleh karena itu, konsep melaporkan pajak atas
aktivitas usaha atau pekerjaan tidak serta merta harus membayar pajak. Masyarakat atau
pengusaha kecil yang penghasilannya di bawah nilai tertentu dapat diberi pengecualian
2. Jl. Tebet Timur Dalam IX E No.3, RT.10/RW.9, Tebet Tim., Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820, Indonesia
+62 21 22837343
Email: tordillaslaw@gmail.com
Website: www.tordillaslaw.org
dalam hal membayar pajak. Berapa besarnya batas yang dapat dikecualikan dalam
pembayaran pajak adalah isu teknis yang perlu dikaji secara mendalam.
Jadi, meskipun pada akhirnya seseorang/ pengusaha membayar pajak atau tidak namun
pencatatan sebagai wajib pajak sangat diperlukan oleh pemerintah dalam membangun
database yang baik. Ini berarti, setiap orang harus memiliki nomor pajak (NPWP) meskipun
tidak membayar pajak. Database yang baik dapat menjadi acuan pemerintah dalam
melakukan berbagai kebijakan baik yang berkaitan dengan perpajakan atau non-perpajakan.
Oleh karena prinsip ini, maka semua aktivitas ekonomi baik kecil, menengah, dan besar
harus melakukan pelaporan perpajakan dan aktivitasnya diketahui oleh pemerintah.
Pemerintah bertanggungjawab atas sistem informasi aktivitas perekonomian di Indonesia.
Karenanya, peraturan/ regulasi yang mengharuskan aktivitas ekonomi diperlukan. Ini
termasuk PMK 210 yang mengatur pelaporan pajak e-commerce. Sekali lagi perlu diingat,
pelaporan pajak tidak serta merta mengharuskan objek pajak membayar pajak. Prinsip
keadilan masih diperlukan, misalnya pemerintah yang membantu pengusaha kecil dapat
menerapkan ambang batas bayar pajak, dan juga kebijakan pajak progresif.
Sementara itu, Pemerintah harus menciptakan sistem informasi yang baik misalnya dengan
adanya database yang baik atas kegiatan ekonomi. Perlu peraturan yang jelas dan
memberikan kepastian kepada sektor usaha. Karenanya peraturan sangat diperlukan
sebagai dasar hukum, bukan sebagai regulasi yang menghambat. Mekanisme pasar akan
bekerja dengan baik apabila institusi pemerintah juga kuat.
Pemerintah nampaknya gamang menentukan kebijakan terhadap pengaturan e-commerce
di Indonesia. Belum ada data yang jelas berkenaan besaran volume transaksi oleh e-
commerce Indonesia. Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) pun mengalami kesulitan
bagaimana mendata e-commerce ini. Tumbuh kembangnya ekonomi digital di Indonesia,
ternyata menyisakan pekerjaan rumah soal regulasi yang sangat fundamental. Sementara
regulasi yang dibangun supaya efektif diperlukan kajian dan data yang kokoh.
Kemunculan PMK 210 Tahun 2018 ini sebenarnya cukup mengagetkan, setelah absennya
Peraturan Pemerintah soal e-commerce, sebagaimana mandat dari Pasal 66 UU No. 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan. Terlebih lagi, saat peraturan ini disusun menitik beratkan pada
3. Jl. Tebet Timur Dalam IX E No.3, RT.10/RW.9, Tebet Tim., Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820, Indonesia
+62 21 22837343
Email: tordillaslaw@gmail.com
Website: www.tordillaslaw.org
Pengusaha Kena Pajak (PKP) Pedagang dan Penyedia Jasa, yang dikenai Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) sebesar 10 % dari nilai transaksi penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/ Jasa
Kenapa Pajak (JKP). Sementara Penyedia Platform Marketplace dikenai kewajiban Pajak
Penghasilan. PMK ini juga mengatur bea masuk atas barang impor yang berhubungan
dengan e-commerce.
Pada substansinya PMK ini reformis dalam rangka pendataan dan penarikan pajak bagi e-
commerce. Namun sayangnya, dalam perumusan regulasi ini belum memenuhi hasil teknik
penyusunan peraturan perundang-undangan yang efektif berbasis riset akademik dan
kurang memenuhi asas hukum administrasi negara kontemporer, utamanya prinsip kehati-
hatian dengan memperhatikan fakta-fakta yang relevan (het bestuursorgaan de nodige
kennis omtrent de relevante feiten) dan pemberian penjelasan yang masuk akal-rasional
(een deugdelijke motivering).
Padahal masih banyak isu soal e-commerce yang perlu dipecahkan melalui regulasi,
misalnya soal perlindungan konsumen, perlindungan data pribadi, pencegahan kejahatan
siber, hak kekayaan intelektual, standardisasi produk dan jasa, dst.
Dengan melihat hal ini, the Institute for Digital Law and Society (Tordillas) menyampaikan
beberapa pandangan, antara lain.
1. Menyayangkan penerbitan dan pencabutan PMK 210 yang berlangsung begitu cepat;
Hal ini dapat memberikan kesan yang kurang baik atas kebijakan pemerintah dan
menciptakan ketidakpastian serta memberikan preseden yang kurang baik atas
kualitas suatu kebijakan yang mudah dibatalkan karena suatu kompromi atau
tekanan.
2. Perlunya regulasi yang dibutuhkan untuk sektor e-commerce yang menekankan pada
perlindungan konsumen, pengelolaan data pribadi, dan pencegahan kejahatan siber.
Kerangka regulasi tersebut perlu dibahas secara matang didahului oleh riset yang
dalam dan melakukan sosialisasi yang memadai atas isi peraturan tersebut. Hal ini
untuk meminimalkan perbedaan pendapat dan persepsi atas isi dari suatu regulasi.
4. Jl. Tebet Timur Dalam IX E No.3, RT.10/RW.9, Tebet Tim., Tebet, Kota Jakarta Selatan,
Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12820, Indonesia
+62 21 22837343
Email: tordillaslaw@gmail.com
Website: www.tordillaslaw.org
3. Mempercepat terbitnya Peraturan Pemerintah soal e-commerce bisa menjadi solusi
alternatif mengisi kekosongan hukum yang dibutuhkan; Peraturan pemerintah yang
transparan dan baik akan memberikan kepastian berusaha dan menciptakan iklim
usaha yang baik.
4. Selama ini, persepsi masyarakat atas pajak adalah pengurangan kesejahteraan akibat
sebagian pendapatan harus dibayarkan kepada pemerintah. Oleh karena itu, aturan
baru tentang pajak e-commerce dipersepsikan bahwa seluruh kegiatan e-commerce
harus membayar pajak. Apabila pembayaran pajak akan dikenakan berdasarkan nilai
pendapatan tertentu (threshold), maka pemerintah perlu melakukan sosialisasi yang
baik kepada masyarakat.
5. Kami mendukung pemerintah untuk menciptakan sistem informasi yang baik atas
seluruh kegiatan ekonomi di Indonesia dengan melakukan pendataan yang
sistematis sehingga kebijakan pemerintah dapat berdasarkan data yang baik pula.
Jakarta, 4 April 2019
The Institute for Digital Law and Society
Dr. Awaludin Marwan, SH, MH, MA
Kontak person : Dipo (082211114909)