SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
EDISI AGUSTUS 2014 www.lpmarena.com
DITERBITKAN OLEH:
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM)
ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PENASEHAT
Rektor UIN Sunan Kalijaga
PEMBINA
Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si
PEMIMPIN UMUM
Ahmad Jamaludin
WK. PEMIMPIN UMUM
Dedik Dwi Prihatmoko
SEKRETARIS UMUM
Annisatul Ummah
BENDAHARA
Chusnul Chotimah
DEWAN REDAKSI
Januardi S Husin, Roby Kurniawan
PEMIMPIN REDAKSI
Lugas Subarkah
REDAKTUR ONLINE
Ulfatul Fikriyah
REDAKTUR SLiLiT
Usman Hadi
REDAKTUR BAHASA
S Ghidafian Hafidz
STAF REDAKSI
Faksi, Iim, Tika, Mas’odi, Lilik, Novi, Fa’i, Ekmil,
Mutiara, Maya, Amri, Fauzi, Shoim, Cakson, Yazid,
Oli, Isma, Uul, Faisal, Ria, Khusna, Najib, Hasbul,
Anis, Irsal, Surasuk, Riza, Elmi, Mugiarjo
RANCANG SAMPUL & TATA LETAK
Khaulah Pundi M, Sabiq
FOTOGRAFER
Abdul Majid
DIREKTUR PERUSAHAAN & PRODUKSI
Khusni Hajar
KOORDINATOR PUSDA
Andy Robandi
KOORDINATOR JARKOM
Rakhmat Efendi
KOORDINATOR PSDM
Arifki Budia Warman
Kantor Redaksi/Tata Usaha
Student Center Lantai 1 No. 1/14
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto Yogyakarta 55281
Telp.: +62857 259 151 49 a/n Khusni
E-mail: lpm_arena@yahoo.com
Website: www.lpmarena.com
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
DAFTAR ISI
SLiLiT ARENA menundang semua kalangan masyarakat akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan
tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan,
bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi guna berdiskusi lebih lanjut
WARTAWAN SLiLiT ARENA DIBEKALI TANDA PENGENAL DALAM SETIAP PELIPUTAN DAN TIDAK MENERIPA AMPLOP DALAM BENTUK APAPUN
UNIVERSITARIA
6
Sosialisasi UKM
Mulai Dibenahi
Setelah sempat menemui banyak
masalah pada tahun-tahun sebelumnya,
kali ini UKM dan panitia OPAK sepakat untuk
melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian
OPAK dengan beberapa pembenahan.
KANCAH
18
Beasiswa Miskin
Mengancam Idealisme Mahasiswa
Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan mahasiswa.
Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa dengan seperangkat aturan
yang menyebabkan mahasiswa lupa fungsi sosialnya
stupidphone
8
Bimtes,
Bimbingan Bonus Kaderisasi
Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra
menjaring anggota. Di samping untuk memberi
materi sebagai bekal ujian masuk kepada maba.
PUSTAKA
11
Mendudukkan Persoalan
Di tengah perbincangan ringan,
Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti,
“kenapa orang kulit putih membuat begitu
banyak barang berharga dan membawanya
ke Papua, tapi kami orang kulit hitam hanya
memiliki sedikit barang berharga di sini?”
CATATAN KAKI
4
Baju Baru
EDITORIAL
5
OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan
16
PUISI| Kesediaanmu
Ketetapan Hati
SASTRA
14
CERPEN| Tidakkah
Kau Melukai Keluasan Cinta?
FOTOSAMPULLUGASSUBARKAH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera untuk kita semua. Saya merupakan salah satu
mahasiswa pengendara sepeda ontel di kampus ini. Maka
termasuk pula-lah saya sebagai pengguna lahan parkir
kampus.
Saya begitu resah dengan perkembangan sepeda motor
saat ini. Sebagian besar mahasiswa kini menggunakan sepeda
motor sebagai moda transportasi kuliah. Bertambahnya
jumlah kendaraan yang tidak bisa dikendalikan ini otomatis
membuat lahan parkir kampus semakin membludak, akhirnya
banyak kendaraan yang diparkir tidak pada tempatnya.
Salah satu contoh adalah kondisi parkiran di Fakultas
Dakwah dan Komunikasi. Lahan parkir yang disediakan di
sebelah utara panggung demokrasi kini sudah tidak bisa
menampung banyaknya sepeda motor mahasiswa lagi. Kini,
area selatan panggung demokrasi dan sebelah barat gedung
rektorat lama—yang seharusnya bukan lahan parkir—sudah
sering dipenuhi sepeda motor. Hal ini membuat kampus
terlihat semrawut.
Sudah dua tahun saya menuntut ilmu di kampus tercinta
ini, akan tetapi selama ini pula saya belum melihat ada tanda-
tanda bahwa area parkiran segera membaik. Mengingat
sebentar lagi kita kedatangan wajah-wajah baru dari berbagai
daerah, yang artinya akan bertambah pula jumlah kendaraan
di kampus, sebaiknya pihak pengelola universitas yang
terhormat segera menata kembali area parkir agar rapih dan
aman. Terima kasih.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
*Hendrik Basguni Sukendar, mahasiswa semester V Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan
Komunikasi.
Tata Ulang Lahan Parkir Kampus!*
3www.lpmarena.com
SURAT PEMBACASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
SUDAH TERBIT
MAJALAH ARENA EDISI 40
WONG CILIK
DI PUSARAN KONFLIKPEMASARAN DAN DISTRIBUSI
INTAN PRATIWI +62818 027 390 55
Kita telah menginjakkan kaki dilangkah yang kemudian. Untuk
mahasiswa lama, selamat memasuki semester baru. Untuk
mahasiswa baru, selamat datang. Salam kenal. Inilah kampus,
dunia yang Anda dambakan dan mungkin juga membuat
penasaran.
Silahkan melihat-lihat, meraba-raba, serta mengenal lebih
dulu kampus baru Anda ini. Setelah melalui berbagai proses
berbelit dan menjemukan, di sinilah kita. Terucap sukur
pastinya, telah lolos dari saringan untuk siswa yang dianggap
“bodoh” bermerk Ujian Nasional. Juga kelegaan, setelah
melewati ribet administrasi pendaftaran guna mendapat cap
anyar ini, mahasiswa. Tariklah nafas sejenak dan longgarkan
kursi, sebelum membawa obrolan ini pada hal yang agak
serius.
Anggaplah Anda saat ini hendak memakai seragam baru.
Seperti dulu awal masuk SMA, kita rasakan seragam baru
tersebut punya rasa dan sensasi yang “lain”. Ia punya identitas
dan tugas tersendiri.
Seperti halnya sebuah seragam sekolah, baju mahasiswa
ini juga menempel beberapa atribut penanda identitas dan
tugas. Hanya, bentuk dan modelnya tak lagi seperti SMA yang
harus sewarna dan dijahit di beberapa sudut. Lalu muncul
pertanyaan, atribut seperti apa yang menempel pada baju ini?
Pertanyaan ini bukan untuk mahasiswa baru saja, karena yang
lama pun pasti membisu sejenak sebelum menjawabnya.
Mengorek catatan yang dulu-dulu, jawaban dari
pertanyaan di atas sangat beragam dan seolah saling
bertentangan.
Telah menjadi ritual tahunan di sini, sebelum memulai
kuliah tahun ajaran baru setiap maba akan dihadapkan pada
Sosialisasi Pembelajaran (Sospem). Di sana seringkali
didefinisikan apa itu menjadi mahasiswa. Kurang lebihnya
seperti ini: Mahasiswa itu ya belajar rajin. Tertib masuk kuliah
(absensi kalau bisa 100%) dan mengerjakan setiap tugas. Lulus
tepat waktu dan sebagainya dan seterusnya. Sebenarnya,
tanpa melalui sosialisasi pun rasanya kita sudah tahu.
Tapi kalau jawaban ini dilontarkan ke tengah-tengah
Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK)
sungguh akan ditertawakan oleh banyak orang. Yakin (karena
setiap OPAK begitu) kalian akan mendengar bahwa
mahasiswa adalah ; agen perubahan sosial, yang membela
rakyat, siap turun ke jalan dan berani melawan. Sehingga tak
ada ceritanya mahasiswa yang hanya kuliah dan mengerjakan
tugas.
Atribut baju baru ini akan semakin problematis tatkala
Anda bertemu dan masuk ke dalam berbagai komunitas atau
forum diskusi di kampus. Tapi begitulah kondisi yang akan
Anda temu. Jadi, jangan dulu bingung. Tapi jangan juga terlalu
dini yakin atas satu jawaban.
Mundur lebih jauh, ada beberapa catatan sejarah tentang
mahasiswa yang bisa dipertimbangkan. Konon, sebelum
Indonesia merdeka, pendidikan adalah ruang eksklusif yang
hanya bisa diakses oleh pihak tertentu. Orang macam kita ini
(pribumi-inlander) kecuali berdarah biru tak bisa sekolah.
Sebagaimana berlaku di School Tot Opleiding Voor Indische
Baju Baru*
4 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
CATATAN KAKI SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
Artsen (STOVIA) sekolah tinggi kedokteran yang didirikan
pemerintah kolonial pada tahun 1902. Mungkin inilah
perguruan tinggi pertama yang ada di Indonesia. STOVIA
adalah lembaga pendidikan eksklusif, hanya menerima
mahasiswa dari golongan tertentu. Syarat jadi mahasiswa
STOVIA adalah lulusan Europese Lagere school (ELS). ELS
adalah sekolah rendah khusus untuk keturunan Eropa, Timur
asing dan Priyayi Pribumi.
Secara garis besar, agenda pendidikan waktu itu adalah
menghasilkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan
perdagangan, perusahaan dan pegawai rendahan di
pemerintahan. STOVIA juga menerapkan disiplin ketat pada
peserta didiknya. Melihat tujuannya adalah menghasilkan
pekerja di bidang medis guna keperluan kolonial. Jejak-jejak
disiplin itu masih bisa kita lihat sekarang, tata tertib ketat yang
berjalan di kampus dan sekolah.
Seleksi ketat dijalankan STOVIA dengan mematok
spesifikasi tertentu untuk peserta didiknya. Yaitu harus
mengantongi ijazah ELS. Syarat ini kemudian semakin naik
standarnya—awalnya ELS, beberapa tahun berikutnya MULO
lalu HBS (keduanya jenjang sekolah lebih tinggi dari ELS). Dari
sana bisa di lihat bahwa sortir pengakses pendidikan telah ada
dari zaman penjajahan dilakukan.
Hal itu adalah politik pendidikan yang dijalankan oleh
pihak Kolonial. Selain untuk mempertahankan tatanan sosial
yang timpang (Holland-inlander atau pintar-bodoh), juga
untuk menghasilkan tenaga kerja. Betapapun terdidik seorang
inlander, ia tetaplah “kacung” Kolonial.
Cetak biru pendidikan sebagai penghasil “kacung” itulah
konsep kolonial waktu itu. Tapi kita tahu, ada saja yang bisa
lepas dari tertib barisan. Mungkin karena manusia tak benar-
benar bisa mutlak dicetak pengetahuannya. Muncullah tokoh
kemerdekaan seperti Ki Hajar Dewantara, Cipto
Mangunkusmo, Wahidin S. Husodo hasil didikan STOVIA.
Bukannya menjadi pegawai kolonial, mereka malah menyulut
api perlawanan kepada pemerintah kolonial.
Juga proklamator kemerdekaan kita, Ir. Soekarno. Ia
lulusan Technische Hoge School (THS), sekolah ini yang
kemudian jadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Seokarno
melenceng dari titah, sebaliknya ia menjadi salah satu aktor
utama gerakan kemerdekaan Indonesia. Ia juga tercatat
sebagai ketua pertama dari partai pertama yang memakai
identitas Indonesia, Partai Nasional Indonesia.
Tampaknya dua konsep besar—antara disipilin dan sortir
ketat berbanding pergerakan sosial dan agen
perubahan—yang menempel sebagai atribut mahasiswa
Indonesia telah lama bersitegang. Tarik ulur satu dengan yang
lain hingga kini masih berjalan. Entah sampai kapan.
Untuk itu, sambil melihat dan mengenal kampus Anda,
silahkan berpantas-pantas dengan baju mahasiswa ini di
depan cermin. Kalau merasa belum cocok atau tak siap,
tanggalkan saja. Jika siap, maka beban berat sebagai generasi
pengisi kemerdekaan silahkan Anda emban.
Jamaludin A.
jamaludin_ahmd@yahoo.com
Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Ribuan wajah baru
datang menggentikan wajah lama. Generasi baru—siap tidak
siap—akan meneruskan perjuangan kemahasiswaan.
Perjuangan sebagai agen perubahan dan kontrol sosial.
Perjuangan menolak lupa dokumentasi sejarah yang
terlupakan oleh zaman dan melawan penindasan terhadap
kaum marginal akan diserahkan pada pundak generasi baru
ini.
Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki tanggung
jawab sosial untuk sensitif terhadap kondisi sosial dan kritis
terhadap penguasa. Karena jika bukan mahasiswa, lalu siapa
lagi yang akan melakukannya? Rakyat kecil sudah terlalu
sibuk dan lelah dengan pekerjaannya, sedangkan politikus
terlalu sibuk memikirkan kepentingan golongannya.
Mahasiswa sebagai pihak yang independen menjadi satu-
satunya kaum yang dianggap mampu untuk mengemban
tugas ini.
Begitu berat tanggung jawab mahasiswa ini mungkin
mengagetkan mereka yang sebelumnya telah terbiasa dengan
budaya di sekolah: memakai seragam, masuk pukul tujuh,
upacara bendera, mendengarkan guru, mengerjakan Lembar
Kerja Siswa (LKS), dan berbagai aktivitas instruktif lainnya. Di
sini lah pengkaderan organisasi mahasiswa berperan.
Organisasi mahasiswa sebagai instrumen perjuangan
mahasiswa dituntut untuk dapat merubah budaya sekolah
tersebut. Budaya yang cenderung top down ini sudah tidak
relevan lagi bagi seseorang yang sudah menyandang predikat
mahasiswa. Mahasiswa bukan lagi seorang siswa yang harus
terus dicekoki ilmu. Mahasiswa dianggap sudah memiliki
cukup bekal untuk berdialektika dengan lingkungan
akademisnya.
Gerbang terdepan dari kaderisasi organisasi mahasiswa
adalah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan
(OPAK). Di sini, mahasiswa baru (maba) akan dikenalkan pada
dunia kampus. Atmosfir perlawanan dan heroisme mahasiswa
banyak dihadirkan di sini. Orator yang tanpa lelah berteriak di
atas panggung dan konflik pemicu perlawanan dari maba
menjadi hidangan wajib di setiap penyelenggaraan OPAK.
Pandangan negatif terhadap kampus dan negara selalu
menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kepalan tangan
kiri diacungkan, lagu “Darah Juang” pun dinyanyikan bagai
perapalan ayat-ayat dalam doa pembakar semangat
perjuangan.
Pengenalan dengan metode seperti ini cukup
menimbulkan efek kejut dan mendekonstruksi mindset maba.
Maba yang tadinya ingin kuliah dengan “benar” dan lulus
empat tahun jadi sedikit gentar. Tidak sedikit maba yang
menjadi pesimis untuk meneruskan kuliahnya di kampus ini.
Tapi dari titik ini lah, maba diharapkan membuka matanya
lebar-lebar untuk melihat realitas yang terjadi hari ini dan
tertantang untuk memberikan sumbangsihnya pada tanah air.
Bila melihat tahun-tahun sebelumnya, OPAK kali ini
mengalami beberapa kemajuan. Salah satunya adalah
terselenggaranya sosialisasi UKM di hari pertama OPAK. Di
bawah koordinasi Forkom UKM, baik sosialisasi indoor
maupun outdoor, semua berjalan dengan lancar. Kelancaran
ini tak lepas dari kepercayaan yang dijalin oleh semua pihak,
baik UKM maupun panitia OPAK.
Sikap kedewasaan dan saling pengertian telah
membangun sebuah komitmen positif dalam pelaksanaan
sosialisasi UKM. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik
untuk menciptakan iklim kemahasiswaan yang lebih sehat.
Setidaknya tidak ada lagi mahasiswa yang tidak tahu bahwa
UIN Sunan Kalijaga memiliki gedung Student Center.
Redaksi
OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan
EDITORIALSLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
Redaksi SLiLiT ARENA menerima kritik dan saran terhadap editorial.Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail
lpm_arena@yahoo.com. Bentuk tulisan utuh 400-700 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: Saran/Kritik Editorial_SLiLiT ARENA
a k n y
e a ahan
DIBUTUHKAN WAKTU YANG LAMA
UNTUK MEMBUAT SI KUPAT
DAN HANYA BUTUH BEBERAPA DETIK
UNTUK MEMAKANNYA
l
f
s
a n a
taqobalallahu mina wa minkum
minal ‘aidin wal paidin
6 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
UNIVERSITARIA
ahun ajaran baru, wajah-wajah
Tbaru. Orientasi Pengenalan
Akademik dan Kemahasiswaa
(OPAK) menjadi ajang mahasiswa baru
untuk mengenal dunia kampus. Tak
hanya pihak universitas saja yang sibuk
untuk menyambung regenerasi, pihak
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pun
berbenah diri untuk menyambut adik-
adiknya yang baru.
OPAK merupakan salah satu alat
yang dipakai UKM untuk
memperkenalkan jati dirinya kepada
mahasiswa baru (maba). Pengenalan
UKM sendiri bisa dilakukan lewat
sosialisasi saat OPAK maupun UKM
Expo.
Forum Komunikasi (Forkom) UKM
telah membuat kesepakatan dengan
pihak panitia OPAK, pihak Dewan
Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga (Dema-U), maupun pihak
universitas, bahwa sosialisasi UKM
akan dilaksanakan dalam rangkaian
OPAK tahun ini. Hal tersebut seperti
yang diungkapkan ketua Forkom UKM,
M. Haidar Ali. “Teman-teman ketua
UKM akhirnya menyetujui 21 Agustus
(2014), rencananya kami dari panitia
sosialisasi UKM akan mengadakan
sosialisasi UKM di OPAK,” ucap
Haidar saat ditemui ARENA(15/8).
Dari pihak Dema-U sendiri, Abdul
Khalim, selaku anggota Kementerian
Dalam Negeri mengatakan tahun ini,
sosialisasi UKM dalam pelaksanaan
OPAK akan melakukan banyak
pembenahan, “yang jelas UKM butuh
ruang regenerasi. Terkait sosialisasi
UKM dalam OPAK, hal-hal yang
kurang dalam pelaksanaan sebelumnya
akan diperbaiki dalam tahun (2014)
ini,” kata Khalim saat diwawancarai
ARENA di warung kopi.
Melihat absennya sosialisasi UKM
di tahun 2013, bulan Juni lalu, ARENA
telah mewawancarai beberapa UKM
sebagai jajak pendapat konsep
sosialisasi UKM. Seperti Mahasiswa
Pecinta Alam Sunan Kalijaga
(Mapalaska), Palang Merah Indonesia
(PMI), dan Teater Eska.
Riyan Hermawan selaku ketua
Mapalaska, kala itu bersedia untuk
dimintai pendapat mengenai sosialisasi
UKM di tengah kesibukannya membuat
perahu rafting. Menurut Riyan
sosialisasi UKM sebaiknya dilakukan
bersama-sama tetapi konsepnya jelas.
“Dibuat petak-petak kayak expo. Disana
ada kebebasan berkreasi sehingga ciri
khas terlihat. Kalau sosialisasi UKM di
UIN konsep sama, lokal (tempat) sama,
ciri khas jadi tidak terlihat,” ujar
mahasiswa berambut ikal ini.
Berbeda dengan Mapalaska, UKM
PMI menginginkan konsep yang lebih
detail dan disertai dengan simulasi.
“Saat sosialisasi ada semacam simulasi,
kayak pertolongan. Misal ceritanya ada
korban terus kita tolong, tidak hanya
pengenalan secara lisan tetapi juga
praktik. Dikonsep benar-benar. Semua
maba tahu UKM itu apa aja. Jika tidak
tahu sangat disayangkan,” kata Ahmad
Anwar, ketua PMI.
Anwar juga berharap tidak ada
gesekan antara pihak UKM dan
penyelengara OPAK. “Panitia
kebanyakan dari luar UKM, sehingga
terjadi intervensi, harapannya jangan
sampai ada gesekan. Diperbaiki dengan
komunikasi,” pesan mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
semester V ini.
Jauhara Nadvi Azzadine, Lurah
Teater Eska mengungkapkan sosialisasi
UKM tidak sekedar mempertunjukkan,
tidak sekedar difasilitasi lalu kesana
tanpa apa-apa. “Biarlah kalau sosialisasi
UKM itu diserahkan ke kita secara
penuh nggak nanggung-nanggung. Jadi
kita nggak sekedar undangan. Padahal
niatnya di sini kita untuk sosialisasi.
Kita itu dengan cara kita, gitu kan.
Kalau emang dengan cara mereka terus
semua yang mengatur itu mereka itu
kita ya terkekang aja,” ucap Zadine.
Zadine juga mengaharapkan adanya
transparansi dana, “Kita bersedia ngurus
sosialisasi UKM mau dananya berapa
aja. Asalkan jelas dan yang ngatur kita.
Ada obrolan lah dengan kita gitu
maunya kayak gimana? Biar nggak ada
dusta di antara kita,” tambahnya malam
itu di halaman Sanggar Teater Eska.
Jejak Rekam Sosialisasi UKM
Menengok sejarah sosialisasi UKM
saat OPAK tahun 2011 yang
dilaksanakan di gedung Multi Purpose
(MP) UIN Sunan Kalijaga, saat itu
sosialisasi UKM tidak berjalan dengan
lancar karena panitia OPAK menyuruh
maba untuk keluar (walkout) dari
gedung MP. Maba yang belum begitu
mengetahui seluk-beluk kampus pun
mengikuti. Di sini tidak ada alasan jelas
kenapa panitia OPAK menyuruh maba
untuk keluar dari sosialisasi.
Di tahun 2012 yang juga
diselenggarakan di gedung MP,
sosialisasi UKM kembali diwarnai aksi
walkout. Selebaran dari Teater Eska
dijadikan alasan walkout panitia OPAK
karena dianggap sebagai provokasi. Di
sisi lain pihak Teater Eska mengklaim
selebaran itu merupakan kampanye
kebudayaan dan refleksi, lebih mendidik
ketimbang aksesoris OPAK yang
dianggap Teater Eska tidak mendidik.
Waktu Teater Eska belum usai
tampil, suasana sudah ricuh, dan saat al
Mizan sosialisasi, terjadi pertengkaran
antar panitia OPAK di sekitar maba dari
Fakultas Adab. Puncaknya, maba dari
Fakultas Adab meninggalkan gedung
MP, lalu diikuti oleh fakultas-fakultas
lain. Kecewa dengan peristiwa itu,
tahun 2013 UKM pun memilih untuk
tidak melaksanakan sosialisasinya
dalam rangkaian OPAK.
Saat ditanya lebih lanjut tentang
konflik apa yang sebenarnya terjadi
antara Dema-U dan pihak UKM
sehingga miss komunikasi sosialisasi
UKM ini sering terjadi, Syaefuddin
Ahrom al Ayyubi, ketua Dema-U
mengungkapkan jika sebenarnya hal itu
terjadi karena akumulasi kekecewaan
masa lalu (yang selalu kisruh) dan
Syaefuddin menyadari kurangnya ikatan
emosi, belum adanya kesamaan visi,
Setelah sempat menemui banyak masalah pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini UKM dan panitia
OPAK sepakat untuk melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian OPAK dengan beberapa
pembenahan.
Sosialisasi UKM Mulai Dibenahi
Oleh Isma Swastiningrum
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
7www.lpmarena.com
UNIVERSITARIASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
dan minimnya keharmonisan antara
Dema-U dan pihak UKM yang dasarnya
ada dalam satu atap rumah. “Durung
biso guyub rukun agawe santosa (belum
bisa hidup bersama rukun membuat
sentosa). Filosofi ini belum merasuk,”
ujar Syaefuddin.
Sedangkan Haidar berpendapat
konflik ini terjadi karena adanya
kaderisasi yang tidak sehat di UIN
sendiri. “Kaderisasi kurang sehat, kok
kayak gitu. Kalau kita bandingkan
dengan UGM, disana Sema-U, Dema-U,
UKM-nya rukun dalam OSPEK-nya
mereka bareng-bareng. Ketika
sosialisasi UKM nggak ada kisruh,”
ucapnya.
Syaefuddin sendiri beralasan urusan
sehat dan tidak sehat tergantung orang
yang menilai. Ada standar pengetahuan
yang berbeda di setiap orang dan itu
tergantung dari ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang tiap individu miliki.
“Pemaknaan sehat itu dalam kurung
kaderisasi, sebenarnya masing-masing
orang ini punya standar. Ada dimensi-
dimensi tertentu dimana kamu belum
mengerti apa yang saya pahami, dan
saya belum mengerti apa yang kamu
pahami,” ujar Syaefuddin memberikan
tanggapan.
Konsep Tahun Ini
Sosialisasi UKM yang nanti akan
diselenggarakan mengacu pada
beberapa poin. Haidar menjelaskan,
yang pertama, seluruh kendali
sosialisasi UKM akan dipegang
oleh anggota-anggota UKM. Baik
keperluan, konsep acara, dan lain
sebagainya harus disiapkan oleh
teman-teman UKM sendiri.
Kedua, acara akan dimasifkan.
Selain waktunya yang panjang, dari
pukul delapan pagi hingga empat sore,
juga jumlah personelnya yang banyak.
“Kami dari panitia sosialisasi UKM
akan mengerahkan 250 orang untuk
meng-handle kegiatan sosialisasi UKM
itu sendiri,” tutur Haidar. Ketika
dikonfirmasi, pihak Dema-U sendiri
juga akan mengerahkan sekitar
seratusan orang, kalau hingga dua
ratusan maka itu ditambah pihak
birokrat dan pihak Dema-U, Sema-U.
Pemasifan ini addalah untuk
mengupayakan agar maba benar-benar
tertarik dengan UKM. “Besok kita
bikin kayak akademi film, diusahakan
teknisnya indah. Yang kita munculkan
yang pertama adalah bagaimana maba
itu tertarik dengan UKM,” tambah
Haidar.
Untuk UKM yang memilih
sosialisasi indoor, akan disediakan
waktu 15 menit, sedangkan outdoor 20
menit. “Indoor-nya terserah masing-
masing UKM. Kalau outdoor jelas
praktek semua di Panggung Demokrasi
(Pangdem). Nanti pas seremonial juga
ada serah terima maba dari panitia
OPAK ke panitia UKM,” kata Haidar.
Beberapa UKM yang outdoor ada
Mapalaska, Resimen Mahasiswa
(Menwa), Inkai, Taekwondo, Pencak
Silat Cepedi. Sedangkan sisanya indoor.
Berdasarkan kesepakatan tentang
pelanggaran, Haidar mengatakan jika
yang melanggar adalah oknum-oknum
panitai OPAK yang bikin kisruh, teman-
teman UKM tahun depan tidak mau
sosialisasi lagi. Kedua, jika kekacauan
disebabkan oleh pihak UKM, maka
UKM harus siap-siap disepelekan
birokrat universitas. “Kalau teman-
teman UKM itu misalkan nggak bisa
meng-handle, maka kepercayaan
universitas pada teman-teman UKM
akan semakin disepelekan. Dan untuk
OPAK-OPAK selanjutnya pasti akan
diserahkan penuh ke pihak Dema-U
tanpa nego lagi ke teman-teman UKM,”
jelas Haidar.
Khalim dari Dema-U berpendapat
komitmen dan kepercayaan menjadi
faktor utama kesuksesan pelaksanaan
sosialisasi UKM dalam OPAK. “Ketika
ada kesepakatan masing-masing
elemen, kemudian adanya kepercayaan
antar lembaga, saya kira konsekuensi itu
tidak terlalu penting,” tutur mahasiswa
jurusan Sosiologi ini. Karena menurut
Khalim, yang terpenting bagi lembaga
kemahasiswaan baik Sema-U, Dema-U,
UKM adalah pengawalan kebijakan
kampus.[]
hati-hati
propokasi!
UNIVERSITARIA
8 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
eberapa organisasi ekstra kampus
BUIN Sunan Kalijaga menyambut
dengan antusias ujian regular bagi
calon mahasiswa baru tahun 2014. Hal
ini terlihat dari banyaknya stand
pendaftaran bimbingan tes (bimtes) di
depan laboratorium Fakultas Sains dan
Teknologi yang disediakan bagi calon
mahasiswa baru. Sejak 28 Mei sampai
10 Juli 2014, stand pendaftaran bimtes
terus dibuka.
Bimtes menjadi sarana alternatif
untuk membantu calon mahasiswa baru
dalam mempersiapkan dirinya
menghadapi ujian masuk. Kisi-kisi soal
ujian regular akan dikenalkan kepada
peserta saat pelaksanaan. Diharapkan
dengan adanya hal ini akan membuat
calon mahasiswa baru lebih mudah
dalam mengerjakan soal-soal yang ada.
Samrizal sebagai ketua panitia
bimtes Kesatuan Aksi Mahasiswa
Muslim Indonesia (KAMMI)
mengungkapkan bahwa pengadaan
bimtes bertujuan untuk membantu calon
mahasiswa baru dalam mengerjakan
soal-soal ujian regular. “Bimtes ini buat
bantu temen-temen mahasiswa baru
menghadapi ujian nanti,” kata Samrizal.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya
telah mempersiapkan soal-soal bimtes
yang didapatkan dari bagian Admisi.
Selama dua setengah hari KAMMI akan
melaksanakan bimtes di ruang Teatrikal
Pusat Bahasa pada tanggal 11 Juli
dengan menghadirkan beberapa
fasilitator dari dosen UIN Sunan
Kalijaga.
Adanya bimtes juga mendapat
tanggapan positif dari mahasiswa lama
yang pernah mengikutinya. Seperti
diungkapkan Ola, mahasiswi jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
semester V, “wah bagus ya, setidaknya
buat prepare biar tahu gambaran soal
nanti,” kata Ola.
Pengenalan Organisasi
Tidak hanya menguntungkan peserta,
bimtes juga berdampak langsung
kepada penyelenggara. Bimtes menjadi
salah satu metode efektif untuk
mengenalkan organisasi ekstra kampus.
Dengan cara seperti ini, banyak peserta
yang pada akhirnya memutuskan
bergabung dengan organisasi tersebut.
Steering commite bimtes Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Cecep,
menjelaskan bahwa selain sebagai
bentuk partisipasi, bimtes juga menjadi
lahan pencarian kader baru. “Kalau
motif bimtes sendiri selain untuk
Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra menjaring anggota. Di
samping untuk memberi materi sebagai bekal ujian masuk
kepada maba.
Bimtes,
Bimbingan Bonus Pengkaderan
Oleh Rifai Asyhari
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
9www.lpmarena.com
UNIVERSITARIASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
partisipasi juga menjadi lahan
pengkaderan kedepanya,” kata Cecep.
Ia mengungkapkan bahwa bimtes
adalah metode yang cukup efektif untuk
mengenalkan organisasinya sekaligus
menjaring kader baru. Ia
memperkirakan bahwa sekitar 50%
kader HMI MPO mengenal organisasi
berlambang bulan bintang tersebut dari
bimtes. “Kalau jumlah pasti gak tau,
tapi mungkin ada sekitar 50% ,” jelas
cecep.
Hal ini juga diamini Samrizal,
dengan menyelenggarakan
pendampingan jelang ujian berarti juga
menjadikan diri sebagai orang pertama
yang membantu peserta memasuki
kampus UIN Sunan Kalijaga. “Dengan
mengadakan bimbingan tes berarti juga
ada kecenderungan orang pertama yang
membantu di sini. Jadi wajar kalau
akhirnya mereka gabung sama kita,”
kata Samrizal.
Tanggapan berbeda dijelaskan
Solhan, ketua bimtes Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Baginya, mencari kader baru bukan
termasuk dalam motif pengadaan
bimtes. Bimtes memang diadakan
sebagai sarana pendampingan saja.
Kalaupun ada peserta yang kemudian
bergabung dengan organisasinyahal
tersebut dianggapnya bonus. “Kalau ada
peserta yang kemudian masuk PMII itu
bonus aja. Karena di dalem bimtes kita
cuman melakukan pendampingan bukan
pengenalan organisasi, apalagi ngajak
buat masuk PMII,” jelas Solhan.
Intervensi Dema
Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya, kali ini Dewan Mahasiswa
UIN Sunan Kalijaga (Dema-U) turut
ikut andil dalam mengkoordinir
pelaksanaan bimtes. Sebelumnya
pelaksanaan bimtes hanya dikoordinasi
oleh pihak organisasi ekstra. Hal ini
terkait dengan adanya teguran dari
pihak rektorat kepada Dema-U
mengenai semrawutnya bimtes di tahun
sebelumnya. Menyikapi hal ini, Dema-
U bertindak cepat dengan
memberlakukan sistem baru.
Dema-U sebagai organisasi intra
kampus, secara aturan memang tidak
diperbolehkan melaukan intervensi
terhadap agenda organisasi ekstra
kampus. Namun dalam hal ini,
sebelumnya telah ada kesepakatan
diantara keduanya. Seperti diungkapkan
Syefuddin Ahrom al Ayyubi, Presiden
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, bahwa
pihaknya telah mengadakan pertemuan
dengan beberapa organisasi ekstra untuk
mencari kesepakatan bersama terkait hal
ini.
“Secara aturan memang gak boleh.
Kemaren kita diskusi dengan kawan-
kawan organ apakah hal ini mau
dinaungi oleh Dema. Hal yang berbau
akademik yang kemudian Dema bisa
bantu ya akan kita bantu,” ungkap
Syaefuddin.
Tujuh organisasi ekstra terdiri dari
PMII, HMI MPO, HMI DIPO,
KAMMI, Ikatan Mahasiswa
Muhamadiyyah (IMM), Front
Mahasiswa Nasionalis (FMN) dan
Gerakan Mahasiswa Nasionalis (GMNI)
sebelumnya telah mengadakan
pertemuan merancang strategi bimtes di
bawah naungan Dema-U. Pertemuan
tersebut menghasilkan beberapa
kesepakatan, di antaranya durasi
pendaftaran peserta bimtes dari tanggal
28 Mei sampai 10 Juli, satu lokasi
pendaftaran di depan laboratorium
Fakultas Sains dan Teknologi dan biaya
bimtes sebesar Rp 35.000,00.
Menanggapi hal ini, panitia
penyelenggara bimtes berkomentar
positif. Seperti dinyatakan Solhan,
bahwa dengan aturan semacam ini akan
memperkuat kekeluargaan dan
menghilangkan kesan persaingan di
antara organisasi ekstra. “Kami setuju
aja, dengan ini kita akan semakin kuat
kekeluargaanya dan menghilangkan
kesan persaingan di antara organ,” kata
Solhan.[]
Kalau motif bimtes sendiri
selain untuk partisipasi juga
menjadi lahan pengkaderan
kedepanya
SELAMAT ATAS DIWISUDANYA
Anik Susiyani
BENDAHARA 2010-2012
Ayu Usada Rengkaning Tyas
SEKRETARIS 2013-2014
Muhaimin
KOOR. JARKOM 2010-2012
Intan Pratiwi
KOOR. PERUSAHAAN 2012-2014
HAL YANG MENGGEMBIRAKAN. Mungkin Habib sedang mencoba untuk meloloskan diri, Hajar masih berkutat untuk meluluskanya, dan Melani juga Anik terjebak
dalam lingkaran log in SIA UIN Suka. Tahun ini Rimba, Hari, Opik, Robi, Juju, Taufiq, Folly, Bayu dipastikan bersama kami mengawal jalannya kehidupan mahasiswa,
masyarakat tanpa kelas. Lebih dari pada itu, hasrat selalu mewujudkan mimpi seliar apapun meski kenyataan hadir dengan brutal. Keep moving forward comrade!
Wis uda, RAKYAT MENUNGGU!
Indah Fajar Rosalina
REDAKTUR BAHASA 2013-2014
arena
11www.lpmarena.com
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
A
pa yang tergambar di benak pembaca ketika sepintas
melihat sampul buku yang akan dikupas? Sampul bagian
atas terdapat sebagian wajah berkulit hitam dengan
bintik-bintik putih melingkar pada kedua matanya. Sampul
bagian bawah tampak seorang kulit putih dengan kaca mata
bingkai hitam. Gambar ini memaparkan perbedaan pola hidup
di antara keduanya.
Gambar atas identik dengan pola hidup tradisional, jauh
dari ke-modernan, terisolir dan sangat bergantung pada alam
sekitar tempat tinggal mereka. Gambar bawah; seorang kulit
putih, hidup di perkotaan atau setidaknya bukan pedalaman,
hidup dengan berbagai rupa fasilitas bahkan dimitoskan
sebagai orang cerdas karena memakai kaca mata. Hal yang
mengherankan adalah mengapa cara menikmati hidup
gambar pertama berbeda dengan gambar kedua, padahal
keduanya, hidup pada bumi yang sama dalam waktu yang
sama pula.
Beralih ke skala yang lebih besar. Negara-negara yang ada
di semua benua, berdasarkan kriteria tertentu dikelompokkan
ke dalam negara maju dan negara berkembang. Negara maju
dipandang mapan dalam banyak hal; pendidikan, ekonomi,
kesehatan, dan sebagainya. Negara berkembang identik
dengan distribusi kesejahteraan yang kurang merata,
terutama di daerah pedalaman.
Di tingkat lokal, Indonesia misalnya, potret semacam itu
juga terjadi. Distribusi kesejahteraan yang sangat tidak
merata dibanyak daerah sehingga mengharuskan
pemerintah membuat kementrian tersendiri, secara khusus
menangani pembangunan daerah tertinggal.
Program tersebut seyogianya menjadi apresiasi
bersama. Hanya saja, ada persoalan mendasar yang harus
didudukkan bersama, yaitu sebab-sebab dari ketertinggalan
itu. Tugas utama buku ini adalah memberikan jawaban perihal
mengapa laju perkembangan berjalan secara berbeda di
setiap daerah bahkan tingkat benua sekalipun.
Berawal dari sebuah pertanyaan
Juli 1972, Jared Diamond, penulis buku ini, sedang
meneliti evolusi burung di Papua New Guinea. Ia ditemani
seorang penduduk lokal, Yali namanya. Di tengah
perbincangan ringan, Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti,
“kenapa orang kulit putih membuat begitu banyak barang
berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit
hitam hanya memiliki sedikit barang berharga di sini?” Jarred
tersentak mendengar pertanyaan sederhana Yali. Sederhana
namun kompleks dan tidak mudah untuk menjawabnya.
Pertanyaan Yali baru dicarikan jawabannya dua puluh lima
tahun setelah pertanyaan tersebut muncul, dan buku Guns,
Geerm & Steel ini merupakan jawaban dari pertanyaan Yali.
Memang tidak bisa dipungkiri, orang kulit putih banyak
Mendudukkan Persoalan*
Judul
GUNS, GERM, AND STEEL
(BEDIL, KUMAN, DAN BAJA)
Penulis
JARED DIAMOND
Penerjemah
HENDARTO SETIADI &
DAMARING TYAS
Penerbit
KEPUSTAKAAN
POPULER GRAMEDIA
Tahun
CETAKAN I, 2013
Tebal
XIV +624 HALAMAN
ISBN
978 979 91 0526 4
PUSTAKA
12 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
menciptakan teknologi meskipun ada juga yang diciptakan
oleh orang kulit hitam kendati dalam jumlah yang terbatas.
Apakah secara kualitatif ras dan bangsa tertentu menduduki
posisi lebih tinggi dibanding ras-bangsa lain sehingga wajar
saja ketika mereka lebih banyak mencipta? Mengiyakan
pernyataan tersebut akan menggiring kita pada sikap rasis
serta bentuk diskriminasi manusia dan peradaban. Paradigma
destruktif semacam itu sungguh menyesatkan, mengundang
timbulnya permusuhan.
Dalam sejarah, tercatat banyak tindakan diskriminatif
terhadap kalangan tertentu. Ambil contoh, di Afrika pernah
berlaku sistem apartheid, sistem politik dan sosial yang tidak
waras, tak berperikemanusiaan. “Hukum” yang dibuat,
menempatkan kelas manusia berdasarkan warna kulit. Orang
kulit hitam meskipun pribumi dan sebagai mayoritas, 75
persen dari keseluruhan, tidak berhak memberikan suara
dalam pemilihan umum, tidak berhak ikut partai politik kulit
putih, tidak diperbolehkan masuk bioskop, hal yang paling
menyakitkan adalah orang kulit hitam tidak diperbolehkan
bermukim bersama dengan kulit putih, mereka diharuskan
tinggal di lokasi tertentu (Antonio Cassese: 2005).
Peran sentral Geografis (lingkungan)
Bukan maksud untuk menyalahkan keadaan dan menyesali
kenapa keadaan yang kurang menguntungkan hanya terjadi
pada lokasi tertentu saja, tetapi untuk mengetahui cara kerja
dari keadaan itu sendiri berikut konsekuensi yang
ditimbulkan. Jarred Diamond sampai pada kesimpulan bahwa
keadaan tidak berjalan lurus dan berimbangnya
perkembangan di semua benua dan peradaban bukan
disebabkan oleh faktor kekurangan dan potensi biologis
melainkan karena ketimpangan sosial dan ketiadaan
kesempatan yang sama (perbedaan kondisi geografis).
Pemahaman terhadap mekanisme (cara kerja) geografis
setidaknya mengarahkan kita pada kesimpulan objektif dan
egaliter. Pemahaman bahwa ummat manusia—apa pun warna
kulitnya, ras dan bangsanya—memiliki kesamaan dalam
potensi adalah jalan terbaik daripada sibuk mencari-cari
perbedaan-perbedaan yang tak jelas dan terkesan sebagai
sikap mengangkat diri sendiri dan kelompoknya ke atas awan.
Keberadaan Guns (bedil, senapan), Germs (kuman), &
Steel (baja) sesuai judul buku sangat mempengaruhi laju
perkembangan sejarah suatu bangsa. Memiliki persenjataan
lengkap (bedil, baju perang, kuda) yang tidak dimiliki
masyarakat lain jelas merupakan satu keunggulan. Dalam
beberapa pertempuran, bedil menjadi 'pemain utama'.
Pertempuran Cajamarca yang terekam dalam buku
ini—penulis anggap pertempuran tidak biasa dalam sejarah.
Bagaimana tidak, Pizarro dengan kekuatan hanya 62 prajurit
berkuda ditambah 106 prajurit infanteri dapat mengalahkan
pasukan Atahuallpa berkekuatan 80.000 orang prajurit.
Secara hitung-hitungan waras 168 orang tidak akan mampu
mengalahkan 80.000 prajurit. Namun realitas berkata lain.
Dengan sangat mudah pasukan Atahuallpa terkalahkan,
Atahuallpa sendiri terbunuh. Jelas Pizarro menang berkat
bedil melawan senjata tradisional kendati jumlah prajurit
mereka terlampau banyak. Bangsa yang terkalahkan
kehilangan kebebasan dan terjajah di negeri sendiri. Hasil
ciptaan yang sudah sejak lama terbangun dan menjadi
kebanggaan tiba-tiba dihilangkan oleh penjajah.
Bagaimana dengan kuman? Dalam penelitiannya, Jarred
menemukan bahwa kuman atau bakteri cenderung
mempertahankan diri sembari menyebarkan diri. Pada
awalnya, korban yang diinfeksi akan mati dalam jangka waktu
singkat. Tapi karena sifat bakteri ingin bertahan lama, bakteri
akan berevolusi menjadi lebih 'bersahabat' dengan inangnya.
Kematian inang (induk) berarti kematian pula bagi bakteri.
Perlu diketahui kuman yang mematikan lahir dari hewan yang
didomestikasi (hewan liar yang dijinakkan menjadi hewan
lokal dan dapat dimanfaatkan). Penduduk yang lebih awal
mendomestikasi hewan merupakan korban pertama dari
bakteri tersebut. Satu hal yang menguntungkan bagi
pendomestikasi awal bahwa bakteri yang mereka bawa
menjadi bumerang bagi kelompok lain yang belum pernah
menghadapi bakteri semacam itu sebelumnya. Dalam
beberapa peperangan, kuman menjadi faktor penentu
kemenangan, pasukan musuh mati sebelum bertempur
karena lebih awal terserang kuman yang dibawa pihak lawan.
Mengapa tidak setiap daerah memiliki senjata, kuman dan
teknologi yang sama sehingga sejarah disetiap tempat
berjalan beriringan? Jawabannya lagi-lagi tergantung pada
kondisi bentang alamnya. Kondisi geografis daerah tertentu
jutaan tahun lalu mempengaruhi kondisi saat ini, terjalin
benang merah yang dapat ditelusuri titik awal dan akhirnya.
Daerah dengan potensi pangan yang berlimpah cenderung
akan berkembang lebih cepat dan unggul, dari segi
perlengkapan militer salah satunya. Konsentrasi penduduk
dengan pangan mencukupi bahkan lebih, tidak hanya tertuju
pada bagaimana caranya memperoleh makanan, tetapi juga
berpikir ke arah cara mempertahankan kedaulatan wilayah.
Lain halnya dengan penduduk yang menempati daerah
dengan stok pangan terbatas, sehingga mengharuskan mereka
mencari pangan ke daerah lain. Konsentrasi pemburu itu
terpusat pada pengumpulan pangan, bagi mereka, bedil
bukanlah hal penting , mengisi perut lapar adalah kebutuhan
mutlak.
Dari segi kepemilikan teknologi, Jarred membantah
dengan keras pernyataan bahwa teknologi hanya mampu
diciptakan oleh bangsa tertentu. Menurutnya setiap bangsa
memiliki potensi serupa dalam hal penciptaan teknologi, yang
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014PUSTAKA
13www.lpmarena.com
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
penting bukan sekadar penciptaan teknologi, tetapi
bagaimana teknologi itu diterima dan digunakan oleh
masyarakat. Daerah strategis ditambah keterbukaan
komunikasi dengan daerah lain memungkinkan suatu daerah
meminjam dan memanfaatkan teknologi buatan daerah lain.
Nasib daerah terisolir, hanya memanfaatkan teknologi ciptaan
sendiri, tanpa teknologi pinjaman buatan daerah lain. Islam
dalam perjalanan sejarahnya pernah menduduki puncak
kegemilangan peradaban. Lokasi strategis diapit oleh teritori
China, India dan komunikasi intens dengan Yunani
memungkinkan Islam untuk mempergunakan ciptaan sendiri
sembari mengakumulasi ciptaan dari bangsa-bangsa lain.
Sejarah tinggal sejarah. “Kejayaan masa lalu bukan jaminan
kejayaan bagi masa depan,” demikian petuah Jarred.
Akhirnya penulis mengajak pembaca menelusuri lebih
lanjut konsekuensi-konsekuensi geografis yang banyak
dipaparkan Jarred Diamond dalam buku ini. Anda akan dibuat
kenyang oleh data-data sejarah dan sejauh pembacaan
penulis, akan sulit ditemukan dalam literatur lain; asal-usul
tulisan berikut dampaknya bagi perkembangan peradaban,
teknologi awal, asal-usul kuman mematikan, potensi pangan
dan hewan di beberapa daerah. Berbeda dengan penulis
lainnya, Jarred tidak sekedar mencantumkan daftar literatur
yang digunakan, ia sekaligus mengarahkan pembacanya
mengeksplorasi sendiri literatur yang dianggap mumpuni
sesuai dengan tema yang dibahas.
Hal lain yang menarik, Jarred seringkali memunculkan
pertanyaan-pertanyaan kemudian menampilkan jawaban
sementara yang ada dan mengemuka di masyarakat tetapi
kemudian mempertanyakan kembali akurasi dari jawaban
yang ada. Jawaban akhir Jarred diambil dari simpulan
peristiwa sejarah yang terjadi. Penggalan sejarah yang
dipelajari tidak hanya sekali terjadi, tetapi berulangkali. Dari
situ terlihat bahwa teori determinisme lingkungan sangat
relevan dan benar-benar berangkat dari penelitian ilmiah,
bukan hanya asumsi semata. Buku ini mendapat sambutan
hangat dari masyarakat sejak pertama kali diterbitkan. Tak
tanggung-tanggung, buku ini mendapatkan penghargaan
bergengsi, hadiah Pulitzer pada 1998.
Terakhir, untuk mendapatkan pemahaman utuh, pembaca
diharapkan membaca dengan tertib, bab demi bab. Bab
berikutnya merupakan penjelasan dari bab sebelumnya.
Selamat membaca.
*Khoirul Amri, mahasiswa semester V jurusan JS Fakultas Syariah
dan Hukum
PUSTAKA
lpmarena.com
...sebelum cuci muka
14 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
“Apa kau pernah melakukannya?” Suatu kali di masa lalu,
kau bertanya seperti itu kepadaku. Aku mengangguk, tetapi kemudian
aku sangsi dengan anggukan itu. Untuk apa aku mengangguk,
sedangkan pertanyaannya juga tidak jelas. Melakukan apa? pikirku, dan
ini tak sempat kutanyakan padamu. Kemudian aku kembali mendengar
suaramu. Suara yang itu juga, suara yang sama, yang bahkan akan terus
kuingat sepanjang waktuku.
“Setiap malam aku melakukannya, sebelum tidur.”
“Sebelum tidur?”
“Ya. Tidak mungkin hal itu kulakukan saat kita sedang tidur, bukan?”
Aku membenarkannya. Kau merasa senang, tersenyum bangga.
Tampaknya kau pun merasa bahagia karenanya. Aku senang kata-kataku
bisa membuatmu bahagia.
“Satu-satunya hal yang dapat seseorang lakukan saat sedang tidur
adalah bermimpi.”
“Ada lagi lainnya, kurasa.”
Kau menambahkan, “Mengigau dan mengorok.”
Aku tak menanggapi. Seorang temanku sering melakukannya. Saat
sedang tidur, dia melakukannya. Ah, aku berpikir ulang; apa tidak salah
jika aku mengatakan demikian? Bukankah mengigau, mengorok,
bahkan mimpi sekalipun tidak dilakukan secara sadar? Bukankah
itu terjadi secara alamiah? Tetapi, kakekku pernah bilang
bahwa seumur hidupnya dia tidak pernah bermimpi,
mengigau, maupun mengorok. Banyak orang tidak
mempercayainya, tentu, termasuk juga aku pada awalnya,
tetapi ketika suatu kali aku melihatnya sendiri sedang
tidur, aku percaya. Ditambah kesaksian nenekku, istri
tercinta yang setia kepada kakekku.
Suatu malam aku sedang tidur, bermimpi bertemu
dengan kakekku itu. Di dalam mimpi itu, dia sedang
duduk menghadap kolam yang banyak mengapung
bunga teratai putih yang indah. Kakek menyukai
bunga-bunga itu. Di kolam itu, ikan-ikan dipelihara,
berenang-renang ke sana ke mari, dan dia
melihatnya. Ikan-ikan itu tampak begitu senang
dan gembira. Wajah kakek pun tampak cerah,
bahagia. Seakan-akan keriangan ikan-ikan itu
memantul pada diri kakek dan melekat erat
menjadi rona wajahnya, yang muncul dari
hatinya. Aku mendekatinya, dan kemudian
kudengar dia bertanya.
“Apa kau percaya, kakek tidak pernah
bermimpi, mengorok, juga mengigau?” Kakek
bertanya padaku.
CERPEN
Tidakkah KauMelukai Keluasan Cinta?
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014SASTRA
“Aku percaya, Kek,” jawabku.
“Orang-orang tidak percaya itu.”
“Oh.”
“Ya, hanya kau dan nenek yang percaya.”
“Kakek senang, bukan?”
“Ya, kakek senang, masih ada yang percaya kata-kata
kakek.”
Seumur hidupku, sejak kecil hingga aku berumur 24
tahun, yang aku tahu, kakek memang tidak pernah
berbohong. Dia seorang yang sederhana, ulet dalam
bekerja, dan tidak pernah memikirkan upah apa pun.
Seumur hidupnya, yang kutahu, kakek bekerja di sawah,
sejak pagi hari sebelum matahari terbit, pulang ketika
waktu Dhuhur hampir tiba, kemudian berangkat lagi
sekitar jam satu siang, dan pulang sore pada pukul lima.
Kakek tidak pernah mengerjakan shalat lima waktu, itu
karena memang dia tidak bisa mengerjakannya. Kakek
tidak pernah mengaji, tidak bisa membaca al-Quran, juga
tidak pernah menghapal Surah, termasuk doa-doa.
Bahkan, aku tidak pernah tahu, seumur hidupnya apakah
kakek pernah berdoa atau tidak. Aku hanya berpikir, dia
berdoa dan berharap, tetapi itu tidak pernah dia katakan
pada siapa pun. Doanya langsung disampaikan dari
hatinya, kepada Tuhan, dan hanya Tuhan yang
mendengarnya. Pasalnya, kakek juga jarang bicara.
Beberapa kali bicara denganku, itu pun ketika aku
mendekatinya dan mulai mendahului bertanya, dan dia
akan menjawab sekenanya, seperlunya. Kakek begitu
polos.
Percakapan dengan kakek di atas, hanya terjadi di
dalam mimpiku. Aku membayangkan, andaikan aku dan
nenek tidak percaya kata-kata kakek, siapa yang
percaya? Apa kakek akan kecewa dan bersedih hati?
Tetapi, aku percaya, kakek akan bersikap biasa, bahkan
aku yakin segala sesuatu baginya hanya ditujukan untuk
Tuhan. Cukup Tuhan percaya, dan melihat tingkah
lakunya, begitu kurasa apa yang ada di hatinya.
Kau meneruskan apa yang ingin kau katakan. Kau pun
berkata bahwa apa yang kau lakukan sebelum tidur,
adalah berdoa, didahului berwudhu, juga menggosok
gigi. Aku tersenyum. Kau bertanya kenapa aku
tersenyum. Aku menjawab, kata-katamu seperti
menyindirku. Aku tak pernah melakukan itu. Kemudian
kau diam.
Itu yang pernah kau katakan beberapa tahun yang
lalu. Tentu kau masih mengingatnya, bukan? Sekarang
aku tahu, kau berada di rumah, memiliki istri, dan
seorang anak. Kau hidup sebagai petani di sebuah desa
di pesisir pantai selatan Jawa. Kita sama-sama orang
pesisir, katamu dulu, tetapi sejak aku menikahinya, aku
lebih pesisir sekarang. Aku mengangguk. Saat kau
mempunyai anak, aku mendengarnya dari ibuku, tetapi
aku tidak datang ke rumahmu. Kau tahu, aku sedang
merantau saat itu. Anakmu perempuan, anak yang manis,
seperti ibunya.
Kau memutuskan tidak melanjutkan kuliah, hanya
tamat SMA di salah satu sekolah di Yogyakarta. Aku
meneruskan kuliah, juga di kota yang sama, tetapi kini
aku tahu, kita selalu sama: kita tak pernah tahu apa-apa.
Kadang aku berpikir, apa yang kau lakukan sangatlah
tepat, segera menikahi perempuan itu. Kebanyakan yang
lainnya, sampai seumurmu belum mencapai keadaan
sepertimu: berkeluarga. Kuharap kau merasa bahagia.
Aku berdoa, semoga.
Tetapi, mungkin, hal yang tidak pernah kau rasakan
bahwa bahkan sampai saat ini aku masih tetap
menunggu seseorang, sementara kau sudah tidak lagi
menunggunya. Kekasih kita. Aku merasa jauh tertinggal
darimu, meski aku menempuh kuliah. Tetapi, sekali lagi,
bahkan pada saat-saat terakhir aku menempuh kuliahku,
di semester delapan, aku merasa tidak berkutik dengan
sikap seorang dosen yang egois. Ini menurutku.
Aku ingin menceritakan padamu. Kuharap kau mau
mendengarnya. Lalu, suatu hari aku ingin kita sama-sama
pergi ke laut saat malam hari, berjalan menyusur pantai
sambil mendengar debur ombak yang tiada berhenti,
ditemani bulan dan jutaan bintang di langit (kalau ada,
kalau malam cerah dan tak berawan). Dan kita bercakap-
cakap tentang apa saja, mengenang kejadian masa-masa
kecil kita dahulu. Kau, yang berjiwa petualang, dan aku
yang sepertinya juga iya, kau Scorpio dan aku Sagitarius,
tetapi kita sama-sama misterius di mata kita sendiri.
Seorang dosen perempuan, menjabat sebagai ketua
program studi di mana aku kuliah, dia menjadi dosen
pembimbing skripsiku, dengan sikapnya yang menurutku
egois dan otoriter, tiba-tiba secara sepihak berkata
bahwa aku harus mengganti judul proposal skripsiku.
Judul itu sudah berbulan-bulan mengalami proses
panjang, direvisi berkali-kali pada dosen reviewer, dan
lagi sudah disepakati rapat persetujuan judul (tema)
skripsi. Aku mendapat dua dosen pembimbing,
katakanlah dia bernama A, dosen pembimbing satu, dan
B, dosen pembimbing dua.
A, tiba-tiba saja pada suatu siang (saat itu di ruang
dosen hanya dia seorang) berkata padaku, saya sudah
membaca proposal skripsimu, dan juga sudah membaca
draft produkmu (kebetulan, skripsiku adalah jenis
pengembangan produk atau R&D, dengan produk
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 SASTRA
15www.lpmarena.com
berupa novel, untuk pengembangan karakter siswa,
dan ini sesuai dengan kurikulum 2013), tetapi itu tidak
realistis, dan tidak marketable, apalagi pada materi
biologi. Saya sarankan untuk ganti judul. Ada dua
pilihan: pindah ke eksperimen atau tetap R&D, tetapi
dengan tema yang berbeda.
Aku tak berkutik mendengar kata-katanya. Apakah
aku perlu mendebatnya? Apakah aku perlu membela
proposal skripsiku? Aku cukup penakut dan merasa
tidak berkuasa. Apalagi dia seorang ketua jurusan.
Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak berkutik. Aku
hanya mengangguk, dengan hati dongkol dan sedih.
Aku pun keluar meninggalkan ruangan dosen.
Seketika itu aku benar-benar merasa dunia
perkuliahan benar-benar kacau, dihuni orang-orang
yang egois dan tidak menghargai. Tetapi apakah
memang demikian? Aku tidak mengatakan semuanya.
Itu persoalan seseorang, individual. Tentu, mendengar
cerita ini, kau mungkin akan menanggapinya dengan
hal-hal sederhana yang kau tahu yang kau pelajari di
desa. Kau berbaur dengan masyarakat, jiwamu semakin
luas, dan kau semakin bersikap lebih bijak. Itu yang
terpatri dalam diriku. Kau pun tahu itu. Pada saatnya
nanti, kita akan bertemu, dan cerita ini akan
kusampaikan padamu. Bahkan, aku mungkin tidak
akan malu-malu berkata bahwa untuk menjadi
sepertimu, aku perlu menempuh empat tahun kuliah di
tanah rantau, sementara hidup yang begitu sederhana,
bagimu sudah kau pahami sejak kau tamat SMA.
Aku merasa benar-benar tertinggal jauh darimu.
Aku selalu ingat kata-katamu itu, percakapan kita di
masa lalu, di mana kau memulai dengan kalimat
sederhana: apa kau pernah melakukannya?
Saat kita bisa bercakap-cakap lagi nanti, dan aku
menunggu waktu itu, aku akan menjawab bahwa aku
pernah melakukannya. Pertanyaanmu itu masih tidak
jelas, memang. Melakukan apa? Tetapi dengan
segenap ketetapan hati, aku akan tetap menjawab: ya,
aku pernah melakukannya. Tentu saja, melakukan hal-
hal yang tidak melukai keluasan cinta. Semoga.
Yogyakarta, 25-27 Mei 2014
*Nurarif Aswan, mahasiswa Universitas Islam Negeri
Yogyakarta
16 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
Redaksi SLiLit ARENA mengundang semua kalangan masyarakt akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mengirimkan tulisan cerita pendek atau
puisi. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail di lpm_arena@yahoo.com. Judul berkas: Cerpen/Puisi_SLiLit ARENA dan sertakan
biodata lengkap.
Kesediaanmu
Di saat aku menulis.. itu artinya aku masih peduli dengan kita..
Di saat aku diam.. itu artinya aku merenung tentang kita..
Di saat aku berharap.. itu artinya aku ingin kita saling
mengerti..
Di saat aku merasakan sakit hati karenamu hingga mati rasa,
itulah saatnya aku mungkin harus memilih keputusan lain
tentang kita..
Aku mencari kamu yang dulu
tentang aku dan cinta yang kamu inginkan dari aku
Aku mencari kamu yang dulu
Kesediaanmu untuk mengucapkan selamat pagi,
membukakan pintu dan membiarkanku masuk terlebih dahulu,
datang tanpa pernah kuminta dan kuberitahu kapan aku perlu
Aku bertanya tentang ekpresi itu
ketika kau tersenyum bahkan tertawa tanpa henti ketika
denganku
Aku bertanya tentang keberadaanmu yang dulu,
yang sangat sederhana dan menyimpan hal yang luar biasa
yang mungkin disebut cinta
bukan hanya simpati kepadaku
Atau hanya kasihan terhadap kesendirianku
Aku bertanya tentang keberadaanmu yang mengetuk pintu hati
ini
Ketika aku sendiri tak tahu dimana kusimpan kuncinya
Aku bertanya tentang semua itu
Adakah aku pernah mengingkarinya?
Mungkin terlalu muluk mengharapkan waktu berputar kembali
Ketika sebuah pesona awal menjadi satu hal yang sudah
terpecahkan
dan sudah tak yakin lagi untuk merangkai mozaik yang indah
Ketetapan Hati
Dimanakah dia berada?
Pedang dan perisaiku pun rapuh tuk bertukar kehidupan
Ribuan terompah berayun menyerbu arah yang sama
Sedangkan mata ini terpejam terpeluk kesunyian
Meski fajar menuju petang
Dan petang pun menjadi tua dan gelap
Haruskah lebih dulu kita bangunkan mentari, sementara
malam belum berakhir?
Ataukah ku biarkan malam berkabut tanpa cahaya yang pergi
entah kemana
Dalam gulita yang pekat mendekapku
Ku kira Tuhan menyuruhku tidur, tapi ternyata belum
*Ajeng Cahyanti, mahasiswa Universitas Bhayangkara Bekasi Jawa
Barat
PUISI*
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014SASTRA
INFORMASI: ARIFKI +6287 742 517 948
COMING
VERY SOON
ON 2014
˜˜
arena
erawal dari sebuah obrolan bersama beberapa kawan di
Bwarung kopi sekitar kampus mengenai beasiswa sebagai
tunjangan pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa
kurang mampu. Sebelumnya, saya tidak bermaksud menghina
yang miskin. Tetapi pada nyatanya mereka yang mendapatkan
tunjangan pendidikan itu banyak yang lebih mampu dari pada
saya sendiri.
Kebanyakan dari mereka mengajukan beasiswa miskin
dengan tujuan agar kelihatan eksis dengan gadget atau baju
baru. Memang ini bukan merupakan fonomena yang baru dan
sudah dimaklumi oleh kawan-kawan mahasiswa. Dalam
tulisan ini saya bermaksud mengajak kita memikirkan kembali
beasiswa miskin yang terikat oleh sistem kekuasaan ini. Yang
mana mencoba mempasifkan nilai kritis mahasiswa.
Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan
mahasiswa. Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa
dengan seperangkat aturan yang menyebabkan mahasiswa
lupa fungsi sosialnya (Muridan, Gerakan Mahasiswa 1970-an).
Hal itu berefek pada aktifitas mahasiswa yang seharusnya
sebagai kontrol sosial malah jadi cenderung apatis pada
persoalan politik-kemasyrakatan dan kebijakan birokrasi
kampus.“Uang tiga juta rupiah mampu membungkam mulut
mahasiswa”, ucap kawan Rifai malam itu.
Bagaimana dengan para pemimpin kita terdahulu di kala
mengenyam pendidikan? Soekarno semisal. Ia sebagai kaum
bangsawan menyadari, bahwa dirinya termasuk orang yang
beruntung karena punya kesempatan untuk mengenyam
dunia pendidikan. Sehingga ia merasa punya beban moral. Ia
merasa berkewajiban untuk mengusung kemerdekaan dengan
melawan sistem penjajahan. Tujuannya satu, terwujudnya
perubahan dan kedaulatan demi masyarakat yang sejahtera.
Maka, sudah seharusnya mereka yang mendapatkan
beasiswa tidak tunduk pada sistem yang mengikat. Melainkan
harus punya beban moral untuk mengabdi terhadap bangsa -
karena beasiswa itu berasal dari pajak rakyat. Alangkah
baiknya mereka yang punya kesempatan pendidikan dengan
subsidi negara lebih tajam menganalisa persoalan masyarakat
dibandingkan yang tidak dapat beasiswa.
Ada benarnya juga perkataan bahwa mahasiswa bisa bisu
hanya gara-gara uang tiga juta rupiah, alih-alih untuk kritis.
Lalu ia harus menjaga peluang untuk dapat beasiswa lagi,
sehingga kegiatannya dipatenkan untuk mengejar target IPK
tinggi. Mahasiswa menjadi lebih fokus pada urusan akademik
ketimbang tindakan sosial secara langsung. Ini saya kira yang
disebut dengan model penindasan baru, yang terstruktur,
massif, dan sistematis untuk menghilangkan kesadaran kritis
mahasiswa.
Salah satu kawan, sebut saja Farid, fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam mengeluh betapa ribetnya mengurusi
persyaratan beasiswa saat ini. Ia seperti kebanyakan
mahasiswa yang cendrung sibuk dengan aneka persyaratan
beasiswa. Hingga ia lupa akan fungsinya sebagai kaum muda
terdidik yang diberi amanat untuk mengoreksi kebijakan
pemerintah berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Lalu,
apa bedanya dengan sejarah perbudakan bangsa ini yang
menghamba pada pemodal yang berorentasi pada
keuntungan pribadi?
Beasiswa merupakan bekal bagi mereka yang tidak
mampu mengenyam dunia pendidikan agar dapat mengatahui
banyak ilmu pengatahuan. Dengan itu diharapkan punya
kesadaran ideologis dan praktis, bukan apatis. Sedangakan
kita tahu, birokrasi Negara mencoba mengatur dunia
pendidikan supaya berorientasi pada dunia lapangan kerja,
hingga orientasi pendidikan tidak lagi sebagai pembebas
melainkan komoditas yang menguntungkan (Indonesian For
Global Justice).
Patut kita bertanya terhadap pendidikan Indonesia, apa
peran sertanya dalam membagun bangsa dalam bersaing di
internasional? Apakah dengan juara matematika dan prestasi
pendidikan lainya yang bersifat akademik? saya kira bukan itu
yang dimaksud dengan keberhasilan pendidikan, melainkan
membagun pengetahuan baru untuk terus bersaing dalam
membentuk kebudayaan kritis. Perguruan tinggi mdiharapkan
ampu ikut serta dalam membagun perkembangan masyarakat
bawah.
Beasiswa ini sebenarnya merupakan anti tesis dari gerakan
massif menentang kebijakan pendidikan orde baru. Yaitu
kebijakan pemerintah yang menerapkan Normalisasi
Kehidupan Kampus dan Badan Kordinasi Kampus (NKK/BKK),
agar kebebasan berpendapat mahasiswa terbatasi dan
mengurangi gerakan demonstrasi yang dianggap mengancam
stabilitas kekuasaan.
Pendidikan yang humanis adalah pendidikan yang
tujuannya bicara tentang manusia yang sadar akan bakat
minatnya sendiri yang siap berkompetisi dengan sesamanya.
Hal itulah yang akan melahirkan demokrasi yang baik. Paulo
Freire pernah ngomong, bahwasanya “pendidikan haruslah
berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan
dirinya sendiri” (baca: Politik Pendidikan). Agar idealisme
mahasisiwa tidak tergadaikan oleh persoalan materi, sibuk diri
dengan dunia akademik yang jauh dari dunia sosial.
*Faksi Fahlevi, mahasiswa semester V jurusan Filsafat Agama FUSPI
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
faksi.fahlevi@yahoo.com
Beasiswa Miskin
Mengancam Idealisme Mahasiswa*
SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014KANCAH
“Jangan tuan terlalu percaya pada pendidikkan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit-
bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi guru itu sudah bandit pula pada
dasarnya.” (Prmoedya Ananta Toer)
18 Jelas & Mengganjal
ARENA
SLiLiT
BINA DESA
ARENAKancah Pemikiran Alternatif
Kantor kesekretariatan: Gedung Student Center Lantai 1 Ruang1.14 UIN
Sunan Kalijaga Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. CP: 087839029088 (Lugas)
sayembara
karikatur
5 Juli - 20 september 2014 | FREE
TOR dan info lengkap
www.lpmarena.com | www.binadesa.co
@PersMaARENA @yayasanbinadesa
“When tillage begins, other arts follow.
The farmers therefore, are the founders
of civilization.” -- Daniel Webster
Petani Kecil
Menggugat Takdir
z
u
p
IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA ARENA

More Related Content

Similar to www.lpmarena.com- Sililit 24 agustus 2014

13 Tragedi Universitas Indonesia
13 Tragedi Universitas Indonesia13 Tragedi Universitas Indonesia
13 Tragedi Universitas IndonesiaAidilRizali
 
Buletin kampus news edisi mei 2013
Buletin kampus news edisi mei 2013Buletin kampus news edisi mei 2013
Buletin kampus news edisi mei 2013Kampusnewsdotcom
 
Tarby magazine salafiyah kajen
Tarby magazine  salafiyah kajenTarby magazine  salafiyah kajen
Tarby magazine salafiyah kajenRoziq Bahtiar
 
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshop
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshopTentang mahasiswa dan tutorial edit photoshop
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshopBMG Training Indonesia
 
Adnan edit laporan kpm kel 6
Adnan edit laporan kpm kel 6Adnan edit laporan kpm kel 6
Adnan edit laporan kpm kel 6عيني رحمه
 
Pendekatan baru ospek kr.
Pendekatan baru ospek kr.Pendekatan baru ospek kr.
Pendekatan baru ospek kr.Suyanto Suyanto
 
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas Riau
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas RiauBasis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas Riau
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas RiauDawat Fadhila
 
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITAS
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITASPENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITAS
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITASIsmaya Indri Astuti
 
Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikanrizkynet
 
Makalah mbs 1
Makalah mbs 1Makalah mbs 1
Makalah mbs 1Irdam_06
 
Bulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionBulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionTyo SBS
 
pelajaran dari negeri serumpun
pelajaran dari negeri serumpunpelajaran dari negeri serumpun
pelajaran dari negeri serumpunRidwan M. Said
 
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatiga
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatigaSekolah alternatif qaryah thayyibah di salatiga
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatigaMuhsin Hariyanto
 

Similar to www.lpmarena.com- Sililit 24 agustus 2014 (20)

tabloid-ed-20-new
tabloid-ed-20-newtabloid-ed-20-new
tabloid-ed-20-new
 
13 Tragedi Universitas Indonesia
13 Tragedi Universitas Indonesia13 Tragedi Universitas Indonesia
13 Tragedi Universitas Indonesia
 
Kalau saya mahasiswa
Kalau saya mahasiswaKalau saya mahasiswa
Kalau saya mahasiswa
 
Pidato yudisium
Pidato yudisiumPidato yudisium
Pidato yudisium
 
Buletin kampus news edisi mei 2013
Buletin kampus news edisi mei 2013Buletin kampus news edisi mei 2013
Buletin kampus news edisi mei 2013
 
Tarby magazine salafiyah kajen
Tarby magazine  salafiyah kajenTarby magazine  salafiyah kajen
Tarby magazine salafiyah kajen
 
Digital atau digilas
Digital atau digilasDigital atau digilas
Digital atau digilas
 
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshop
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshopTentang mahasiswa dan tutorial edit photoshop
Tentang mahasiswa dan tutorial edit photoshop
 
Adnan edit laporan kpm kel 6
Adnan edit laporan kpm kel 6Adnan edit laporan kpm kel 6
Adnan edit laporan kpm kel 6
 
Pendekatan baru ospek kr.
Pendekatan baru ospek kr.Pendekatan baru ospek kr.
Pendekatan baru ospek kr.
 
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas Riau
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas RiauBasis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas Riau
Basis Edisi II Karya Mahasiswa PSPBSI Universitas Riau
 
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITAS
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITASPENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITAS
PENGARUH KEGIATAN OSPEK TERHADAP ETIKA MAHASISWA BARU MEMASUKI DUNIA UNIVERSITAS
 
Artikel pendidikan
Artikel pendidikanArtikel pendidikan
Artikel pendidikan
 
Sumbang pikir (1)
Sumbang pikir (1)Sumbang pikir (1)
Sumbang pikir (1)
 
Sumbang pikir (1)
Sumbang pikir (1)Sumbang pikir (1)
Sumbang pikir (1)
 
Makalah mbs 1
Makalah mbs 1Makalah mbs 1
Makalah mbs 1
 
Resume okk
Resume okkResume okk
Resume okk
 
Bulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st EditionBulletin INKALUS 1st Edition
Bulletin INKALUS 1st Edition
 
pelajaran dari negeri serumpun
pelajaran dari negeri serumpunpelajaran dari negeri serumpun
pelajaran dari negeri serumpun
 
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatiga
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatigaSekolah alternatif qaryah thayyibah di salatiga
Sekolah alternatif qaryah thayyibah di salatiga
 

www.lpmarena.com- Sililit 24 agustus 2014

  • 1. Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT EDISI AGUSTUS 2014 www.lpmarena.com
  • 2. DITERBITKAN OLEH: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) ARENA UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta PENASEHAT Rektor UIN Sunan Kalijaga PEMBINA Abdur Rozaki, S.Ag, M.Si PEMIMPIN UMUM Ahmad Jamaludin WK. PEMIMPIN UMUM Dedik Dwi Prihatmoko SEKRETARIS UMUM Annisatul Ummah BENDAHARA Chusnul Chotimah DEWAN REDAKSI Januardi S Husin, Roby Kurniawan PEMIMPIN REDAKSI Lugas Subarkah REDAKTUR ONLINE Ulfatul Fikriyah REDAKTUR SLiLiT Usman Hadi REDAKTUR BAHASA S Ghidafian Hafidz STAF REDAKSI Faksi, Iim, Tika, Mas’odi, Lilik, Novi, Fa’i, Ekmil, Mutiara, Maya, Amri, Fauzi, Shoim, Cakson, Yazid, Oli, Isma, Uul, Faisal, Ria, Khusna, Najib, Hasbul, Anis, Irsal, Surasuk, Riza, Elmi, Mugiarjo RANCANG SAMPUL & TATA LETAK Khaulah Pundi M, Sabiq FOTOGRAFER Abdul Majid DIREKTUR PERUSAHAAN & PRODUKSI Khusni Hajar KOORDINATOR PUSDA Andy Robandi KOORDINATOR JARKOM Rakhmat Efendi KOORDINATOR PSDM Arifki Budia Warman Kantor Redaksi/Tata Usaha Student Center Lantai 1 No. 1/14 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Laksda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp.: +62857 259 151 49 a/n Khusni E-mail: lpm_arena@yahoo.com Website: www.lpmarena.com SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 DAFTAR ISI SLiLiT ARENA menundang semua kalangan masyarakat akademika UIN Sunan Kalijaga untuk mengirimkan tulisan maupun artikel ke alamat redaksi LPM ARENA. Pihak yang merasa tidak puas dengan pemberitaan, bisa menuliskan hak jawabnya, atau datang langsung ke kantor redaksi guna berdiskusi lebih lanjut WARTAWAN SLiLiT ARENA DIBEKALI TANDA PENGENAL DALAM SETIAP PELIPUTAN DAN TIDAK MENERIPA AMPLOP DALAM BENTUK APAPUN UNIVERSITARIA 6 Sosialisasi UKM Mulai Dibenahi Setelah sempat menemui banyak masalah pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini UKM dan panitia OPAK sepakat untuk melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian OPAK dengan beberapa pembenahan. KANCAH 18 Beasiswa Miskin Mengancam Idealisme Mahasiswa Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan mahasiswa. Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa dengan seperangkat aturan yang menyebabkan mahasiswa lupa fungsi sosialnya stupidphone 8 Bimtes, Bimbingan Bonus Kaderisasi Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra menjaring anggota. Di samping untuk memberi materi sebagai bekal ujian masuk kepada maba. PUSTAKA 11 Mendudukkan Persoalan Di tengah perbincangan ringan, Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti, “kenapa orang kulit putih membuat begitu banyak barang berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit hitam hanya memiliki sedikit barang berharga di sini?” CATATAN KAKI 4 Baju Baru EDITORIAL 5 OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan 16 PUISI| Kesediaanmu Ketetapan Hati SASTRA 14 CERPEN| Tidakkah Kau Melukai Keluasan Cinta? FOTOSAMPULLUGASSUBARKAH
  • 3. Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Saya merupakan salah satu mahasiswa pengendara sepeda ontel di kampus ini. Maka termasuk pula-lah saya sebagai pengguna lahan parkir kampus. Saya begitu resah dengan perkembangan sepeda motor saat ini. Sebagian besar mahasiswa kini menggunakan sepeda motor sebagai moda transportasi kuliah. Bertambahnya jumlah kendaraan yang tidak bisa dikendalikan ini otomatis membuat lahan parkir kampus semakin membludak, akhirnya banyak kendaraan yang diparkir tidak pada tempatnya. Salah satu contoh adalah kondisi parkiran di Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Lahan parkir yang disediakan di sebelah utara panggung demokrasi kini sudah tidak bisa menampung banyaknya sepeda motor mahasiswa lagi. Kini, area selatan panggung demokrasi dan sebelah barat gedung rektorat lama—yang seharusnya bukan lahan parkir—sudah sering dipenuhi sepeda motor. Hal ini membuat kampus terlihat semrawut. Sudah dua tahun saya menuntut ilmu di kampus tercinta ini, akan tetapi selama ini pula saya belum melihat ada tanda- tanda bahwa area parkiran segera membaik. Mengingat sebentar lagi kita kedatangan wajah-wajah baru dari berbagai daerah, yang artinya akan bertambah pula jumlah kendaraan di kampus, sebaiknya pihak pengelola universitas yang terhormat segera menata kembali area parkir agar rapih dan aman. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb. *Hendrik Basguni Sukendar, mahasiswa semester V Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi. Tata Ulang Lahan Parkir Kampus!* 3www.lpmarena.com SURAT PEMBACASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 SUDAH TERBIT MAJALAH ARENA EDISI 40 WONG CILIK DI PUSARAN KONFLIKPEMASARAN DAN DISTRIBUSI INTAN PRATIWI +62818 027 390 55
  • 4. Kita telah menginjakkan kaki dilangkah yang kemudian. Untuk mahasiswa lama, selamat memasuki semester baru. Untuk mahasiswa baru, selamat datang. Salam kenal. Inilah kampus, dunia yang Anda dambakan dan mungkin juga membuat penasaran. Silahkan melihat-lihat, meraba-raba, serta mengenal lebih dulu kampus baru Anda ini. Setelah melalui berbagai proses berbelit dan menjemukan, di sinilah kita. Terucap sukur pastinya, telah lolos dari saringan untuk siswa yang dianggap “bodoh” bermerk Ujian Nasional. Juga kelegaan, setelah melewati ribet administrasi pendaftaran guna mendapat cap anyar ini, mahasiswa. Tariklah nafas sejenak dan longgarkan kursi, sebelum membawa obrolan ini pada hal yang agak serius. Anggaplah Anda saat ini hendak memakai seragam baru. Seperti dulu awal masuk SMA, kita rasakan seragam baru tersebut punya rasa dan sensasi yang “lain”. Ia punya identitas dan tugas tersendiri. Seperti halnya sebuah seragam sekolah, baju mahasiswa ini juga menempel beberapa atribut penanda identitas dan tugas. Hanya, bentuk dan modelnya tak lagi seperti SMA yang harus sewarna dan dijahit di beberapa sudut. Lalu muncul pertanyaan, atribut seperti apa yang menempel pada baju ini? Pertanyaan ini bukan untuk mahasiswa baru saja, karena yang lama pun pasti membisu sejenak sebelum menjawabnya. Mengorek catatan yang dulu-dulu, jawaban dari pertanyaan di atas sangat beragam dan seolah saling bertentangan. Telah menjadi ritual tahunan di sini, sebelum memulai kuliah tahun ajaran baru setiap maba akan dihadapkan pada Sosialisasi Pembelajaran (Sospem). Di sana seringkali didefinisikan apa itu menjadi mahasiswa. Kurang lebihnya seperti ini: Mahasiswa itu ya belajar rajin. Tertib masuk kuliah (absensi kalau bisa 100%) dan mengerjakan setiap tugas. Lulus tepat waktu dan sebagainya dan seterusnya. Sebenarnya, tanpa melalui sosialisasi pun rasanya kita sudah tahu. Tapi kalau jawaban ini dilontarkan ke tengah-tengah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) sungguh akan ditertawakan oleh banyak orang. Yakin (karena setiap OPAK begitu) kalian akan mendengar bahwa mahasiswa adalah ; agen perubahan sosial, yang membela rakyat, siap turun ke jalan dan berani melawan. Sehingga tak ada ceritanya mahasiswa yang hanya kuliah dan mengerjakan tugas. Atribut baju baru ini akan semakin problematis tatkala Anda bertemu dan masuk ke dalam berbagai komunitas atau forum diskusi di kampus. Tapi begitulah kondisi yang akan Anda temu. Jadi, jangan dulu bingung. Tapi jangan juga terlalu dini yakin atas satu jawaban. Mundur lebih jauh, ada beberapa catatan sejarah tentang mahasiswa yang bisa dipertimbangkan. Konon, sebelum Indonesia merdeka, pendidikan adalah ruang eksklusif yang hanya bisa diakses oleh pihak tertentu. Orang macam kita ini (pribumi-inlander) kecuali berdarah biru tak bisa sekolah. Sebagaimana berlaku di School Tot Opleiding Voor Indische Baju Baru* 4 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT CATATAN KAKI SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 Artsen (STOVIA) sekolah tinggi kedokteran yang didirikan pemerintah kolonial pada tahun 1902. Mungkin inilah perguruan tinggi pertama yang ada di Indonesia. STOVIA adalah lembaga pendidikan eksklusif, hanya menerima mahasiswa dari golongan tertentu. Syarat jadi mahasiswa STOVIA adalah lulusan Europese Lagere school (ELS). ELS adalah sekolah rendah khusus untuk keturunan Eropa, Timur asing dan Priyayi Pribumi. Secara garis besar, agenda pendidikan waktu itu adalah menghasilkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan perdagangan, perusahaan dan pegawai rendahan di pemerintahan. STOVIA juga menerapkan disiplin ketat pada peserta didiknya. Melihat tujuannya adalah menghasilkan pekerja di bidang medis guna keperluan kolonial. Jejak-jejak disiplin itu masih bisa kita lihat sekarang, tata tertib ketat yang berjalan di kampus dan sekolah. Seleksi ketat dijalankan STOVIA dengan mematok spesifikasi tertentu untuk peserta didiknya. Yaitu harus mengantongi ijazah ELS. Syarat ini kemudian semakin naik standarnya—awalnya ELS, beberapa tahun berikutnya MULO lalu HBS (keduanya jenjang sekolah lebih tinggi dari ELS). Dari sana bisa di lihat bahwa sortir pengakses pendidikan telah ada dari zaman penjajahan dilakukan. Hal itu adalah politik pendidikan yang dijalankan oleh pihak Kolonial. Selain untuk mempertahankan tatanan sosial yang timpang (Holland-inlander atau pintar-bodoh), juga untuk menghasilkan tenaga kerja. Betapapun terdidik seorang inlander, ia tetaplah “kacung” Kolonial. Cetak biru pendidikan sebagai penghasil “kacung” itulah konsep kolonial waktu itu. Tapi kita tahu, ada saja yang bisa lepas dari tertib barisan. Mungkin karena manusia tak benar- benar bisa mutlak dicetak pengetahuannya. Muncullah tokoh kemerdekaan seperti Ki Hajar Dewantara, Cipto Mangunkusmo, Wahidin S. Husodo hasil didikan STOVIA. Bukannya menjadi pegawai kolonial, mereka malah menyulut api perlawanan kepada pemerintah kolonial. Juga proklamator kemerdekaan kita, Ir. Soekarno. Ia lulusan Technische Hoge School (THS), sekolah ini yang kemudian jadi Institut Teknologi Bandung (ITB). Seokarno melenceng dari titah, sebaliknya ia menjadi salah satu aktor utama gerakan kemerdekaan Indonesia. Ia juga tercatat sebagai ketua pertama dari partai pertama yang memakai identitas Indonesia, Partai Nasional Indonesia. Tampaknya dua konsep besar—antara disipilin dan sortir ketat berbanding pergerakan sosial dan agen perubahan—yang menempel sebagai atribut mahasiswa Indonesia telah lama bersitegang. Tarik ulur satu dengan yang lain hingga kini masih berjalan. Entah sampai kapan. Untuk itu, sambil melihat dan mengenal kampus Anda, silahkan berpantas-pantas dengan baju mahasiswa ini di depan cermin. Kalau merasa belum cocok atau tak siap, tanggalkan saja. Jika siap, maka beban berat sebagai generasi pengisi kemerdekaan silahkan Anda emban. Jamaludin A. jamaludin_ahmd@yahoo.com
  • 5. Tahun ajaran baru akan segera dimulai. Ribuan wajah baru datang menggentikan wajah lama. Generasi baru—siap tidak siap—akan meneruskan perjuangan kemahasiswaan. Perjuangan sebagai agen perubahan dan kontrol sosial. Perjuangan menolak lupa dokumentasi sejarah yang terlupakan oleh zaman dan melawan penindasan terhadap kaum marginal akan diserahkan pada pundak generasi baru ini. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki tanggung jawab sosial untuk sensitif terhadap kondisi sosial dan kritis terhadap penguasa. Karena jika bukan mahasiswa, lalu siapa lagi yang akan melakukannya? Rakyat kecil sudah terlalu sibuk dan lelah dengan pekerjaannya, sedangkan politikus terlalu sibuk memikirkan kepentingan golongannya. Mahasiswa sebagai pihak yang independen menjadi satu- satunya kaum yang dianggap mampu untuk mengemban tugas ini. Begitu berat tanggung jawab mahasiswa ini mungkin mengagetkan mereka yang sebelumnya telah terbiasa dengan budaya di sekolah: memakai seragam, masuk pukul tujuh, upacara bendera, mendengarkan guru, mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS), dan berbagai aktivitas instruktif lainnya. Di sini lah pengkaderan organisasi mahasiswa berperan. Organisasi mahasiswa sebagai instrumen perjuangan mahasiswa dituntut untuk dapat merubah budaya sekolah tersebut. Budaya yang cenderung top down ini sudah tidak relevan lagi bagi seseorang yang sudah menyandang predikat mahasiswa. Mahasiswa bukan lagi seorang siswa yang harus terus dicekoki ilmu. Mahasiswa dianggap sudah memiliki cukup bekal untuk berdialektika dengan lingkungan akademisnya. Gerbang terdepan dari kaderisasi organisasi mahasiswa adalah Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK). Di sini, mahasiswa baru (maba) akan dikenalkan pada dunia kampus. Atmosfir perlawanan dan heroisme mahasiswa banyak dihadirkan di sini. Orator yang tanpa lelah berteriak di atas panggung dan konflik pemicu perlawanan dari maba menjadi hidangan wajib di setiap penyelenggaraan OPAK. Pandangan negatif terhadap kampus dan negara selalu menjadi topik hangat yang diperbincangkan. Kepalan tangan kiri diacungkan, lagu “Darah Juang” pun dinyanyikan bagai perapalan ayat-ayat dalam doa pembakar semangat perjuangan. Pengenalan dengan metode seperti ini cukup menimbulkan efek kejut dan mendekonstruksi mindset maba. Maba yang tadinya ingin kuliah dengan “benar” dan lulus empat tahun jadi sedikit gentar. Tidak sedikit maba yang menjadi pesimis untuk meneruskan kuliahnya di kampus ini. Tapi dari titik ini lah, maba diharapkan membuka matanya lebar-lebar untuk melihat realitas yang terjadi hari ini dan tertantang untuk memberikan sumbangsihnya pada tanah air. Bila melihat tahun-tahun sebelumnya, OPAK kali ini mengalami beberapa kemajuan. Salah satunya adalah terselenggaranya sosialisasi UKM di hari pertama OPAK. Di bawah koordinasi Forkom UKM, baik sosialisasi indoor maupun outdoor, semua berjalan dengan lancar. Kelancaran ini tak lepas dari kepercayaan yang dijalin oleh semua pihak, baik UKM maupun panitia OPAK. Sikap kedewasaan dan saling pengertian telah membangun sebuah komitmen positif dalam pelaksanaan sosialisasi UKM. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk menciptakan iklim kemahasiswaan yang lebih sehat. Setidaknya tidak ada lagi mahasiswa yang tidak tahu bahwa UIN Sunan Kalijaga memiliki gedung Student Center. Redaksi OPAK, UKM, dan Kemahasiswaan EDITORIALSLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 Redaksi SLiLiT ARENA menerima kritik dan saran terhadap editorial.Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail lpm_arena@yahoo.com. Bentuk tulisan utuh 400-700 kata. Sertakan biodata lengkap. Judul file: Saran/Kritik Editorial_SLiLiT ARENA a k n y e a ahan DIBUTUHKAN WAKTU YANG LAMA UNTUK MEMBUAT SI KUPAT DAN HANYA BUTUH BEBERAPA DETIK UNTUK MEMAKANNYA l f s a n a taqobalallahu mina wa minkum minal ‘aidin wal paidin
  • 6. 6 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT UNIVERSITARIA ahun ajaran baru, wajah-wajah Tbaru. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaa (OPAK) menjadi ajang mahasiswa baru untuk mengenal dunia kampus. Tak hanya pihak universitas saja yang sibuk untuk menyambung regenerasi, pihak Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) pun berbenah diri untuk menyambut adik- adiknya yang baru. OPAK merupakan salah satu alat yang dipakai UKM untuk memperkenalkan jati dirinya kepada mahasiswa baru (maba). Pengenalan UKM sendiri bisa dilakukan lewat sosialisasi saat OPAK maupun UKM Expo. Forum Komunikasi (Forkom) UKM telah membuat kesepakatan dengan pihak panitia OPAK, pihak Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Dema-U), maupun pihak universitas, bahwa sosialisasi UKM akan dilaksanakan dalam rangkaian OPAK tahun ini. Hal tersebut seperti yang diungkapkan ketua Forkom UKM, M. Haidar Ali. “Teman-teman ketua UKM akhirnya menyetujui 21 Agustus (2014), rencananya kami dari panitia sosialisasi UKM akan mengadakan sosialisasi UKM di OPAK,” ucap Haidar saat ditemui ARENA(15/8). Dari pihak Dema-U sendiri, Abdul Khalim, selaku anggota Kementerian Dalam Negeri mengatakan tahun ini, sosialisasi UKM dalam pelaksanaan OPAK akan melakukan banyak pembenahan, “yang jelas UKM butuh ruang regenerasi. Terkait sosialisasi UKM dalam OPAK, hal-hal yang kurang dalam pelaksanaan sebelumnya akan diperbaiki dalam tahun (2014) ini,” kata Khalim saat diwawancarai ARENA di warung kopi. Melihat absennya sosialisasi UKM di tahun 2013, bulan Juni lalu, ARENA telah mewawancarai beberapa UKM sebagai jajak pendapat konsep sosialisasi UKM. Seperti Mahasiswa Pecinta Alam Sunan Kalijaga (Mapalaska), Palang Merah Indonesia (PMI), dan Teater Eska. Riyan Hermawan selaku ketua Mapalaska, kala itu bersedia untuk dimintai pendapat mengenai sosialisasi UKM di tengah kesibukannya membuat perahu rafting. Menurut Riyan sosialisasi UKM sebaiknya dilakukan bersama-sama tetapi konsepnya jelas. “Dibuat petak-petak kayak expo. Disana ada kebebasan berkreasi sehingga ciri khas terlihat. Kalau sosialisasi UKM di UIN konsep sama, lokal (tempat) sama, ciri khas jadi tidak terlihat,” ujar mahasiswa berambut ikal ini. Berbeda dengan Mapalaska, UKM PMI menginginkan konsep yang lebih detail dan disertai dengan simulasi. “Saat sosialisasi ada semacam simulasi, kayak pertolongan. Misal ceritanya ada korban terus kita tolong, tidak hanya pengenalan secara lisan tetapi juga praktik. Dikonsep benar-benar. Semua maba tahu UKM itu apa aja. Jika tidak tahu sangat disayangkan,” kata Ahmad Anwar, ketua PMI. Anwar juga berharap tidak ada gesekan antara pihak UKM dan penyelengara OPAK. “Panitia kebanyakan dari luar UKM, sehingga terjadi intervensi, harapannya jangan sampai ada gesekan. Diperbaiki dengan komunikasi,” pesan mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester V ini. Jauhara Nadvi Azzadine, Lurah Teater Eska mengungkapkan sosialisasi UKM tidak sekedar mempertunjukkan, tidak sekedar difasilitasi lalu kesana tanpa apa-apa. “Biarlah kalau sosialisasi UKM itu diserahkan ke kita secara penuh nggak nanggung-nanggung. Jadi kita nggak sekedar undangan. Padahal niatnya di sini kita untuk sosialisasi. Kita itu dengan cara kita, gitu kan. Kalau emang dengan cara mereka terus semua yang mengatur itu mereka itu kita ya terkekang aja,” ucap Zadine. Zadine juga mengaharapkan adanya transparansi dana, “Kita bersedia ngurus sosialisasi UKM mau dananya berapa aja. Asalkan jelas dan yang ngatur kita. Ada obrolan lah dengan kita gitu maunya kayak gimana? Biar nggak ada dusta di antara kita,” tambahnya malam itu di halaman Sanggar Teater Eska. Jejak Rekam Sosialisasi UKM Menengok sejarah sosialisasi UKM saat OPAK tahun 2011 yang dilaksanakan di gedung Multi Purpose (MP) UIN Sunan Kalijaga, saat itu sosialisasi UKM tidak berjalan dengan lancar karena panitia OPAK menyuruh maba untuk keluar (walkout) dari gedung MP. Maba yang belum begitu mengetahui seluk-beluk kampus pun mengikuti. Di sini tidak ada alasan jelas kenapa panitia OPAK menyuruh maba untuk keluar dari sosialisasi. Di tahun 2012 yang juga diselenggarakan di gedung MP, sosialisasi UKM kembali diwarnai aksi walkout. Selebaran dari Teater Eska dijadikan alasan walkout panitia OPAK karena dianggap sebagai provokasi. Di sisi lain pihak Teater Eska mengklaim selebaran itu merupakan kampanye kebudayaan dan refleksi, lebih mendidik ketimbang aksesoris OPAK yang dianggap Teater Eska tidak mendidik. Waktu Teater Eska belum usai tampil, suasana sudah ricuh, dan saat al Mizan sosialisasi, terjadi pertengkaran antar panitia OPAK di sekitar maba dari Fakultas Adab. Puncaknya, maba dari Fakultas Adab meninggalkan gedung MP, lalu diikuti oleh fakultas-fakultas lain. Kecewa dengan peristiwa itu, tahun 2013 UKM pun memilih untuk tidak melaksanakan sosialisasinya dalam rangkaian OPAK. Saat ditanya lebih lanjut tentang konflik apa yang sebenarnya terjadi antara Dema-U dan pihak UKM sehingga miss komunikasi sosialisasi UKM ini sering terjadi, Syaefuddin Ahrom al Ayyubi, ketua Dema-U mengungkapkan jika sebenarnya hal itu terjadi karena akumulasi kekecewaan masa lalu (yang selalu kisruh) dan Syaefuddin menyadari kurangnya ikatan emosi, belum adanya kesamaan visi, Setelah sempat menemui banyak masalah pada tahun-tahun sebelumnya, kali ini UKM dan panitia OPAK sepakat untuk melaksanakan sosialisasi UKM dalam rangkaian OPAK dengan beberapa pembenahan. Sosialisasi UKM Mulai Dibenahi Oleh Isma Swastiningrum SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
  • 7. 7www.lpmarena.com UNIVERSITARIASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 dan minimnya keharmonisan antara Dema-U dan pihak UKM yang dasarnya ada dalam satu atap rumah. “Durung biso guyub rukun agawe santosa (belum bisa hidup bersama rukun membuat sentosa). Filosofi ini belum merasuk,” ujar Syaefuddin. Sedangkan Haidar berpendapat konflik ini terjadi karena adanya kaderisasi yang tidak sehat di UIN sendiri. “Kaderisasi kurang sehat, kok kayak gitu. Kalau kita bandingkan dengan UGM, disana Sema-U, Dema-U, UKM-nya rukun dalam OSPEK-nya mereka bareng-bareng. Ketika sosialisasi UKM nggak ada kisruh,” ucapnya. Syaefuddin sendiri beralasan urusan sehat dan tidak sehat tergantung orang yang menilai. Ada standar pengetahuan yang berbeda di setiap orang dan itu tergantung dari ilmu pengetahuan dan pengalaman yang tiap individu miliki. “Pemaknaan sehat itu dalam kurung kaderisasi, sebenarnya masing-masing orang ini punya standar. Ada dimensi- dimensi tertentu dimana kamu belum mengerti apa yang saya pahami, dan saya belum mengerti apa yang kamu pahami,” ujar Syaefuddin memberikan tanggapan. Konsep Tahun Ini Sosialisasi UKM yang nanti akan diselenggarakan mengacu pada beberapa poin. Haidar menjelaskan, yang pertama, seluruh kendali sosialisasi UKM akan dipegang oleh anggota-anggota UKM. Baik keperluan, konsep acara, dan lain sebagainya harus disiapkan oleh teman-teman UKM sendiri. Kedua, acara akan dimasifkan. Selain waktunya yang panjang, dari pukul delapan pagi hingga empat sore, juga jumlah personelnya yang banyak. “Kami dari panitia sosialisasi UKM akan mengerahkan 250 orang untuk meng-handle kegiatan sosialisasi UKM itu sendiri,” tutur Haidar. Ketika dikonfirmasi, pihak Dema-U sendiri juga akan mengerahkan sekitar seratusan orang, kalau hingga dua ratusan maka itu ditambah pihak birokrat dan pihak Dema-U, Sema-U. Pemasifan ini addalah untuk mengupayakan agar maba benar-benar tertarik dengan UKM. “Besok kita bikin kayak akademi film, diusahakan teknisnya indah. Yang kita munculkan yang pertama adalah bagaimana maba itu tertarik dengan UKM,” tambah Haidar. Untuk UKM yang memilih sosialisasi indoor, akan disediakan waktu 15 menit, sedangkan outdoor 20 menit. “Indoor-nya terserah masing- masing UKM. Kalau outdoor jelas praktek semua di Panggung Demokrasi (Pangdem). Nanti pas seremonial juga ada serah terima maba dari panitia OPAK ke panitia UKM,” kata Haidar. Beberapa UKM yang outdoor ada Mapalaska, Resimen Mahasiswa (Menwa), Inkai, Taekwondo, Pencak Silat Cepedi. Sedangkan sisanya indoor. Berdasarkan kesepakatan tentang pelanggaran, Haidar mengatakan jika yang melanggar adalah oknum-oknum panitai OPAK yang bikin kisruh, teman- teman UKM tahun depan tidak mau sosialisasi lagi. Kedua, jika kekacauan disebabkan oleh pihak UKM, maka UKM harus siap-siap disepelekan birokrat universitas. “Kalau teman- teman UKM itu misalkan nggak bisa meng-handle, maka kepercayaan universitas pada teman-teman UKM akan semakin disepelekan. Dan untuk OPAK-OPAK selanjutnya pasti akan diserahkan penuh ke pihak Dema-U tanpa nego lagi ke teman-teman UKM,” jelas Haidar. Khalim dari Dema-U berpendapat komitmen dan kepercayaan menjadi faktor utama kesuksesan pelaksanaan sosialisasi UKM dalam OPAK. “Ketika ada kesepakatan masing-masing elemen, kemudian adanya kepercayaan antar lembaga, saya kira konsekuensi itu tidak terlalu penting,” tutur mahasiswa jurusan Sosiologi ini. Karena menurut Khalim, yang terpenting bagi lembaga kemahasiswaan baik Sema-U, Dema-U, UKM adalah pengawalan kebijakan kampus.[] hati-hati propokasi!
  • 8. UNIVERSITARIA 8 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT eberapa organisasi ekstra kampus BUIN Sunan Kalijaga menyambut dengan antusias ujian regular bagi calon mahasiswa baru tahun 2014. Hal ini terlihat dari banyaknya stand pendaftaran bimbingan tes (bimtes) di depan laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi yang disediakan bagi calon mahasiswa baru. Sejak 28 Mei sampai 10 Juli 2014, stand pendaftaran bimtes terus dibuka. Bimtes menjadi sarana alternatif untuk membantu calon mahasiswa baru dalam mempersiapkan dirinya menghadapi ujian masuk. Kisi-kisi soal ujian regular akan dikenalkan kepada peserta saat pelaksanaan. Diharapkan dengan adanya hal ini akan membuat calon mahasiswa baru lebih mudah dalam mengerjakan soal-soal yang ada. Samrizal sebagai ketua panitia bimtes Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mengungkapkan bahwa pengadaan bimtes bertujuan untuk membantu calon mahasiswa baru dalam mengerjakan soal-soal ujian regular. “Bimtes ini buat bantu temen-temen mahasiswa baru menghadapi ujian nanti,” kata Samrizal. Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah mempersiapkan soal-soal bimtes yang didapatkan dari bagian Admisi. Selama dua setengah hari KAMMI akan melaksanakan bimtes di ruang Teatrikal Pusat Bahasa pada tanggal 11 Juli dengan menghadirkan beberapa fasilitator dari dosen UIN Sunan Kalijaga. Adanya bimtes juga mendapat tanggapan positif dari mahasiswa lama yang pernah mengikutinya. Seperti diungkapkan Ola, mahasiswi jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) semester V, “wah bagus ya, setidaknya buat prepare biar tahu gambaran soal nanti,” kata Ola. Pengenalan Organisasi Tidak hanya menguntungkan peserta, bimtes juga berdampak langsung kepada penyelenggara. Bimtes menjadi salah satu metode efektif untuk mengenalkan organisasi ekstra kampus. Dengan cara seperti ini, banyak peserta yang pada akhirnya memutuskan bergabung dengan organisasi tersebut. Steering commite bimtes Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO, Cecep, menjelaskan bahwa selain sebagai bentuk partisipasi, bimtes juga menjadi lahan pencarian kader baru. “Kalau motif bimtes sendiri selain untuk Bimtes menjadi sarana organisasi ekstra menjaring anggota. Di samping untuk memberi materi sebagai bekal ujian masuk kepada maba. Bimtes, Bimbingan Bonus Pengkaderan Oleh Rifai Asyhari SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014
  • 9. 9www.lpmarena.com UNIVERSITARIASLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 partisipasi juga menjadi lahan pengkaderan kedepanya,” kata Cecep. Ia mengungkapkan bahwa bimtes adalah metode yang cukup efektif untuk mengenalkan organisasinya sekaligus menjaring kader baru. Ia memperkirakan bahwa sekitar 50% kader HMI MPO mengenal organisasi berlambang bulan bintang tersebut dari bimtes. “Kalau jumlah pasti gak tau, tapi mungkin ada sekitar 50% ,” jelas cecep. Hal ini juga diamini Samrizal, dengan menyelenggarakan pendampingan jelang ujian berarti juga menjadikan diri sebagai orang pertama yang membantu peserta memasuki kampus UIN Sunan Kalijaga. “Dengan mengadakan bimbingan tes berarti juga ada kecenderungan orang pertama yang membantu di sini. Jadi wajar kalau akhirnya mereka gabung sama kita,” kata Samrizal. Tanggapan berbeda dijelaskan Solhan, ketua bimtes Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Baginya, mencari kader baru bukan termasuk dalam motif pengadaan bimtes. Bimtes memang diadakan sebagai sarana pendampingan saja. Kalaupun ada peserta yang kemudian bergabung dengan organisasinyahal tersebut dianggapnya bonus. “Kalau ada peserta yang kemudian masuk PMII itu bonus aja. Karena di dalem bimtes kita cuman melakukan pendampingan bukan pengenalan organisasi, apalagi ngajak buat masuk PMII,” jelas Solhan. Intervensi Dema Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, kali ini Dewan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga (Dema-U) turut ikut andil dalam mengkoordinir pelaksanaan bimtes. Sebelumnya pelaksanaan bimtes hanya dikoordinasi oleh pihak organisasi ekstra. Hal ini terkait dengan adanya teguran dari pihak rektorat kepada Dema-U mengenai semrawutnya bimtes di tahun sebelumnya. Menyikapi hal ini, Dema- U bertindak cepat dengan memberlakukan sistem baru. Dema-U sebagai organisasi intra kampus, secara aturan memang tidak diperbolehkan melaukan intervensi terhadap agenda organisasi ekstra kampus. Namun dalam hal ini, sebelumnya telah ada kesepakatan diantara keduanya. Seperti diungkapkan Syefuddin Ahrom al Ayyubi, Presiden Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, bahwa pihaknya telah mengadakan pertemuan dengan beberapa organisasi ekstra untuk mencari kesepakatan bersama terkait hal ini. “Secara aturan memang gak boleh. Kemaren kita diskusi dengan kawan- kawan organ apakah hal ini mau dinaungi oleh Dema. Hal yang berbau akademik yang kemudian Dema bisa bantu ya akan kita bantu,” ungkap Syaefuddin. Tujuh organisasi ekstra terdiri dari PMII, HMI MPO, HMI DIPO, KAMMI, Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM), Front Mahasiswa Nasionalis (FMN) dan Gerakan Mahasiswa Nasionalis (GMNI) sebelumnya telah mengadakan pertemuan merancang strategi bimtes di bawah naungan Dema-U. Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya durasi pendaftaran peserta bimtes dari tanggal 28 Mei sampai 10 Juli, satu lokasi pendaftaran di depan laboratorium Fakultas Sains dan Teknologi dan biaya bimtes sebesar Rp 35.000,00. Menanggapi hal ini, panitia penyelenggara bimtes berkomentar positif. Seperti dinyatakan Solhan, bahwa dengan aturan semacam ini akan memperkuat kekeluargaan dan menghilangkan kesan persaingan di antara organisasi ekstra. “Kami setuju aja, dengan ini kita akan semakin kuat kekeluargaanya dan menghilangkan kesan persaingan di antara organ,” kata Solhan.[] Kalau motif bimtes sendiri selain untuk partisipasi juga menjadi lahan pengkaderan kedepanya
  • 10. SELAMAT ATAS DIWISUDANYA Anik Susiyani BENDAHARA 2010-2012 Ayu Usada Rengkaning Tyas SEKRETARIS 2013-2014 Muhaimin KOOR. JARKOM 2010-2012 Intan Pratiwi KOOR. PERUSAHAAN 2012-2014 HAL YANG MENGGEMBIRAKAN. Mungkin Habib sedang mencoba untuk meloloskan diri, Hajar masih berkutat untuk meluluskanya, dan Melani juga Anik terjebak dalam lingkaran log in SIA UIN Suka. Tahun ini Rimba, Hari, Opik, Robi, Juju, Taufiq, Folly, Bayu dipastikan bersama kami mengawal jalannya kehidupan mahasiswa, masyarakat tanpa kelas. Lebih dari pada itu, hasrat selalu mewujudkan mimpi seliar apapun meski kenyataan hadir dengan brutal. Keep moving forward comrade! Wis uda, RAKYAT MENUNGGU! Indah Fajar Rosalina REDAKTUR BAHASA 2013-2014 arena
  • 11. 11www.lpmarena.com SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 A pa yang tergambar di benak pembaca ketika sepintas melihat sampul buku yang akan dikupas? Sampul bagian atas terdapat sebagian wajah berkulit hitam dengan bintik-bintik putih melingkar pada kedua matanya. Sampul bagian bawah tampak seorang kulit putih dengan kaca mata bingkai hitam. Gambar ini memaparkan perbedaan pola hidup di antara keduanya. Gambar atas identik dengan pola hidup tradisional, jauh dari ke-modernan, terisolir dan sangat bergantung pada alam sekitar tempat tinggal mereka. Gambar bawah; seorang kulit putih, hidup di perkotaan atau setidaknya bukan pedalaman, hidup dengan berbagai rupa fasilitas bahkan dimitoskan sebagai orang cerdas karena memakai kaca mata. Hal yang mengherankan adalah mengapa cara menikmati hidup gambar pertama berbeda dengan gambar kedua, padahal keduanya, hidup pada bumi yang sama dalam waktu yang sama pula. Beralih ke skala yang lebih besar. Negara-negara yang ada di semua benua, berdasarkan kriteria tertentu dikelompokkan ke dalam negara maju dan negara berkembang. Negara maju dipandang mapan dalam banyak hal; pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya. Negara berkembang identik dengan distribusi kesejahteraan yang kurang merata, terutama di daerah pedalaman. Di tingkat lokal, Indonesia misalnya, potret semacam itu juga terjadi. Distribusi kesejahteraan yang sangat tidak merata dibanyak daerah sehingga mengharuskan pemerintah membuat kementrian tersendiri, secara khusus menangani pembangunan daerah tertinggal. Program tersebut seyogianya menjadi apresiasi bersama. Hanya saja, ada persoalan mendasar yang harus didudukkan bersama, yaitu sebab-sebab dari ketertinggalan itu. Tugas utama buku ini adalah memberikan jawaban perihal mengapa laju perkembangan berjalan secara berbeda di setiap daerah bahkan tingkat benua sekalipun. Berawal dari sebuah pertanyaan Juli 1972, Jared Diamond, penulis buku ini, sedang meneliti evolusi burung di Papua New Guinea. Ia ditemani seorang penduduk lokal, Yali namanya. Di tengah perbincangan ringan, Yali tiba-tiba bertanya kepada peneliti, “kenapa orang kulit putih membuat begitu banyak barang berharga dan membawanya ke Papua, tapi kami orang kulit hitam hanya memiliki sedikit barang berharga di sini?” Jarred tersentak mendengar pertanyaan sederhana Yali. Sederhana namun kompleks dan tidak mudah untuk menjawabnya. Pertanyaan Yali baru dicarikan jawabannya dua puluh lima tahun setelah pertanyaan tersebut muncul, dan buku Guns, Geerm & Steel ini merupakan jawaban dari pertanyaan Yali. Memang tidak bisa dipungkiri, orang kulit putih banyak Mendudukkan Persoalan* Judul GUNS, GERM, AND STEEL (BEDIL, KUMAN, DAN BAJA) Penulis JARED DIAMOND Penerjemah HENDARTO SETIADI & DAMARING TYAS Penerbit KEPUSTAKAAN POPULER GRAMEDIA Tahun CETAKAN I, 2013 Tebal XIV +624 HALAMAN ISBN 978 979 91 0526 4 PUSTAKA
  • 12. 12 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT menciptakan teknologi meskipun ada juga yang diciptakan oleh orang kulit hitam kendati dalam jumlah yang terbatas. Apakah secara kualitatif ras dan bangsa tertentu menduduki posisi lebih tinggi dibanding ras-bangsa lain sehingga wajar saja ketika mereka lebih banyak mencipta? Mengiyakan pernyataan tersebut akan menggiring kita pada sikap rasis serta bentuk diskriminasi manusia dan peradaban. Paradigma destruktif semacam itu sungguh menyesatkan, mengundang timbulnya permusuhan. Dalam sejarah, tercatat banyak tindakan diskriminatif terhadap kalangan tertentu. Ambil contoh, di Afrika pernah berlaku sistem apartheid, sistem politik dan sosial yang tidak waras, tak berperikemanusiaan. “Hukum” yang dibuat, menempatkan kelas manusia berdasarkan warna kulit. Orang kulit hitam meskipun pribumi dan sebagai mayoritas, 75 persen dari keseluruhan, tidak berhak memberikan suara dalam pemilihan umum, tidak berhak ikut partai politik kulit putih, tidak diperbolehkan masuk bioskop, hal yang paling menyakitkan adalah orang kulit hitam tidak diperbolehkan bermukim bersama dengan kulit putih, mereka diharuskan tinggal di lokasi tertentu (Antonio Cassese: 2005). Peran sentral Geografis (lingkungan) Bukan maksud untuk menyalahkan keadaan dan menyesali kenapa keadaan yang kurang menguntungkan hanya terjadi pada lokasi tertentu saja, tetapi untuk mengetahui cara kerja dari keadaan itu sendiri berikut konsekuensi yang ditimbulkan. Jarred Diamond sampai pada kesimpulan bahwa keadaan tidak berjalan lurus dan berimbangnya perkembangan di semua benua dan peradaban bukan disebabkan oleh faktor kekurangan dan potensi biologis melainkan karena ketimpangan sosial dan ketiadaan kesempatan yang sama (perbedaan kondisi geografis). Pemahaman terhadap mekanisme (cara kerja) geografis setidaknya mengarahkan kita pada kesimpulan objektif dan egaliter. Pemahaman bahwa ummat manusia—apa pun warna kulitnya, ras dan bangsanya—memiliki kesamaan dalam potensi adalah jalan terbaik daripada sibuk mencari-cari perbedaan-perbedaan yang tak jelas dan terkesan sebagai sikap mengangkat diri sendiri dan kelompoknya ke atas awan. Keberadaan Guns (bedil, senapan), Germs (kuman), & Steel (baja) sesuai judul buku sangat mempengaruhi laju perkembangan sejarah suatu bangsa. Memiliki persenjataan lengkap (bedil, baju perang, kuda) yang tidak dimiliki masyarakat lain jelas merupakan satu keunggulan. Dalam beberapa pertempuran, bedil menjadi 'pemain utama'. Pertempuran Cajamarca yang terekam dalam buku ini—penulis anggap pertempuran tidak biasa dalam sejarah. Bagaimana tidak, Pizarro dengan kekuatan hanya 62 prajurit berkuda ditambah 106 prajurit infanteri dapat mengalahkan pasukan Atahuallpa berkekuatan 80.000 orang prajurit. Secara hitung-hitungan waras 168 orang tidak akan mampu mengalahkan 80.000 prajurit. Namun realitas berkata lain. Dengan sangat mudah pasukan Atahuallpa terkalahkan, Atahuallpa sendiri terbunuh. Jelas Pizarro menang berkat bedil melawan senjata tradisional kendati jumlah prajurit mereka terlampau banyak. Bangsa yang terkalahkan kehilangan kebebasan dan terjajah di negeri sendiri. Hasil ciptaan yang sudah sejak lama terbangun dan menjadi kebanggaan tiba-tiba dihilangkan oleh penjajah. Bagaimana dengan kuman? Dalam penelitiannya, Jarred menemukan bahwa kuman atau bakteri cenderung mempertahankan diri sembari menyebarkan diri. Pada awalnya, korban yang diinfeksi akan mati dalam jangka waktu singkat. Tapi karena sifat bakteri ingin bertahan lama, bakteri akan berevolusi menjadi lebih 'bersahabat' dengan inangnya. Kematian inang (induk) berarti kematian pula bagi bakteri. Perlu diketahui kuman yang mematikan lahir dari hewan yang didomestikasi (hewan liar yang dijinakkan menjadi hewan lokal dan dapat dimanfaatkan). Penduduk yang lebih awal mendomestikasi hewan merupakan korban pertama dari bakteri tersebut. Satu hal yang menguntungkan bagi pendomestikasi awal bahwa bakteri yang mereka bawa menjadi bumerang bagi kelompok lain yang belum pernah menghadapi bakteri semacam itu sebelumnya. Dalam beberapa peperangan, kuman menjadi faktor penentu kemenangan, pasukan musuh mati sebelum bertempur karena lebih awal terserang kuman yang dibawa pihak lawan. Mengapa tidak setiap daerah memiliki senjata, kuman dan teknologi yang sama sehingga sejarah disetiap tempat berjalan beriringan? Jawabannya lagi-lagi tergantung pada kondisi bentang alamnya. Kondisi geografis daerah tertentu jutaan tahun lalu mempengaruhi kondisi saat ini, terjalin benang merah yang dapat ditelusuri titik awal dan akhirnya. Daerah dengan potensi pangan yang berlimpah cenderung akan berkembang lebih cepat dan unggul, dari segi perlengkapan militer salah satunya. Konsentrasi penduduk dengan pangan mencukupi bahkan lebih, tidak hanya tertuju pada bagaimana caranya memperoleh makanan, tetapi juga berpikir ke arah cara mempertahankan kedaulatan wilayah. Lain halnya dengan penduduk yang menempati daerah dengan stok pangan terbatas, sehingga mengharuskan mereka mencari pangan ke daerah lain. Konsentrasi pemburu itu terpusat pada pengumpulan pangan, bagi mereka, bedil bukanlah hal penting , mengisi perut lapar adalah kebutuhan mutlak. Dari segi kepemilikan teknologi, Jarred membantah dengan keras pernyataan bahwa teknologi hanya mampu diciptakan oleh bangsa tertentu. Menurutnya setiap bangsa memiliki potensi serupa dalam hal penciptaan teknologi, yang SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014PUSTAKA
  • 13. 13www.lpmarena.com SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 penting bukan sekadar penciptaan teknologi, tetapi bagaimana teknologi itu diterima dan digunakan oleh masyarakat. Daerah strategis ditambah keterbukaan komunikasi dengan daerah lain memungkinkan suatu daerah meminjam dan memanfaatkan teknologi buatan daerah lain. Nasib daerah terisolir, hanya memanfaatkan teknologi ciptaan sendiri, tanpa teknologi pinjaman buatan daerah lain. Islam dalam perjalanan sejarahnya pernah menduduki puncak kegemilangan peradaban. Lokasi strategis diapit oleh teritori China, India dan komunikasi intens dengan Yunani memungkinkan Islam untuk mempergunakan ciptaan sendiri sembari mengakumulasi ciptaan dari bangsa-bangsa lain. Sejarah tinggal sejarah. “Kejayaan masa lalu bukan jaminan kejayaan bagi masa depan,” demikian petuah Jarred. Akhirnya penulis mengajak pembaca menelusuri lebih lanjut konsekuensi-konsekuensi geografis yang banyak dipaparkan Jarred Diamond dalam buku ini. Anda akan dibuat kenyang oleh data-data sejarah dan sejauh pembacaan penulis, akan sulit ditemukan dalam literatur lain; asal-usul tulisan berikut dampaknya bagi perkembangan peradaban, teknologi awal, asal-usul kuman mematikan, potensi pangan dan hewan di beberapa daerah. Berbeda dengan penulis lainnya, Jarred tidak sekedar mencantumkan daftar literatur yang digunakan, ia sekaligus mengarahkan pembacanya mengeksplorasi sendiri literatur yang dianggap mumpuni sesuai dengan tema yang dibahas. Hal lain yang menarik, Jarred seringkali memunculkan pertanyaan-pertanyaan kemudian menampilkan jawaban sementara yang ada dan mengemuka di masyarakat tetapi kemudian mempertanyakan kembali akurasi dari jawaban yang ada. Jawaban akhir Jarred diambil dari simpulan peristiwa sejarah yang terjadi. Penggalan sejarah yang dipelajari tidak hanya sekali terjadi, tetapi berulangkali. Dari situ terlihat bahwa teori determinisme lingkungan sangat relevan dan benar-benar berangkat dari penelitian ilmiah, bukan hanya asumsi semata. Buku ini mendapat sambutan hangat dari masyarakat sejak pertama kali diterbitkan. Tak tanggung-tanggung, buku ini mendapatkan penghargaan bergengsi, hadiah Pulitzer pada 1998. Terakhir, untuk mendapatkan pemahaman utuh, pembaca diharapkan membaca dengan tertib, bab demi bab. Bab berikutnya merupakan penjelasan dari bab sebelumnya. Selamat membaca. *Khoirul Amri, mahasiswa semester V jurusan JS Fakultas Syariah dan Hukum PUSTAKA lpmarena.com ...sebelum cuci muka
  • 14. 14 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT “Apa kau pernah melakukannya?” Suatu kali di masa lalu, kau bertanya seperti itu kepadaku. Aku mengangguk, tetapi kemudian aku sangsi dengan anggukan itu. Untuk apa aku mengangguk, sedangkan pertanyaannya juga tidak jelas. Melakukan apa? pikirku, dan ini tak sempat kutanyakan padamu. Kemudian aku kembali mendengar suaramu. Suara yang itu juga, suara yang sama, yang bahkan akan terus kuingat sepanjang waktuku. “Setiap malam aku melakukannya, sebelum tidur.” “Sebelum tidur?” “Ya. Tidak mungkin hal itu kulakukan saat kita sedang tidur, bukan?” Aku membenarkannya. Kau merasa senang, tersenyum bangga. Tampaknya kau pun merasa bahagia karenanya. Aku senang kata-kataku bisa membuatmu bahagia. “Satu-satunya hal yang dapat seseorang lakukan saat sedang tidur adalah bermimpi.” “Ada lagi lainnya, kurasa.” Kau menambahkan, “Mengigau dan mengorok.” Aku tak menanggapi. Seorang temanku sering melakukannya. Saat sedang tidur, dia melakukannya. Ah, aku berpikir ulang; apa tidak salah jika aku mengatakan demikian? Bukankah mengigau, mengorok, bahkan mimpi sekalipun tidak dilakukan secara sadar? Bukankah itu terjadi secara alamiah? Tetapi, kakekku pernah bilang bahwa seumur hidupnya dia tidak pernah bermimpi, mengigau, maupun mengorok. Banyak orang tidak mempercayainya, tentu, termasuk juga aku pada awalnya, tetapi ketika suatu kali aku melihatnya sendiri sedang tidur, aku percaya. Ditambah kesaksian nenekku, istri tercinta yang setia kepada kakekku. Suatu malam aku sedang tidur, bermimpi bertemu dengan kakekku itu. Di dalam mimpi itu, dia sedang duduk menghadap kolam yang banyak mengapung bunga teratai putih yang indah. Kakek menyukai bunga-bunga itu. Di kolam itu, ikan-ikan dipelihara, berenang-renang ke sana ke mari, dan dia melihatnya. Ikan-ikan itu tampak begitu senang dan gembira. Wajah kakek pun tampak cerah, bahagia. Seakan-akan keriangan ikan-ikan itu memantul pada diri kakek dan melekat erat menjadi rona wajahnya, yang muncul dari hatinya. Aku mendekatinya, dan kemudian kudengar dia bertanya. “Apa kau percaya, kakek tidak pernah bermimpi, mengorok, juga mengigau?” Kakek bertanya padaku. CERPEN Tidakkah KauMelukai Keluasan Cinta? SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014SASTRA
  • 15. “Aku percaya, Kek,” jawabku. “Orang-orang tidak percaya itu.” “Oh.” “Ya, hanya kau dan nenek yang percaya.” “Kakek senang, bukan?” “Ya, kakek senang, masih ada yang percaya kata-kata kakek.” Seumur hidupku, sejak kecil hingga aku berumur 24 tahun, yang aku tahu, kakek memang tidak pernah berbohong. Dia seorang yang sederhana, ulet dalam bekerja, dan tidak pernah memikirkan upah apa pun. Seumur hidupnya, yang kutahu, kakek bekerja di sawah, sejak pagi hari sebelum matahari terbit, pulang ketika waktu Dhuhur hampir tiba, kemudian berangkat lagi sekitar jam satu siang, dan pulang sore pada pukul lima. Kakek tidak pernah mengerjakan shalat lima waktu, itu karena memang dia tidak bisa mengerjakannya. Kakek tidak pernah mengaji, tidak bisa membaca al-Quran, juga tidak pernah menghapal Surah, termasuk doa-doa. Bahkan, aku tidak pernah tahu, seumur hidupnya apakah kakek pernah berdoa atau tidak. Aku hanya berpikir, dia berdoa dan berharap, tetapi itu tidak pernah dia katakan pada siapa pun. Doanya langsung disampaikan dari hatinya, kepada Tuhan, dan hanya Tuhan yang mendengarnya. Pasalnya, kakek juga jarang bicara. Beberapa kali bicara denganku, itu pun ketika aku mendekatinya dan mulai mendahului bertanya, dan dia akan menjawab sekenanya, seperlunya. Kakek begitu polos. Percakapan dengan kakek di atas, hanya terjadi di dalam mimpiku. Aku membayangkan, andaikan aku dan nenek tidak percaya kata-kata kakek, siapa yang percaya? Apa kakek akan kecewa dan bersedih hati? Tetapi, aku percaya, kakek akan bersikap biasa, bahkan aku yakin segala sesuatu baginya hanya ditujukan untuk Tuhan. Cukup Tuhan percaya, dan melihat tingkah lakunya, begitu kurasa apa yang ada di hatinya. Kau meneruskan apa yang ingin kau katakan. Kau pun berkata bahwa apa yang kau lakukan sebelum tidur, adalah berdoa, didahului berwudhu, juga menggosok gigi. Aku tersenyum. Kau bertanya kenapa aku tersenyum. Aku menjawab, kata-katamu seperti menyindirku. Aku tak pernah melakukan itu. Kemudian kau diam. Itu yang pernah kau katakan beberapa tahun yang lalu. Tentu kau masih mengingatnya, bukan? Sekarang aku tahu, kau berada di rumah, memiliki istri, dan seorang anak. Kau hidup sebagai petani di sebuah desa di pesisir pantai selatan Jawa. Kita sama-sama orang pesisir, katamu dulu, tetapi sejak aku menikahinya, aku lebih pesisir sekarang. Aku mengangguk. Saat kau mempunyai anak, aku mendengarnya dari ibuku, tetapi aku tidak datang ke rumahmu. Kau tahu, aku sedang merantau saat itu. Anakmu perempuan, anak yang manis, seperti ibunya. Kau memutuskan tidak melanjutkan kuliah, hanya tamat SMA di salah satu sekolah di Yogyakarta. Aku meneruskan kuliah, juga di kota yang sama, tetapi kini aku tahu, kita selalu sama: kita tak pernah tahu apa-apa. Kadang aku berpikir, apa yang kau lakukan sangatlah tepat, segera menikahi perempuan itu. Kebanyakan yang lainnya, sampai seumurmu belum mencapai keadaan sepertimu: berkeluarga. Kuharap kau merasa bahagia. Aku berdoa, semoga. Tetapi, mungkin, hal yang tidak pernah kau rasakan bahwa bahkan sampai saat ini aku masih tetap menunggu seseorang, sementara kau sudah tidak lagi menunggunya. Kekasih kita. Aku merasa jauh tertinggal darimu, meski aku menempuh kuliah. Tetapi, sekali lagi, bahkan pada saat-saat terakhir aku menempuh kuliahku, di semester delapan, aku merasa tidak berkutik dengan sikap seorang dosen yang egois. Ini menurutku. Aku ingin menceritakan padamu. Kuharap kau mau mendengarnya. Lalu, suatu hari aku ingin kita sama-sama pergi ke laut saat malam hari, berjalan menyusur pantai sambil mendengar debur ombak yang tiada berhenti, ditemani bulan dan jutaan bintang di langit (kalau ada, kalau malam cerah dan tak berawan). Dan kita bercakap- cakap tentang apa saja, mengenang kejadian masa-masa kecil kita dahulu. Kau, yang berjiwa petualang, dan aku yang sepertinya juga iya, kau Scorpio dan aku Sagitarius, tetapi kita sama-sama misterius di mata kita sendiri. Seorang dosen perempuan, menjabat sebagai ketua program studi di mana aku kuliah, dia menjadi dosen pembimbing skripsiku, dengan sikapnya yang menurutku egois dan otoriter, tiba-tiba secara sepihak berkata bahwa aku harus mengganti judul proposal skripsiku. Judul itu sudah berbulan-bulan mengalami proses panjang, direvisi berkali-kali pada dosen reviewer, dan lagi sudah disepakati rapat persetujuan judul (tema) skripsi. Aku mendapat dua dosen pembimbing, katakanlah dia bernama A, dosen pembimbing satu, dan B, dosen pembimbing dua. A, tiba-tiba saja pada suatu siang (saat itu di ruang dosen hanya dia seorang) berkata padaku, saya sudah membaca proposal skripsimu, dan juga sudah membaca draft produkmu (kebetulan, skripsiku adalah jenis pengembangan produk atau R&D, dengan produk SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014 SASTRA 15www.lpmarena.com
  • 16. berupa novel, untuk pengembangan karakter siswa, dan ini sesuai dengan kurikulum 2013), tetapi itu tidak realistis, dan tidak marketable, apalagi pada materi biologi. Saya sarankan untuk ganti judul. Ada dua pilihan: pindah ke eksperimen atau tetap R&D, tetapi dengan tema yang berbeda. Aku tak berkutik mendengar kata-katanya. Apakah aku perlu mendebatnya? Apakah aku perlu membela proposal skripsiku? Aku cukup penakut dan merasa tidak berkuasa. Apalagi dia seorang ketua jurusan. Bagaimana ini? Aku sama sekali tidak berkutik. Aku hanya mengangguk, dengan hati dongkol dan sedih. Aku pun keluar meninggalkan ruangan dosen. Seketika itu aku benar-benar merasa dunia perkuliahan benar-benar kacau, dihuni orang-orang yang egois dan tidak menghargai. Tetapi apakah memang demikian? Aku tidak mengatakan semuanya. Itu persoalan seseorang, individual. Tentu, mendengar cerita ini, kau mungkin akan menanggapinya dengan hal-hal sederhana yang kau tahu yang kau pelajari di desa. Kau berbaur dengan masyarakat, jiwamu semakin luas, dan kau semakin bersikap lebih bijak. Itu yang terpatri dalam diriku. Kau pun tahu itu. Pada saatnya nanti, kita akan bertemu, dan cerita ini akan kusampaikan padamu. Bahkan, aku mungkin tidak akan malu-malu berkata bahwa untuk menjadi sepertimu, aku perlu menempuh empat tahun kuliah di tanah rantau, sementara hidup yang begitu sederhana, bagimu sudah kau pahami sejak kau tamat SMA. Aku merasa benar-benar tertinggal jauh darimu. Aku selalu ingat kata-katamu itu, percakapan kita di masa lalu, di mana kau memulai dengan kalimat sederhana: apa kau pernah melakukannya? Saat kita bisa bercakap-cakap lagi nanti, dan aku menunggu waktu itu, aku akan menjawab bahwa aku pernah melakukannya. Pertanyaanmu itu masih tidak jelas, memang. Melakukan apa? Tetapi dengan segenap ketetapan hati, aku akan tetap menjawab: ya, aku pernah melakukannya. Tentu saja, melakukan hal- hal yang tidak melukai keluasan cinta. Semoga. Yogyakarta, 25-27 Mei 2014 *Nurarif Aswan, mahasiswa Universitas Islam Negeri Yogyakarta 16 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT Redaksi SLiLit ARENA mengundang semua kalangan masyarakt akademika UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mengirimkan tulisan cerita pendek atau puisi. Silahkan kirim ke alamat redaksi LPM ARENA atau lewat e-mail di lpm_arena@yahoo.com. Judul berkas: Cerpen/Puisi_SLiLit ARENA dan sertakan biodata lengkap. Kesediaanmu Di saat aku menulis.. itu artinya aku masih peduli dengan kita.. Di saat aku diam.. itu artinya aku merenung tentang kita.. Di saat aku berharap.. itu artinya aku ingin kita saling mengerti.. Di saat aku merasakan sakit hati karenamu hingga mati rasa, itulah saatnya aku mungkin harus memilih keputusan lain tentang kita.. Aku mencari kamu yang dulu tentang aku dan cinta yang kamu inginkan dari aku Aku mencari kamu yang dulu Kesediaanmu untuk mengucapkan selamat pagi, membukakan pintu dan membiarkanku masuk terlebih dahulu, datang tanpa pernah kuminta dan kuberitahu kapan aku perlu Aku bertanya tentang ekpresi itu ketika kau tersenyum bahkan tertawa tanpa henti ketika denganku Aku bertanya tentang keberadaanmu yang dulu, yang sangat sederhana dan menyimpan hal yang luar biasa yang mungkin disebut cinta bukan hanya simpati kepadaku Atau hanya kasihan terhadap kesendirianku Aku bertanya tentang keberadaanmu yang mengetuk pintu hati ini Ketika aku sendiri tak tahu dimana kusimpan kuncinya Aku bertanya tentang semua itu Adakah aku pernah mengingkarinya? Mungkin terlalu muluk mengharapkan waktu berputar kembali Ketika sebuah pesona awal menjadi satu hal yang sudah terpecahkan dan sudah tak yakin lagi untuk merangkai mozaik yang indah Ketetapan Hati Dimanakah dia berada? Pedang dan perisaiku pun rapuh tuk bertukar kehidupan Ribuan terompah berayun menyerbu arah yang sama Sedangkan mata ini terpejam terpeluk kesunyian Meski fajar menuju petang Dan petang pun menjadi tua dan gelap Haruskah lebih dulu kita bangunkan mentari, sementara malam belum berakhir? Ataukah ku biarkan malam berkabut tanpa cahaya yang pergi entah kemana Dalam gulita yang pekat mendekapku Ku kira Tuhan menyuruhku tidur, tapi ternyata belum *Ajeng Cahyanti, mahasiswa Universitas Bhayangkara Bekasi Jawa Barat PUISI* SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014SASTRA
  • 17. INFORMASI: ARIFKI +6287 742 517 948 COMING VERY SOON ON 2014 ˜˜ arena
  • 18. erawal dari sebuah obrolan bersama beberapa kawan di Bwarung kopi sekitar kampus mengenai beasiswa sebagai tunjangan pendidikan yang diberikan kepada mahasiswa kurang mampu. Sebelumnya, saya tidak bermaksud menghina yang miskin. Tetapi pada nyatanya mereka yang mendapatkan tunjangan pendidikan itu banyak yang lebih mampu dari pada saya sendiri. Kebanyakan dari mereka mengajukan beasiswa miskin dengan tujuan agar kelihatan eksis dengan gadget atau baju baru. Memang ini bukan merupakan fonomena yang baru dan sudah dimaklumi oleh kawan-kawan mahasiswa. Dalam tulisan ini saya bermaksud mengajak kita memikirkan kembali beasiswa miskin yang terikat oleh sistem kekuasaan ini. Yang mana mencoba mempasifkan nilai kritis mahasiswa. Beasiswa kini tidak lagi mendukung kapasitas keilmuan mahasiswa. Sebaliknya, ia malah menjebak mahasiswa dengan seperangkat aturan yang menyebabkan mahasiswa lupa fungsi sosialnya (Muridan, Gerakan Mahasiswa 1970-an). Hal itu berefek pada aktifitas mahasiswa yang seharusnya sebagai kontrol sosial malah jadi cenderung apatis pada persoalan politik-kemasyrakatan dan kebijakan birokrasi kampus.“Uang tiga juta rupiah mampu membungkam mulut mahasiswa”, ucap kawan Rifai malam itu. Bagaimana dengan para pemimpin kita terdahulu di kala mengenyam pendidikan? Soekarno semisal. Ia sebagai kaum bangsawan menyadari, bahwa dirinya termasuk orang yang beruntung karena punya kesempatan untuk mengenyam dunia pendidikan. Sehingga ia merasa punya beban moral. Ia merasa berkewajiban untuk mengusung kemerdekaan dengan melawan sistem penjajahan. Tujuannya satu, terwujudnya perubahan dan kedaulatan demi masyarakat yang sejahtera. Maka, sudah seharusnya mereka yang mendapatkan beasiswa tidak tunduk pada sistem yang mengikat. Melainkan harus punya beban moral untuk mengabdi terhadap bangsa - karena beasiswa itu berasal dari pajak rakyat. Alangkah baiknya mereka yang punya kesempatan pendidikan dengan subsidi negara lebih tajam menganalisa persoalan masyarakat dibandingkan yang tidak dapat beasiswa. Ada benarnya juga perkataan bahwa mahasiswa bisa bisu hanya gara-gara uang tiga juta rupiah, alih-alih untuk kritis. Lalu ia harus menjaga peluang untuk dapat beasiswa lagi, sehingga kegiatannya dipatenkan untuk mengejar target IPK tinggi. Mahasiswa menjadi lebih fokus pada urusan akademik ketimbang tindakan sosial secara langsung. Ini saya kira yang disebut dengan model penindasan baru, yang terstruktur, massif, dan sistematis untuk menghilangkan kesadaran kritis mahasiswa. Salah satu kawan, sebut saja Farid, fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam mengeluh betapa ribetnya mengurusi persyaratan beasiswa saat ini. Ia seperti kebanyakan mahasiswa yang cendrung sibuk dengan aneka persyaratan beasiswa. Hingga ia lupa akan fungsinya sebagai kaum muda terdidik yang diberi amanat untuk mengoreksi kebijakan pemerintah berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Lalu, apa bedanya dengan sejarah perbudakan bangsa ini yang menghamba pada pemodal yang berorentasi pada keuntungan pribadi? Beasiswa merupakan bekal bagi mereka yang tidak mampu mengenyam dunia pendidikan agar dapat mengatahui banyak ilmu pengatahuan. Dengan itu diharapkan punya kesadaran ideologis dan praktis, bukan apatis. Sedangakan kita tahu, birokrasi Negara mencoba mengatur dunia pendidikan supaya berorientasi pada dunia lapangan kerja, hingga orientasi pendidikan tidak lagi sebagai pembebas melainkan komoditas yang menguntungkan (Indonesian For Global Justice). Patut kita bertanya terhadap pendidikan Indonesia, apa peran sertanya dalam membagun bangsa dalam bersaing di internasional? Apakah dengan juara matematika dan prestasi pendidikan lainya yang bersifat akademik? saya kira bukan itu yang dimaksud dengan keberhasilan pendidikan, melainkan membagun pengetahuan baru untuk terus bersaing dalam membentuk kebudayaan kritis. Perguruan tinggi mdiharapkan ampu ikut serta dalam membagun perkembangan masyarakat bawah. Beasiswa ini sebenarnya merupakan anti tesis dari gerakan massif menentang kebijakan pendidikan orde baru. Yaitu kebijakan pemerintah yang menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Kordinasi Kampus (NKK/BKK), agar kebebasan berpendapat mahasiswa terbatasi dan mengurangi gerakan demonstrasi yang dianggap mengancam stabilitas kekuasaan. Pendidikan yang humanis adalah pendidikan yang tujuannya bicara tentang manusia yang sadar akan bakat minatnya sendiri yang siap berkompetisi dengan sesamanya. Hal itulah yang akan melahirkan demokrasi yang baik. Paulo Freire pernah ngomong, bahwasanya “pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri” (baca: Politik Pendidikan). Agar idealisme mahasisiwa tidak tergadaikan oleh persoalan materi, sibuk diri dengan dunia akademik yang jauh dari dunia sosial. *Faksi Fahlevi, mahasiswa semester V jurusan Filsafat Agama FUSPI Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. faksi.fahlevi@yahoo.com Beasiswa Miskin Mengancam Idealisme Mahasiswa* SLiLiT ARENA | SENIN, 25 AGUSTUS 2014KANCAH “Jangan tuan terlalu percaya pada pendidikkan sekolah. Seorang guru yang baik masih bisa melahirkan bandit- bandit yang sejahat-jahatnya, yang sama sekali tidak mengenal prinsip. Apalagi guru itu sudah bandit pula pada dasarnya.” (Prmoedya Ananta Toer) 18 Jelas & Mengganjal ARENA SLiLiT
  • 19. BINA DESA ARENAKancah Pemikiran Alternatif Kantor kesekretariatan: Gedung Student Center Lantai 1 Ruang1.14 UIN Sunan Kalijaga Jalan Laksda Adisucipto Yogyakarta. CP: 087839029088 (Lugas) sayembara karikatur 5 Juli - 20 september 2014 | FREE TOR dan info lengkap www.lpmarena.com | www.binadesa.co @PersMaARENA @yayasanbinadesa “When tillage begins, other arts follow. The farmers therefore, are the founders of civilization.” -- Daniel Webster Petani Kecil Menggugat Takdir z u p
  • 20. IKLAN LAYANAN MASYARAKAT INI DIPERSEMBAHKAN OLEH LEMBAGA PERS MAHASISWA ARENA