Dokumen tersebut membahas tentang otonomi daerah, pemerintahan daerah, dan sistem pemerintahan Indonesia. Secara singkat, dokumen tersebut menjelaskan bahwa pemerintah daerah dibentuk untuk menciptakan ketertiban hukum dan kesejahteraan rakyat sesuai dengan UUD 1945. Dokumen tersebut juga menjelaskan struktur dan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam sistem pemerintahan Indonesia.
Secara ontologis, kebijakan sebagai suatu konsep, keberadaannya sangat abstrak, adanya dalam pemikiran yang mewujud pada pernyataan kehendak (statemen of intens).
Secara epistomologi, kebijakan memiliki beberapa pendekatan yang digunakan dalam memuat apa yang menjadi isi dari pernyataan kehendak, pendekatan yang berisi pernyataan yang lahir dari pemikiran secara rasional dalam rumusan yang komprehensif (ekonomi), pendekatan yang menggambarkan adanya sejumlah keterbatasan yang dimiliki (incremental model / konsepsi administratif), pendekatan intisari atau substansi, matematika, dll.
Secara aksiologis, kebijakan memiliki sasaran yang diinginkan, yaitu efisien, efektif, kebersamaan, keadilan, dan berbagai nilai filosofi lainnya.
Secara ontologis, kebijakan sebagai suatu konsep, keberadaannya sangat abstrak, adanya dalam pemikiran yang mewujud pada pernyataan kehendak (statemen of intens).
Secara epistomologi, kebijakan memiliki beberapa pendekatan yang digunakan dalam memuat apa yang menjadi isi dari pernyataan kehendak, pendekatan yang berisi pernyataan yang lahir dari pemikiran secara rasional dalam rumusan yang komprehensif (ekonomi), pendekatan yang menggambarkan adanya sejumlah keterbatasan yang dimiliki (incremental model / konsepsi administratif), pendekatan intisari atau substansi, matematika, dll.
Secara aksiologis, kebijakan memiliki sasaran yang diinginkan, yaitu efisien, efektif, kebersamaan, keadilan, dan berbagai nilai filosofi lainnya.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfNur afiyah
Pembelajaran landasan pendidikan yang membahas tentang profesionalisasi pendidikan. Semoga dengan adanya materi ini dapat memudahkan kita untuk memahami dengan baik serta menambah pengetahuan kita tentang profesionalisasi pendidikan.
UNTUK DOSEN Materi Sosialisasi Pengelolaan Kinerja Akademik DosenAdrianAgoes9
sosialisasi untuk dosen dalam mengisi dan memadankan sister akunnya, sehingga bisa memutakhirkan data di dalam sister tersebut. ini adalah untuk kepentingan jabatan akademik dan jabatan fungsional dosen. penting untuk karir dan jabatan dosen juga untuk kepentingan akademik perguruan tinggi terkait.
Mk. otoda & keb. pol. 4 hubungan antara pemerintah dgn spm.
1. DE RI
PA R EGE
TEM E
N DALAM N
Irja Barat
Kepri
2. I.TUJUAN OTONOMI
DAERAH
Menciptakan
Menciptakan DEMOKRASI
DEMOKRASI
kesejahteraan
kesejahteraan
EFISIEN
EFISIEN PENINGKATAN
PENINGKATAN
EFEKTIF
EFEKTIF PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
EKONOMIS
EKONOMIS POLITIK
POLITIK
AKUNTABEL
AKUNTABEL LOKAL
LOKAL
PELAYANAN CIVIL
PUBLIK SOCIETY
MASYARAKAT SEJAHTERA
3. II. FORMAT PEMERINTAHAN DAERAH
1. Kenapa Perlu Ada Pemerintah ?
a. Untuk menciptakan “Law and Order”
(ketentraman dan ketertiban)
a. Untuk menciptakan “Welfare”
(Kesejahteraan)
2. Kenapa Perlu Ada Pemerintah Daerah ?
a. Wilayah Negara terlalu luas
b. Menciptakan kesejahteraan secara
demokratis
4. III. TATARAN NORMATIF UUD NEGARA RI
1945)
Alinea IV Pembukaan UUD Negara RI 1945
“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa…. dst
Kesimpulan : Pemerintah RI dibentuk
untuk melindungi (Law and Order) dan
mensejahterakan rakyat (Welfare)
5. Pasal 18
1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap tiap provinsi, kabupaten,
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang
diatur dengan undangundang. **)
2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. **)
3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan
kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggotaanggotanya dipilih melalui pemilihan umum. **)
4) Gubernur, Bupati dan Walikota masingmasing sebagai
Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota
dipilih secara demokratis. **)
5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluasluasnya,
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undangundang
ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. **)
6. IV. SISTEM PEMERINTAHAN RI
STRATEGI PEMERINTAH MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT
DEKONSENTRASI
(PEMERINTAH WILAYAH/FIELD ADMINISTRATION)
FUNCTIONAL FIELD
ADMINISTRATION;
KANDEP/KANWIL
INTEGRATED/UNIFIED
FIELD
ADMINISTRATION;
PEMERINTAH PUSAT KEPALA WILAYAH
POWER SHARING
1. OTONOMI MATERIIL
(ULTRA VIRES)
2. OTONOMI FORMIL (GENERAL
COMPETENCE)
DESENTRALISASI
(PEMERINTAH DAERAH)
7. SISTEM PEMERINTAHAN REPUBLIK
INDONESIA
MPR DPR PRESIDEN BPK MA MK DPD
MENTERI/K.LPNK
DEKONSENTRASI DESENTRALISASI TUGAS DELEGASI
PEMBANTUAN (DESENTRALISASI FUNGSIONAL)
GUBERNUR PEMERINTAHAN BADAN
DAERAH DAERAH/
& INSTANSI PENGELOLA
VERTIKAL OTONOM PEMERINTAHAN
DESA BUMN,
PROVINSI OTORITA,DLL
PEMDA DPRD
KAB/KOTA
PEMDA DPRD
8. LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UUD 1945 PUSAT
DPR MPR DPD
PRESIDEN/ MA MK BPK
WAPRES
KPU Kementerian KY
Negara
BANK dewan
pertimbangan
SENTRAL
TNI/POLRI
Lingkungan
PROVINSI Peradilan PERWAKILAN
DAERAH Umum BPK PROV
PEMDA DPRD
Agama
Militer
KAB/KOTA TUN
PEMDA DPRD
9. Pola Organisasi Perangkat Daerah Provinsi.
Garis komando
GUBERNUR
Garis koordinasi
Garis pertanggungjawaban WAKIL
DPRD
STAF AHLI
SETDA
(unsur staf)
Ps. 121
INSPEKTORAT BAPPEDA
(unsur pengawas) (unsur perencana)
( PP 79/2005) Ps 150 (2)
LEMBAGA LAIN DINAS DRH LTD SET DPRD9
(BADAN,KTR & RSD)
(pelaks per UU) (unsur pelaksana) (unsur pelayanan)
(unsur penunjang)
Ps. 124 Ps. 125 Ps. 123
10. Kab/Kota BUPATI/
WALIKOTA
Garis komando
Garis koordinasi
DPRD
Garis pertanggungjawaban WAKIL
STAF AHLI SETDA
(unsur staf)
Ps. 121
INSPEKTORAT BAPPEDA
(unsur pengawas) (unsur perencana)
( PP 79/2005) Ps 150 (2)
DINAS DRH LTD SET DPRD
LEMBAGA LAIN (BADAN,KTR & RSD)
(pelaks per UU) (unsur pelaksana) (unsur pelayanan)
(unsur penunjang)
Ps. 124 Ps. 125 Ps. 123
KECAMATAN
Ps. 126
KELURAHAN
Ps. 127
11. HUBUNGAN PUSAT DAN DAERAH
SEBAGAI DAERAH OTONOM
PEMERINTAH PUSAT
TERGANTUNG & SUBORDINASI
DAERAH DAERAH
OTONOM OTONOM
PROVINSI KAB/KOTA
12. PERAN GUBERNUR
SEBAGAI
GUBERNUR(WAKIL WAKIL
PEMERINTAH) PEMERINTAH
PP19/2010
Pembinaan,
Pengawasan
, Supervisi,
Monev
Fasilitasi
Kab/Kota PELAYANA
melaksanakan Otda N OPTIMAL
13. Tugas Gubernur
1. Gub sebagai wakil Pemerintah memiliki tugas melaksanakan
urusan pemerintahan meliputi:
a. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemda prov dgn
instansi vertikal, dan antarinstansi vertikal di wil provi ybs;
b. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antara pemda prov dgn
pemda kab/kota di wil prov ybs;
c. koordinasi penyelenggaraan pemerintahan antar pemda kab/kota di
wil prov ybs;
d. Binwas penyelenggaraan pemda kab/kota;
e. menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara serta memelihara
keutuhan NKRI;
f. menjaga dan mengamalkan ideologi Pancasila dan kehidupan
demokrasi;
g. memelihara stabilitas politik;
h. menjaga etika dan norma penyelenggaraan pemerintahan di daerah;
dan
i. koordinasi binwas penyelenggaraan TP di daerah prov dan kab/kota.
2. Selain melaksanakan urusan pemerintahan, gub sebagai wakil
Pemerintah juga melaksanakan urusan pemerintahan di wil prov
yg menjadi kewenangan Pemerintah sesuai dengan ketentuan per-
uu-an.
14. Wewenang
Dalam melaksanakan tugas, gubernur sebagai wakil
Pemerintah memiliki wewenang meliputi:
a. mengundang rapat bup/walkot beserta perangkat daerah (PD)
dan pimpinan instansi vertikal;
b. meminta kpd bup/walikota beserta PD dan pimpinan instansi
vertikal utk segera menangani permasalahan penting
dan/atau mendesak yang memerlukan penyelesaian cepat;
c. memberikan penghargaan atau sanksi kepada bupati/walikota
terkait dengan kinerja, pelaksanaan kewajiban, dan
pelanggaran sumpah/janji;
d. menetapkan sekda kab/kota sesuai dengan ketentuan per-uu-
an;
e. mengevaluasi rancangan perda tentang APBD, pajak daerah,
retribusi daerah, dan tata ruang wil kab/kota;
f. memberikan persetujuan tertulis terhadap penyidikan anggota
DPRD kab/kota;
g. menyelesaikan perselisihan dlm penyelenggaraaan fungsi
pemerintahan antar kab/kota dalam satu prov;dan
h. melantik kepala instansi vertikal dari kementerian dan
Lembaga pemerintah non kementerian (LPNK) yg ditugaskan
di wilayah provinsi ybs.
15. BINWAS
1) Gub dlm melaksanakan pembinaan penyelenggaraan pemda
kab/kota melalui:
a. pemberian fasilitasi dan konsultasi penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan kab/kota di
wilayah prov ybs;
b. pemberian fasilitasi dan konsultasi pengelolaan
kepegawaian kab/kota di wilayah prov ybs;
c. penyelesaian perselisihan yang timbul dalam
penyelenggaraan fungsi pem antar kab/kota di wilayah prov
ybs; dan
d. upaya penyetaraan kualitas pelayanan public antar
kab/kota di wilayah prov ybs.
2) Gub dlm melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemda
kab/kota melalui:
a. pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh pemda kab/kota;
b. pengawasan perda dan peraturan kepala daerah kab/kota;
c. usul pembatalan perda kab/kota kepada Presiden melalui
Mendagri; dan
d. pengawasan kinerja pemda kab/kota.
16. SPM
LATAR BELAKANG
PP 38/2007 ttg PUP merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 14 ayat
(3) UU No mor 32 Tahun 2004 (PP 25/2000).
PP 65 Tahun 2005 ttg pedoman penyusunan
& penerapan SPM merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1 1 ayat
( 4 ) dan Pasal 14 ayat (3) UU No mor 32
Tahun 2004.
17. KETERKAITAN REGULASI SPM
(STANDAR PELAYANAN MINIMAL)
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 11 ayat (4) dan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005
Tentang Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
Pasal 7 Ayat 2. Peraturan Pasal 5 Ayat 3. Peraturan Pasal 10 Peraturan Pemerintah
Pemerintah Republik Indonesia Pemerintah Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 65
Nomor 65 Tahun 2005 Nomor 65 Tahun 2005 Tahun 2005
Peraturan Menteri Dalam Keputusan Menteri Dalam Rancangan Peraturan Menteri
Negeri No. 6 Tahun 2007 Negeri No. 100 - 05.76 Tahun Dalam Negeri Tentang
Tentang Penyusunan dan 2007 Tentang Pembentukan Pedoman Penyusunan
Penetapan Standar Pelayanan Tim Konsultasi Penyusunan Rencana Pencapaian Standar
Minimal Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Minimal
17
18. MENGAPA PUSAT MENYUSUN SPM DAN DAERAH
MENERAPKANNYA
Pemerintah Pusat menyusun SPM dengan
maksud dan tujuan perlindungan hak
konstitusional; kepentingan nasional;
ketentraman dan ketertiban umum; keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
komitmen nasional sehubungan perjanjian dan
konvensi internasional.
Pemerintah Daerah menerapkan SPM dengan
pengertian bahwa pusat pelayanan yang paling
dekat dengan masyarakat adalah di tingkat
Daerah c.q. Kabupaten/Kota.
Pemerintah Propinsi berdasarkan SPM dari
Pusat dalam kapasitasnya sebagai wakil
Pemerintah Pusat di Daerah memfasilitasi
Kabupaten dan Kota yang ada dalam wilayah
kerjanya untuk menerapkan dan mencapai SPM
tersebut.
18
19. 1. Dengan adanya SPM maka masyarakat akan terjamin menerima suatu
pelayanan publik dari Pemda dengan mutu tertentu.
2. SPM sebagai alat untuk menentukan jumlah anggaran yang
dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan dasar. dan menjadi
landasan dalam penentuan perimbangan keuangan dan bantuan lain
yang lebih adil dan transparan.
3. SPM dapat dijadikan dasar dalam menentukan Anggaran Kinerja
berbasis manajemen kinerja. SPM dapat menjadi dasar dalam alokasi
anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur.
4. SPM dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemda
terhadap masyarakat. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana Pemda
dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan pelayanan publik.
5. Adanya SPM dapat menjadi argumen bagi peningkatan pajak dan
retribusi daerah karena baik Pemda dan masyarakat dapat melihat
keterkaitan pembiayaan dengan pelayanan publik yang disediakan
Pemda.
6. SPM dapat merangsang rationalisasi kelembagaan Pemda, karena
Pemda akan lebih berkonsentrasi pada pembentukan kelembagaan
yang berkorelasi dengan pelayanan masyarakat.
7. Adanya SPM dapat membantu Pemda dalam merasionalisasi jumlah
dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan. Kejelasan pelayanan akan
membantu Pemda dalam menentukan jumlah dan kualifikasi pegawai
untuk mengelola pelayanan publik tersebut.
20. DISTRIBUSI URUSAN PEMERINTAHAN
ANTAR TINGKAT PEMERINTAHAN
Kriteria Distribusi Urusan Pemerintahan Antar Tingkat
Pemerintahan :
1. Externalitas (Spill-over)
Siapa kena dampak, mereka yang berwenang mengurus
2. Akuntabilitas
Yang berwenang mengurus adalah tingkatan pemerintahan
yang paling dekat dengan dampak tersebut (sesuai prinsip
demokrasi)
3. Efisiensi
Otonomi Daerah harus mampu menciptakan pelayanan
publik yang efisien dan mencegah High Cost Economy
Efisiensi dicapai melalui skala ekonomis (economic of scale)
pelayanan publik
Skala ekonomis dapat dicapai melalui cakupan pelayanan
(catchment area) yang optimal
21. URUSAN PEMERINTAHAN YANG
DILAKSANAKAN OLEH MASING-MASING
TINGKATAN PEMERINTAHAN
BERDASARKAN 3 KRITERIA
1. Pusat: Berwenang menetapkan Norma,
Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK),
Monev, supervisi, fasilitasi dan urusan-urusan
pemerintahan dengan eksternalitas Nasional.
2. Provinsi: Berwenang mengatur dan
mengurus urusan-urusan pemerintahan
dengan eksternalitas regional (lintas
Kab/Kota) [Mengacu pd NSPK]
3. Kab/Kota: Berwenang mengatur dan
mengurus urusan-urusan pemerintahan
dengan eksternalitas lokal (dalam satu
Kab/Kota) ) [Mengacu pd NSPK]
22. HUBUNGAN ANTAR TINGKAT
PEMERINTAHAN DLM SPM
Basis penerapan SPM ada di Kabupaten/Kota dan Prov
Pemerintah Pusat melalui Kementerian sektor / LPNK
bertugas membuat SPM untuk masing-masing
pelayanan yang menjadi bidang tugasnya
Gubernur sebagai wakil Pemerintah, bekerjasama
dengan Kabupaten/Kota membahas bagaimana
pencapaian SPM tersebut.
Kabupaten/Kota menentukan tata cara pelaksanaan
pelayanan berdasarkan SPM yg telah disepakati
pencapaiannya dgn Provinsi. SPM yang di-
implementasikan di tingkat Kabupaten/Kota menjadi
dasar bagi pengawasan yang dilakukan oleh Gubernur
sebagai wakil Pusat di Daerah.
Pemerintah Pusat wajib membiayai daerah dlm
penyediaan pelayanan dasar bagi daerah-daerah yang
kurang mampu
Pusat dpt menarik otonomi suatu daerah bila daerah
tsb tdk mampu melaksanakan kewenangan wajib yg
telah ditentukan SPM-nya, padahal Pemerintah sudah
mengalokasikan biayanya.
Gubernur sebagai wakil pusat di Daerah membina dan
mengawasi pelaksanaan SPM di Kabupaten/Kota.
23. Departemen/ LPND terkait
Urusan Wajib
Hasil Kerja Tim KonsultasiSPM
Yang dikoordinasikanleh
o
Menteri Dalam Negeri/
DirekturJenderalOtonomiDaerah
Menyampaikanhasiltersebut
kepada
Dewan PertimbanganOtonomi
Daerah (DPOD)
Membuatrekomendasi an
d
menyampaikannya epada
k
Menteri/ PimpinanLPND
Menjadireferensiuntuk
selanjutnya
digunakan dalam
PenyusunanSPM oleh Menteri/
Pimpinan LPND
Ditetapkanmenjadi
Peraturan Menteri/
Peraturan Menteri Terkait
Muatan Inti:
• Jenis Pelayanan Dasar
• Indikator dan Nilai SPM
• Batas waktu pencapaian SPM
• PengorganisasianSPM
24. Mengacu
Muatan Inti: pada
• Jenis Pelayanan Dasar
• Indikator dan Nilai SPM Pemda menyusun rencana
• Pengorganisasian SPM pencapaian SPM
• Batas waktu pencapaian
SPM
Dituangkan dalam
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah
Target tahunan
(RPJMD)
pencapaian SPM
Rencana Strategis Satuan
Dituangkan dalam Kerja Perangkat Daerah
(Renstra SKPD)
Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Klasifikasi belanja daerah
dengan pertimbangan
kemampuan keuangan daerah
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja SKPD)
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Berdasarkan
Perangkat Daerah (RKA-SKPD)
25. Tindak Lanjut Permenkominfo No. 22
tahun 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kominfo di
Kabupaten/Kota
Segera ditindak lanjuti dengan beberapa kegiatan sebagai berikut:
A. Persiapan implementasi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 22 th 2010
1. Penyusunan Petunjuk Teknis tentang Definisi Operasional, Pembilang,
Penyebut dan sumber datanya, langkah-langkah kegiatan dan variabelnya,
target/benchmarking, pedoman/standar teknis yang dikeluarkan
kemenkominfo.
2. Penyusunan Pedoman Analisis Biaya Kominfountuk implementasi SPM
dalam perencanaan dan pengganggaran SPM Kominfo Kabupaten/Kota.
3. Penyusunan Pedoman Kebutuhan SDM Kominfo.
4. Penyusunan Pedoman Advokasi dan Advokasi-Kit SPM Bidang Kominfo.
5. Penyusunan Organisasi Perangkat Dinas Kominfo Kabupaten/Kota.
6. Sosialisasi dan Fasilitasi penyelenggaraan SPM Bidang Kominfo di
Kabupaten/Kota.
26. PERMENKOMINFO NOMOR 22 TH 2010
TENTANG
SPM BIDANG KOMINFO DI KAB/KOTA
2 JENIS PELAYANAN DASAR
8 INDIKATOR
27. IMPLIKASI PENERAPAN
SPM
ALOKASI ANGGARAN
SDM
KELEMBAGAAN
SARANA PRASARANA
SISTEM INFORMASI
KERJASAMA ANTAR DAERAH
DAERAH HRS MEMPUNYAI KAPASITAS DAN
KOMPETENSI UTK MENDUKUNG SPM
29. VI. LANDASAN HUKUM NSPK
1. UUD 1945 (Hub. Psl 4, Psl 17 dan Psl 18)
2. UU 32/04 ttg Pemerintahan Daerah
3. UU 10/04 ttg Tata Urutan PerUUan
4. UU Lintas Sektor sesuai Urusan
Pemerintahan
5. PP 38/07 ttg Pembagian Urusan
Pemerintahan
6. Peraturan Perundang2an lainnya yang
terkait
30. VII. FILOSOFI NSPK
1. Negara RI merupakan negara kesatuan &
negara hukum
2. Pemerintah membentuk daerah otonom
3. Penyerahan Setiap urusan yang
disentralisasikan diatur secara hkm
4. Hub. antara pusat & daerah
(Kewenangan, Keuangan, Pelayanan dan
Pembagian Hasil)
5. Koordinasi, Sinkronisasi, Keterpaduan,
dan Sinergitas kebijakan, Program dan
Kegiatan penyelenggaraan urusan
pemerintahan
31. VIII. URGENSI NSPK
a. Mempertegas dan memperjelas urusan
pemerintahan yg menjadi kewenangan Pemerintah,
Provinsi dan Kab/Kota
b. Menghindari tumpang tindih penyelenggaraan dan
pengelolaan urusan pemerintahan
c. Meminimalisasi konflik masing-masing tingkatan
pemerintahan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan.
d. Memperjelas arah kebijakan pemerintahan daerah
e. Menjadi pedoman dan acuan dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan
32. MANFAAT NSPK
1. Mempertegas dan memperjelas landasan hukum.
2. Menjadi pedoman dan acuan (petunjuk pelaksanaan
urusan pemerintahan)
3. Menjadi pedoman dalam penyusunan kelembagaan
daerah
4. Memperjelas mekanisme, tata cara, persyaratan,
kriteria, pengelolaan urusan pemerintahan
5. Mempermudah Perencanaan program & kegiatan
6. Memperjelas kewenangan Provinsi dan Kab/Kota
7. Memperjelas pelaksanan MONEV
8. Memperjelas pelaporan
9. Memperjelas pendanaan
10. Memperjelas pembinaan dan pengawasan
11. Memperjelas management urusan pemerintahan
33. NO KEWENANGAN PUSAT PROVINSI KAB/KOTA
URUSAN DAERAH
DAERAH DAERAH
URUSAN PUSAT
PUSAT
DAERAH
PROV
PROV KAB/KOT
KAB/KOT
1. PP38/07
PP38/07
NSPK
NSPK PENETAPAN
PELAKSAN
PELAKSAN PELAKSAN
PELAKSAN
PENETAPAN
PP38/07
PP38/07
AA AA
SPM
SPM PERMEN
PERMEN
KOORDINA
KOORDINA
SI/FASILITA
PENERAPA
PENERAPA
SI/FASILITA
2. PP65/05
PP65/05 /K.LPNK
/K.LPNK SI
SI
NN
34. NO KEWENANGAN PUSAT PROVINSI KAB/KOTA
SKPD
SKPD SKPD
SKPD
KELEMBAGAAN
KELEMBAGAAN KEMENTERIA
KEMENTERIA
NN
(DINAS
(DINAS (DINAS
(DINAS
3. PP41/07
PP41/07 /LPNK
/LPNK
dan
dan dan
dan
LEMTEK)
LEMTEK) LEMTEK)
LEMTEK)
SDM
DAERAH
DAERAH DAERAH
DAERAH
PUSAT
PUSAT (SESUAI
(SESUAI (SESUAI
(SESUAI
NSPK)
NSPK) NSPK)
NSPK)
4.
35. NO KEWENANGA PUSAT PROVINSI KAB/KOTA
N
5.
PENDANAAN
PENDANAAN APBN
APBN APBD
APBD APBD
APBD
APBN
HIBAH HIBAH
HIBAH HIBAH
HIBAH
APBN
DAK DAK
DAK DAK
DAK
36. NO KEWENANGA PUSAT PROVINSI KAB/KOT
N A
Kementerian 33
33
/LPNK
DEKON
DEKON DEKON
GUBERNU
GUBERNU
RR
PP7/08
PP7/08 INSTANSI
INSTANSI
VERTIKAL
VERTIKAL
Kementerian
TUGAS
TUGAS /LPNK PROVINSI KAB/KOTA
PEMBANTUAN
PEMBANTUAN TP
TP TP TP
PP7/08
PP7/08
DESA
DESA
37. NO KEWENANGA PUSAT PROVINSI KAB/KOT
N A
SKPD
SKPD
SKPD
SKPD (DINAS
KEMENTERIAN (DINAS
KEMENTERIAN (DINAS
(DINAS
PELAYANAN
PELAYANAN /LPNK
/LPNK dan
dan
dan
dan
LEMTEK
LEMTEK
6. LEMTEK)
LEMTEK)
))
PELAYANAN
DASAR HUKUM
DASAR HUKUM
- UU25/09
UU25/09
Pelayanan Publik
Pelayanan Publik
- Permendagri
Permendagri Skala Pusat Skala Prov Skala
24/05
24/05 (Lintas (Lintas Kab/Kota
Pelayanan 1 Pintu
Pelayanan 1 Pintu
- Permendagri Provinsi) Kab/kota) (Lokalitas)
Permendagri
20/08
20/08
Pelayanan Terpadu
Pelayanan Terpadu
38. NO KEWENANGA PUSAT PROVINSI KAB/KOT
N A
MONEV
MONEV BUPATI/WA
BUPATI/WA
PP79/05
PP79/05 MENTERI
MENTERI GUB/SKPD
GUB/SKPD LIKOTA/SK
LIKOTA/SK
PD
PD
7. PP6/08
PP6/08
PELAPORAN
PELAPORAN
PP3/07
PP3/07 MENTERI
MENTERI GUB/S
GUB/S BUPATI/WA
BUPATI/WA
LIKOTA/SK
LIKOTA/SK
KPD
KPD
PP6/08
PP6/08
PD
PD
8.
39. NO KEWENANGA PUSAT PROVINSI KAB/KOTA
N
9.
BINWAS
KAB/KOTA
PEMBINAAN
KAB/KOTA
PEMBINAAN MENTERI
MENTERI
PROVINSI
PROVINSI
BUPATI/WAL
PP79/05
BUPATI/WAL
PP79/05 GUB/SKPD
GUB/SKPD IKOTA/SKPD
IKOTA/SKPD
PP38/07
PP38/07
PENGAWASAN
PENGAWASAN INSPEKTORAT INSPEKTORA
INSPEKTORA INSPEKTORA
INSPEKTORA
INSPEKTORAT
PP79/05
PP79/05 TT PROV
PROV TT KAB/KOTA
KAB/KOTA
40. APABILA NSPK BLM DITETAPKAN YG
TERJADI ANTARA LAIN:
1. Tidak ada Kepastian Hukum
2. Tidak jelas Pengelolaan Urusan
3. Tidak jelas Kelembagaan
4. Tidak jelas Personil
5. Tidak jelas Keuangan
6. Tidak jelas Pembinaan
7. Tidak jelas Pelayanan
41. TINDAK LANJUT NSPK DARI
MASING2 KEMENTERIAN/LPNK
GRAND 2 3
STRATEG MONEV
MODEL
I BUILDING
SUPERVISI
1
4
SOSIALISASI
ROAD
MAP/REN PEMBINAA
FASILITASI
CANA N DAN
PENGAWA
BEST 5
AKSI SAN
PRACTICE
7 6
42. TINDAK LANJUT NSPK OLEH
PEMDA PROVINSI DAN
KAB/KOTA
GRAND STRATEGI DAN ROAD MAP/RENCANA AKSI
• MENYESUAIKAN DALAM BENTUK
PERDA/PERGUB/PERBUP/PERWALKOT
• MELAKSANAKAN SESUAI KEWENANGAN
• MENYESUAIKAN KELEMBAGAAN
• MENYESUAIKAN SDM
• MENGAKORMODIR DALAM
KEUANGAN/APBD
• MENINGKATKAN KAPASITAS DAERAH
• BEST PRACTICE/INOVASI
• PELAYANAN PUBLIK
• MONEV
• PELAPORAN
43. SPM
LATAR BELAKANG
PP 38/2007 ttg PUP merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 14 ayat
(3) UU No mor 32 Tahun 2004 (PP 25/2000).
PP 65 Tahun 2005 ttg pedoman penyusunan
& penerapan SPM merupakan peraturan
pelaksanaan dari ketentuan Pasal 1 1 ayat
( 4 ) dan Pasal 14 ayat (3) UU No mor 32
Tahun 2004.
44. IX. ANATOMI URUSAN PEMERINTAHAN
URUSAN PEMERINTAHAN
Urusan pemerintahan yg Urusan pemerintahan di luar Psl 10 (3)
dpt. dikelola bersama
Sepenuhnya mnjd. Wewenang (Pemerintah, Prov, Kab/Kota)
Pemerintah: {Psl 10 (1) & (3)} Dibagi dgn kriteria Psl 11 (1):
- Politik Luar Negeri • Eksternalitas
- Pertahanan • Akuntabilitas
- Keamanan
- • Efisiensi
Yustisi
- Moneter & Fiskal Nasional
- Agama
Urusan Urusan Pemerintah
Pemerintahan Daerah
{Psl 10 (5)}
Standar Pelayanan WAJIB PILIHAN • MenyeL.
Minimal (SPM) Pelayanan Sektor sendiri
Dasar Unggulan
{Psl 11 (4)} {Psl 11 (3)} {Psl 11 (3)} • Melimpahkan
sebagian ur kpd
Gub.
Diselenggarakan berdasarkan asas • Menugaskan
otonomi & tugas pembantuan {Psl 10 sebagian
(2)} urusan kepada
Pemda
45. X. STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Ketentuan ttg jenis dan mutu pelayanan dasar yg merupakan
urusan wajib yg berhak diperoleh setiap warga
ESENSI SPM
SPM merupakan standar minimum pelayanan Publik
yang wajib disediakan oleh Pemda kepada
masyarakat. Adanya SPM akan menjamin minimum
pelayanan yang berhak diperoleh masyarakat
Indonesia dari Pemerintah
Bagi Pemda : SPM dapat dijadikan tolok ukur
(benchmark) dalam penentuan biaya yang
diperlukan untuk membiayai penyediaan pelayanan.
Bagi masyarakat : SPM akan menjadi acuan
mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan
publik yang disediakan oleh Pemda.
SPM harus mampu menjamin terwujudnya hak-hak
individu serta dapat menjamin akses masyarakat
mendapat pelayanan dasar yang wajib disediakan
Pemda sesuai ukuran yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
46. XI. ESENSI PELAYANAN PUBLIK
Fungsi pokok Pemda adalah mensejahterakan masyarakat
Tingkat kesejahteraan tergantung tingkat pelayanan publik
yg disediakan Pemda
Pemda mendapat legitimasi dari rakyat untuk
menyelenggarakan pelayanan publik
Rakyat membayar pajak atas penyelenggaraan public goods
and public regulations yang memenuhi kebutuhan
masyarakat .
Undang-Undang No.32/2004 mengisyaratkan Pemda untuk
melaksanakan otonomi seluas-luasnya
Dalam Undang-Undang No.32/2004, dalam menentukan isi
otonomi, pelaksanaan urusan Pemda haruslah dikaitkan
dengan kebutuhan riil masyarakatnya.
Pelaksanaan urusan harus direaktualisasi untuk
menghindari pelaksanaan yang selama ini cenderung
diseragamkan, mengarah kepada pelaksanaan urusan yang
berdasarkan kebutuhan riil masyarakat
47. RAMBU-RAMBU SPM
• Dalam penyelenggaraan urusan wajib daerah
berpedoman pada SPM yang ditetapkan
Pemerintah dan dilaksanakan secara
bertahap. (pasal ayat (4) UU 32/2004)
• Pemerintahan daerah yang melalaikan
penyelenggaraan urusan wajib,
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan pembiayaan bersumber
dari APBD daerah yang bersangkutan. (pasal 8
ayat (2) PP 38/2007)
48. XII. MENGAPA PEMERINTAH PUSAT
YG MENETAPKAN SPM DAN
DAERAH MENERAPKANNYA
Pemerintah Pusat menetapkan SPM dengan maksud
dan tujuan perlindungan hak konstitusional; kepentingan
nasional; ketentraman dan ketertiban umum; keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan komitmen
nasional sehubungan perjanjian dan konvensi
internasional.
Pemerintah Daerah menerapkan SPM dengan
pengertian bahwa pusat pelayanan yang paling dekat
dengan masyarakat adalah di tingkat Daerah c.q.
Kabupaten/Kota.
Pemerintah Propinsi berdasarkan SPM dari Pusat dalam
kapasitasnya sebagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah
memfasilitasi Kabupaten dan Kota yang ada dalam
wilayah kerjanya untuk menerapkan dan mencapai SPM
tersebut.
49. Tujuan SPM
1. Dengan adanya SPM maka masyarakat akan terjamin menerima
suatu pelayanan publik dari Pemda dengan mutu tertentu.
2. SPM sebagai alat untuk menentukan jumlah anggaran yang
dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan dasar. dan menjadi
landasan dalam penentuan perimbangan keuangan dan bantuan lain
yang lebih adil dan transparan.
3. SPM dapat dijadikan dasar dalam menentukan Anggaran Kinerja
berbasis manajemen kinerja. SPM dapat menjadi dasar dalam alokasi
anggaran daerah dengan tujuan yang lebih terukur.
4. SPM dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas Pemda
terhadap masyarakat. Masyarakat dapat mengukur sejauhmana
Pemda dapat memenuhi kewajibannya untuk menyediakan
pelayanan publik.
5. Adanya SPM dapat menjadi argumen bagi peningkatan pajak dan
retribusi daerah karena baik Pemda dan masyarakat dapat melihat
keterkaitan pembiayaan dengan pelayanan publik yang disediakan
Pemda.
6. SPM dapat merangsang rationalisasi kelembagaan Pemda, karena
Pemda akan lebih berkonsentrasi pada pembentukan kelembagaan
yang berkorelasi dengan pelayanan masyarakat.
7. Adanya SPM dapat membantu Pemda dalam merasionalisasi jumlah
dan kualifikasi pegawai yang dibutuhkan. Kejelasan pelayanan akan
membantu Pemda dalam menentukan jumlah dan kualifikasi pegawai
untuk mengelola pelayanan publik tersebut.
50. XIII. PRASYARAT PENYUSUNAN SPM
1. Adanya pembagian kewenangan yang jelas antar
tingkatan pemerintahan (Pusat, Propinsi dan
Kabupaten/Kota) menjadi prasyarat utama untuk
menentukan SPM.
2. Pembagian kewenangan baru menunjukkan siapa
melakukan apa, namun belum menunjukkan
kewenangan-kewenangan apa saja yang
memerlukan SPM. Karena tidak semua kewenangan
membutuhkan SPM.
3. Ada tiga kriteria utama yang dapat dijadikan acuan
dalam membagi kewenangan antara tingkatan
pemerintahan yaitu:
a. Externalitas b. Akuntabilitas c. Efisiensi
5. Adanya output Pemda yang jelas dalam bentuk
pelayanan dari kewenangan wajib tersebut.
5. Output tersebut harus ada standard minimum yang
harus dipenuhi Daerah untuk menjamin adanya
keseimbangan antar daerah dalam penyediaan
pelayanan publik.
51. XIV. HUBUNGAN ANTAR TINGKAT
PEMERINTAHAN DLM SPM
Basis penerapan SPM ada di Kabupaten/Kota dan Prov
Pemerintah Pusat melalui Kementerian sektor / LPNK bertugas
membuat SPM untuk masing-masing pelayanan yang menjadi
bidang tugasnya
Gubernur sebagai wakil Pemerintah, bekerjasama dengan
Kabupaten/Kota membahas bagaimana pencapaian SPM
tersebut.
Kabupaten/Kota menentukan tata cara pelaksanaan
pelayanan berdasarkan SPM yg telah disepakati pencapaiannya
dgn Provinsi. SPM yang di-implementasikan di tingkat
Kabupaten/Kota menjadi dasar bagi pengawasan yang
dilakukan oleh Gubernur sebagai wakil Pusat di Daerah.
Pemerintah Pusat wajib membiayai daerah dlm penyediaan
pelayanan dasar bagi daerah-daerah yang kurang mampu
Pusat dpt menarik otonomi suatu daerah bila daerah tsb tdk
mampu melaksanakan kewenangan wajib yg telah ditentukan
SPM-nya, padahal Pemerintah sudah mengalokasikan
biayanya.
Gubernur sebagai wakil pusat di Daerah membina dan
mengawasi pelaksanaan SPM di Kabupaten/Kota.
52. XV. Hambatan Terhadap
Pelaksanaan SPM
1. Terbatasnya anggaran Pemda dapat
menjadi penghalang utama untuk
melaksanakan SPM.
2. Sering terdapat kerancuan antara standard
tehnis suatu pelayanan dengan SPM.
3. peraturan perUUan sektor dan daerah yg
belum di Harmonisasi
4. Kewenangan atau urusan pemerintahan
sering belum berkorelasi dengan
pelayanan. Kewenangan lebih untuk
mencari kekuasaan yang berkaitan dengan
uang atau penerimaan.
53. XVI. MEKANISME PENYUSUNAN
SPM PEMERINTAH
Departemen/ LPND terkait
Urusan Wajib
Hasil Kerja Tim KonsultasiSPM
Yang dikoordinasikanleh
o
Menteri Dalam Negeri/
DirekturJenderalOtonomiDaerah
Menyampaikanhasiltersebut
kepada
Dewan PertimbanganOtonomi
Daerah (DPOD)
Membuatrekomendasi an
d
menyampaikannya epada
k
Menteri/ PimpinanLPND
Menjadireferensiuntuk
selanjutnya
digunakan dalam
PenyusunanSPM oleh Menteri/
Pimpinan LPND
Ditetapkanmenjadi
Peraturan Menteri/
Peraturan Menteri Terkait
Muatan Inti:
• Jenis Pelayanan Dasar
• Indikator dan Nilai SPM
• Batas waktu pencapaian SPM
• PengorganisasianSPM
54. XVII. MEKANISME PENERAPAN SPM
PEMDA
Mengacu
Muatan Inti: pada
• Jenis Pelayanan Dasar
• Indikator dan Nilai SPM Pemda menyusun rencana
• Pengorganisasian SPM pencapaian SPM
• Batas waktu pencapaian
SPM
Dituangkan dalam
Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah
Target tahunan
(RPJMD)
pencapaian SPM
Rencana Strategis Satuan
Dituangkan dalam Kerja Perangkat Daerah
(Renstra SKPD)
Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Klasifikasi belanja daerah
dengan pertimbangan
kemampuan keuangan daerah
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah (Renja SKPD)
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Berdasarkan
Perangkat Daerah (RKA-SKPD)
55. XVIII. PENATAAN PELAYANAN
PUBLIK
1. Tumpang tindih pelayanan publik karena belum
jelasnya batas-batas kewenangan antar tingkat
pemerintahan
2. Terjadinya gejala alokasi APBD lebih untuk biaya
aparatur (overhead cost) dibandingkan biaya untuk
pelayanan publik
3. Belum adanya transparansi mengenai standar
pelayanan publik; biaya, prosedur dan waktu
penyelesaian
4. Pemda cenderung belum responsif untuk menanggapi
keluhan masyarakat tentang kualitas pelayanan
publik
5. Masih sulit mendorong sikap enterpreneurship,
inovatif dan kreatif di kalangan birokrasi Pemda
6. Pemda masih sulit untuk membuat kebijakan daerah
yang kondusif untuk investasi
7. Masih sulit mengubah budaya dari dilayani menjadi
melayani
56. Kesimpulan
SPM pertama-tama menuntut adanya distribusi urusan
antara tingkatan pemerintahan (Pusat, Propinsi,
Kabupten/Kota) secara obyektif atas dasar kriteria
externalitas, akuntabilitas dan efisiensi
disusunnya SPM oleh Departemen/LPND sebagai acuan
bagi Pemda dalam melaksanakan pelayanan publik
berbasis SPM.
SPM sulit akan berjalan tanpa sosialisasi, fasilitasi,
pengawasan, monitoring dan evaluasi yang harus
dilakukan secara intensif oleh Pusat dan Propinsi agar
Pemda Kabupaten/Kota dapat menjalankan pelayanan
dengan SPM-nya secara optimal. Untuk itu berbagai
kegiatan penguatan sistem, kelembagaan dan personil
Pemda harus dilakukan secara intensif.
SPM akan menciptakan berbagai rationalisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan
dilaksanakannya SPM akan membantu Pemda dalam
melakukan rationalisasi terhadap kelembagaan, personil,
keuangan sebagai pilar utama dalam penyelenggaraan
otonomi daerah.
62. MASALAH PENDUDUK DAN IMPLIKASINYA
YANG DIMAKSUD DENGAN MASALAH PENDUDUK ADALAH
MASALAH PERTAMBAHAN JUMLAH PENDUDUK YANG SANGAT
BESAR DINEGARA BERKEMBANG. HAL INI MENIMBULKAN
MASALAH PADA USAHA-USAHA PEMBANGUNAN. DISATU SISI
DENGAN PERTAMBAHAN JUMLAH PENDUDUK YANG BESAR AKAN
BERPENGARUH PADA JUMLAH TENAGA KERJA.
MASALAH PENDUDUK SAAT INI ADALAH KEMAMPUAN NEGARA
MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA YANG SANGAT TERBATAS
SEHINGGA AKAN BERPENGARUH PADA ANGKA PENGANGGURAN.
PENDUDUK DUNIA DIPERKIRAKAN BERTAMBAH SEBANYAK 100-
120 JUTA DAN SEKITAR 80-90 JUTA JIWA ADA DINEGARAYANG
SEDANG BERKEMBNG.
63. FAKTOR YANG MEMPERCEPAT PERKEMBANGAN
PENDUDUK
1.PADA ERA 1980-AN BANYAK NEGARA BERKEMBANG
MENGALAMI KRISIS EKONOMI (EXTERNAL SHOCKS),
TERUTAMA DIAKIBATKAN OLEH PEMBENGKAKAN HUTANG LUAR
NEGERI SEHINGGA MEMBUAT NEGARA-NEGARA TERSEBUT
MENGALAMI STAGNASI DIBIDANG EKONOMI, PENURUNAN
PENDAPATAN PERKAPITA, DAN INSTABILITAS MAKRO EKONOMI.
2. NEGARA-NEGARA AMERIKA LATIN, ASIA DAN
AFRIKA, MERESPON KRISIS EKONOMI TERSEBUT DENGAN
MENCOBA MEMBUAT STRATEGI BARU MISALNY A SUBSTITUSI
IMPOR DIGANTI DENGAN INSTITUSI PASAR (MARKET
MECHANISM) DALAM MENGGERAKAN EKONOMI
KHUSUSNYA DALAM KEBIJAKAN PRIVATISASI DAN
LIBERALISASI.
64. •KEBIJAKAN SUBSTITUSI IMPOR (SI) MARAK
DIPROMOSIKAN DINEGARA-NEGARA BERKEMBANG
UNTUK MENGATASI PERSOALAN PERSOALAN
DEFISIT NERACA PEMBAYARAN , DIMANA NEGARA
MAJU MEMPEROLEH SURPLUS BEGITU BESAR DARI
PERDAGANGANNYA DENGAN NEGARA-NEGARA
BERKEMBANG.
•MODEL BARU PERAN PEMERINTAH DALAM KEGIATAN
EKONOMI YANG LEBIH MENGEDEPANKAN PASAR
SEBAGAI INSTRUMEN EKONOMI
SESUNGGUHNYA TIDAK LEPAS DARI PERAN LEMBAGA-
LEMBAGA KEUANGAN MULTILATERAL SEPERTI WORD
BANK & IMF YANG BERTANGGUNGJAWAB
TERHADAP SRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI
TERSEBUT.
65. WORD BANK MENYEBUT BAHWA PENYESUAIAN
•
STRUKTURAL /RESTRUKTURISASI EKONOMI.
•TUJUAN DARI RESTRUKTURISASI TERSEBUT ADALAH
UNTUK MENGHAPUSKAN KETIDAKSEIMBANGAN
EKONOMI YANG TERUS MENERUS MELANDA HAMPIR
SEMUA NEGARA BERKEMBANG
66. PROGRAM RESTRUKTURISASI EKONOMI SENDIRI IALAH SUATU
PROSES REFORMASI KEBIJAKAN YANG BERORIENTASI
PADA PENYELESAIAN KRISIS, MENGURANGI INFLASI DAN
MENCIPTAKAN KONDISI BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN
PENDAPATAN PERKAPITA SECARA BERKESINAMBUNGAN
(AHRENS, 2000: 79). DENGAN RETSRUKTURISASI
EKONOMI DIHARAPKAN FUNDAMENTAL MAKRO
PEREKONOMIAN NEGARA BERKEMBANG DALAM KONDISI
STABIL SEHINGGA MEMUDAHKAN OPERASIONALISASI
LANGKAH2 PEMBANGUNAN.
67. REFORMASI EKONOMI DAN RINTANGAN POLITIK
1. IMF DAN BANK DUNIA DUA LEMBANGA KEUANGAN DUNIA
YANG DIBENTUK SAAT BERLANGSUNG KONFERNSI BRETON
WOODS SEUSAI PERANG DUNIA KE-II, DENGAN TUJUAN
UTAMA UNTUK MERSEKONSTRUKSI INFRASTRUKTUR DUNIA
DAN MEMBANTU NEGRARA2 ANGGOTA . SELAIN ITU KEDUA
LEMBAGA INI JUGA MEMILIKI FUNGSI LAIN YANG PENTING
YAKNI MENGHADANG PENGARUH-PENGARUH NEGARA
SOSIALIS DALAM MEMPERLUAS IDE SISTEM EKONOMINYA
TERUTAMA KE NEGARA DUNIA KETIGA (KLOBY, 1997:171-172)
2. SEHINGGA DENGAN GETOL MENYALURKAN DANA (UTANG LUAR
NEGERI) KE- NEGRARA2 DUNIA KETIGA DENGAN
PERSYARATAN YANG CUKUP LUNAK (SOFT LOAN) YAITU BUNGA
RINGAN DAN TENGGANG PEMBAYARAN (GESTATION PERIOD)
YANG LAMA. PROSEDUR TERSEBUT AGAR LEMBAGA KEUANGAN
DUNIA BISA MEMPENGARUHI NEGARA2 DUNIA KETIGA UNTUK
MENGIKUTI GAGASAN PEMBANGUNAN EKONOMI YANG TELAH
DIFORMULASIKAN.
68. PERT. VI
MENURUT PENELITIAN JOHNSON DAN SCHAFER (1997):
• SELAMA THN 1965-1995 PEREKONOMIAN 48 DARI 98
NEGARA BERKEMBANG PENERIMA BANTUAN IMF TDK ADA
PERUBAHAN YG SIGNIFIKAN
• BAHKAN 32 DARI 48 NEGARA BERKEMBANG MENJADI
TAMBAH MISKIN DAN MEMUNCULKAN KRISIS YG
BERULANG-ULANG BAGAIKAN ROLLER COASTER
DAN MENJADI PASIEN BAGI IMF SELAMA PULUHAN TAHUN
69. LANJUTAN…
BEBERAPA TEMUAN SEMENTARA INI
SAMPAI PADA TAHAP KESIMPULAN
ANTARA LAIN: UTANG ITU DISERTAI
DENGAN PERSYARATAN-PERSYARATAN
TIDAK MENGUNTUNGKAN BAGI
NEGARA DEBITUR (MISALNYA
PEMBUKAAN PASAR DOMESTIK BAGI
BARANG ASING), BANYAK SARAN
KEBJAKAN YANG TIDAK TEPAT
SASARAN.