Laporan penelitian pengaruh daya tarik dan fasilitas wisata terhadap kepuasan...anwani9
Penelitian ini dilakukan di obyek wisata Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh daya tarik wisata dan fasilitas terhadap kepuasan wisatawan yang berkunjung di obyek wisata gunung api purba.
Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dan teknik pengambilan sampelnya dilakukan dengan cara purposive sampling yitu berdasarkan pertimbangan tertentu. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu responden yang pernah ataupun sedang berkunjung di ekowisata gunung api purba dengan usia minimal 16 tahun.alat yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terbukti, yaitu : daya tarik wisata dan fasilitas wisata berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung. Daya tarik wisata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjung di Ekowisata Gunung Api Purba dengan koefisien 0,501. Dan Fasilitas wisata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjung di Ekowisata Gunung Api Purba dengan koefisien 0,457.
Laporan penelitian faktor faktor yang mempengaruhi minat wisatawan berkunjung...anwani9
Pantai Glagah Indah memiliki daya tarik wisata seperti laguna yang cukup panjang dan menawan, wisata air dengan perahu motor mengelilingi pantai, agrowisata di kebun naga, pelabuhan pemecah ombak, dan memancing di muara sungai Serang. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh daya tarik wisata, aksesbilitas, tarif, fasilitas dan informasi terhadap minat wisatawan berkunjung di pantai Glagah Indah.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode survey dengan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya dan melibatkan 100 responden wisatawan nusantara yang berkunjung ke pantai Glagah Indah pada bulan Mei 2011. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan alat analisis regresi linier berganda yang terdiri dari uji F, uji t, koefisien regresi dan R2 (koefisien determinan) serta uji asumsi klasik (uji normalitas data, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel independen (daya tarik wisata, aksesbilitas, tarif, fasilitas dan informasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat wisatawan berkunjung di pantai Glagah Indah.
Laporan penelitian analisis pengaruh daya tarik wisata, aksesibilitas, fasili...anwani9
Waduk Sermo adalah waduk buatan satu-satunya yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kecuali dikenal sebagai tempat wisata juga merupakan sebuah sistem irigasi. Penelitian ini berusaha mengetahui seberapa jauh pengaruh obyek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas dan tarif terhadap minat wisatawan berkunjung kembali ke Waduk Sermo.
Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan data primer dan purposive sampling, selanjutnya dianalisis dengan regresi linier berganda dengan 1 variabel dependen yaitu minat berkunjung kembali, dan 4 variabel independen yaitu ODTW, aksesibilitas, fasilitas dan tarif.
Hasilnya memberi indikasi bahwa daya tarik wisata, aksesibilitas, dan fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat wisatawan berkunjung kembali ke Waduk Sermo (α = 0,05 ) sedangkan tarif tidak berpengaruh.
Laporan penelitian pengaruh daya tarik dan fasilitas wisata terhadap kepuasan...anwani9
Penelitian ini dilakukan di obyek wisata Ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Yogyakarta. Dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh daya tarik wisata dan fasilitas terhadap kepuasan wisatawan yang berkunjung di obyek wisata gunung api purba.
Penelitian ini melibatkan sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuisioner dan teknik pengambilan sampelnya dilakukan dengan cara purposive sampling yitu berdasarkan pertimbangan tertentu. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu responden yang pernah ataupun sedang berkunjung di ekowisata gunung api purba dengan usia minimal 16 tahun.alat yang digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini terbukti, yaitu : daya tarik wisata dan fasilitas wisata berpengaruh positif terhadap kepuasan pengunjung. Daya tarik wisata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjung di Ekowisata Gunung Api Purba dengan koefisien 0,501. Dan Fasilitas wisata memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepuasan pengunjung di Ekowisata Gunung Api Purba dengan koefisien 0,457.
Laporan penelitian faktor faktor yang mempengaruhi minat wisatawan berkunjung...anwani9
Pantai Glagah Indah memiliki daya tarik wisata seperti laguna yang cukup panjang dan menawan, wisata air dengan perahu motor mengelilingi pantai, agrowisata di kebun naga, pelabuhan pemecah ombak, dan memancing di muara sungai Serang. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh daya tarik wisata, aksesbilitas, tarif, fasilitas dan informasi terhadap minat wisatawan berkunjung di pantai Glagah Indah.
Rancangan penelitian ini menggunakan metode survey dengan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya dan melibatkan 100 responden wisatawan nusantara yang berkunjung ke pantai Glagah Indah pada bulan Mei 2011. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan alat analisis regresi linier berganda yang terdiri dari uji F, uji t, koefisien regresi dan R2 (koefisien determinan) serta uji asumsi klasik (uji normalitas data, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel independen (daya tarik wisata, aksesbilitas, tarif, fasilitas dan informasi) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat wisatawan berkunjung di pantai Glagah Indah.
Laporan penelitian analisis pengaruh daya tarik wisata, aksesibilitas, fasili...anwani9
Waduk Sermo adalah waduk buatan satu-satunya yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kecuali dikenal sebagai tempat wisata juga merupakan sebuah sistem irigasi. Penelitian ini berusaha mengetahui seberapa jauh pengaruh obyek dan daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas dan tarif terhadap minat wisatawan berkunjung kembali ke Waduk Sermo.
Untuk mencapai tujuan tersebut menggunakan data primer dan purposive sampling, selanjutnya dianalisis dengan regresi linier berganda dengan 1 variabel dependen yaitu minat berkunjung kembali, dan 4 variabel independen yaitu ODTW, aksesibilitas, fasilitas dan tarif.
Hasilnya memberi indikasi bahwa daya tarik wisata, aksesibilitas, dan fasilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat wisatawan berkunjung kembali ke Waduk Sermo (α = 0,05 ) sedangkan tarif tidak berpengaruh.
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
Seri Penelitian Administrasi Negara
PKP2A III LAN Samarinda
Tahun 2010
(mendokumentasikan hasil kerja lebih 1 dekade yang lalu, sebagai salah satu legacy agar tetap bisa memberi kemanfaatan bagi publik)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Mar'atus Sholihah)Luhur Moekti Prayogo
Nama : Mar'atus Sholihah
NIM : 1310190004
Dosen Pengampu:
Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng
Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
2022
Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di KalimantanTri Widodo W. UTOMO
Seri Penelitian Administrasi Negara
PKP2A III LAN Samarinda
Tahun 2010
(mendokumentasikan hasil kerja lebih 1 dekade yang lalu, sebagai salah satu legacy agar tetap bisa memberi kemanfaatan bagi publik)
Makalah Port-Shipping Operation and Management (Mar'atus Sholihah)Luhur Moekti Prayogo
Nama : Mar'atus Sholihah
NIM : 1310190004
Dosen Pengampu:
Luhur Moekti Prayogo, S.Si., M.Eng
Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas PGRI Ronggolawe Tuban
2022
Pedoman Pelaksanaan Konstruksi Bangunan Dan Bukit Tes Tsunami - Buku 10 (1).pdf
Masterplandarat
1.
2. KATA PENGANTAR
g ransportasi darat merupakan moda transportasi yang paling
dominan di Indonesia dibandingkan moda tranportasi lainnya seperti
transportasi udara dan transportasi laut. Hal ini ditunjukkan dari data OD
Nasional 2001 yang menggambarkan bahwa ± 95% perjalanan
penumpang dan barang menggunakan moda transportasi darat. Besarnya
persentase tersebut merefleksikan tingginya ketergantungan penduduk
Indonesia terhadap moda transportasi ini. Oleh sebab itu, perencanaan pengembangan transportasi
darat menjadi prioritas utama dalam rangka pembangunan Indonesia secara keseluruhan.
Pengembangan transportasi darat dibutuhkan tidak hanya untuk mengatasi permasalahan transportasi
yang terjadi saat ini, tetapi juga untuk menjawab permasalahan transportasi yang diperkirakan muncul
di masa yang akan datang. Untuk itu perlu disusun suatu kerangka kebijakan pengembangan
transportasi darat dalam bentuk masterplan.
Penyusunan masterplan transportasi darat ini secara umum berisikan uraian tentang gambaran umum
kondisi Indonesia yang akan mempengaruhi rencana transportasi darat ke depan seperti kondisi
geografis Indonesia, kondisi demografi dan perkembangan sosial budaya, dan sebagainya. Selain itu ,
juga dikaji produk-produk perencanaan dan hukum yang terkait dengan perencanaan transportasi darat
ke depan seperti Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Sistem Transportasi Nasional, dan regulasi
terkait.
Kondisi transportasi darat di Indonesia yang meliputi moda jalan, kereta api, sungai danau dan
penyeberangan serta perkotaan, serta pola perjalanan transportasi darat yang terjadi saat ini, baik
untuk penumpang maupun barang juga diuraikan untuk memberikan gambaran kondisi transportasi
darat di Indonesia saat ini.
Secara detil gambaran umum transportasi darat di Indonesia ini, merupakan data dan informasi yang
menjadi dasar untuk menyusun rencana umum dan program pengembangan transportasi darat di
Indonesia.
Demikian kami persembahkan buku masterplan transportasi darat ini, kiranya buku ini dapat menjadi
pedoman bagi pemangku kebijakan dalam menyusun perencanaan transportasi darat lebih lanjut..
Jakarta, Mei 2005
DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
i
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar ..........................................................................................................................................................i
Daftar Isi ....................................................................................................................................................................ii
Daftar Tabel ..............................................................................................................................................................v
Daftar Gambar........................................................................................................................................................ viii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................................................................. I-1
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN.......................................................................................................................... I-3
1.3. METODE PELAKSANAAN ...................................................................................................................... I-3
BAB II
GAMBARAN UMUM INDONESIA
2.1. KONDISI GEOGRAFIS INDONESIA ..................................................................................................... II-1
2.2. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA ............................................................................................. II-3
2.3. KONDISI TRANSPORTASI DARAT SAAT INI .................................................................................... II-17
2.3.1. Transportasi Jalan .................................................................................................................. II-17
2.3.2. Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan ............................................................... II-27
2.3.3. Transportasi Perkotaan .......................................................................................................... II-34
2.4. POLA DAN BANGKITAN PERJALANAN TRANSPORTASI DARAT.................................................. II-43
2.4.1. Pola Perjalanan Penumpang ................................................................................................. II-44
2.4.2. Pola Perjalanan Barang ......................................................................................................... II-46
BAB III
ISU STRATEGIS TRANSPORTASI INDONESIA
3.1. KESELAMATAN TRANSPORTASI (TRANSPORT SAFETY).............................................................. III-1
3.2. DESENTRALISASI DAN TATA PEMERINTAHAN YANG BAIK .......................................................... III-3
3.3. KEBIJAKAN TARIF DAN SUBSIDI ....................................................................................................... III-6
3.4. KEBIJAKAN LINGKUNGAN .................................................................................................................. III-8
3.5. MUATAN LEBIH .................................................................................................................................. III-11
3.6. BACK LOG PEMELIHARAAN ............................................................................................................. III-17
3.7. PERAN SERTA SWASTA DALAM PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR............................................. III-17
ii
4. 3.8. PERSAINGAN ANTAR MODA TRANSPORTASI DAN INTEGRASI ANTAR MODA........................ III-20
3.9. STANDAR KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA............................................................................ III-23
3.10. PENGHEMATAN PENGGUNAAN BAHAN BAKAR MINYAK ............................................................ III-25
BAB IV
DASAR PENYUSUNAN RENCANA UMUM TRANSPORTASI DARAT
4.1. KAJIAN LITERATUR DAN REGULASI .................................................................................................IV-1
4.1.1. Kajian Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).....................................................IV-1
A. Sistem Jaringan Transportasi Jalan ..................................................................................IV-8
B. Sistem Jaringan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan..............................IV-10
4.1.2. Sistem Transportasi Nasional ...............................................................................................IV-12
4.1.3. Regulasi Transportasi Nasional ............................................................................................IV-17
4.1.4. Program Prioritas Pembangunan Nasional ..........................................................................IV-19
4.2. POLA PERJALANAN TRANSPORTASI DARAT DI MASA DATANG ...............................................IV-23
4.2.1. Skenario Perjalanan Transportasi Darat...............................................................................IV-23
4.2.2. Prediksi Perjalanan Transportasi Darat ................................................................................IV-30
4.3. ANALISIS SWOT .................................................................................................................................IV-34
4.4. KERANGKA PIKIR RENCANA UMUM TRANSPORTASI DARAT (MASTERPLAN)........................IV-50
BAB V
RENCANA UMUM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT
5.1. KEBIJAKAN UMUM ................................................................................................................................V-1
5.1.1. Visi dan Misi Pembangunan Transportasi Darat .....................................................................V-1
5.1.2. Tujuan.......................................................................................................................................V-1
5.1.3. Indikator Kinerja Transportasi Darat ........................................................................................V-2
5.2. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT .................................................................V-6
5.2.1. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Darat .................................................................V-6
5.2.2. Arah Pengembangan Berdasarkan Moda ...............................................................................V-8
5.2.3. Kebijakan Pembangunan Transportasi Darat........................................................................V-23
5.3. PROGRAM PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT ................................................................V-25
5.3.1. Program Pengembangan Transportasi Darat........................................................................V-25
5.3.2. Rencana Investasi Transportasi Darat...................................................................................V-29
iii
5. BAB VI
RENCANA UPEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH TRANSPORTASI DARAT
6.1. BIDANG LALU LINTAS ANGKUTAN JALAN RAYA.............................................................................VI-3
6.1.1. Permasalahan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya...................................................................VI-4
6.1.2. Sasaran Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan..............................................................VI-6
6.1.3. Arah Kebijakan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan ..................................................VI-7
6.1.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Lalu Lintas Angkutan Jalan.......................................VI-8
6.2. BIDANG ANGKUTAN SUNGAI, DANAU, DAN PENYEBERANGAN ................................................VI-12
6.3.1. Permasalahan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan...........................................VI-12
6.3.2. Sasaran Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan............................VI-13
6.3.3. Arah Kebijakan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan .....................................................................................................................VI-14
6.3.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau, dan
Penyeberangan .....................................................................................................................VI-15
Penutup.....................................................................................................................................................x
iv
6. DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Indonesia 2003 ..................................... II-2
Tabel 2. 2 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi per Propinsi Tahun 1998 dan 2002
berdasar Harga Konstan 1993 (PDRB dalam juta Rp,pertumbuhan dalam %)......................... II-3
Tabel 2. 3 PDB Menurut Pengeluaran, PNB, dan Pendapatan Nasional Indonesia
2001-2003 berdasarkan Harga Konstan 1993 (PDB, PNB, Pendapatan
Nasional dalam milyar, pertumbuhan dalam %)......................................................................... II-5
Tabel 2. 4 Kontribusi Komponen-Komponen Pengeluaran terhadap Total PDRB per
Propinsi Tahun 1996 dan 2001 (dalam persentase) .................................................................. II-5
Tabel 2. 5 PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2001
– 2003 berdasarkan Harga Konstan 1993 (PDB dalam milyar Rp.,
pertumbuhan dalam %)............................................................................................................... II-7
Tabel 2. 6 Kontribusi Sektoral PDRB per Propinsi Tahun 2001 (cetak tebal
menandakan kontribusi sektor utama dalam setiap propinsi) ................................................... II-9
Tabel 2. 7 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tahun 2000-2003 ...................................................... II-11
Tabel 2. 8 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha
1999-2003 (Miliar Rupiah)......................................................................................................... II-12
Tabel 2. 9 PDB Atas Dasar Harga Konstan 1993 menurut Lapangan Usaha 1999-2003
(Miliar Rupiah) ........................................................................................................................... II-13
Tabel 2. 10 Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku ................................................................... II-14
Tabel 2. 11 Kerusakan Jaringan Jalan Nasional (2002).............................................................................. II-17
Tabel 2. 12 Kondisi Kecepatan, IRI, dan VC Ratio Jalan Tahun 2002........................................................ II-21
Tabel 2. 13 Road User Cost pada Seluruh Jaringan (Nasional, Propinsi, dan Non Status)
per hari....................................................................................................................................... II-22
Tabel 2. 14 Perkembangan Armada Bus AKAP .......................................................................................... II-26
Tabel 2. 15 Kondisi Usia Sarana Kereta Api (September 2002) ................................................................. II-30
Tabel 2. 16 Lokomotif Berdasarkan Umur ................................................................................................... II-30
Tabel 2. 17 Jumlah Perlintasan Sebidang di Jawa dan Sumatera Tahun 2001 ......................................... II-33
Tabel 2. 18 Kelambatan dan Ketepatan Waktu Rata-Rata Pelayanan KA (1999-2003) ............................ II-33
Tabel 2. 19 Perkembangan Produksi Jasa Angkutan KA 1999-2003 ......................................................... II-34
Tabel 2. 20 Perkembangan Angkutan penumpang KA 1995-2002 (orang) ................................................ II-35
Tabel 2. 21 Perkembangan Angkutan Barang KA 1998-2002 (ribu ton)..................................................... II-36
Tabel 2. 22 Dermaga dan Alur Pelayaran Sungai dan Danau .................................................................... II-38
Tabel 2. 23 Jumlah Kapal SDP yang Beroperasi......................................................................................... II-39
Tabel 2. 24 Jumlah Kapal SDP Berdasarkan Kepemilikan ......................................................................... II-39
Tabel 2. 25 Jumlah Kapal SDP Berdasarkan Klasifikasi Umur Kapal dan Kepemilikan............................. II-40
Tabel 2. 26 Produktivitas Beberapa Pelabuhan Penyeberangan Utama (tahun 2003) .............................. II-41
v
7. Tabel 2. 27 Jumlah Armada Angkutan Air di Kalimantan Barat .................................................................. II-43
Tabel 2. 28 Penurunan Volume angkutan Barang dan Orang pada Transportasi Air di
Kalimantan Barat....................................................................................................................... II-43
Tabel 2. 29 Rasio Panjang Jalan dengan Jumlah Penduduk...................................................................... II-45
Tabel 2. 30 Total Jaringan Kereta Api Jabotabek........................................................................................ II-46
Tabel 2. 31 Jalur Pelayanan Kereta Api Jabotabek..................................................................................... II-46
Tabel 2. 32 Aktivitas Lalulintas di Wilayah Perkotaan Juta Kend-km Pertahun, 1997 ............................... II-47
Tabel 2. 33 Jumlah Penumpang Juta Penumpang-Km Pertahun, 1997..................................................... II-48
Tabel 3. 1 Perkiraan Angka Kecelakaan dan Korban Kecelakaan Tahun 2002 ........................................ III-2
Tabel 3. 2 Perkembangan Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 1999-2003 ......................................... III-2
Tabel 3. 3 Indeks Kecelakaan per 100.000 Orang per Tahun ................................................................... III-2
Tabel 3. 4 Indeks Kecelakaan per 10.000 Kendaraan per Tahun.............................................................. III-2
Tabel 3. 5 Data Kecelakaan KA/Peristiwa Luar Biasa Hebat (PLH) .......................................................... III-3
Tabel 3. 6 Perkembangan Angkutan Penyeberangan Perintis................................................................... III-9
Tabel 3. 7 Emisi CO2 oleh Berbagai Sektor di Indonesia ........................................................................ III-10
Tabel 3. 8 Kondisi Udara di Sepanjang Rencana Lokasi MRT di DKI Jakarta (2000)............................. III-11
Tabel 3. 9 Deficit Design Life Cost (DDLC) .............................................................................................. III-13
Tabel 3. 10 Data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR)................................................................................. III-16
Tabel 3. 11 Jenis Rel Berdasarkan Tipe dan Tahun Pemasangan............................................................ III-19
Tabel 3. 12 Kompetisi Antar Moda Trayek Jurusan Jakarta-Surabaya...................................................... III-23
Tabel 3. 13 Karakteristik Moda.................................................................................................................... III-24
Tabel 3. 14 Rekapitulasi Biaya Operasi Angkutan Umum Berbagai Ukuran dan Jenis ............................ III-29
Tabel 4. 1 Peraturan yang Terkait dengan Transportasi Darat Nasional.................................................IV-18
Tabel 4. 2 Arus Kunjungan Wiisatawan Mancanegara (Wisman) ............................................................IV-24
Tabel 4. 3 Perkiraan Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk di
Indonesia,1999-2000................................................................................................................IV-26
Tabel 4. 4 Migrasi Tetap dan Pertumbuhan Migrasi.................................................................................IV-27
Tabel 4. 5 Prediksi Pertumbuhan Perjalanan Penumpang Angkutan Darat Dalam
Negeri (2010-2020) ..................................................................................................................IV-28
Tabel 4. 6 Prediksi Pertumbuhan Perjalanan Angkutan Barang Darat Dalam Negeri
(2010-2020) ..............................................................................................................................IV-31
Tabel 4. 7 Resume Bangkitan dan Tarikan Penumpang Dalam Negeri ..................................................IV-32
Tabel 4. 8 Resume Bangkitan dan Tarikan Barang Dalam Negeri ..........................................................IV-32
Tabel 4. 9 Resume Bangkitan dan Tarikan Penumpang Dalam Negeri Skenario 2................................IV-34
Tabel 4. 10 Resume Bangkitan dan Tarikan Barang Dalam Negeri Skenario 2........................................IV-34
Tabel 4. 11 Koridor dengan Pergerakan Penumpang Terbesar.................................................................IV-35
Tabel 4. 12 Koridor dengan Pergerakan Barang Terbesar ........................................................................IV-35
vi
8. Tabel 5. 1 Rencana Program Transportasi Jalan ......................................................................................V-29
Tabel 5. 2 Rencana Program Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan....................................V-31
Tabel 5. 3 Rencana Program Perkotaan....................................................................................................V-32
Tabel 5. 4 Resume Strategi Dasar Pembiayaan Sektor Perhubungan Darat...........................................V-34
Tabel 5. 5 Rencana Investasi Transportasi Jalan......................................................................................V-36
Tabel 5. 4 Rencana Investasi Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan ...................................V-40
Tabel 5. 4 Rencana Investasi Transportasi Perkotaan..............................................................................V-43
vii
9. DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Paradigma Berpikir Penyusunan Masterplan Transportasi Darat ..................................... I-5
Gambar 2. 1 Kesenjangan Pendapatan Perkapita Penduduk Perkotaan dan Perdesaan .................. II-15
Gambar 2. 2 Perbandingan Pengeluaran Rata-rata Penduduk Perkotaan dan Perdesaan Tiap-
tiap Propinsi ...................................................................................................................... II-16
Gambar 2. 3 Perbandingan Prosentase Pengeluaran antara Penduduk Perkotaan dan
Perdesaan di Indonesia.................................................................................................... II-16
Gambar 2. 4 Peta Jaringan Jalan Berdasarkan Status......................................................................... II-18
Gambar 2. 5 Kondisi Kerusakan Jalan Nasional dan Propinsi Per Wilayah 2001 ............................... II-19
Gambar 2. 6 Kondisi Jalan Nasional – Propinsi (1997-2002)............................................................... II-20
Gambar 2. 7 Biaya Operasi Kendaraan (BOK) Total (1992-2002) ....................................................... II-22
Gambar 2. 8 Panjang Jalan Tol Milik PT. Jasa Marga.......................................................................... II-23
Gambar 2. 9 Volume Lalu Lintas dan Pendapatan Jalan Tol Tahun 2002........................................... II-24
Gambar 2. 10 Volume Lalu Lintas Jalan Tol Tahun 2002....................................................................... II-25
Gambar 2. 11 Perkembangan Jumlah Armada Lalu Lintas Angkutan Jalan (1999-2003)..................... II-26
Gambar 2. 13 Produksi angkutan Penyeberangan ................................................................................. II-31
Gambar 2. 14 Jaringan Jalan dan Sungai di Kalimantan Barat.............................................................. II-32
Gambar 2. 15 Komposisi Jumlah Kota 2002 dan Estimasi 2020............................................................ II-34
Gambar 2. 16 Jumlah Kendaraan per 1000 Penduduk, 1997 ................................................................ II-34
Gambar 2. 17 Pembagian Moda Transportasi di Kota Batam, Palembang dan Yogyakarta................. II-38
Gambar 2. 18 Distribusi Waktu Perjalanan di Kota Batam, 2002. .......................................................... II-39
Gambar 2. 19 Distribusi Waktu Perjalanan di Kota Palembang, 2002 ................................................... II-40
Gambar 2. 20 Distribusi Waktu Perjalanan di Kota Yogyakarta, 2002 ................................................... II-40
Gambar 2. 21 Hubungan antara Harga Lahan dengan Jarak dari Pusat Kota di Kota Palembang ...... II-41
Gambar 2. 22 Hubungan antara Harga Lahan dengan Jarak dari Pusat Kota di Kota Padang ............ II-42
Gambar 2. 23 Hubungan antara Harga Lahan dengan Jarak dari Pusat Kota di Kota Yogyakarta ...... II-42
Gambar 2. 24 Proporsi Penggunaan Moda Darat-Laut-Udara ............................................................... II-44
Gambar 2. 25 Garis Keinginan Perjalanan Penumpang (pnp/tahun), 2001........................................... II-44
Gambar 2. 26 Komposisi Perjalanan Penumpang Internal dan Eksternal Propinsi ............................... II-45
Gambar 2. 27 Distribusi Jarak Perjalanan Penumpang Antar Propinsi, dalam km relatif ...................... II-46
Gambar 2. 28 Garis Keinginan Perjalanan Barang (ton/tahun), 2001.................................................... II-47
Gambar 2. 29 Distribusi Jarak Perjalanan Barang Antar Propinsi, dalam km relatif.............................. II-48
viii
10. Gambar 3. 1 Kerugian Akibat Muatan Lebih ........................................................................................ III-11
Gambar 3. 2 Nilai MST di Beberapa Negara........................................................................................ III-13
Gambar 3. 3 Ilustrasi Beban OIIerload Kendaraan Truk yang Bermuatan Kayu ................................ III-14
Gambar 3. 4 Karakteristik Lalulintas di Ruas Sikijang Mati – Simpang Japura................................... III-15
Gambar 3. 5 Persentase Tipe Keterlibatan Swasta di Proyek Jalan................................................... III-19
Gambar 3. 6 Kualitas SDM dari Sisi Pemerintah (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat) - 2004 .. III-24
Gambar 4. 1 Perkembangan Jumlah Penduduk Perkotaan dari 1980, 1990 dan 2000........................IV-1
Gambar 4. 2 Contoh Perkembangan Perkotaan di DKI Jakarta dan Sekitarnya ..................................IV-3
Gambar 4. 3 Rencana Pengembangan Pelabuhan sebagai Simpul Transportasi Laut Tahun
2020 ...................................................................................................................................IV-5
Gambar 4. 4 Rencana Pengembangan Bandar Udara sebagai Simpul Transportasi Udara Tahun
2020 ...................................................................................................................................IV-7
Gambar 4. 5 Rencana Sistem Jaringan Jalan Nasional dan Propinsi...................................................IV-9
Gambar 4. 6 Rencana Pengembangan Jaringan Penyeberangan tahun 2020 ..................................IV-11
Gambar 4. 7 Rencana Sistem Jaringan Jalan Rel dan Propinsi..........................................................IV-11
Gambar 4. 8 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin.......................................................................IV-20
Gambar 4. 9 Asumsi Distribusi Perjalanan Penumpang Angkutan Darat 2001-2010 (atas) dan
2010-2020 (bawah)..........................................................................................................IV-27
Gambar 4. 10 Asumsi Distribusi Perjalanan Angkutan Barang Angkutan Darat 2001-2010 (atas)
dan 2010-2020 (bawah) ..................................................................................................IV-29
Gambar 4. 11 Kerangka Pikir Penyusunan Masterplan Transportasi Darat..........................................IV-52
Gambar 5. 1 Proporsi Pembiayaan untuk Transportasi Darat..............................................................V-32
ix
11. BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luasan mencapai 9,8 juta km2 (termasuk perairan) dan jumlah
penduduk yang cukup besar yaitu 215,28 juta jiwa (tahun 2003). Dengan jumlah penduduk demikian besarnya,
maka sangat wajar apabila perjalanan penumpang dan barang yang dibangkitkan sangat besar jumlahnya. Hal
tersebut dapat ditunjukkan dari hasil Survei O-D Nasional tahun 2001 (Departemen Perhubungan), yang
menunjukkan angka 3,8 milyar perjalanan penumpang per tahun untuk perjalanan antar kabupaten, yang
meliputi matra darat, laut dan udara. Hal yang sama juga terjadi pada perjalanan barang yang menunjukkan
angka 2,4 milyar ton per tahun untuk ketiga matra dan pada tataran antar kabupaten (belum termasuk
perjalanan internal kabupaten/kota). Jumlah yang luar biasa besarnya tersebut untuk saat ini masih didominasi
oleh transportasi darat dengan prosentase sebesar 99% untuk penumpang dan 97% untuk barang.
Dominasi volume perjalanan juga masih terjadi di Pulau Jawa dengan angka sebesar 2,8 milyar perjalanan atau
74% dari total perjalanan yang terjadi. Khusus untuk perjalanan penumpang di Pulau Jawa sebesar 1,2 milyar
perjalanan per tahun (di luar perjalanan internal propinsi). Apabila dilihat pada perjalanan antar gugus pulau
secara total berjumlah 118 juta perjalanan/tahun diluar perjalanan internal pulau, atau hanya sebesar 3,14%
dari keseluruhan total perjalanan penumpang transportasi darat (3,8 milyar perjalanan/tahun).
Indonesia memiliki panjang jalan sebesar lebih dari 300.000 km yang merupakan terbesar di antara negara-
negara Asia Tenggara, tetapi 40% diantaranya dilaporkan mengalami rusak ringan dan berat dan terdapat
kebutuhan pembiayaan jalan sampai 1,5 kali lebih banyak dari pembiayaan saat ini. Berdasar prediksi tahun
2001 biaya perjalanan yang ditanggung pengguna jalan mencapai Rp. 1,55 trilliun per hari (SEPM-IRMS) dan
apabila terus berlanjut, dikhawatirkan biaya ini akan mengganggu kegiatan investasi di sektor ekonomi lainnya
yang memerlukan dukungan jasa prasarana. Apabila dilihat dari data beberapa tahun terakhir dapat dilihat
bahwa biaya perjalanan tiap pengguna jalan per kilometer tidak pernah turun selama 5 tahun terakhir.
Sedangkan apabila dilihat dari tingkat keselamatan yang dilaporkan, terdapat kecenderungan pengurangan
jumlah kecelakaan, meskipun diperkirakan masih terdapat cukup banyak kasus yang tidak dilaporkan (under
reporting accident).
Masterplan Transportasi Darat
Bab I - 1
12. Jalan tol yang dimiliki PT. Jasa Marga mengalami peningkatan panjang hingga 369,78 km di tahun 2002 dan
total panjang jalan tol mencapai 514,7 km, meskipun demikian volume lalulintas dan pendapatan tol
menunjukkan grafik penurunan secara relatif pasca krisis moneter tahun 1997. Permasalahan lain yang muncul
adalah timbulnya hambatan regulasi serius dalam mendorong kembalinya investasi swasta.
Panjang sungai di Indonesia mencapai 34.342 km dari 214 buah sungai dan panjang sungai yang dapat dilayari
adalah sepanjang 23.255 km, itupun seringkali mengalami pengurangan kerana pengaruh musim. Angkutan
sungai seringkali merupakan satu-satunya alternatif bagi mereka yang tinggal di daerah terisolasi sehingga
merupakan instrumen penting dalam menanggulangi kemiskinan. Di lain sisi angkutan sungai merupakan
angkutan barang yang efisien dan berbiaya murah namun sekali lagi masih tergantung dari siklus musim
dimana panjang yang dapat dilayari akan berkurang sangat signifikan di musim kemarau. Armada angkutan
sungai saat ini mengalami penurunan sangat signifikan dengan adanya kebijakan daerah untuk
mengembangkan jaringan jalan sejajar sungai. Disisi lain masalah pembiayaan swasta yang semakin menurun
karena sulitnya akses kredit kapal, mengakibatkan semakin tingginya resiko swasta dan implikasinya terhadap
keselamatan pelayaran.
Transportasi perkotaan mengalami permasalahan sangat serius akibat dari tekanan migrasi desa ke kota
hingga pembiayaan transportasi yang sangat kompleks. Namun demikian, lebih penting lagi bahwa
kesenjangan infrastruktur dan sarana transportasi antar desa dan kota mengakibatkan hambatan
pembangunan dan mendorong migrasi desa-kota. Pertumbuhan urbanisasi saat ini berada diatas angka 1%
per-tahun. Pada tahun 1980, jumlah penduduk propinsi yang tinggal di perkotaan adalah 22,3%. Angka ini
mencapai 30,9% tahun 1990 dan 42,4% tahun 2000. Dengan rendahnya daya beli masyarakat, konsep rational
pricing menjadi tidak mudah diterapkan di pelayanan transportasi perkotaan. Angkutan umum mengalami
tekanan sangat berat akibat tingkat motorisasi yang tinggi dan diperkirakan terdapat penurunan pangsa pasar
angkutan umum perkotaan sebesar 1% tiap tahun. Terjadinya pengurangan ruang publik dan fasilitas pejalan
kaki yang terbatas juga mengakibatkan semakin kurang dihormatinya hak-hak pemakai ruang jalan secara adil.
Ketersediaan akses transportasi perkotaan bagi penderita cacat, orang tua, wanita dan anak-anak masih
dibawah harapan dibandingkan kota-kota besar lain di Asia Timur dan Tenggara.
Transportasi perdesaan dan di daerah terpencil semakin tidak diperhatikan, padahal 62% atau 162 juta
penduduk Indonesia hidup di pedesaan dan 59% atau 159 juta jiwa hidup di Pulau Jawa, dengan kepadatan
2.077 jiwa/km2 di Pulau Jawa dan 110 jiwa/km2 di luar Pulau Jawa. Hasil penelitian PSP (2000) menunjukkan
bahwa angkutan ini bertanggung jawab terhadap 10 – 25% harga komoditi pertanian non korporasi yang
menjadi tumpuan pengentasan kemiskinan di daerah perdesaan. Pemerintah saat ini telah memberikan subsidi
dalam bentuk transportasi keperintisan - baik transportasi darat, udara maupun laut. Pemberian subsidi tidak
memberikan pull effect yang diharapkan karena tidak diimbangi dengan upaya pengembangan ekonomi
daerah. Disisi lain penyediaan transportasi sederhana memiliki dilemma yang cukup berat yaitu antara akses
Masterplan Transportasi Darat
Bab I - 2
13. masyarakat ke sarana angkutan dan standar keselamatan yang dipersyaratkan, dan juga masih kurang
memperhatikan kebutuhan masyarakat, terutama kaum wanita untuk meringankan beban angkutan bagi
kebutuhan dasar di sekitar tempat tinggal mereka.
Dalam upaya untuk mengantisipasi dan memenuhi tuntutan atas permasalahan-permasalahan fundamental
tersebut, maka perlu disusun Master Plan Transportasi Darat guna memberikan gambaran dalam rangka
menyusun pengembangan transportasi darat di tingkat pusat maupun daerah sehingga terbina harmonisasi dan
sinkronisasi dalam perumusan kebijakan dan penyusunan program perwujudannya. Penyusunan dokumen
Master Plan Perhubungan Darat tersebut memuat rencana makro transportasi darat (Master Plan) yang
meliputi Kebijakan Transportasi Darat secara umum, kebijakan Moda Jalan dan Kebijakan Moda Angkutan
Sungai Danau dan Penyeberangan
Rencana Umum Transportasi Darat Indonesia memuat:
a. Kebijakan Pengembangan Transportasi Darat
b. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Darat
c. Arah Pengembangan Berdasarkan Moda (Transportasi Jalan; Sungai, Danau dan Penyeberangan;
Perkotaan)
d. Kebijakan Pembangunan Transportasi Darat
e. Program Pengembangan Transportasi Darat serta Rencana Investasi
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN STUDI
Maksud penyusunan Masterplan Transportasi Darat adalah menyusun Masterplan Perhubungan Darat yang
bersifat nasional.
Tujuan yang ingin dicapai dari studi ini adalah diperolehnya pedoman dan acuan bagi instansi terkait di tingkat
pemerintah Pusat dan Daerah, dalam melakukan perencanaan transportasi darat.
1.3. METODE PELAKSANAAN
Masterplan Transportasi Darat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah perencanaan yang mencakup
kebijakan transportasi darat secara umum dan mengakomodasi berbagai aspirasi baik yang bersifat bottom-up
planning (aspirasi daerah) dan top down planning (SISTRANAS). Perencanaan yang baik merupakan suatu
rangkaian proses yang berkelanjutan dan memiliki gabungan dari sifat intuitif dan sifat analitik. Dalam
kenyataannya, baik intuitif maupun analitis merupakan sesuatu yang diperlukan bagi perencanaan yang efektif.
Masterplan Transportasi Darat
Bab I - 3
14. Perencanaan dalam jangka waktu tertentu yang juga fleksibel terhadap perubahan yang terjadi akan
memberikan manfaat yang lebih optimal karena hal itu akan menjadi semacam payung kebijakan yang
memberikan arah kemana perencanaan transportasi darat akan dibawa.
Paradigma berpikir yang dipergunakan untuk menyusun Masterplan Transportasi Darat secara skematis
disajikan dalam Gambar 1.1. Paradigma berpikir yang dipergunakan akan difokuskan pada:
1. visi dan misi pembangunan di Indonesia
2. sistem transportasi nasional
3. hasil pemodelan yang sesuai dengan skenario ekonomi dan rencana transportasi
4. program transportasi
5. kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan
6. strategi implementasi program transportasi
Pembangunan transportasi darat merupakan sebagian dari pembangunan transportasi secara keseluruhan dan
merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembangunan nasional. Pembangunan transportasi dilaksanakan
sebagai dukungan terhadap pembangunan nasional yang berkelanjutan dengan memperhatikan beberapa
aspek yang meliputi pembangunan ekonomi dan investasi, keadilan (equity) serta keamanan dan keselamatan.
Ketiga aspek tersebut diwujudkan dalam kebijakan dan kerangka kerja regulasi yang dalam operasionalnya
diwujudkan dengan instrumen dan pendekatan. Sebagai masukan dalam penyusunan instrumen dan
pendekatan tersebut adalah tingkat permintaan untuk mobilitas dan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Instrumen dan pendekatan yang digunakan dijabarkan melalui masing-masing direktorat di bawah Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, yang meliputi:
1. Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP),
2. Bina Sistem Transportasi Perkotaan,
3. Lalulintas dan Angkutan Jalan,
4. Keselamatan dan,
5. Cross Cutting Instrument.
Dalam penerapan instrumen dan pendekatan tersebut dibutuhkan pemilihan/prioritas dengan memperhatikan
berbagai hambatan yang yang meliputi:
1. birokrasi/kelembagaan,
2. pembiayaan pembangunan,
3. peran serta dan mekanisme partisipasi,
4. kualitas sumber daya manusia, dan,
5. private sector development.
Masterplan Transportasi Darat
Bab I - 4
15. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah pemilihan strategi dan tindak lanjut kegiatan dalam bentuk
implementasi di lapangan. Implementasi tersebut dilakukan monitoring dan evaluasi secara terus menerus
sehingga akan menghasilkan keluaran yang diharapkan.
Gambar 1.1 Paradigma berpikir penyusunan Materplan Transportasi Darat
Hak Asasi Pembangunan
M anusia Manusia
Berkelanjutan
Good
Governance
PERMINTAAN TRANSPORTASI PENYEDIAAN TRANSPORTASI
Dinamika dan Keberadaan dan
trend pasar karakteristik wilayah
kepulauan
Kompetisi dan
Sumberdaya alam,
kompetensi pasar
sosial budaya
Segmentasi dan
Aksesibilitas sarana
perilaku pasar
dan prasarana
dll Kualitas pelayanan
dll
ISU - ISU
STRATEGIS
VISI
Monitoring
MISI
Perubahan
dan dampak
TUJUAN
INDIKATOR TARGET
ANALISIS SWOT
EVALUASI
KEBIJAKAN INDIKATOR
TARGET
Gambar 1. 1 Paradigma Berpikir dalam Perencanaan Transportasi
PROGRAM
Masterplan Transportasi Darat
Bab I - 5
16. BAB II
GAMBARAN UMUM INDONESIA
2.1. KONDISI GEOGRAFIS INDONESIA
Indonesia terletak antara 6°08’ LU dan 11°15’ LS dan antara 94°45’ BT dan 141°05’ BT. Secara umum
Indonesia masuk dalam negeri beriklim tropis dengan dua musim utama yaitu musim kemarau dan musim
penghujan, dengan beberapa puncak pegunungan diliputi salju. Dengan dua musim ini Indonesia cukup
beruntung dilihat dari penyediaan transportasi yang lebih sederhana dibandingkan dengan negara-negara yang
memiliki 4 (empat) musim yang lebih kompleks dalam penyediaan prasarana dan sarana transportasi.
Luasan perairan merupakan komponen yang dominan sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Bahari
dengan luas lautnya sekitar 7,9 juta km2 (termasuk daerah Zone Ekonomi Exclusive) atau 81% dari luas
keseluruhan Indonesia. Daratan Indonesia hanya mempunyai luas lebih dari 1,9 juta km2 terbagi-bagi dalam
ribuan pulau dengan puluhan atau mungkin ratusan gunung api dan sungai. Sehubungan dengan letak Negara
Indonesia yang dikelilingi beberapa samudra, serta banyak terdapat gunung berapi yang masih aktif,
menyebabkan Indonesia sering dilanda gempa dan banyak lokasi yang menjadi daerah sesar dan rawan
longsor. Kondisi yang bergunung-gunung memberikan implikasi pada penyediaan infrastruktur transportasi yang
lebih rumit, dengan desain geometrik yang lebih beragam. Kondisi alinemen horisontal dan vertikal yang
cenderung tidak lurus dan datar akan banyak mewarnai penyediaan infrastruktur jalan di Indonesia.
Kondisi negara Indonesia yang terbagi-bagi dalam ribuan pulau menjadikan keunikan tersendiri dimana
hubungan antara satu pulau dengan yang lain akan didominasi oleh angkutan penyeberangan sebagai jembatan
penyambung prasarana transportasi darat. Karakteristik lain yang muncul adalah terjalinnya hubungan/interaksi
yang lebih kuat di dalam pulau-pulau besar dan interaksi antar pulau yang kuat untuk wilayah kepulauan yang
muncul karena kondisi lingkungan geografisnya.
Di sisi lain posisi Indonesia yang berada pada lintasan antara dua samudera dan dua benua serta terletak pada
jalur pedagangan dunia memberikan implikasi pada tingginya volume lalu lintas udara dan laut. Untuk
transportasi darat, penetapan jalur utama Sumatera-Jawa-Bali sebagai jalur Asian Highway belum secara efektif
dimanfaatkan, begitu juga dengan ASEAN Highway yang terhubungkan sampai Kalimantan dan Sulawesi.
Demikian juga dengan rencana pengembangan Trans-Asian Railway yang direncanakan untuk jalur utama akan
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 1
17. menghubungkan dari Turki sampai dengan Singapura (14.000 km), dan masih mungkin dikembangkan ke Eropa
dan Afrika. Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya termasuk dengan negara-negara di Indochina
termasuk dalam pengembangan sub-koridor Trans-Asian Railway.
Indonesia sejak tahun 2001 telah terbagi menjadi 30 propinsi dengan tambahan 4 (empat) propinsi, yaitu
Kepulauan Bangka Belitung, Banten, Gorontalo, dan Maluku Utara (sejak 1999 Timor Timur tidak lagi menjadi
bagian Indonesia). Pada tahun 2003 propinsi-propinsi tersebut secara keseluruhan terdiri dari 348 kabupaten, 92
kota, 4.994 kecamatan dan 70.921 desa (lihat Tabel 2.1).
Tabel 2. 1 Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi di Indonesia 2003
Persentase
Luas Area Banyaknya Banyaknya Banyaknya Banyaknya
Propinsi/Pulau terhadap luas
(km2) kabupaten kota kecamatan desa
total (%)
Sumatera 480.847 25,43 101 31 1.319 22.777
Jawa 127.569 6,75 83 32 1.996 24.965
Bali, Nusa Tenggara 73.137 3,87 30 4 320 4.009
Kalimantan 574.194 30,37 43 9 454 6.326
Sulawesi 191.671 10,14 51 10 609 7.668
Maluku & Papua 443.336 23,45 40 6 296 5.176
Indonesia 1.890.754 100,00 348 92 4.994 70.921
Sumber: Statistik Indonesia, 2003
Seluruh daerah tersebut harus dapat dijangkau oleh pelayanan transportasi, baik darat, laut maupun udara.
Pemerintah berkewajiban menyediakan infrastruktur dan membentuk jaringan transportasi yang akan dapat
menghubungkan seluruh simpul kegiatan masyarakat, sehingga dapat memberikan kesejahteraan pada
rakyatmya. Jawa dan Sumatera masih menjadi pusat kegiatan utama, yang ditunjukkan dengan jumlah kota
kecamatan yang lebih banyak dengan luas wilayah yang lebih kecil, sehingga penyediaan infrastruktur
transportasi akan mengikuti kebutuhan kegiatan yang ditunjukkan dengan banyaknya kota kecamatan yang
dimiliki.
2.2. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 2
18. Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang mempunyai trickle down impact terhadap sektor-sektor
yang lain. Ini berarti pembangunan sektor transportasi secara langsung maupun tidak langsung akan
memberikan dampak yang sangat sigifikan terhadap pengembangan sektor-sektor yang lain. Salah satu
indikator dari peningkatan pembangunan transportasi adalah efisiensi terhadap biaya operasi kendaraan
masing-masing pelaku transportasi. Semakin rendah biaya operasi kendaraan maka akan semakin besar margin
perdagangan yang diperoleh. Dengan demikian pendapatan yang diterima masing-masing individu akan
meningkat yang juga akan meningkatkan kemakmuran. Dengan peningkatan kemakmuran dari masing-masing
individu akan meningkatkan daya beli pada sektor-sektor yang lain. Peningkatan kemakmuran ini secara
langsung akan meningkatkan tingkat konsumsi dari masing-masing individu tersebut sehingga menciptakan
demand yang harus dipenuhi oleh produsen (produksi meningkat). Peningkatan produksi secara keseluruhan
akan menggerakkan perekonomian yang tercermin dalam peningkatan Produk Domestik Regional Brutto
(PDRB).
Kondisi perekonomian nasional semenjak tahun 1999 telah kembali tumbuh secara positif, setelah sempat
mengalami kontraksi tajam sebesar 13,1% pada tahun 1998 (Tabel 2.2).
Tabel 2. 2 PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi per Propinsi Tahun 1998 dan 2002 berdasar Harga Konstan
1993 (PDRB dalam juta Rp., pertumbuhan dalam %)
Pertumbuhan % thd PDB Pertumbuhan % thd PDB
Propinsi PDRB 1998 PDRB 2002
1997 – 1998 1998 2001 – 2002 2002
Nangroe Aceh Darussalam -9,26% 10.384.958 2,76% 0,13 9..249.480 2,17%
Sumatera Utara -10,9% 22.332.690 5,93% 4,04 25.918.696 6,07%
Sumatera Barat -6,78% 7.458.576 1,98% 4,29 8.503.928 1,99%
Riau -3,86% 19.644.474 5,22% 4,40 23.544.880 5,52%
Jambi -5,41% 3.091.527 0,82% 3,45 3.636.903 0,85%
Sumatera Selatan -6,81% 13.239.321 3,52% 3,54 12.749.219 2,99%
Bangka Belitung - - - 4,74 2.070.432 0,49%
Bengkulu -77,35% 1.631.372 0,43% 4,32 1.892.935 0,44%
Lampung -6,95% 6.701.179 1,78% 5,15 7.816.357 1,83%
DKI Jakarta -17,49% 57.380.516 15,25% 3,87 64.259.075 15,06%
Jawa Barat -17,77% 58.847.841 15,64% 3,93 60.096.782 14,08%
Banten - - - 5,05 18.216.573 4,27%
Pertumbuhan % thd PDB Pertumbuhan % thd PDB
Propinsi PDRB 1998 PDRB 2002
1997 – 1998 1998 2001 – 2002 2002
Jawa Tengah -11,74% 38.065.273 10,11% 3,44 43.759.541 10,25%
DI Yogyakarta -11,18% 4.777.199 1,27% 3,38 5.357.669 1,26%
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 3
19. Jawa Timur -16,12% 54.398.897 14,45% 3,41 60.754.056 14,24%
Bali -4,04% 7.250.948 1,93% 3,15 8.021.669 1,88%
Kalimantan Barat -4,71% 6.879.361 1,83% 2,01 7.559.183 1,77%
Kalimantan Tengah -6,92% 3.993.187 1,06% 3,27 4.341.375 1,02%
Kalimantan Selatan -5,53% 5.890.821 1,57% 3,07 6.869.600 1,61%
Kalimantan Timur -0,76% 20.514.623 5,45% 4,29 24.521.451 5,75%
Sulawesi Utara -28,91% 2.677.888 0,71% 3,96 3.490.692 0,82%
Gorontalo - - - 6,42 1.030.221 0,24%
Sulawesi Tengah -3,96% 2.225.138 0,59% 5,41 2.643.128 0,62%
Sulawesi Selatan -5,33% 9.366.229 2,49% 4,61 11.092.996 2,60%
Sulawesi Tenggara -5,78% 1.549.033 0,41% 6,49 1.880.970 0,44%
Nusa Tenggara Barat -3,07% 3.259.977 0,87% 3,69 4.946.937 1,16%
Nusa Tenggara Timur -2,73% 2.758.906 0,73% 5,96 3.287.944 0,77%
Maluku -5,93% 2.902.761 0,77% 2,95 1.314.720 0,31%
Maluku Utara - - - 2,17 891.160 0,21%
Papua 12,72% 8.456.232 2,25% 8,71 8.916.759 2,09%
INDONESIA -13,13% 376.374.853 3,66 426.740.546 100,00%
Sumber: PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1997 – 2000, (Jakarta: Badan Pusat Statistik,
2001), PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1999 – 2001, (Jakarta: Badan Pusat
Statistik, 2002), Statistik Indonesia 2003 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2004)
Meskipun demikian, rata-rata pertumbuhan dalam empat tahun terakhir ini ternyata masih berada di bawah rata-
rata pertumbuhan dalam lima tahun menjelang krisis, yang pernah mencapai 7,5%.
Pertumbuhan investasi pada masa pemulihan ternyata masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pada
masa sebelum krisis. Dalam periode 2001-2003, rata-rata pertumbuhan tahunan investasi bernilai negatif, yaitu
sebesar –3,1% (Tabel 2.3).
Tabel 2. 3 PDB Menurut Pengeluaran, PNB, dan Pendapatan Nasional Indonesia 2001-2003
berdasarkan Harga Konstan 1993 (PDB, PNB, Pendapatan Nasional dalam milyar,
pertumbuhan dalam %)
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 4
20. Pertumbuhan Pertumbuhan
Jenis Pengeluaran 2001 2002 2002
2001-2002 2001-2002
Konsumsi Rumah Tangga 285.674,7 3,81% 296.559,3 4,02% 308.477,4
Konsumsi Pemerintah 31.351,5 12,79% 35.362,4 9,84% 38.842,8
Investasi 82.154,9 -5,27% 77.828,4 -0,89% 77.133,9
a. Pembentukan Modal Tetap 95.197,1 0,21% 95.396,9 1,36% 96.695,7
b. Perubahan Stok -13.042,2 34,71% -17.568,5 11,35% -19.561,8
Ekspor Barang dan Jasa 119.600,2 -0,57% 118.920,0 4,04% 123.724,0
Impor Barang dan Jasa 107.027,7 -4,95% 101.727,1 1,96% 103.724,6
PDB 411.753,6 3,69% 426.943,0 4,10% 444.453,5
Pendapatan Bersih Terhadap Luar -17.399,1 27,70% -22.217,8 -7,41% -20.570,4
Negeri atas Faktor Produksi
PNB 394.354,5 2,63% 404.725,2 4,73% 423.883,1
Pajak Tidak Langsung 8.865,6 113,47% 18.925,5 12,22% 21.238,3
Depresiasi 20.587,7 3,69% 21.347,2 4,10% 22.222,7
Pendapatan Nasional 364.901,3 -0,12% 364.452,5 4,38% 380.422,1
Sumber: Statistik Indonesia 2003 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2004)
Dalam periode yang sama, investasi hanya mampu memberikan kontribusi rata-rata per tahun 16,7% terhadap
total PDB, jauh di bawah rata-rata kontribusi investasi sebelum krisis sekitar 30% dari total PDB (Tabel 2.4.).
Tabel 2. 4 Kontribusi Komponen-Komponen Pengeluaran terhadap Total PDRB per Propinsi Tahun 1996
dan 2001 (dalam persentase)
Konsumsi Masyarakat Pengeluaran Investasi Ekspor Bersih
Propinsi Pemerintah
1996 2001 1996 2001 1996 2001 1996 2001
Nangroe Aceh Darussalam 36,80% 56,60% 7,10% 9,50% 14,70% 14,00% 41,40% 19,90%
Sumatera Utara 49,80% 61,90% 7,50% 11,60% 30,50% 26,10% 12,30% 0,40%
Sumatera Barat 54,50% 63,80% 12,80% 12,80% 27,10% 19,70% 5,60% 3,70%
Riau 21,70% 29,60% 3,80% 4,10% 34,40% 24,40% 40,10% 42,00%
Jambi 53,60% 62,10% 10,50% 17,60% 33,20% 20,90% 2,70% -0,60%
Sumatera Selatan 53,70% 58,60% 7,30% 7,50% 36,10% 35,10% 2,70% -1,10%
Bangka Belitung - 56,80% - 6,00% - 33,10% - 4,20%
Konsumsi Masyarakat Pengeluaran Investasi Ekspor Bersih
Propinsi Pemerintah
1996 2001 1996 2001 1996 2001 1996 2001
Bengkulu 50,90% 67,40% 24,40% 20,90% 28,20% 13,00% -3,80% -1,20%
Lampung 54,90% 57,30% 11,30% 10,80% 35,40% 34,70% -1,80% -2,80%
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 5
21. DKI Jakarta 42,20% 49,60% 5,40% 4,00% 47,00% 38,10% 5,50% 8,40%
Jawa Barat 55,50% 76,40% 6,60% 7,10% 31,40% 15,90% 6,50% 0,60%
Banten - 57,90% - 3,50% - 22,90% - 15,60%
Jawa Tengah 53,30% 66,40% 10,60% 16,80% 29,70% -0,60% 6,40% 17,50%
DI Yogyakarta 43,20% 47,80% 18,10% 19,40% 33,60% 34,80% 5,10% -2,00%
Jawa Timur 56,70% 65,40% 7,00% 7,00% 36,90% 23,50% -0,60% 4,10%
Bali 54,60% 54,10% 11,20% 11,60% 28,70% 17,50% 5,50% 16,90%
Kalimantan Barat 48,00% 49,30% 13,00% 13,50% 32,30% 32,80% 6,70% 4,50%
Kalimantan Tengah 53,50% 53,80% 12,30% 17,30% 39,30% 32,90% -5,00% -4,10%
Kalimantan Selatan 36,30% 45,60% 10,80% 15,90% 18,30% 20,80% 34,60% 17,70%
Kalimantan Timur 12,30% 24,30% 2,00% 2,90% 47,70% 20,20% 37,90% 52,60%
Sulawesi Utara 54,00% 59,90% 20,80% 23,30% 26,00% 25,10% -0,70% -8,30%
Gorontalo - 70,90% - 36,50% - 36,80% - -44,20%
Sulawesi Tengah 52,30% 60,70% 16,20% 14,60% 34,70% 21,10% -3,10% 3,60%
Sulawesi Selatan 53,30% 55,80% 21,10% 21,40% 27,80% 24,20% -2,10% -1,40%
Sulawesi Tenggara 51,60% 52,80% 24,00% 22,70% 27,30% 28,30% -2,90% -3,80%
Nusa Tenggara Barat 55,20% 40,60% 19,60% 14,90% 33,30% 28,00% -8,00% 16,60%
Nusa Tenggara Timur 60,70% 64,60% 21,70% 28,10% 28,60% 55,90% -11,00% -48,60%
Maluku 40,40% 52,50% 13,10% 26,20% 27,80% 6,10% 17,70% 15,20%
Maluku Utara - 52,50% - 26,20% - 6,10% - 15,20%
Papua 44,80% 50,30% 8,20% 12,30% 38,10% 41,00% 9,00% -3,60%
INDONESIA 61,70% 72,70% 7,70% 7,60% 33,70% 16,00% -3,10% 3,80%
Sumber: PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Pengeluaran Tahun 1996, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 1997),
PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Pengeluaran Tahun 2001, (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2002)
Ada dua alasan yang mungkin menyebabkan masih lambatnya pertumbuhan investasi: 1) masalah keamanan
dan sosial politik yang masih belum sepenuhnya stabil serta kurang kondusif bagi investasi, misalnya
ketidakpastian hukum, pungutan liar, dan upah buruh; 2) minimnya dukungan pemerintah terhadap
pemeliharaan dan pembangunan infrastruktur yang diperlukan untuk kegiatan investasi.
Sementara itu, jika dilihat dari sisi produksi secara sektoral, sektor industri pengolahan; sektor perdagangan,
hotel, dan restoran; serta sektor pertanian masih merupakan tiga kontributor utama PDB Indonesia (Tabel 2.5).
Dampak dari kebutuhan transportasi adalah kebutuhan akan efisiensi transportasi yang akan memberikan nilai
produk yang lebih tinggi pada hasil industri, perdagangan dan jasa-jasa.
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 6
22. Tabel 2. 5 PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2001 – 2003 berdasarkan
Harga Konstan 1993 (PDB dalam milyar Rp., pertumbuhan dalam %)
Pertumbuhan Pertumbuhan
SEKTOR EKONOMI 2001 2002 2003
2001-2002 2002-2003
Pertanian 67.318,5 2,01% 68.669,7 2,48% 70.374,4
a. Tanaman Bahan Makanan 34.260,2 0,80% 34.533,8 1,55% 35.070,1
b. Tanaman Perkebunan 11.331,9 4,20% 11.807,6 5,16% 12.417,2
c. Peternakan 7.312,7 2,36% 7.485,2 3,47% 7.745,2
d. Kehutanan 6.556,2 1,92% 6.682,2 -0,35% 6.658,9
e. Perikanan 7.857,5 3,86% 8.160,9 3,95% 8.483,0
Pertambangan dan Penggalian 39.401,3 2,55% 40.404,8 0,46% 40.590,8
a. Minyak & Gas Bumi 21.537,3 -2,13% 21.079,4 -3,42% 20.358,2
b. Pertambangan Tanpa Migas 13.026,9 8,91% 14.188,2 2,79% 14.584,4
c. Penggalian 4.837,0 6,21% 5.137,2 9,95% 5.648,2
Industri Pengolahan 108.272,3 3,43% 111.982,5 3,50% 115.900,7
a. Industri Migas 11.196,5 1,22% 11.332,7 0,58% 11.398,6
b. Industri Bukan Migas 97.075,8 3,68% 100.649,8 3,83% 104.502,1
Listrik. Gas & Air Bersih 7.111,9 6,00% 7.538,4 6,82% 8.052,2
a. Listrik 5.818,2 5,13% 6.116,4 6,77% 6.530,2
b. Gas 297,3 14,16% 339,4 10,34% 374,5
c. Air Bersih 996,5 8,63% 1.082,5 6,01% 1.147,6
Bangunan 24.308,2 4,69% 25.448,4 6,87% 27.196,2
Perdagangan, Hotel dan Restoran 65.824,6 4,27% 68.633,3 3,29% 70.891,3
a. Perdagangan Besar & Eceran 51.997,8 3,60% 53.871,4 3,52% 55.766,9
b. Hotel 2.760,2 1,31% 2.796,4 1,35% 2.834,1
c. Restoran 11.066,6 5,41% 11.665,5 5,36% 12.290,4
Pengangkutan & Komunikasi 31.338,9 8,03% 33.855,1 10,69% 37.475,5
a. Pengangkutan 22.451,7 4,98% 23.569,7 8,22% 25.507,4
b. Komunikasi 8.887,2 15,73% 10.285,4 16,36% 11.968,1
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan 28.932,3 5,73% 30.590,8 6,28% 32.512,5
SEKTOR EKONOMI 2001 Pertumbuhan Pertumbuhan
2002 2003
2001-2002 2002-2003
a. Bank 9.795,9 6,38% 10.420,8 6,23% 11.070,1
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank 3.212,8 4,24% 3.348,9 4,36% 3.494,9
c. Jasa Penunjang Keuangan 243,5 3,61% 252,3 1,82% 256,9
d. Sewa bangunan 9.631,5 5,54% 10.164,8 6,92% 10.868,5
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 7
23. e Jasa Perusahaan 6.048,7 5,88% 6.404,1 6,53% 6.822,2
Jasa-jasa 39.245,4 2,13% 40.080,1 3,44% 41.459,9
a. pemerintahan Umum & Pertahanan 22.795,4 0,40% 22.887,0 0,94% 23.103,0
b. Swasta 16.450,1 4,52% 17.193,1 6,77% 18.356,9
PDB 411.753,5 3,69% 426.942,9 4,10% 444.453,5
PDB (tidak termasuk migas) 379.019,6 4,09% 394.530,8 4,60% 412.696,7
Sumber: Statistik Indonesia 2003 (Jakarta: Badan Pusat Statistik. 2004)
Di antara ketiga sektor ini, Sektor Industri Pengolahan merupakan sektor dengan performa terbaik, dengan rata-
rata pertumbuhan tahunan sebesar 4,8% (periode 1998-2001), yang terutama digerakkan oleh Industri
Makanan, Minuman, dan Tembakau (56,1% terhadap Subsektor Industri Nonmigas, 13,2% terhadap total GDP
Indonesia). Hal ini realistis mengingat industri tersebut tidak membutuhkan modal yang terlalu besar dan
produknya sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan primer.
Implikasi yang muncul pada transportasi darat adalah bahwa sektor industri pengolahan membutuhkan
transportasi sebagai alat distribusi hasil produksinya. Secara langsung biaya transportasi akan mempengaruhi
harga jual hasil produksi sektor industri pengolahan, sehingga efisiensi sektor transportasi akan memberikan
keuntungan dengan penurunan harga jual produksi dan kemungkinan keterjangkauan oleh masyarakat semakin
besar.
Liberalisasi perdagangan melalui AFTA dan AIA (Asean Investment Area) diperkirakan belum akan berpengaruh
banyak dalam jangka pendek karena memang pelaksanaannya belum dalam skala penuh. Dalam jangka
panjang, ancaman untuk perekonomian Indonesia akan muncul dalam bentuk persaingan keras antar sesama
anggota AFTA dan AIA dalam rangka menjadi “pusat” suatu bisnis berskala global. Thailand memposisikan
sebagai pusat industri mobil di Asia Tenggara, Malaysia sebagai pusat industri elektronik, Singapura sebagai
pusat keuangan, dan ini menyisakan pertanyaan akan posisi Indonesia.
Pola pertumbuhan ekonomi nasional yang bertumpu pada pertumbuhan konsumsi masyarakat juga tampak
pada peningkatan peran konsumsi masyarakat dalam pembentukan PDRB di hampir setiap propinsi pada tahun
2001 (Tabel 2.5). Di beberapa propinsi, peran konsumsi masyarakat di tahun 2001 bahkan mencapai lebih dari
70% PDRB. Yang paling menonjol adalah propinsi Jawa Barat yang PDRB-nya 76% ditopang oleh konsumsi
masyarakat pada tahun 2001. Mengingat Jawa Barat adalah salah satu propinsi dengan PDRB dan penduduk
terbesar di Indonesia, struktur perekonomiannya sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Seperti halnya di tingkat nasional, peningkatan peran konsumsi masyarakat ini terjadi akibat merosotnya peran
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 8
24. investasi di hampir semua daerah. Merosotnya peran investasi tersebut tampaknya sejalan dengan gejala
merosotnya peran ekspor bersih (ekspor – impor) dalam PDRB di sebagian besar propinsi.
Secara wilayah, Jawa menyumbang hampir 60% PDB Indonesia dan implikasinya adalah belum ada perubahan
mendasar dalam konteks ketergantungan perekonomian Indonesia terhadap perekonomian pulau Jawa. Struktur
PDRB propinsi-propinsi di Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan
tahap-tahap dalam transformasi struktural pembangunan yaitu:
a. kelompok yang berbasis pertanian dan sumber daya alam: semua propinsi di Sumatera, Kalimantan
(kecuali Kalimantan Timur), Sulawesi, Nusa Tenggara (kecuali Bali), Maluku, dan Papua.
b. kelompok yang berbasis pada industri pengolahan: Jawa (kecuali Jakarta dan Yogyakarta) dan
Kalimantan Timur.
c. kelompok yang berbasis pada penyediaan jasa, khususnya jasa non tradisional: Jakarta, Bali, dan
Yogyakarta.
Gambaran lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut.
Tabel 2. 6 Kontribusi Sektoral PDRB per Propinsi Tahun 2001 (cetak tebal menandakan kontribusi sektor
utama dalam setiap propinsi)
Propinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nangroe Aceh Darussalam 27,45% 21,22% 20,38% 0,30% 4,14% 7,29% 10,17% 1,94% 7,11%
Sumatera Utara 31,62% 1,24% 21,64% 1,63% 4,29% 17,18% 8,67% 6,78% 6,96%
Sumatera Barat 21,16% 5,49% 16,34% 2,77% 3,82% 16,67% 12,63% 4,84% 16,28%
Riau 8,58% 50,99% 20,51% 0,47% 2,53% 8,07% 3,23% 2,54% 3,08%
Jambi 27,33% 11,89% 17,25% 0,96% 2,56% 17,00% 10,24% 2,80% 9,98%
Sumatera Selatan 20,16% 19,70% 19,14% 0,87% 5,43% 19,56% 4,98% 3,61% 6,56%
Bangka Belitung 25,25% 14,17% 21,78% 0,99% 6,97% 14,63% 3,82% 5,28% 7,11%
Bengkulu 32,52% 3,10% 4,81% 1,08% 2,89% 16,62% 15,27% 6,02% 17,69%
Lampung 36,54% 2,42% 13,69% 1,18% 7,47% 15,05% 9,32% 5,24% 9,09%
Propinsi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
DKI Jakarta 0,18% 0,00% 21,53% 2,10% 10,73% 23,92% 9,78% 22,21% 9,55%
Jawa Barat 13,99% 5,66% 39,62% 3,32% 3,24% 16,43% 5,00% 4,06% 8,69%
Banten 9,30% 0,12% 50,21% 4,37% 2,30% 17,98% 8,05% 2,35% 5,32%
Jawa Tengah 20,33% 1,52% 30,30% 1,20% 4,00% 23,86% 5,25% 3,84% 9,71%
DI Yogyakarta 17,11% 1,18% 13,07% 0,75% 7,96% 16,34% 12,98% 10,49% 20,12%
Jawa Timur 17,65% 1,93% 26,44% 2,71% 4,44% 21,85% 8,16% 5,75% 11,06%
Bali 19,13% 0,72% 8,55% 1,57% 4,37% 31,30% 13,04% 6,57% 14,75%
Kalimantan Barat 24,06% 1,49% 18,84% 1,00% 6,24% 19,46% 10,35% 7,00% 11,57%
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 9
25. Kalimantan Tengah 39,85% 2,80% 7,60% 0,55% 4,93% 18,91% 10,02% 2,35% 12,97%
Kalimantan Selatan 21,77% 17,97% 16,95% 1,58% 4,31% 15,14% 10,63% 3,16% 8,50%
Kalimantan Timur 7,74% 31,15% 32,93% 0,39% 2,87% 8,78% 10,91% 2,72% 2,49%
Sulawesi Utara 26,29% 7,51% 8,99% 0,81% 10,16% 12,37% 16,07% 2,96% 14,86%
Gorontalo 29,73% 3,93% 10,58% 0,72% 7,26% 16,08% 8,60% 5,07% 18,02%
Sulawesi Tengah 44,29% 2,59% 7,49% 0,83% 6,61% 11,08% 8,60% 3,88% 14,63%
Sulawesi Selatan 33,56% 4,66% 12,79% 1,48% 4,54% 18,05% 8,45% 3,99% 12,48%
Sulawesi Tenggara 31,21% 2,87% 7,65% 1,20% 8,83% 14,44% 12,13% 4,82% 16,84%
Nusa Tenggara Barat 25,55% 28,54% 3,86% 0,43% 5,96% 12,24% 9,35% 2,08% 11,99%
Nusa Tenggara Timur 37,08% 1,22% 2,39% 1,00% 6,27% 14,25% 10,80% 4,19% 22,79%
Maluku 33,34% 0,90% 4,94% 0,60% 0,90% 22,56% 8,67% 6,62% 21,47%
Maluku Utara 29,06% 5,70% 19,41% 0,63% 0,78% 23,09% 7,49% 4,36% 9,48%
Papua 18,51% 57,40% 3,22% 0,34% 4,09% 4,68% 4,22% 1,44% 6,09%
INDONESIA 16,18% 9,36% 26,67% 1,75% 5,88% 16,22% 7,66% 6,86% 9,43%
Keterangan:
1 : Pertanian 6 : Perdagangan, Restoran, dan Hotel
2 : Pertambangan dan Penggalian 7 : Pengangkutan dan Komunikasi
3 : Industri Pengolahan 8 : Keuangan, Persewaan Bangunan, dan Jasa Perusahaan
4 : Listrik, Gas, dan Air Bersih 9 : Jasa-jasa Lainnya
5 : Bangunan
Sumber: PDRB Propinsi-Propinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 1999-2001 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2002)
Secara umum kondisi perekonomian Indonesia semakin membaik pasca krisis. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya pertumbuhan PDB dan pendapatan perkapita penduduk serta tingkat konsumsi dan daya beli
masyarakat, dibandingkan dengan pada awal masa krisis, seperti diperlihatkan dalam tabel berikut:
Tabel 2. 7 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tahun 2000-2003
Jenis pengeluaran 2000 2001 2002 2003
Pengeluaran konsumsi rumah tangga menurut harga 850.818,7 972.938,3 1.120.164,0 1.238.891.7
berlaku (milyar rupiah)
Persentase terhadap total pengeluaran (%) 67,26 66,29 69,55 69,34
Pengeluaran konsumsi rumah tangga harga konstan 266.377,2 285.674,7 296.559,3 308.477,4
1993 (milyar rupiah)
Persentase pertumbuhan (%) 3,13 3,36 3,81 4,02
Sumber: Statistik Indonesia, 2003 - diolah
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 10
26. Tingkat konsumsi dan daya beli yang membaik salah satunya akan berakibat pada terjadinya perubahan pola
pemilihan moda (modal choice) di masyarakat. Moda yang dirasa memberikan tingkat efektifitas waktu dan biaya
akan menjadi pilihan. Oleh karena itu perlu adanya penyediaan dan pembenahan suprastruktur serta
infrastruktur untuk meningkatkan daya saing dan utilitas moda transportasi darat, selain itu penyusunan
kebijakan-kebijakan yang mencegah terjadinya persaingan antar moda dirasa sangat dibutuhkan. Persaingan
antar moda yang saat ini lebih menjurus kepada perang tarif, tanpa disertai dengan penetapan dan penerapan
standar pelayanan, yang akhirnya nanti akan dimenangkan oleh siapa yang memiliki modal yang lebih kuat dan
mematikan moda yang lain. Diharapkan dengan kebijakan baru akan dapat diarahkan bahwa moda yang ada
tidak menjadi substitusi moda yang lain, akan tetapi lebih bersifat saling melengkapi (komplementer), sehingga
di masa mendatang, antar moda yang ada di Indonesia dapat menjalin kerjasama yang baik dan tercipta sistem
transportasi yang terintegrasi untuk menjamin kelancaran dan kenyamanan para pengguna.
Beralihnya sebagian masyarakat Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan dapat terlihat dari
besarnya peranan sektor industri pengolahan terhadap pembentukan PDB Indonesia. Sejak tahun 1991 hingga
saat ini sumbangan terbesar dihasilkan oleh sektor industri pengolahan. Pada tahun 2002 sumbangan sektor
industri pengolahan telah mencapai 25,01%, sedangkan sumbangan sektor pertanian sekitar 17,47%. Selain
kedua sektor tersebut, sektor yang kontribusinya terbilang besar adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel
dengan andil sebesar 16,08%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 11,91% pada tahun yang sama.
Adapun sumbangan lima sektor lainnya masih kurang dari 10%, dengan penyumbang terkecil adalah sektor
listrik, gas dan air bersih yaitu hanya 1,81%.
Dilihat dari sisi penggunaan PDB atas dasar harga berlaku, sebagian besar PDB digunakan untuk pengeluaran
konsumsi rumah tangga (lihat Tabel 2.7). Pada tahun 2002 besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga
adalah sekitar 1.137,8 triliun rupiah atau sekitar 70,67% dari total PDB Indonesia. Selain itu, kegiatan
perdagangan luar negeri juga cukup besar yaitu untuk ekspor sebesar 569,9 triliun rupiah atau sekitar 35,40%
dan untuk impor sebesar 459,6 triliun rupiah atau sekitar 28,55% dari total PDB. Penggunaan PDB untuk
pengeluaran konsumsi pemerintah adalah yang terkecil persentasenya yaitu sekitar 8,21% atau dengan nilai
sebesar 132,2 triliun rupiah.
Berdasarkan harga konstan 1993, laju pertumbuhan PDB menurut penggunaan pada tahun 2002 lebih
digerakkan oleh komponen konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Kondisi demikian berdampak
pada tingginya pangsa perjalanan lokal yang ditunjukkan oleh tingginya perjalanan internal pulau (74% di Pulau
Jawa). Laju pertumbuhan komponen penggunaan PDB tertinggi yaitu berupa pengeluaran konsumsi pemerintah
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 11
27. dimana tahun 2002 meningkat sebesar 12,79% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Komponen berikutnya
dengan laju pertumbuhannya yang meningkat cukup tinggi yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar
4,72%. Namun demikian penggunaan PDB untuk pembentukan modal tetap domestik bruto dan untuk ekspor
serta impor pada tahun 2002 terjadi penurunan masing-masing sebesar –0,19%, –1,24% dan –8,33%.
Tabel 2.8 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menurut Lapangan Usaha 1999-2003 (Miliar
Rupiah)
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian, Peternakan, kehutanan & Perikanan 217.897,9 244.721,9 275.271,4 296.237,5
2. Pertambangan & Penggalian 175.262,5 193.540,9 178.197,1 191.176,9
3. Industri Pengolahan 314.918,4 372.915,9 409.666,3 440.451,8
a. Industri Migas 54.279,9 56.087,1 59.999,1 68.103,7
b. Industri Bukan Migas 260.638,5 316.828,7 349.667,2 372.348,1
4. Listrik, Gas & Air Bersih 16.519,3 22.169,5 30.492,1 39.665,4
5. Bangunan 76.573,4 85.601,8 93.966,1 107.118,8
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 199.110,4 235.738,4 265.535,1 291.589,8
7. Pengangkutan & Komunikasi 62.305,6 74.247,3 92.796,6 111.727,7
a. Pengangkutan 47.911,3 57.913,8 67.687,8 81.036,3
b. Komunikasi 14.394,3 16.333,5 25.108,9 30.691,4
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 80.459,9 94.819,2 110.157,9 123.000,7
9. Jasa-jasa 121.871,4 143.900,0 154.482,2 185.722,3
Produk Domestik Bruto 1.264.918,7 1.467.654,8 1.610.565,0 1.786.690,9
Produk Domestik Bruto tanpa Migas 1.081.417,9 1.279.186,3 1.433.815,1 1.594.944,1
Sumber: Statistik Indonesia, 2003
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 12
28. Tabel 2.9 PDB Atas Dasar Harga Konstan 1993 menurut Lapangan Usaha 1999-2003 (Miliar Rupiah)
Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003
1. Pertanian, Peternakan, kehutanan & Perikanan 66 208,9 67.318,5 68.669,7 70.374,4
2. Pertambangan & Penggalian 38 896,4 39.401,3 40.404,8 40.590,8
3. Industri Pengolahan 104 986,9 108.272,3 111.982,5 115.900,7
a. Industri Migas 11 599,9 1.196,5 11.332,7 11.398,6
b. Industri Bukan Migas 93 387,0 97.075,8 100.649,8 104.502,1
4. Listrik, Gas & Air Bersih 6 574,8 7.111,9 7.538,4 8.052,2
5. Bangunan 23 278,7 24.308,2 25.488,4 27.196,2
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 63 498,3 65.824,6 68.333,3 70.891,3
7. Pengangkutan & Komunikasi 29 072,1 31.338,9 33.855,1 37.475,5
a. Pengangkutan 21 176,3 22.451,7 23.569,7 25.507,4
b. Komunikasi 7 895,8 8.887,2 10.285,4 11.968,1
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 27 449,4 28.932,3 30.590,8 32.512,5
9. Jasa-jasa 38 051,5 39.245,4 40.080,1 41.459,9
Produk Domestik Bruto 398 016,9 411.753,5 426.942,9 444.453,5
Produk Domestik Bruto tanpa Migas 363 758,7 379.019,6 394.530,8 412.696,7
Sumber: Statistik Indonesia, 2003
Dari kedua tabel diatas dapat dilihat bahwa sektor pengolahan memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan
PDB. Lebih spesifik lagi sub sektor industri bukan migas yang meliputi jenis industri makanan, minuman dan
tembakau, tekstil, barang kulit dan alas kaki, barang kayu dan hasil hutan lain, kertas dan barang cetakan,
pupuk, kimia dan barang dari karet, semen, barang galian bukan logam, logam dasar besi dan baja, alat angkut,
mesin dan peralatan, dan barang lainnya. Hasil industri bukan migas didominasi oleh produk pengolahan
makanan, minuman dan tembakau.
Terkait dengan kondisi di atas (Indonesia dalam tahap pemulihan), maka seperti disebutkan dalam Bappenas
2003, pemulihan ekonomi menuntut pertumbuhan kapasitas infrastruktur, dimana hubungan antara peningkatan
infrastruktur dengan output ekonomi sangat erat sehingga disebut “step for step” (artinya peningkatan satu
persen output perekonomian terkait erat -strongly associated- dengan satu persen peningkatan ketersediaan
infrastruktur). Dengan bahasa yang sederhana pertumbuhan ekonomi menuntut akumulasi infrastruktur yang
lebih banyak, dimana hal ini terkait juga dengan layanan transportasi sebagai fasilitas yang memungkinkan
orang, barang dan jasa diangkut dari satu tempat ke tempat yang lain. Selain itu infrastruktur juga harus
dilengkapi dengan layanan transportasi yang berfungsi sebagai alat perpindahan penumpang, barang dan jasa.
Perannya sangat penting, baik dalam proses produksi (untuk mengirimkan bahan baku dari berbagai sumber ke
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 13
29. lokasi produksi) maupun distribusi komoditi ekonomi (mengangkut dan mengirimkan hasil produksi ke
konsumen). Peningkatan perekonomian akan membutuhkan dukungan pengembangan infrastruktur yang lebih
besar.
Secara umum pendapatan setiap penduduk Indonesia dicerminkan oleh pendapatan nasional per kapita. Pada
tahun 2002 besarnya pendapatan nasional per kapita atas dasar harga berlaku meningkat dari 6,2 juta rupiah
pada tahun 2001 menjadi sekitar 6,5 juta rupiah pada tahun 2002. Namun demikian pertumbuhan pada tahun
2002 ini bila dilihat berdasarkan harga konstan 1993 turun sebesar –1,58% sementara tahun 2001 pertumbuhan
pendapatan nasional perkapitanya turun sebesar –1,39%. Kondisi ini masih merupakan rangkaian dari proses
transisi pemulihan kondisi ekonomi pasca terjadinya krisis ekonomi 1997.
Tabel 2. 10 Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku
Rincian 2000 2001 2002 2003
Pendapatan Nasional (milyar rupiah) 1.147.331.3 1.301.794,9 1.404.337,4 1.532.457,5
Pendapatan Nasional Perkapita (rupiah) 5.573.817,3 6.231.635,4 6.624.139,1 7.122.673,5
Jumlah Penduduk Pertangahan Tahun (juta) 205,8 208,9 212,0 215,2
Sumber: Statistik Indonesia, 2003
Peningkatan pendapatan perkapita dan didukung dengan data kenaikan konsumsi rumah tangga (Tabel 2.7)
dapat menjadi indikator peningkatan daya beli masyarakat, yang berarti jumlah uang yang akan digunakan untuk
berkegiatan semakin besar. Kegiatan akan didukung oleh sarana-prasarana pergerakan yaitu transportasi,
sehingga secara tidak langsung peningkatan pendapatan perkapita akan dapat meningkatkan daya beli
masyarakat pada ketersediaan transportasi dan akan meningkatkan keinginan orang untuk berpejalanan.
Apabila dilihat secara spasial antara pendapatan perkapita di pedesaan dan perkotaan terdapat kesenjangan
yang sangat besar, bahkan hampir mencapai separuhnya (lihat Gambar 2.1). Hal tersebut akan mempengaruhi
pola konsumsi dan perilaku berkegiatan antara perdesaan dan perkotaan, sehingga karakteristik perjalanan di
perkotaan perlu dianalisis tersendiri karena polanya yang berbeda dengan kondisi normal.
9000.0
8000.0
7000.0
6000.0
ru p iah
5000.0
4000.0
3000.0 Masterplan Transportasi Darat
2000.0 Bab II - 14
1000.0
0.0
1990 1993 1995 1998 1999 2000
30. Sumber: Statistik Indonesia, 2003 (diolah)
Gambar 2. 1 Kesenjangan Pendapatan Perkapita Penduduk Perkotaan dan Perdesaan
Kebutuhan transportasi di daerah perdesaan dan perkotaan sangatlah berbeda, baik dari jumlah prasrana dan
sarana, maupun tingkat pelayanannya. Penyebab utama dari perbedaan kebutuhan transportasi ini didasari oleh
perbedaan jumlah pendapatan antara penduduk perkotaan dan perdesaan, baik itu jumlah pendapatan rata-rata
maupun spektrum pendapatannya.
Perbedaan pendapatan sangat dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing wilayah tersebut, misalnya di
perkotaan: sektor perekonomian yang sangat dominan di wilayah ini adalah jasa, perdagangan, konstruksi dan
pengolahan, sedangkan di perdesaan lebih didominasi oleh sektor pertanian. Penduduk di daerah perkotaan
lebih padat dibandingkan dengan penduduk di perdesaan sehingga persaingan dalam dunia kerja juga lebih
ketat. Beberapa wilayah perdesaan masih bersifat daerah subsisten, yaitu daerah yang kebutuhannya masih
dipenuhi sendiri, sedangkan di wilayah perkotaan sistem perdagangan sudah merupakan cara yang lazim dalam
memenuhi kebutuhan hidup masyarakatnya, hal ini didukung dengan adanya bangunan rill pasar (misalnya:
pasar rakyat, mall, pertokoan dll). Dengan didominasinya sektor perekonomian di wilayah perkotaan oleh bidang
jasa, perdagangan, konstruksi dan pengolahan, maka sudah sewajarnya apabila ketrampilan manuasia di
perkotaan lebih dihargai daripada di wilayah perdesaan.
Tingginya tingkat pendapatan rata-rata penduduk perkotaan dibandingkan dengan penduduk perdesaan (lihat
Gambar 2.2 dan 2.3) secara langsung menyebabkan perbedaan dalam penggunaan pendapatannya itu. Selain
digunakan untuk konsumsi, pendapatan penduduk perkotaan masih mencukupi untuk ditabung (saving) dan
dibelanjakan pada sektor yang lain (disposable income). Meningkatnya pendapatan yang dibelanjakan pada
sektor transportasi ini akan meningkatkan jumlah permintaan yang harus dipenuhi oleh sektor transportasi.
Sehingga wajar apabila jumlah sarana dan prasarana, serta kualitas transportasi di wilayah perkotaan lebih
tinggi dibandingkan wilayah perdesaan.
500.000,00
Desa
450.000,00
Kota
400.000,00
350.000,00
300.000,00
250.000,00
200.000,00 Masterplan Transportasi Darat
150.000,00
Bab II - 15
100.000,00
50.000,00
31. Sumber: Susenas, 2002 (diolah)
Gambar 2. 2. Perbandingan Pengeluaran Rata-rata Penduduk Perkotaan dan Perdesaan Tiap-tiap Propinsi
Selain itu lebih luasnya spektrum pendapatan penduduk di perkotaan menyebabkan permintaan yang lebih
bervariasi atas pelayanan yang harus diberikan. Hal ini mendorong penyediaan kebutuhan transportasi yang
bervariasi juga, sehingga kita bisa lebih banyak mengenal macam-macam tingkat pelayanan transportasi di
perkotaan dibandingkan di wilayah perdesaan, misalnya adanya sarana transportasi kelas ekonomi, bisnis,
eksekutif, super eksekutif dan lain sebagainya. Berikut ini adalah data pengeluaran dari penduduk perkotaan
dan perdesaan di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai proxy dari pendapatan.
40%
Perdesaan
35% Perkotaan
Rata-rata
Pengeluaran (Id)
30%
Perdesaan Rata-rata
Rp. 169.916, - Pengeluaran ( Ik)
25% Perkotaan
Prosentase
Rp. 264.191, -
20%
15%
10%
5%
0%
0 < 40.000 40.000- 60.000-
1 2 3 80.000- 100.000- 150.000- 200.000- 300.000- >500,000 10
4 5 6 7 8 9
59.999 79.999 99.999 149.999 199.999 299.999 499.999
Pengeluaran (Rp)
σd = 31.065,79
σk = 55.758,71
Sumber: Susenas, 2002 (diolah)
Gambar 2. 3. Perbandingan Prosentase Pengeluaran antara Penduduk Perkotaan dan Perdesaan di Indonesia
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 16
32. 2.3. KONDISI TRANSPORTASI DARAT SAAT INI
2.3.1 TRANSPORTASI JALAN
Prasarana jaringan jalan masih merupakan kebutuhan pokok bagi pelayanan distribusi komoditi perdagangan
dan industri. Di era desentralisasi, jaringan jalan juga merupakan perekat kebutuhan bangsa dan negara dalam
segala aspek sosial, budaya, ekonomi, politik dan keamanan. Sehingga keberadaan sistem jaringan jalan yang
menjangkau seluruh wilayah tanah air merupakan tuntutan yang tidak dapat ditawar lagi. Fungsi jaringan jalan
sebagai salah satu komponen prsarana transportasi sudah saatnya diletakkan pada posisi yang setara dalam
perencanaan transportasi secara global. Untuk itu diperlukan keterpaduan dalam perencanaan pembangunan
sarana dan prasarana transportasi dalam konteks sistem transportasi intermoda. Hal penting untuk mencapai
tujuan ini adalah menghilangkan arogansi sektoral maupun wilayah, sehingga mampu memberikan pelayanan
yang proporsional dan efisien.
Hasil survei asal tujuan nasional 2001 memperlihatkan bahwa moda jalan mendominasi sekitar 80-90% dari
seluruh perjalanan di Jawa dan Sumatera, sementara kereta api hanya memiliki pangsa pasar sekitar 10,5% di
Jawa. Di wilayah lain seperti Kalimantan dan Sulawesi, peran masing-masing moda relatif berimbang, namun
untuk Maluku, Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur peran moda laut lebih dominan. Walaupun begitu, tidak bisa
dipungkiri bahwa moda jalan telah menjadi pilihan utama untuk perjalanan jarak pendek dan menengah dalam
satu pulau atau kawasan.
Dalam Tabel 2.11 dan Gambar 2.4. ditunjukkan panjang jaringan jalan nasional pada tahun 2002 mencapai
330.495 km, namun sekitar 40% (130.000 km) berada dalam keadaan rusak. Jalan nasional dan jalan propinsi
hanya 24,5% (15.704 km) yang rusak, sementara jalan kabupaten 47% (113.244 km).
Tabel 2. 11 Kerusakan Jaringan Jalan Nasional (2002)
Rusak
Jenis Jalan Panjang (km) Baik Sedang Rusak Berat
Ringan
Jalan Nasional 26.866 64,3 % 24,0 % 6,9 % 4,8 %
Jalan Porpinsi 37.164 34,1 % 32,1 % 16,9 % 16,9 %
Jalan Kabupaten 240.946 19,0 % 34,0 % 28,5 % 18,5 %
Jalan Kota 25.518 9,0 % 87,0 % 4,0 % 0,0 %
Total 330.495 23,6 % 37,1 % 23,6 % 15,8 %
Sumber: Ditjen. Prasarana Wilayah, 2003
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 17
33. Gambar 2.4 Peta Jaringan Jalan berdasarkan Status
Sumber : Ditjen Tata Ruang, 2003
Gambar 2.4 Jaringan Jalan Berdasarkan Status di Indonesia
Masterplan Transportasi Darat
Bab II - 18