Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Nommensen membantu pasukan kolonial Belanda melawan perlawanan Sisingamangaraja XII.
2) Misionaris seringkali mendukung penjajahan karena memandang peradaban Eropa lebih unggul.
3) Hubungan antara misionaris dan kolonialis sering saling menguntungkan.
Dalam pembentangan ini dinyatakan bahawa penjajahan barat membawa perubahan terhadap penulisan sejarah tanah air daripada berunsurkan institusi diraja semata-mata ke arah peralihan hubungan manusia dengan alam, sosiologi , sistem bahasa, pengangkutan dan lain-lain lagi. Di samping itu, dalam pembentangan ini dimuatkan juga mengenai sentrik dalam dalam penulisan pensejarahan oleh Barat.
Dalam pembentangan ini dinyatakan bahawa penjajahan barat membawa perubahan terhadap penulisan sejarah tanah air daripada berunsurkan institusi diraja semata-mata ke arah peralihan hubungan manusia dengan alam, sosiologi , sistem bahasa, pengangkutan dan lain-lain lagi. Di samping itu, dalam pembentangan ini dimuatkan juga mengenai sentrik dalam dalam penulisan pensejarahan oleh Barat.
Koalisi Pedang dan Injil: Hubungan Zending dan Kolonial
1. Koalisi Pedang dan Injil (KPI)
“UTUSAN DAMAI DIKEMELUT PERANG: PRRAN ZENDING DALAM PERANG TOBA”
OLEH: PROF. DR. ULI KOZOK
SLIDE INI DISUSUN OLEH PDT. RISTON EIRENE SIHOTANG, S. SI.
3. 2 Tokoh penting bagi suku Batak
Nommensen adalah Rasul/Apostel, sedangkan Sisingamangaraja XII adalah tokoh
perlawanan terhadap kekuasaan kolonial dan diakui sebagai salah satu pahawan
Nasional.
Dalam penulisan Sejarah, oleh Dr. Walter Bonar Sijabat, Nommensen dan
Sisingamangaraja XII digambarkan sebagai 2 orang yang tidak punya masalah.
Hubungan mereka baik-baik saja.
Dalam masa perperangan Siingamangaraja XII dengan Belanda, disebutkan oleh
Pdt. Rachman Tua Munthe, Praeses HKBP Distrik III Humbang, bahwa
Nommensen mengambil sikap bijaksana dan netral.
5. Fakta Baru!
Berdasarkan dokumen-dokumen di lembaga misi di Jerman yang
mengirimkan Nommensen ke Tanah Batak, yaitu Rheinische
Missions-Geselschaft (RMG), Prof. Dr. Uli Kozok menemukan fakta
pengakuan Ludwig Ingwer (L.I.) Nommensen, tokoh misionaris
Jerman di Tanah Batak, bahwa dia bergabung dengan pasukan
Belanda untuk melawan gerakan perlawanan para pahlawan Batak
yang dipimpin Sisingamangaraja XII. Laporan Berichte Rheinische
Missionsgeselschaft (BRMG), menunjukkan bahwa para penginjil
justru bersekutu dengan tentara penjajah dalam menumpas
perlawanan Sisingamangaraja XII.
6. Fakta-fakta Keberpihakan Nommensen kepada
Pemerintah Kolonial Belanda
Nommensen adalah pihak yang mendesak Belanda untuk
menaklukkan Silindung menjadi bagian dari wilayah Hindia
Belanda. (hal. 92)
Zending RMG punya pengetahuan akan adat istiadat dan
bahasa. Hal ini dipakai untuk meyakinkan ratusan raja agar
berhenti mengadakan perlawanan dan menyerah kepada
Belanda. (hal. 93)
Surat penghargaan dari Pemerintah Belanda melalui
Gubernur Sumatera “atas jasa yang telah diberikan selama
ekspedisi melawan Toba”. (hal. 93)
7. Apa yang menjadi dasar sikap keberpihakan
Nommensen tersebut?
Nommensen membantu pemerintah Belanda dengan rela hati dan tanpa
paksaan, didasari oleh kebijakan dari Badan Zending RMG sendiri, yang
menekankan kepada para misionarisnya untuk mematuhi aturan
pemerintah dan menghormati para pejabat “dalam keadaan apapun”.
(hal. 101)
Nommensen beranggapan bahwa orang Batak hanya bisa menjadi
manusia yang beradab bila berada dibawah kekuasaan bangsa Eropa yang
agung dan mulia. (hal. 101)
8. Misionaris dan Kolonialisme
Dalam kaitan ini, kita dapat melihat hubungan gereja dan
penjajah Eropa. Pihak gereja Katolik, secara umum mendukung
penjajahan. Paus Pius XI menyatakan bahwa “Penjajahan
merupakan keajaiban yang diwujudkan dengan kesabaran,
keberanian dan cinta kasih... Gereja Katolik senantiasa
mendukung penjajahan asal dilaksanakan dengan jujur dan
manusiawi tanpa menggunakan kekerasan”.
9. Perancis selalu mendukung penginjian di daerah jajahannya dan memberi
perlindungan kepada para misionaris. Sebaliknya dari para misionaris,
membalas budi pemerintah itu dengan bersikap patriotis. Perdana
menteri prancis saat itu (1881-1882), Leon Gambetta, memuji keberadaan
misionaris dengan mengatakan bahwa kehadiran para misionaris di
daerah jajahan prancis “lebih berharga daripada sepasukan tentara”.
Di Inggris, misionaris Inggris dianggap sebagai pahlawan. David
Livingstone, misionaris dari London Missionary Society, dianggap berhasil
membantu kerajaan Inggris dalam misinya ke Afrika dengan semboyan
“Commerce, Civilitation, Christianity” (Perdagangan, Peradaban, dan
Kekeristenan). “
10. Hubungan yang saling menguntungkan ini
didasari oleh:
Hubungan antara penginjil dan pemerintah penjajah sangat
kompeks, namun pada dasarnya hubungan itu bersifat saling
menguntungkan: pemerintah dan tentara kolonial dapat
memanfaatkan pengetahuan para misionaris yang mengetahui
bahasa, adat isitiadat dan keadaan setempat. Sementara para
penginjil merasa untung karena dapat menyebarkan injil dengan
lebih tenang dalam kawasan yang telah “didamaikan” pemerintah.
Meskipun di satu sisi, kedekatan para penginjil dengan pemerintah
dapat juga menjadi faktor penghambat bagi perkembangan
penginjilan di daerah tersebut.
11. Kepercayaan Mutlak bahwa peradaban bangsa Eropa lebih
unggul dan lebih agung daripada peradaban lainnya. Katolik
dan Protestan melihat dirinya sebagai saudara kembar
penguasa dan sendi negara. Etika Protestan, kepatuhan
terhadap penguasa dianggap sebagai kewajiban ilahi. Dimata
para penginjil, kolonialisme bukan sesuatu yang berkonotasi
negatif, sebaliknya kolonialisme dianggap sesuai dengan
rencana Tuhan dan sekaligus wahana untuk membawa
peradaban dan Injil kepada bangsa “primitif”.”
12. Berkobarnya Imperialisme Barat dan paham Rasisme.
Para penginjil berkeyakinan menjadi “wakil
peradaban yang begitu jauh lebih unggul daripada
budaya kafir. Masyarakat di wilayaha penginjilan
dianggap tidak memiliki peradaban, sehingga perlu
diberadabkan lewat transfer budaya dan peradaban
Eropa.