Studi ini meneliti moderasi beragama di tiga kampus Islam besar di Indonesia, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Studi menggunakan pendekatan kuantitatif melalui survei online dan kualitatif melalui FGD online untuk memahami implementasi moderasi beragama, tantangan, dan kapasitas yang dibutuhkan. Temuan menunjukkan beberapa variabel moderasi beragama rentan
materi tayangan ini untuk peserta seminar mencegah ancaman Radikalisme dan separatisme di UMN, 18september 2019 oleh Kordinator studi Humaniora Simon P W
STUDI TERHADAP PERGAULAN LINTAS AGAMA DALAM MENINGKATKAN KEARIFAN SOSIAL MAHA...Succes Zen
Social interactions in everyday life are commonplace and occur naturally. But there is no automatic guarantee that the association without giving birth to a conflict, on the contrary, the existing naturality has the potential to create a 'sensitive space' from a variety of diversity; ethnicity, culture, even religion. In the context of student interfaith relations, occupy a sensitive position. This lies in the "taboo" of students in discussing "issues" of religious differences. If this is the reality, it could be that someday the "fortitude" will become the center of the deadlock, thus hampering the process of socializing. This will not only lead to culture of silence, but can also lead to social conflict, thus affecting the social harmonization across religions within the scope of education relations among students at the IKIP Budi Utomo Malang. Activities that will be carried out are analyzing cross-religious social relations of students at IKIP Budi Utomo Malang with the aim of finding patterns of interfaith social relations among students, and offering social concepts of engineering interfaith relations so that religious social (social) wisdom at the student level becomes better. The approach used is a qualitative-phenomenological approach, using indept interview, documentation, and observation / participant instruments. The analysis model used is the Miles and Huberman analysis model: data collection, data display, data reduction and conclusions: drawing / verifying. While the grand theory used is to use sociological theories of religion.
materi tayangan ini untuk peserta seminar mencegah ancaman Radikalisme dan separatisme di UMN, 18september 2019 oleh Kordinator studi Humaniora Simon P W
STUDI TERHADAP PERGAULAN LINTAS AGAMA DALAM MENINGKATKAN KEARIFAN SOSIAL MAHA...Succes Zen
Social interactions in everyday life are commonplace and occur naturally. But there is no automatic guarantee that the association without giving birth to a conflict, on the contrary, the existing naturality has the potential to create a 'sensitive space' from a variety of diversity; ethnicity, culture, even religion. In the context of student interfaith relations, occupy a sensitive position. This lies in the "taboo" of students in discussing "issues" of religious differences. If this is the reality, it could be that someday the "fortitude" will become the center of the deadlock, thus hampering the process of socializing. This will not only lead to culture of silence, but can also lead to social conflict, thus affecting the social harmonization across religions within the scope of education relations among students at the IKIP Budi Utomo Malang. Activities that will be carried out are analyzing cross-religious social relations of students at IKIP Budi Utomo Malang with the aim of finding patterns of interfaith social relations among students, and offering social concepts of engineering interfaith relations so that religious social (social) wisdom at the student level becomes better. The approach used is a qualitative-phenomenological approach, using indept interview, documentation, and observation / participant instruments. The analysis model used is the Miles and Huberman analysis model: data collection, data display, data reduction and conclusions: drawing / verifying. While the grand theory used is to use sociological theories of religion.
1. Kasus 3 Kampus Islam (Jakarta, Bandung danYogyakarta)
PPIM 2021
Potret Moderasi Beragama di
Kalangan Mahasiswa Muslim
StudiTiga Kampus Islam (Jakarta, Bandung,Yogyakarta)
2021
2. Latar
Belakang:
Ada
Fenomena
R/VE di
Perguruan
Tinggi
– Selama ini perguruan tinggi Islam dikenal sebagai salah satu “pilar
Islam moderat” di Indonesia—bersama dengan Muhammadiyah
dan NU (Bruinessen, 2009: 219; Lukens-Bull, 2013: 32).
– Para alumni IAIN, terserap dalam kerangka berpikir yang
tersimpul dalam ideologi pembangunan, atau modernisasi, yang
pada dekade 1980-an merupakan ideologi dominan (Jabali dan
Jamhari, 2002)
– Dalam satu dekade terakhir, beberapa survei menunjukkan bahwa
perguruan tinggi Islam memiki kerentanan yang cukup kuat
terhadap ideologi-keagamaan yang bersifat radikal (Survey BNPT
2017, PPIM UIN Jakarta 2017, Alvara Research Center 2017, Setara
Institute 2019);
3. Mengapa
Moderasi
Beragama?
– Pada 2019, Kementerian Agama Buku dengan judul “Mederasi
Beragama” (Jakarta: Litbang Kemenag, 2019) sebagai bentuk
penjelasan tentang konsep moderasi bergama secara
komprehensif dan kontekstualisasinya di Indonesia;
– Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Nomor
B- 3663.1/Dj.I/BA.02/10/2019 tertanggal 29 Oktober 2019 tentang
Rumah Moderasi Beragama). Edaran tersebut meminta
Rektor/Ketua PerguruanTinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)
untuk mendirikan Rumah Moderasi Beragama di kampus masing-
masing.
– Pada 2020, “Moderasi Beragama” menjadi bagian tak terpisahkan
“Revolusi Mental dan Pembangunan Kebudayaan” RPJMN 2020-
2024 dan merupakan prioritas pembangunan nasional;
4. Mengapa
PTKIN?
– Belum ada model implementasi Moderasi Beragama di
PTKIN yang dipergunakan sebagai bentuk ketahanan
(resilience) dari ekstremisme/kekerasan (VE/
radikalisme);
– Implementasi Moderasi Beragama akan strategis jika
sejalan dengan konteks kultur, sistem, dan tantangan
spesifik yang dihadapi PTKIN;
– Kapasitas Institusi merupakan faktor strategis yang
harus mendapatkan perhatian khusus dalam
mengimplementasikan Moderasi Beragama;
5. Dimensi Kalimat Penjelasan & Keterangan Turunan Perilaku
Komitmen
Kebangsaan
“..sejauh mana cara pandang, sikap, dan praktik beragama
seseorang berdampak pada kesetiaan terhadap konsensus
dasar kebangsaan, terutama terkait dengan penerimaan
Pancasila sebagai ideologi negara, sikapnya terhadap
tantangan ideologi yang berlawanan dengan Pancasila, serta
nasionalisme.”
• Persetujuan terhadap Azas Berbangsa di UUD 1945
dan Pancasila
• Berpartisipasi dalam aktivisme dan partisipasi
sebagai warga negara yang baik
• Rasa trust kepada institusi negara sebagai bentuk
demokrasi
Toleransi (Ekstra-
Intra dan Praktik
yang
mengakomodasi
budaya lokal)
“..sikap untuk memberi ruang dan
tidak mengganggu hak orang lain untuk berkeyakinan,
mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan
pendapat, meskipun hal tersebut berbeda dengan apa yang
kita yakini.”
“..kesediaan untuk menerima praktik amaliah keagamaan yang
mengakomodasi kebudayaan lokal dan tradisi.”
(Kedua indikator ini digabung karena memiliki perilaku yang
serupa)
• Toleransi: masuk ke level 4 Intercultural Stage
Bennet à hanya ‘menerima’.
• Penelitian ini mengambil level 5 nya yaitu saling
memahami dan bisa melihat dari sudut pandang
orang lain (empati).
• Boer & Muynck (2015) à toleransi memerlukan
kesadaran memperlakukan bahwa setiap individu
punya hak asasi manusia dan berempati satu
dengan yang lain.
• Empati diterjemahkan ke dalam empati antar umat
beragama atau aliran agama.
• Memperlakukan orang lain sesuai hak asasi manusia
(keesetaraan) diukur dengan social dominance
orientation
Anti-Kekerasan “.. radikalisme, atau kekerasan, dalam konteks
moderasi beragama ini dipahami sebagai suatu ideologi (ide
atau gagasan) dan paham yang ingin melakukan perubahan
pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara
kekerasan/ekstrem atas nama agama, baik kekerasan verbal,
fisik dan pikiran.”
• Mempunyai belief anti kekerasan dalam
menyelesaikan masalah
Indikator moderasi beragama (Kemenag, 2019)
7. Pertanyaan
Penelitian
1. Bagaimana gambaran “Moderasi Beragama” di lingkungan PTKIN?
a. Sikap dan Perilaku Moderasi Beragama individu di dalam sistem
PTKIN
b. Implementasi “Moderasi Beragama” dalam Kebijakan dan Program di
PTKIN
2. Capacity Building apa yang dibutuhkan PTKIN dalam
meningkatkan moderasi beragama?
a. Sebagai faktor resiliensi, variabel moderasi beragama apa yang
memprediksi opini pro-VE/ radikalisme?
3. Sejauh mana capacity building yang dilakukan efektif dalam
meningkatkan implementasi moderasi beragama di PTKIN?
8. Pendekatan
Mixed Method
untuk
Menjawab
Pertanyaan
Penelitian
1. Bagaimana gambaran “Moderasi Beragama”
di lingkungan PTKIN?
a. Sikap dan Perilaku Moderasi Beragama
individu di dalam sistem PTKIN
b. Implementasi “Moderasi Beragama” dalam
Kebijakan dan Program di PTKIN
2. Capacity Building apa yang dibutuhkan PTKIN
dalam meningkatkan moderasi beragama?
a. Sebagai faktor resiliensi, variabel moderasi
beragama apa yang memprediksi opini pro-
VE/ radikalisme?
3. Sejauh mana capacity building yang dilakukan
efektif dalam meningkatkan implementasi
moderasi beragama di PTKIN?
Riset Kuantitatif
- Survei Online
- Stratified Random
Sampling/Purposive Sampling
- Mahasiswa umum (sampel
analisis), mahasiswa key actor,
dosen/pejabat fakultas
9. Pendekatan
Mixed Method
untuk
Menjawab
Pertanyaan
Penelitian
1. Bagaimana gambaran “Moderasi Beragama”
di lingkungan PTKIN?
a. Sikap dan Perilaku Moderasi Beragama
individu di dalam sistem PTKIN
b. Implementasi “Moderasi Beragama” dalam
Kebijakan dan Program di PTKIN
2. Capacity Building apa yang dibutuhkan PTKIN
dalam meningkatkan moderasi beragama?
a. Sebagai faktor resiliensi, variabel moderasi
beragama apa yang memprediksi opini pro-
VE/ radikalisme?
3. Sejauh mana capacity building yang dilakukan
efektif dalam meningkatkan implementasi
moderasi beragama di PTKIN?
Riset Kuantitatif
- Survei Online
- Stratified Random
Sampling/Purposive Sampling
- Mahasiswa umum (sampel
analisis), mahasiswa key actor,
dosen/pejabat fakultas
Riset Kualitatif
- FGD Online
- Purposive Sampling
- Mahasiswa key actor &
mahasiswa tingkat 2, dosen,
pejabat fakultas, pemimpin
Lembaga moderasi beragama
kampus
10. Sampling
Kuantitatif
Populasi Target Sampel Sampel yang Didapat
Mahasiswa Umum
(stratified random
sampling)
954
(318 per PTKIN)
949
SGD: 313
SUKA: 318
SH: 318
Mahasiswa Rujukan
(purposive sampling)
126
(42 per PTKIN)
117
SGD: 37
SUKA: 42
SH: 38
Dosen dan Pejabat
(stratified random
sampling & purposive
sampling)
180
(60 per PTKIN)
125
SGD: 45
SUKA: 51
SH: 29
13. Kelebihan dan
kesulitan
dalam
pengambilan
data
Kelebihan
– Randomisasi dengan memastikan representasi fakultas, PTKIN,
dan jenis kelamin
– Jumlah sampel untuk dataset yang akan digunakan dalam analisis
utama cukup besar
Kesulitan
– Response rate rendah dalam kontak di awal untuk semua populasi
mengurangi tingkat randomness dalam sampling, karena
kemungkinan ada kesamaan karateristik di antara partisipan yang
bersedia ikut
– Gangguan teknis saat pengambilan data
15. ModelAnalisis
2. Bagaimana gambaran
“Moderasi Beragama” di
lingkungan PTKIN?
1.Variabel moderasi
beragama apa yang
memprediksi opini pro-VE/
radikalisme?
2. Analisis deskriptif variabel-
variabel moderasi beragama
1. Multiple regression dengan
variabel moderasi beragama
sebagai prediktor dan opini
pro-VE/ radikalisme sebagai
kriterion
17. Variabel
moderasi
beragama apa
yang rentan?
Toleransi
Komitmen
Kebangsaan
Anti-Kekerasan
Empati Eksternal
EI: Empati
Soc. Dominance
Orientation
Anti-Kekerasan (BRAVE)
CAS: Politik Praktis
Opini Pro-VE/ Radikalisme
EI: Penolakan
CAS: Aktivisme
CAS: Kewarganegaraan
Baik
CAS: Kepercayaan thd.
Pem.
CAS: UUD
CAS: PilDa
CAS: PilNas
-0.268***
0.003
0.161***
0.200***
-0.172***
0.168***
0.241***
-0.166
-0.135***
0.070
-0.048
-0.005
18. Empati
Eksternal
MahasiswaNon-KeyActor
Skala 1-6.Titik tengah (median) direpresentasikan oleh garis merah, mean skor dari tiap PTKIN dan rentang CI 95%
(Confidence Interval) direpresentasikan oleh titik berwarna dan error-bar.
Di ketiga PTKIN, pengambilan perspektif terhadap penganut agama lain rendah. Idealnya, empati afektif dan
pengambilan perspektif tinggi. Karena itu dapat dikatakan bahwa empati eksternal merupakan faktor yang rentan.
20. Empati
Internal
MahasiswaNon-KeyActor
Skala 1-6.Titik tengah (median) direpresentasikan oleh garis merah, mean skor dari tiap PTKIN dan rentang CI 95%
(Confidence Interval) direpresentasikan oleh titik berwarna dan error-bar.
Di ketiga PTKIN, empati terhadap aliran lain di dalam Islam rendah, dan penolakan tinggi. Idealnya empati umum tinggi dan
penolakan rendah. Karena itu empati internal merupakan faktor yang rentan.
21. Kesimpulan
Temuan
Kuantitatif
– Kebanyakan variabel moderasi beragama memprediksi opini pro-
VE/radikalisme
– Di antara variabel-variabel tersebut, yang paling rentan adalah
empati eksternal dan internal. Maka dari itu keduanya penting
untuk menjadi target intervensi.
23. Implementasi -
Kekuatan
Pendidikan dan Pengajaran (n=82) Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (n=19)
Budaya Organisasi (n=11) Kegiatan Kemahasiswaan (n=52)
Masuk dalam materi mata kuliah
tertentu, pendekatan student-
center, sikap dosen yang open-
minded
Topik penelitian, hibah dan tema KKN
Ada dalamVisi-Misi dan
Pembentukan Rumah Moderasi
PBAK,Webinar, Kaderisasi dalam
Organisasi Kemahasiswaan
24. Implementasi -
Kelemahan
Belum adanya standar pedoman
implementasi MB (n=5)
Rumah Moderasi Beragama
belum masuk susunan Ortaker
(n=6)
Kebutuhan Monev terstruktur
(n=2)
Penanganan Mahasiswa yang
terpaparVE (n=1)
26. Rekomendasi
dari Hasil
Penelitian
– Regulasi Struktur Kelembagaan Rumah Moderasi Beragama
menjadi bagian terpadu dalam Organisasi danTata Kerja
(Ortaker) PerguruanTinggi, jika tidak dimungkinkan à regulasi
khusus advokasi struktur dimana program dan kegiatan
turunan moderasi beragama dilembagakan (mata kuliah atau
kompetensi SKPI)
– Indeks pengukuran terpadu sebagai alat evaluasi moderasi
beragama di PTKIN, à alat deteksi dini kerentanan dan
ketahanan moderasi beragama di PTKIN
– Modul dasar bagi masing-masing Rumah Moderasi Beragama
dalam mengembangkan bidang cakupannya yang terdiri dari
Modul Pendidikan dan Pelatihan, Model Kajian dan Penelitian
serta advokasi dan pendampingan masyarakat;
1
2
3
28. Protokol untuk
PTKIN
Protokol
SEMAR
SAPA SALAM RANGKUL
Selidik-Asesmen-Pendampingan
Usaha Preventif dengan mendata
kondisi moderasi beragama
mahasiswa serta pendampingan
bagi yang individu yang rentan
Sinergisasi-Asesmen-
Latih, Monitoring dan
evaluasi
Usaha Promotif yaitu bekerja sama
dengan Organisasi kemahasiswaan
dalam mengadakan Pelatihan
Moderasi Beragama sebagai social
skills yang menargetkan pengurus
organisasi mahasiswa.
Usaha Rehabilitatif dan Kuratif
untuk individu yang sudah
terpapar ekstrimisme kekerasan.
Tahapan ini dilakukan jika
pendampingan di SAPA tidak
berhasil
Respon, Analisis, Narasikan,
Gali, Kaji Ulang, Lakukan dan
berakhir dengan Rehabilitasi
29. Modul
Pelatihan
Moderasi
Beragama
sebagai social
skills pada
mahasiswa
Moderasi Beragama Sebagai Social Skills
“social skills adalah kemampuan individu untuk berfungsi secara sosial”
Tujuan dari Modul
1. Menyadari keragaman identitas, pilihan moral, dan belajar
menghargainya (kemampuan flexibility).
2. Menyadari bias-bias pribadi terkait relasi dengan kelompok lain
(streotip, prasangka, dan diskriminasi).
3. Meningkatkan kemampuan empati, baik afektif dan perspective
taking.
4. Meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan berbagai
pihak
Pendekatan Modul:
1. Andragogi dan Daur Belajar Kolb à Memanfaatkan pengalaman
peserta dan membuat peserta lebih aktif
2. Terbagi dalam 7 sesi pelatihan dengan total durasi 6-7 jam