SlideShare a Scribd company logo
UTS:
1. ANALISIS TENTANG KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN:
a. FREEWARE
b. SHAREWARE
c. FREESOFTWARE
d. SEMI FREEWARE
e. PUBLIC DOMAIN SOFTWARE
f. COPYLEFTED/NON COPYLEPTED


Keuntungan Freeware : tidak perlu membeli cukup didownload saja dan dipakai.
Kelemahan : biasanya software seperti ini ada yang tidak bisa diupdate dan sebagian kecil bisa
diupdate.


sedangkan shareware : kelemahannya adalah bila didownload hanya bersifat trial dan berjangka
waktu dan merupakan software berbayar.


Keuntungannya adalah didownload dan dapatkan crack, keygen dan serial number melalui
www.cracksearchengine.net.


Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Open Source
Open Source kalau di Indonesiakan berarti sumber terbuka yaitu istilah untuk software yang
kode program/sumbernya disediakan oleh pengembangnya untuk umum, secara terbuka dapat
diambil oleh pengguna. Terbuka disini maksudnya bebas. Pengguna bahkan dapat mempelajari,
melakukan modifikasi dan mengembangkan lebih lanjut untuk membuat software tersebut sesuai
dengan kebutuhan mereka, dan juga dapat disebarluaskan.


Penggunaan software open source memiliki keuntungan dan kerugian baik dari sisi pengguna
maupun sisi pengembang.


Keuntungan dari Sisi pengguna:
- Gratis --> Hemat dan ekonomis
- Pengguna dapat terlibat dalam pengembangan program karena memilikisource code nya
- Respon yang baik dari pemakai sehingga bug dapat ditemukan dan diperbaiki dengan lebih
cepat.
- Meningkatkan potensi untuk bisa lebih mandiri di bidang TI sehingga ketergantungan pada
vendor berkurang.




Sisi pengembang:


- Seluruh komunitas mau dan dapat membantu untuk membuat software anda menjadi lebih baik
- Tidak ada biaya iklan dan perawatan program sebagai sarana untuk memperkenalkan konsep
anda


selain itu keuntungan lainnya adalah :


- Banyaknya tenaga (SDM) untuk mengerjakan proyek.


Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam software development. Proyek
open source biasanya menarik banyak developer.


- Kesalahan (bugs, error) lebih cepat ditemukan dan diperbaiki.


Karena jumlah developernya sangat banyak dan tidak dibatasi, maka kemungkinan untuk
mendeteksi bugs lebih besar. Selain itu karena source code tersedia, maka setiap orang dapat
mengusulkan perbaikan tanpa harus menunggu dari vendor.


- Kualitas hasil lebih terjamin.


Karena banyaknya orang yang melakukan evaluasi, kualitas produk dapat lebih baik.
Kerugian:


- Tidak ada garansi dari pengembangan.


Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau
beberapa perusahaan, memunculkan celah awalketika sumbe code masih mentah dan
pengembangan dasar masih dalampembangunan.


- Masalah yang berhubungan dengan intelektual property


Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini
sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software
di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran
intelektual property.


- Kesulitan dalam mengetahui status project


Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung
ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing.
Motivasi dari penggunaan dan pengembangan open source software beraneka ragam, mulai dari
filosofi dan alasan etika sampai pada masalah praktis. Biasanya, keuntungan yang dirasa pertama
dari model open source adalah fakta bahwa ketersediaan open source diciptakan secara gratis
atau dengan biaya yang rendah.
Keuntungan Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :
a. Ketersedian source code dan hak untuk memodifikasi
Ini merupakan hal yang penting. Hal ini menyebakan perubahan dan improvisasi pada produk
software. Selain itu, hal ini memunculkan kemungkinan untuk meletakan code pada hardware
baru, agar dapat diadaptasi pada situasi yang berubah-ubah, dan menjangkau pemahaman

bagimana sistem itu bekerja secara detail.
b. Hak untuk mendistribusikan modifikasi dan perbaikan pada code
Hal ini merupakan titik perbedaan Open Source Software dengan Free Software. Pada
kenyataannya, hak pendistribusian diakui dan merupakan hal yang umum, ini adalah hal yang
berpengaruh bagi sekumpulan developer ( pengembang ) untuk bekerja bersama dalam project
Open Source Software.
c. Hak untuk menggunakan software
Ini merupakan kombinasi dari hak pendistribusian, menjamin ( jika software cukup berguna )
beberapa user yang mana membantu dalam menciptakan pasar untuk mendukung dan
berlangganan software. Hal ini juga membantu dalam improvisasi kualitas dari produk dan
improvisasi secara fungsi. Selain itu akan menyebabkan sejumlah user untuk mencoba produk
dan mungkin menggunakannya secara regler.
Kerugian Open Source Software
Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan :
a. Tidak ada garansi dari pengembangan
Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau beberapa
perusahaan, memunculkan celah awal ketika sumber code masih mentah dan pengembangan
dasar masih dalam pembangunan.
b. Masalah yang berhubungan dengan intelektual property
Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat
sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software di
patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual
property.
c. Kesulitan dalam mengetahui status project
Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung
ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing.

Lisensi dari Open Source Software
Beberapa lisensi umum pada open source software yaitu :
a. BSD ( Berkeley Software Distribution )
Secara ringkas, pendistribusian dapat dilakukan sepanjang berhubungan dengan software,
meliputi penggunaan propierty produk. Pencipta hanya ingin pekerjaan mereka dikenali dan
tanpa memerlukan biaya. Hal ini menjadi penting karena lisensi ini tidak melibatkan beberapa
pembatasan dengan menjamin dan berorientasi pada turunan awal open source.
b. GPL ( GNU General Public Licence )
Ini adalah lisensi bagi software yang bernaung dalam distribusi GNU Project. Saat ini masih
dapat kita jumpai / menemukan banyak software yang tidak berkaitan dengan GNU Project. GPL
secara hati-hati didesain untuk mempromosikan produk dari free software dan karena itu, secara
eksplisit melarang beberapa tindakan pada software yang dapat merusak integrasi dari GPL
software pada program proprietary ( kepemilkan ). GPL berdasar pada UU Internasional yang
menjamin pelaksanaannya. Karakterisitik utama dari GPL meliputi pendistribusian, tapi hanya
jika souce code itu tersedia dan juga dijamin; serta mengijinkan pendistribusian source;
mengijinkan modifikasi tanpa pembatasan dan integrasi lengkap dengan software lain.
c. MPL ( Mozilla Public Licence )
Ini adalah lisensi yang dibuat oleh Netscape dalam mendistribusi code dari Mozilla, versi baru
dari navigator jaringan. Banyak respek yang mirip dengan GPL tetapi lebih berorientasi pada
perusahaan level enterprise.
d. Lainya seperti : Qt ( oleh Troll-Tech ), X Consortium dll.

Freeware, Shareware, Free Software dan Adware

Posted Oct.17, 2009 under Komputer

Pada artikel ini kita akan membahas perbedaan antara perangkat lunak bebas atau open source,
yang Freeware dan Shareware varian seperti atau Adware. Dan juga belajar untuk membedakan
antara konsep Hak Cipta dan Copyleft, serta batasan-batasannya. Sebelum memasuki definisi
istilah-istilah ini, kita harus memahami apa saja lisensi perangkat lunak, semua perangkat lunak
yang terkait, dan untuk Software License atau apa otorisasi atau izin yang diberikan oleh penulis
untuk menggunakan karyanya dengan cara mencetak tetapi memiliki batas dan hak-hak
mengenai penggunaannya. Itu adalah, lisensi, misalnya, membatasi wilayah program, dengan
periode durasi atau istilah lainnya bahwa penulis memutuskan untuk menyertakan perangkat
lunak.

Lisensi asli karya intelektual adalah bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang,
ada yang meliputi baik yang dipublikasikan maupun data yang belum diterbitkan, dan penulis
memberikan hak eksklusif untuk mengotorisasi orang lain untuk menggunakan, memodifikasi
dan / atau mendistribusikan kembali karya asli . Pembuat perangkat lunak dapat mengotorisasi
atau membatasi penggunaan, modifikasi dan / atau redistribusi pekerjaan yang ditetapkan ke
jenis lisensi tertentu. Saat ini sudah ada organisasi bernama Free Software Foundation, atau dari
Free Software Foundation, yang memperkenalkan konsep GPL (General Public License) dan
menetapkan hak-hak penggunaan Perangkat Lunak Bebas.

Freeware atau perangkat lunak gratis adalah perangkat lunak komputer berhak cipta yang gratis
digunakan tanpa batasan waktu, berbeda dari shareware yang mewajibkan penggunanya
membayar (misalnya setelah jangka waktu percobaan tertentu atau untuk memperoleh fungsi
tambahan). Para pengembang perangkat gratis seringkali membuat perangkat gratis freeware
“untuk disumbangkan kepada komunitas”, namun juga tetap ingin mempertahankan hak mereka
sebagai pengembang dan memiliki kontrol terhadap pengembangan selanjutnya. Freeware juga
didefinisikan sebagai program apapun yang didistribusikan gratis, tanpa biaya tambahan. Sebuah
contoh utama adalah suite browser dan mail client dan Mozilla News, juga didistribusikan di
bawah GPL (Free Software).
Free Software lebih mengarah kepada bebas penggunaan tetapi tidak harus gratis. Pada
kenyataannya, namanya adalah karena bebas untuk mencoba perangkat lunak sumber terbuka
(Open Source) dan di sanalah letak inti dari kebebasan: program-program di bawah GPL, sekali
diperoleh dapat digunakan, disalin, dimodifikasi dan didistribusikan secara bebas. Jadi free
software tidak mengarah kepada gratis pembelian tetapi penggunaan dan distribusi. Begitu keluar
dari lisensi kita dapat menemukan berbagai cara untuk mendistribusikan perangkat lunak,
termasuk freeware, shareware atau Adware. Klasifikasi ini mempengaruhi cara di mana program
dipasarkan, dan independen dari lisensi perangkat lunak mana mereka berasal.

Perbedaan yang nyata antara Free Software dan Freeware. Konflik muncul dalam arti kata
free dalam bahasa Inggris, yang berarti keduanya bebas dan gratis. Oleh karena itu, dan seperti
yang disebutkan sebelumnya, Free Software tidak perlu bebas, sama seperti Freeware tidak
harus gratis.

Shareware juga bebas tetapi lebih dibatasi untuk waktu tertentu. Shareware adalah program
terbatas didistribusikan baik sebagai demonstrasi atau versi evaluasi dengan fitur atau fungsi
yang terbatas atau dengan menggunakan batas waktu yang ditetapkan (misalnya 30 hari) .
Dengan demikian, memberikan pengguna kesempatan untuk menguji produk sebelum membeli
dan kemudian membeli versi lengkap dari program. Sebuah contoh yang sangat jelas dari tipe ini
adalah perangkat lunak antivirus, perusahaan-perusahaan ini biasanya memudahkan pelepasan
produk evaluasi yang hanya berlaku untuk jumlah hari tertentu. Setelah melewati maksimum,
program akan berhenti bekerja dan Anda perlu membeli produk jika Anda ingin tetap
menggunakannya.

Kita juga dapat menemukan perangkat lunak bebas sepenuhnya, namun termasuk dalam
program periklanan, distribusi jenis ini disebut Adware. Sebuah contoh yang jelas adalah
program Messenger dari Microsoft yang memungkinkan penggunaan perangkat lunak bebas
dalam pertukaran untuk masuk dengan cara iklan banner atau pop-up.

Memang benar bahwa dengan berjalannya waktu privasi dan keamanan informasi telah diserang
oleh program-program ini, karena beberapa dari mereka diinstal program perangkat lunak
tambahan (Spyware), yang mengumpulkan informasi yang tersimpan di hard drive pengguna dan
saham dengan pihak ketiga, apakah mereka adalah perusahaan iklan atau organisasi lain.
Software Kazaa, misalnya, di samping menginstal program utama iklan lainnya dikirim ke
komputer Anda berdasarkan preferensi browsing Anda. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
membaca kontrak dengan End User License Agreement (EULA) yang muncul selama instalasi
untuk persetujuan persyaratan penggunaan.
Kali ini kita akan membahas mengenai apa itu freeware, shareware dan opensource.....

FREEWARE

freeware adalah konten yang didistribusikan secara bebas oleh penciptanya dan tanpa biaya
untuk mendownloadnya alias gratis, namun masih memiliki batasan hak penciptanya. Konten
Freeware itu isinya beragaram, ada yang berupa aplikasi(software), dokumen (ebook,dokumen
word), source code, engine web (wordpress, CMS, PHPBB).

SHAREWARE

Shareware adalah konten yang didistribusikan secara komersil , atau orang biasa menyebutnya
sebagai trial version atau tryout, dalam hal ini Anda hanya diberikan tenggang waktu tertentu
untuk mencoba aplikasi yang anda gunakan, sebelum anda membelinya. setelah anda telah
sampai dimasa tenggang waktu maka anda diharuskan untuk secara langsung melalui internet,
contoh dari shareware ini adalah Stylexp, Windows Blind, winRaR dan sebagainya......

OPENSOURCE

open source adalah istilah bagi software yang dapat dimodifikasi ulang, atau dimodif sesuai
keinginan kita, namun tetap menyisipkan nama penciptanya. Tujuan pembuatan open source
software biasanya bukan untuk tujuan komersil, namun lebih ke tujuan sosial bagaimana sebuah
software bisa bermanfaat bagi para pengguna. Contoh nyata adalah sistem operasi Linux, Unix
dan Free BSD. Selain untuk sistem operasi, open source digunakan juga engine web, seperti
CMS joomla, mambo, phpbb, wordpress, dan masih banyak lagi.



mungkin hanya sekian dari saya, mudah-mudahan informasi ini bermanfaat bagi anda...

jangan lupa comment yah...
Perangkat Lunak Bebas
      Perangkat lunak bebas ialah perangkat lunak yang mengizinkan siapa pun untuk
      menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara
      gratis atau pun dengan biaya. Perlu ditekankan, bahwa source code dari program harus
      tersedia. ``Jika tidak ada kode program, berarti bukan perangkat lunak.'' Yang tersebut di
      atas merupakan definisi sederhananya; lihat juga definisi lengkapnya.

       Kami juga memiliki daftar terjemahan istilah "perangkat lunak bebas" dalam berbagai
       bahasa lain.

       Jika suatu program bebas, maka dapat disertakan pada sebuah sistem operasi bebas
       seperti GNU, atau versi bebas dari sistem GNU/Linux.

       Terdapat berbagai cara untuk membuat suatu program bebas---banyak pertanyaan rinci,
       yang dapat ditentukan dalam banyak cara dan masih menjadikan program tersebut bebas.
       Beberapa kemungkinan variasi akan dijelaskan di bawah ini.

       Perangkat lunak bebas menyangkut masalah kebebasan, bukan harga. Tapi beberapa
       perusahaan perangkat lunak berpemilik terkadang menggunakan istilah perangkat lunak
       bebas untuk menunjukkan harga. Terkadang maksud mereka ialah anda dapat
       memperoleh salinan biner tanpa biaya; terkadang maksud mereka ialah suatu salinan
       disertakan dalam komputer yang anda beli. Ini tidak ada hubungannya sama sekali
       dengan apa yang kami maksud dengan perangkat lunak bebas pada proyek GNU.

       Karena hal ini dapat membingungkan, ketika sebuah perusahaan perangkat lunak
       menyatakan bahwa produknya adalah perangkat lunak bebas, selalu periksa ketentuan
       distribusinya untuk melihat apakah pengguna memiliki kebebasan yang dimaksudkan
       oleh istilah perangkat lunak bebas. Terkadang memang benar-benar perangkat lunak
       bebas; namun terkadang tidak.

       Banyak bahasa memiliki dua kata yang berbeda untuk menyatakan ``bebas'' sebagai
       kebebasan dan ``bebas'' sebagai tanpa biaya. Sebagai contoh, bahasa Perancis memiliki
       kata ``libre'' dan ``gratuit''. Dalam bahasa Inggris terdapat kata ``gratis'' yang menyatakan
       tentang harga tanpa membingungkan. Tapi tidak ada kata sifat yang menyatakan
       kebebasan tanpa membingungkan. Hal ini sangat disayangkan, karena kata semacam itu
       akan sangat berguna disini.

       Perangkat lunak bebas seringkali lebih handal daripada perangkat lunak tidak bebas.

Perangkat Lunak Open Source
      Istilah perangkat lunak ``open source'' digunakan oleh beberapa pihak yang artinya
      kurang lebih sama dengan perangkat lunak bebas. Kami memilih untuk menggunakan
      istilah ``perangkat lunak bebas''; ikuti link untuk melihat alasannya.
Perangkat Lunak Public domain
Perangkat lunak public domain ialah perangkat lunak yang tanpa hak cipta. Ini
       merupakan kasus khusus dari perangkat lunak bebas non-copylefted, yang berarti bahwa
       beberapa salinan atau versi yang telah dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali.

       Terkadang ada yang menggunakan istilah ``public domain'' secara bebas yang berarti
       ``cuma-cuma'' atau ``tersedia gratis". Namun ``public domain'' merupakan istilah hukum
       yang artinya ``tidak memiliki hak cipta''. Untuk jelasnya, kami menganjurkan untuk
       menggunakan istilah ``public domain'' dalam arti tersebut, serta menggunakan istilah lain
       untuk mengartikan pengertian yang lain.

Perangkat Lunak Copylefted
      Perangkat lunak copylefted merupakan perangkat lunak bebas yang ketentuan
      pendistribusinya tidak memperbolehkan untuk menambah batasan-batasan tambahan--
      jika mendistribusikan atau memodifikasi perangkat lunak tersebut. Artinya, setiap salinan
      dari perangkat lunak, walaupun telah dimodifikasi, haruslah merupakan perangkat lunak
      bebas.

       Dalam proyek GNU, kami meng-copyleft-kan hampir semua perangkat lunak yang kami
       buat, karena tujuan kami adalah untuk memberikan kebebasan kepada semua pengguna
       seperti yang tersirat dalam istilah ``perangkat lunak bebas''. Lihat Copylefted untuk
       penjelasan lebih jauh mengenai bagaimana cara kerjanya copyleft dan bagaimana kita
       menggunakannya.

       Copyleft merupakan konsep yang umum. Jadi, untuk meng-copyleft-kan sebuah program,
       anda harus menggunakan ketentuan distribusi tertentu. Terdapat berbagai cara untuk
       menulis perjanjian distribusi program copyleft.

Perangkat Lunak Bebas Non-copylefted
      Perangkat lunak bebas non-copylefted dibuat oleh pembuatnya yang mengizinkan kita
      untuk mendistribusikan dan memodifikasi, dan untuk menambahkan batasan-batasan
      tambahan dalamnya.

       Jika suatu program bebas tapi tidak copylefted, maka beberapa salinan atau versi yang
       dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Perusahaan perangkat lunak dapat
       mengkompilasi programnya, dengan atau tanpa modifikasi, dan mendistribusikan file
       tereksekusi sebagai produk perangkat lunak yang berpemilik.

       Sistem X Window menggambarkan hal ini. Konsorsium X mengeluarkan X11 dengan
       ketentuan distribusi yang menetapkannya sebagai perangkat lunak bebas non-copylefted.
       Jika anda menginginkannya, anda dapat memperoleh salinan yang memiliki perjanjian
       distribusi dan juga bebas. Namun ada juga versi tidak bebasnya, dan ada workstation
       terkemuka serta perangkat grafik PC, dimana versi yang tidak bebas merupakan satu-
       satunya yang dapat bekerja disini. Jika anda menggunakan perangkat keras tersebut, X11
       bukanlah perangkat lunak bebas bagi anda.

Perangkat Lunak GPL-covered
GNU GPL (General Public License) (20k huruf) merupakan sebuah kumpulan ketentuan
       pendistribusian tertentu untuk meng-copyleft-kan sebuah program. Proyek GNU
       menggunakannya sebagai perjanjian distribusi untuk sebagian besar perangkat lunak
       GNU.
Sistem GNU
       Sistem GNU merupakan sistem serupa Unix yang seutuhnya bebas.

       Sistem operasi serupa Unix terdiri dari berbagai program. Sistem GNU mencakup seluruh
       perangkat lunak GNU, dan juga paket program lain, seperti sistem X Windows dam TeX
       yang bukan perangkat lunak GNU.

       Kami telah mengembangkan dan mengumpulkan komponen untuk sistem GNU ini sejak
       tahun 1984. Pengedaran awal (percobaan) dari ``sistem GNU lengkap'' dilakukan tahun
       1996. Sekarang (2001), sistem GNU ini bekerja secara handal, serta orang-orang bekerja
       dan mengembangkan GNOME, dan PPP dalam sistem GNU. Pada saat bersamaan sistem
       GNU/Linux, merupakan sebuah terobosan dari sistem GNU yang menggunakan Linux
       sebagai kernel dan mengalami sukses luar biasa.

       Berhubung tujuan dari GNU ialah untuk kebebasan, maka setiap komponen dalam sistem
       GNU harus merupakan perangkat lunak bebas. Namun tidak berarti semuanya harus
       copylefted; setiap jenis perangkat lunak bebas dapat sah-sah saja jika menolong
       memenuhi tujuan teknis. Kita dapat menggunakan perangkat lunak non-copylefted seperti
       sistem X Window.

Program GNU
      ``Program GNU'' setara dengan perangkat lunak GNU. Program Anu adalah program
      GNU jika ia merupakan perangkat lunak GNU.
Perangkat Lunak GNU
      Perangkat lunak GNU merupakan perangkat lunak yang dikeluarkan oleh proyek GNU.
      Sebagian besar perangkat lunak GNU merupakan copylefted, tapi tidak semuanya;
      namun, semua perangkat lunak GNU harus merupakan perangkat lunak bebas.

       Jika suatu program adalah perangkat lunak GNU, kita juga menyebutnya sebagai
       program GNU.

       Beberapa perangkat lunak GNU ditulis oleh staf dari Free Software Foundation (FSF,
       Yayasan Perangkat Lunak Bebas), namun sebagian besar perangkat lunak GNU
       merupakan kontribusi dari para sukarelawan. Beberapa perangkat lunak yang
       dikontribusikan merupakan hak cipta dari Free Software Foundation; beberapa
       merupakan hak cipta dari kontributor yang menulisnya.

Perangkat Lunak Semi-Bebas
      Perangkat lunak semi-bebas adalah perangkat lunak yang tidak bebas, tapi mengizinkan
      setiap orang untuk menggunakan, menyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya
      (termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan non-laba. PGP
      adalah salah satu contoh dari program semi-bebas.
Perangkat lunak semi-bebas jauh lebih baik dari perangkat lunak berpemilik, namun
       masih ada masalah, dan kita tidak dapat menggunakannya pada sistem operasi yang
       bebas.

       Pembatasan dari copyleft dirancang untuk melindungi kebebasan bagi semua pengguna.
       Bagi kami, satu-satunya alasan untuk membatasi substantif dalam menggunakan
       program--ialah melarang orang lain untuk menambahkan batasan lain. Program semi-
       bebas memiliki batasan-batasan tambahan, yang dimotivasi oleh tujuan pribadi semata.

       Sangat mustahil untuk menyertakan perangkat lunak semi-bebas pada sistem operasi
       bebas. Hal ini karena perjanjian distribusi untuk sistem operasi keseluruhan adalah
       gabungan dari perjanjian distribusi untuk semua program di dalamnya. Menambahkan
       satu program semi-bebas pada sistem akan membuat keseluruhan sistem menjadi semi-
       bebas. Terdapat dua alasan mengapa kami tidak menginginkan hal ini:

              Kami percaya bahwa perangkat lunak bebas seharusnya ditujukan bagi semuanya-
              -termasuk pelaku bisnis, dan bukan hanya untuk sekolah dan sekedar hobi saja.
              Kami ingin mengundang kalangan bisnis untuk menggunakan keseluruhan sistem
              GNU, dan untuk itu kami tidak dapat menyertakan program semi-bebas di
              dalamnya.
              Distribusi komersial dari sistem operasi bebas, termasuk Sistem GNU/Linux
              sangat penting, dan para pengguna menghargai kemampuan untuk dapat membeli
              distribusi CD-ROM komersial. Menyertakan satu program semi-bebas dalam
              sistem operasi dapat memotong distribusi CD-ROM komersial untuknya.

       Free Software Foundation sendiri adalah organisasi nirlaba, dan karena itu, kami
       diizinkan secara hukum untuk menggunakan program semi-bebas secara ``internal''. Tapi
       kami tidak melakukannya, karena hal itu akan melemahkan upaya kami untuk
       memperoleh program yang dapat disertakan ke dalam GNU.

       Jika ada pekerjaan yang berhubungan dengan perangkat lunak, maka sebelum kami
       memiliki program bebas untuk melakukan pekerjaan itu, sistem GNU memiliki
       kesenjangan. Kami harus memberitahukan kepada para sukarelawan, ``Kami belum
       memiliki program untuk melakukan pekerjaan ini di GNU, jadi kami berharap Anda
       menulisnya sendiri.'' Jika kami menggunakan program semi-bebas untuk untuk
       melakukan pekerjaan itu, hal itu akan melemahkan apa yang telah kami katakan; hal itu
       akan menghancurkan motivasi (bagi kami, dan orang lain yang memiliki pandangan yang
       sama) untuk menulis substitusi yang bebas. Jadi kami tidak melakukannya.

Perangkat Lunak Berpemilik
      Perangkat lunak berpemilik ialah perangkat lunak yang tidak bebas ataupun semi-bebas.
      Kita dapat dilarang, atau harus meminta izin, atau akan dikenakan pembatasan lainnya
      sehingga menyulitkan--jika menggunakan, mengedarkan, atau memodifikasinya.

       Free Software Foundation mengikuti aturan bahwa kita tidak dapat memasang program-
       program berpemilik di komputer kita kecuali untuk sementara waktu dengan maksud
menulis pengganti bebas untuk program tersebut. Disamping itu, kami merasa tidak; ada
       alasan untuk memasang sebuah program berpemilik.

       Sebagai contoh, kami merasa sah dalam memasang Unix di komputer kami pada tahun
       1980-an, sebab kami menggunakannya untuk menulis pengganti bebas untuk Unix.
       Sekarang, karena sistem operasi bebas telah tersedia, alasan ini tidak lagi dapat diterima;
       kami harus menghapus semua sistem operasi tidak bebas kami, dan setiap komputer yang
       kami pasang harus berjalan pada sistem operasi yang benar-benar bebas.

       Kami tidak memaksa para pengguna GNU atau para kontributor GNU untuk mengikuti
       aturan ini. Ini adalah aturan yang kami buat untuk diri kami sendiri. Tapi kami berharap
       agar anda memutuskan untuk mengikutinya juga.

Freeware
      Istilah ``freeware'' tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket-
      paket yang mengizinkan redistribusi tetapi bukan pemodifikasian (dan kode programnya
      tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas, jadi jangan menggunakan
      istilah ``freeware'' untuk merujuk ke perangkat lunak bebas.
Shareware
      Shareware ialah perangkat lunak yang mengijinkan orang-orang untuk meredistribusikan
      salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya
      lisensi.

       Shareware bukan perangkat lunak bebas ataupun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal
       ini, yakni:

              Sebagian besar shareware, kode programnya tidak tersedia; jadi anda tidak dapat
              memodifikasi program tersebut sama sekali.
              Shareware tidak mengizinkan kita untuk membuat salinan dan memasangnya
              tanpa membayar biaya lisensi, tidak juga untuk orang-orang yang terlibat dalam
              kegiatan nirlaba (Dalam prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan
              perjanjian distribusi dan tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian
              tidak mengizinkannya).

Perangkat Lunak Komersial
      Perangkat lunak komersial adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh kalangan
      bisnis untuk memperoleh keuntungan dari penggunaannya. ``Komersial'' dan
      ``kepemilikan'' adalah dua hal yang berbeda! Kebanyakan perangkat lunak komersial
      adalah berpemilik, tapi ada perangkat lunak bebas komersial, dan ada perangkat lunak
      tidak bebas dan tidak komersial.

       Sebagai contoh, GNU Ada selalu didistribusikan di bawah perjanjian GNU GPL, dan
       setiap salinannya adalah perangkat lunak bebas; tapi para pengembangnya menjual
       kontrak penunjang. Ketika penjualnya bicara kepada calon pembeli, terkadang pembeli
       tersebut mengatakan, ``Kami merasa lebih aman dengan kompilator komersial.'' Si
penjual menjawab, ``GNU Ada ialah kompilator komersial; hanya saja ia merupakan
perangkat lunak bebas.''

Bagi proyek GNU, penekanannya ada pada hal yang sebaliknya: hal terpenting ialah
GNU Ada merupakan perangkat lunak bebas; terlepas komersial atau bukan, itu bukan
hal yang penting. Namun perkembangan tambahan GNU Ada yang dihasilkan dari
komersialismenya adalah menguntungkan.

Harap sebarkan ke khalayak, perangkat lunak bebas komersial merupakan sesuatu yang
mungkin. Sebaiknya, anda jangan mengatakan ``komersial'' ketika maksud anda ialah
``berpemilik''.
Seminar “Make Your Software To Be Secure”

Posted by admin on Wednesday, July 1, 2009 · Leave a Comment




                          RootBrain akan ikut berpartisipasi pada seminar HMJTI STMIK
Akakom Yogyakarta yang bertemakan “Make Your Software To Be Secure” , diadakan pada
Jumat, 03 Juli 2009. Pukul 08:00 – 11:40 WIB. Bertempat di Ruang Presentasi STMIK Akakom
Yogyakarta. Seminar tersebut akan diisi oeh Bapak Josua M Sinambela (RootBrain.Com
Founder, IT Trainer & Consultant)

Overview

Banyak cara untuk memberikan lisensi dan mengamankan software yang dihasilkan. Diantara
lisensi yang ada, antara lain free software, open source, public domain, copylefted software, GPL
Software, Non-Copylefted Free Software, Semi-Free Software, Freeware, Shareware, Evaluation
Copy / Trial / Preview/ Demo, Adware, Spyware & Nagware, Stripware & Optionware.

Diantara lisensi-lisensi tersebut di atas, dapat juga di terapkan proteksi terhadap software
tersebut, khususnya pada software dengan lisensi shareware dan Evaluation Copy / Trial /
Preview/ Demo. Pada software dengan lisensi shareware, software tersebut pada umumnya
hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu, dan untuk penggunaan selanjutnya
pengguna harus melakukan registrasi untuk dapat membuka proteksi software, menghilangkan
nagscreen atau mengupgrade fasilitas tambahan yang sebenarnya sudah tersedia namun
terproteksi sehingga fasilitas tambahan tersebut tidak dapat digunakan sebelum proses registrasi
dilakukan.

Pada Evaluation Copy / Trial / Preview/ Demo, software hanya akan berfungsi dalam jangka
waktu tertentu dan tidak akan berfungsi sama sekali apabila dalam jangka waktu yang telah
ditentukan tersebut pengguna tidak melakukan registrasi. Dari berbagai macam proteksi tersebut,
belum tentu aman dari serangan cracker, sehingga proteksi dapat dibongkar.

Tujuan

Dari latar belakang masalah yang ada, untuk itu perlu ada suatu pembelajaran terhadap teknik-
teknik proteksi yang ada. Dengan mengenal cara kerja, kelemahan dan kelebihan teknik-teknik
proteksi yang ada, diharapkan peserta mampu melakukan proteksi terhadap software yang di
hasilkan, serta mampu membongkar proteksi/melakukan cracking menemukan kelemahan dari
proteksi sebuah software.

Pembahasan
Dalam seminar ini akan dibahas

   1. Pengenalan jenis-jenis lisensi dan proteksi software
   2. Pengenalan tools-tools untuk melakukan exploit software atau cracking
   3. Teknik-teknik exploit software untuk menemukan kelemahan proteksi software
      (cracking)
   4. Pengenalan tools-tools untuk melakukan proteksi software
   5. Teknik-teknik untuk melakukan proteksi software yang dihasilkan
   6. Mengenal cara pembuatan patch, keygen
   7. Teknik-teknik tambahan untuk mengamankan software yang dihasilkan dari serangan
      cracker

Kesimpulan

Melalu seminar ini, peserta dapat menerapkan teknik – teknik yang sudah diseminarkan untuk
mengamankan software yang mereka bangun. peserta tidak diharapkan melakukan hal-hal
kejahatan digital yang merugikan hak atas kekayaan intelektual. Dengan memahami konsep –
konsep yang sudah diberikan peserta dapat membantu hukum hak atas kekayaan intelektual.

Selengkapnya dapat diakses di http://eti.hmjti-akakom.org/detail_securing_software.html
Pengertian Cyber Crime yang dianut Indonesia




                     Unit cyber crime Kepolisiaan RI menggunakan parameter berdasarkan
dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di
Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang
dikenal :

Cybercrime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour
directed by means of electronic operation that target the security of computer system and the data
processed by them.

Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related crime: any illegal
behaviour committed by means on relation to, a computer system offering or system or network,
including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by means of
computer system or network.

Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai
objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

Contoh kasus Cybercrime di Indonesia

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain.

Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account
pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian
yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password”
saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya
“benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak
berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut.
Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian
oleh dua Warnet di Bandung.

Membajak situs web

Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang
dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang
keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web
dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?
Probing dan port scanning.

Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah
melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau
“probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh,
hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server
Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan
melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana
yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang
bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi
kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai
tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan
sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan? Berbagai program yang digunakan untuk melakukan
probing atau portscanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang
paling populer adalah “nmap” (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan”
(untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga
bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan.

Virus

Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia. Penyebaran umumnya
dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena virus
tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya. Kasus
virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang
terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika
ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan
membuat virus komputer?

Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack

DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash)
sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian,
penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak
dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini?
Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya
nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami
kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat
ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak
tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari
berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan
lebih dahsyat dari DoS attack saja.

Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain

Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang.
Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama
perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal.
Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting.
Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan
perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama
domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain
orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting.

IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team)

Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat
sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai
dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem
email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team
(CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact
bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia.

Sertifikasi perangkat security

Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat
kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat
yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang
menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh
Korea Information Security Agency.

Undang-Undang di Indonesia berhubungan dengan CyberCrime

Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang
diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap
perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif
penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban
seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang – Undang
khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang undang
tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak
pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara
RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR
namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki.
Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para
pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus
yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau
perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam
KUHP biasanya digunakan lebih dari
satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal- pasal yang dapat dikenakan
dalam KUHP pada cybercrime antara lain :

       Pasal 362 KUHP yang dikenakanuntuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor
       kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya
       saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk
       melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang
       dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak
       karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
       Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan
       menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga
       orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi,
       pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang
       dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi
       tertipu.
       Pasal 335 KUHpelaku biasanya mengetahui rahasia korban.
       Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan
       menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada
       teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke
       suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut.
       Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara
       online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia.
       Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno
       yang
       banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat
       sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain
       tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan
       merupakan hal yang ilegal.
       Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film
       pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah.
       Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku
       melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan
       kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian.
       Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem
       milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat
       digunakan sebagaimana mestinya

Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program
komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema
ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan
komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau
untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi
tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30).
Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warganegara Indonesia merupakan
peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual
software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50
dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan
dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab
modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software
di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan
pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 72 ayat (3) yaitu
“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah) “.

Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem
elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang
dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan
menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem
elektromagnetik.

Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan
sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke
sistem jaringan milik orang lain
sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,
tidak sah, atau memanipulasi:

       Akses ke jaringan telekomunikasi
       Akses ke jasa telekomunikasi
       Akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU
www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah)”

Undang-Undang No 8 Tahun1997 tentang Dokumen Perusahaan

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan
media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan
yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once – Read – Many (WORM),
yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah.

Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak PidanaPencucian Uang

Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik
untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet,
karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama,
sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang
termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada
bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh
tersangka tanpa harus mengikuti
peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
Dalam Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari
kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur
yang harus dilakukan adalah mengirimkan surat
dari Kapolda ke Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut
memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan.
Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup
mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan
tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang
dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena
data yang diberikan oleh pihak bank,
berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana
dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data– data
tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur
mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat
bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.

Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme

Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti
elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan,
 dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus
terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor
intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah
atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap
Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan
adalah e-mail dan chat room selain
mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui
bulletin board atau mailing list.

Kebijakan Kriminalisasi Cybercrime
Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang
semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat
dipidana). Jadi pada hakekatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan
kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena
itu termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana” (penal policy), khususnya kebijakan
formulasinya.

Pertanyaan tentang kriminalisasi muncul ketika kita dihadapkan pada suatu perbuatan yang
merugikan orang lain atau masyarakat yang hukumnya belum ada atau belum ditemukan.
Berkaitan dengan kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori
cybercrime sebagai tindak pidana sebagaimana diulas dalam buku tersebut di atas, ada beberapa
tanggapan yang hendak dikemukakan, yaitu:

       Persoalan kriminalisasi timbul karena dihadapan kita terdapat perbuatan yang berdimensi
       baru, sehingga muncul pertanyaan adakah hukumnya untuk perbuatan tersebut. Kesan
       yang muncul kemudian adalah terjadinya kekosongan hukum yang akhirnya mendorong
       kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut.[8] Sebenarnya dalam persoalan cybercrime,
       tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang dikenal
       dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam
       menghadapi perbuatan-perbuatan yang berdimensi baru yang secara khsusus belum diatur
       dalam undang-undang.[9] Persoalan menjadi lain jika ada keputusan politik untuk
       menetapkan cybercrime dalam perundang-undangan tersendiri di luar KUHP atau
       undang-undang khusus lainnya. Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini,
       para hakim belum sepakat mengenai kateori beberapa perbuatan. Misalnya carding, ada
       hakim yang menafsirkan masuk dalam kateori penipuan, ada pula yang memasukkan
       dalam kategori pencurian. Untuk itu sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada
       para hakim mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai suatu bentuk
       cybercrime ke dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang-undang lain tidak
       membingungkan.
       Dilihat dari pengertian kriminalisasi, sesungguhnya kriminalisasi tidak harus berupa
       membuat undang-undang khusus di luar KUHP, dapat pula dilakukan tetap dalam koridor
       KUHP melalui amandemen. Akan tetapi proses antara membuat amandemen KUHP
       dengan membuat undang-undang khusus hampir sama, baik dari segi waktu maupun
       biaya, ditambah dengan ketidaktegasan sistem hukum kita yang tidak menganut sistem
       kodifikasi secara mutlak, menyebabkan munculnya bermacam-macam undang-undang
       khusus.
       Kriminalisasi juga terkait dengan persoalan harmonisasi, yaitu harmonisasi
       materi/substansi dan harmonisasi eksternal (internasional/global). Mengenai harmonisasi
       substansi, bukan hanya KUHP yang akan terkena dampak dari dibuatnya undang-undang
       tentang cybercrime. Kementerian Komunikasi dan Informasi RI mencatat ada 21 undang-
       undang dan 25 RUU yang akan terkena dampak dari undang-undang yang mengatur
       cybercrime. Ini merupakan pekerjaan besar di tengah kondisi bangsa yang belum stabil
       secara politik maupun ekonomi. Harmonisasi eksternal berupa penyesuaian perumusan
       pasal-pasal cybercrime dengan ketentuan serupa dari negara lain, terutama dengan Draft
       Convention on Cyber Crime dan pengaturan cybercrime dari negara lain. Harmonisasi ini
       telah dilaksanakan baik dalam RUU PTI, RUU IETE, RUU ITE, RUU TPTI maupun
dalam RUU KUHP. Judge Stenin Schjolberg dan Amanda M. Hubbard mengemukakan
       dalam persoalan cyber crime ini diperlukan standardisasi dan harmoonisiasi dalam tiga
       area, yaitu legislation, criminal enforcement dan judicial review. Ini menunjukkan bahwa
       persoalan harmonisasi merupakan persoalan yang tidak berhenti dengan diundangkannya
       undang-undang yang mengatur cybercrime, lebih dari itu adalah kerjasama dan
       harmonisasi dalam penegakan hukum dan peradilannya.
       Berkaitan dengan harmonisasi substansi, ada yang bagian yang tak disinggung dalam
       buku tersebut, terutama mengenai jenis pidana. Mengingat cybercrime merupakan
       kejahatan yang menggunakan atau bersaranakan teknologi komputer, maka diperlukan
       modifikasi jenis sanksi pidana bagi pelakunya. Jenis sanksi pidana tersebut adalah tidak
       diperbolehkannya/dilarang sipelaku untuk menggunakan komputer dalam jangka waktu
       tertentu. Bagi pengguna komputer yang sampai pada tingkat ketergantungan, sanksi atau
       larangan untuk tidak menggunakan komputer merupakan derita yang berat. Jangan
       sampai terulang kembali kasus Imam Samudera – terpidana kasus terorisme Bom Bali I –
       yang dengan leluasa menggunakan laptop di dalam selnya.
       Setelah harmonisasi dilakukan, maka langkah yang selanjutnya adalah melakukan
       perjanjian ekstradisi dengan berbagai negara. Cybercrime dapat dilakukan lintas negara
       sehingga perjanjian ekstradisi dan kerjasama dengan negara lain perlu dilakukan terutama
       untuk menentukan yurisdiksi kriminal mana yang hendak dipakai. Pengalaman
       menunjukkan karena ketiadaan perjanjian ekstradisi, kepolisian tidak dapat membawa
       pelaku kejahatan kembali ke tanah air untuk diadili.
       Hal lain yang luput dari perhatian adalah pertanggungjawaban Internet Service Provider
       (ISP) sebagai penyedia layanan internet dan Warung Internet (Warnet) yang
       menyediakan akses internet. Posisi keduanya dalam cybercrime cukup penting sebagai
       penyedia dan jembatan menuju jaringan informasi global, apalagi Warnet telah
       ditetapkan sebagai ujung tombak untuk mengurangi kesenjangan digital di Indonesia.
       Bentuk pertanggungjawaban pidana apa yang mesti mereka terima jika terbukti terlibat
       dalam cybercrime. Apakah pertanggungjawabannya dibebankan secara individual atau
       dianggap sebagai suatu korporasi. Ini akan memiliki konsekuensi tersendiri.

Penanganan Cybercrime di Indonesia

Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004, akan tetapi
jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak. Dalam hal ini angka dark number
cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri juga bukan data yang berasal dari investigasi
Polri, sebagian besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab
mengapa penanganan kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan:

       Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum
       belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya
       manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah.
       Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi
       penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam
       maupun luar negeri.
       Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya
       besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs KPU, Polri harus membawa
harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking
       tersebut.
       Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan.
       Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya
       ke kepolisian.
       Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra
       lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin
       kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan
       mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.

Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi
informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang
berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang
diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak
memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari
undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut.

Referensi:

       Budi Rahardjo PPAU Mikroelektronika ITB IDCERT – Indonesia Computer Emergency
       Response Team
       br@paume.itb.ac.id – budi@cert.or.id 2001-07-28
       Kombes (Pol) Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M, PERKEMBANGAN CYBERCRIME
       DAN UPAYA PENANGANANNYA DI INDONESIA OLEH POLRI
       Agus Rahardjo, Cybercrime pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi,
       (Bandung: PT
       Citra Aditya Bakti , 2002)
       Eoghan Casey , Digital Evidence and Computer Crime, (London : A Harcourt Science
       and Technology
       Company, 2001) page 16
       Hinca IP Panjaitan dkk, Membangun Cyber Law Indonesia yang demokratis (Jakarta :
       IMLPC, 2005)
Cybercrime

Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang
postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di
dunia cyber atau, cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak
hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah
dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah
cybercrime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” ( port scanning ) komputer anda, apakah
sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan
( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat
virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk
mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang
harus kita jawab.

Contoh kasus di Indonesia

Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan dari
sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri”
dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik,
“pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang
dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri.
Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari
pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi
di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di
Bandung.

Membajak situs web . Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah
halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan
mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan
satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat
cracker ini?

Probing dan port scanning . Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke
server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan
melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di
server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target
menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini
dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci
yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau
tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau
penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat
ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas
yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan?

Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini dapat
diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah “nmap” (untuk
sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem yang berbasis Microsoft
Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis
operating system yang digunakan.

Virus . Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia . Penyebaran
umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena
virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.
Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang
yang terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana
jika ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan
membuat virus komputer?

Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan serangan
yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan
layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan
tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada
kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat
membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan
transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat
ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan
bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack
meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan
ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja.

Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name)
digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang
mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan
kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo
karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan
nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com)
Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”,
yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah
yang digunakan saat ini adalah typosquatting.

IDCERT ( Indonesia Computer Emergency Response Team). Salah satu cara untuk
mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk
melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan
munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala
itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT). Semenjak itu di
negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk
melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia .

Sertifikasi perangkat security . Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan
semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi
tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat
ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di
Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency.

Bagaimana di Luar Negeri?

Berikut ini adalah beberapa contoh pendekatan terhadap cybercrime (khususnya) dan security
(umumnya) di luar negeri.

• Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the
Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web
<http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak
informasi yang masih terfokus kepada computer crime.

• National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah
Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini
mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting ( critical ) bagi negara (khususnya bagi
Amerika Serikat). Situs web: <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah
dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan
advisory

• The National Information Infrastructure Protection Act of 1996

• CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes).

• Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi
perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah.

Penutup

Tulisan ini hanya menampilkan sedikit permasalahan yang terkait dengan cybercrime. Tentunya
masih banyak permasalahan lain yang belum dibahas pada tulisan singkat ini.
Oleh :
Budi Rahardjo
PPAU Mikroelektronika ITB
IDCERT – Indonesia Computer Emergency Response Team
Cyber Crime

Tugas Besar Dunia TI Indonesia



  Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media
penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar,
dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan
ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga
cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend
perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif
pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa
berbuat banyak.

  Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang
disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa
kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs,
menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara
menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam
kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah
perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil
adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah
Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak
Pidana). Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit
mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan
internet dan intranet.

  Mengacu pada kasus - kasus CyberCrime yang tercatat banyakk terjadi oleh National
Consumer League (NCL) dari Amerika yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai
berikut :

1. Penipuan Lelang On-line

 a. Cirinya harga sangat rendah (hingga sering sulit dipercayai) untuk produk - produk yang

     yang diminati, penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap per -

     tanyaan melalui email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia.

 b. Resiko Terburuk adalah pemenang lelang mengirimkan cek atau uang, dan tidak
memperoleh

     produk atau berbeda dengan produk yang diiklankan dan diinginkan.

 c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah menggunakan agen penampungan pembayaran
(escrow accounts services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari harga

       produk. Agen ini akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke
Pen-

       jual hanya setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam kondisi

       yang memuaskan.

2. Penipuan Saham On-line

 a. Cirinya tiba - tiba Saham Perusahaan meroket tanpa info pendukung yang cukup.

 b. Resiko Terburuk adalah tidak ada nilai riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan

       seluruh jumlah investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian
yang

       terjadi.

  c. Teknik Pengamanan antara lain www.stockdetective.com punya daftar negatif saham -
saham.

3. Penipuan Pemasaran Berjenjang On-line

  a. Berciri mencari keuntungan dari merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara
fiktif.

 b. Resiko Terburuk adalah ternyata 98% dari investor yang gagal.

  c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah jika menerima junk mail dengan janji yang
bom-

       bastis, lupakan saja dan hapuslah pesan itu.

4. Penipuan Kartu Kredit (kini sudah menular di Indonesia)

 a. Berciri, terjadinya biaya misterius pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan

       Internet yang tidak pernah dipesan oleh kita.

 b. Resiko Terburuk adalah korban bisa perlu waktu yang lama untuk melunasinya.

 c. Teknik Pengamanan yang disarankan antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi

       online, atau jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western
Union, atau pilih hanya situs - situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment
Security

    seperti VeriSign.

   Untuk menindak lanjuti CyberCrime tentu saja diperlukan CyberLaw (Undang - undang
khusus dunia Cyber/Internet). Selama ini landasan hukum CyberCrime yang di Indonesia
menggunakan KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan
ringan, padahal dampak yang ditimbulkan bisa berakibat sangat fatal. Indonesia dibandingkan
dengan USA, Singapura, bahkan Malaysia memang cukup ketinggalan dalam masalah CyberLaw
ini. Contohnya Singapura telah memiliki The Electronic Act 1998 (UU tentang transaksi secara
elektronik), serta Electronic Communication Privacy Act (ECPA), kemudian AS mempunyai
Communication Assistance For Law Enforcement Act dan Telecommunication Service 1996.

  Faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan CyberLaw ini
adalah adanya ke-strikean sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup
membawa pengaruh bagi perkembangan CyberLaw di Indonesia. Sikap pemerintah yang
memandang minor terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup memberikan dampak
negatif terhadap berlakunya CyberLaw di Indonesia. Kita lihat saja saat ini, apabila pemerintah
menemukan CyberCrime di Indonesia, maka mereka "terpaksa" mengkaitkan CyberCrime
tersebut dengan hukum yang ada, sebut saja KUHP, yang ternyata bukanlah hukum yang pantas
untuk sebuah kejahatan yang dilakukan di CyberSpace. Akhirnya pemerintah, dalam hal ini
POLRI, sampai saat ini ujung - ujungnya lari ke CyberLaw Internasional yang notabene berasal
dari AS.

  Berdasarkan sikap pemerintah diatas, menurut RM. Roy Suryo, pada waktu dulu selalu saja
menganaktirikan Informasi yang berasal dari Internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih
banyak memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga, image internet itu sendiri di
masyarakat lebih terasosi sebagai media pornografi. Padahal di negara - negara maju, sebut saja
USA, Singapura, dan Malaysia, mereka telah dapat memposisikan internet sebagai salah satu
pilar demokrasi di negaranya, bahkan untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar - benar
memanfaatkan internet sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun
demikian, Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan hal yang disebut diatas,
yaitu Nusantara 21, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan masyarakat terhadap
kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat menjadi tidak percaya atau ragu -
ragu terhadap fasilitas yang terdapat di internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa
Indonesia cukup ketinggalan dalam menerapkan CyberLaw. Adanya masa kekosongan
CyberLaw ini di Indonesia, tentu saja membuat para hacker merasa leluasa untuk bertindak
semaunya di CyberSpace, untuk mengantisipasi tindakan tersebut, saat ini para pakar teknologi
kita seperti RM. Roy Suryo dan Onno W. Purbo bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari
pemerinta maupun swasta, membuat rancangan CyberLaw. Mengenai rancangan CyberLaw ini,
mengingat bahwa karakter CyberSpace selalu berubah cepat dan bersifat global, sehingga bentuk
CyberCrime dimasa depan sangat sulit diramalkan. RM. Roy Suryo berpendapat sejak dulu
bahwa sejak dulu piranti hukum selalu ketinggalan dengan teknologinya, sehingga dalam
CyberLaw ini nantinya akan terdapat beberapa pasal yang bersifat terbuka, artinya selain pasal -
pasal tersebut bisa diamandemen, juga dpat dianalogikan terhadap hal - hal yang bersifat global.
Landasan Hukum CyberCrime di Indonesia, adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman
hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh
CyberCrime bisa berakibat sangat fatal. Beberapa indikator penyalahgunaan sarana dan
prasarana di Internet, antara lain :

1. Menjamurnya warnet hampir setiap propinsi di tanah air yang dapat digunakan sebagai
fasilitas

  untuk melakukan tindak kejahatan CyberCrime, disebabkan tidak tertibnnya sistem
administrasi

 dan penggunaan Internet Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif.

2. ISP (Internet Service Provider) yang belum mencabut nomor telepon pemanggil yang meng -

 gunakan Internet.

3. LAN (Local Area Network) yang mengakses Internet secara bersamaan (sharing), namun

 tidak mencatat dalam bentuk log file aktifitas dari masing - masing client jaringan.

4. Akses Internet menggunakan pulsa premium, dimana untuk melakukan akses ke Internet, tidak

 perlu tercatat sebagai pelanggan sebuah ISP.

  Berbicara mengenai tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait,
antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial
atas kejahatan, dan hukum. Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian besar menyebutkan bahwa
pelaku CyberCrime adalah para remaja yang berasal dari keluarga baik - baik, bahkan berotak
encer. Hukum positif di Indonesia masih bersifat "lex loci delicti" yang mencakup wilayah,
barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi
pelanggaran yang mungkin terjadi di CyberSpace dapat dikatakan sangat bertentangan dengan
hukum positif yang ada tersebut.

  Dalam CyberCrime, pelaku tampaknya memiliki keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan
terbagi dua : Blue Collar Crime dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya
dideskripsikan memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik,
berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku digambarkan
sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan, dsb. Untuk pelaku
CyberCrime, pembagian teoritis demikian tampaknya kurang mengena lagi. Karena dipacu oleh
perkembangan teknologi yang pesat, telah menghasilkan komunitas yang lebih kompleks.
Dampak dari kehidupan yang semakin kompleks, telah memperlebar celah - celah kriminalitas,
maka Polri harus sedini mungkin berperan secara aktif sebagai anggota masyarakat global
Cyberspace. CyberPolice merupakan polisi yang dilatih dan ditugaskan untuk menangani kasus -
kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya CyberSpace. Andaikata
CyberPolice tidak segera diwujudkan, maka semua kejahatan yang timbul di dunia CyberSpace
tidak dapat dijangkau oleh Polri. Beberapa kasus penting yang pernah ditangani Polri dibidang
CyberCrime adalah :

1. Cyber Smuggling, adalah laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak pe -

  nyelundupan via internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum -
oknum

 tersebut telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar - gambar porno di

 beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat.

2. Pemalsuan Kartu Kredit, adalah laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis

  tentang tindak pemalsuan kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di
Internet.

3. Hacking Situs, adalah hacking beberpa situs, termasuk situs POLRI, yang pelakunya di

 identifikasikan ada di wilayah RI.

   Sulitnya menciptakan peraturan - peraturan di CyberSpace, khususnya membuat CyberCrime
Law, adalah disebabkan perubahan - perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi
informasi yang membalikkan paradigma - paradigma. Untuk membuat ketentuan hukum yang
memadai di dunia maya. Tampaknya harus terpaksa rela menunggu revolusi mulai reda kiranya
penting untuk belajar tentang bagaimana dahulu teknologi - teknologi massal mengawali
kematangannya.

  Teknologi informasi dalam beberapa waktu yang akan datang tampaknya akan terus berubah
dengan cepat untuk menuju tingkat kemapanannya sendiri. Selama dalam proses ini, masyarakat
dunia maya sepertinya akan mampu menjadi masyarakat yang dapat melakukan pengaturan
sendiri (self regulation). Kendati demikian, karena dampak CyberSpace sangat besar bagi
kehidupan secara keseluruhan, campur tangan negara - negara yang sangat diperlukan,
khusussnya dalam merancang CyberCrime Law.

http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber_crime_tugas_besar_dunia_ti_indonesia.htm
INFORMASI : UAS PAK ISWANTO HARI JUM'AT 17-09-2011
BAHAN UAS:
1. SOCIAL ENGGINEERING,
2. CYBERCRIME,
3. VIRUS,
4. HAKI, dan
5. UU IT.

More Related Content

Similar to Bahan tugas

Open source
Open sourceOpen source
Open source
Fatony Fatony
 
Sistem Operasi : Open source
Sistem Operasi : Open sourceSistem Operasi : Open source
Sistem Operasi : Open source
taha dhandy
 
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
fajrillah
 
Makalah instalasi software 1
Makalah instalasi software 1Makalah instalasi software 1
Makalah instalasi software 1
Sendal Jepit
 
Open source (sistem operasi)
Open source (sistem operasi)Open source (sistem operasi)
Open source (sistem operasi)
Natasya Herawati
 
Mengenal soj
Mengenal sojMengenal soj
Mengenal soj
Dian Herdiana
 
P I K 7
P I K 7P I K 7
Open source
Open sourceOpen source
Open source
chanarmalik
 
Akmalsyah (sk) makalah software
Akmalsyah (sk) makalah softwareAkmalsyah (sk) makalah software
Akmalsyah (sk) makalah software
PETANI MANDIRI
 
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open sourceGhafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
Ghafario Ghafario
 
Original and licensed software (1) ory
Original and licensed software (1) oryOriginal and licensed software (1) ory
Original and licensed software (1) ory
gangnonames
 
Sistem operasi jaringan
Sistem operasi jaringanSistem operasi jaringan
Sistem operasi jaringan
Yogi Reginleif
 
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptxDAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
purnaaguz
 
Sistem Operasi terbuka
Sistem Operasi terbukaSistem Operasi terbuka
Sistem Operasi terbuka
Wonogiri Cyber Team
 
tugas sim tentang software
tugas sim tentang softwaretugas sim tentang software
tugas sim tentang software
fitriyulianti27
 
Sistem Operasi : Open Source
Sistem Operasi : Open SourceSistem Operasi : Open Source
Sistem Operasi : Open Source
taha dhandy
 
Easy with open source
Easy with open sourceEasy with open source
Easy with open source
Hendri Destiwanto
 
Pengenalan software perpustakaan 2014
Pengenalan software perpustakaan 2014Pengenalan software perpustakaan 2014
Pengenalan software perpustakaan 2014
Feni Fahmeini
 
original software (1)
original software (1)original software (1)
original software (1)
gangnonames
 

Similar to Bahan tugas (20)

Open source
Open sourceOpen source
Open source
 
Sistem Operasi : Open source
Sistem Operasi : Open sourceSistem Operasi : Open source
Sistem Operasi : Open source
 
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
PENERAPAN KONSEP OPEN SOURCE UNTUK MENINGKATKAN DAYA CIPTA PIRANTI LUNAK DI K...
 
Makalah instalasi software 1
Makalah instalasi software 1Makalah instalasi software 1
Makalah instalasi software 1
 
Open source (sistem operasi)
Open source (sistem operasi)Open source (sistem operasi)
Open source (sistem operasi)
 
Mengenal soj
Mengenal sojMengenal soj
Mengenal soj
 
P I K 7
P I K 7P I K 7
P I K 7
 
Open source
Open sourceOpen source
Open source
 
Akmalsyah (sk) makalah software
Akmalsyah (sk) makalah softwareAkmalsyah (sk) makalah software
Akmalsyah (sk) makalah software
 
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open sourceGhafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
Ghafario Alfie Ramadhan_x tkj 2_open source
 
Original and licensed software (1) ory
Original and licensed software (1) oryOriginal and licensed software (1) ory
Original and licensed software (1) ory
 
Sistem operasi jaringan
Sistem operasi jaringanSistem operasi jaringan
Sistem operasi jaringan
 
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptxDAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
DAMPAK SOSIAL INFORMATIKA.pptx
 
Sistem Operasi terbuka
Sistem Operasi terbukaSistem Operasi terbuka
Sistem Operasi terbuka
 
tugas sim tentang software
tugas sim tentang softwaretugas sim tentang software
tugas sim tentang software
 
Sistem Operasi : Open Source
Sistem Operasi : Open SourceSistem Operasi : Open Source
Sistem Operasi : Open Source
 
Easy with open source
Easy with open sourceEasy with open source
Easy with open source
 
Pengenalan software perpustakaan 2014
Pengenalan software perpustakaan 2014Pengenalan software perpustakaan 2014
Pengenalan software perpustakaan 2014
 
Makalah SOFTWARE
Makalah SOFTWAREMakalah SOFTWARE
Makalah SOFTWARE
 
original software (1)
original software (1)original software (1)
original software (1)
 

Bahan tugas

  • 1. UTS: 1. ANALISIS TENTANG KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN: a. FREEWARE b. SHAREWARE c. FREESOFTWARE d. SEMI FREEWARE e. PUBLIC DOMAIN SOFTWARE f. COPYLEFTED/NON COPYLEPTED Keuntungan Freeware : tidak perlu membeli cukup didownload saja dan dipakai. Kelemahan : biasanya software seperti ini ada yang tidak bisa diupdate dan sebagian kecil bisa diupdate. sedangkan shareware : kelemahannya adalah bila didownload hanya bersifat trial dan berjangka waktu dan merupakan software berbayar. Keuntungannya adalah didownload dan dapatkan crack, keygen dan serial number melalui www.cracksearchengine.net. Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Open Source Open Source kalau di Indonesiakan berarti sumber terbuka yaitu istilah untuk software yang kode program/sumbernya disediakan oleh pengembangnya untuk umum, secara terbuka dapat diambil oleh pengguna. Terbuka disini maksudnya bebas. Pengguna bahkan dapat mempelajari, melakukan modifikasi dan mengembangkan lebih lanjut untuk membuat software tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka, dan juga dapat disebarluaskan. Penggunaan software open source memiliki keuntungan dan kerugian baik dari sisi pengguna maupun sisi pengembang. Keuntungan dari Sisi pengguna:
  • 2. - Gratis --> Hemat dan ekonomis - Pengguna dapat terlibat dalam pengembangan program karena memilikisource code nya - Respon yang baik dari pemakai sehingga bug dapat ditemukan dan diperbaiki dengan lebih cepat. - Meningkatkan potensi untuk bisa lebih mandiri di bidang TI sehingga ketergantungan pada vendor berkurang. Sisi pengembang: - Seluruh komunitas mau dan dapat membantu untuk membuat software anda menjadi lebih baik - Tidak ada biaya iklan dan perawatan program sebagai sarana untuk memperkenalkan konsep anda selain itu keuntungan lainnya adalah : - Banyaknya tenaga (SDM) untuk mengerjakan proyek. Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur pokok dalam software development. Proyek open source biasanya menarik banyak developer. - Kesalahan (bugs, error) lebih cepat ditemukan dan diperbaiki. Karena jumlah developernya sangat banyak dan tidak dibatasi, maka kemungkinan untuk mendeteksi bugs lebih besar. Selain itu karena source code tersedia, maka setiap orang dapat mengusulkan perbaikan tanpa harus menunggu dari vendor. - Kualitas hasil lebih terjamin. Karena banyaknya orang yang melakukan evaluasi, kualitas produk dapat lebih baik.
  • 3. Kerugian: - Tidak ada garansi dari pengembangan. Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau beberapa perusahaan, memunculkan celah awalketika sumbe code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalampembangunan. - Masalah yang berhubungan dengan intelektual property Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property. - Kesulitan dalam mengetahui status project Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing. Motivasi dari penggunaan dan pengembangan open source software beraneka ragam, mulai dari filosofi dan alasan etika sampai pada masalah praktis. Biasanya, keuntungan yang dirasa pertama dari model open source adalah fakta bahwa ketersediaan open source diciptakan secara gratis atau dengan biaya yang rendah. Keuntungan Open Source Software Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan : a. Ketersedian source code dan hak untuk memodifikasi Ini merupakan hal yang penting. Hal ini menyebakan perubahan dan improvisasi pada produk software. Selain itu, hal ini memunculkan kemungkinan untuk meletakan code pada hardware baru, agar dapat diadaptasi pada situasi yang berubah-ubah, dan menjangkau pemahaman bagimana sistem itu bekerja secara detail. b. Hak untuk mendistribusikan modifikasi dan perbaikan pada code
  • 4. Hal ini merupakan titik perbedaan Open Source Software dengan Free Software. Pada kenyataannya, hak pendistribusian diakui dan merupakan hal yang umum, ini adalah hal yang berpengaruh bagi sekumpulan developer ( pengembang ) untuk bekerja bersama dalam project Open Source Software. c. Hak untuk menggunakan software Ini merupakan kombinasi dari hak pendistribusian, menjamin ( jika software cukup berguna ) beberapa user yang mana membantu dalam menciptakan pasar untuk mendukung dan berlangganan software. Hal ini juga membantu dalam improvisasi kualitas dari produk dan improvisasi secara fungsi. Selain itu akan menyebabkan sejumlah user untuk mencoba produk dan mungkin menggunakannya secara regler. Kerugian Open Source Software Beberapa karakteristik yang menyebabkan Open Source model mendapatkan keuntungan : a. Tidak ada garansi dari pengembangan Biasanya terjadi ketika sebuah project dimulai tanpa dukungan yang kuat dari satu atau beberapa perusahaan, memunculkan celah awal ketika sumber code masih mentah dan pengembangan dasar masih dalam pembangunan. b. Masalah yang berhubungan dengan intelektual property Pada saat ini, beberapa negara menerima software dan algoritma yang dipatentkan. Hal ini sangat sulit untuk diketahui jika beberapa motede utama untuk menyelesaikan masalah software di patenkan sehingga beberapa komunitas dapat dianggap bersalah dalam pelanggaran intelektual property. c. Kesulitan dalam mengetahui status project Tidak banyak iklan bagi open source software, biasanya beberapa project secara tidak langsung ditangani oleh perusahaan yang mampu berinvestasi dan melakukan merketing. Lisensi dari Open Source Software Beberapa lisensi umum pada open source software yaitu : a. BSD ( Berkeley Software Distribution ) Secara ringkas, pendistribusian dapat dilakukan sepanjang berhubungan dengan software, meliputi penggunaan propierty produk. Pencipta hanya ingin pekerjaan mereka dikenali dan tanpa memerlukan biaya. Hal ini menjadi penting karena lisensi ini tidak melibatkan beberapa pembatasan dengan menjamin dan berorientasi pada turunan awal open source. b. GPL ( GNU General Public Licence ) Ini adalah lisensi bagi software yang bernaung dalam distribusi GNU Project. Saat ini masih
  • 5. dapat kita jumpai / menemukan banyak software yang tidak berkaitan dengan GNU Project. GPL secara hati-hati didesain untuk mempromosikan produk dari free software dan karena itu, secara eksplisit melarang beberapa tindakan pada software yang dapat merusak integrasi dari GPL software pada program proprietary ( kepemilkan ). GPL berdasar pada UU Internasional yang menjamin pelaksanaannya. Karakterisitik utama dari GPL meliputi pendistribusian, tapi hanya jika souce code itu tersedia dan juga dijamin; serta mengijinkan pendistribusian source; mengijinkan modifikasi tanpa pembatasan dan integrasi lengkap dengan software lain. c. MPL ( Mozilla Public Licence ) Ini adalah lisensi yang dibuat oleh Netscape dalam mendistribusi code dari Mozilla, versi baru dari navigator jaringan. Banyak respek yang mirip dengan GPL tetapi lebih berorientasi pada perusahaan level enterprise. d. Lainya seperti : Qt ( oleh Troll-Tech ), X Consortium dll. Freeware, Shareware, Free Software dan Adware Posted Oct.17, 2009 under Komputer Pada artikel ini kita akan membahas perbedaan antara perangkat lunak bebas atau open source, yang Freeware dan Shareware varian seperti atau Adware. Dan juga belajar untuk membedakan antara konsep Hak Cipta dan Copyleft, serta batasan-batasannya. Sebelum memasuki definisi istilah-istilah ini, kita harus memahami apa saja lisensi perangkat lunak, semua perangkat lunak yang terkait, dan untuk Software License atau apa otorisasi atau izin yang diberikan oleh penulis untuk menggunakan karyanya dengan cara mencetak tetapi memiliki batas dan hak-hak mengenai penggunaannya. Itu adalah, lisensi, misalnya, membatasi wilayah program, dengan periode durasi atau istilah lainnya bahwa penulis memutuskan untuk menyertakan perangkat lunak. Lisensi asli karya intelektual adalah bentuk perlindungan yang diberikan oleh undang-undang, ada yang meliputi baik yang dipublikasikan maupun data yang belum diterbitkan, dan penulis memberikan hak eksklusif untuk mengotorisasi orang lain untuk menggunakan, memodifikasi dan / atau mendistribusikan kembali karya asli . Pembuat perangkat lunak dapat mengotorisasi atau membatasi penggunaan, modifikasi dan / atau redistribusi pekerjaan yang ditetapkan ke jenis lisensi tertentu. Saat ini sudah ada organisasi bernama Free Software Foundation, atau dari Free Software Foundation, yang memperkenalkan konsep GPL (General Public License) dan menetapkan hak-hak penggunaan Perangkat Lunak Bebas. Freeware atau perangkat lunak gratis adalah perangkat lunak komputer berhak cipta yang gratis digunakan tanpa batasan waktu, berbeda dari shareware yang mewajibkan penggunanya membayar (misalnya setelah jangka waktu percobaan tertentu atau untuk memperoleh fungsi tambahan). Para pengembang perangkat gratis seringkali membuat perangkat gratis freeware “untuk disumbangkan kepada komunitas”, namun juga tetap ingin mempertahankan hak mereka sebagai pengembang dan memiliki kontrol terhadap pengembangan selanjutnya. Freeware juga didefinisikan sebagai program apapun yang didistribusikan gratis, tanpa biaya tambahan. Sebuah contoh utama adalah suite browser dan mail client dan Mozilla News, juga didistribusikan di bawah GPL (Free Software).
  • 6. Free Software lebih mengarah kepada bebas penggunaan tetapi tidak harus gratis. Pada kenyataannya, namanya adalah karena bebas untuk mencoba perangkat lunak sumber terbuka (Open Source) dan di sanalah letak inti dari kebebasan: program-program di bawah GPL, sekali diperoleh dapat digunakan, disalin, dimodifikasi dan didistribusikan secara bebas. Jadi free software tidak mengarah kepada gratis pembelian tetapi penggunaan dan distribusi. Begitu keluar dari lisensi kita dapat menemukan berbagai cara untuk mendistribusikan perangkat lunak, termasuk freeware, shareware atau Adware. Klasifikasi ini mempengaruhi cara di mana program dipasarkan, dan independen dari lisensi perangkat lunak mana mereka berasal. Perbedaan yang nyata antara Free Software dan Freeware. Konflik muncul dalam arti kata free dalam bahasa Inggris, yang berarti keduanya bebas dan gratis. Oleh karena itu, dan seperti yang disebutkan sebelumnya, Free Software tidak perlu bebas, sama seperti Freeware tidak harus gratis. Shareware juga bebas tetapi lebih dibatasi untuk waktu tertentu. Shareware adalah program terbatas didistribusikan baik sebagai demonstrasi atau versi evaluasi dengan fitur atau fungsi yang terbatas atau dengan menggunakan batas waktu yang ditetapkan (misalnya 30 hari) . Dengan demikian, memberikan pengguna kesempatan untuk menguji produk sebelum membeli dan kemudian membeli versi lengkap dari program. Sebuah contoh yang sangat jelas dari tipe ini adalah perangkat lunak antivirus, perusahaan-perusahaan ini biasanya memudahkan pelepasan produk evaluasi yang hanya berlaku untuk jumlah hari tertentu. Setelah melewati maksimum, program akan berhenti bekerja dan Anda perlu membeli produk jika Anda ingin tetap menggunakannya. Kita juga dapat menemukan perangkat lunak bebas sepenuhnya, namun termasuk dalam program periklanan, distribusi jenis ini disebut Adware. Sebuah contoh yang jelas adalah program Messenger dari Microsoft yang memungkinkan penggunaan perangkat lunak bebas dalam pertukaran untuk masuk dengan cara iklan banner atau pop-up. Memang benar bahwa dengan berjalannya waktu privasi dan keamanan informasi telah diserang oleh program-program ini, karena beberapa dari mereka diinstal program perangkat lunak tambahan (Spyware), yang mengumpulkan informasi yang tersimpan di hard drive pengguna dan saham dengan pihak ketiga, apakah mereka adalah perusahaan iklan atau organisasi lain. Software Kazaa, misalnya, di samping menginstal program utama iklan lainnya dikirim ke komputer Anda berdasarkan preferensi browsing Anda. Oleh karena itu, dianjurkan untuk membaca kontrak dengan End User License Agreement (EULA) yang muncul selama instalasi untuk persetujuan persyaratan penggunaan.
  • 7. Kali ini kita akan membahas mengenai apa itu freeware, shareware dan opensource..... FREEWARE freeware adalah konten yang didistribusikan secara bebas oleh penciptanya dan tanpa biaya untuk mendownloadnya alias gratis, namun masih memiliki batasan hak penciptanya. Konten Freeware itu isinya beragaram, ada yang berupa aplikasi(software), dokumen (ebook,dokumen word), source code, engine web (wordpress, CMS, PHPBB). SHAREWARE Shareware adalah konten yang didistribusikan secara komersil , atau orang biasa menyebutnya sebagai trial version atau tryout, dalam hal ini Anda hanya diberikan tenggang waktu tertentu untuk mencoba aplikasi yang anda gunakan, sebelum anda membelinya. setelah anda telah sampai dimasa tenggang waktu maka anda diharuskan untuk secara langsung melalui internet, contoh dari shareware ini adalah Stylexp, Windows Blind, winRaR dan sebagainya...... OPENSOURCE open source adalah istilah bagi software yang dapat dimodifikasi ulang, atau dimodif sesuai keinginan kita, namun tetap menyisipkan nama penciptanya. Tujuan pembuatan open source software biasanya bukan untuk tujuan komersil, namun lebih ke tujuan sosial bagaimana sebuah software bisa bermanfaat bagi para pengguna. Contoh nyata adalah sistem operasi Linux, Unix dan Free BSD. Selain untuk sistem operasi, open source digunakan juga engine web, seperti CMS joomla, mambo, phpbb, wordpress, dan masih banyak lagi. mungkin hanya sekian dari saya, mudah-mudahan informasi ini bermanfaat bagi anda... jangan lupa comment yah...
  • 8. Perangkat Lunak Bebas Perangkat lunak bebas ialah perangkat lunak yang mengizinkan siapa pun untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara gratis atau pun dengan biaya. Perlu ditekankan, bahwa source code dari program harus tersedia. ``Jika tidak ada kode program, berarti bukan perangkat lunak.'' Yang tersebut di atas merupakan definisi sederhananya; lihat juga definisi lengkapnya. Kami juga memiliki daftar terjemahan istilah "perangkat lunak bebas" dalam berbagai bahasa lain. Jika suatu program bebas, maka dapat disertakan pada sebuah sistem operasi bebas seperti GNU, atau versi bebas dari sistem GNU/Linux. Terdapat berbagai cara untuk membuat suatu program bebas---banyak pertanyaan rinci, yang dapat ditentukan dalam banyak cara dan masih menjadikan program tersebut bebas. Beberapa kemungkinan variasi akan dijelaskan di bawah ini. Perangkat lunak bebas menyangkut masalah kebebasan, bukan harga. Tapi beberapa perusahaan perangkat lunak berpemilik terkadang menggunakan istilah perangkat lunak bebas untuk menunjukkan harga. Terkadang maksud mereka ialah anda dapat memperoleh salinan biner tanpa biaya; terkadang maksud mereka ialah suatu salinan disertakan dalam komputer yang anda beli. Ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang kami maksud dengan perangkat lunak bebas pada proyek GNU. Karena hal ini dapat membingungkan, ketika sebuah perusahaan perangkat lunak menyatakan bahwa produknya adalah perangkat lunak bebas, selalu periksa ketentuan distribusinya untuk melihat apakah pengguna memiliki kebebasan yang dimaksudkan oleh istilah perangkat lunak bebas. Terkadang memang benar-benar perangkat lunak bebas; namun terkadang tidak. Banyak bahasa memiliki dua kata yang berbeda untuk menyatakan ``bebas'' sebagai kebebasan dan ``bebas'' sebagai tanpa biaya. Sebagai contoh, bahasa Perancis memiliki kata ``libre'' dan ``gratuit''. Dalam bahasa Inggris terdapat kata ``gratis'' yang menyatakan tentang harga tanpa membingungkan. Tapi tidak ada kata sifat yang menyatakan kebebasan tanpa membingungkan. Hal ini sangat disayangkan, karena kata semacam itu akan sangat berguna disini. Perangkat lunak bebas seringkali lebih handal daripada perangkat lunak tidak bebas. Perangkat Lunak Open Source Istilah perangkat lunak ``open source'' digunakan oleh beberapa pihak yang artinya kurang lebih sama dengan perangkat lunak bebas. Kami memilih untuk menggunakan istilah ``perangkat lunak bebas''; ikuti link untuk melihat alasannya. Perangkat Lunak Public domain
  • 9. Perangkat lunak public domain ialah perangkat lunak yang tanpa hak cipta. Ini merupakan kasus khusus dari perangkat lunak bebas non-copylefted, yang berarti bahwa beberapa salinan atau versi yang telah dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Terkadang ada yang menggunakan istilah ``public domain'' secara bebas yang berarti ``cuma-cuma'' atau ``tersedia gratis". Namun ``public domain'' merupakan istilah hukum yang artinya ``tidak memiliki hak cipta''. Untuk jelasnya, kami menganjurkan untuk menggunakan istilah ``public domain'' dalam arti tersebut, serta menggunakan istilah lain untuk mengartikan pengertian yang lain. Perangkat Lunak Copylefted Perangkat lunak copylefted merupakan perangkat lunak bebas yang ketentuan pendistribusinya tidak memperbolehkan untuk menambah batasan-batasan tambahan-- jika mendistribusikan atau memodifikasi perangkat lunak tersebut. Artinya, setiap salinan dari perangkat lunak, walaupun telah dimodifikasi, haruslah merupakan perangkat lunak bebas. Dalam proyek GNU, kami meng-copyleft-kan hampir semua perangkat lunak yang kami buat, karena tujuan kami adalah untuk memberikan kebebasan kepada semua pengguna seperti yang tersirat dalam istilah ``perangkat lunak bebas''. Lihat Copylefted untuk penjelasan lebih jauh mengenai bagaimana cara kerjanya copyleft dan bagaimana kita menggunakannya. Copyleft merupakan konsep yang umum. Jadi, untuk meng-copyleft-kan sebuah program, anda harus menggunakan ketentuan distribusi tertentu. Terdapat berbagai cara untuk menulis perjanjian distribusi program copyleft. Perangkat Lunak Bebas Non-copylefted Perangkat lunak bebas non-copylefted dibuat oleh pembuatnya yang mengizinkan kita untuk mendistribusikan dan memodifikasi, dan untuk menambahkan batasan-batasan tambahan dalamnya. Jika suatu program bebas tapi tidak copylefted, maka beberapa salinan atau versi yang dimodifikasi bisa jadi tidak bebas sama sekali. Perusahaan perangkat lunak dapat mengkompilasi programnya, dengan atau tanpa modifikasi, dan mendistribusikan file tereksekusi sebagai produk perangkat lunak yang berpemilik. Sistem X Window menggambarkan hal ini. Konsorsium X mengeluarkan X11 dengan ketentuan distribusi yang menetapkannya sebagai perangkat lunak bebas non-copylefted. Jika anda menginginkannya, anda dapat memperoleh salinan yang memiliki perjanjian distribusi dan juga bebas. Namun ada juga versi tidak bebasnya, dan ada workstation terkemuka serta perangkat grafik PC, dimana versi yang tidak bebas merupakan satu- satunya yang dapat bekerja disini. Jika anda menggunakan perangkat keras tersebut, X11 bukanlah perangkat lunak bebas bagi anda. Perangkat Lunak GPL-covered
  • 10. GNU GPL (General Public License) (20k huruf) merupakan sebuah kumpulan ketentuan pendistribusian tertentu untuk meng-copyleft-kan sebuah program. Proyek GNU menggunakannya sebagai perjanjian distribusi untuk sebagian besar perangkat lunak GNU. Sistem GNU Sistem GNU merupakan sistem serupa Unix yang seutuhnya bebas. Sistem operasi serupa Unix terdiri dari berbagai program. Sistem GNU mencakup seluruh perangkat lunak GNU, dan juga paket program lain, seperti sistem X Windows dam TeX yang bukan perangkat lunak GNU. Kami telah mengembangkan dan mengumpulkan komponen untuk sistem GNU ini sejak tahun 1984. Pengedaran awal (percobaan) dari ``sistem GNU lengkap'' dilakukan tahun 1996. Sekarang (2001), sistem GNU ini bekerja secara handal, serta orang-orang bekerja dan mengembangkan GNOME, dan PPP dalam sistem GNU. Pada saat bersamaan sistem GNU/Linux, merupakan sebuah terobosan dari sistem GNU yang menggunakan Linux sebagai kernel dan mengalami sukses luar biasa. Berhubung tujuan dari GNU ialah untuk kebebasan, maka setiap komponen dalam sistem GNU harus merupakan perangkat lunak bebas. Namun tidak berarti semuanya harus copylefted; setiap jenis perangkat lunak bebas dapat sah-sah saja jika menolong memenuhi tujuan teknis. Kita dapat menggunakan perangkat lunak non-copylefted seperti sistem X Window. Program GNU ``Program GNU'' setara dengan perangkat lunak GNU. Program Anu adalah program GNU jika ia merupakan perangkat lunak GNU. Perangkat Lunak GNU Perangkat lunak GNU merupakan perangkat lunak yang dikeluarkan oleh proyek GNU. Sebagian besar perangkat lunak GNU merupakan copylefted, tapi tidak semuanya; namun, semua perangkat lunak GNU harus merupakan perangkat lunak bebas. Jika suatu program adalah perangkat lunak GNU, kita juga menyebutnya sebagai program GNU. Beberapa perangkat lunak GNU ditulis oleh staf dari Free Software Foundation (FSF, Yayasan Perangkat Lunak Bebas), namun sebagian besar perangkat lunak GNU merupakan kontribusi dari para sukarelawan. Beberapa perangkat lunak yang dikontribusikan merupakan hak cipta dari Free Software Foundation; beberapa merupakan hak cipta dari kontributor yang menulisnya. Perangkat Lunak Semi-Bebas Perangkat lunak semi-bebas adalah perangkat lunak yang tidak bebas, tapi mengizinkan setiap orang untuk menggunakan, menyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya (termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan non-laba. PGP adalah salah satu contoh dari program semi-bebas.
  • 11. Perangkat lunak semi-bebas jauh lebih baik dari perangkat lunak berpemilik, namun masih ada masalah, dan kita tidak dapat menggunakannya pada sistem operasi yang bebas. Pembatasan dari copyleft dirancang untuk melindungi kebebasan bagi semua pengguna. Bagi kami, satu-satunya alasan untuk membatasi substantif dalam menggunakan program--ialah melarang orang lain untuk menambahkan batasan lain. Program semi- bebas memiliki batasan-batasan tambahan, yang dimotivasi oleh tujuan pribadi semata. Sangat mustahil untuk menyertakan perangkat lunak semi-bebas pada sistem operasi bebas. Hal ini karena perjanjian distribusi untuk sistem operasi keseluruhan adalah gabungan dari perjanjian distribusi untuk semua program di dalamnya. Menambahkan satu program semi-bebas pada sistem akan membuat keseluruhan sistem menjadi semi- bebas. Terdapat dua alasan mengapa kami tidak menginginkan hal ini: Kami percaya bahwa perangkat lunak bebas seharusnya ditujukan bagi semuanya- -termasuk pelaku bisnis, dan bukan hanya untuk sekolah dan sekedar hobi saja. Kami ingin mengundang kalangan bisnis untuk menggunakan keseluruhan sistem GNU, dan untuk itu kami tidak dapat menyertakan program semi-bebas di dalamnya. Distribusi komersial dari sistem operasi bebas, termasuk Sistem GNU/Linux sangat penting, dan para pengguna menghargai kemampuan untuk dapat membeli distribusi CD-ROM komersial. Menyertakan satu program semi-bebas dalam sistem operasi dapat memotong distribusi CD-ROM komersial untuknya. Free Software Foundation sendiri adalah organisasi nirlaba, dan karena itu, kami diizinkan secara hukum untuk menggunakan program semi-bebas secara ``internal''. Tapi kami tidak melakukannya, karena hal itu akan melemahkan upaya kami untuk memperoleh program yang dapat disertakan ke dalam GNU. Jika ada pekerjaan yang berhubungan dengan perangkat lunak, maka sebelum kami memiliki program bebas untuk melakukan pekerjaan itu, sistem GNU memiliki kesenjangan. Kami harus memberitahukan kepada para sukarelawan, ``Kami belum memiliki program untuk melakukan pekerjaan ini di GNU, jadi kami berharap Anda menulisnya sendiri.'' Jika kami menggunakan program semi-bebas untuk untuk melakukan pekerjaan itu, hal itu akan melemahkan apa yang telah kami katakan; hal itu akan menghancurkan motivasi (bagi kami, dan orang lain yang memiliki pandangan yang sama) untuk menulis substitusi yang bebas. Jadi kami tidak melakukannya. Perangkat Lunak Berpemilik Perangkat lunak berpemilik ialah perangkat lunak yang tidak bebas ataupun semi-bebas. Kita dapat dilarang, atau harus meminta izin, atau akan dikenakan pembatasan lainnya sehingga menyulitkan--jika menggunakan, mengedarkan, atau memodifikasinya. Free Software Foundation mengikuti aturan bahwa kita tidak dapat memasang program- program berpemilik di komputer kita kecuali untuk sementara waktu dengan maksud
  • 12. menulis pengganti bebas untuk program tersebut. Disamping itu, kami merasa tidak; ada alasan untuk memasang sebuah program berpemilik. Sebagai contoh, kami merasa sah dalam memasang Unix di komputer kami pada tahun 1980-an, sebab kami menggunakannya untuk menulis pengganti bebas untuk Unix. Sekarang, karena sistem operasi bebas telah tersedia, alasan ini tidak lagi dapat diterima; kami harus menghapus semua sistem operasi tidak bebas kami, dan setiap komputer yang kami pasang harus berjalan pada sistem operasi yang benar-benar bebas. Kami tidak memaksa para pengguna GNU atau para kontributor GNU untuk mengikuti aturan ini. Ini adalah aturan yang kami buat untuk diri kami sendiri. Tapi kami berharap agar anda memutuskan untuk mengikutinya juga. Freeware Istilah ``freeware'' tidak terdefinisi dengan jelas, tapi biasanya digunakan untuk paket- paket yang mengizinkan redistribusi tetapi bukan pemodifikasian (dan kode programnya tidak tersedia). Paket-paket ini bukan perangkat lunak bebas, jadi jangan menggunakan istilah ``freeware'' untuk merujuk ke perangkat lunak bebas. Shareware Shareware ialah perangkat lunak yang mengijinkan orang-orang untuk meredistribusikan salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya lisensi. Shareware bukan perangkat lunak bebas ataupun semi-bebas. Ada dua alasan untuk hal ini, yakni: Sebagian besar shareware, kode programnya tidak tersedia; jadi anda tidak dapat memodifikasi program tersebut sama sekali. Shareware tidak mengizinkan kita untuk membuat salinan dan memasangnya tanpa membayar biaya lisensi, tidak juga untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan nirlaba (Dalam prakteknya, orang-orang sering tidak mempedulikan perjanjian distribusi dan tetap melakukan hal tersebut, tapi sebenarnya perjanjian tidak mengizinkannya). Perangkat Lunak Komersial Perangkat lunak komersial adalah perangkat lunak yang dikembangkan oleh kalangan bisnis untuk memperoleh keuntungan dari penggunaannya. ``Komersial'' dan ``kepemilikan'' adalah dua hal yang berbeda! Kebanyakan perangkat lunak komersial adalah berpemilik, tapi ada perangkat lunak bebas komersial, dan ada perangkat lunak tidak bebas dan tidak komersial. Sebagai contoh, GNU Ada selalu didistribusikan di bawah perjanjian GNU GPL, dan setiap salinannya adalah perangkat lunak bebas; tapi para pengembangnya menjual kontrak penunjang. Ketika penjualnya bicara kepada calon pembeli, terkadang pembeli tersebut mengatakan, ``Kami merasa lebih aman dengan kompilator komersial.'' Si
  • 13. penjual menjawab, ``GNU Ada ialah kompilator komersial; hanya saja ia merupakan perangkat lunak bebas.'' Bagi proyek GNU, penekanannya ada pada hal yang sebaliknya: hal terpenting ialah GNU Ada merupakan perangkat lunak bebas; terlepas komersial atau bukan, itu bukan hal yang penting. Namun perkembangan tambahan GNU Ada yang dihasilkan dari komersialismenya adalah menguntungkan. Harap sebarkan ke khalayak, perangkat lunak bebas komersial merupakan sesuatu yang mungkin. Sebaiknya, anda jangan mengatakan ``komersial'' ketika maksud anda ialah ``berpemilik''.
  • 14. Seminar “Make Your Software To Be Secure” Posted by admin on Wednesday, July 1, 2009 · Leave a Comment RootBrain akan ikut berpartisipasi pada seminar HMJTI STMIK Akakom Yogyakarta yang bertemakan “Make Your Software To Be Secure” , diadakan pada Jumat, 03 Juli 2009. Pukul 08:00 – 11:40 WIB. Bertempat di Ruang Presentasi STMIK Akakom Yogyakarta. Seminar tersebut akan diisi oeh Bapak Josua M Sinambela (RootBrain.Com Founder, IT Trainer & Consultant) Overview Banyak cara untuk memberikan lisensi dan mengamankan software yang dihasilkan. Diantara lisensi yang ada, antara lain free software, open source, public domain, copylefted software, GPL Software, Non-Copylefted Free Software, Semi-Free Software, Freeware, Shareware, Evaluation Copy / Trial / Preview/ Demo, Adware, Spyware & Nagware, Stripware & Optionware. Diantara lisensi-lisensi tersebut di atas, dapat juga di terapkan proteksi terhadap software tersebut, khususnya pada software dengan lisensi shareware dan Evaluation Copy / Trial / Preview/ Demo. Pada software dengan lisensi shareware, software tersebut pada umumnya hanya dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu, dan untuk penggunaan selanjutnya pengguna harus melakukan registrasi untuk dapat membuka proteksi software, menghilangkan nagscreen atau mengupgrade fasilitas tambahan yang sebenarnya sudah tersedia namun terproteksi sehingga fasilitas tambahan tersebut tidak dapat digunakan sebelum proses registrasi dilakukan. Pada Evaluation Copy / Trial / Preview/ Demo, software hanya akan berfungsi dalam jangka waktu tertentu dan tidak akan berfungsi sama sekali apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan tersebut pengguna tidak melakukan registrasi. Dari berbagai macam proteksi tersebut, belum tentu aman dari serangan cracker, sehingga proteksi dapat dibongkar. Tujuan Dari latar belakang masalah yang ada, untuk itu perlu ada suatu pembelajaran terhadap teknik- teknik proteksi yang ada. Dengan mengenal cara kerja, kelemahan dan kelebihan teknik-teknik proteksi yang ada, diharapkan peserta mampu melakukan proteksi terhadap software yang di hasilkan, serta mampu membongkar proteksi/melakukan cracking menemukan kelemahan dari proteksi sebuah software. Pembahasan
  • 15. Dalam seminar ini akan dibahas 1. Pengenalan jenis-jenis lisensi dan proteksi software 2. Pengenalan tools-tools untuk melakukan exploit software atau cracking 3. Teknik-teknik exploit software untuk menemukan kelemahan proteksi software (cracking) 4. Pengenalan tools-tools untuk melakukan proteksi software 5. Teknik-teknik untuk melakukan proteksi software yang dihasilkan 6. Mengenal cara pembuatan patch, keygen 7. Teknik-teknik tambahan untuk mengamankan software yang dihasilkan dari serangan cracker Kesimpulan Melalu seminar ini, peserta dapat menerapkan teknik – teknik yang sudah diseminarkan untuk mengamankan software yang mereka bangun. peserta tidak diharapkan melakukan hal-hal kejahatan digital yang merugikan hak atas kekayaan intelektual. Dengan memahami konsep – konsep yang sudah diberikan peserta dapat membantu hukum hak atas kekayaan intelektual. Selengkapnya dapat diakses di http://eti.hmjti-akakom.org/detail_securing_software.html
  • 16. Pengertian Cyber Crime yang dianut Indonesia Unit cyber crime Kepolisiaan RI menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres PBB tentang The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal : Cybercrime in a narrow sense (dalam arti sempit) disebut computer crime: any illegal behaviour directed by means of electronic operation that target the security of computer system and the data processed by them. Cyber crime in a broader sense (dalam arti luas) disebut computer related crime: any illegal behaviour committed by means on relation to, a computer system offering or system or network, including such crime as illegal possession in, offering or distributing information by means of computer system or network. Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Contoh kasus Cybercrime di Indonesia Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain. Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs web Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat cracker ini?
  • 17. Probing dan port scanning. Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan? Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah “nmap” (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Virus Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia. Penyebaran umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan membuat virus komputer? Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja. Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama
  • 18. perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting. IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team) Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia. Sertifikasi perangkat security Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency. Undang-Undang di Indonesia berhubungan dengan CyberCrime Menjawab tuntutan dan tantangan komunikasi global lewat Internet, Undang-Undang yang diharapkan (ius konstituendum) adalah perangkat hukum yang akomodatif terhadap perkembangan serta antisipatif terhadap permasalahan, termasuk dampak negatif penyalahgunaan Internet dengan berbagai motivasi yang dapat menimbulkan korban-korban seperti kerugian materi dan non materi. Saat ini, Indonesia belum memiliki Undang – Undang khusus/ cyber law yang mengatur mengenai cybercrime walaupun rancangan undang undang tersebut sudah ada sejak tahun 2000 dan revisi terakhir dari rancangan undang-undang tindak pidana di bidang teknologi informasi sejak tahun 2004 sudah dikirimkan ke Sekretariat Negara RI oleh Departemen Komunikasi dan Informasi serta dikirimkan ke DPR namun dikembalikan kembali ke Departemen Komunikasi dan Informasi untuk diperbaiki. Tetapi, terdapat beberapa hukum positif lain yang berlaku umum dan dapat dikenakan bagi para pelaku cybercrime terutama untuk kasuskasus yang menggunakan komputer sebagai sarana, antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi para penyidik melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP. Pasal-pasal didalam KUHP biasanya digunakan lebih dari
  • 19. satu Pasal karena melibatkan beberapa perbuatan sekaligus pasal- pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada cybercrime antara lain : Pasal 362 KUHP yang dikenakanuntuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Pasal 378 KUHP dapat dikenakan untuk penipuan dengan seolah olah menawarkan dan menjual suatu produk atau barang dengan memasang iklan di salah satu website sehingga orang tertarik untuk membelinya lalu mengirimkan uang kepada pemasang iklan. Tetapi, pada kenyataannya, barang tersebut tidak ada. Hal tersebut diketahui setelah uang dikirimkan dan barang yang dipesankan tidak datang sehingga pembeli tersebut menjadi tertipu. Pasal 335 KUHpelaku biasanya mengetahui rahasia korban. Pasal 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus pencemaran nama baik dengan menggunakan media Internet. Modusnya adalah pelaku menyebarkan email kepada teman-teman korban tentang suatu cerita yang tidak benar atau mengirimkan email ke suatu mailing list sehingga banyak orang mengetahui cerita tersebut. Pasal 303 KUHP dapat dikenakan untuk menjerat permainan judi yang dilakukan secara online di Internet dengan penyelenggara dari Indonesia. Pasal 282 KUHP dapat dikenakan untuk penyebaran pornografi maupun website porno yang banyak beredar dan mudah diakses di Internet. Walaupun berbahasa Indonesia, sangat sulit sekali untuk menindak pelakunya karena mereka melakukan pendaftaran domain tersebut diluar negri dimana pornografi yang menampilkan orang dewasa bukan merupakan hal yang ilegal. Pasal 282 dan 311 KUHP dapat dikenakan untuk kasus penyebaran foto atau film pribadi seseorang yang vulgar di Internet , misalnya kasus Sukma Ayu-Bjah. Pasal 378 dan 262 KUHP dapat dikenakan pada kasus carding, karena pelaku melakukan penipuan seolah-olah ingin membeli suatu barang dan membayar dengan kartu kreditnya yang nomor kartu kreditnya merupakan curian. Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada kasus deface atau hacking yang membuat sistem milik orang lain, seperti website atau program menjadi tidak berfungsi atau dapat digunakan sebagaimana mestinya Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Menurut Pasal 1 angka (8) Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, program komputer adalah sekumpulan intruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema ataupun bentuk lain yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang intruksi-intruksi tersebut. Hak cipta untuk program komputer berlaku selama 50 tahun (Pasal 30).
  • 20. Harga program komputer/ software yang sangat mahal bagi warganegara Indonesia merupakan peluang yang cukup menjanjikan bagi para pelaku bisnis guna menggandakan serta menjual software bajakan dengan harga yang sangat murah. Misalnya, program anti virus seharga $ 50 dapat dibeli dengan harga Rp20.000,00. Penjualan dengan harga sangat murah dibandingkan dengan software asli tersebut menghasilkan keuntungan yang sangat besar bagi pelaku sebab modal yang dikeluarkan tidak lebih dari Rp 5.000,00 perkeping. Maraknya pembajakan software di Indonesia yang terkesan “dimaklumi” tentunya sangat merugikan pemilik hak cipta. Tindakan pembajakan program komputer tersebut juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (3) yaitu “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah) “. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 36 Tahun 1999, Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan dan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya. Dari definisi tersebut, maka Internet dan segala fasilitas yang dimilikinya merupakan salah satu bentuk alat komunikasi karena dapat mengirimkan dan menerima setiap informasi dalam bentuk gambar, suara maupun film dengan sistem elektromagnetik. Penyalahgunaan Internet yang mengganggu ketertiban umum atau pribadi dapat dikenakan sanksi dengan menggunakan Undang-Undang ini, terutama bagi para hacker yang masuk ke sistem jaringan milik orang lain sebagaimana diatur pada Pasal 22, yaitu Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi: Akses ke jaringan telekomunikasi Akses ke jasa telekomunikasi Akses ke jaringan telekomunikasi khusus. Apabila anda melakukan hal tersebut seperti yang pernah terjadi pada website KPU www.kpu.go.id, maka dapat dikenakan Pasal 50 yang berbunyi “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)” Undang-Undang No 8 Tahun1997 tentang Dokumen Perusahaan Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya (alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya
  • 21. Compact Disk – Read Only Memory (CD – ROM), dan Write – Once – Read – Many (WORM), yang diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang tersebut sebagai alat bukti yang sah. Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak PidanaPencucian Uang Undang-Undang ini merupakan Undang-Undang yang paling ampuh bagi seorang penyidik untuk mendapatkan informasi mengenai tersangka yang melakukan penipuan melalui Internet, karena tidak memerlukan prosedur birokrasi yang panjang dan memakan waktu yang lama, sebab penipuan merupakan salah satu jenis tindak pidana yang termasuk dalam pencucian uang (Pasal 2 Ayat (1) Huruf q). Penyidik dapat meminta kepada bank yang menerima transfer untuk memberikan identitas dan data perbankan yang dimiliki oleh tersangka tanpa harus mengikuti peraturan sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Dalam Undang-Undang Perbankan identitas dan data perbankan merupakan bagian dari kerahasiaan bank sehingga apabila penyidik membutuhkan informasi dan data tersebut, prosedur yang harus dilakukan adalah mengirimkan surat dari Kapolda ke Kapolri untuk diteruskan ke Gubernur Bank Indonesia. Prosedur tersebut memakan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan. Dalam Undang-Undang Pencucian Uang proses tersebut lebih cepat karena Kapolda cukup mengirimkan surat kepada Pemimpin Bank Indonesia di daerah tersebut dengan tembusan kepada Kapolri dan Gubernur Bank Indonesia, sehingga data dan informasi yang dibutuhkan lebih cepat didapat dan memudahkan proses penyelidikan terhadap pelaku, karena data yang diberikan oleh pihak bank, berbentuk: aplikasi pendaftaran, jumlah rekening masuk dan keluar serta kapan dan dimana dilakukan transaksi maka penyidik dapat menelusuri keberadaan pelaku berdasarkan data– data tersebut. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai alat bukti elektronik atau digital evidence sesuai dengan Pasal 38 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Selain Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Undang-Undang ini mengatur mengenai alat bukti elektronik sesuai dengan Pasal 27 huruf b yaitu alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. Digital evidence atau alat bukti elektronik sangatlah berperan dalam penyelidikan kasus terorisme, karena saat ini komunikasi antara para pelaku di lapangan dengan pimpinan atau aktor intelektualnya dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas di Internet untuk menerima perintah atau menyampaikan kondisi di lapangan karena para pelaku mengetahui pelacakan terhadap Internet lebih sulit dibandingkan pelacakan melalui handphone. Fasilitas yang sering digunakan adalah e-mail dan chat room selain mencari informasi dengan menggunakan search engine serta melakukan propaganda melalui bulletin board atau mailing list. Kebijakan Kriminalisasi Cybercrime
  • 22. Kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana (tidak dipidana) menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat dipidana). Jadi pada hakekatnya, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal (criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal), dan oleh karena itu termasuk bagian dari “kebijakan hukum pidana” (penal policy), khususnya kebijakan formulasinya. Pertanyaan tentang kriminalisasi muncul ketika kita dihadapkan pada suatu perbuatan yang merugikan orang lain atau masyarakat yang hukumnya belum ada atau belum ditemukan. Berkaitan dengan kebijakan kriminalisasi terhadap perbuatan yang masuk dalam kategori cybercrime sebagai tindak pidana sebagaimana diulas dalam buku tersebut di atas, ada beberapa tanggapan yang hendak dikemukakan, yaitu: Persoalan kriminalisasi timbul karena dihadapan kita terdapat perbuatan yang berdimensi baru, sehingga muncul pertanyaan adakah hukumnya untuk perbuatan tersebut. Kesan yang muncul kemudian adalah terjadinya kekosongan hukum yang akhirnya mendorong kriminalisasi terhadap perbuatan tersebut.[8] Sebenarnya dalam persoalan cybercrime, tidak ada kekosongan hukum, ini terjadi jika digunakan metode penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum dan ini yang mestinya dipegang oleh aparat penegak hukum dalam menghadapi perbuatan-perbuatan yang berdimensi baru yang secara khsusus belum diatur dalam undang-undang.[9] Persoalan menjadi lain jika ada keputusan politik untuk menetapkan cybercrime dalam perundang-undangan tersendiri di luar KUHP atau undang-undang khusus lainnya. Sayangnya dalam persoalan mengenai penafsiran ini, para hakim belum sepakat mengenai kateori beberapa perbuatan. Misalnya carding, ada hakim yang menafsirkan masuk dalam kateori penipuan, ada pula yang memasukkan dalam kategori pencurian. Untuk itu sebetulnya perlu dikembangkan pemahaman kepada para hakim mengenai teknologi informasi agar penafsiran mengenai suatu bentuk cybercrime ke dalam pasal-pasal dalam KUHP atau undang-undang lain tidak membingungkan. Dilihat dari pengertian kriminalisasi, sesungguhnya kriminalisasi tidak harus berupa membuat undang-undang khusus di luar KUHP, dapat pula dilakukan tetap dalam koridor KUHP melalui amandemen. Akan tetapi proses antara membuat amandemen KUHP dengan membuat undang-undang khusus hampir sama, baik dari segi waktu maupun biaya, ditambah dengan ketidaktegasan sistem hukum kita yang tidak menganut sistem kodifikasi secara mutlak, menyebabkan munculnya bermacam-macam undang-undang khusus. Kriminalisasi juga terkait dengan persoalan harmonisasi, yaitu harmonisasi materi/substansi dan harmonisasi eksternal (internasional/global). Mengenai harmonisasi substansi, bukan hanya KUHP yang akan terkena dampak dari dibuatnya undang-undang tentang cybercrime. Kementerian Komunikasi dan Informasi RI mencatat ada 21 undang- undang dan 25 RUU yang akan terkena dampak dari undang-undang yang mengatur cybercrime. Ini merupakan pekerjaan besar di tengah kondisi bangsa yang belum stabil secara politik maupun ekonomi. Harmonisasi eksternal berupa penyesuaian perumusan pasal-pasal cybercrime dengan ketentuan serupa dari negara lain, terutama dengan Draft Convention on Cyber Crime dan pengaturan cybercrime dari negara lain. Harmonisasi ini telah dilaksanakan baik dalam RUU PTI, RUU IETE, RUU ITE, RUU TPTI maupun
  • 23. dalam RUU KUHP. Judge Stenin Schjolberg dan Amanda M. Hubbard mengemukakan dalam persoalan cyber crime ini diperlukan standardisasi dan harmoonisiasi dalam tiga area, yaitu legislation, criminal enforcement dan judicial review. Ini menunjukkan bahwa persoalan harmonisasi merupakan persoalan yang tidak berhenti dengan diundangkannya undang-undang yang mengatur cybercrime, lebih dari itu adalah kerjasama dan harmonisasi dalam penegakan hukum dan peradilannya. Berkaitan dengan harmonisasi substansi, ada yang bagian yang tak disinggung dalam buku tersebut, terutama mengenai jenis pidana. Mengingat cybercrime merupakan kejahatan yang menggunakan atau bersaranakan teknologi komputer, maka diperlukan modifikasi jenis sanksi pidana bagi pelakunya. Jenis sanksi pidana tersebut adalah tidak diperbolehkannya/dilarang sipelaku untuk menggunakan komputer dalam jangka waktu tertentu. Bagi pengguna komputer yang sampai pada tingkat ketergantungan, sanksi atau larangan untuk tidak menggunakan komputer merupakan derita yang berat. Jangan sampai terulang kembali kasus Imam Samudera – terpidana kasus terorisme Bom Bali I – yang dengan leluasa menggunakan laptop di dalam selnya. Setelah harmonisasi dilakukan, maka langkah yang selanjutnya adalah melakukan perjanjian ekstradisi dengan berbagai negara. Cybercrime dapat dilakukan lintas negara sehingga perjanjian ekstradisi dan kerjasama dengan negara lain perlu dilakukan terutama untuk menentukan yurisdiksi kriminal mana yang hendak dipakai. Pengalaman menunjukkan karena ketiadaan perjanjian ekstradisi, kepolisian tidak dapat membawa pelaku kejahatan kembali ke tanah air untuk diadili. Hal lain yang luput dari perhatian adalah pertanggungjawaban Internet Service Provider (ISP) sebagai penyedia layanan internet dan Warung Internet (Warnet) yang menyediakan akses internet. Posisi keduanya dalam cybercrime cukup penting sebagai penyedia dan jembatan menuju jaringan informasi global, apalagi Warnet telah ditetapkan sebagai ujung tombak untuk mengurangi kesenjangan digital di Indonesia. Bentuk pertanggungjawaban pidana apa yang mesti mereka terima jika terbukti terlibat dalam cybercrime. Apakah pertanggungjawabannya dibebankan secara individual atau dianggap sebagai suatu korporasi. Ini akan memiliki konsekuensi tersendiri. Penanganan Cybercrime di Indonesia Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cybercrime pada tahun 2004, akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah banyak. Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun oleh Polri juga bukan data yang berasal dari investigasi Polri, sebagian besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab mengapa penanganan kasus cybercrime di Indonesia tidak memuaskan: Cybercrime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech, dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cybercrime. Dengan kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum masih lemah. Ketersediaan dana atau anggaran untuk pelatihan SDM sangat minim sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri. Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs KPU, Polri harus membawa
  • 24. harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut. Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk melaporkan kasusnya ke kepolisian. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, factor lain adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya. Upaya penanganan cybercrime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan undang-undang yang mengatur cybercrime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan pembentukan hukum tersebut. Referensi: Budi Rahardjo PPAU Mikroelektronika ITB IDCERT – Indonesia Computer Emergency Response Team br@paume.itb.ac.id – budi@cert.or.id 2001-07-28 Kombes (Pol) Drs. Petrus Reinhard Golose, M.M, PERKEMBANGAN CYBERCRIME DAN UPAYA PENANGANANNYA DI INDONESIA OLEH POLRI Agus Rahardjo, Cybercrime pemahaman dan upaya pencegahan kejahatan berteknologi, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti , 2002) Eoghan Casey , Digital Evidence and Computer Crime, (London : A Harcourt Science and Technology Company, 2001) page 16 Hinca IP Panjaitan dkk, Membangun Cyber Law Indonesia yang demokratis (Jakarta : IMLPC, 2005)
  • 25. Cybercrime Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru “mengetuk pintu” ( port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan ( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab. Contoh kasus di Indonesia Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain . Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Berbeda dengan pencurian yang dilakukan secara fisik, “pencurian” account cukup menangkap “userid” dan “password” saja. Hanya informasi yang dicuri. Sementara itu orang yang kecurian tidak merasakan hilangnya “benda” yang dicuri. Pencurian baru terasa efeknya jika informasi ini digunakan oleh yang tidak berhak. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. Kasus ini banyak terjadi di ISP. Namun yang pernah diangkat adalah penggunaan account curian oleh dua Warnet di Bandung. Membajak situs web . Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. Sekitar 4 bulan yang lalu, statistik di Indonesia menunjukkan satu (1) situs web dibajak setiap harinya. Hukum apa yang dapat digunakan untuk menjerat cracker ini? Probing dan port scanning . Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya. Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan. Apakah hal ini dapat ditolerir (dikatakan sebagai tidak bersahabat atau unfriendly saja) ataukah sudah dalam batas yang tidak dapat dibenarkan sehingga dapat dianggap sebagai kejahatan? Berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau portscanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah “nmap” (untuk
  • 26. sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan “Superscan” (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Virus . Seperti halnya di tempat lain, virus komputer pun menyebar di Indonesia . Penyebaran umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Seringkali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak sadar akan hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya. Kasus virus ini sudah cukup banyak seperti virus Mellisa, I love you, dan SirCam. Untuk orang yang terkena virus, kemungkinan tidak banyak yang dapat kita lakukan. Akan tetapi, bagaimana jika ada orang Indonesia yang membuat virus (seperti kasus di Filipina)? Apakah diperbolehkan membuat virus komputer? Denial of Service (DoS) dan Distributed DoS (DDos) attack . DoS attack merupakan serangan yang bertujuan untuk melumpuhkan target (hang, crash) sehingga dia tidak dapat memberikan layanan. Serangan ini tidak melakukan pencurian, penyadapan, ataupun pemalsuan data. Akan tetapi dengan hilangnya layanan maka target tidak dapat memberikan servis sehingga ada kerugian finansial. Bagaimana status dari DoS attack ini? Bayangkan bila seseorang dapat membuat ATM bank menjadi tidak berfungsi. Akibatnya nasabah bank tidak dapat melakukan transaksi dan bank (serta nasabah) dapat mengalami kerugian finansial. DoS attack dapat ditujukan kepada server (komputer) dan juga dapat ditargetkan kepada jaringan (menghabiskan bandwidth). Tools untuk melakukan hal ini banyak tersebar di Internet. DDoS attack meningkatkan serangan ini dengan melakukannya dari berberapa (puluhan, ratusan, dan bahkan ribuan) komputer secara serentak. Efek yang dihasilkan lebih dahsyat dari DoS attack saja. Kejahatan yang berhubungan dengan nama domain . Nama domain (domain name) digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan dan merek dagang. Namun banyak orang yang mencoba menarik keuntungan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya dengan harga yang lebih mahal. Pekerjaan ini mirip dengan calo karcis. Istilah yang sering digunakan adalah cybersquatting. Masalah lain adalah menggunakan nama domain saingan perusahaan untuk merugikan perusahaan lain. (Kasus: mustika-ratu.com) Kejahatan lain yang berhubungan dengan nama domain adalah membuat “domain plesetan”, yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. (Seperti kasus klikbca.com) Istilah yang digunakan saat ini adalah typosquatting. IDCERT ( Indonesia Computer Emergency Response Team). Salah satu cara untuk mempermudah penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer Emergency Response Team (CERT). Semenjak itu di negara lain mulai juga dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia . Sertifikasi perangkat security . Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat
  • 27. ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani oleh Korea Information Security Agency. Bagaimana di Luar Negeri? Berikut ini adalah beberapa contoh pendekatan terhadap cybercrime (khususnya) dan security (umumnya) di luar negeri. • Amerika Serikat memiliki Computer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) of the Criminal Division of the U.S. Departement of Justice. Institusi ini memiliki situs web <http://www.cybercrime.gov> yang memberikan informasi tentang cybercrime. Namun banyak informasi yang masih terfokus kepada computer crime. • National Infrastructure Protection Center (NIPC) merupakan sebuah institusi pemerintah Amerika Serikat yang menangani masalah yang berhubungan dengan infrastruktur. Institusi ini mengidentifikasi bagian infrastruktur yang penting ( critical ) bagi negara (khususnya bagi Amerika Serikat). Situs web: <http://www.nipc.gov>. Internet atau jaringan komputer sudah dianggap sebagai infrastruktur yang perlu mendapat perhatian khusus. Institusi ini memberikan advisory • The National Information Infrastructure Protection Act of 1996 • CERT yang memberikan advisory tentang adanya lubang keamanan (Security holes). • Korea memiliki Korea Information Security Agency yang bertugas untuk melakukan evaluasi perangkat keamanan komputer & Internet, khususnya yang akan digunakan oleh pemerintah. Penutup Tulisan ini hanya menampilkan sedikit permasalahan yang terkait dengan cybercrime. Tentunya masih banyak permasalahan lain yang belum dibahas pada tulisan singkat ini. Oleh : Budi Rahardjo PPAU Mikroelektronika ITB IDCERT – Indonesia Computer Emergency Response Team
  • 28. Cyber Crime Tugas Besar Dunia TI Indonesia Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak. Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan "CyberCrime" atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus "CyberCrime" di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain (berdasarkan makalah Pengamanan Aplikasi Komputer Dalam Sistem Perbankan dan Aspek Penyelidikan dan Tindak Pidana). Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet. Mengacu pada kasus - kasus CyberCrime yang tercatat banyakk terjadi oleh National Consumer League (NCL) dari Amerika yang cepat atau lambat menular ke Indonesia, sebagai berikut : 1. Penipuan Lelang On-line a. Cirinya harga sangat rendah (hingga sering sulit dipercayai) untuk produk - produk yang yang diminati, penjual tidak menyediakan nomor telepon, tidak ada respon terhadap per - tanyaan melalui email, menjanjikan produk yang sedang tidak tersedia. b. Resiko Terburuk adalah pemenang lelang mengirimkan cek atau uang, dan tidak memperoleh produk atau berbeda dengan produk yang diiklankan dan diinginkan. c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah menggunakan agen penampungan pembayaran
  • 29. (escrow accounts services) seperti www.escrow.com dengan biaya sekitar 5% dari harga produk. Agen ini akan menyimpan uang Pembeli terlebih dahulu dan mengirimkannya ke Pen- jual hanya setelah ada konfirmasi dari Pembeli bahwa barang telah diterima dalam kondisi yang memuaskan. 2. Penipuan Saham On-line a. Cirinya tiba - tiba Saham Perusahaan meroket tanpa info pendukung yang cukup. b. Resiko Terburuk adalah tidak ada nilai riil yang mendekati harga saham tersebut, kehilangan seluruh jumlah investasi dengan sedikit atau tanpa kesempatan untuk menutup kerugian yang terjadi. c. Teknik Pengamanan antara lain www.stockdetective.com punya daftar negatif saham - saham. 3. Penipuan Pemasaran Berjenjang On-line a. Berciri mencari keuntungan dari merekrut anggota, menjual produk atau layanan secara fiktif. b. Resiko Terburuk adalah ternyata 98% dari investor yang gagal. c. Teknik Pengamanan yang disarankan adalah jika menerima junk mail dengan janji yang bom- bastis, lupakan saja dan hapuslah pesan itu. 4. Penipuan Kartu Kredit (kini sudah menular di Indonesia) a. Berciri, terjadinya biaya misterius pada tagihan kartu kredit untuk produk atau layanan Internet yang tidak pernah dipesan oleh kita. b. Resiko Terburuk adalah korban bisa perlu waktu yang lama untuk melunasinya. c. Teknik Pengamanan yang disarankan antara lain gunakan mata uang Beenz untuk transaksi online, atau jasa Escrow, atau jasa Transfer Antar Bank, atau jasa Kirim Uang Western
  • 30. Union, atau pilih hanya situs - situs terkemuka saja yang telah menggunakan Payment Security seperti VeriSign. Untuk menindak lanjuti CyberCrime tentu saja diperlukan CyberLaw (Undang - undang khusus dunia Cyber/Internet). Selama ini landasan hukum CyberCrime yang di Indonesia menggunakan KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan bisa berakibat sangat fatal. Indonesia dibandingkan dengan USA, Singapura, bahkan Malaysia memang cukup ketinggalan dalam masalah CyberLaw ini. Contohnya Singapura telah memiliki The Electronic Act 1998 (UU tentang transaksi secara elektronik), serta Electronic Communication Privacy Act (ECPA), kemudian AS mempunyai Communication Assistance For Law Enforcement Act dan Telecommunication Service 1996. Faktor lain yang menyebabkan ketertinggalan Indonesia dalam menerapkan CyberLaw ini adalah adanya ke-strikean sikap pemerintah terhadap media massa yang ternyata cukup membawa pengaruh bagi perkembangan CyberLaw di Indonesia. Sikap pemerintah yang memandang minor terhadap perkembangan internal saat ini, telah cukup memberikan dampak negatif terhadap berlakunya CyberLaw di Indonesia. Kita lihat saja saat ini, apabila pemerintah menemukan CyberCrime di Indonesia, maka mereka "terpaksa" mengkaitkan CyberCrime tersebut dengan hukum yang ada, sebut saja KUHP, yang ternyata bukanlah hukum yang pantas untuk sebuah kejahatan yang dilakukan di CyberSpace. Akhirnya pemerintah, dalam hal ini POLRI, sampai saat ini ujung - ujungnya lari ke CyberLaw Internasional yang notabene berasal dari AS. Berdasarkan sikap pemerintah diatas, menurut RM. Roy Suryo, pada waktu dulu selalu saja menganaktirikan Informasi yang berasal dari Internet. Bagi pemerintah, internet tersebut lebih banyak memberikan mudharat dari pada manfaatnya. Sehingga, image internet itu sendiri di masyarakat lebih terasosi sebagai media pornografi. Padahal di negara - negara maju, sebut saja USA, Singapura, dan Malaysia, mereka telah dapat memposisikan internet sebagai salah satu pilar demokrasi di negaranya, bahkan untuk Malaysia dan Singapura, mereka benar - benar memanfaatkan internet sebagai konsep Visi Infrastruktur Teknologi mereka. Meskipun demikian, Indonesia ternyata juga memiliki konsep yang serupa dengan hal yang disebut diatas, yaitu Nusantara 21, akan tetapi muncul kerancuan dan kebingungan masyarakat terhadap kontradiksi sikap pemerintah tersebut, sehingga masyarakat menjadi tidak percaya atau ragu - ragu terhadap fasilitas yang terdapat di internet. Hal ini merupakan faktor tambahan kenapa Indonesia cukup ketinggalan dalam menerapkan CyberLaw. Adanya masa kekosongan CyberLaw ini di Indonesia, tentu saja membuat para hacker merasa leluasa untuk bertindak semaunya di CyberSpace, untuk mengantisipasi tindakan tersebut, saat ini para pakar teknologi kita seperti RM. Roy Suryo dan Onno W. Purbo bekerja sama dengan berbagai pihak, baik dari pemerinta maupun swasta, membuat rancangan CyberLaw. Mengenai rancangan CyberLaw ini, mengingat bahwa karakter CyberSpace selalu berubah cepat dan bersifat global, sehingga bentuk CyberCrime dimasa depan sangat sulit diramalkan. RM. Roy Suryo berpendapat sejak dulu bahwa sejak dulu piranti hukum selalu ketinggalan dengan teknologinya, sehingga dalam CyberLaw ini nantinya akan terdapat beberapa pasal yang bersifat terbuka, artinya selain pasal - pasal tersebut bisa diamandemen, juga dpat dianalogikan terhadap hal - hal yang bersifat global.
  • 31. Landasan Hukum CyberCrime di Indonesia, adalah KUHP (pasal 362) dan ancaman hukumannya dikategorikan sebagai kejahatan ringan, padahal dampak yang ditimbulkan oleh CyberCrime bisa berakibat sangat fatal. Beberapa indikator penyalahgunaan sarana dan prasarana di Internet, antara lain : 1. Menjamurnya warnet hampir setiap propinsi di tanah air yang dapat digunakan sebagai fasilitas untuk melakukan tindak kejahatan CyberCrime, disebabkan tidak tertibnnya sistem administrasi dan penggunaan Internet Protocol/IP Dinamis yang sangat bervariatif. 2. ISP (Internet Service Provider) yang belum mencabut nomor telepon pemanggil yang meng - gunakan Internet. 3. LAN (Local Area Network) yang mengakses Internet secara bersamaan (sharing), namun tidak mencatat dalam bentuk log file aktifitas dari masing - masing client jaringan. 4. Akses Internet menggunakan pulsa premium, dimana untuk melakukan akses ke Internet, tidak perlu tercatat sebagai pelanggan sebuah ISP. Berbicara mengenai tindak kejahatan (Crime), tidak terlepas dari lima faktor yang terkait, antara lain karena adanya pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan, dan hukum. Berdasarkan beberapa pustaka, sebagian besar menyebutkan bahwa pelaku CyberCrime adalah para remaja yang berasal dari keluarga baik - baik, bahkan berotak encer. Hukum positif di Indonesia masih bersifat "lex loci delicti" yang mencakup wilayah, barang bukti, tempat atau fisik kejadian, serta tindakan fisik yang terjadi. Padahal kondisi pelanggaran yang mungkin terjadi di CyberSpace dapat dikatakan sangat bertentangan dengan hukum positif yang ada tersebut. Dalam CyberCrime, pelaku tampaknya memiliki keunikan tersendiri, secara klasik kejahatan terbagi dua : Blue Collar Crime dan White Collar Crime. Pelaku Blue Collar Crime biasanya dideskripsikan memiliki stereotip, seperti dari kelas social bawah, kurang terdidik, berpenghasilan rendah, dsb. Sedangkan White Collar Crime, para pelaku digambarkan sebaliknya. Mereka memiliki penghasilan yang tinggi, berpendidikan, dsb. Untuk pelaku CyberCrime, pembagian teoritis demikian tampaknya kurang mengena lagi. Karena dipacu oleh perkembangan teknologi yang pesat, telah menghasilkan komunitas yang lebih kompleks. Dampak dari kehidupan yang semakin kompleks, telah memperlebar celah - celah kriminalitas, maka Polri harus sedini mungkin berperan secara aktif sebagai anggota masyarakat global Cyberspace. CyberPolice merupakan polisi yang dilatih dan ditugaskan untuk menangani kasus - kasus di dalam segala tindakan kriminal yang dilakukan di dunia maya CyberSpace. Andaikata CyberPolice tidak segera diwujudkan, maka semua kejahatan yang timbul di dunia CyberSpace
  • 32. tidak dapat dijangkau oleh Polri. Beberapa kasus penting yang pernah ditangani Polri dibidang CyberCrime adalah : 1. Cyber Smuggling, adalah laporan pengaduan dari US Custom (Pabean AS) adanya tindak pe - nyelundupan via internet yang dilakukan oleh beberapa orang Indonesia, dimana oknum - oknum tersebut telah mendapat keuntungan dengan melakukan Webhosting gambar - gambar porno di beberapa perusahaan Webhosting yanga ada di Amerika Serikat. 2. Pemalsuan Kartu Kredit, adalah laporan pengaduan dari warga negara Jepang dan Perancis tentang tindak pemalsuan kartu kredit yang mereka miliki untuk keperluan transaksi di Internet. 3. Hacking Situs, adalah hacking beberpa situs, termasuk situs POLRI, yang pelakunya di identifikasikan ada di wilayah RI. Sulitnya menciptakan peraturan - peraturan di CyberSpace, khususnya membuat CyberCrime Law, adalah disebabkan perubahan - perubahan radikal yang dibawa oleh revolusi teknologi informasi yang membalikkan paradigma - paradigma. Untuk membuat ketentuan hukum yang memadai di dunia maya. Tampaknya harus terpaksa rela menunggu revolusi mulai reda kiranya penting untuk belajar tentang bagaimana dahulu teknologi - teknologi massal mengawali kematangannya. Teknologi informasi dalam beberapa waktu yang akan datang tampaknya akan terus berubah dengan cepat untuk menuju tingkat kemapanannya sendiri. Selama dalam proses ini, masyarakat dunia maya sepertinya akan mampu menjadi masyarakat yang dapat melakukan pengaturan sendiri (self regulation). Kendati demikian, karena dampak CyberSpace sangat besar bagi kehidupan secara keseluruhan, campur tangan negara - negara yang sangat diperlukan, khusussnya dalam merancang CyberCrime Law. http://yogyacarding.tvheaven.com/cyber_crime_tugas_besar_dunia_ti_indonesia.htm
  • 33. INFORMASI : UAS PAK ISWANTO HARI JUM'AT 17-09-2011 BAHAN UAS: 1. SOCIAL ENGGINEERING, 2. CYBERCRIME, 3. VIRUS, 4. HAKI, dan 5. UU IT.