SlideShare a Scribd company logo
1 of 34
Download to read offline
Halaman 1 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
LEMBAR FAKTA
API DAN EMISI
BAGAIMANA
MENCEGAH
KEBAKARAN
HUTAN DAN LAHAN
BERULANG
Api dan Emisi: Bagaimana Mencegah
Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang
Forest Digest, 2021
36 halaman
Diizinkan mengutip sebagian atau
seluruh isi lembar fakta dengan
mencantumkan sumber:
Api dan Emisi: Bagaimana Mencegah
Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang,
Forest Digest (2021)
Foto sampul: Kebakaran hutan
di sekitar area perkebunan di
Palangkaraya, Kalimantan Tengah,
pada 23 September 2019.
Foto: Dok. Greenpeace
Desain: puntogram.com
Lembar fakta ini diproduksi untuk memberikan perspektif
yang utuh tentang kebakaran hutan, problem, dan solusi yang
mungkin bisa diterapkan dalam mencegah kebakaran hutan
dan lahan menjadi rutin. Kebakaran hutan dan lahan memiliki
banyak dimensi: sosial, ekonomi, lingkungan, bahkan diplomasi.
Karena itu mencegahnya akan menyelamatkan banyak
kepentingan. Juga menunjukkan kewibawaan negara yang pro
pada perlindungan lingkungan, perspektif penting mengelola
pemerintahan di era krisis iklim. Para narasumber—dengan
keilmuan dan pengalaman empiris yang panjang—berbagi
pelbagai data, temuan fakta, paradigma, hingga aspek teknis
mencegah kebakaran hutan dan lahan. Mereka adalah:
● Bambang Hero Saharjo, IPB University
● Sigit Sutikno, Universitas Riau
● Asmadi Saad, Universitas Jambi
● Arief Dharmawan, Universitas Lampung
● Made Ali, Jikalahari
● Kiki Taufik, Greenpeace
● Wahyu Perdana, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
● Timer Manurung, Yayasan Auriga
● Ngakan Putu Oka, Universitas Hasanuddin
● Ridwan Yunus, Badan Nasional Penanggulangan Bencana
● Romes IP, Pantau Gambut
● Firdaus Alim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Halaman 4 dari 34
Sejarah Kebakaran
Hutan dan Lahan 10
Kebakaran Rawa Gambut 16
Pelaku Kebakaran 22
Aturan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahan 23
Upaya Mencegah Api 26
Solusi 28
Problem Penegakan Hukum 30
daftar isi
Halaman 5 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Kebakaran menjadi momok pengelolaan
hutan dan lahan di Indonesia.
Dampaknya tak hanya menaikkan
deforestasi, mengganggu kesehatan,
kian rentannya proteksi lingkungan, juga
bisa mencederai hubungan diplomasi
dengan negara jiran. Di tengah tekad
global mengurangi emisi karbon untuk
mencegah krisis iklim, kebakaran hutan
dan lahan bisa mengasingkan Indonesia
dalam pergaulan internasional.
Indonesia, bersama 196 pihak lain, negara dan wilayah anggota
PBB, sudah berjanji mengurangi emisi karbonnya sebanyak 26%
dengan usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan asing pada 2020
dari perhitungan emisi pada 2010. Target itu naik menjadi 29%
dalam periode 2020-2030 dengan perkiraan emisi pada tahun
itu sebanyak 2,87 miliar ton setara CO2
.
Karena itu tahun ini menjadi tahun krusial untuk mengukur
sejauh mana mitigasi krisis iklim Indonesia berada di jalan yang
benar. Emisi 2018 berkurang sebanyak 12,1% dari akumulasi
emisi pada tahun tersebut sebanyak 1,87 miliar ton.
Sebagai negara tropis, hutan Indonesia menyerap emisi karbon
terbesar dibanding sektor lain. Karena itu, mitigasi mengurangi
karbon dari sektor ini, terutama dalam manajemen lahan, pun
paling besar dibanding sektor lain, seperti energi, pertanian,
proses produksi, atau penanganan limbah.
Halaman 6 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Menurut dokumen kontribusi nasional yang ditetapkan atau
nationally determined contributions (NDC) dalam Perjanjian Paris
itu, Indonesia hendak mengurangi emisi sektor kehutanan dari
647 juta ton setara CO2
pada 2010 menjadi 217 juta ton pada
2030, atau 30,4% dari jumlah emisi tanpa mitigasi sebanyak 714
juta ton.
Pada 21 Juli 2021, pemerintah Indonesia mengajukan dokumen
NDC yang baru ke PBB untuk dibahas dalam Konferensi Iklim 31
Oktober-2 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. Targetnya
tak berubah sebanyak 29% dengan usaha sendiri dan 41% jika
ada bantuan pihak lain dengan prediksi emisi sebanyak 2,87
Gigaton setara CO2
, dengan tambahan manajemen laut dalam
skenario adaptasi.
DalamdokumenNDCbaruitu,pada2030deforestasiakumulatif
diperkirakan seluas 6,8 juta hektare dengan deforestasi tak
terencana 92.000 hektare, yang berasal dari pembalakan liar
atau kebakaran hutan dan lahan. Angka ini merupakan akumulasi
deforestasi memakai skenario pembangunan rendah karbon
sesuai Perjanjian Paris 2015.
Penurunan dan target yang besar ini bukan hal yang mudah,
mengingat jumlah emisi karbon sektor kehutanan berfluktuasi
seiring dengan beragamnya deforestasi tak terencana. Apalagi,
dalam proposal NDC yang baru, sektor kehutanan menyumbang
97% komitmen penurunan emisi secara nasional.
Dua ancaman terbesarnya adalah deforestasi serta kebakaran
hutan dan lahan. Jika tidak dijaga trennya, kebakaran akan terus
berulang. Apalagi, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan, titik api dan titik panas tiap musim kemarau
selalu berada di sekitar konsesi industri ekstraktif kehutanan
Halaman 7 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
dan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan-perkebunan
masyarakat, terutama di areal rawa gambut. Kebiasaan
masyarakat membakar untuk membuka lahan, sebagai cara
paling mudah dan murah, menjadi ancaman laten munculnya api
dan kebakaran serta membuat lanskap rawa gambut menjadi
kering.
Apalagi, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
masih mengizinkan penduduk membakar lahan maksimal 2
hektare per keluarga. Meski diatur secara ketat hanya untuk
Gas Rumah Kaca
(Gigaton setara CO2
)
2,87
2005
1,80
1,45 1,46
2012 2016 2030
63%
Sumbangan
sektor
kehutanan
34,9%
43,6% 24,9%
19%
Sumbangan
sektor energi
47,8%
36,9%
58,2%
SUMBER: NDC INDONESIA 2021
Halaman 8 dari 34
Apa Itu Gas Rumah Kaca
Proses kenaikan suhu bumi disebut dengan pemanasan global yang melahirkan krisis
iklim. Kenaikan suhu tersebut mengubah siklus alamiah bumi yang kini berusia 4,5
miliar tahun. Perubahan itu terjadi secara drastis hanya dalam waktu tiga abad terakhir,
yakni setelah James Watt—pembuat perkakas dari Skotlandia—menemukan mesin uap
pada 1764. Sejak itu dunia berubah karena mesin membutuhkan bahan bakar. Revolusi
Industri kian memperluas pencarian bahan bakar dengan cara menggali ke dalam perut
bumi. Karena itu batu bara, minyak, dan gas disebut energi fosil.
Pembakaran energi fosil menghasilkan bermacam gas beracun. Enam di antaranya
paling kuat dalam mengubah fungsi atmosfer, yakni karbon dioksida (CO2
),
nitrogen dioksida (N2
O), metana (CH4
), dan freon (seperti sulfur heksafluorida, SF6
;
hidrofluorokarbon, HFC; dan perfluorocarbon, PFC). Gas-gas itu disebut emisi karbon
yang membuat kemampuan atmosfer menyerap panas matahari dan gas dari bumi kian
berkurang.
Akibatnya, emisi kembali ke bumi yang menaikkan suhu. Bumi pun seperti berada
dalam rumah kaca yang terpanggang panas dari atas dan bawah. Di antara enam jenis
gas rumah kaca, karbon dioksida paling rendah menyebabkan pemanasan global.
Karena ia juga bisa ditimbang, CO2
menjadi patokan menghitung emisi. Tiap kali
menyebut jumlah emisi kita harus selalu menyertakan kata “setara”. Kini jumlah emisi
karbon tahunan sebanyak 55,3 miliar ton setara CO2
.
Maka, karena manusia tak bisa menghindarkan diri dari memproduksi gas rumah kaca,
kita harus sebanyak mungkin mencegah gas tersebut sampai ke atmosfer—selubung
bumi yang berjarak 560 kilometer dari permukaan tanah. Caranya menyediakan
penyerapnya sebanyak mungkin agar gas rumah kaca tak mengakibatkan krisis iklim.
l SUMBER: IPCC, DEPARTEMEN KEUANGAN
INDEKS GAS RUMAH KACA:
Sebagai patokan, lima gas rumah kaca lain punya dampak berlipat
dibanding CO2
. Misalnya metana. Tiap 1 ton CH4
mengakibatkan
pemanasan global setara 21 ton CO2
.
Radiasi
matahari
Atmosfer
Radiasi
kembali
terpancar
ke angkasa
149.600.000 km 1
3
2
4
5
Radiasi terpancar kembali
ke bumi menaikkan suhu
Konsentrasi gas
rumah kaca yang
makin menebal
560km
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Metana
Nitrat oksida
Perfluoro­
karbon
Hidrofluorokarbon
Heksafluorokarbon 23.900
11.700
9.200
310
21
Halaman 9 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
masyarakat adat yang mempraktikkan kearifan lokal, celah
hukum ini acap jadi dalih bagi korporasi dan masyarakat
membakar lahan untuk perkebunan.
Pembakaran lahan juga acap menjadi dalih instrumen
menstimulasi vegetasi yang rusak, selain mengendalikan
hama. Masalahnya, api merusak keragaman biologi tanah dan
pemakaiannya yang tak terkendali akan mendegradasi lahan
sehingga sulit kembali pulih, seperti semua kejadian kebakaran
besar di Indonesia dalam tiga dekade terakhir.
MantanWakilPresidenAmerikayangmenjadiaktivislingkungan,
Al Gore, menukil data kebakaran Indonesia 2019 dalam
Konferensi Iklim ke-25 di Madrid. Kebakaran pada tahun itu
menghasilkan emisi dari lahan terbakar seluas 1,65 juta hektare,
hampir sama dengan kebakaran pada 2015.
Maka, tak ada pilihan bagi Indonesia selain mencegah kebakaran
terus berulang, yang terjadi tiap musim kemarau pada Agustus-
Oktober. Kebakaran hutan melepas semua gas rumah kaca ke
atmosfer karena pohon, tumbuhan, tanah, dan ekosistemnya
hancur. Bahkan kebakaran gambut melepas 10 kali lipat gas
metana dibanding lahan lain karena gambut menyimpan panas
paling baik dan paling lama dibanding eksosistem lain..
Lima Fase Kebakaran 2015-2019
JANUARI-APRIL
Prakrisis/aman
APRIL-JUNI
Peringatan
JUNI-OKTOBER
Krisis, mulai kebakaran,
dan polusi asap
DESEMBER
Evaluasi
OKTOBER-
NOVEMBER
Pemulihan
1 2 5
3
4
Halaman 10 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Motif Kebakaran
Modus Kebakaran
Klaim lahan > tebas
> pembersihan
> pembakaran >
penanaman sawit
atau akasia.
Penelantaran kawasan
Pembukaan lahan
dengan membakar
memakai pengerjaan
berantai.
Tidak ada sarana
prasarana pencegahan
dan pengendalian
kebakaran
Melibatkan aparat
pemerintah desa
hingga camat dalam
fase klaim lahan
untuk menaikan nilai
lahan.
Agar lahan tidak
produktif sebagai
dalih penguasaan.
Masyarakat membakar
di areal dekat konsesi
Klaim asuransi
Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah terjadi sebelum
Indonesia merdeka. Dari analisis kandungan tanah, orang
Indonesia terbiasa membakar lahan sejak ratusan tahun lalu.
Meski begitu kebakaran hutan dan lahan hebat akibat ulah
manusia yang berhasil didokumentasikan baru terjadi selepas
Pembukaan
lahan
Penghematan
biaya
pembukaan
lahan
Menaikkan pH
tanah
Mengenda-
likan hama
Penguasaan
lahan/
kawasan
Rp pH
Halaman 11 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
1980, yang berguna untuk memahami dan mempelajari pola
atau karakteristik kebakaran di Indonesia.
Kebakaran hutan hebat biasanya dihubungkan dengan musim
kemarau panjang atau El Niño, meskipun pada rawa gambut
bisa terjadi akibat drainase. Menurut siklusnya, musim kemarau
panjang di Indonesia terjadi sepuluh tahun sekali, yakni pada
1903, 1914, 1925, dan 1965. Namun antara 1972-1991 siklus El
Niño menyempit menjadi lima tahunan, yakni pada 1972, 1977,
1982, dan 1987.
PRA KEMERDEKAAN
Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan beberapa aturan mencegah
kebakaran hutan. Pada 1927, misalnya, muncul Ordonansi Hutan untuk
Jawa dan Madura yang salah satu pasalnya tentang kesiapsiagaan
menghadapi musim kemarau pada Mei-November dan tata cara pemakaian
api di perbatasan hutan. Api untuk berburu dan pembersihan lahan adalah
kebiasaan masyarakat Jawa sejak 1870. Inspirasinya dari Eropa seiring
pembukaan hutan untuk komoditas perkebunan.
1982-1983
Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1982-1983 terjadi di Kalimantan
Timur seluas 3,6 juta hektare. El Niño, atau kemarau panjang, dituding
sebagai penyebabnya. Waktu itu bulan kering jatuh pada Juni 1982 hingga
April 1983. Selama sebelas bulan, curah hujan agak tinggi hanya pada
Desember dengan intensitas 1982 ± 150 milimeter. Di luar El Niño, salah
satu sumber api berasal dari kebiasaan masyarakat menyiapkan ladang
dengan membakarnya, yang biasanya mereka lakukan pada Juli-Agustus.
Ada kebiasaan masyarakat mulai menanami kebun pada September ketika
masuk musim penghujan. Selain masyarakat, penyiapan lahan Hutan
Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan juga memakai api.
Studi ITTO-GTZ dalam UNESCO menyimpulkan penyebab lain kebakaran
pada awal 1980-an, yakni perubahan struktur vegetasi akibat pembalakan
kayu selama sepuluh tahun sebelumnya melalui HPH. Log penebangan
pohon yang tidak termanfaatkan mengakibatkan
penumpukan bahan bakar sehingga rawan api. Kegagalan pemerintah dan
HPH dalam areal penebangan hingga tak menutup areal penebangan yang
tak terpakai memberi jalan bagi perambah dan peladang yang memakai api
dalam membuka hutan.
Halaman 12 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Luas lahan terbakar:
11 juta
hektare
Kerugian ekonomi:
Rp 34-40
triliun
Jumlah emisi:
0,81-2,57
Gigaton setara CO2
.
l JANGKAUAN ASAP
l Thailand
l Filipina
l Malaysia
l Singapura
1991-1997
Setelah1991 musim kemarau panjang berulang lebih sering dan makin
panjang, yaitu terjadi tiap tiga tahun. Pada periode 1991-1997, El Niño
datang ke Indonesia pada 1991 yang mengakibatkan kebakaran hutan
seluas 500.000 hektare, lalu pada 1994 yang memicu kebakaran mencapai
5 juta hektare. Seharusnya, hutan alam tropis tidak mudah terbakar hanya
karena El Niño. Tapi pembukaan hutan untuk HPH, HTI, dan perkebunan
yang masif, membuat hutan Indonesia lebih mudah terbakar. Untuk
pertama kalinya, sebaran asap kebakaran sampai ke negara tetangga, yakni
Malaysia dan Singapura.
1997-1998
Kebakaran hutan dan lahan yang lebih hebat dibanding periode sebelumnya
karena terjadi di 24 provinsi. El Niño selama sebelas bulan memicu
kebakaran hebat plus perubahan lahan untuk perkebunan dan pemanfaatan
hutan. Pemerintah Indonesia menyatakan kebakaran pada tahun itu sebagai
bencana nasional.
Halaman 13 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
2005-2009
Kebakaran hutan besar juga terjadi pada periode tahun 2005-2009.
Menurut pantauan satelit NASA, pada 2006, jumlah titik panas api
sebanyak 116.738—jumlah titik panas tertinggi yang baru terlampaui
dalam kebakaran 2015. Jumlah itu kemudian turun di tahun-tahun
berikutnya. Total jumlah titik panas pada 2006-2009 sebanyak 176.765
titik . Banyaknya titik panas membuat kabut asap sangat tebal. Kabut
asap semakin tebal karena lahan yang terbakar kebanyakan berupa areal
gambut sehingga sulit untuk dikendalikan. Titik-titik api terpantau di areal
perusahaan perkebunan, konsesi hutan, dan lahan masyarakat.
2010-2014
Kebakaran pada periode ini makin khas, yakni berlatar penyiapan lahan,
baik oleh masyarakat maupun perusahaan kehutanan dan perkebunan.
Pada 2010, berdasarkan pantauan citra satelit ada 4.152 titik panas
di Provinsi Riau. Selain naiknya suhu permukaan bumi, juga aktivitas
pembukaan lahan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Tahun berikutnya,
jumlah titik panas naik menjadi 22.128. Meski titik panas turun pada 2013,
kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini menimbulkan kabut asap tebal
dan berlangsung cukup lama.
2015
Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, luas lahan
yang terbakar mencapai 2.611.411,44 hektare. Ini luas kebakaran hutan
tertinggi setelah 1997 dan tersebar di hampir 32 provinsi. Kabut asap
merungkup hampir 80% wilayah Indonesia dan sampai ke negara tetangga.
Kebakaran terbesar terjadi di Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Papua. Kebakaran hutan
dan lahan pada tahun ini pun kembali disebabkan oleh aktivitas membuka
lahan, terutama di kawasan rawa gambut, di sekitar perusahaan bubur kayu
(pulp), minyak sawit, karet, atau peternakan—yang ditopang pula oleh El
Niño.
2,61 JUTA
HEKTARE
kebakaran
2015
67%
tanah
mineral
33%
lahan gambut
Jumlah emisi
1,1 GIGATON
SETARA CO2
,
melebihi
Jerman dan
Jepang
SUMBER: KLHK
Halaman 14 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Asap kebakaran hutan di areal dekat
Taman Nasional Gunung Palung,
Kalimantan Barat pada 20 September
2015. Area ini termasuk kawasan gambut
yang masuk moratorium pemanfaatan
lahan baru.
FOTO: DOK. GREENPEACE
Halaman 15 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Kebakaran hutan di
sekitar area perkebunan
di Palangkaraya,
Kalimantan Tengah, pada
23 September 2019.
FOTO: DOK. GREENPEACE
Halaman 16 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
2019
Luas kebakaran hutan dan lahan tahun 2019 seluas 1.649.258 hektare yang
meliputi areal rawa gambut seluas 494.459 hektare dan pada lahan mineral
1.154.807 hektare. Kebakaran paling luas terjadi di Provinsi Sumatera
Selatan seluas 199.923 hektare dan Kalimantan Tengah seluas 133.913
hektare.
LUAS KEBAKARAN (hektare)
* Hingga Juni 2021
** Emisi dihitung dengan merujuk pada faktor emisi 923,1 ton CO2
per
hektare
SUMBER: SIPONGI KLHK
Kebakaran Rawa Gambut
Secara alamiah, lahan gambut harus selalu basah. Karena itu
semestinya ia selalu ditulis serangkai sebagai lahan “rawa
gambut” agar makna basah tersebut tak hilang. Gambut harus
selalu menjadi rawa karena kerentanannya terhadap api jika
kering.
Sebagai ekosistem penyimpan karbon terbaik, ketika sifat
alamiahnya yang harus selalu basah menjadi kering, gambut
rawan terbakar. Ekosistem ini merupakan bahan organik yang
2016
2017
2018
2019
2020
2021*
438.363,19 | Emisi: 128.730.366 ton CO2
165.483,92 | 24.661.563
529.266,64 | 162.663.071
1.649.258,00 | 624.113.986
296.942,00 | 40.204.855
52.481,00 | 21.463.818
Halaman 17 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
bertumpuk selama berabad-abad dalam satu cekungan. Sebagai
rawa, gambut yang terbakar memerangkap api dalam waktu
lama, menghasilkan asap tebal, sehingga sulit dipadamkan.
Dengan kandungan organiknya yang sangat tinggi dan mesti
selalu basah itu, rawa gambut tak cocok untuk jenis-jenis
komoditas yang bukan endemik. Teknik memanfaatkan rawa
gambut untuk keperluan pangan dan memelihara kebasahannya
disebut paludikultur, yakni memadukan pohon endemik dan
adaptif yang bisa diterima oleh ekosistem tersebut.
Kalimantan
Tengah
668%
27.516
183.836
Kalimantan
Barat
153%
39.573
60.487
Kalimantan
Selatan
121%
9.902
11.950
Sumatera
Selatan
6.609%
2.071
136.875
Jambi
3.866%
622
24.045
Riau
187%
Papua
-7,3%
33.867
63.282
2.372
2.199
Areal target restorasi
terbakar 416%
Seluruh areal gambut
terbakar 393%
SUMBER: KLHK
115.923
125.340
482.674
494.450
n 2018 (hektare) n 2019 (hektare)
Halaman 18 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Paludikulturjugataksematauntukkebutuhanpangan.Tanaman
yang adaptif terhadap rawa berfungsi mengembalikan dan
menjaga ekosistem sebagai penyerap karbon, penyediaan air
dan nutrisi, serta pendingin iklim lokal dan habitat satwa liar.
Karena itu menanam pohon monokultur dan spesies lahan
kering seperti perkebunan dan tanaman pangan konvensional
di rawa gambut butuh perlakuan ekstra, biaya mahal, dan tak
cocok bagi ekosistem rawa gambut yang berunsur hara rendah
dan harus selalu basah.
Anehnya, konsesi-konsesi HPH atau HTI dan perkebunan
banyak berada di rawa gambut. Hingga 2018, menurut data
KLHK, dari 3.119.742 hektare restorasi gambut, seluas 884.540
hektare berada di areal perkebunan kelapa sawit, lalu HTI seluas
2.226.780 hektare, dan di lahan masyarakat 8.382 hektare.
4
Aktivitas
Manusia
Pemicu
Kebakaran
Gambut
Pembakaran
lahan
Manajemen
air yang
keliru
Penambangan
Kegiatan lain
yang memicu
abrasi, longsor,
subsidensi, dan
banjir
1
4
2
3
Halaman 19 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Di Riau, sebanyak 90% areal rawa gambut merupakan wilayah
konsesi perusahaan HTI dan perkebunan yang melakukan
praktik tak ramah gambut seperti pengeringan, penggundulan,
dan pemakaian api dalam membuka lahan. Akibatnya, 75%
kebakaran hutan dan lahan di provinsi ini berada di areal rawa
gambut.
Kebakaran di rawa gambut sulit dipadamkan karena api
berdekam di bawah kubah-kubah gambut yang dalam, yang
tak terlihat dari permukaan. Akibatnya, meski api tak muncul,
asapnya tebal dan berjela-jela.
Sebagian besar titik panas sepanjang
20 tahun terakhir berada di lahan
gambut, terutama di Kalimantan
Tengah, Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, dan Papua.
3 dari 4 titik dalam dua dekade
terakhir berada di tujuh provinsi kaya
gambut.
3 provinsi (Jambi, Sumatera Selatan,
dan Riau) mencetak rekor titik panas
terbanyak di lahan gambut dalam 20
tahun terakhir.
Halaman 20 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Maka, mengubah rawa gambut untuk sawah sejuta hektare
pada 1995 di Kalimantan Tengah dengan membuat saluran
kanal, membuat gambut menjadi kering ketika musim kemarau.
Praktik tak ramah rawa gmbut ini membuat air di kanal harus
ditahan untuk menjaga tinggi muka air pada gambut tetap
stabil. Ketika kanal-kanal sepanjang 187 kilometer itu rusak
akibat proyek itu mangkrak, areal proyek lumbung pangan ini
rawan terbakar.
Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah organosol atau
tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air atau terendam
sepanjang tahun. Gambut mengandung lebih dari 65%
berat kering bahan organik dengan ketebalan lebih dari 0,5
sentimeter. Tanah gambut yang sehat mesti memiliki bahan
organik minimal 12% dengan ketebalan minimal 50 sentimeter.
Karbonyangmenjadiresultanaktivitasmahlukhidupterperang­
kap di rawa gambut tak hanya di lantai tanahnya, juga pada
jaringan tanaman dan bahan organik. Jumlah biomassa hutan
lahan basah sekitar 200 ton per hektare. Sehingga ketika
gambut terekspos lalu mengering, emisi karbon terlepas ke
udara. Apalagi jika ia terbakar, karbon yang terlepas tak hanya
gas rumah kaca yang yang tersimpan di tanamannya, juga di
lapisan tanahnya sekaligus. Karena itu rawa gambut sangat
rentan terhadap perubahan hidrologi yang akan memudahkan
pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer.
Halaman 21 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
2015 2016 2017 2018 2019
561
438
123
14
2 17
68
62
48
9
7
62
79
311
243
Angka patokan 204 juta ton setara CO2
l Total emisi
l CO2
l CH4
Emisi Kebakaran Gambut 2015-2019
(juta ton setara CO2
)
FOTO:
GREENPEACE
Halaman 22 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Pelaku Kebakaran
Studi-studi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University
menyebutkan sumber api dan penyebab kebakaran adalah
99,9% manusia, baik sengaja maupun lalai. Hanya 0,01 persen
saja yang disebabkan dan bersumber dari alam, yaitu petir dan
lava gunung api. Dari penelitian guru besar perlindungan hutan
Fakultas Kehutanan IPB University Bambang Hero Saharjo,
proses kebakaran melalui lima tahap: prapenyalaan, penyalaan,
pembaraan, pemijaran, dan tanpa nyala.
Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
menyimpulkan bahwa 99,9% penyebab kebakaran hutan dan
lahan adalah faktor kesengajaan untuk pembersihan lahan dan
perluasanperkebunan,terutamaperkebunankelapasawitdanHTI.
Kesimpulan itu didukung pantauan citra satelit yang menunjukkan
areal-areal terbakar berada di sekitar konsesi perusahaan.
Luas areal terbakar 2015-2019
4,4 juta hektare atau 8 kali luas Pulau Bali terdiri dari 0,75
juta hektare berulang dan 3,65 juta hektare areal baru
yang terindikasi sebagai ekspansi perkebunan
1,3 juta hektare (30%) area kebakaran berada di konsesi
kelapa sawit dan bubur kertas (pulp).
500.000 hektare areal yang terbakar di tahun 2015
terbakar lagi di tahun 2019
Total akumulasi areal gambut terbakar di areal konsesi
1.020.376,04 hektare, dengan rincian: 580.764,5 hektare
areal hak guna usaha, 168.988,1 hektare konsesi HTI,
83.575,6 hektare kawasan restorasi ekosistem, 187.047,9
hektare di areal konsesi hutan alam
50 korporasi yang didakwa membakar hutan, terdiri dari:
32 perusahaan sawit, 15 perusahaan hutan tanaman (HTI),
dan 3 perusahaan tebu tersebar di Riau (19), Kalimantan
Tengah (10), Jambi (5), Kalimantan Barat (5), Sumatera
Selatan (4), Lampung (4), dan Kalimantan Selatan (3).
2015 2019
Halaman 23 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Aturan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Undang-Undang
● Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
● Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 19 Tahun
2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan
● Undang-Undang 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
● Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
● Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
Peraturan Pemerintah
● Peraturan Pemerintah 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Degradasi Lingkungan dan Pencemaran dalam Korelasi
dengan Kebakaran Hutan dan Lahan
● Peraturan Pemerintah 45 Tahun 2004 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Hutan
● Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2014 tentang perlindungan
dan pengelolaan ekosistem gambut
Halaman 24 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
● Peraturan Pemerintah 57 Tahun 2016 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
Instruksi Presiden
● Instruksi Presiden 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan
Kebakaran Hutan dan Lahan
Peraturan Menteri
● Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup 10 Tahun
2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/
atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan
Kebakaran Hutan dan/atau Lahan;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.77/
Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Penanganan Areal
yang Terbakar dalam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
pada Hutan Produksi;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.32
Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan
Lahan;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.15
Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah
Di Titik Penataan Ekosistem Gambut;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.16
Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi
Ekosistem Gambut;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.14
Halaman 25 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Tahun 2017 tentang Tata Cara Inventarisasi Dan Penetapan
Fungsi Ekosistem Gambut;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.8/
MenLHK/Setjen /Kum.1/3/2018 tentang Prosedur Tetap
Pengecekan Lapangan Informasi Titik Panas Dan/Atau
Informasi Kebakaran Hutan Dan Lahan;
● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.9/
MenLHK/Setjen /Kum.1/3/2018 tentang Kriteria Teknis
Status Kesiagaan Dan Darurat Kebakaran Hutan Dan Lahan
Keputusan Menteri
● Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 273/
MENLHK/PPI/KUM.1/7/2020 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
182/MENLHK/PPI/PPI.4/4/2020 tentang Penanganan
Khusus Krisis Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Lingkup
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Peraturan Daerah
● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Selatan No. 1
tahun 2008 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan dan atau
Hutan
● Peraturan Gubernur (PERGUB) 31 Tahun 2015 tentang
Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi
Bengkulu
● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Sumatera Selatan 8
tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan /
atau Lahan
Halaman 26 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jambi
2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi
Sumatera Selatan 1 Tahun 2018 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut
● Peraturan Gubernur (PERGUB) 10 Tahun
2019 tentang Sistem Pengendalian Keba­
karan Hutan dan Lahan di Papua Barat
● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Tengah 1
Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan
● Peraturan Gubernur (PERGUB) 97 Tahun 2020 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2019
Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
dan Lahan
Upaya Mencegah Api
Pemerintah Pusat
Arahan Presiden dalam Rapat Koordinasi Kebakaran Hutan dan
Lahan 2021:
1) Memprioritaskan upaya pencegahan
2) Membangun infrastruktur monitoring dan pengawasan
sampai tingkat bawah
3) Menemukan solusi permanen mencegah dan menangani
kebakaran hutan dan lahan di tahun mendatang
Pindai kode
QR ini untuk
mengakses
seluruh aturan
pengendalian
kebakaran
hutan. https:/
/
bit.ly/aturan-
pengendalian
Halaman 27 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
4) Menata ekosistem lahan gambut dalam kawasan hidrologi
gambut
5) Meminta kepala daerah dan TNI-Polri di tingkat daerah
untuk tang­
gap dan cepat merespons titik api sehingga tidak
membesar
6) Menegaskan langkah penegakan hukum tanpa kompromi
7) BNPB membuat peta bahaya kebakaran hutan dan lahan.
Pemerintah Daerah
1) Mengalokasikan biaya pelaksanaan penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan secara memadai
2) Mewajibkan pelaku usaha memiliki sumber daya manusia,
sarana dan prasarana , serta melaksanakan penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan
3) Memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak
melaksanakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
Perusahaan
1) Tidak membuka lahan maupun ekspansi usaha memakai api
2) Membentuk masyarakat peduli api di sekitar konsensi
3) Menyediakan sarana dan prasarana serta monitoring titik
api
4) Mencegah api membesar
5) Mengatur tinggi muka air gambut
Halaman 28 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Desa dan Masyarakat
1) Membentuk kelompok peduli api
2) Menyediakan sarana dan prasaran
pencegahan dan pemadaman api
Solusi
Solusi ekonomi
● Memasukkan biaya pembukaan lahan
dengan alat berat sebagai biaya internal
perusahaan
● Berkolaborasi dengan masyarakat menaik­
kan nilai ekonomi
lahan tanpa bakar tanpa kimia
Solusi hukum
● Pidana dan denda kepada perusahaan yang lahannya terbakar
Pindai kode
QR ini untuk
membaca
salah satu
contoh solusi
ekonomi
mencegah
kebakaran.
https:/
/bit.ly/
mencegah-
kebakaran
Halaman 29 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Kebakaran hutan dan lahan 2015-2021
300
tersangka perorangan
dengan vonis kurungan
penjara
18
tersangka korporasi
dengan hukuman
bebas, denda, dan surat
peringatan
5.642
penanganan pengaduan
1.667
pengawasan perusahaan
1.779
sanksi administratif
75
perkara melalui
pengadilan
1.594
operasi
743
sanksi administratif
633
surat peringatan
91
paksaan pemerintah
16
pembekuan izin
perusahaan
3
pencabutan izin
perusahaan
193
kesepakatan di luar
pengadilan
29
perusahaan gugatan
perdata
13
putusan tetap
Rp 19.300.000.000,00
denda putusan tetap
TAHUN PIDANA
(P21)
GUGATAN
PERDATA
PENGA-
WASAN
SANKSI
ADMINIS-
TRATIF
FASILITASI
POLISI
2015 0 13 170 27 32
2016 1 12 74 130 26
2017 1 13 34 9 9
2018 1 13 136 8 5
2019 2 21 225 341 10
SUMBER: LAPORAN KINERJA PENEGAKAN HUKUM KLHK 2019
Halaman 30 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Problem penegakan hukum
● Kurang melibatkan ahli kebakaran, hukum, sosiologi,
ekonomi, hidrologi, tanah, perusahaan. Tak banyak ahli
bersedia bersaksi di pengadilan sehingga hakim menganggap
gugatan kekurangan bukti ilmiah.
● Perlawanan hukum melalui praperadilan dengan menggugat
balik pemerintah secara administratif.
● Denda kecil.
● Putusan hakim umumnya menekankan pada kelalaian, bukan
kesengajaan. Padahal penjelasan pasal 88 UU Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan soal
“tanggung jawab mutlak” sebagai dasar ganti rugi tanpa perlu
pembuktian oleh penggugat dalam kejahatan lingkungan.
● Kurangnya hakim bersertifikat lingkungan.
● Gugatan tak memakai pidana pencucian uang karena penyidik
KLHK tak memiliki kewenangan mengusut jenis pidana ini.
Mahkamah Konstitusi menganulir batasan ini dalam putusan
Nomor 15/PUU-XIX/2021 pada 29 Juni 2021.
● Kurangnya transparansi dalam penegakan hukum.
● Lemahnya eksekusi putusan setelah berkekuatan hukum tetap.
Solusi pengawasan
● Menyediakan sumber daya manusia terlatih pencegahan api.
● Menyediakan alat-alat pemadam api.
Solusi teknologi
● Memanfaatkan teknologi untuk memprediksi El Nino sebagai
dasar kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
● Aplikasi prediksi kebakaran hutan.
Halaman 31 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
Perspektif
Lingkungan
Hakim
Menurut Mahkamah Agung, hingga 2020 dari 9.591
hakim di seluruh Indonesia, baru 425 hakim yang
memiliki sertifikat lingkungan, atau baru 4,4%. Minimnya
jumlah hakim yang telah dilatih memiliki perspektif
lingkungan ini membuat putusan-putusan pengadilan
dalam kejahatan lingkungan acap tak berpihak kepada
perlindungan lingkungan. Para
hakim tak memakai perspektif
efek jera ketika menghukum
para pembakar lahan dan hutan.
Hakim acap menggolongkan kebakaran sebagai peristiwa
karena kelalaian, bukan kesengajaan.
Padahal, Ketua Mahkamah Agung sudah menerbitkan
Keputusan Nomor 36/KMA/II/2013 tentang pedoman
penangana perkara lingkungan hidup. Pedoman ini
cukup lengkap dalam membekali perspektif lingkungan
bagi hakim serta pedoman teknis memakai hukuman
dan pasal-pasal pidana sebagai basis putusan hakim.
Perlindungan lingkungan menjadi dasar dalam menangani
perkaran kerusakan alam, termasuk kebakaran, dengan
efek jera berupa pemulihan kerusakan, hingga pelaku
yang tak semata perorangan.
Pindai kode
QR ini
untuk akses
Keputusan
Ketua MA.
https:/
/bit.ly/
keputusanMA
Pindai kode
QR ini untuk
mengetahui
daftar hakim
bersertifikat
lingkungan.
https:/
/bit.ly/
hakimberserti­
fikat
FOTO:
WIRESTOCK
Halaman 32 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
KATEGORI MASALAH PENYEBAB SOLUSI
Ekologi Gambut mengering Aktivitas
pengeringan lahan
untuk spesies lahan
kering menuntut
pembuatan
kanal untuk
mengalirkan air
yang ada di dalam
ekosistem rawa
gambut. Akibat
lain: pembuatan
kanal membuat
pembasahan asal-
asalan.
Sistem manajemen
air untuk menjamin
rawa gambut tetap
basah.
Kebakaran skala
besar
Turunnya muka air
tanah
Perbaikan
sistem kanal dan
pemanfaatan peta
rawan kebakaran
Abrasi gambut
kepulauan
Gambut yang kering
mudah terbawa
arus
Revegetasi untuk
membentuk
sistem perakaran
yang berfungsi
memegang gambut
Sosial
politik
Data restorasi tidak
sesuai
Hanya laporan
korporasi tanpa
klarifikasi di
lapangan
Audit laporan
perusahaan
Manipulasi sarana
prasarana
Pengawasan kurang
dan pembiaran
Memperkuat
monitoring
Kurangnya upaya
pencegahan di
provinsi
Tidak ada anggaran
atau tidak
dianggarkan
Komitmen
pemerintah
daerah dalam
kegiatan mencegah
kebakaran
Masyarakat
kota yang tidak
terdampak tidak
peduli kebakaran
Kurangnya
pemberitaan media
Peneliti
membangun
komunikasi dengan
media untuk
membuka data.
Data yang tidak
transparan
Halaman 33 dari 34
LEMBAR FAKTA API DAN EMISI
KATEGORI MASALAH PENYEBAB SOLUSI
Peran antar institusi
lain tidak sinkron
Koordinasi dan
berbagi peran
Kearifan
masyarakat adat
yang hilang
Komunitas
masyarakat peduli
api tidak terfasilitasi
Ketidakjelasan
tugas pokok dan
fungsi masyarakat
peduli api
Pemerintah perlu
aktif memfasilitasi
kelompok
masyarakat peduli
api
Hukum Penegakan hukum
buruk
Hakim belum
bersertifikat
lingkungan
Dukungan politik
Presiden dengan
menegaskan
penegakan hukum
tak pandang bulu
termasuk kepada
korporasi besar
yang terbukti
sengaja membakar
lahan
Pemadaman kurang
efektif
Korporasi tidak
bertanggung jawab
Menghentikan
pemadaman oleh
pemerintah di
areal korporasi
dan menegaskan
tanggung jawab
perusahaan
memadamkan
kebakaran
Kebakaran hutan
berulang di lokasi
sama
Sebagian besar di
wilayah korporasi
Sanksi tegas
dan kewajiban
memulihkan areal
terbakar
Kese­hatan Memperburuk
kondisi paru-paru,
bersinergi dengan
covid-19.
Kebakaran
menurunkan
kualitas udara.
Menekan angka
kebakaran
Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang

More Related Content

Similar to Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang

Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalSeptian Muna Barakati
 
Kebakaran Hutan
Kebakaran HutanKebakaran Hutan
Kebakaran Hutaninasfthnh
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaSeptian Muna Barakati
 
Pemanasan Global Fisika PPT.pptx
Pemanasan Global Fisika PPT.pptxPemanasan Global Fisika PPT.pptx
Pemanasan Global Fisika PPT.pptxfina331
 
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)Amirul Chairiyah
 
A164384 pung yi huan tugasan 6
A164384 pung yi huan tugasan 6A164384 pung yi huan tugasan 6
A164384 pung yi huan tugasan 6PUNGYIHUAN
 
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklimPeran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklimYayasan CAPPA
 
Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalWarnet Raha
 
Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalSeptian Muna Barakati
 
article-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingarticle-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingRini Sucahyo
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaSeptian Muna Barakati
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaWarnet Raha
 

Similar to Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang (20)

Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan global
 
Kebakaran Hutan
Kebakaran HutanKebakaran Hutan
Kebakaran Hutan
 
Knalpot Plasma
Knalpot PlasmaKnalpot Plasma
Knalpot Plasma
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
 
Pemanasan Global Fisika PPT.pptx
Pemanasan Global Fisika PPT.pptxPemanasan Global Fisika PPT.pptx
Pemanasan Global Fisika PPT.pptx
 
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)
Efek rumah kaca (sma muh 1 banjarnegara)
 
global warming
 global warming global warming
global warming
 
global warming
 global warming global warming
global warming
 
Go green dengan energi nuklir
Go green dengan energi nuklirGo green dengan energi nuklir
Go green dengan energi nuklir
 
A164384 pung yi huan tugasan 6
A164384 pung yi huan tugasan 6A164384 pung yi huan tugasan 6
A164384 pung yi huan tugasan 6
 
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklimPeran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
Peran kehutanan dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim
 
Bencana kabut asap
Bencana kabut asapBencana kabut asap
Bencana kabut asap
 
Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan global
 
Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan global
 
Makalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan globalMakalah cara mencegah pemanasan global
Makalah cara mencegah pemanasan global
 
article-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon trainingarticle-asia pacific forest carbon training
article-asia pacific forest carbon training
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
 
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baenaMakalah cara mencegah pemanasan global wa baena
Makalah cara mencegah pemanasan global wa baena
 
8.1.+global+warming
8.1.+global+warming8.1.+global+warming
8.1.+global+warming
 

Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang

  • 1. Halaman 1 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI LEMBAR FAKTA API DAN EMISI BAGAIMANA MENCEGAH KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN BERULANG
  • 2. Api dan Emisi: Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang Forest Digest, 2021 36 halaman Diizinkan mengutip sebagian atau seluruh isi lembar fakta dengan mencantumkan sumber: Api dan Emisi: Bagaimana Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan Berulang, Forest Digest (2021) Foto sampul: Kebakaran hutan di sekitar area perkebunan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada 23 September 2019. Foto: Dok. Greenpeace Desain: puntogram.com
  • 3. Lembar fakta ini diproduksi untuk memberikan perspektif yang utuh tentang kebakaran hutan, problem, dan solusi yang mungkin bisa diterapkan dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan menjadi rutin. Kebakaran hutan dan lahan memiliki banyak dimensi: sosial, ekonomi, lingkungan, bahkan diplomasi. Karena itu mencegahnya akan menyelamatkan banyak kepentingan. Juga menunjukkan kewibawaan negara yang pro pada perlindungan lingkungan, perspektif penting mengelola pemerintahan di era krisis iklim. Para narasumber—dengan keilmuan dan pengalaman empiris yang panjang—berbagi pelbagai data, temuan fakta, paradigma, hingga aspek teknis mencegah kebakaran hutan dan lahan. Mereka adalah: ● Bambang Hero Saharjo, IPB University ● Sigit Sutikno, Universitas Riau ● Asmadi Saad, Universitas Jambi ● Arief Dharmawan, Universitas Lampung ● Made Ali, Jikalahari ● Kiki Taufik, Greenpeace ● Wahyu Perdana, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ● Timer Manurung, Yayasan Auriga ● Ngakan Putu Oka, Universitas Hasanuddin ● Ridwan Yunus, Badan Nasional Penanggulangan Bencana ● Romes IP, Pantau Gambut ● Firdaus Alim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
  • 4. Halaman 4 dari 34 Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan 10 Kebakaran Rawa Gambut 16 Pelaku Kebakaran 22 Aturan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan 23 Upaya Mencegah Api 26 Solusi 28 Problem Penegakan Hukum 30 daftar isi
  • 5. Halaman 5 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Kebakaran menjadi momok pengelolaan hutan dan lahan di Indonesia. Dampaknya tak hanya menaikkan deforestasi, mengganggu kesehatan, kian rentannya proteksi lingkungan, juga bisa mencederai hubungan diplomasi dengan negara jiran. Di tengah tekad global mengurangi emisi karbon untuk mencegah krisis iklim, kebakaran hutan dan lahan bisa mengasingkan Indonesia dalam pergaulan internasional. Indonesia, bersama 196 pihak lain, negara dan wilayah anggota PBB, sudah berjanji mengurangi emisi karbonnya sebanyak 26% dengan usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan asing pada 2020 dari perhitungan emisi pada 2010. Target itu naik menjadi 29% dalam periode 2020-2030 dengan perkiraan emisi pada tahun itu sebanyak 2,87 miliar ton setara CO2 . Karena itu tahun ini menjadi tahun krusial untuk mengukur sejauh mana mitigasi krisis iklim Indonesia berada di jalan yang benar. Emisi 2018 berkurang sebanyak 12,1% dari akumulasi emisi pada tahun tersebut sebanyak 1,87 miliar ton. Sebagai negara tropis, hutan Indonesia menyerap emisi karbon terbesar dibanding sektor lain. Karena itu, mitigasi mengurangi karbon dari sektor ini, terutama dalam manajemen lahan, pun paling besar dibanding sektor lain, seperti energi, pertanian, proses produksi, atau penanganan limbah.
  • 6. Halaman 6 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Menurut dokumen kontribusi nasional yang ditetapkan atau nationally determined contributions (NDC) dalam Perjanjian Paris itu, Indonesia hendak mengurangi emisi sektor kehutanan dari 647 juta ton setara CO2 pada 2010 menjadi 217 juta ton pada 2030, atau 30,4% dari jumlah emisi tanpa mitigasi sebanyak 714 juta ton. Pada 21 Juli 2021, pemerintah Indonesia mengajukan dokumen NDC yang baru ke PBB untuk dibahas dalam Konferensi Iklim 31 Oktober-2 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. Targetnya tak berubah sebanyak 29% dengan usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan pihak lain dengan prediksi emisi sebanyak 2,87 Gigaton setara CO2 , dengan tambahan manajemen laut dalam skenario adaptasi. DalamdokumenNDCbaruitu,pada2030deforestasiakumulatif diperkirakan seluas 6,8 juta hektare dengan deforestasi tak terencana 92.000 hektare, yang berasal dari pembalakan liar atau kebakaran hutan dan lahan. Angka ini merupakan akumulasi deforestasi memakai skenario pembangunan rendah karbon sesuai Perjanjian Paris 2015. Penurunan dan target yang besar ini bukan hal yang mudah, mengingat jumlah emisi karbon sektor kehutanan berfluktuasi seiring dengan beragamnya deforestasi tak terencana. Apalagi, dalam proposal NDC yang baru, sektor kehutanan menyumbang 97% komitmen penurunan emisi secara nasional. Dua ancaman terbesarnya adalah deforestasi serta kebakaran hutan dan lahan. Jika tidak dijaga trennya, kebakaran akan terus berulang. Apalagi, menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, titik api dan titik panas tiap musim kemarau selalu berada di sekitar konsesi industri ekstraktif kehutanan
  • 7. Halaman 7 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI dan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan-perkebunan masyarakat, terutama di areal rawa gambut. Kebiasaan masyarakat membakar untuk membuka lahan, sebagai cara paling mudah dan murah, menjadi ancaman laten munculnya api dan kebakaran serta membuat lanskap rawa gambut menjadi kering. Apalagi, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup masih mengizinkan penduduk membakar lahan maksimal 2 hektare per keluarga. Meski diatur secara ketat hanya untuk Gas Rumah Kaca (Gigaton setara CO2 ) 2,87 2005 1,80 1,45 1,46 2012 2016 2030 63% Sumbangan sektor kehutanan 34,9% 43,6% 24,9% 19% Sumbangan sektor energi 47,8% 36,9% 58,2% SUMBER: NDC INDONESIA 2021
  • 8. Halaman 8 dari 34 Apa Itu Gas Rumah Kaca Proses kenaikan suhu bumi disebut dengan pemanasan global yang melahirkan krisis iklim. Kenaikan suhu tersebut mengubah siklus alamiah bumi yang kini berusia 4,5 miliar tahun. Perubahan itu terjadi secara drastis hanya dalam waktu tiga abad terakhir, yakni setelah James Watt—pembuat perkakas dari Skotlandia—menemukan mesin uap pada 1764. Sejak itu dunia berubah karena mesin membutuhkan bahan bakar. Revolusi Industri kian memperluas pencarian bahan bakar dengan cara menggali ke dalam perut bumi. Karena itu batu bara, minyak, dan gas disebut energi fosil. Pembakaran energi fosil menghasilkan bermacam gas beracun. Enam di antaranya paling kuat dalam mengubah fungsi atmosfer, yakni karbon dioksida (CO2 ), nitrogen dioksida (N2 O), metana (CH4 ), dan freon (seperti sulfur heksafluorida, SF6 ; hidrofluorokarbon, HFC; dan perfluorocarbon, PFC). Gas-gas itu disebut emisi karbon yang membuat kemampuan atmosfer menyerap panas matahari dan gas dari bumi kian berkurang. Akibatnya, emisi kembali ke bumi yang menaikkan suhu. Bumi pun seperti berada dalam rumah kaca yang terpanggang panas dari atas dan bawah. Di antara enam jenis gas rumah kaca, karbon dioksida paling rendah menyebabkan pemanasan global. Karena ia juga bisa ditimbang, CO2 menjadi patokan menghitung emisi. Tiap kali menyebut jumlah emisi kita harus selalu menyertakan kata “setara”. Kini jumlah emisi karbon tahunan sebanyak 55,3 miliar ton setara CO2 . Maka, karena manusia tak bisa menghindarkan diri dari memproduksi gas rumah kaca, kita harus sebanyak mungkin mencegah gas tersebut sampai ke atmosfer—selubung bumi yang berjarak 560 kilometer dari permukaan tanah. Caranya menyediakan penyerapnya sebanyak mungkin agar gas rumah kaca tak mengakibatkan krisis iklim. l SUMBER: IPCC, DEPARTEMEN KEUANGAN INDEKS GAS RUMAH KACA: Sebagai patokan, lima gas rumah kaca lain punya dampak berlipat dibanding CO2 . Misalnya metana. Tiap 1 ton CH4 mengakibatkan pemanasan global setara 21 ton CO2 . Radiasi matahari Atmosfer Radiasi kembali terpancar ke angkasa 149.600.000 km 1 3 2 4 5 Radiasi terpancar kembali ke bumi menaikkan suhu Konsentrasi gas rumah kaca yang makin menebal 560km LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Metana Nitrat oksida Perfluoro­ karbon Hidrofluorokarbon Heksafluorokarbon 23.900 11.700 9.200 310 21
  • 9. Halaman 9 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI masyarakat adat yang mempraktikkan kearifan lokal, celah hukum ini acap jadi dalih bagi korporasi dan masyarakat membakar lahan untuk perkebunan. Pembakaran lahan juga acap menjadi dalih instrumen menstimulasi vegetasi yang rusak, selain mengendalikan hama. Masalahnya, api merusak keragaman biologi tanah dan pemakaiannya yang tak terkendali akan mendegradasi lahan sehingga sulit kembali pulih, seperti semua kejadian kebakaran besar di Indonesia dalam tiga dekade terakhir. MantanWakilPresidenAmerikayangmenjadiaktivislingkungan, Al Gore, menukil data kebakaran Indonesia 2019 dalam Konferensi Iklim ke-25 di Madrid. Kebakaran pada tahun itu menghasilkan emisi dari lahan terbakar seluas 1,65 juta hektare, hampir sama dengan kebakaran pada 2015. Maka, tak ada pilihan bagi Indonesia selain mencegah kebakaran terus berulang, yang terjadi tiap musim kemarau pada Agustus- Oktober. Kebakaran hutan melepas semua gas rumah kaca ke atmosfer karena pohon, tumbuhan, tanah, dan ekosistemnya hancur. Bahkan kebakaran gambut melepas 10 kali lipat gas metana dibanding lahan lain karena gambut menyimpan panas paling baik dan paling lama dibanding eksosistem lain.. Lima Fase Kebakaran 2015-2019 JANUARI-APRIL Prakrisis/aman APRIL-JUNI Peringatan JUNI-OKTOBER Krisis, mulai kebakaran, dan polusi asap DESEMBER Evaluasi OKTOBER- NOVEMBER Pemulihan 1 2 5 3 4
  • 10. Halaman 10 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Motif Kebakaran Modus Kebakaran Klaim lahan > tebas > pembersihan > pembakaran > penanaman sawit atau akasia. Penelantaran kawasan Pembukaan lahan dengan membakar memakai pengerjaan berantai. Tidak ada sarana prasarana pencegahan dan pengendalian kebakaran Melibatkan aparat pemerintah desa hingga camat dalam fase klaim lahan untuk menaikan nilai lahan. Agar lahan tidak produktif sebagai dalih penguasaan. Masyarakat membakar di areal dekat konsesi Klaim asuransi Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah terjadi sebelum Indonesia merdeka. Dari analisis kandungan tanah, orang Indonesia terbiasa membakar lahan sejak ratusan tahun lalu. Meski begitu kebakaran hutan dan lahan hebat akibat ulah manusia yang berhasil didokumentasikan baru terjadi selepas Pembukaan lahan Penghematan biaya pembukaan lahan Menaikkan pH tanah Mengenda- likan hama Penguasaan lahan/ kawasan Rp pH
  • 11. Halaman 11 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI 1980, yang berguna untuk memahami dan mempelajari pola atau karakteristik kebakaran di Indonesia. Kebakaran hutan hebat biasanya dihubungkan dengan musim kemarau panjang atau El Niño, meskipun pada rawa gambut bisa terjadi akibat drainase. Menurut siklusnya, musim kemarau panjang di Indonesia terjadi sepuluh tahun sekali, yakni pada 1903, 1914, 1925, dan 1965. Namun antara 1972-1991 siklus El Niño menyempit menjadi lima tahunan, yakni pada 1972, 1977, 1982, dan 1987. PRA KEMERDEKAAN Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan beberapa aturan mencegah kebakaran hutan. Pada 1927, misalnya, muncul Ordonansi Hutan untuk Jawa dan Madura yang salah satu pasalnya tentang kesiapsiagaan menghadapi musim kemarau pada Mei-November dan tata cara pemakaian api di perbatasan hutan. Api untuk berburu dan pembersihan lahan adalah kebiasaan masyarakat Jawa sejak 1870. Inspirasinya dari Eropa seiring pembukaan hutan untuk komoditas perkebunan. 1982-1983 Kebakaran hutan dan lahan pada tahun 1982-1983 terjadi di Kalimantan Timur seluas 3,6 juta hektare. El Niño, atau kemarau panjang, dituding sebagai penyebabnya. Waktu itu bulan kering jatuh pada Juni 1982 hingga April 1983. Selama sebelas bulan, curah hujan agak tinggi hanya pada Desember dengan intensitas 1982 ± 150 milimeter. Di luar El Niño, salah satu sumber api berasal dari kebiasaan masyarakat menyiapkan ladang dengan membakarnya, yang biasanya mereka lakukan pada Juli-Agustus. Ada kebiasaan masyarakat mulai menanami kebun pada September ketika masuk musim penghujan. Selain masyarakat, penyiapan lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan juga memakai api. Studi ITTO-GTZ dalam UNESCO menyimpulkan penyebab lain kebakaran pada awal 1980-an, yakni perubahan struktur vegetasi akibat pembalakan kayu selama sepuluh tahun sebelumnya melalui HPH. Log penebangan pohon yang tidak termanfaatkan mengakibatkan penumpukan bahan bakar sehingga rawan api. Kegagalan pemerintah dan HPH dalam areal penebangan hingga tak menutup areal penebangan yang tak terpakai memberi jalan bagi perambah dan peladang yang memakai api dalam membuka hutan.
  • 12. Halaman 12 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Luas lahan terbakar: 11 juta hektare Kerugian ekonomi: Rp 34-40 triliun Jumlah emisi: 0,81-2,57 Gigaton setara CO2 . l JANGKAUAN ASAP l Thailand l Filipina l Malaysia l Singapura 1991-1997 Setelah1991 musim kemarau panjang berulang lebih sering dan makin panjang, yaitu terjadi tiap tiga tahun. Pada periode 1991-1997, El Niño datang ke Indonesia pada 1991 yang mengakibatkan kebakaran hutan seluas 500.000 hektare, lalu pada 1994 yang memicu kebakaran mencapai 5 juta hektare. Seharusnya, hutan alam tropis tidak mudah terbakar hanya karena El Niño. Tapi pembukaan hutan untuk HPH, HTI, dan perkebunan yang masif, membuat hutan Indonesia lebih mudah terbakar. Untuk pertama kalinya, sebaran asap kebakaran sampai ke negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura. 1997-1998 Kebakaran hutan dan lahan yang lebih hebat dibanding periode sebelumnya karena terjadi di 24 provinsi. El Niño selama sebelas bulan memicu kebakaran hebat plus perubahan lahan untuk perkebunan dan pemanfaatan hutan. Pemerintah Indonesia menyatakan kebakaran pada tahun itu sebagai bencana nasional.
  • 13. Halaman 13 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI 2005-2009 Kebakaran hutan besar juga terjadi pada periode tahun 2005-2009. Menurut pantauan satelit NASA, pada 2006, jumlah titik panas api sebanyak 116.738—jumlah titik panas tertinggi yang baru terlampaui dalam kebakaran 2015. Jumlah itu kemudian turun di tahun-tahun berikutnya. Total jumlah titik panas pada 2006-2009 sebanyak 176.765 titik . Banyaknya titik panas membuat kabut asap sangat tebal. Kabut asap semakin tebal karena lahan yang terbakar kebanyakan berupa areal gambut sehingga sulit untuk dikendalikan. Titik-titik api terpantau di areal perusahaan perkebunan, konsesi hutan, dan lahan masyarakat. 2010-2014 Kebakaran pada periode ini makin khas, yakni berlatar penyiapan lahan, baik oleh masyarakat maupun perusahaan kehutanan dan perkebunan. Pada 2010, berdasarkan pantauan citra satelit ada 4.152 titik panas di Provinsi Riau. Selain naiknya suhu permukaan bumi, juga aktivitas pembukaan lahan di sekitar perkebunan kelapa sawit. Tahun berikutnya, jumlah titik panas naik menjadi 22.128. Meski titik panas turun pada 2013, kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini menimbulkan kabut asap tebal dan berlangsung cukup lama. 2015 Menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, luas lahan yang terbakar mencapai 2.611.411,44 hektare. Ini luas kebakaran hutan tertinggi setelah 1997 dan tersebar di hampir 32 provinsi. Kabut asap merungkup hampir 80% wilayah Indonesia dan sampai ke negara tetangga. Kebakaran terbesar terjadi di Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Papua. Kebakaran hutan dan lahan pada tahun ini pun kembali disebabkan oleh aktivitas membuka lahan, terutama di kawasan rawa gambut, di sekitar perusahaan bubur kayu (pulp), minyak sawit, karet, atau peternakan—yang ditopang pula oleh El Niño. 2,61 JUTA HEKTARE kebakaran 2015 67% tanah mineral 33% lahan gambut Jumlah emisi 1,1 GIGATON SETARA CO2 , melebihi Jerman dan Jepang SUMBER: KLHK
  • 14. Halaman 14 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Asap kebakaran hutan di areal dekat Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat pada 20 September 2015. Area ini termasuk kawasan gambut yang masuk moratorium pemanfaatan lahan baru. FOTO: DOK. GREENPEACE
  • 15. Halaman 15 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Kebakaran hutan di sekitar area perkebunan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada 23 September 2019. FOTO: DOK. GREENPEACE
  • 16. Halaman 16 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI 2019 Luas kebakaran hutan dan lahan tahun 2019 seluas 1.649.258 hektare yang meliputi areal rawa gambut seluas 494.459 hektare dan pada lahan mineral 1.154.807 hektare. Kebakaran paling luas terjadi di Provinsi Sumatera Selatan seluas 199.923 hektare dan Kalimantan Tengah seluas 133.913 hektare. LUAS KEBAKARAN (hektare) * Hingga Juni 2021 ** Emisi dihitung dengan merujuk pada faktor emisi 923,1 ton CO2 per hektare SUMBER: SIPONGI KLHK Kebakaran Rawa Gambut Secara alamiah, lahan gambut harus selalu basah. Karena itu semestinya ia selalu ditulis serangkai sebagai lahan “rawa gambut” agar makna basah tersebut tak hilang. Gambut harus selalu menjadi rawa karena kerentanannya terhadap api jika kering. Sebagai ekosistem penyimpan karbon terbaik, ketika sifat alamiahnya yang harus selalu basah menjadi kering, gambut rawan terbakar. Ekosistem ini merupakan bahan organik yang 2016 2017 2018 2019 2020 2021* 438.363,19 | Emisi: 128.730.366 ton CO2 165.483,92 | 24.661.563 529.266,64 | 162.663.071 1.649.258,00 | 624.113.986 296.942,00 | 40.204.855 52.481,00 | 21.463.818
  • 17. Halaman 17 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI bertumpuk selama berabad-abad dalam satu cekungan. Sebagai rawa, gambut yang terbakar memerangkap api dalam waktu lama, menghasilkan asap tebal, sehingga sulit dipadamkan. Dengan kandungan organiknya yang sangat tinggi dan mesti selalu basah itu, rawa gambut tak cocok untuk jenis-jenis komoditas yang bukan endemik. Teknik memanfaatkan rawa gambut untuk keperluan pangan dan memelihara kebasahannya disebut paludikultur, yakni memadukan pohon endemik dan adaptif yang bisa diterima oleh ekosistem tersebut. Kalimantan Tengah 668% 27.516 183.836 Kalimantan Barat 153% 39.573 60.487 Kalimantan Selatan 121% 9.902 11.950 Sumatera Selatan 6.609% 2.071 136.875 Jambi 3.866% 622 24.045 Riau 187% Papua -7,3% 33.867 63.282 2.372 2.199 Areal target restorasi terbakar 416% Seluruh areal gambut terbakar 393% SUMBER: KLHK 115.923 125.340 482.674 494.450 n 2018 (hektare) n 2019 (hektare)
  • 18. Halaman 18 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Paludikulturjugataksematauntukkebutuhanpangan.Tanaman yang adaptif terhadap rawa berfungsi mengembalikan dan menjaga ekosistem sebagai penyerap karbon, penyediaan air dan nutrisi, serta pendingin iklim lokal dan habitat satwa liar. Karena itu menanam pohon monokultur dan spesies lahan kering seperti perkebunan dan tanaman pangan konvensional di rawa gambut butuh perlakuan ekstra, biaya mahal, dan tak cocok bagi ekosistem rawa gambut yang berunsur hara rendah dan harus selalu basah. Anehnya, konsesi-konsesi HPH atau HTI dan perkebunan banyak berada di rawa gambut. Hingga 2018, menurut data KLHK, dari 3.119.742 hektare restorasi gambut, seluas 884.540 hektare berada di areal perkebunan kelapa sawit, lalu HTI seluas 2.226.780 hektare, dan di lahan masyarakat 8.382 hektare. 4 Aktivitas Manusia Pemicu Kebakaran Gambut Pembakaran lahan Manajemen air yang keliru Penambangan Kegiatan lain yang memicu abrasi, longsor, subsidensi, dan banjir 1 4 2 3
  • 19. Halaman 19 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Di Riau, sebanyak 90% areal rawa gambut merupakan wilayah konsesi perusahaan HTI dan perkebunan yang melakukan praktik tak ramah gambut seperti pengeringan, penggundulan, dan pemakaian api dalam membuka lahan. Akibatnya, 75% kebakaran hutan dan lahan di provinsi ini berada di areal rawa gambut. Kebakaran di rawa gambut sulit dipadamkan karena api berdekam di bawah kubah-kubah gambut yang dalam, yang tak terlihat dari permukaan. Akibatnya, meski api tak muncul, asapnya tebal dan berjela-jela. Sebagian besar titik panas sepanjang 20 tahun terakhir berada di lahan gambut, terutama di Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Papua. 3 dari 4 titik dalam dua dekade terakhir berada di tujuh provinsi kaya gambut. 3 provinsi (Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau) mencetak rekor titik panas terbanyak di lahan gambut dalam 20 tahun terakhir.
  • 20. Halaman 20 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Maka, mengubah rawa gambut untuk sawah sejuta hektare pada 1995 di Kalimantan Tengah dengan membuat saluran kanal, membuat gambut menjadi kering ketika musim kemarau. Praktik tak ramah rawa gmbut ini membuat air di kanal harus ditahan untuk menjaga tinggi muka air pada gambut tetap stabil. Ketika kanal-kanal sepanjang 187 kilometer itu rusak akibat proyek itu mangkrak, areal proyek lumbung pangan ini rawan terbakar. Secara fisik, lahan gambut merupakan tanah organosol atau tanah histosol yang umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun. Gambut mengandung lebih dari 65% berat kering bahan organik dengan ketebalan lebih dari 0,5 sentimeter. Tanah gambut yang sehat mesti memiliki bahan organik minimal 12% dengan ketebalan minimal 50 sentimeter. Karbonyangmenjadiresultanaktivitasmahlukhidupterperang­ kap di rawa gambut tak hanya di lantai tanahnya, juga pada jaringan tanaman dan bahan organik. Jumlah biomassa hutan lahan basah sekitar 200 ton per hektare. Sehingga ketika gambut terekspos lalu mengering, emisi karbon terlepas ke udara. Apalagi jika ia terbakar, karbon yang terlepas tak hanya gas rumah kaca yang yang tersimpan di tanamannya, juga di lapisan tanahnya sekaligus. Karena itu rawa gambut sangat rentan terhadap perubahan hidrologi yang akan memudahkan pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer.
  • 21. Halaman 21 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI 2015 2016 2017 2018 2019 561 438 123 14 2 17 68 62 48 9 7 62 79 311 243 Angka patokan 204 juta ton setara CO2 l Total emisi l CO2 l CH4 Emisi Kebakaran Gambut 2015-2019 (juta ton setara CO2 ) FOTO: GREENPEACE
  • 22. Halaman 22 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Pelaku Kebakaran Studi-studi Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University menyebutkan sumber api dan penyebab kebakaran adalah 99,9% manusia, baik sengaja maupun lalai. Hanya 0,01 persen saja yang disebabkan dan bersumber dari alam, yaitu petir dan lava gunung api. Dari penelitian guru besar perlindungan hutan Fakultas Kehutanan IPB University Bambang Hero Saharjo, proses kebakaran melalui lima tahap: prapenyalaan, penyalaan, pembaraan, pemijaran, dan tanpa nyala. Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyimpulkan bahwa 99,9% penyebab kebakaran hutan dan lahan adalah faktor kesengajaan untuk pembersihan lahan dan perluasanperkebunan,terutamaperkebunankelapasawitdanHTI. Kesimpulan itu didukung pantauan citra satelit yang menunjukkan areal-areal terbakar berada di sekitar konsesi perusahaan. Luas areal terbakar 2015-2019 4,4 juta hektare atau 8 kali luas Pulau Bali terdiri dari 0,75 juta hektare berulang dan 3,65 juta hektare areal baru yang terindikasi sebagai ekspansi perkebunan 1,3 juta hektare (30%) area kebakaran berada di konsesi kelapa sawit dan bubur kertas (pulp). 500.000 hektare areal yang terbakar di tahun 2015 terbakar lagi di tahun 2019 Total akumulasi areal gambut terbakar di areal konsesi 1.020.376,04 hektare, dengan rincian: 580.764,5 hektare areal hak guna usaha, 168.988,1 hektare konsesi HTI, 83.575,6 hektare kawasan restorasi ekosistem, 187.047,9 hektare di areal konsesi hutan alam 50 korporasi yang didakwa membakar hutan, terdiri dari: 32 perusahaan sawit, 15 perusahaan hutan tanaman (HTI), dan 3 perusahaan tebu tersebar di Riau (19), Kalimantan Tengah (10), Jambi (5), Kalimantan Barat (5), Sumatera Selatan (4), Lampung (4), dan Kalimantan Selatan (3). 2015 2019
  • 23. Halaman 23 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Aturan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Undang-Undang ● Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ● Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan ● Undang-Undang 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ● Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ● Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Peraturan Pemerintah ● Peraturan Pemerintah 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Degradasi Lingkungan dan Pencemaran dalam Korelasi dengan Kebakaran Hutan dan Lahan ● Peraturan Pemerintah 45 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah 60 Tahun 2009 tentang Perlindungan Hutan ● Peraturan Pemerintah 71 Tahun 2014 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut
  • 24. Halaman 24 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI ● Peraturan Pemerintah 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Instruksi Presiden ● Instruksi Presiden 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Peraturan Menteri ● Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan/ atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.77/ Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Penanganan Areal yang Terbakar dalam Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan pada Hutan Produksi; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.32 Tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.15 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah Di Titik Penataan Ekosistem Gambut; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.16 Tahun 2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.14
  • 25. Halaman 25 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Tahun 2017 tentang Tata Cara Inventarisasi Dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.8/ MenLHK/Setjen /Kum.1/3/2018 tentang Prosedur Tetap Pengecekan Lapangan Informasi Titik Panas Dan/Atau Informasi Kebakaran Hutan Dan Lahan; ● Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan P.9/ MenLHK/Setjen /Kum.1/3/2018 tentang Kriteria Teknis Status Kesiagaan Dan Darurat Kebakaran Hutan Dan Lahan Keputusan Menteri ● Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 273/ MENLHK/PPI/KUM.1/7/2020 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 182/MENLHK/PPI/PPI.4/4/2020 tentang Penanganan Khusus Krisis Kebakaran Hutan dan Lahan dalam Lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Peraturan Daerah ● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Selatan No. 1 tahun 2008 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan dan atau Hutan ● Peraturan Gubernur (PERGUB) 31 Tahun 2015 tentang Sistem Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Provinsi Bengkulu ● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Sumatera Selatan 8 tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan / atau Lahan
  • 26. Halaman 26 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI ● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Jambi 2 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan ● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Sumatera Selatan 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut ● Peraturan Gubernur (PERGUB) 10 Tahun 2019 tentang Sistem Pengendalian Keba­ karan Hutan dan Lahan di Papua Barat ● Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Kalimantan Tengah 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan ● Peraturan Gubernur (PERGUB) 97 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 39 Tahun 2019 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Upaya Mencegah Api Pemerintah Pusat Arahan Presiden dalam Rapat Koordinasi Kebakaran Hutan dan Lahan 2021: 1) Memprioritaskan upaya pencegahan 2) Membangun infrastruktur monitoring dan pengawasan sampai tingkat bawah 3) Menemukan solusi permanen mencegah dan menangani kebakaran hutan dan lahan di tahun mendatang Pindai kode QR ini untuk mengakses seluruh aturan pengendalian kebakaran hutan. https:/ / bit.ly/aturan- pengendalian
  • 27. Halaman 27 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI 4) Menata ekosistem lahan gambut dalam kawasan hidrologi gambut 5) Meminta kepala daerah dan TNI-Polri di tingkat daerah untuk tang­ gap dan cepat merespons titik api sehingga tidak membesar 6) Menegaskan langkah penegakan hukum tanpa kompromi 7) BNPB membuat peta bahaya kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah Daerah 1) Mengalokasikan biaya pelaksanaan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan secara memadai 2) Mewajibkan pelaku usaha memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana , serta melaksanakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan 3) Memberikan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak melaksanakan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan Perusahaan 1) Tidak membuka lahan maupun ekspansi usaha memakai api 2) Membentuk masyarakat peduli api di sekitar konsensi 3) Menyediakan sarana dan prasarana serta monitoring titik api 4) Mencegah api membesar 5) Mengatur tinggi muka air gambut
  • 28. Halaman 28 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Desa dan Masyarakat 1) Membentuk kelompok peduli api 2) Menyediakan sarana dan prasaran pencegahan dan pemadaman api Solusi Solusi ekonomi ● Memasukkan biaya pembukaan lahan dengan alat berat sebagai biaya internal perusahaan ● Berkolaborasi dengan masyarakat menaik­ kan nilai ekonomi lahan tanpa bakar tanpa kimia Solusi hukum ● Pidana dan denda kepada perusahaan yang lahannya terbakar Pindai kode QR ini untuk membaca salah satu contoh solusi ekonomi mencegah kebakaran. https:/ /bit.ly/ mencegah- kebakaran
  • 29. Halaman 29 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Kebakaran hutan dan lahan 2015-2021 300 tersangka perorangan dengan vonis kurungan penjara 18 tersangka korporasi dengan hukuman bebas, denda, dan surat peringatan 5.642 penanganan pengaduan 1.667 pengawasan perusahaan 1.779 sanksi administratif 75 perkara melalui pengadilan 1.594 operasi 743 sanksi administratif 633 surat peringatan 91 paksaan pemerintah 16 pembekuan izin perusahaan 3 pencabutan izin perusahaan 193 kesepakatan di luar pengadilan 29 perusahaan gugatan perdata 13 putusan tetap Rp 19.300.000.000,00 denda putusan tetap TAHUN PIDANA (P21) GUGATAN PERDATA PENGA- WASAN SANKSI ADMINIS- TRATIF FASILITASI POLISI 2015 0 13 170 27 32 2016 1 12 74 130 26 2017 1 13 34 9 9 2018 1 13 136 8 5 2019 2 21 225 341 10 SUMBER: LAPORAN KINERJA PENEGAKAN HUKUM KLHK 2019
  • 30. Halaman 30 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Problem penegakan hukum ● Kurang melibatkan ahli kebakaran, hukum, sosiologi, ekonomi, hidrologi, tanah, perusahaan. Tak banyak ahli bersedia bersaksi di pengadilan sehingga hakim menganggap gugatan kekurangan bukti ilmiah. ● Perlawanan hukum melalui praperadilan dengan menggugat balik pemerintah secara administratif. ● Denda kecil. ● Putusan hakim umumnya menekankan pada kelalaian, bukan kesengajaan. Padahal penjelasan pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan soal “tanggung jawab mutlak” sebagai dasar ganti rugi tanpa perlu pembuktian oleh penggugat dalam kejahatan lingkungan. ● Kurangnya hakim bersertifikat lingkungan. ● Gugatan tak memakai pidana pencucian uang karena penyidik KLHK tak memiliki kewenangan mengusut jenis pidana ini. Mahkamah Konstitusi menganulir batasan ini dalam putusan Nomor 15/PUU-XIX/2021 pada 29 Juni 2021. ● Kurangnya transparansi dalam penegakan hukum. ● Lemahnya eksekusi putusan setelah berkekuatan hukum tetap. Solusi pengawasan ● Menyediakan sumber daya manusia terlatih pencegahan api. ● Menyediakan alat-alat pemadam api. Solusi teknologi ● Memanfaatkan teknologi untuk memprediksi El Nino sebagai dasar kebijakan pencegahan kebakaran hutan dan lahan. ● Aplikasi prediksi kebakaran hutan.
  • 31. Halaman 31 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI Perspektif Lingkungan Hakim Menurut Mahkamah Agung, hingga 2020 dari 9.591 hakim di seluruh Indonesia, baru 425 hakim yang memiliki sertifikat lingkungan, atau baru 4,4%. Minimnya jumlah hakim yang telah dilatih memiliki perspektif lingkungan ini membuat putusan-putusan pengadilan dalam kejahatan lingkungan acap tak berpihak kepada perlindungan lingkungan. Para hakim tak memakai perspektif efek jera ketika menghukum para pembakar lahan dan hutan. Hakim acap menggolongkan kebakaran sebagai peristiwa karena kelalaian, bukan kesengajaan. Padahal, Ketua Mahkamah Agung sudah menerbitkan Keputusan Nomor 36/KMA/II/2013 tentang pedoman penangana perkara lingkungan hidup. Pedoman ini cukup lengkap dalam membekali perspektif lingkungan bagi hakim serta pedoman teknis memakai hukuman dan pasal-pasal pidana sebagai basis putusan hakim. Perlindungan lingkungan menjadi dasar dalam menangani perkaran kerusakan alam, termasuk kebakaran, dengan efek jera berupa pemulihan kerusakan, hingga pelaku yang tak semata perorangan. Pindai kode QR ini untuk akses Keputusan Ketua MA. https:/ /bit.ly/ keputusanMA Pindai kode QR ini untuk mengetahui daftar hakim bersertifikat lingkungan. https:/ /bit.ly/ hakimberserti­ fikat FOTO: WIRESTOCK
  • 32. Halaman 32 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI KATEGORI MASALAH PENYEBAB SOLUSI Ekologi Gambut mengering Aktivitas pengeringan lahan untuk spesies lahan kering menuntut pembuatan kanal untuk mengalirkan air yang ada di dalam ekosistem rawa gambut. Akibat lain: pembuatan kanal membuat pembasahan asal- asalan. Sistem manajemen air untuk menjamin rawa gambut tetap basah. Kebakaran skala besar Turunnya muka air tanah Perbaikan sistem kanal dan pemanfaatan peta rawan kebakaran Abrasi gambut kepulauan Gambut yang kering mudah terbawa arus Revegetasi untuk membentuk sistem perakaran yang berfungsi memegang gambut Sosial politik Data restorasi tidak sesuai Hanya laporan korporasi tanpa klarifikasi di lapangan Audit laporan perusahaan Manipulasi sarana prasarana Pengawasan kurang dan pembiaran Memperkuat monitoring Kurangnya upaya pencegahan di provinsi Tidak ada anggaran atau tidak dianggarkan Komitmen pemerintah daerah dalam kegiatan mencegah kebakaran Masyarakat kota yang tidak terdampak tidak peduli kebakaran Kurangnya pemberitaan media Peneliti membangun komunikasi dengan media untuk membuka data. Data yang tidak transparan
  • 33. Halaman 33 dari 34 LEMBAR FAKTA API DAN EMISI KATEGORI MASALAH PENYEBAB SOLUSI Peran antar institusi lain tidak sinkron Koordinasi dan berbagi peran Kearifan masyarakat adat yang hilang Komunitas masyarakat peduli api tidak terfasilitasi Ketidakjelasan tugas pokok dan fungsi masyarakat peduli api Pemerintah perlu aktif memfasilitasi kelompok masyarakat peduli api Hukum Penegakan hukum buruk Hakim belum bersertifikat lingkungan Dukungan politik Presiden dengan menegaskan penegakan hukum tak pandang bulu termasuk kepada korporasi besar yang terbukti sengaja membakar lahan Pemadaman kurang efektif Korporasi tidak bertanggung jawab Menghentikan pemadaman oleh pemerintah di areal korporasi dan menegaskan tanggung jawab perusahaan memadamkan kebakaran Kebakaran hutan berulang di lokasi sama Sebagian besar di wilayah korporasi Sanksi tegas dan kewajiban memulihkan areal terbakar Kese­hatan Memperburuk kondisi paru-paru, bersinergi dengan covid-19. Kebakaran menurunkan kualitas udara. Menekan angka kebakaran