Bocoran dokumen rahasia Wikileaks membuat sulit posisi AS dengan sekutunya. Dokumen itu mengungkapkan pemimpin Arab Teluk meminta AS menyerang Iran, serta kritik terhadap pemimpin Italia, Rusia, Turki, Afganistan, Zimbabwe, dan Qatar. Dokumen itu juga mengungkapkan ketegangan AS-Afrika Selatan karena invasi Irak, serta penolakan Mesir dan Palestina atas invasi Israel ke Gaza.
1. Washington, Selasa - Sekitar 250.000 dokumen rahasia yang berisi kawat-kawat diplomatik antara kedutaan
AS di mancanegara dan Washington yang dirilis situs Wikileaks hari Minggu lalu membuat sulit posisi AS
menghadapi sahabat-sahabatnya di mancanegara.
Negara-negara sahabat AS di kawasan Teluk memilih membisu soal bocoran dokumen rahasia oleh situs
Wikileaks. Para analis mengatakan, bocoran dokumen itu bisa menciptakan krisis kepercayaan antara negara-
negara Arab Teluk dan AS.
Salah satu isi penting dari bocoran tersebut adalah imbauan para pemimpin negara Arab Teluk kepada AS
agar menyerang Iran untuk menghentikan program nuklirnya.
PM Italia Silvio Berlusconi juga disebut sebagai pemimpin lemah, gagal, dan tidak efektif serta tidak layak
menjadi pemimpin Eropa. PM Rusia Vladimir Putin disebut sebagai pemimpin geng.
Dokumen rahasia itu mengutip diplomat AS di Turki yang menyebutkan, PM Turki Tayyip Recep Erdogan
sangat membenci Israel karena ia seorang politikus Islamis yang memimpin partai berbasis Islam sejak tahun
2003.
Dubes Israel untuk Turki menyampaikan kepada para diplomat AS bahwa pemburukan hubungan Israel-Turki
saat ini disebabkan faktor PM Erdogan yang membenci Israel. Para diplomat AS juga ragu mengandalkan
Turki sebagai mitra AS dalam NATO. Menurut para diplomat AS, para elite Turki terpecah dan disusupi elite
loyalis Islam.
Dokumen rahasia itu melukiskan Menlu Turki Ahmet Davutoglu sebagai berbahaya karena memiliki ambisi
menghidupkan kembali Neoottoman.
Dokumen itu mengungkapkan, para diplomat AS di Kabul melihat Ahmed Wali Karzai (saudara Presiden
Afganistan Hamid Karzai) sebagai pejabat korup dan terlibat penyelundupan narkotika di Afganistan Selatan.
Kawat diplomatik AS itu menegaskan, figur semacam Ahmed Wali Karzai merupakan sandungan bagi
pemberantasan korupsi dan praktik pelanggaran hukum di Afganistan.
Julukan bagi Blair
Dokumen itu juga mengungkapkan hubungan tegang AS-Afrika Selatan karena Pemimpin Afrika Selatan
Nelson Mandela menentang invasi AS ke Irak. Mandela menyebut Presiden AS George W Bush saat itu tak
mampu berpikir secara benar. Mandela mengatakan, Presiden Bush mengabaikan PBB yang menolak invasi
AS ke Irak karena Sekjen PBB Kofi Annan berkulit hitam. Mandela juga melecehkan PM Inggris Tony Blair
yang dia sebut menlunya Presiden Bush.
Menlu Afrika Selatan Maite Nkoana-Mashabane menyebut Presiden Zimbabwe Robert Mugabe sebagai orang
tua gila. Namun, Washington juga meragukan kepemimpinan PM Zimbabwe Morgan Richard Tsvangirai.
Dalam kawat diplomatik yang ditulis Dubes AS untuk Zimbabwe Christopher Dell pada tahun 2007 disebutkan,
Mugabe dan antek-anteknya, seperti halnya penguasa tirani lainnya di muka bumi, selalu melakukan tekanan
sedemikian rupa.
2. Namun, kata Dell, lawan politik Mugabe, yaitu PM Zimbabwe Morgan Richard Tsvangirai, belum mendapat
kepercayaan penuh Washington. Menurut Dell, PM Zimbabwe itu adalah figur pejabat berani dan berkomitmen,
tetapi peragu dan sulit menerima nasihat orang lain.
Diungkapkan pula, Direktur Mossad Meir Dagan mengkritik Qatar dan televisi satelit Al Jazeera. Dagan
menyebut Qatar bermain di semua lini untuk menunjukkan independensi sikap dan mencari aman. Ia juga
menyebut penguasa Qatar, Sheikh Hamd Bin Khalifah, bertanggung jawab langsung atas aksi provokasi di
televisi Al Jazeera.
Dagan pada tahun 2007 meminta AS memindahkan pangkalan militernya dari Qatar karena pangkalan militer
AS itu membuat Qatar percaya diri.
Direktur Mossad itu menyatakan, televisi Al Jazeera bisa menyebabkan meletusnya perang di Timur Tengah
pada masa mendatang.
Sebuah kawat diplomatik yang ditulis diplomat AS pada tahun 2008 mengungkapkan, Iran menyelundupkan
senjata dan personel pengawal revolusi menggunakan mobil ambulans palang merah Iran ke Lebanon ketika
invasi Israel ke Lebanon tahun 2006.
Dokumen rahasia itu mengungkapkan, Mesir dan Otoritas Palestina menolak permintaan Israel agar
mendukung invasi Israel ke Jalur Gaza pada akhir 2008-awal 2009 itu.
Menurut kawat diplomatik kedutaan AS di Tel Aviv, Menhan Ehud Barak ketika bertemu delegasi Kongres AS
pada tahun 2009 menyampaikan bahwa Israel telah berkonsultasi dengan Mesir dan Otoritas Palestina
sebelum menyerang Jalur Gaza.
Israel saat itu meminta Mesir dan Otoritas Palestina mengendalikan Jalur Gaza pasca-kekalahan Hamas.
Namun, Mesir dan Otoritas Palestina menolak permintaan Israel tersebut.
Diungkapkan pula, Presiden Mesir Hosni Mubarak telah memperingati Presiden Bush akan bahaya menyerang
Irak. Mubarak menegaskan, invasi ke Irak berdampak sangat berbahaya. Akan tetapi, Bush saat itu menolak
nasihat Mubarak.
(AFP/AP/mth/mon)
http://tekno.kompas.com/read/2010/12/01/0258316/ diakse 9 Oktober 2013 pukul 5:31