Dokumen tersebut membahas tentang perayaan tahun baru, mulai dari sejarah perubahan kalender Romawi menjadi kalender Julian hingga pandangan Islam terhadap perayaan tahun baru. Secara garis besar, dokumen menyimpulkan bahwa perayaan tahun baru tidak dianjurkan dalam Islam karena tidak ada dasar dan keuntungan yang jelas, kecuali jika dilakukan hanya untuk kesenangan sederhana tanpa melampaui batas.
2. Pada abad ke-7 bangsa Romawi Kuno
memiliki kalender tradisional berdasarkan
bulan dan matahari dengam menempatkan
bulan Martius(Maret) sebagai bulan
pertama. Namun Kalender ini sangat kacau
dan mengalami beberapa perubahan.
3. Kaisar Julius Caesar mengganti kalender tradisional dengan Kalender Julian
Januarius Januari
Februarius Februari
Martius Maret
Aprilis April
Maius Mei
Junius Juni
Quintilis Juli
Sextilis Agustus
September September
October Oktober
November November
Desember Desember
Januari dipilih bulan pertama
karena 2 alasan :
dari nama Dewa Janus (bermuka
2)dewa penjaga gerbang
Olympus
puncak musim dingin
Tahun baru 1 Januari
pertama dirayakan
pada tanggal 1
Januari 45 SM
4. Perayaan tahun baru masehi tidak selalu
terkait dengan ritual agama tertentu.
Jika diniatkan untuk merayakan, maka
hukumnya haram. Tapi jika tidak diniatkan
merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.
5. Perayaan malam tahun baru adalah ibadah
orang kafir
Perayaan malam tahun baru menyerupai
orang kafir
Perayaan malam tahun baru penuh maksiat
Perayaan malam tahun baru adalah Bid’ah
6. Merayakan tahun baru berarti merayakan ‘Ied (perayaan)
yang haram
Merayakan tahun baru berarti tasyabuh orang kafir
Merekayasa amalan yang tanpa tuntutan di malam tahun
baru
Mengucapkan selamat tahun baru yg jelas bukan ajaran
islam
Meninggalkan shalat 5 waktu
Begadang tanpa ada hajat
Terjerumus dalam zina
Menggangu kaum muslimin
Melakukan pemborosan waktu yang begitu berharga
7. Meniup terompet pada tahun baru bukan hanya budaya masyarakat
Yahudi, melainkan lebih dari itu, Meniup terompet pada tahun baru adalah
perintah Allah kepada Nabi Musa dalam syari'at Torat untuk menyambut
datangnya Rosh Hasanah atau tahun baru Torat, yang jatuh pada bulan ke-
tujuh atau tanggal 1 bulan Tishri dalam kalender Ibrani purba.
Perintah itu lalu dimakna secara sederhana: meniup terompet pada tahun
baru, termasuk tahun baru Masehi yang didasarkan pada kelahiran Isa Al
Masih.
Kenyataannya, banyak orang di Barat maupun di Timur yang meniup terompet
pada tahun baru tanpa motif ini, melainkan dengan motif just for fun (hanya
untuk senang-senang) atau motif komersil tanpa motif religius apapun. Kalau
motifnya untuk senang-senang, maka meniup terompet pada malam tahun
baru dapat disetarakan dengan tindakan menonton TV pada malam tahun baru
atau jalan-jalan mencari hiburan pada malam tahun baru.
8. Lalu, apakah meniup terompet
tahun baru itu kafir?
Bila anda meniupnya dengan mengingat bahwa itu
adalah perintah Allah kepada Nabi Musa, maka tentu
saja itu bukan tindakan kafir
Bila anda meniupnya dengan motif senang-senang (just for
fun) atau motif komersil, itu juga bukan kafir sepanjang tidak
melewati batas. Tindakan dengan motif sekedar senang-
senang atau pun komersil tersebut dapat disetarakan dengan
tindakan bermain sepakbola, meniup seruling, bermain
gitar, menonton TV, berdagang, dsb
9. Contoh melebihi batas itu adalah bila malam
Tahun Baru Masehi yang didasarkan pada
kelahiran Al Masih justru diisi dengan tindakan
yang bertentangan dengan ajaran Al Masih,
misal: pesta sex, mabuk-mabukan dengan
minum-minuman keras atau pun
penyalahgunaan obat, dsj.
Bila anda meniup terompet lalu disertai hal-
hal yang bertentangan dengan ajaran Al
Masih sebagaimana contoh di atas, maka
meniup terompet jadi haram dan kafir.
10.
11. tidak ada tuntunannya dari Rasulullah
SAW
tidak ada keuntungan apapun secara
moril maupun materil
tidak perlu mentradisikan acara
apapun pada malam tahun baru