Jual Alat Bantu Sex Di Bandar Lampung 081246444463 Pusat Alat Bantu Sex Toys
KEPDIR SKP.docx
1. PEMERINTAH KABUPATEN INDRAMAYU
DINAS KESEHATAN
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN
Jl. Raya Krangkeng Indramayu Km 28 Kode Pos 45284 Telp/Hp (0234)7136366/085912930888
E-mail : rsudmis@gmail.com www.rsud-mis.go.id
KEPUTUSAN DIREKTUR
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN
KABUPATEN INDRAMAYU
NOMOR : . . . . . . . . . . . . . .
TENTANG
KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN KABUPATEN INDRAMAYU
DIREKTUR
UPTD RSUD MURSID IBNUSYAFIUDDIN KABUPATEN INDRAMAYU
Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan UPTD RSUD
Mursid Ibnu Syafiuddin Kabupaten Indramayu, maka diperlukan
penyelengaraan Ketepatan Indentifikasi Pasien;
b. bahwa agar pelayanan di UPTD Mursid Ibnu Syafiuddin Kabupaten
Indramayu dapat terlaksana dengan baik, perlu adanya keputusan
direktur tentang kebijakan ketepatan identifikasi pasien UPTD RSUD
Mursid Ibnu Syafiuddin sebagai landasan bagi seluruh pelayanan di
UPTD RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin Kabupaten Indramayu;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b perlu ditetapkan Keputusan Direktur UPTD RSUD Mursid
Ibnu Syafiuddin Kabupaten Indramayu.
2. Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik
Kedokteran(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahum 2009, tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahum 2009 tentang Rumah Sakit
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
6. Undang-undang R I Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 307,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612)
3. Mengingat : 7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129 tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1128/202212 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
2019 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38
Tahun 2014 Tentang Keperawatan;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien;
12. Peraturan Daerah Indramayu Nomor 9 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Indramayu (Lembaran
Daerah Indramayu Tahun 2016 Nomor 9);
13. Peraturan Bupati Indramayu Nomor 35 Tahun 2018 tentang
Pembentukan, Organisasi, dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) Rumah Sakit Umum Daerah Mursid Ibnu
Syafiuddin Krangkeng pada Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR UPTD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH MURSID IBNU SYAFIUDDIN TENTANG
KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN DI UPTD RUMAHSAKIT
UMUM DAERAH MURSID IBNU SYAFIUDDIN
KABUPATEN INDRAMAYU
Ditetapkan di Indramayu
pada tanggal Maret 2023
DIREKTUR
UPTD RSUD MURSID IBNU SYAFIUDDIN
KABUPATEN INDRAMAYU
dr. WIDIYANA
Pembina
NIP. 19720901 200604 2 008
4. BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah daerah adalah bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah;
2. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah satuan
kerja perangkat daerah atau unit kerja pada satuan kerja perangkat daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masayarakat berupa penyediaan barang dan/ dan atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya di
dasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas;
3. Pimpinan BLUD adalah Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Mursid Ibnu
Syafiuddin;
4. Rumah Sakit Umum Daerah Mursid Ibnu Syafiuddin yang selanjutnya disingkat
RSUD Mursid Ibnu Syafiuddin
5. Bedah atau operasi merupakan tindakan pembedahan cara dokter untuk mengobati
kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan
sederhana (Potter, 2006);
6. Kamar Bedah adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai
tempat untuk melakukan tindakan operasi secara elektif maupun akut, yang
memebutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya;
7. Kamar Operasi adalah ruang tindakan dalam kamar bedah;
8. Instalasi Gawat Darurat yang selanjutnya di singkat IGD menurut Depkes yaitu
fasilitas yang melayani pasien yang berada dalam keadaan gawat darurat sesuai
dengan kompetensi dan kemampuan sehingga dapat menjamin suatu pelayanan
gawat darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang cepat;
9. Intensive Care Unit yang selanjutnya di singkat ICU adalah ruang rawat di rumah
sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien
dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa akibat kegagalan
disfungsi satu organ atau lebih akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang amsih
ada harapan hidup;
10. Dokter Penanggung Jawab Pasien yang selanjutnya disingkat DPJP adalah seorang
dokter yang sesuai dengan kewenangan kliniknya terkait penyakit pasien,
memberikan asuhan medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu
patologi/penyakit, dari awal sampai akhir perawatan di rumah sakit, baik perawatan
rawat jalan dan rawat inap;
11. Profesional Pemberi Asuhan yang selanjutnya di singkat PPA adalah mereka yang
secara langsung memberikan asuhan kepada pasien, antara lain dokter, perawat,
bidan, ahli gizi, apoteker, psikolog klinis, fisioterapis dan sebagainya;
12. Dokter spesialis anestesiologi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan
program studi dokter spesialis anestesiologi di institusi pendidikan yang diakui atau
lulusan luar negeri dan yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi(STR) dan Surat
Izin Praktek (SIP);
5. 13. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan yang dilakukan
di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis tertentu sesuai
dengan peraturan internal rumah sakit ditetapkan oleh rumah sakit sesuai
kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia, sarana,
prasarana dan peralatan yang tersedia;
14. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun
tidak langsung di rumah sakit;
15. Pelayanan pra-anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra
anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh
tindakan anesthesia;
16. Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang dilakukan selama
tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu;
17. Pelayanan pasca-anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca anestesi sampai
pasien pulih dari tindakan anestesi;
18. Informed Consent adalah memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan secara
tertulis pada pasien/keluarga;
19. Implan adalah suatu peralatan medis yang dibuat untuk menggantikan struktur dan
fungsi suatu bagian biologis.
6. BAB II
KETENTUAN UMUM
Pasal 2
(1) Ruang lingkup peraturan ini mencakup :
a. Pedoman Pengorganisasian Instalasi Bedah Sentral dan Anestesi
b. Pedoman Pelayanan Anestesi dan Sedasi
c. Panduan Sedasi Moderat dan Dalam;
d. Pedoman Pelayanan Bedah;
e. Panduan Pelayanan Bedah;
f. Panduan Laporan Operasi;
g. Panduan Alat Kesehatan dan Implan Bedah
h. Standar Pelayanan Operasional.
(2) Pedoman dan panduan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam lampiran
yang merupakan bagian yang terpisahkan dari peraturan ini.
BAB III
Bagian Kesatu
Pengorganisasian dan Pengelolaan Pelayanan Anestesi dan Sedasi
Pasal 3
Rumah sakit telah menetapkan regulasi pelayanan anestesi dan sedasi dan
pembedahan meliputi :
(1) Pelayanan sedasi;
(2) Pelayanan anestesi;
(3) Pelayanan pembedahan.
Pasal 4
Pelayanan anestesi dan sedasi yang telah diberikan memenuhi kebutuhan
pasien.
Pasal 5
Pelayanan anestsi dan sedasi tersedia 24 jam dalam 7 (tujuh) hari, sesuai
dengan kebutuhan pasien.
Pasal 6
Rumah sakit menetapkan penanggung jawab pelayanan anestesi, sedasi
moderat dan dalam adalah dokter anestesi yang kompeten.
7. Pasal 7
Rumah sakit telah menerapkan pelayanan anestesi dan sedasi secara
seragam diseluruh area sesuai sesuai regulasi yang ditetapkan.
Pasal 8
Penanggung jawab pelayanan anestesi dan sedasi adalah seorang dokter
anestesi yang kompeten yang melaksanakan tanggung jawabnya Tanggung
jawab pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam meliputi :
(1) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi;
(2) Melakukan pengawasan administratif;
(3) Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan;
(4) Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi.
Pasal 9
Bila memerlukan PPA dari luar rumah sakit untuk memberikan pelayanan
anestesi dan sedasi, maka ada bukti rekomendasi dan evaluasi pelayanan
dari penanggung jawab pelayanan anestesi dan sedasi terhadap PPA
tersebut.
Bagian Kedua
Pelayanan Sedasi
Pasal 10
Rumah sakit telah melaksanakan pemberian sedasi moderat dan dalam
yang seragam disemua tempat oleh tenaga medis yang kompeten dan telah
diberikan kewenangan klinis untuk melakukan sedasi moderat dan dalam,
meliputi :
(1) Area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi moderat dan dalam dapat
dilakukan;
(2) Kualifikasi staf yang memberikan sedasi;
(3) Persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupun
sedasinya;
(4) Perbedaan populasi anak, dewasa, dan geriatric ataupun pertimbangan
khusus lainnya;
(5) Peralatan medis dan bahan yang digunakan sesuai dengan populasi yang
diberikan sedasi moderat dan dalam;
(6) Cara memantau.
Pasal 11
Area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi moderat dan dalam dapat
dilakukan meliputi :
(1) Kamar Operasi;
(2) IGD;
(3) ICU;
(4) Ruang bersalin atau VK;
(5) Radiologi;
8. Pasal 12
Peralatan dan perbekalan gawat darurat tersedia di tempat dilakukan sedasi moderat dan
dalam serta digunakan sesuai jenis sedasi, usia, dan kondisi pasien.
Pasal 13
PPA yang terlatih dan berpengalaman dalam memberikan bantuan hidup lanjut
(advance) harus selalu mendampingi dan siaga selama tindakan sedasi dikerjakan.
Pasal 14
Tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis memberikan sedasi moderat dan
dalam kompeten dalam hal :
(1) Teknik dan berbagai cara sedasi;
(2) Farmakologi obat sedasi dan Penggunaan zat reversal (antidot);
(3) Persyaratan pemantauan pasien;
(4) Bertindak jika ada komplikasi.
Pasal 15
PPA yang bertanggung jawab melakukan pemantauan selama pelayanan sedasi moderat
dan dalam kompeten dalam hal :
(1) Pemantauan yang diperlukan;
(2) Bertindak jika ada komplikasi;
(3) Penggunaan zat reversal (antidot);
(4) Kriteria Pemulihan.
Pasal 16
Kompetensi semua PPA yang terlibat dalam sedasi moderat dan dalam tercatat dalam
file kepegawaian.
Pasal 17
Rumah sakit telah menerapkan pengkajian pra sedasi dan dicatat dalam rekam medik,
meliputi :
(1) Mengidentifikasi masal saluran pernafasan yang dapat mempengaruhi jenis sedasi
yang digunakan;
(2) Mengevaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi;
(3) Merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan pasien
berdasarkan prosedur/tindakan yang akan dilakukan;
(4) Pemberian sedasi secara aman;
(5) Menyimpulkan temuan hasil pemantauan pasien selama prosedur sedasi dan
pemulihan.
9. Pasal 18
Rumah sakit telah menerapkan pemantauan pasien selama dilakukan pelayanan sedasi
moderat dan dalam oleh PPA yang kompeten dan dicatat di rekam medik.
Pasal 19
Kriteria pemulihan telah digunakan dan didokumentasikan untuk mengidentifikasi
pasien yang sudah pulih kembali dan atau siap untuk ditransfer/dipulangkan.
Bagian Ketiga
Pelayanan Anestesi
Pasal 20
Pengkajian pra anestesi telah dilakukan untuk setiap pasien yang akan
dilakukan anestesi.
Pasal 21
Pengkajian pra induksi telah dilakukan secara terpisah untuk mengevaluasi
ulang pasien segera sebelum induksi anestesi.
Pasal 22
Kedua pengkajian tersebut telah dilakukan oleh PPA yang kompeten dan
telah diberikan kewenangan klinis didokumentasikan dalam rekam medik
pasien.
Pasal 23
Rumah sakit menerapkan pemberian informasi kepada pasien dan atau keluarga atau
pihak yang akan memberikan keputusan tentang jenis, resiko, manfaat, alternatif dan
analgesia pasca tindakan sedasi atau anestesi.
Pasal 24
Pemberian informasi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan didokumentasikan
dalam formulir persetujuan tindakan anestesi/sedasi.
Pasal 25
Frekuensi dan jenis pemantauan selama tindakan anestesi dan pembedahan didasarkan
pada status pra anestesi pasien, anestesi yang digunakan, serta prosedur pembedahan
yang dilakukan.
10. Pasal 26
Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan Panduan Praktik Klinik (PPK) dan
didokumentasikan dalam rekam medik pasien.
Pasal 27
Rumah sakit telah menerapkan pemantauan pasca anestesi baik di ruang intensif
maupun di ruang pemulihan dan didokumentasikan dalam rekam medik pasien.
Pasal 28
Pasien dipindahkan dari unit pasca anestesi (pemantauan pemulihan dihentikan) sesuai
dengan kriteria baku yang ditetapkan dengan alternative sebagai berikut :
(1) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang
ahli anestesi yang kompeten.
(2) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang perawat
atau penata anestesi yang kompeten berdasarkan kriteria pasca anestesi yang
ditetapkan oleh rumah sakit, tercatat dalam rekam medik bahwa kriteria terpenuhi.
(3) Pasien dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pasca anestesi
misalnya di unit perawatan intensif.
Pasal 29
Waktu dimulai dan dihentikannya proses pemulihan dicatat di dalam medik pasien.
Bagian Keempat
Pelayanan Pembedahan
Pasal 30
Rumah sakit telah menerapkan pengkajian pra bedah pada pasien yang akan dioperasi
oleh DPJP sebelum operasi dimulai.
Pasal 31
Diagnosa pra operasi dan rencana prosedur/tindakan operasi berdasarkan hasil
pengkajian pra bedah dan didokumentasikan di rekam medik pasien.
Pasal 32
Rumah sakit telah menerapkan pemberian informasi kepada pasien dan atau keluarga
atau pihak yang akan memberikan keputusan tentang jenis, risiko, manfaat, komplikasi
dan dampak serta alternatif prosedur/teknik terkait dengan rencana operasi (termasuk
pemakaian produk darah bila diperlukan) kepada pasien atau keluarga atau mereka yang
berwenang memberi keputusan.
11. Pasal 33
Pemberian informasi dilakukan oleh DPJP didokumentasikan dalam formulir
persetujuan tindakan kedokteran.
Pasal 34
Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam laporan operasi dan digunakan
untuk menyusun rencana asuhan selanjutnya, yang memuat poin :
(1) Diagnosa pasca operasi;
(2) Nama dokter bedah dan asistennya;
(3) Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
(4) Ada dan tidak ada komplikasi;
(5) Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
(6) Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat tranfusi;
(7) Nomer pendaftaran alat yang dipasang (implan), bila mempergunakan;
(8) Tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
Pasal 35
Laporan operasi telah tersedia segera setelah selesai operasi dan sebelum pasien pindah
ke ruang lain untuk perawatan selanjutnya.
Pasal 36
Rencana asuhan pasca operasi dicatat di rekam medik pasien dalam waktu 24 jam oleh
DPJP.
Pasal 37
Rencana asuhan pasca operasi termasuk rencana rencana asuhan medis, keperawatan,
oleh PPA lainnya berdasarkan atas kebutuhan pasien.
Pasal 38
Rencana asuhan pasca operasi diubah berdasarkan pengkajian ulang pasien.
Pasal 39
Rumah sakit telah mengidentifikasi jenis alat implan yang termasuk dalam cakupan
layanan.
12. Pasal 40
Kebijakan dan praktik mencakup hal-hal sebagai berikut :
(1) Pemilihan implant berdasarkan peraturan perundangan;
(2) Modifikasi surgical safety checklist untuk memastikan ketersediaan implan di
kamar operasi dan penandaan khusus untuk penandaan lokasi operasi;
(3) Kualifikasi dan pelatihan setiap staf dari luar yang dibutuhkan untuk pemasangan
implan (staf dari pabrik/perusahaan implan untuk mengkalibrasi);
(4) Proses pelaporan jika ada kejadian yang tidak diharapkan terkait implant;
(5) Proses pelaporan malfungsi implan sesuai dengan standar/aturan pabrik;
(6) Pertimbangan pengendalian infeksi yang khusus;
(7) Instruksi khusus pada pasien setelah operasi;
(8) Kemampuan penelusuran (traceability) alat jika terjadi penarikan kembali (recall)
alat medis misalnya dengan menempelkan barcode alat di rekam medik.
Pasal 41
Rumah sakit mempunyai proses untuk melacak implan medis yang telah digunakan
pasien.
Pasal 42
Rumah sakit menerapkan proses untuk menghubungi dan memantau pasien dalam
jangka waktu yang ditentukan setelah menerima pemberitahuan adanya
penarikan/recall suatu implan medis.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Peraturan Direktur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dan apabila terdapat
kesalahan/kekeliruan akan diperbaiki dikemudian hari.
Ditetapkan di Indramayu
pada tanggal, Maret 2023
DIREKTUR
UPTD RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH MURSID IBNU
SYAFIUDDIN
dr. WIDIYANA
Pembina
NIP. 19720901 200604 2 008