Proses Aerobik & Anaerobik Serta Pemanfaatannya
Makalah Ini Di Tunjukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Dasar Satuan Proses
Dosen Pengampu
Bpk. Agus Riyadi, S.T., M.Sc.
Oleh:
Kelas:
TL.20.F3
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERITAS PELITA BANGSA
BEKASI
AEROBIK DAN ANAEROBIK
Pengolahan air limbah yang tepat adalah persyaratan penting untuk mencegah penyakit yang ditularkan melalui air dan menjaga lingkungan yang sehat bagi organisme. Proses pengolahan yang melibatkan mikroba atau organisme hidup disebut sebagai pengolahan air limbah biologis.
Ada dua jenis pengolahan air limbah biologis yaitu pengolahan air limbah aerobik dan pengolahan air limbah anaerob.
Pengolahan air limbah aerobik dilakukan oleh mikroorganisme aerob. Mikroorganisme aerob membutuhkan oksigen; karenanya, oksigen disuplai untuk tangki pengolahan air limbah aerobik.
Pengolahan air limbah anaerob dilakukan oleh mikroorganisme anaerob. Dengan demikian, proses pengolahan air limbah anaerob terjadi tanpa pasokan oksigen.
Perbedaan antara pengolahan air limbah aerob dan anaerob dalam pengolahan air limbah aerobik, tangki pengolahan terus-menerus dipasok dengan oksigen sementara, dalam pengolahan air limbah anaerob, oksigen gas dicegah masuk ke dalam sistem.
Proses Pengolahan secara Aerobik
yaitu proses pengolahan limbah yang memanfaatkan mikroorganisme aerobik, dengan menggunakan oksigen sebagai energi untuk metabolisme dari bakteri tersebut. Polutan-polutan organik tersebut diurai oleh bakteribakteri aerobik, menjadi karbon dioksida, air, dan energi serta sel baru. Proses aerobik ini umumnya digunakan untuk limbah dengan beban polutan organik yang tidak terlalu tinggi.
Tangki pengolahan air limbah aerobik secara konstan disuplai dengan oksigen. Ini dilakukan dengan mengedarkan udara melalui tangki. Untuk berfungsinya organisme aerob secara efektif, jumlah oksigen yang cukup harus ada dalam tangki aerob setiap saat. Oleh karena itu, aerasi dipertahankan dengan baik selama perawatan aerobik.
Gambar 01: Metode Lumpur Aktif
Dua jenis utama pengolahan air limbah aerobik:
Sistem kultur terpasang atau reaktor film tetap.
Sistem kultur suspensi.
Proses Pengolahan secara Anaerobik
Proses pengolahan limbah secara anaerobik adalah suatu metabolisme tanpa menggunakan oksigen yang dilakukan oleh bakteri anaerobik. Ciri khas dari proses secara anaerobik adalah terbentuknya gas metan (CH4). Metana adalah biogas. Oleh karena itu, proses pencernaan anaerob dapat digunakan untuk menghasilkan biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai listrik. Di dalam proses anaerobik yang sangat berperan adalah aktifitas mikroorganisme anaerob.
Gambar 02: Pengolahan Air Limbah Anaerob
Proses pengolahan air limbah anaerob terjadi melalui empat langkah utama bernama hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Semua langkah ini diatur oleh mikroorganisme anaerob, terutama bakteri dan archaea.
Kelebihan proses anaerobik adalah :
Derajat stabilitas yang tinggi.
1. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
99
TEKNOLOGI BIOFILTER ANAEROB-AEROB UNTUK
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK
(Perkantoran, Rumah Sakit, Hotel dan Domestik Industri)
Nusa Idaman Said
Pusat Teknologi Lingkungan
Kedeputian Teknologi Sumberdaya Alam
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
e-mail: nusaidamansaid@gmail.com
Abstrak
Masalah air limbah di Indonesia baik limbah domestik maupun air limbah industri sampai saat ini
masih menjadi masalah yang serius. Di dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang
mengandung polutan sesyawa organik, teknologi yang digunakan umumnya menggunakan aktifitas
mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan air
limbah dengan aktifitas mikro-organisme biasa disebut dengan “Proses Biologis”. Untuk mengatasi
masalah pencemaran oleh air limbah domestik adalah dengan cara mengolah air limbah rumah
domestik tersebut sampai memenuhi baku mutu sebelum dibuang ke saluran umum. Salah satu
alternatif teknologi pengolahan air limbah domestik adalah dengan proses biofilter anaerob-aerob.
Teknologi biofilter anaerob-aerob adalah pengolahan air limbah dengan cara mengalirkan air
limbah ke dalam suatu reaktor yang didalamnya diisi dengan media yang mempunyai luas
permukaan yang besar untuk tempat berkembangbiaknya mikroba yang menguraikan polutan yang
ada di dalam air limbah.
Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob yaitu opersional
dan perawatannya mudah, biaya operasinya relatif murah, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit,
suplai udara untuk aerasi relatif kecil. dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang
cukup besar serta dapat menghilangan amoniak dan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.
Kata kunci: air limbah, domestik, aerob-anaerob, biofilter.
1. PENDAHULUAN
Masalah pencemaran lingkungan khususnya masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia, telah
menunjukkan gejala yang cukup serius,. Penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan
industri dari pabrik-pabrik yang membuang begitu saja air limbahnya tanpa pengolahan lebih dahulu ke sungai
atau ke laut, tetapi juga yang tidak kalah memegang andil baik secara sengaja atau tidak adalah masyarakat
Jakarta itu sendiri, yakni akibat air buangan rumah tangga yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan
perkembangan penduduk maupun perkembangan kota. Ditambah lagi rendahnya kesadaran sebagian masyarakat
yang langsung membuang kotoran/tinja maupun sampah ke dalam sungai, menyebabkan proses pencemaran
sungai-sungai yang ada bertambah cepat.
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga
yaitu air limbah industri dan air limbah domestik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga dan yang ke tiga
yakni air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran akibat limbah
industri, pencemaran akibat limbah domestikpun telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta
misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air limbah kota (sewerage system) mengakibatkan
tercemarnya badan - badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai
bahan baku air minumpun telah tercemar pula.
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari aktivitas hidup masyarakat sehari-hari, dimana
megandung semua bahan atau material yang ditambahkan ke air selama penggunaannya. Dengan demikian air
limbah domestik terdiri dari limbah tubuh manusia (kotoran dan air seni), air yang digunakan untuk pembilasan
toilet, serta air limbah yang dihasilkan dari kegiatan mandi, cucian, persiapan makanan dan pembersihan
peralatan dapur serta air limbah dari kegiatan sehari hari lainnya (Mara, 2004).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta bersama-sama
dengan JICA (1990), jumlah unit air buangan dari buangan rumah tangga per orang per hari adalah 118 liter
dengan konsentrasi BOD rata-rata 236 mg/lt dan pada tahun 2010 diperkirakan akan meningkat menjadi 147 liter
dengan konsetrasi BOD rata-rata 224 mg/lt. Jumlah air buangan secara keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan
2. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
100
sebesar 1.316.113 m3
/hari yakni untuk air buangan rumah tangga 1.038.205 m3
/hari, buangan perkantoran dan
daerah komersial 448.933 m3/hari dan buangan industri 105.437 m3
/hari.
Dilihat dari segi jumlah, air limbah domestik (rumah tangga) memberikan kontribusi terhadap
pencemaran air sekitar 75%, air limbah perkantoran dan daerah komersial 15%, dan air limbah industri hanya
sekitar 10%. Dilihat dari beban polutan organiknya, air limbah rumah tangga sekitar 70 %, air limbah
perkantoran dan komersial 14%, dan air limbah industri memberikan kontribusi 16%. Dengan demikan air
limbah rumah tangga dan air limbah perkantoran adalah penyumbang yang terbesar terhadap pencemaran air di
wilayah DKI Jakarta. Secara umum jumlah air limbah rumah tangga berkisar antara 200 – 300 liter/orang.hari.
Air limbah domestik rumah tangga dapat dibagi menjadi dua yakni air limbah toilet (black water) dan air
limbah non toilet (grey water). Air limbah toilet terdiri dari tinja, air kencing serta bilasan, sedangkan air limbah
non toilet yakni air limbah yang berasal dari air mandi, air limbah cucian, air limbah dapur, wastafel, dan
lainnya. Beban pulutan per kapita per hari adalah masing masing BOD 50 gram, TSS 38 gram, Total Nitrogen
12 gram dan Total Phophor 1,8 gram (Nihon Gesuido kyoukai, 1984).
Mara (2004) mengelompokan air limbah domestik sesuai dengan besarnya konsentrasi zat organik (BOD,
COD) menjadi empat yakni lemah, sedang dan kuat dan sangat kuat. Dari hasil pengumpulan data terhadap
berberapa contoh air limbah domestik yang berasal dari berbagai macam sumber pencemar di DKI Jakarta
menunjukkan bahwa konsentrasi senyawa pencemar sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena sumber air
limbah juga bervarisi sehingga faktor waktu dan metoda pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya
konsentarsi polutan (PD. PAL, 1995).
Beberapa kegiatan yang mengahasilkan air limbah domestik antara lain adalah usaha dan atau kegiatan
rumah tangga, rumah susun, penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, rumah makan, balai pertemuan,
permukiman, industri, IPAL kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta
api, terminal dan lembaga pemasyarakatan (Permen LHK No P68 Tahun 2016).
2. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Kewajiban untuk mengelola air limbah domestik di Indonesia secara nasional mengacu kepada Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan No : P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016. Dalam Keputusan ini yang
dimaksud dengan air limbah domestik adalah Air limbah yang berasal dari aktivitas hidup sehari-hari manusia
yang berhubungan dengan pemakaian air. Beberapa kegiatan domestik tersebut antara lain rumah susun,
penginapan, asrama, pelayanan kesehatan, rumah makan, balai pertemuan, permukiman, industri, IPAL
Kawasan, IPAL permukiman, IPAL perkotaan, pelabuhan, bandara, stasiun kereta api, terminal dan lembaga
pemasyarakatan. Di dalam permen LHK No. P.68Tahun 2016 tersebut menyatakan setiap usaha dan/atau
kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik wajib melakukan pengolahan air limbah domestik yang
dihasilkannya.
Baku mutu air limbah domestik nasional yang sebelumnya di tentukan berdasarkan Kepmen LH Nomor :
122 Tahun 2003 yang hanya mencakup 4 (empat) parameter yakni pH 6-9, BOD maksimum 100 mg/l, TSS
maksimum 100 mg/l , dan minyak/lemak maksimum 10 mg/l. Dengan adanya baku mutu air limbah domestik
yang baru (Permen KLHK No. P.68 Tahun 2016) ini, maka setiap pemerintah propinsi yang telah menetapkan
baku mutu air limbah domestiknya harus menyesuaikan dengan baku mutu yang baru. Selain itu dengan
keluarnya baku mutu air limbah domestik yang baru yang lebih ketat dari baku mutu sebelumnya, maka akan
berdampak terhadap teknologi pengolahan air limbah domestik. Dengan adanya parameter amoniak di dalam
baku mutu air limbah domestik yang baru yakni maksimum 10 mg/l, maka pengolahan air limbah domestik tidak
dapat dilakukan dengan hanya menggunakan proses anaerobik, karena untuk menurunkan konsentrasi amoniak
hanya dapat dilakukan dengan proses aerobik, atau kombinasi proses anaerob dan aerob. Selain itu, dengan
adanya parameter total coliform di dalam baku mutu air limbah domestik yang baru yakni maksimum 100 MPN
/100 ml, maka pengolahan air limbah domestik harus dilengkapi dengan proses disinfeksi. Hal ini akan
menyebabkan biaya operasional IPAL akan menjadi lebih mahal.
3. PROSES BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH
Di dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang mengandung polutan senyawa organik, teknologi
yang digunakan sebagian besar menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan
organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan aktifitas mikro-organisme biasa disebut dengan “Proses
Biologis”. Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi aerobik (dengan
udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses biologis aeorobik biasanya
digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis
anaerobik digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Pengolahan air limbah secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni proses biologis
dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan melekat (attached culture) dan
proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam (Nihon Gesuidou Kyoukai, 1984). Proses biologis dengan
3. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
101
biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas mikro-organisme untuk
menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikro-organime yang digunakan dibiakkan secara
tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses
lumpur aktif standar atau konvesional (standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended
aeration, oxidation ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya.
Proses biologis dengan biakan melekat yakni proses pengolahan limbah dimana mikro-organisme yang
digunakan dibiakkan pada suatu media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media.
Proses ini disebut juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis
putar (rotating biological contactor, RBC), contact aeration/oxidation (aerasi kontak) dan lainnnya.
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam adalah dengan menampung air
limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-
organisme yang tumbuh secara alami, senyawa polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat
proses penguraian senyawa polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah
satu contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi
(stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan sebagai proses biologis
dengan biakan tersuspensi.
4. PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROB-AEROB
4.1 Prinsip Pengolahan Air Limbah Sistem Biofilter
Pengolahan air limbah dengan sistem biofilter atau biofilm dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah
ke dalam reaktor yang diisi dengan media yang mempunyai luas permukaan yang besar dimana film
mikrobiologis (biofilm) melekat dipermukaan media tersebut. Air limbah di dalam reaktor dikontakkan dengan
biofilm yang akan menguraikan polutan yang ada di dalam air limbah tersebut.
Di dalam reaktor sistem biofilter, mikroorganisme tumbuh melapisi keseluruhan permukaan media. Pada
saat operasi, air yang mengandung senyawa polutan mengalir melalui celah media dan kontak langsung dengan
lapisan massa mikroba (biofilm). Mikroorganisme yang menempel pada permukaan media merupakan grup yang
sama dengan organisme yang ada di dalam sistem lupur aktif. Sebagian besar adalah organisme heterotrophic
dengan bakteria fakultative sebagai organisme yang utama.
Biofim yang terbentuk pada lapisan atas media dinamakan zoogleal film, yang terdiri dari bakteri, fungi,
alga, protozoa (Biiton 1994). Fungi dan protozoa banyak terdapai pada permukaan media bagian dalam ,
sedangkan alga banyak terdapat pada permukaan media pada bagian atas trickling filter dimana bagian tersebut
terkena sinar matahari. Metcalf dan Edy (1991) mengatakan bahwa sel bakterilah yang paling berperan dan
banyak dipakai secara luas di dalam proses pengolahan air limbah, sehingga struktur sel mikroorganisme lainnya
dapat dianggap sama dengan bakteri. Binatang –binatang kecil seperti rotifera, cacing, larva serang, serta siput
kecil juga sering ditemukan pada sistem biakan melekat. Organisme penitrifikasi (nitrifying organism) dapat
ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak hanya bila air limbah mengandung konsentrasi organik yang
rendah.
Proses yang terjadi pada pembentukan biofilm pada air limbah sama dengan yang terjadi di lingkungan
alami. Mikroorganisme yang ada pada biofilm akam mendegradasi senyawa organik yang ada di dalam air.
Lapisan biofilm yang semakin tebal akan mengakibatkan berkurangnya difusi oksigen ke lapisan biofilm yang
dibawahnya hal ini mengakibatkan terciptanya lingkungan anaerob pada lapisan biofilm bagian atas (Metcalf and
Eddy, 1991).
Pertumbuhan mikrooorganisme akan terus berlangsung pada slime yang sudah terbentuk sehingga
ketebalan slime bertambah. Difusi makanan dan O2 akan berlangsung sampai ketebalan maksimum. Pada kondisi
ini, makanan dan O2 tidak mampu lagi mencapai permukaan padat atau bagian terjauh dari fase cair. Hal ini
menyebabkan lapisan biomassa akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu lapisan aerob dan lapisan anaerob. Jika
lapisan biofilm bertambah tebal maka daya lekat mikroorganisme terhadap media penyangga tidak akan kuat
menahan gaya berat lapisan biofilm dan akan terjadi pengelupasan lapisan biomassa. Koloni mikroorganisme
yang baru sebagai proses pembentukan lapisan biofilm akan terbentuk pada bagian yang terkelupas ini.
Pengelupasan dapat juga terjadi karena pengikisan berlebihan cairan yang mengalir melalui biofilm. Senyawa
polutan yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), amoniak, phospor dan lainnya
akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat yang
bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah
menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya dengan
cara kontak dengan udara luar dengan aliran balik udara, atau dengan menggunakan blower udara atau pompa
sirkulasi (Viessman and Hamer, 1985 ; Hikami, 1992).
4. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
102
Jika lapisan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam
kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi
anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar
maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam
biofilm. Selain itu pada zona aerobik nitrogen–amoniak akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan selanjutnya
pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena di
dalam sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan maka dengan sistem
tersebut maka proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah.
Pada proses aerobik efisiensi akan menurun dengan bertambahnya ketebalan lapisan mbofilm dan
semakin tebalnya lapisan anaerob. Walaupun lapisan biomassa mempunyai ketebalan beberapa milimeter tetapi
hanya lapisan luar setebal 0,05-0,15 mm yang merupakan lapisan aerob. Hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya menegaskan bahwa penghilangan substrat oleh lapisan mikroba akan bertambah secara linier
dengan bertambahnya ketebalan film sampai dengan ketebalan maksimum, dan penghilangan tetap konstan
dengan bertambahnya ketebalan lebih lanjut (Winkler,1981). Ketebalan lapisan aerob diperkirakan antara 0,06 –
2 mm, sedangkan ketebalan kritis berkisar antara 0,07 – 0,15 mm yang tergantung pada konsentrasi substrat
(Winkler, 1981).
Fenomena modeling biofilm umumnya diasumsikan sebagai biofilm homogen dengan ketebalan dan
kerapatan masa mikro-organisme yang homogen dan konstan. Hal ini di dalam kenyataanya tidak selalu
demikian (Christensen,1988). Sampai saat sedikit sekali informasi tentang faktor yang dapat mempengaruhi
bentuk biofilm seperti kerapatan dari biomasa. Sampai saat ini kemampuan untuk memperkirakan ketebalan
biofilm adalah masih sangat terbatas. Sebagai konsekuensinya kontrol ketebalan dalam reaktor biofilm masih
berdasarkan pada penelitian murni secara empiris (Arvin and Harremoes, 1990).
Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses
anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi
anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan
untuk menghilangan kandungan nitrogen di dalam air limbah. Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi
yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4
+
NO3 ) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses
denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3 N2 ).
Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau biofilter tercelup dilakukan dengan cara
mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya diisi dengan media penyangga untuk
pengebangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi. Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian
udara atau oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air. Arvin dan Harremoes (1990) telah
mengembangakn model reaksi biokimia (reaksi redoks) yang terjadi di dalam biofilm sebagai fungsi beban
substrat. Di dalam lapisan biofilm tersebut terdapat empat zona atau lapisan yang menggambarkan kondisi reaksi
redoks yang ada di dalam biofilm, yaitu zona aerobik, zona micro-aerophilic, zona fakultatif anaerobik serta
zona anaerobik.
Lapisan yang paling luar adalah zona aerobik dimana terjadi reaksi oksidasi heterotrophik terhadap zat
organik, reaksi nitrifikasi dan oksidasi sulfida. Dibawah lapisan aerobik terdapat lapisan atau zona micro-
aerophilic dimana terjadi reaksi denitrifikasi dan reaksi fermentasi zat organik. Dibawah lapisan micro-aerophilic
terdapat zona atau lapisan fakultatif anaerobik dimana didalam zona tersebut terjadi reaksi reduksi sulfat dan
reaksi fermentasi organik. Lapisan yang paling bawah yang berbatasan dengan media penyangga adalah zona
anaerobik dimana terjadi reaksi fermentasi zat organik dan reaksi metanogenesis.
Di dalam tiap lapisan biofilm tersebut terdapat beberapa grup mikroorganisme yang berbeda tergantung
dari tingkat kompetisi pertumbuhannya di dalam lapisan biofilm. Selain itu ketebalan lapisan biofilm serta
kondisi di dalam lapisan biofilm tergantung dari konsentrasi substrat yang ada di dalam air. Untuk konsentrasi
substrat yang rendah misalnya konsentrasi zat organik rendah, maka ketebalan lapisan biofilm pada permukaan
media sangat tipis dan zona yang ada di dalam biofilm hanya terdapat zona aerobik dan reaksi yang terjadi
didominasi oleh reaksi nitrifikasi. Walaupun prosesnya secara aerobik, ketebalan lapisan atau zona aerobik di
dalam biofilm hanya sekitar 0,1 – 0,2 mm (Viessman and Hamer, 1985).
Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah, misalnya senyawa organik (BOD, COD), amoniak, fosfor
dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium. Pada saat
yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilkan akan diubah
menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada
sistem biofilter, yakni dengan cara menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi.
Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam
kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi
anaerobik. Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S, dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar,
5. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
103
maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam
biofilm.
Selain itu, pada zona aerobik amonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan selanjutnya pada zona
anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Karena di dalam sistem
bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan, maka dengan sistem tersebut proses
penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah.
Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air. Media biofilter yang digunakan secara umum
dapat berupa bahan material organik atau bahan material anorganik. Untuk media biofilter dari bahan organik
misalnya dalam bentuk tali, bentuk jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan (plate),
bentuk sarang tawon dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan anorganik misalnya batu pecah (split),
kerikil, batu marmer, batu tembikar, batu bara (kokas) dan lainnya.
Beberapa cara yang sering digunakan antara lain aerasi samping, aerasi tengah (pusat), aerasi merata
seluruh permukaan, aerasi eksternal, aerasi dengan “air lift pump”, dan aersai dengan sistem mekanik. Masing-
masing cara mempunyai keuntungan dan kekurangan. Sistem aerasi juga tergantung dari jenis media maupun
efisiensi yang diharapkan. Penyerapan oksigen dapat terjadi disebabkan terutama karena aliran sirkulasi atau
aliran putar kecuali pada sistem aerasi merata seluruh permukaan media (Hikami,1992).
Di dalam proses biofilter dengan sistem aerasi merata, lapisan mikroorganisme yang melekat pada
permukaan media mudah terlepas, sehingga seringkali proses menjadi tidak stabil. Tetapi di dalam sistem aerasi
melalui aliran putar, kemampuan penyerapan oksigen hampir sama dengan sistem aerasi dengan menggunakan
difuser, oleh karena itu untuk penambahan jumlah beban yang besar sulit dilakukan. Berdasarkan hal tersebut
diatas belakangan ini penggunaan sistem aerasi merata banyak dilakukan karena mempunyai kemampuan
penyerapan oksigen yang besar.
Jika kemampuan penyerapan oksigen besar maka dapat digunakan untuk mengolah air limbah dengan
beban organik (organic loading) yang besar pula. Oleh karena itu diperlukan juga media biofilter yang dapat
melekatkan mikroorganisme dalam jumlah yang besar. Biasanya untuk media biofilter dari bahan anaorganik,
semakin kecil diameternya luas permukaannya semakin besar, sehinggan jumlah mikroorganisme yang dapat
dibiakkan juga menjadi besar pula.
Jika sistem aliran dilakukan dari atas ke bawah (down flow) maka sedikit banyak terjadi efek filtrasi
sehingga terjadi proses peumpukan lumpur organik pada bagian atas media yang dapat mengakibatkan
penyumbatan. Oleh karena itu perlu proses pencucian secukupnya. Jika terjadi penyumbatan maka dapat terjadi
aliran singkat (short pass) dan juga terjadi penurunan jumlah aliran sehingga kapasitas pengolahan dapat
menurun secara drastis.
4.2 Pengolahan Air Limbah Proses Biofilter Anaerob Aerob
Pengolahan air limbah dengan proses Biofilter Anaerob-Aerob adalah proses pengolahan air limbah
dengan cara menggabungkan proses biofilter anaerob dan proses biofilter anaerob. Dengan mengunakan proses
biofilter anaerob, polutan organik yang ada di dalam air limbah akan terurai menjadi gas karbon dioksida dan
methan tanpa menggunakan energi (blower udara), tetapi amoniak dan gas hidrogen sulfida (H2S) tidak hilang.
Oleh karena itu jika hanya menggunakan proses biofilter anaerob saja hanya dapat menurunkan polutan organik
(BOD, COD) dan padatan tersuspensi (TSS). Agar supaya hasil air olahan dapat memenuhi baku mutu maka air
olahan dari proses biofilter anaerob selanjutnya diproses menggunakan biofilter aerob. Dengan proses biofilter
aerob polutan organik yang masih tersisa akan terurai menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan air (H2O),
amoniak akan teroksidasi menjadi nitrit selanjutnya akan menjadi nitrat, sedangkan gas H2S akan diubah menjadi
sulfat. Dengan menggunakan proses biofilter anaerob-aerob maka akan dapat dihasilkan air olahan dengan
kualitas yang baik dengan menggunakan konsumsi energi yang lebih rendah.
Seluruh air limbah dialirkan masuk ke bak pengumpul atau bak ekualisasi, selanjutnya dari bak ekualisasi
air limbah dipompa ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik
tersuspensi. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai
senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur (sludge digestion) dan penampung lumpur. Air
limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke reaktor biofilter anaerob. Di dalam reaktor biofilter
anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon. Reaktor biofilter anaerob terdiri dari
dua buah ruangan. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau
fakultatif aerobik. Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-
organisme. Mikro-organisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak
pengendap.
6. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
104
Tabel 1. Kriteria Perencanaan Biofilter Anaerob-Aerob (Said, 2017)
Air limpasan dari reaktor biofilter anaerob dialirkan ke reaktor biofilter aerob. Di dalam reaktor biofilter
aerob ini diisi dengan media dari bahan plastik tipe sarang tawon, sambil diberikan aerasi atau dihembus dengan
udara sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta
tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-
orgainisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut
dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga
efisiensi penghilangan amonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact
Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak pengendap akhir sebagian air limbah
dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur.
BIOFILOTER ANAERON-AEROB
Flow Diagram Proses
Parameter Perencanaan :
Bak Pengendapan Awal Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata = 3-5 Jam
Beban permukaan = 20 – 50 m3
/m2
.hari. (JWWA)
Biofilter Anaerob : Beban BOD per satuan permukaan media (LA) = 5 – 30 g BOD /m2
. Hari.
(EBIE Kunio., “ Eisei Kougaku Enshu “, Morikita shuppan kabushiki
Kaisha, 1992.
Beban BOD 0,5 - 4 kg BOD per m3
media
Waktu tinggal total rata-rata = 6-8 jam
Tinggi ruang lumpur = 0,5 m
Tinggi Bed media pembiakan mikroba = 0,9 -1,5 m
Tinggi air di atas bed media = 20 cm
Biofilter Aerob : Beban BOD per satuan permukaan media (LA) = 5 – 30 g BOD /m2
. Hari.
Beban BOD 0,5 - 4 kg BOD per m3
media
Waktu tinggal total rata-rata = 6 - 8 jam
Tinggi ruang lumpur = 0,5 m
Tinggi Bed media pembiakan mikroba = 1,2 m
Tinggi air di atas bed media = 20 cm
Bak Pengendap Akhir Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata = 2- 5 Jam
Beban permukaan (surface loading) rata-rata = 10 m3
/m2
.hari
Beban permukaan = 20 –50 m3
/m2
.hari. (Nihon Gesuidou Kyoukai
(JWWA), 1984)
Ratio Sirkulasi (Recycle
Ratio)
25 – 50 %
Media Pembiakan Mikroba :
Tipe Sarang Tawon (crss flow).
Material PVC sheet
Ketebalan 0,15 – 0,23 mm
Luas Kontak Spsesifik 150 – 226 m2
/m3
Diameter lubang 2 cm x 2 cm
Berat Spesifik 30 -35 kg/m3
Porositas Rongga 0,98
7. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
105
Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak biokontrol dan selanjutnya dialirkan ke bak
kontaktor khlor untuk proses disinfeksi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan
senyawa khlor untuk membunuh mikro-organisme patogen. Air olahan/efluen, yakni air yang keluar setelah
proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan
aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), amonia, deterjen, padatan tersuspensi (SS),
phospat dan lainnya. Kriteria perencanaan biofilter anaerob-aerob dapat dilihat pada Tabel 1
4.3 Aplikasi Teknologi Biofilter Anaerob-Aerob Untuk pengolahan Air Limbah Rumah Sakit
4.3.1 Proses Pengolahan
Diagram proses pengolahan air limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob dan membrane bioreactor
(MBR) apat dilihat pada Gambar 1. Seluruh air limbah yang berasal dari beberapa proses kegiatan rumah sakit
dialirkan melalui saluran pembuang ke bak pengumpul.Air limbah yang berasal dari dapur (kantin)dialirkan ke
bak pemisah lemak (grease trap) dan selanjutnya dialirkan ke bak pengumpul. Air limbah yang berasal dari
kegiatan laundry dialirkan ke bak pengolahan awal untuk menghilangkan busa, selanjutnya dialirkan ke bak
pengumpul. Air limbah yang berasal dari limbah domestik non-toilet dialirkan ke bak kontrol dan selanjutnya
dialirkan ke bak pengumpul.Air limbah toilet dialirkan ke tangki septik, selanjutnya air limpasannya (overflow)
dialirkan ke bak pengumpul.
Air limbah yang berasal dari laboratorium dialirkan ke proses pengolahan awal dengan cara pengendapan
kimia dan air olahannya dialirkan ke bak pengumpul. Dari bak pengumpul air limbah dipompa ke bak pemisah
lemak atau minyak. Bak pemisah lemak tersebut berfungsi untuk memisahkan lemak atau minyak yang masih
tersisa serta untuk mengendapkan kotoran pasir, tanah atau senyawa padatan yang tak dapat terurai secara
biologis. Selanjutnya limpasan dari bak pemisah lemak dialirkan ke bak ekualisasi yang berfungsi sebagai bak
penampung limbah dan bak kontrol aliran. Air limbah di dalam bak ekualisasi selanjutnya dipompa ke unit
IPAL.
Di dalam unit IPAL tersebut, pertama air limbah dialirkan masuk ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran organik tersuspesi. Selain sebagai bak pengendapan, juga
berfungasi sebagai bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion (pengurai lumpur)
dan penampung lumpur. Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob
(biofilter Anaerob) dengan arah aliran dari atas ke bawah. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan
media khusus dari bahan plastik tipe sarang tawon. Jumlah bak kontaktor anaerob terdiri dari dua buah ruangan.
Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau fakultatif aerobik.
Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikroorganisme.
Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.
Air limbah dari bak kontaktor (biofilter) anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak
kontaktor aerob ini diisi dengan media khusus dari bahan plastik tipe sarang tawon, sambil diaerasi atau
dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air
limbah serta tumbuh dan menempel pada permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan
mikroorganisme yang tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal
tersebut dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga
efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di namakan Aerasi Kontak (Contact
Aeration).
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak sebagian air limbah dipompa kembali
ke bagian inlet bak pengendap awal dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow)
dialirkan ke flow meter dan selajutnya dialirkan ke khlorinator untuk membunuh mikroorganisme patogen dan
setelah melalui khlorinator air dibuang ke saluran umum. Sebagian air olahan dari bak pengendap akhir dialirkan
ke bak bioindikator yang diisi ikan, dan air limpasan dialirkan ke khlorinator. Di dalam bak kontaktor khlor ini
air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat
langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan aerob tersebut selain
dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), amoniak, padatan tersuspensi (SS), phospat dan lainnya.
Untuk proses pengolahan daur ulang, air limbah hasil olahan dari proses biofilter Anaerob-Aerob
dialirkan ke bak biokontrol. Air hasil olahan tersebut sebagian diolah lebih lanjut untuk digunakan kembali,
sedangkan sisanya (over flow) dibuang ke saluran umum.
Air limbah dari bak biokontrol dipompa ke unit instalasi daur ulang dengan menggunakan Membrane
Bioreactor (MBR). MBR merupakan gabungan proses lumpur aktif dengan penyaringan menggunakan membran
ultrafiltrasi, yang dilakukan dalam satu reaktor yang disebut membran bioreaktor (MBR). Membran ultrafiltrasi
yang digunakan adalah tipe vacum flat membrane dari bahan Polyvinyldene Fluoride dengan diameter pori
sekitar 0,1 mikron. Reaktor MBR mempunyai keunggulan selain dapat menurunkan polutan organik terlarut juga
dapat menghilangkan partikel padatan tersuspensi (TSS) dengan sangat efektif.
8. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
106
Gambar 1. Diagram Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob Dilanjutkan Dengan
Proses MBR. (Kapasitas IPAL Biofilter 200 m3
per hari dan Kapasitas MBR 40 m3
per hari)
4.3.2 Hasil Sampling Kualitas Air Olahan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob
Hasil analisa kualitas air olahan IPAL biofilter anaerob-aerob dan air olahan unit MBR secara lengkap
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Dari hasil pengujian kualitas air olahan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob
dan air olahan unit MBR (outlet MBR) di laboratorium, dapat dilihat bahwa air olahan IPAL biofilter anaerob-
aerob kualitasnya sudah memenuhi baku mutu sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia NOMOR : KEP-58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan
Rumah Sakit, maupun memenuhi baku mutu baku mutu air limbah domestik sesuai dengan Permen LHK No:
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016. Jika dilakukan pengolahan lanjutan dengan proses MBR kualitas air
olahannya sudah memenuhi standart air bersih (Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990).
Tabel 2. Hasil Analisa Kualitas Air Olahan IPAL Biofilter Anaerob-Aerob
PARAMETER SATUAN
KADAR
MAKSIMU
M
INLET BIOFILTER OUTLET BIOFILTER
FISIKA
Suhu (o
C) 30 26,1 26,2
KIMIA
pH (-) 6 - 9 7,2 7,41
BOD5 (mg/l) 30 93,0 17,3
COD (mg/l) 80 112 64
TSS (mg/l) 30 28,5 16
NH3, Bebas (mg/l) 0,1 0,3 < 0,01
PO4 (mg/l) 2 1,4 0,53
MIKROBIOLOGIK
Total Koliform MPN/100mL 10.000 >1600 9
Baku Mutu : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia NOMOR : KEP-
58/MENLH/12/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
9. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
107
Tabel 3. Hasil Analisa Kualitas Air Olahan Outlet MBR
No. PARAMETER SATUAN BAKU MUTU OUTLET MBR
A. FISIKA
1 Bau - Tdk berbau Tdk berbau
2 Rasa - Normal Normal
3 Warna Pt-Co 50 4
4 Kekeruhan NTU 25 1
5 Zat Padat Terlarut (TDS) mg/l 1500 254
B. KIMIA
1 pH (26 0
C) - 6,5-8,5 8,5
2 Zat Organik (KmnO4) mg/l 10 0,3
3 Nitrat (NO3-N) mg/l 10 6,8
4 Nitrit (NO2-N) mg/l 1,0 0,024
5 Sulfat (SO4) mg/l 400 70,9
6 Khlorida (Cl-
) mg/l 600 31,6
7 Flourida (F) mg/l 1,5 0,33
8 Sianida (CN) mg/l 0,1 < 0,005
9 Besi (Fe) mg/l 1,0 < 0,003
10 Mangan (Mn) mg/l 0,5 < 0,003
11 Kromium (Cr) mg/l 0,05 < 0,01
12 Selenium (Se) mg/l 0,01 < 0,002
13 Seng (Zn) mg/l < 0,00851
14 Timbal (Pb) mg/l 0,05 < 0,00451
15 Kadmium(Cd) mg/l 0,005 < 0,00018
16 Air Raksa (Hg) mg/l 0,001 < 0,0005
17 Arsen (As) mg/l 0,05 < 0,005
18 Surfaktan (MBAS) mg/l 0,5 < 0,01
19 Kesadahan Total (CaCO3) mg/l 500 86,5
C. MIKROBIOLOGI
1 Kabteri Koli (Coliform) MPN/100ml 50 39
Keterangan : Baku Mutu Air Bersih Permenkes No.416/MENKES/PER/IX/1990
< = lebih kecil
5. PENUTUP
Dari hasil uji coba di lapangan, pengolahan air limbah domestik menggunakan teknologi biofilter
anaerob-aerob dapat menurunkan konsentrasi BOD, COD, amoniak maupun padatatan tersuspensi (SS) sampai
memenuhi baku mutu air limbah domestik sesuai dengan Permen LHK Nomor
P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016. Teknologi biofilter anaerob-aerob dapat digunakan sebagai salah satu
alternatif untuk pengolahan air limbah domestik di Indonesia. Beberapa keunggulan proses pengolahan air
limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni operasional dan perawatannya mudah, biaya operasinya
rendah dibandingkan dengan proses lumpur aktif, lumpur yang dihasilkan relatif sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1984. Gesuidou Shissetsu Sekkei Shisin to Kaisetsu, Nihon Gesuidou Kyoukai (JWWA),
Anonim, 2016. Peraturam Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor P.68/Menlhk/Setjen/
Kum.1/8/2016 tentang Baku mutu Air Limbah Domestik.
Arvin, E., and P. Harremoes. 1990. Concepts and Models for Biofilm Reactor Performance, Water Science and
Technology. Vol. 22, No. 1/2. P.171-192.
Bitton G. 1994. Wastewater Microbiology. Wiley-Liss, New York.
Ebie Kunio and Ashidate Noriatsu 1992. Eisei Kougaku Enshu - Jousuidou To Gesuidou. Morikita Publishing ,
Tokyo, Japan.
Grady, C.P.L and Lim, H.C. 1980. Biological Wastewater Treatment. Marcel Dekker Inc. New York.
Hikami, Sumiko. 1992. Shinseki rosohou ni yoru mizu shouri gijutsu (Water Treatment with Submerged Filter)
Kougyou Yousui No.411, 12.
JICA, 1990. The Study On Urban Drainage and Waste Water Disposal Project In The City Of Jakarta, 1990
Mara, Duncan. 2004. Domestic Wastewater Treatment Developing Countries. Published by Earthscan in the
UK and USA in 2004.
10. Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018
108
Metclaf And Eddy. 1991. Waste Water Engineering, Mc Graw Hill.
PD. PAL JAYA 1995. Pekerjaan Penentuan Standard Kualitas Air Limbah Yang Boleh Masuk Ke Dalam
Sistem Sewerage PD PAL JAYA. Dwikarasa Envacotama-PD PAL JAYA.
Said, Nusa Idaman, 2017. Teknologi Pengolahan Air Limbah - Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Viessman W, JR., Hamer M.J. 1985. Water Supply And Polution Control . Harper & Row, New York.
Winkler, M.A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. John Willey and Sons, New York.