Hadits ini menjelaskan bahwa perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam akan ditolak. Ia menyebutkan bahwa siapa saja yang memperkenalkan atau mengamalkan hal-hal baru dalam agama yang tidak berasal dari ajaran Nabi Muhammad saw maka perbuatan tersebut akan ditolak.
1. ُ
سِما َ
الخ ُ
ث ْيِد َ
الح
Amal-amal Perbuatan
yang Tidak Termasuk
Perintah Allah
3.1.1.05.006
2. Pembagian Pembahasan
Ibnu Rajab membagi pembahasan hadits
5 dan hadits 28 sebagai berikut:
Pembahasan tentang hal-hal baru (bid'ah)
akan diletakkan di pembahasan hadits Al-
Irbadh bin Sariyah (Hadits 28)
Sedang di sini (Hadits 5), kita
membicarakan amal-amal perbuatan
yang tidak termasuk perintah Allah
Ta'ala
3. Tujuan Umum Maddah Hadits
Memperkuat hubungan dengan sunnah
Rasulullah saw, atas dasar pemahaman,
kecintaan dan hasrat mempelajarinya;
Memiliki hubungan dengan taujihatnya;
Mengamalkan hukum-hukumnya atas
dasar pemahaman yang benar dan tujuan-
tujuannya yang sesuai dengan waktu dan
tempat serta menjadikan sebagai rujukan
pada setiap saat terjadi perselisihan
4. Tujuan Kognitif Maddah Hadits
1. Memahami uslub, cara dakwah Rasulullah saw
2. Memahami pokok-pokok penting yang digunakan
Rasulullah saw dalam membina jamaah muslimah.
3. Memahami bahwa hadits Rasulullah saw merupakan
madrasah fikriyah, khuluqiyah wa ta’limiyah.
4. Memahami metode Nabi dalam tarbiyah dan penyiapan
individu muslim dan jamaah muslimah.
5. Memahami bahwa adab berinteraksi dengan Al-Qur'an
sama dengan adab berinteraksi dengan hadits
6. Memahami dengan baik dan benar beberapa hadits
Nabi.
7. Memahami sejarah ulama hadits dan para perawinya
serta beberapa kitab hadits
5. Tujuan Psikomotorik Maddah
Hadits
1. Memiliki Adab dalam membaca Al-Hadits
2. Banyak membaca sholawat atas nabi saw
3. Memiliki adab dihadapan para ulama dan guru
4. Termotivasi mengajarkan manusia terhadap ajaran agama
mereka
5. Komitmen terhadap ibadah dan sunnah tanpa ada
dikurangi dan dilebihkan
6. Menjauhi perkara yang syubhat
7. Waspada dari tergelincir pada kekufuran
8. Membersihkan hati dari kotoran yang merusak
9. Nasehat hanya milik Allah, Rasul-Nya, para pemimpin islam
dan umat islam
10. Menjauhi diri bergelut pada permasalahan yang tidak
berujung dan mengarah pada perselisihan serta
menghindar dari perdebatan
6. Tujuan Kognitif Hadits 5
1. Menghafal hadits sanad dan matannya
2. Menjelaskan makna hadits
3. Menjelaskan hubungan antara hadits
dengan yang pertama : “Innamal a’amalu
binniyat…”
4. Menjelaskan apa yang dapat diambil dari
hadits yang berhubungan dengan fiqh
disertai dengan contoh
5. Mengaplikasikan apa yang telah dipahami
dari fiqh hadits pada bebarapa amal da’wah
6. Mengambil intisari nilai-nilai dan hakekat
tarbawiyah dari hadits tersebut
7. Kegiatan Pendukung
1. Menghafal hadits dari sanad, matannya lalu menyimaknya
2. Mengadakan perlombaan guna mengetahui tingkat
keshahihan hadits dan mentakhrijnya
3. Mengumpulkan hadits yang memiliki hubungan dengan
hadits yang telah ditetapkan dan menghafalnya
4. Membuat majalah dinding yang memuat hadits-hadits nabi
5. Menulis Hadits-hadits nabi dan menempelnya dimajalah
dinding
6. Memotivasi anak untuk menghafal hadits dan
memberikannya hadiah
7. Melakukan murajaah hafalan hadits dengan hafalan dan
pemahaman bersama anggota keluarganya
8. Menguraikan hadits yang difahami secara sederhana atau
singkat dihadapan para jamaah masjid
9. Haji bagi yang tidak untuk berhaji dan meninggal atau
karena sakit yang permanent
8. Hadits5
َشِئاَع ِ ه
اَّلل ِدْبَع ِ
مُا َ
ينِنِمْؤُم
ْ
ال ِ
مُا ْ
نَع
ْ
ت
َ
الَق ،اَهْنَع ُ ه
اَّلل َي ِ
ضَر َة
:
َ
الَق
:
ِ ه
اَّلل ُ
ولُسَر
"
ُهَف ُهْنِم َ
سْي
َ
لاَما َذَه اَنِرْمَا يِف َ
ث َدْحَا ْ
نَم
ٌَّر َو
."
رقم ُّيِارَخُب
ْ
ال ُاهَوَر
:
2697
ٌمِلْس ُمَو ،
رقم
:
1718
.
ٍ
مِلْسُمِل ٍةَايَوِر يِفَو
":
َ
ل
ا
ًلَمَع َ
لِمَع ْ
نَم
َر َوُهَف اَنُرْمَا ِهْيَلَع َ
سْي
ٌّ
“
"Barangsiapa menciptakan hal-hal baru dalam urusan kami yang
tidak berasal dari-Nya, ia tertolak". (HR. Bukhari-Muslim). Di
riwayat Muslim, "Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang
tidak atas dasar urusan kami, amalan tersebut tertolak".
9. Takhrij Hadits 5
Hadits di atas diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim di
Shahih-nya masing-masing dari Al-Qasim bin
Muhammad dari bibinya (dari jalur ayah), Aisyah
Radhiyallahu Anha.
Diriwayatkan Al-Bukhari hadits nomer 2697 dan Muslim hadits
nomer 1718.
Hadits tersebut juga diriwayatkan Imam Ahmad 6/73, 240, 270,
Abu Daud hadits nomer 4606, dan Ibnu Majah hadits nomer 14.
Hadits tersebut dishahihkan Ibnu Hibban hadits nomer 26-27.
Redaksi hadits tersebut tidak sama, namun maknanya
mirip
Takhrij hadits tersebut secara lengkap, silahkan baca
buku tersebut.
11. Makna kata-kata
((
أ َهذ اَنِرْمَأيِف َ
ث َدْحَأ ْ
نَم
)) : Siapa yang mengadakan hal-
hal baru dalam urusan agama ini atau
memasukkannya ke dalam syariat Nabi
Muhammad saw
((
ُِِِْم َ
سْْ
َ
ل اَم
)) : apa saja yang bukan bagian dari
Islam
((
دَر َوُهَف
)) : maka ia tertolak.
Apakah mereka mempunyai sembahan-
sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka dalam agama ini apa saja yang
tidak diizinkan Allah? (Asy-Syura (42): 21).
13. Hubungan antara Hadits 1 dan 5
Hadits 1adalah syarat batiniah diterimanya
amal
Sedangkan hadits 5 adalah syarat
lahiriyah amal
Siapa saja yang menciptakan hal-hal baru
dalam agama yang tidak izinkan oleh Allah
dan Rasul-Nya, maka bukanlah termasuk
perkara agama sedikit pun
14. Hadits Al-Irbadh bin Sariyah
(Hadits 28)
َ
الَق ُهْنَع ُ ه
اَّلل َي ِ
ضَر َةَيِارَس ِ
نْب ِ
اضَبْر ِع
ْ
ال ِ
نَع
:
«
َع ُ ه
اَّللىهلَص ِ ه
اَّلل ُ
ولُسَراَنَظَعَو
َمهلَسَو ِهْيَل
ْ
الاَهْنِم ْ
تَفَر َذَو، ُ
وبُلُق
ْ
الاَهْنِم ْ
تَلَجَو،اةَظِعْوَم
اَن
ْ
لُقَف ، ُ
ونُي ُع
:
َاَك،ِ ه
اَّلل َ
ولُسَراَي
اَههن
َ
الَق،اَن ِ
ص ْوَاَف، ٍ
عٌَِّوُم ُةَظِعْوَم
:
ىَوْقَتِب ْمُيك ِ
وصُا
َاَت ْ
نِاَو ، ِةَاعهالطَو ِ
عْمهالسَو،ِ ه
اَّلل
ْمُكْيَلَع َرهم
ْاخ ىَرَيَسَف ي ِد ْعَب ْمُكْنِم ْ
ش ِعَي ْ
نَم ُههنِاَف ، ٌدْبَع
ِتهنُسِب ْمُكْيَل َعَف ،اايرِث َكااف
َ
ًلِت
ِةهنُسَوي
، ِذ ِ
اجَوهالنِباَهْيَلَعواُّضَع، َ
ين ِد ِ
اشهالر ِاءَفَلُخ
ْ
ال
َو
ُك ه
نِاَف،ِروُمُ ْ
اإل ِ
اتَث َدْحُمَو ْمُاكهيِا
ٍةَع ْدِب ه
ل
ٌة
َ
ل
َ
ًلَض
»
ٌ
يث ِدَح َ
الَقَو ، ُّي ِذِمْرِالتَو ٌَّ ُاوٌَّوُبَا ُاهَوَر
ٌ
نَسَح
ٌيح ِ
حَص
"Barangsiapa hidup sepeninggalku, ia akan melihat perselisihan yang
banyak. Oleh karena itu, hendaklah kalian berpegang teguh kepada
Sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin, yang mendapat petunjuk
sepeninggalku. Gigitlah Sunnah tersebut dengan gigi geraham. Dan
jauhilah hal-hal baru yang diada-adakan (bid'ah), karena hal-hal baru
adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah kesesatan‘
15. Kandungan Hadits 5
Tekstual hadits menunjukkan bahwa
seluruh amal perbuatan yang tidak
termasuk urusan Allah dan Rasul-Nya
adalah tertolak.
Sedang kontekstualnya menunjukkan
bahwa semua amal perbuatan yang
sesuai dengan urusan Allah dan Rasul-
Nya itu tidak tertolak
16. Maksud ا َنِر ْ
م َ
ا
Yang dimaksud dengan kata URUSAN pada
hadits di atas ialah agama dan syariat
Rasulullah SAW, seperti yang dimaksudkan
hadits beliau di riwayat lain, "Barangsiapa
menciptakan hal-hal baru dalam urusan kita
yang tidak berasal darinya, ia tertolak".
Jadi, makna hadits di atas bahwa
ْ
نَم
ادِيَقَتُم َ
سْي
َ
ل ِ
عْرهالش ِ
نَعااجِارَخ ُهُلَمَع َ
انَك
ٌٌّوٌُّْرَم َوُهَف ، ِ
عْرهالشِبا
barangsiapa amal perbuatannya keluar dari syariat
dan tidak terikat dengannya, maka tertolak
18. ا َن ُ
ر ْ
م َ
ا ِه ْي َ
ل َ
ع َ
س ْي َ
ل
"Yang tidak termasuk urusan kami", adalah
isyarat bahwa
seluruh amal perbuatan manusia harus berjalan di
bawah hukum-hukum syariat dan
hukum-hukum syariat dengan perintah dan
larangannya, menjadi penguasa atasnya.
Jadi,
barangsiapa amal perbuatannya berjalan di bawah
hukum-hukum syariat dan sinkron dengannya, amal
perbuatan tersebut diterima.
Sedang barangsiapa amal perbuatannya keluar dari
hukum-hukum syariat, maka tertolak
19. Pembagian Amal
Amal perbuatan terbagi ke dalam dua
bagian;
Pertama, ibadah.
Kedua, muamalah
Dua jenis amal itulah yang akan dijelaskan
di materi hadits 5 ini:
manakah ibadah dan muamalah yang
masuk kategori TERTOLAK?
20. Ibadah
Adapun ibadah
jika salah satu dari ibadah keluar total dari hukum
Allah dan Rasul-Nya, ibadah tersebut ditolak dari
pelakunya dan pelakunya masuk dalam firman Allah
Ta'ala, "Apakah mereka mempunyai sembahan-
sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (Asy-
Syura: 21)
Contoh-contohnya akan dijelaskan
kemudian
21. Muamalah
Contoh-contoh muamalah yang tertolak
akan diuraikan setelah penjelasan ibadah
Ini memerlukan pembahasan yang lebih
panjang karena perkembangan muamalah
di antara manusia
23. Ibadah yang Tertolak
َ
ل ٍ
لَم َعِب ِ ه
اَّللى
َ
لِا َ
بهرَقَت ْ
نَمَف
ُسَرَو ُ ه
اَّلل ُه
ْ
ل َعْجَي ْم
ى
َ
لِا اةَبْرُق ُه
ُ
ول
ٌٌّوٌُّْرَم ٌ
ل ِ
اطَب ُهُلَم َعَف،ِ ه
اَّلل
َلَع
ِهْي
Barangsiapa bertaqarrub kepada Allah
dengan amal perbuatan yang tidak dijadikan
Allah dan Rasul-Nya sebagai taqarrub
kepada Allah, amal perbuatan tersebut batil
dan tertolak
24. Contoh-contoh Ibadah yang
Tertolak
Orang-orang yang shalat di samping Baitullah
dalam bentuk siulan dan tepuk tangan
Orang yang bertaqarrub kepada Allah Ta'ala
dengan
mendengar hiburan, atau
dansa, atau
membuka tutup kepala di selain ihram, dan
bid'ah-bid'ah lain yang tidak disyariatkan Allah dan
Rasul-Nya sebagai bentuk taqarrub kepada-Nya
25. Kasus-kasus yang Terjadi
1. Taqarrub di salah satu ibadah tidak menjadi taqarrub di
ibadah lainnya secara mutlak
2. Taqarrub dengan suatu bentuk ibadah yang dilarang
secara khusus
3. Mengerjakan amal perbuatan yang pada asalnya
disyariatkan dan merupakan taqarrub, kemudian
dimasukkan kepadanya sesuatu yang tidak
disyariatkan, atau tidak mengerjakan sesuatu yang
disyariatkan
4. Seseorang menambahkan sesuatu yang tidak
disyariatkan kepada sesuatu yang disyariatkan
26. Kasus 1
Taqarrub di Salah Satu Ibadah Tidak Menjadi Taqarrub
di Ibadah Lainnya Secara Mutlak
Orang yang bernadzar untuk berdiri dan tidak
berteduh selama Nabi SAW berkhutbah (khutbah
Jum’at) untuk mengagungkan khutbah beliau
Nabi SAW memerintahkan orang tersebut duduk,
berteduh, dan meneruskan puasa
Beliau tidak menjadikan berdirinya orang tersebut di
bawah terik matahari sebagai taqarrub yang bisa
menyempurnakan nadzarnya
Padahal berdiri adalah ibadah di moment lain, seperti di
shalat, adzan, berdoa di Arafah, dan berjemur di bawah
terik matahari bagi orang yang sedang ihram
27. Kasus 2
Taqarrub dengan Suatu Bentuk Ibadah
yang Dilarang Secara Khusus
orang berpuasa pada Hari Raya
mengerjakan shalat di waktu terlarang
28. Kasus 3
Mengerjakan Amal Perbuatan yang pada Asalnya
Disyariatkan dan Merupakan Taqarrub, Kemudian
Dimasukkan Kepadanya Sesuatu tang Tidak
Disyariatkan, atau Tidak Mengerjakan Sesuatu yang
Disyariatkan
Keduanya bertentangan dengan syariat
Adapun tentang “tidak mengerjakan sesuatu yang
disyariatkan”, maka kadar penentangannya
sesuai dengan apa yang tidak ia kerjakan di dalamnya atau
sesuai dengan pemasukan sesuatu yang tidak berasal darinya
ke dalamnya
Namun apakah amal perbuatannya pada asalnya
tertolak atau tidak?
Amal perbuatan tersebut tidak bisa dikatakan tertolak
atau diterima secara mutlak, namun harus dikaji
29. Dua Keadaan
Jika orang tersebut tidak mengerjakan bagian-bagian amal
perbuatan atau syarat-syaratnya yang mengharuskan batalnya
amal perbuatan tersebut dalam syariat
seperti orang yang tidak bersuci untuk shalat padahal ia sanggup atau seperti
orang yang tidak mengerjakan ruku' atau sujud atau thuma'ninah di shalat
maka
amal perbuatan orang tersebut tertolak dan
ia harus mengulangi shalatnya jika shalat tersebut shalat fardhu
Jika yang tidak dikerjakan orang tersebut tidak mengharuskan
batalnya amal perbuatan tersebut
seperti orang yang tidak ikut shalat berjama'ah di shalat fardhu menurut ulama
yang mewajibkan shalat berjama'ah dan tidak menjadikannya sebagai syarat,
maka amal perbuatan tersebut tidak bisa dikatakan tertolak, namun
hanya berkurang
30. Kasus 4
Seseorang Menambahkan Sesuatu yang Tidak
Disyariatkan kepada Sesuatu yang Disyariatkan
Artinya, penambahan tersebut bukan merupakan taqarrub dan
pelakunya tidak diberi pahala karenanya
1. Terkadang amal perbuatan menjadi batal sejak awal dengan
penambahan tersebut seperti orang yang menambahkan satu
raka'at dalam shalatnya dengan sengaja
2. Terkadang penambahan tersebut tidak membatalkan amal
perbuatan dan tidak membuatnya tertolak sejak awal seperti
orang yang berwudhu empat-empat (mestinya tiga-tiga), atau
berpuasa siang dan malam dan menyambung puasanya (tidak
berbuka).
3. Terkadang sebagian yang diperintahkan dalam ibadah itu
diganti dengan sesuatu yang dilarang seperti orang yang
menutup auratnya di shalat dengan pakaian haram, atau
berwudhu dengan air rampasan, atau mengerjakan shalat di
lahan rampasan
31. Perbedaan Pendapat pada
Kasus 4.3
Apakah amal orang tersebut tertolak pada
asalnya, atau tidak tertolak hingga ia terbebas
dari beban kewajiban?
Sebagian besar fuqaha' berpendapat bahwa
amal tersebut tidak tertolak pada asalnya
Di antara fuqaha tersebut adalah Abdurrahman
bin Mahdi
Salah seorang pakar fiqih dan hadits terkemuka yang
banyak membawakan ucapan para generasi salaf
32. Abdurrahman bin Mahdi
Abdurrahman bin Mahdi meriwayatkan dari kaum As-
Syimriyah, pengikut Abu Syimr, yang berkata bahwa
barangsiapa mengerjakan shalat dengan menggunakan
pakaian yang padanya terdapat uang senilai satu dirham
haram, ia wajib mengulang shalatnya.
Abdurrahman bin Mahdi berkata, "Aku tidak pernah
mendengar perkataan yang lebih buruk daripada
perkataan mereka. Kita meminta keselamatan kepada
Allah".
Ia mengecam pendapat tersebut dan mengategorikannya
sebagai bid'ah.
Itu menunjukkan bahwa pendapat yang mewajibkan
mengulang shalat karena sebab seperti itu tidak dikenal
seorang pun dari generasi salaf
33. Kasus-kasus yang Mirip
dengan Kasus 4.3
Haji dengan uang haram
Ada hadits yang menyatakan bahwa haji seperti itu tertolak, namun
hadits tersebut tidak kuat
Para ulama berbeda pendapat apakah dengan haji seperti itu kewajiban
haji menjadi gugur atau tidak?
Menyembelih hewan qurban dengan alat haram atau
penyembelihan oleh orang yang tidak boleh menyembelih,
misalnya pencuri
Sebagian besar ulama berkata, "Dibolehkan penyembelihan seperti itu".
Di antara mereka ada yang berkata, "Penyembelihan tersebut haram“
Penyembelihan oleh orang yang sedang ihram terdapat hewan
buruan, namun pendapat yang menyatakan bahwa penyembelihan
tersebut haram itu lebih terkenal dan kuat, karena asal
penyembelihan seperti itu dilarang
34. Dua Jenis Larangan
1. Larangan yang mempunyai makna
khusus dalam ibadah tertentu kemudian
larangan tersebut membatalkan ibadah
tersebut
2. Larangan yang tidak mempunyai makna
khusus dalam ibadah tertentu kemudian
larangan seperti itu tidak membatalkan
ibadah tersebut
35. Contoh Kasus: Shalat
Shalat
dengan najis, atau
tanpa bersuci, atau
tanpa menutup aurat, atau
tidak menghadap kiblat,
semua itu membatalkan shalat, karena hal-hal
tersebut secara khusus dilarang dalam shalat
Ini berbeda dengan shalat dengan sesuatu hasil
rampasan
36. Contoh Kasus: Puasa
Pendapat tersebut diperkuat oleh kenyataan bahwa
puasa tidak batal kecuali dengan mengerjakan sesuatu
yang dilarang secara khusus dalam puasa, misalnya
Makan
minum, dan
melakukan hubungan suami-istri.
Ini berbeda dengan sesuatu yang dilarang dikerjakan
orang yang berpuasa dan tidak terkait khusus dengan
puasa, misalnya
berbohong dan
menggunjing.
Itu menurut jumhur ulama
37. Contoh Kasus: Haji
Haji tidak batal kecuali dengan sesuatu
yang memang dilarang dikerjakan pada
saat ihram yaitu
melakukan hubungan suami-istri
Haji tidak batal dengan hal-hal haram
yang tidak terkait khusus dengan ihram,
misalnya
membunuh, mencuri, dan minum minuman
keras
38. Contoh Kasus: I’tikaf
I'tikaf batal dengan sesuatu yang dilarang secara khusus dalam
i'tikaf yaitu
melakukan hubungan suami-istri dan
mabuk menurut kami dan sebagian besar ulama, karena orang-orang mabuk
dilarang mendekati masjid dan memasukinya menurut salah satu penafsiran
tentang firman Allah Ta'ala, "Dan janganlah kalian mendekati shalat sedang
kalian dalam keadaan mabuk". (An-Nisa': 4).
Yang dimaksud dengan shalat pada ayat di atas ialah tempat-tempat shalat.
Jadi orang mabuk itu seperti wanita haid.
I'tikaf tidak batal dengan lain-lain di antara dosa-dosa besar menurut
kami dan sebagian besar ulama, kendati pendapat tersebut
menyelisihi sejumlah generasi salaf, misalnya Atha', Az-Zuhri, Ats-
Tsauri, dan Malik.
Orang-orang selain mereka juga dikisahkan berpendapat tidak
seperti pendapat kami
40. Jual-beli, Pembatalan Jual-
beli, Dan Lain Sebagainya
Jika di dalamnya terdapat perubahan hukum-hukum
syar'i, misalnya mengganti hukuman zina dengan
hukuman dengan uang dan lain-lain,
maka itu tertolak pada asalnya dan kepemilikan tidak berpindah
dengan cara seperti itu, karena tidak dikenal dalam hukum-
hukum Islam
Dalilnya: ‘
"Anakku menjadi buruh pada si Fulan, kemudian ia berzina
dengan istri si Fulan tersebut, kemudian aku menebusnya
dengan seratus kambing dan pembantu". Nabi SAW bersabda,
"Seratus kambing dan pembantu tertolak darimu. Sedang
anakmu wajib dicambuk seratus kali dan diasingkan selama
setahun".
41. Jual-beli, Pembatalan Jual-
beli, Dan Lain Sebagainya
Jika di dalamnya terdapat akad yang dilarang
dalam syariat, karena
komoditi tidak layak untuk dilakukan akad, atau
syarat-syarat akad tidak terpenuhi, atau
dengannya akan terdapat kedzaliman di komoditi, atau
akad tersebut melupakan dzikir kepada Allah yang wajib
(maksudnya, shalat Jum'at) jika waktunya hendak habis,
dan lain-lain
Apakah akad seperti itu tertolak secara total di
mana kepemilikan tidak berpindah dengannya atau
tidak?
42. Perbedaan Pendapat
Dalam masalah ini, para ulama berbeda
pendapat, karena
Ada dalil bahwa akad seperti itu tertolak dan
tidak mengesahkan kepemilikan.
Ada dalil lain bahwa akad seperti itu
mengesahkan kepemilikan.
Jadi, perbedaan pendapat terjadi karena
sebab tersebut.
43. Yang Paling Dekat dengan
Kebenaran
Jika larangan tersebut untuk hak Allah Azza wa
Jalla maka akad seperti itu tidak mengesahkan
kepemilikan secara keseluruhan
Yang dimaksud dengan hak Allah ialah hak tersebut
tidak gugur dengan keridhaan dua pihak yang
berakad
Jika akad tersebut untuk hak manusia tertentu
dalam arti hak tersebut gugur dengan
keridhaannya, maka akad tersebut sangat
terkait dengan keridhaan orang tersebut
44. Tergantung Keridhaan
Jika ia ridha, akad wajib dilakukan dan kepemilikan
menjadi sah.
Jika orang tersebut tidak ridha, ia berhak
membatalkan akad.
Meskipun yang terkena mudzarat tidak teranggap
keridhaannya, misalnya istri dalam perceraian dan
budak dalam pemerdekaan, maka keridhaan dan
kemurkaan orang tersebut tidak ada artinya.
Jika larangan terkait khusus dengan sesuatu yang
dilarang karena adanya kesulitan di dalamnya, kemudian
seseorang mengerjakan kesulitan tersebut, amal
perbuatannya tidak batal
45. Larangan untuk Hak Allah
Contoh lain larangan untuk hak Allah:
1. Menikahi wanita-wanita yang haram
dinikahi
2. Akad riba
3. Jual-beli yang dilarang dijual
46. Menikahi Wanita-wanita yang
Haram Dinikahi
Seperti wanita-wanita yang haram dinikahi selama-
lamanya karena salah satu sebab, atau nasab, atau
menikahi dua wanita bersaudara sekaligus, atau syarat-
syarat pernikahan tidak terpenuhi, maka larangan
menikahi wanita-wanita tersebut tidak gugur dengan
keridhaan dua pihak untuk menggugurkan larangan
tersebut.
Misalnya menikahi wanita yang sedang menjalani masa
iddah, menikahi wanita muhrim, nikah tanpa wali, dan
lain sebagainya
Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau memisahkan orang
laki-laki dengan wanita yang dinikahinya dalam keadaan hamil
Pada hadits tersebut, Nabi SAW menolak pernikahan seperti itu
karena terjadi pada saat perempuan tersebut menjalani masa
iddah
47. Akad Riba
Akad tersebut tidak mengesahkan
kepemilikan dan harus dibatalkan
Karena Nabi SAW pernah menyuruh
orang yang menjual satu sha' kurma
dengan dua sha' untuk
mengembalikannya
48. Jual-beli yang Dilarang Dijual
Contoh: minuman keras, bangkai, babi,
patung, anjing, dan seluruh yang dilarang
dijual
Keridhaan dua pihak untuk melakukan
jual-beli dengannya tidak diperbolehkan
49. Larangan untuk Hak Manusia
Contoh lain larangan untuk hak manusia:
1. Wali menikahkan wanita yang tidak boleh ia nikahkan kecuali
dengan izinnya, namun ia menikahkannya tanpa izinnya
2. Orang yang membelanjakan uang orang lain tanpa izinnya itu tidak
batal menurut asalnya, namun boleh tidaknya sangat terkait
dengan pemilik uang
3. Pembelanjaan orang sakit terhadap seluruh hartanya
4. Jual-beli yang mengandung penipuan dan lain-lain
5. Menjual sejumlah budak yang haram dipisahkan
6. Seorang ayah hanya memberikan pemberian khusus kepada
salah seorang anaknya tanpa anak-anaknya yang lain
7. Perceraian terlarang
8. Wasiat sepertiga rumahnya sedang ia memiliki tiga rumah
50. Kasus 1
Wali menikahkan wanita yang tidak boleh ia nikahkan
kecuali dengan izinnya, namun ia menikahkannya tanpa
izinnya
Nabi SAW menolak pernikahan wanita janda yang
dinikahkan ayahnya padahal wanita janda tersebut tidak
ridha.
Juga diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau
memberi pilihan (menerima atau menolak) kepada
wanita yang dinikahkan ayahnya tanpa izinnya.
Tentang ketidak-absahan pernikahan seperti itu dan
pembolehannya tergantung kepada wanita tersebut itu
ada dua riwayat dari Imam Ahmad
51. Kasus 2
Orang yang membelanjakan uang orang lain tanpa izinnya itu tidak
batal menurut asalnya, namun boleh tidaknya sangat terkait dengan
pemilik uang
Jika pemilik uang memperbolehkan pembelanjaan tersebut, maka
pembelanjaan tersebut diperbolehkan.
Jika pemilik uang tidak memperbolehkan, maka pembelanjaan tersebut
batal.
Mereka berhujjah dengan hadits Urwah bin Al-Ja'du yang membeli
dua kambing untuk Nabi SAW padahal beliau menyuruhnya
membeli satu kambing. Setelah itu, Urwah bin Al-Ja'du menjual
salah satu kambing tersebut kemudian Nabi SAW menerima
kambing tersebut.
Imam Ahmad di pendapatnya yang terkenal mengkhususkan
masalah tersebut pada orang yang membelanjakan uang orang lain
dengan izin pemilik uang tersebut, kemudian orang tersebut
menyalahi izin yang diberikan kepadanya
52. Kasus 3
Pembelanjaan orang sakit terhadap seluruh
hartanya
Apakah batal sejak awal ataukah
pembelanjaannya terhadap dua pertiga hartanya
itu tergantung pembolehan ahli waris?
Ada perbedaan pendapat di kalangan fuqaha'
dalam masalah ini.
Perbedaan pendapat tersebut terjadi pada
madzhab Imam Ahmad dan lain-lain
53. Dalilnya…
Diriwayatkan dengan shahih bahwa dilaporkan
kepada Nabi SAW bahwa seseorang
memerdekakan keenam budaknya menjelang
kematiannya, padahal ia tidak memiliki asset selain
budak-budak tersebut. Nabi SAW memanggil
keenam budak tersebut kemudian membagi mereka
ke dalam tiga bagian. Nabi SAW memerdekakan
dua orang dari mereka, tetap memperbudak empat
orang dari mereka, dan bersabda keras kepada
orang tersebut.
Bisa jadi, ahli waris tidak membolehkan
pemerdekaan semua budak tersebut, wallahu a'lam
54. Kasus 4
Jual-beli yang mengandung penipuan dan lain-
lain, misalnya jual-beli musharrat, jual-beli
najasy, menemui rombongan pedagang, dan
lain-lain.
Tentang keabsahan jual-beli tersebut terdapat
perbedaan pendapat seperti diketahui di
madzhab Imam Ahmad.
Sejumlah ulama hadits berpendapat bahwa jual-
beli seperti itu tidak sah dan tertolak
55. Jual-beli Musharrat
Jual-beli musharrat ialah kambing atau unta
diikat punggungnya dan susunya tidak diperah
selama dua atau tiga hari.
Jika susunya telah terkumpul di kantungnya,
kambing atau unta tersebut dijual agar pembeli
menduga susu kambing atau unta tersebut
banyak hingga harganya mahal.
Jika pembeli memerah susu kambing atau unta
tersebut dua atau tiga kali, jual-beli tersebut
dikaji ulang karena adanya penipuan tersebut
56. Jual-beli Najasy
Jual-beli najasy ialah
seseorang memuji salah satu barang
dagangan
dengan sesuatu yang sebenarnya tidak
ada pada barang dagangan
tersebut agar barang dagangan tersebut
laris atau harganya mahal,
padahal ia tidak ingin membelinya,
namun untuk menipu orang lain
57. Menemui Rombongan
Pedagang
Menemui rombongan pedagang ialah
tersiar berita tentang kedatangan rombongan
pedagang dengan membawa barang dagangan di
salah satu tempat,
kemudian salah seorang dari penduduk daerah
tersebut menemui rombongan pedagang tersebut
untuk membeli salah satu dari barang dagangan
mereka sebelum mereka tiba di pasar dan
mengetahui daerah tersebut dengan harga yang
sangat murah.
Itu dilarang karena mengandung unsur penipuan
58. Pendapat yang Benar
Pendapat yang benar ialah bahwa sah tidaknya jual-beli
tersebut sangat tergantung kepada pembolehan pihak
yang mendapatkan kedzaliman, karena diriwayatkan
dengan shahih dari Nabi SAW bahwa beliau memberi
hak pilih kepada pembeli musharrat
Beliau juga memberi khiyar (hak pilih) kepada
rombongan pedagang jika mereka tiba di pasar
Ini semua menunjukkan bahwa jual beli seperti itu pada
dasarnya tidak tertolak.
Hadits tentang kambing musharrat disebutkan kepada
kelompok yang tidak mengesahkan jual beli tersebut,
namun ia tidak memberi jawaban apa pun
59. Jual-beli Orang Kota kepada
Orang Desa
Sedang jual-beli orang kota kepada orang desa,
maka orang-orang yang mengesahkannya
menjadikan jual-beli tersebut seperti jual-beli di
atas.
Sedang orang-orang yang membatalkannya,
memberikan hak terhadap jual-beli tersebut
kepada seluruh penduduk tanpa dibatasi.
Jadi, hak mereka tidak dapat digugurkan,
karena itu, hak mereka menjadi seperti hak
Allah Azza wa Jalla
60. Kasus 5
Jika seseorang menjual sejumlah budak yang
haram dipisahkan, misalnya ibu dengan
anaknya, namun ternyata orang tersebut
memisahkan antara keduanya;
apakah jual-beli tersebut batal dan tertolak?
ataukah pembolehannya tergantung kepada
keridhaan budak-budak tersebut?
Diriwayatkan bahwa Nabi SAW memerintahkan
penolakan jual beli seperti itu
61. Pendapat Ulama
Imam Ahmad secara tegas mengatakan bahwa
pemisahan budak tidak diperbolehkan, kendati
budak-budak tersebut setuju.
Sejumlah ulama, di antaranya An-Nakhai dan
Ubaidillah bin Al-Hasan Al-Anbari, berpendapat
memperbolehkan memisahkan budak-budak
tersebut dengan keridhaan mereka.
Ini menunjukkan bahwa bisa jadi pemisahan
budak-budak tersebut diperbolehkan dan
tidaknya sangat terkait dengan persetujuan
mereka
62. Kasus 6
Seorang ayah hanya memberikan pemberian khusus
kepada salah seorang anaknya tanpa anak-anaknya yang
lain.
Diriwayatkan dengan shahih dari Nabi SAW bahwa beliau
menyuruh Basyir bin Sa'ad untuk menarik kembali
pemberiannya kepada An-Nu'man karena Basyir bin Sa'ad
hanya memberikan pemberian khusus kepadanya tanpa
anak-anaknya yang lain
Pemberian seperti ini tidak menunjukkan bahwa
kepemilikan tidak berpindah tangan kepada anak tersebut,
karena pemberian tersebut sah-sah saja dan benar.
Jika seorang ayah memberikan sesuatu kepada semua
anaknya atau ia menarik kembali apa yang telah ia berikan
kepada salah satu anaknya, ia diperbolehkan
63. Jika Ayahnya Meninggal?
Jika ayah tersebut meninggal dunia dan tidak berbuat
apa-apa terhadap pemberian tersebut?
Mujahid berkata, "Pemberian tersebut adalah warisan -
Imam Ahmad juga diriwayatkan berpendapat seperti itu -
dan pemberian menjadi batal".
Sedang jumhur ulama berpendapat bahwa pemberian
tersebut tidak batal
Namun apakah ahli waris mempunyai hak untuk
mengkaji ulang pemberian tersebut atau tidak?
Ada dua pendapat dalam masalah ini dan kedua
pendapat tersebut diriwayatkan dari Imam Ahmad
64. Kasus 7
Perceraian terlarang, seperti perceraian pada
saat istri haid.
Ada yang mengatakan, perceraian tersebut
dilarang untuk kepentingan suami karena
dikhawatirkan ia menyesal setelah itu.
Barangsiapa dilarang dari sesuatu untuk
menyayanginya, namun ia tidak berhenti dari
larangan tersebut, bahkan tetap
mengerjakannya dan siap menanggung
kesulitannya, maka larangan yang ia kerjakan
tersebut tidak diputuskan batal
65. Contoh-contoh
orang yang berpuasa ketika sakit, atau bepergian, atau orang
yang mengerjakan puasa wishal (puasa terus-menerus tanpa
sahur), atau orang yang berpuasa sepanjang masa tanpa
berhenti
orang yang menyedekahkan seluruh hartanya kemudian ia
meminta-minta manusia, atau
orang mengerjakan shalat dengan berdiri padahal shalatnya
dengan berdiri itu membahayakan dirinya karena ia sakit,
atau
orang yang mandi sedang ia sendiri mengkhawatirkan dirinya
dan tidak bertayammum, atau
orang yang mengerjakan qiyamul lail tanpa tidur, atau
orang yang langsung mencerai istrinya dengan perceraian
tiga menurut pendapat yang mengharamkannya
66. Kasus 8
Orang mempunyai tiga rumah, kemudian
mewasiatkan sepertiga rumahnya; apakah sepertiga
wasiat tersebut diwujudkan dalam satu rumah
miliknya?
Al-Qasim bin Muhammad berkata, "Wasiatnya
diwujudkan dalam bentuk satu rumah.”
Dalilnya adalah hadits 5 yang berasal dari Muslim
Maksudnya bahwa perubahan wasiatnya pemberi
wasiat kepada sesuatu yang lebih dicintai Allah dan
bermanfaat itu diperbolehkan.
Ini juga diriwayatkan dari Atha' dan Ibnu Juraij
67. Dalil-dalil Lainnya
Bisa jadi orang yang berpendapat seperti itu berhujjah
dengan firman Allah Ta’ala dalam Al-Baqarah: 182
Bisa jadi, orang-orang yang berpendapat seperti itu juga
berhujjah dengan hadits tentang penyatuan
pemerdekaan budak, karena diriwayatkan dengan
shahih bahwa seseorang memerdekakan enam budak
miliknya pada saat ia hendak meninggal dunia,
kemudian Nabi SAW memanggil keenam budak tersebut
dan membagi mereka ke dalam tiga bagian; beliau
memerdekakan dua orang dari mereka dan tetap
memperbudak empat orang. (Diriwayatkan Muslim)
68. Kenapa Hadits Itu Digunakan?
Para fuhaqa' berpendapat dengan hadits
tersebut, karena penyempurnaan pemerdekaan
budak kendati memungkinkan itu lebih baik
daripada menguranginya.
Oleh karena itu, si’ayah disyariatkan jika salah
seorang sekutu memerdekakan bagiannya
terhadap budak.
Nabi SAW bersabda tentang seseorang yang
memerdekakan sebagian budak miliknya, "Ia
orang yang memerdekakan secara penuh dan
Allah tidak mempunyai sekutu".
69. Jumhur Fuqaha Tidak
Sependapat
Sebagian besar fuhaqa' tidak sependapat
dengan pendapat Al-Qasim bin Muhammad
bahwa wasiat pemberi wasiat tidak bisa diwujudkan
dengan satu rumah dan bahwa hal tersebut hanya
khusus berlaku pada pemerdekaan budak,
karena makna yang menyatukan dalam masalah
pemerdekaan budak itu tidak terwujud pada harta
yang ada.
Jadi, wasiat diperlakukan sesuai dengan
tuntutan wasiat pemberinya
Editor's Notes
Jika sebagian budak dimerdekakan dan sebagiannya diperbudak, budak tersebut berusaha memerdekakan bagian dalam dirinya yang masih diperbudak. Untuk itu, ia bekerja dan hasil kerjanya diserahkan kepada pemiliknya (pemilik budak tersebut). Usaha budak tersebut untuk kerja mencari penghasilan dinamakan si'ayah