Skripsi ini membahas perancangan aplikasi penghubung antara ko-asisten dokter gigi dengan pasien berdasarkan hasil participatory design. Ko-asisten mengalami kesulitan dalam mencari pasien untuk memenuhi persyaratan studi. Aplikasi dirancang dengan melibatkan ko-asisten dan pasien untuk merancang konsep, kemudian dievaluasi dengan usability testing. Hasilnya menunjukkan aplikasi memiliki desain yang baik meski masih perlu pengembangan.
Sistem manajemen rawat jalan rumah sakit indonesia
Rafiandra widhiansyah 214610178
1. PERANCANGAN APLIKASI PENGHUBUNG KOAS DOKTER
GIGI DENGAN PASIEN BERDASARKAN HASIL
PARTICIPATORY DESIGN
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar
Sarjana dalam bidang ilmu Teknik Industri
Disusun oleh:
Nama : Rafiandra Widhiansyah
NPM : 2014610178
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
2019
3. ABSTRAK
Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu program studi favorit di Indonesia.
Pada masa studi mahasiswa kedokteran gigi, terdapat proses masa studi sebagai profesi
asisten dokter gigi (ko-asisten). Persyaratan untuk menyelesaikan masa studi sebagai ko-
asisten, diperlukan proses penanganan medis dengan kategori kasus gigi dan mulut yang
telah ditentukan oleh Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Proses ini membutuhkan pasien dengan
tujuan sosial berbasis non-profit. Permasalahan yang dialami oleh ko-asisten dokter gigi
adalah kesulitan dalam mencari pasien. Masyarakat pada umumnya sering mengabaikan
permasalahan mulut dan gigi, maka dari itu diperlukan adanya sistem komunikasi yang
memudahkan hubungan ko-asisten dengan pasien. Sistem komunikasi direalisasikan
dalam bentuk aplikasi telefon genggam yang menghubungkan antara ko-asisten dengan
pasien.
Perancangan aplikasi dilakukan berdasarkan desain partisipasif. Perancangan
aplikasi diawali dengan mengidentifikasi kebutuhan dari ko-asisten dan pasien sebagai
dasar rancangan konsep aplikasi. Berikutnya dibuat konsep alternatif dengan
menggunakan metode desain partisipasif di mana metode tersebut melibatkan ko-asisten
dan pasien sebagai responden yang merancang aspek tertentu pada aplikasi. Konsep
alternatif yang terpilih dijadikan sebagai dasar rancangan prototipe aplikasi. Prototipe yang
telah dirancang akan dievaluasi dengan menggunakan metode usability testing. Kriteria
usability yang diukur yaitu efektivitas, efesiensi, dan kemudahan untuk dipelajari.
Berdasarkan hasil usability testing, diperoleh tingkat efektivitas tampilan ko-
asisten sebesar 86% dan tampilan pasien sebesar 75%. Tingkat efesiensi tampilan ko-
asisten sebesar 89% dan tampilan pasien sebesar 71%. Tingkat kemudahan belajar dan
tingkat kualitas sistem yang diperoleh dari penilaian SUS sebesar 76,88 untuk tampilan ko-
asisten dan 71,88 dari tampilan pasien. Berdasarkan hasil evaluasi, aplikasi sudah memiliki
desain dan sistem yang cukup baik namun masih ada ruang untuk pengembangan.
4. ABSTRACT
Faculty of Dentistry is one of the most favourite major in Indonesia. During a period of study
program, students of dentistry need to become an assitstant of dentist (co-assistant). To finish study
program as co-assistant, a medical treatment of dental care that has been determined by dental
hospital is needed. This process requires patients with non-profit based social goals. The problem
experienced by co-assistant is difficult to find patient. People in general often ignores dental health,
therefore a communication system is needed to facilitate co-assitant’s relationship with patients. This
communication system realized in the form of an application at smartphone that connects co-
assistant with patients.
This application design is based on participatory design. To begin the designing process of
this application, user requirement of co-assistant and patient are needed as a base concept of
application. Next, an alternatives concept is made using participatory design method which is the
method that involves co-assistant and patient as a respondent that design certain aspects of the
application. The chosen alternative concept becomes the base design for the application’s prototype.
The prototype that has been designed will be evaluated with usability testing method. Usability
criteria that is measured are effectiveness, efficiency, dan learnability.
Based on usability testing results, co-assistant’s interface effectiveness is 86% and patient’s
interface effectiveness is 75%. Co-assistant’s interface efficiency is 89% and patient’s interface
efficiency is 71%. Co-assistant’s interface learnability is 76.88 and patient’s interface learnability is
71.88 based on system usability scale measurement. Based on evaluation result, this application
already has good design and system but there are still room for improvement.
5. Perancangan Aplikasi Penghubung Koas Dokter Gigi dengan Pasien
Berdasarkan Hasil Participatory Design
Rafiandra Widhiansyah1
, Kristiana Asih Damayanti2
1,2)
Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Email: Rafiandrawidh@gmail.com, krist@unpar.ac.id
Abstrak
Fakultas Kedokteran Gigi merupakan salah satu program studi favorit di Indonesia. Pada
masa studi mahasiswa kedokteran gigi, terdapat proses masa studi sebagai profesi asisten dokter gigi
(ko-asisten). Persyaratan untuk menyelesaikan masa studi sebagai ko-asisten, diperlukan proses
penanganan medis dengan kategori kasus gigi dan mulut yang telah ditentukan oleh Rumah Sakit Gigi
dan Mulut. Proses ini membutuhkan pasien dengan tujuan sosial berbasis non-profit. Permasalahan
yang dialami oleh ko-asisten dokter gigi adalah kesulitan dalam mencari pasien. Masyarakat pada
umumnya sering mengabaikan permasalahan mulut dan gigi, maka dari itu diperlukan adanya sistem
komunikasi yang memudahkan hubungan ko-asisten dengan pasien. Sistem komunikasi direalisasikan
dalam bentuk aplikasi telefon genggam yang menghubungkan antara ko-asisten dengan pasien.
Perancangan aplikasi dilakukan berdasarkan desain partisipasif. Perancangan aplikasi
diawali dengan mengidentifikasi kebutuhan dari ko-asisten dan pasien sebagai dasar rancangan konsep
aplikasi. Berikutnya dibuat konsep alternatif dengan menggunakan metode desain partisipasif di mana
metode tersebut melibatkan ko-asisten dan pasien sebagai responden yang merancang aspek tertentu
pada aplikasi. Konsep alternatif yang terpilih dijadikan sebagai dasar rancangan prototipe aplikasi.
Prototipe yang telah dirancang akan dievaluasi dengan menggunakan metode usability testing. Kriteria
usability yang diukur yaitu efektivitas, efesiensi, dan kemudahan untuk dipelajari.
Berdasarkan hasil usability testing, diperoleh tingkat efektivitas tampilan ko-asisten sebesar
86% dan tampilan pasien sebesar 75%. Tingkat efesiensi tampilan ko-asisten sebesar 89% dan tampilan
pasien sebesar 71%. Tingkat kemudahan belajar dan tingkat kualitas sistem yang diperoleh dari
penilaian SUS sebesar 76,88 untuk tampilan ko-asisten dan 71,88 dari tampilan pasien. Berdasarkan
hasil evaluasi, aplikasi sudah memiliki desain dan sistem yang cukup baik namun masih ada ruang untuk
pengembangan.
Kata kunci: Ko-asisten, Pasien, Aplikasi, Desain Partisipasif, Usability Testing
1. Pendahuluan
Jumlah penyakit gigi dan mulut setiap
tahunnya mengalami peningkatan.
Berdasarkan Kementrian Kesehatan (2013),
jumlah penduduk yang mengalami penduduk
Indonesia yang mengalami masalah kesehatan
gigi dan mulut mencapai 25,9% dari jumlah
sampel 1.027.763 jiwa penduduk di Indonesia.
Berdasarkan nilai tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa penduduk Indonesia
mengalami masalah dalam kesehatan gigi dan
mulut. Efek dari gangguan kesehatan tersebut
bisa mengarah ke penyakit yang fatal seperti
kanker mulut dan pembusukkan gigi.
Jumlah penduduk yang mengalami penyakit
gigi dan mulut dapat dikurangi dengan bantuan
layanan medis dari dokter gigi. Dokter gigi
memiliki kapabilitas untuk menangani berbagai
macam kasus gigi dan mulut. Akan tetapi,
dengan meningkatnya jumlah penduduk yang
semakin banyak, maka diperlukan jumlah
layanan dokter gigi yang mampu melayani
jumlah penduduk tersebut. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1, Jumlah dokter gigi
di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 30.911
orang dan jumlah Dokter gigi spesialis
sebanyak 3.693 orang (Konsil Kedokteran
Indonesia, 2018).
Gambar 1. Jumlah Dokter/Dokter Gigi Seluruh
Indonesia tahun 2018
(sumber: http://www.kki.go.id)
Jumlah rasio dokter gigi dengan penduduk
yang masih jauh dari ideal menyebabkan
6. banyak dokter gigi yang dipaksa untuk
menangani jumlah pasien melebihi
kapabilitasnya. Hal tersebut sangat beresiko
untuk beberapa pasien di luar kapabilitas dokter
gigi yang tidak dapat ditangani dengan serius.
Berdasarkan standar dari WHO, jumlah rasio
yang ideal antara dokter gigi dengan penduduk
yaitu 1:2.000. Akan tetapi, Menurut Parnaadji
(2018), jumlah rasio dokter gigi di Indonesia
masih jauh dari ideal. Di tahun 2018 jumlah
rasio dokter gigi dengan penduduk di Indonesia
adalah 1:22.000. Akibatnya, tingkat jumlah
penduduk yang mengalami penyakit gigi dan
mulut di Indonesia tidak menurun. Salah satu
penyebab terjadinya hal tersebut yaitu
banyaknya calon dokter gigi yang tidak dapat
menyelesaikan masa studi tepat waktu.
Mayoritas calon dokter gigi terhambat
menempuh masa studi program profesi sebagai
ko-asisten. Program profesi merupakan masa
seorang dokter mengaplikasikan ilmu
kedokteran yang dipelajari selama preklinik
atau masa perkuliahan di jurusan kedokteran.
Untuk program profesi seorang calon dokter
gigi, mereka menjalani studi sebagai ko-asisten
di rumah sakit gigi dan mulut dengan kewajiban
harus memenuhi persyaratan kasus gigi dan
mulut yang telah ditentukan. Ko-asisten dokter
gigi semakin dipersulit karena perilaku pasien
dengan keluhan gigi dan mulut yang cenderung
tidak inisiatif atau tidak peka untuk melakukan
pengecekan kesehatan gigi dan mulut ke dokter
gigi.
Kesulitan yang dihadapi oleh para ko-
asisten dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Interpretasi Masalah Wawancara Awal
Calon Dokter Gigi
No Permasalahan
1
Sulit mencari pasien sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan
2
Biaya perawatan pasien yang harus
ditanggung oleh ko-asisten dokter gigi
3 Pasien yang tidak kooperatif mengikuti
prosedur
4 Sulit berkomunikasi dengan pasien
5 Kasus pasien yang hanya bisa ditangani
oleh dokter gigi profesional
6 Masalah adminitrasi dengan pihak kampus
7 Frekuensi pasien yang datang rata-rata
hanya tiga pasien per minggu
Apabila seorang dokter gigi tidak mampu
memenuhi persayaratan jumlah kasus gigi dan
mulut dengan tepat waktu karena kesulitan
dalam mencari pasien, maka akan dikenakan
konsekuensi waktu tambahan pada program
profesi. Seharusnya program profesi sebagai
ko-asisten bisa ditempuh 1,5 tahun tetapi
banyak kasus yang telah menyelesaikan studi
dengan rata-rata waktu tempuh 2,5 tahun
sampai tiga tahun. Menurut Pratama dan
Wahyudi (2018) dari penelitian yang dilakukan
terkait dengan Ko-asisten, Fakultas Kedokteran
Gigi “X” pada tahun 2015, 2016, dan 2017
memiliki angka kelulusan tepat waktu yaitu
21%, 23%, dan 21% secara berturut-turut.
Angka kelulusan tersebut tergolong rendah
menurut FKG “X” karena sistem seleksi yang
ketat dan terintegrasi. Semakin lama masa
studi yang ditempuh para calon dokter gigi,
maka semakin sedikit jumlah dokter gigi yang
diakui secara legal.
Demi memenuhi persyaratan kelulusan,
Banyak ko-asisten dokter gigi di luar jam klinik
yang mengelilingi daerah sekitar kampus untuk
menawarkan perawatan gigi dan mulut ke
beberapa orang secara acak. Ada beberapa
yang menggunakan cara lain seperti meminta
bantuan calo untuk mencarikan pasien yang
memenuhi syarat. Melalui calo, ko-asisten
mampu menghemat waktu dan tenaga namun
biaya yang ditanggung jauh lebih mahal.
Banyak pasien yang didapatkan dari calo juga
tidak semua bisa diajak kooperatif selama
perawatan. Ada beberapa pasien yang masih
meminta biaya tambahan atas sukarelawannya
dalam menjadi pasien. Selama program profesi,
ko-asisten dokter gigi harus menanggung
beberapa biaya yang terkait dengan pasien.
Apabila seorang ko-asisten menggunakan calo,
maka semakin besar biaya yang
ditanggungnya. Sebagian besar ko-asisten
meminta bantuan dari teman atau kerabat
dekatnya untuk menjadi pasien namun hal
tersebut tidak mudah untuk dilakukan oleh para
calon dokter gigi yang menempuh masa
studinya di luar daerah asalnya.
Sekarang banyak perkembangan teknologi
yang dapat membantu meringankan beban
yang ditanggung para calon dokter gigi. Salah
satu teknologi tersebut yatu internet yang dapat
dimanfaatkan sebagai jembatan yang
dibutuhkan oleh para calon dokter gigi yang
sedang mendalami pendidikan profesionalnya.
Berdasarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (2018) pertumbuhan
pengguna internet di Indonesia telah mencapai
143.260.000 jiwa. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2, sebagian besar pengguna
internet memanfaatkan internet sebagai akses
informasi kesehatan dan konsultasi dengan ahli
kesehatan. 51,06% pengguna internet mencari
informasi mengenai kesehatan sedangkan
14,05% konsultasi dengan ahli kesehatan.
Gambar 2. Pemanfaatan Internet Bidang
Kesehatan
(sumber: APJII, 2018)
7. Informasi mengenai kesehatan kini dapat
diakses melalui aplikasi khusus layanan
kesehatan. Mulai dari artikel mengenai cara
hidup sehat, penyakit, dan obat-obatan sudah
tersedia dalam aplikasi tersebut. Aplikasi
tersebut didukung dengan adanya perangkat
teknologi seperti smartphone, computer, laptop,
dan tablet yang dapat digunakan untuk
mengakses internet. Menurut hasil survey
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (2018), 44,16% pengguna internet di
Indonesia menggunakan smartphone atau
tablet untuk mengakses internet. Berdasarkan
fenomena tersebut, solusi terbaik untuk
membantuk para ko-asisten yaitu merancang
sebuah aplikasi dalam smartphone untuk
membantu menghubungkan para ko-asisten
dengan pasien.
Berdasarkan latar belakang masalah yang
telah dijelaskan, maka dapat ditentukan tujuan
penelitian sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi kebutuhan ko-asisten
dokter gigi dan pasien dalam merancang
aplikasi penghubung peserta ko-asisten
dokter gigi dengan pasien.
2. Menentukan alternatif konsep dari aplikasi
penghubung peserta ko-asisten dokter gigi
dengan pasien.
3. Merancang prototipe aplikasi penghubung
peserta ko-asisten dokter gigi dengan
pasien.
4. Melakukan evaluasi dari prototipe aplikasi
penghubung peserta ko-asisten dokter gigi
dengan pasien.
Selama proses penelitian berlangsung,
terdapat batasan yang dimiliki dan asumsi yang
digunakan. Adapun batasan yang dimiliki
selama penelitian adalah sebagai berikut.
1. Dokter gigi yang dipilih sebagai responden
adalah calon dokter gigi yang sedang
menjalani masa preklinik dan klinik, bukan
yang sudah mendapatkan gelar drg dan
sudah diakui sebagai dokter gigi legal di
Indonesia.
2. Pasien yang dipilih sebagai responden
mengalami gangguan gigi dan mulut.
3. Ko-asisten yang terlibat dalam penelitian
berasal dari Universitas Indonesia, Yarsi,
Moestopo, dan Universitas Padjajaran.
4. Ruang Lingkup perancangan aplikasi
ditunjukkan pada seluruh calon dokter gigi,
khususnya ko-asisten dokter gigi di seluruh
Indonesia.
5. Ukuran layar smartphone yang digunakan
selama proses pengujian berlangsung
adalah 360x640 px dengan sistem operasi
Android versi 7.0 NRD90M.
Pembuatan prototipe sampai dengan tipe high-
fidelity prototype.
Selain batasan, juga digunakan asumsi
yang digunakan untuk memudahkan proses
penelitian. Adapun asumsi yang digunakan
antara lain :
1. Responden ko-asisten dokter gigi maupun
pasien memiliki kemampuan yang cukup
dalam pengoperasian aplikasi gadget
smartphone.
2. Tidak ada perubahan sistem ko-asisten
dokter gigi pada saat penelitian dilakukan.
3. Tidak ada perubahan sistem ko-asisten
dokter gigi pada saat penelitian dilakukan.
2. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode
desain partisipaif (Demirbilek, 1999) untuk
memperoleh hasil desain yang sesuai dengan
kebutuhan para ko-asisten dan pasien. Setelah
rancangan alternatif dilakukan pemilihan
konsep dengan memperhatikan kebutuhan
pengguna dan kriteria lainnya, membandingkan
keunggulan dan kelemahan yang diberikan oleh
setiap konsep, dan memilih satu atau lebih
konsep untuk pemilihan lebih lanjut (Ulrich &
Eppinger, 2012). Berikutnya prototipe high
fidelity dirancang berdasarkan desain alternatif
yang terpilih. Untuk mengevaluasi prototipe
yang dibuat, digunakan metode usability testing
untuk menunjukkan sejauh mana suatu produk
dapat digunakan oleh user untuk mencapai
tujuan tertentu dengan mempertimbangkan
efektivitas, efisiensi, dan kepuasan dalam
konteks penggunaan tertentu (Rubin & Chisnell,
2008). Gambar 3 menunjukkan metodologi
penelitian yang digunakan.
Gambar 3. Metodologi penelitian
8. 3. Hasil dan Pembahasan
Pada bagian ini dijelaskan mengenai
identifikasi kebutuhan, rancangan desain
alternatif, rancangan prototipe, dan evaluasi
prototipe aplikasi.
3.1 Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dilakukan dengan
melakukan wawancara kepada 11 calon dokter
gigi responden yang sedang menjalani masa
studi preklinik (universitas) dan klinik (masa
studi) dan delapan pasien responden yang
yang pernah menjadi pasien ko-asisten.
Berdasarkan hasil wawancara, kemudian
dilakukan interpretasi kebutuhan. Selanjutnya,
dilakukan pengujian jumlah responden.
Gambar 4 menunjukkan grafik kebutuhan ko-
asisten
Gambar 4. Grafik Kebutuhan Ko-asisten Dokter
Gigi
Berdasarkan Gambar 4, setelah depalan
orang diwawancarai tidak ada penambahan
kebutuhan. Diperoleh 14 kebutuhan dari ko-
asisten. Gambar 5 merupakan grafik kebutuhan
pasien.
Gambar 5. Grafik Kebutuhan Pasien Ko-asisten
Dokter Gigi
Berdasarkan Gambar 5, setelah lima orang
diwawancarai tidak ada penambahan
kebutuhan. Diperoleh 12 kebutuhan dari ko-
asisten. Gambar 5 merupakan grafik kebutuhan
pasien. Berikut dilakukan screening dari
kebutuhan ko-asisten dan pasien menjadi 13
kebutuhan ko-asisten dan 11 kebutuha pasien.
yang diperoleh. Tabel 2 menunjukkan hasil
kebutuhan.
Tabel 2. Rekap Kebutuhan Ko-asisten dan Pasien
No. Kebutuhan
Ko-asisten Dokter Gigi
1
Aplikasi menyediakan informasi lengkap
mengenai ko-asisten dokter gigi
(Pencapaian, Keahlian, Ketentuan).
2
Aplikasi membantu para Ko-asisten dokter
gigi mencari pasien
3
Aplikasi membantu mencegah adanya
penipuan profil ko-asisten dokter gigi
3
Aplikasi menyediakan pilihan pasien
berdasarkan kasus gigi dan mulut
4
Aplikasi membantu ko-asisten untuk
memilih pasien
5
Aplikasi membantu ko-asisten dokter gigi
mengatur jadwal dengan pasien
6
Aplikasi menyediakan pilihan pasien
berdasarkan lokasi pasien terdekat dengan
RSGM
7
Aplikasi membantu ko-asisten
menghubungi pasien secara langsung
8
Aplikasi membantu ko-asisten dokter gigi
untuk melakukan tindak lanjut dengan
pasien yang telah berobat
9
Aplikasi membantu mempromosikan nama
RSGM yang bersangkutan dengan ko-
asisten
10
Aplikasi menggunakan bahasa yang jelas
agar mudah dimengerti oleh pasien
11
Aplikasi menyediakan petunjuk
penggunaan yang jelas untuk ko-asisten
12
Aplikasi yang mencamtumkan informasi
terkait dengan pasien gigi dan mulut (Profil,
Penyakit bawaan, dan Keluhan yang
diderita) dan tampilan visual (foto gigi dan
mulut pasien
Pasien Gigi dan Mulut
1
Aplikasi menyediakan informasi lengkap
mengenai ko-asisten dokter gigi (Profil,
keahlian, kasus yang telah ditangani, asal
universitas)
2
Aplikasi membantu menyembuhkan
penyakit gigi dengan mempertemukan
pasien kepada ko-asisten dokter gigi
3
Aplikasi membantu pasien membuat jadwal
dengan ko-asisten dokter gigi
9. 4
Aplikasi yang menyediakan informasi
mengenai jadwal klinik dari ko-asisten.
(Lanjut)
Tabel 2. Rekap Kebutuhan Ko-asisten dan Pasien
(Lanjutan)
5
Aplikasi membantu pasien mencari ko-
asisten dokter gigi berdasarkan lokasi
RSGM terdekatnya
6
Aplikasi membantu pasien dengan
menunjukkan navigasi ke RSGM
7
Aplikasi membantu pasien menghubungi
ko-asisten dokter gigi secara langsung
8
Aplikasi menyediakan informasi lengkap
mengenai RSGM para ko-asisten dokter
gigi
9
Aplikasi membantu pasien menjaga
kesehatan gigi dan mulut dengan
menyediakan artikel kesehatan gigi dan
mulut
10
Aplikasi menggunakan bahasa yang jelas
agar bisa dimengerti oleh pasien
11
Aplikasi menyediakan petunjuk
penggunaan yang jelas untuk pasien
3.2 Desain Alternatif
Desain alternatif dilakukan melalui design
workshop menggunakan metode desain
partisipasif. Ada delapan responden yang
terlibat, empat ko-asisten dan empat pasien.
Dibentuk menjadi empat kelompok yang setiap
kelompoknyha terdiri dari seorang ko-asisten
dan seorang pasien. Oleh sebab itu, diperoleh
empat desain alternatif. Desain alternatif ke-1
menggunakan konsep yang sistemnya
memberikan kebebasan ko-asisten untuk
mencari dan memilih pasien. Desain alternatif
ke-2 menggunakan konsep sistem yang
memberikan kebebasan pasien yang mencari
dan memilih ko-asisten. Desain alternatif ke-3
dan ke-4 menggunakan konsep sistem yang
membebaskan ko-asisten dan pasien mencari
dan memilih satu sama lain dengan adanya
screening profil.
Dilakukan pemilihan desain alternatif
berdasarkan dua peniliaian. Penilaian pertama
berdasarkan bentuk desain dari aplikasi dan
penilaian ke dua berdasarkan pemenuhan
kebutuhan. Tabel 3 menunjukkan hasil
penilaian berdasarkan bentuk desain alternatif
untuk tiap alternatif.
Tabel 3. Rekap Hasil Penilaian Konsep Desain
Ko-asisten Dokter Gigi
No. KEBUTUHAN
KONSEP
D1 D2 D3 D4
TOTAL 55 40 43.3 51.7
Pasien Gigi dan Mulut
No. KEBUTUHAN
KONSEP
D1 D2 D3 D4
TOTAL 44 36.7 36.3 38
Berdasrkan tabel 3, secara desain yang
terpilih yaitu desain alternatif ke-1 dari ko-
asisten pasien. Tabel 4 menunjukkan hasiil
penilaian secara pemenuhan kebutuhan.
Berdasarkan pemenuhan kebutuhan, desain
ke-1 terpilih untuk ko-asistn dan pasien.
Tabel 4. Rekap Hasil Penilaian Pemenuhan
Kebutuhan
Ko-asisten Dokter Gigi
No. KEBUTUHAN
KONSEP
D1 D2 D3 D4
TOTAL 90% 41% 74% 82%
Pasien Gigi dan Mulut
No. KEBUTUHAN
KONSEP
D1 D2 D3 D4
TOTAL 85% 55% 64% 70%
3.3 Prototipe Aplikasi
Prototipe dibuat berdasarkan desain altrnatif
yang terpilih yaitu desain ke-1. Prototipe
aplikasi menggunakan sistem yang
memprioritaskan pengguna ko-asisten untuk
mencari dan memilih pasien. Ada empat menu
utama yang dapat diakses ko-asisten dalam
aplikasi yaitu forum ko-asisten, pencarian
pasien, kontak pasien, dan penjadwalan.
Gambar 1. Menunjukkan forum ko-asisten dan
pencarian pasien.
(a) (b)
Gambar 6. Ko-asisten : (a) Forum Ko-asisten dan
(b) Pencarian Pasien
Ko-asisten dapat mencari pasien
berdasarkan lokasi terdekat dan sesuai dengan
kebutuhan kasus yang diinginkan. Ko-asisten
hanya dapat memilih maksimal tiga pasien agar
10. ko-asisten lain dapat memperoleh pasien. Ko-
asisten dapat membuat jadwal praktik yang
dapat ditunjukkan kepada pasien melalui profil
ko-asisten dan juga dapat membuat jadwal
melalui ruang chat yang disediakan. Gambar 7
menunjukkan halaman kontak pasien dan
penjadwalan.
(a) (b)
Gambar 7. Ko-asisten : (a) Kontak Pasien dan (b)
Penjadwalan
Untuk pengguna sebagai pasien memiliki
tiga menu utama yaitu seputar keluhan, cari ko-
asisten, dan berita dan artikel gigi. Pasien
hanya akan dihubungi oleh satu orang ko-
asisten. Pasien perlu mengisi data keluhan agar
dapat masuk di daftar pencarian pasien pada
tampilan ko-asisten. Pasien yang tidak
mengetahui keluhan penyakitnya dapat
mengakses menu sepetuar keluhan mengenai
penjelasan keluhan yang tersedia di aplikasi.
Pasien juga dapat mengakses berita dan artikel
yang dipulikasikan oleh RSGM dan para ko-
asisten. Gambar 8 menunjukkan tampilan
pasien.
(a) (b) (c)
Gambar 8. Pasien : (a) Seputar Keluhan (b) Cari
Ko-asisten dan (c) Berita dan Artikel
3.4 Evaluasi Prototipe
Selanjutnya dilakukan evaluasi dengan
menggunakan usability testing. Setiap
responden ko-asisten dan pasien akan diuji
dengan melakukan tujuh task yang berbeda.
Ada delapan ko-asisten dan delapan pasien
yang terlibat dalam tahap evaluasi. Menurut
Faulkner (2003) yang menyatakan bahwa
minimum persentase masalah yang ditemukan
adalah 82% dengan jumlah responden
mendekati 10 orang. Kriteria usability yang
dinilai dapat dapat dilihat dari tabel 4.
Tabel 4. Kriteria Usability yang Dinilai
Kriteria
Usabiity
Definisi
Parameter
Keberhasilan
Effective-
ness
Seberapa baik
produk dapat
menyelesai-kan
tugas yang
diberikan
kepada user
Persentase
Responden
yang berhasil
menjalankan
task tanpa error
Efficiency
Seberapa baik
produk dapat
menyelesai-kan
tugas yang
diberikan
kepada user
dengan cepat
Persentase
responden yang
berhasil
menjalankan
task dibawah
waktu standar
Learnability
Seberapa
mudah produk
untuk dipelajari
oleh user
Hasil System
Usability Scale
(SUS)
Usability
Seberapa
kemampupakai
an dan
pemahaman
dari produk
yang dapat
diberikan
kepada user
Hasil System
Usability Scale
(SUS)
Berdasarkan hasil usability testing,
diperoleh tingkat efektivitas tampilan ko-asisten
sebesar 86% dan tampilan pasien sebesar
75%. Tingkat efesiensi tampilan ko-asisten
sebesar 89% dan tampilan pasien sebesar
71%. Tingkat kemudahan belajar dan tingkat
kualitas sistem yang diperoleh dari penilaian
SUS sebesar 76,88 untuk tampilan ko-asisten
dan 71,88 dari tampilan pasien.
3.5 Usulan Perbaikan Prototipe
Berdasarkan usability testing, diperoleh
usability problems seperti yang ditunjukkan
tabel 5.
11. KO-ASISTEN DOKTER GIGI
No.
Usability
Problems
Solusi
1
Area sentuhan
yang kecil dan
susah ditekan
Area sentuhan
(hotspot) diperluas
2
Tidak ada yang
membedakan
tombol pengaturan
dengan tombol
konfirmasi
Penambahan tombol
konfirmasi pada
halaman jadwal
praktik
3
Simbol atau
gambar kurang
representatif dan
kurang informatif
Simbol menu pada
navigation bar
diberikan judul dan
diganti dengan
simbol yang lebih
relevan
PASIEN GIGI DAN MULUT
No.
Usability
Problems
Solusi
1
Simbol atau
gambar kurang
representatif dan
kuraang informatif
Simbol menu pada
navigation bar
diberikan judul dan
diganti dengan
simbol yang lebih
relevan
2
Pemakaian font
yang tidak tepat
Pengubahan jenis
font yang digunakan
untuk beberapa
penggunaan kalimat /
kata
3
Susunan layout
yang
membingungkan
penataan ulang pada
halaman utama
aplikasi
4
Halaman aplikasi
yang kurang
menarik atau
kurang interaktif
Penambahan gambar
yang lebih
representatif
5
Pemakaian
highlights yang
tidak tepat
Pengubahan
highlights untuk
membedakan konten
dengan tombol
Berdasarkan usability problems, maka
diperoleh usulan perbaikan minor pada aplikasi.
Perbaikan mencakup perubahan penggunaan
judul, simbol, dan highlghts. Usulan perbaikan
ko-asisten dapat dilihat pada gambar 9.
(a) (b) (c)
Gambar 9. Ko-asisten : (a) Judul Bar Menu (b)
Penambahan Tombol dann (c) Perubahan Desain
Menu
Tampilan Pasien juga diibuat perbaikan
yang permasalahannya cukup sama dengan
tampilan ko-asisten. Banyak pasien yang tidak
paham karena penggunaan judul, simbol, dan
highlights. Usulan Perbaikan pasien dapat
dilihat pada gambar 10.
(a) (b) (c)
Gambar 10. Pasien : (a) Penambahan Checklist
Box (b) Penambahan Judul Bar Menu dan (c)
Perubahan Desain Pilihan Menu
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kebutuhan yang diperoleh dari ko-asisten
dokter gigi yaitu aplikasi yang dapat
membantu mereka dalam menyelesaikan
masa studi profesi sebagai ko-asisten
dengan mempertemukan mereka dengan
pasien gigi dan mulut agar dapat memenuhi
persyaratan kasus gigi dan mulut. Untuk
kebutuhan pasien gigi dan mulut yaitu
aplikasi dapat membantu mereka
memperoleh layanan medis bidang dental
yang murah dan cepat dari ko-asisten
dokter gigi.
2. Diperoleh empat buah desain alternatif dari
hasil desain partisipasif. Setiap desain
memiliki sistem dan tampilan yang
berbeda. Desain ke satu ko-asisten
diberikan kebebasan untuk memilih pasien.
Pada desain ke dua, pasien yang diberikan
kebebasan dalam memilih ko-asisten. Pada
desan ke tiga dan ke empat, ko-asisten dan
pasien dapat memilih satu sama lain.
3. Prototipe dirancang berdasarkan desain
alternatif terpilih yaitu desain ke satu yang
memiliki sistem yang memprioritaskan
pengguna sebagai ko-asisten, dalam artian
ko-asisten diberi kebebasan untuk mencari
dan memilih pasien sesuai kasus yang
dibutuhkan apabila diperlukan, sedangkan
untuk pasien hanya perlu mendaftarkan
keluhan dan menunggu keputusan kontak
dari ko-asisten.
12. 4. Evaluasi dilakukan dengan metode
usability testing dan diperoleh tingkat
effectiveness diperoleh dari rata-rata
keberhasilan responden ko-asisten
sebesar 86%, sedangkan rata-rata tingkat
keberhasilan responden pasien sebesar
75%. Tingkat efficiency diperoleh dari rata-
rata keberhasilan responden ko-asisten
yaitu sebesar 89%, sedangkan untuk
tingkat keberhasilan responden pasien
sebesar 71%. Hasil SUS yang diperoleh
yaitu 76,88 untuk bagian ko-asisten dokter
gigi dan 71,88 pada bagian pasien gigi dan
mulut. Berdasarkan SUS, aplikasi termasuk
dalam kategori C, yaitu aplikasi sudah
cukup baik namun masih dapat
dikembangkan.
Daftar Pustaka
Brooke, J. (2013). SUS: A Retrospective.
Journal of Usability Studies, 8, 29-40.
Diunduh dari http://uxpajournal.org/wp-
content/uploads/sites/8/pdf/JUS_Brooke_F
ebruary_2013.pdf
Brooke, J. (1995). SUS- A Quick and Dirty
Usability Scale, 1-7. Diunduh dari
https://hell.meiert.org/core/pdf/sus.pdf
Chambers, D.W. (1993). Toward A
Competency-Based Curriculum. Diunduh
dari http://www.davidwchambers.com/wp-
content/uploads/2015/04/Chambers-
Toward-Competency.pdf
Damian A., Hong D., Li H., Pan D. (1998). Joint
Application Development and Participatory
Design. Department of Computer Science,
University of Calgary, Alberta, Canada T2N
1N4, http://www.cpsc.
ucalgary.ca/~pand/seng/613/report.html,
11, 3, 1999.
Demirbilek, O., (1999). Involving the elderly in
the design process: a participatory design
model for usability, safety and
attractiveness. Unpublished PhD, Bilkent
University: Ankara
Faulkner, L. (2003). Beyond the five-user
assumption: Benefits of increased sample
sizes in usability testing. Behavior Research
Methods, Instruments, dan Computers,
35(3), 379-383.
Jones, S. (1999). User Participation in Design.
Human Context of Design, Design Arts III,
Lecture 13. Environmental Meaning,
Department of Architecture, University of
Oregon, Winter Term 1999,
http://darkwing.uoregon.edu/~humarch/inde
x.ht ml, 22, 9, 1999.
Kementrian Kesehatan RI. (2013). RISKESDAS
2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2015). Standar
Kompetensi Dokter Gigi Indonesia. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia.
Konsil Kedokter Indonesia. (2018). Konsil
Kedokteran Indonesia. Diakses pada
http://www.kki.go.id/
Lewis, J. R., & Sauro, J. (2009). The factor
structure of the System Usability Scale.
Diunduh dari https://measuringu.com/wp-
content/uploads/2017/07/Lewis_Sauro_HCI
I2009.pdf
Nielsen, J. (2012). How Many Test Users in a
Usability Study. Nielsen Norman Group.
Diunduh dari
https://www.nngroup.com/articles/how-
many-test-users/
Parnaadji, R. (2018). Rahardyan: Sebaran
Dokter Gigi Indonesia Tidak Merata.
Diakses pada https://unej.ac.id/rahardyan-
sebaran-dokter-gigi-indonesia-tidak-merata/
Pratama, G. dan Wahyudi, H., (2018). Studi
Deskriptif Mengenai Hardiness pada
Koasisten Angkatan 2013 di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas “X”. Diunduh
dari
http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/psi
kologi/article/download/11680/pdf
Preece, J., Rogers, Y. dan Sharp, H., (2015).
Interaction Design Beyond Human-
Computer Interaction, (4th edition). New
York: John Wiley danamp; Sons Inc.
Rubin, J. dan Chrisnell, D. (2008). Handbook of
Usability Testing. How to Plan, esign, and
Conduct Effective Test (2nd edition).
Indianapolis: Wiley Publishing, Inc.
Sutalaksana, I. Z., Anggawisastra, R., dan
Tjakraatmadja, J. H. (1979). Teknik Tata
Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik
Industri Institut Teknologi
Bandung.
Thomas, N. (2015). How to Use the System
Usability Scale (SUS) To Evaluate the
Usability of Your Website. Diunduh dari
http://usabilitygeek.com/how-to-use-the-
system-usability-scale-sus-to-evaluate-the-
usability-of-your-website/
Ulrich, K.T. dan Eppinger, S.D. (2012). Product
Design and Development (5th edition). New
York: McGraw-Hill.