SlideShare a Scribd company logo
1 of 29
Download to read offline
PENGKHOTBAH 5:7-19
EKSPOSISI PL – STT REFORMED INDONESIA
WEALTH and HONOR
FREDDY LIAUW
PENGKHOTBAH 5:7-19
Pengkhotbah dengan realistis merefleksikan kehidupan berkaitan dengan
penindasan (ay. 7-8) dan kekayaan (ay. 9-19).
Pada bagian 5:7-8 Pengkhotbah mengamati penindasan dan ketidak
adilan yang dilakukan para penguasa, dan kemudian pada 5:9-19
Pengkhotbah mengamati masalah yang ditimbulkan dari cinta akan
kekayaan.
Pengkhotbah mendiskusikan beberapa alasan mengapa cinta akan
kekayaan bukanlah jawaban atas pencarian makna hidup di dalam dunia
yang fana dengan waktu yang terbatas ini.
PENGKHOTBAH 5:7-8
7 Kalau engkau melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum
serta keadilan diperkosa, janganlah heran akan perkara itu, karena pejabat tinggi
yang satu mengawasi yang lain, begitu pula pejabat-pejabat yang lebih tinggi
mengawasi mereka.
8 Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau rajanya
dihormati di daerah itu.
Meskipun banyak korupsi dan penindasan, namun tetap lebih baik ada raja
yang mengawasi daripada tidak ada raja yang mengawasi di tanah yang
diusahakan.
PENGKHOTBAH 5:9-19
9 Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai
kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.
Alasan 1:
• Cinta akan uang tidak akan memberikan kepenuhan/kepuasan dalam
hidup.
• Manusia cenderung tidak akan pernah merasa cukup/puas.
• Manusia merasa dengan mengejar kekayaan maka akan mendapatkan
kepuasan dalam hidupnya.
PENGKHOTBAH 5:9-19
10 Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang
menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada
melihatnya?
Alasan 2:
• Bertambahnya harta pasti diikuti dengan bertambahnya pula
pengeluaran (sosial, tanggung jawab, dll.).
• Sehingga pemilik harta cenderung tidak lagi dapat menikmati dan hanya
sibuk menghitung dan menilai kekayaannya.
• Kekayaan menghisap kehidupan manusia dan akan mulai mengendalikan
manusia. Dan yang dapat dilakukan pemiliknya hanya berdiri tanpa daya
dan melihat masalah demi masalah tiba.
PENGKHOTBAH 5:9-19
11 Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak;
tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.
Alasan 3:
• Bertambahnya harta menyebabkan bertambahnya kekuatiran.
• Kekuatiran akan menyebabkan orang kaya sulit tidur dengan nyenyak.
• Beda dengan pekerjanya yang meski tidak kaya namun juga tidak
memiliki kekuatiran yang besar.
PENGKHOTBAH 5:9-19
12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan
yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.
13 Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun
padanya untuk anaknya.
Alasan 4:
• Ada realita kemalangan di mana situasi tertentu mengakibatkan orang
kaya kehilangan seluruh kekayaannya, sehingga tidak ada
sesuatu/sepeserpun yang dapat ia wariskan kepada keturunannya.
• Kekayaan dapat kita miliki hari ini, namun dapat juga pergi keesokan
harinya.
PENGKHOTBAH 5:9-19
14 Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi,
telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya
suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya.
15 Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun
ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah
menjaring angin?
16 Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan,
mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan.
Alasan 5:
• Ada masalah kematian, di mana semua manusia akan kembali dalam
keadaan sama seperti ia lahir, yaitu tidak membawa apapun.
• Masalahnya, bagaimana kita menjalani kehidupan sebelum kematian?
PENGKHOTBAH 5:9-19
17 Lihatlah, yang kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan
bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di
bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya,
sebab itulah bahagiannya.
Solusi 1:
• Menikmati hidup yang fana ini, bukan terus-menerus menilainya.
• Menikmati semua yang Tuhan anugerahkan kepada kita (bukan
menuntut yang Tuhan belum dan tidak berikan bagi kita).
• Hidup kita singkat, waktu kita berharga, nikmati setiap momen dalam
hidup kita bersama Tuhan (CARPE DIEM).
PENGKHOTBAH 5:9-19
18 Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk
menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih
payahnya--juga itupun karunia Allah.
Solusi 2:
• Segala hal yang kita miliki adalah anugerah, namun kuasa untuk
menikmati segala hal yang kita miliki itupun anugerah.
• Anugerah bukan ketika kita mendapatkan sesuatu, melainkan ketika kita
dapat menikmati setiap hal yang Tuhan sudah berikan bagi kita
(menikmati bukan hanya hasil, namun juga setiap proses).
• Berusaha bersyukur dan dan memuliakan Tuhan senantiasa dari apa yang
sudah diberikan bagi kita (CORAM DEO).
PENGKHOTBAH 5:9-19
19 Tidak sering ia mengingat umurnya, karena Allah membiarkan dia sibuk
dengan kesenangan hatinya.
Solusi 3:
• Tuhan membuat kita sukacita dalam jerih lelah, bukan mengingat
kesulitan dalam jerih lelah.
• Kesibukan bukan sebagai kutukan dan bukan juga karena ambisi ingin
mendapatkan sesuatu yang bukan bagian kita.
• Waktu kita berharga, gunakan untuk melihat kebaikan Tuhan dan nikmati
kebaikan Tuhan bagi kita. Jangan habiskan waktu kita hanya untuk terus-
menerus melihat dan menilai kehidupan kita/membandingkan dengan
orang lain (MEMENTO MORI).
YESAYA 43:18-21
18 firman-Nya: "Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah
perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala!
19 Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah
tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat
jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.
20 Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta,
sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai-
sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku;
21 umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-
Ku."
PENGKHOTBAH 6:1-9
EKSPOSISI PL – STT REFORMED INDONESIA
FREDDY LIAUW
INJUSTICE & UNFAIRNESS
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:1-9 – Qohelet sekali lagi mendukung pengamatan
sebelumnya bahwa tidak ada makna tertinggi di dalam
kekayaan.
6:1-6 – Qohelet mengklaim bahwa banyak orang kaya
yang tidak dapat menikmati hidupnya seperti yang
dijabarkan dalam 5:17-19.
Bukan karena mereka kekurangan sumber daya, tetapi
karena Allah tidak menganugerahi kemampuan untuk
menikmatinya.
1 Ada suatu kemalangan yang
telah kulihat di bawah matahari,
yang sangat menekan manusia:
2 orang yang dikaruniai Allah
kekayaan, harta benda dan
kemuliaan, sehingga ia tak
kekurangan suatupun yang
diingininya, tetapi orang itu tidak
dikaruniai kuasa oleh Allah untuk
menikmatinya, melainkan orang
lain yang menikmatinya! Inilah
kesia-siaan dan penderitaan yang
pahit.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:1-2 Dikaruniai Allah . . . Namun tidak dikaruniai
kuasa oleh Allah untuk menikmatinya
Anekdot yang diungkapkan oleh Qohelet: Ada orang
yang memiliki segalanya, namun tidak bisa menikmati
hidupnya karena Tuhan tidak mengizinkan mereka
untuk menikmati segala yang mereka miliki.
Sementara ada orang yang tidak memiliki kekayaan
dan kuasa, namun mereka puas terhadap hidupnya.
Hal ini yang kemudian dipandang sebagai
ketidakadilan (injustice & unfairness)
1 Ada suatu kemalangan yang
telah kulihat di bawah matahari,
yang sangat menekan manusia:
2 orang yang dikaruniai Allah
kekayaan, harta benda dan
kemuliaan, sehingga ia tak
kekurangan suatupun yang
diingininya, tetapi orang itu tidak
dikaruniai kuasa oleh Allah untuk
menikmatinya, melainkan orang
lain yang menikmatinya! Inilah
kesia-siaan dan penderitaan yang
pahit.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:3-5 – Memperluas tema, namun tidak lagi
menonjolkan kelimpahan kekayaan, melainkan
kesenangan hidup yang lain, yaitu memiliki keturunan
(lih. Mzm. 127:4) dan berumur panjang (lih. Ams. 3:2).
Qohelet menekankan bahwa meski orang memiliki
banyak keturunan dan umur panjang, namun tetap
saja dapat memiliki kehidupan yang menyedihkan.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:3 Tidak mendapat penguburan . . . Lebih baik anak
gugur
• Memiliki seratus anak, hidup dengan umur panjang,
namun tidak memiliki kepuasan dan kesenangan
dalam hidupnya.
• Orang mati yang tidak mendapat penguburan
dipandang sebagai orang yang tidak diberkati
(dikutuk).
• Anak gugur secara umum juga dipandang sebagai
sesuatu yang negatif, karena belum sempat
menikmati dunia ini.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:4 Pergi dalam kegelapan dan namanya ditutupi
kegelapan
• Anak gugur yang tidak sempat melihat matahari
dan belum memiliki identitas.
• Menyatakan sesuatu yang negatif.
• Mzm. 58:9 Biarlah mereka seperti siput yang
menjadi lendir, seperti guguran perempuan yang
tidak melihat matahari.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
• Bagian ini terdapat rhythme: datang dalam kesia-
siaan (bahebel) dan pergi dalam kegelapan
(bahosek; 2x).
• Menggambarkan anak gugur sebagai sesuatu yang
sangat menyedihkan.
• Namun memiliki keunggulan, yaitu tidak memiliki
kesadaran akan makna kehidupan.
• Anak gugur yang negatif seperti demikian tetap
lebih baik daripada orang yang punya segalanya
namun tidak dapat menikmatinya.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:5 Lagipula . . . tidak melihat matahari dan tidak
mengetahui apa-apa
• Melihat matahari adalah sesuatu yang menurut
Qohelet baik (11:7).
11:7 Terang itu menyenangkan dan melihat
matahari itu baik bagi mata;
• Namun lebih baik tidak mengetahui dan melihat
apa-apa, daripada mengetahui dan melihat namun
yang dilihat adalah kesengsaraan.
• Orang yang tidak mengetahui adanya kesengsaraan
akan lebih tenteram dari orang yang melihat
kesengsaraan.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:6 Dua kali seribu tahun
• Menekankan umur yang sangat panjang.
• Orang yang paling panjang umurnya adalah hampir
seribu tahun (Kej. 5:27).
• Kej. 5:27 Jadi Metusalah mencapai umur sembilan
ratus enam puluh sembilan tahun, lalu ia mati.
• Meski seseorang hidup sampai usia yang sangat tua
(lebih dari dua kali usia Metusalah), namun tetap
tidak ada artinya jika ia tidak dapat menikmati
hidupnya.
• Pada akhirnya kematian yang akan menghampiri,
betapapun lamanya hidup di dunia.
3 Jika orang memperoleh seratus
anak dan hidup lama sampai
mencapai umur panjang, tetapi ia
tidak puas dengan kesenangan,
bahkan tidak mendapat
penguburan, kataku, anak gugur
lebih baik dari pada orang ini.
4 Sebab anak gugur itu datang
dalam kesia-siaan dan pergi dalam
kegelapan, dan namanya ditutupi
kegelapan.
5 Lagipula ia tidak melihat
matahari dan tidak mengetahui
apa-apa. Ia lebih tenteram dari
pada orang tadi.
6 Biarpun ia hidup dua kali seribu
tahun, kalau ia tidak menikmati
kesenangan: bukankah segala
sesuatu menuju satu tempat?
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:7 – Keinginannya = jiwa (nephesh).
Satu-satunya alasan manusia bekerja adalah untuk
memuaskan mulutnya (keinginan inderawinya), tetapi
tujuan seperti itu tidak akan mungkin berakhir dan
tercapai karena jiwa manusia tidak akan pernah
terpuaskan.
Hal ini dianggap bertentangan dengan nasihat Qohelet
tentang Carpe Diem.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
Beberapa menafsirkan kata “mulut” mengacu kepada
“satu tempat” dari ayat sebelumnya (6:6), yaitu dunia
orang mati (Sheol).
Sheol dalam puisi Ibrani sering digambarkan sebagai
“mulut yang terbuka.”
Qohelet menganggap hidup sebagai adegan kerja
keras, kekacauan, dan ketidakpuasan yang
berkepanjangan, yang selalu dipenuhi kerja keras
untuk memuaskan jiwa yang tidak akan pernah dapat
terpuaskan.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:8 Kelebihan orang berhikmat dari orang bodoh
Sekarang Qohelet mengajukan pertanyaan
membandingkan orang berhikmat dan orang yang
bodoh.
Pada masa itu, orang Israel kuno menganggap bahwa
hikmat muncul dalam kekayaan. Mereka menganggap
salah satu fungsi hikmat adalah untuk menunjukkan
jalan menuju kekayaan materi. Orang berhikmat akan
diberkati.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
Qohelet mempertanyakan pandangan tentang hikmat
dan materi tersebut.
Menurut Qohelet orang berhikmat tidak memiliki
kelebihan dalam mengendalikan nafsu/keinginan akan
kekayaan materi.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
Kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di
hadapan orang
Apa yang diketahui orang miskin untuk berjalan (atau
berperilaku) di hadapan orang yang hidup (atau
kehidupan)?
Orang miskin, tidak memiliki kelebihan dalam
memanfaatkan hikmat yang dapat mengajar mereka
bagaimana berperilaku untuk menjalani kehidupan
dan untuk menemukan kepuasan dalam kekayaan.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
Kebijaksanaan/hikmat mungkin dapat membuat orang
miskin menjadi kaya, namun tetap tidak akan dapat
memuaskan nafsu/keinginan mereka.
Orang berhikmat juga tidak memiliki kelebihan dari
orang bodoh, karena hikmat tetap tidak dapat
menyelesaikan masalah kematian.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
6:9 Lebih baik apa yang dilihat daripada apa yang
diinginkan jiwa
Lebih baik apa yang dilihat (sesuatu yang konkrit;
selama masih hidup) daripada apa yang diinginkan
jiwa (yang terlalu besar dan tidak sesuai dengan
realita; sesudah mati)
Lebih baik satu genggam yang dapat dinikmati
daripada dua genggam yang tidak dapat dinikmati
(lebih baik satu burung di tangan daripada dua burung
di udara).
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari
pada menuruti nafsu. Inipun kesia-
siaan dan usaha menjaring angin.
KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9)
Kemudian bagian ini ditutup dengan refrain hebel
(kesia-siaan).
Qohelet membukakan realita bahwa keinginan
manusia tidak akan dapat dipuaskan, dan pencapaian
kekayaan tidak dapat memberikan kepuasan,
semuanya adalah kesia-siaan dan usaha menjaring
angin.
Seperti yang dikutip Luther dalam dongeng Aesop
yang menggambarkan seekor anjing menyambar
daging dicermin dan dengan demikian kehilangan
sepotong daging dimulutnya.
7 Segala jerih payah manusia
adalah untuk mulutnya, namun
keinginannya tidak terpuaskan.
8 Karena apakah kelebihan orang
yang berhikmat dari pada orang
yang bodoh? Apakah kelebihan
orang miskin yang tahu berperilaku
di hadapan orang?
9 Lebih baik melihat saja dari pada
menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan
dan usaha menjaring angin.

More Related Content

More from NurmalaSianturi2

More from NurmalaSianturi2 (9)

REVISI Etika Marxian & etika KANTIAN.pptx
REVISI Etika Marxian & etika KANTIAN.pptxREVISI Etika Marxian & etika KANTIAN.pptx
REVISI Etika Marxian & etika KANTIAN.pptx
 
rendah hati.pptx
rendah hati.pptxrendah hati.pptx
rendah hati.pptx
 
sukacita.pptx
sukacita.pptxsukacita.pptx
sukacita.pptx
 
Yesus mati bagiku SM JUmat Agung.pptx
Yesus mati bagiku SM JUmat Agung.pptxYesus mati bagiku SM JUmat Agung.pptx
Yesus mati bagiku SM JUmat Agung.pptx
 
PENYUCIAN BAIT ALLAH.pptx
PENYUCIAN BAIT ALLAH.pptxPENYUCIAN BAIT ALLAH.pptx
PENYUCIAN BAIT ALLAH.pptx
 
Bahan diskusi etika pergaulan
Bahan diskusi etika pergaulanBahan diskusi etika pergaulan
Bahan diskusi etika pergaulan
 
Tema takjub akan ciptaan allah
Tema takjub akan ciptaan allahTema takjub akan ciptaan allah
Tema takjub akan ciptaan allah
 
Slide gereja orang muda
Slide gereja orang mudaSlide gereja orang muda
Slide gereja orang muda
 
Gzb
GzbGzb
Gzb
 

07-Pengkhotbah 5.7-6.9.pdf

  • 1. PENGKHOTBAH 5:7-19 EKSPOSISI PL – STT REFORMED INDONESIA WEALTH and HONOR FREDDY LIAUW
  • 2. PENGKHOTBAH 5:7-19 Pengkhotbah dengan realistis merefleksikan kehidupan berkaitan dengan penindasan (ay. 7-8) dan kekayaan (ay. 9-19). Pada bagian 5:7-8 Pengkhotbah mengamati penindasan dan ketidak adilan yang dilakukan para penguasa, dan kemudian pada 5:9-19 Pengkhotbah mengamati masalah yang ditimbulkan dari cinta akan kekayaan. Pengkhotbah mendiskusikan beberapa alasan mengapa cinta akan kekayaan bukanlah jawaban atas pencarian makna hidup di dalam dunia yang fana dengan waktu yang terbatas ini.
  • 3. PENGKHOTBAH 5:7-8 7 Kalau engkau melihat dalam suatu daerah orang miskin ditindas dan hukum serta keadilan diperkosa, janganlah heran akan perkara itu, karena pejabat tinggi yang satu mengawasi yang lain, begitu pula pejabat-pejabat yang lebih tinggi mengawasi mereka. 8 Suatu keuntungan bagi negara dalam keadaan demikian ialah, kalau rajanya dihormati di daerah itu. Meskipun banyak korupsi dan penindasan, namun tetap lebih baik ada raja yang mengawasi daripada tidak ada raja yang mengawasi di tanah yang diusahakan.
  • 4. PENGKHOTBAH 5:9-19 9 Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Alasan 1: • Cinta akan uang tidak akan memberikan kepenuhan/kepuasan dalam hidup. • Manusia cenderung tidak akan pernah merasa cukup/puas. • Manusia merasa dengan mengejar kekayaan maka akan mendapatkan kepuasan dalam hidupnya.
  • 5. PENGKHOTBAH 5:9-19 10 Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya? Alasan 2: • Bertambahnya harta pasti diikuti dengan bertambahnya pula pengeluaran (sosial, tanggung jawab, dll.). • Sehingga pemilik harta cenderung tidak lagi dapat menikmati dan hanya sibuk menghitung dan menilai kekayaannya. • Kekayaan menghisap kehidupan manusia dan akan mulai mengendalikan manusia. Dan yang dapat dilakukan pemiliknya hanya berdiri tanpa daya dan melihat masalah demi masalah tiba.
  • 6. PENGKHOTBAH 5:9-19 11 Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur. Alasan 3: • Bertambahnya harta menyebabkan bertambahnya kekuatiran. • Kekuatiran akan menyebabkan orang kaya sulit tidur dengan nyenyak. • Beda dengan pekerjanya yang meski tidak kaya namun juga tidak memiliki kekuatiran yang besar.
  • 7. PENGKHOTBAH 5:9-19 12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri. 13 Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun padanya untuk anaknya. Alasan 4: • Ada realita kemalangan di mana situasi tertentu mengakibatkan orang kaya kehilangan seluruh kekayaannya, sehingga tidak ada sesuatu/sepeserpun yang dapat ia wariskan kepada keturunannya. • Kekayaan dapat kita miliki hari ini, namun dapat juga pergi keesokan harinya.
  • 8. PENGKHOTBAH 5:9-19 14 Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya. 15 Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin? 16 Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan. Alasan 5: • Ada masalah kematian, di mana semua manusia akan kembali dalam keadaan sama seperti ia lahir, yaitu tidak membawa apapun. • Masalahnya, bagaimana kita menjalani kehidupan sebelum kematian?
  • 9. PENGKHOTBAH 5:9-19 17 Lihatlah, yang kuanggap baik dan tepat ialah, kalau orang makan minum dan bersenang-senang dalam segala usaha yang dilakukan dengan jerih payah di bawah matahari selama hidup yang pendek, yang dikaruniakan Allah kepadanya, sebab itulah bahagiannya. Solusi 1: • Menikmati hidup yang fana ini, bukan terus-menerus menilainya. • Menikmati semua yang Tuhan anugerahkan kepada kita (bukan menuntut yang Tuhan belum dan tidak berikan bagi kita). • Hidup kita singkat, waktu kita berharga, nikmati setiap momen dalam hidup kita bersama Tuhan (CARPE DIEM).
  • 10. PENGKHOTBAH 5:9-19 18 Setiap orang yang dikaruniai Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya--juga itupun karunia Allah. Solusi 2: • Segala hal yang kita miliki adalah anugerah, namun kuasa untuk menikmati segala hal yang kita miliki itupun anugerah. • Anugerah bukan ketika kita mendapatkan sesuatu, melainkan ketika kita dapat menikmati setiap hal yang Tuhan sudah berikan bagi kita (menikmati bukan hanya hasil, namun juga setiap proses). • Berusaha bersyukur dan dan memuliakan Tuhan senantiasa dari apa yang sudah diberikan bagi kita (CORAM DEO).
  • 11. PENGKHOTBAH 5:9-19 19 Tidak sering ia mengingat umurnya, karena Allah membiarkan dia sibuk dengan kesenangan hatinya. Solusi 3: • Tuhan membuat kita sukacita dalam jerih lelah, bukan mengingat kesulitan dalam jerih lelah. • Kesibukan bukan sebagai kutukan dan bukan juga karena ambisi ingin mendapatkan sesuatu yang bukan bagian kita. • Waktu kita berharga, gunakan untuk melihat kebaikan Tuhan dan nikmati kebaikan Tuhan bagi kita. Jangan habiskan waktu kita hanya untuk terus- menerus melihat dan menilai kehidupan kita/membandingkan dengan orang lain (MEMENTO MORI).
  • 12. YESAYA 43:18-21 18 firman-Nya: "Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! 19 Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara. 20 Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai- sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku; 21 umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran- Ku."
  • 13. PENGKHOTBAH 6:1-9 EKSPOSISI PL – STT REFORMED INDONESIA FREDDY LIAUW INJUSTICE & UNFAIRNESS
  • 14. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:1-9 – Qohelet sekali lagi mendukung pengamatan sebelumnya bahwa tidak ada makna tertinggi di dalam kekayaan. 6:1-6 – Qohelet mengklaim bahwa banyak orang kaya yang tidak dapat menikmati hidupnya seperti yang dijabarkan dalam 5:17-19. Bukan karena mereka kekurangan sumber daya, tetapi karena Allah tidak menganugerahi kemampuan untuk menikmatinya. 1 Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia: 2 orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
  • 15. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:1-2 Dikaruniai Allah . . . Namun tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya Anekdot yang diungkapkan oleh Qohelet: Ada orang yang memiliki segalanya, namun tidak bisa menikmati hidupnya karena Tuhan tidak mengizinkan mereka untuk menikmati segala yang mereka miliki. Sementara ada orang yang tidak memiliki kekayaan dan kuasa, namun mereka puas terhadap hidupnya. Hal ini yang kemudian dipandang sebagai ketidakadilan (injustice & unfairness) 1 Ada suatu kemalangan yang telah kulihat di bawah matahari, yang sangat menekan manusia: 2 orang yang dikaruniai Allah kekayaan, harta benda dan kemuliaan, sehingga ia tak kekurangan suatupun yang diingininya, tetapi orang itu tidak dikaruniai kuasa oleh Allah untuk menikmatinya, melainkan orang lain yang menikmatinya! Inilah kesia-siaan dan penderitaan yang pahit.
  • 16. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:3-5 – Memperluas tema, namun tidak lagi menonjolkan kelimpahan kekayaan, melainkan kesenangan hidup yang lain, yaitu memiliki keturunan (lih. Mzm. 127:4) dan berumur panjang (lih. Ams. 3:2). Qohelet menekankan bahwa meski orang memiliki banyak keturunan dan umur panjang, namun tetap saja dapat memiliki kehidupan yang menyedihkan. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 17. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:3 Tidak mendapat penguburan . . . Lebih baik anak gugur • Memiliki seratus anak, hidup dengan umur panjang, namun tidak memiliki kepuasan dan kesenangan dalam hidupnya. • Orang mati yang tidak mendapat penguburan dipandang sebagai orang yang tidak diberkati (dikutuk). • Anak gugur secara umum juga dipandang sebagai sesuatu yang negatif, karena belum sempat menikmati dunia ini. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 18. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:4 Pergi dalam kegelapan dan namanya ditutupi kegelapan • Anak gugur yang tidak sempat melihat matahari dan belum memiliki identitas. • Menyatakan sesuatu yang negatif. • Mzm. 58:9 Biarlah mereka seperti siput yang menjadi lendir, seperti guguran perempuan yang tidak melihat matahari. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 19. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) • Bagian ini terdapat rhythme: datang dalam kesia- siaan (bahebel) dan pergi dalam kegelapan (bahosek; 2x). • Menggambarkan anak gugur sebagai sesuatu yang sangat menyedihkan. • Namun memiliki keunggulan, yaitu tidak memiliki kesadaran akan makna kehidupan. • Anak gugur yang negatif seperti demikian tetap lebih baik daripada orang yang punya segalanya namun tidak dapat menikmatinya. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 20. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:5 Lagipula . . . tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa • Melihat matahari adalah sesuatu yang menurut Qohelet baik (11:7). 11:7 Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata; • Namun lebih baik tidak mengetahui dan melihat apa-apa, daripada mengetahui dan melihat namun yang dilihat adalah kesengsaraan. • Orang yang tidak mengetahui adanya kesengsaraan akan lebih tenteram dari orang yang melihat kesengsaraan. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 21. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:6 Dua kali seribu tahun • Menekankan umur yang sangat panjang. • Orang yang paling panjang umurnya adalah hampir seribu tahun (Kej. 5:27). • Kej. 5:27 Jadi Metusalah mencapai umur sembilan ratus enam puluh sembilan tahun, lalu ia mati. • Meski seseorang hidup sampai usia yang sangat tua (lebih dari dua kali usia Metusalah), namun tetap tidak ada artinya jika ia tidak dapat menikmati hidupnya. • Pada akhirnya kematian yang akan menghampiri, betapapun lamanya hidup di dunia. 3 Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini. 4 Sebab anak gugur itu datang dalam kesia-siaan dan pergi dalam kegelapan, dan namanya ditutupi kegelapan. 5 Lagipula ia tidak melihat matahari dan tidak mengetahui apa-apa. Ia lebih tenteram dari pada orang tadi. 6 Biarpun ia hidup dua kali seribu tahun, kalau ia tidak menikmati kesenangan: bukankah segala sesuatu menuju satu tempat?
  • 22. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:7 – Keinginannya = jiwa (nephesh). Satu-satunya alasan manusia bekerja adalah untuk memuaskan mulutnya (keinginan inderawinya), tetapi tujuan seperti itu tidak akan mungkin berakhir dan tercapai karena jiwa manusia tidak akan pernah terpuaskan. Hal ini dianggap bertentangan dengan nasihat Qohelet tentang Carpe Diem. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 23. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) Beberapa menafsirkan kata “mulut” mengacu kepada “satu tempat” dari ayat sebelumnya (6:6), yaitu dunia orang mati (Sheol). Sheol dalam puisi Ibrani sering digambarkan sebagai “mulut yang terbuka.” Qohelet menganggap hidup sebagai adegan kerja keras, kekacauan, dan ketidakpuasan yang berkepanjangan, yang selalu dipenuhi kerja keras untuk memuaskan jiwa yang tidak akan pernah dapat terpuaskan. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 24. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:8 Kelebihan orang berhikmat dari orang bodoh Sekarang Qohelet mengajukan pertanyaan membandingkan orang berhikmat dan orang yang bodoh. Pada masa itu, orang Israel kuno menganggap bahwa hikmat muncul dalam kekayaan. Mereka menganggap salah satu fungsi hikmat adalah untuk menunjukkan jalan menuju kekayaan materi. Orang berhikmat akan diberkati. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 25. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) Qohelet mempertanyakan pandangan tentang hikmat dan materi tersebut. Menurut Qohelet orang berhikmat tidak memiliki kelebihan dalam mengendalikan nafsu/keinginan akan kekayaan materi. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 26. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) Kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang Apa yang diketahui orang miskin untuk berjalan (atau berperilaku) di hadapan orang yang hidup (atau kehidupan)? Orang miskin, tidak memiliki kelebihan dalam memanfaatkan hikmat yang dapat mengajar mereka bagaimana berperilaku untuk menjalani kehidupan dan untuk menemukan kepuasan dalam kekayaan. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 27. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) Kebijaksanaan/hikmat mungkin dapat membuat orang miskin menjadi kaya, namun tetap tidak akan dapat memuaskan nafsu/keinginan mereka. Orang berhikmat juga tidak memiliki kelebihan dari orang bodoh, karena hikmat tetap tidak dapat menyelesaikan masalah kematian. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.
  • 28. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) 6:9 Lebih baik apa yang dilihat daripada apa yang diinginkan jiwa Lebih baik apa yang dilihat (sesuatu yang konkrit; selama masih hidup) daripada apa yang diinginkan jiwa (yang terlalu besar dan tidak sesuai dengan realita; sesudah mati) Lebih baik satu genggam yang dapat dinikmati daripada dua genggam yang tidak dapat dinikmati (lebih baik satu burung di tangan daripada dua burung di udara). 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia- siaan dan usaha menjaring angin.
  • 29. KESIA-SIAAN KEKAYAAN (6:1-9) Kemudian bagian ini ditutup dengan refrain hebel (kesia-siaan). Qohelet membukakan realita bahwa keinginan manusia tidak akan dapat dipuaskan, dan pencapaian kekayaan tidak dapat memberikan kepuasan, semuanya adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin. Seperti yang dikutip Luther dalam dongeng Aesop yang menggambarkan seekor anjing menyambar daging dicermin dan dengan demikian kehilangan sepotong daging dimulutnya. 7 Segala jerih payah manusia adalah untuk mulutnya, namun keinginannya tidak terpuaskan. 8 Karena apakah kelebihan orang yang berhikmat dari pada orang yang bodoh? Apakah kelebihan orang miskin yang tahu berperilaku di hadapan orang? 9 Lebih baik melihat saja dari pada menuruti nafsu. Inipun kesia-siaan dan usaha menjaring angin.