Ringkasan dokumen tersebut adalah sebagai berikut:
Praktik kerja lapangan dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan pada sapi bali di Kecamatan Praya Barat. Kegiatannya meliputi pemilihan induk, deteksi birahi, inseminasi buatan, pemeriksaan kebuntingan, dan penanganan kesehatan ternak. Hasilnya menunjukkan tingkat keberhasilan insemin
Similar to Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada Induk Sapi Bali di UPT HPT dan Keswan Kecamatan Praya Barat.pptx (20)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada Induk Sapi Bali di UPT HPT dan Keswan Kecamatan Praya Barat.pptx
1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada
Induk Sapi Bali di UPT HPT dan Keswan
Kecamatan Praya Barat
Mustiadi (B1D018196)
Program Studi Peternakan
Jurusan Peternakan
Universitas Mataram
Tahun 2022
3. 1. LATAR BELAKANG
• Pelaksanaan PKL dilakukan di Unit Pelayanan Tekhnis (UPT) Hama Penyakit
Tanaman (HPT) dan Kesehatan Hewan Kecamatan Praya Barat dengan
wilayah kerja yaitu Desa penujak, Desa Selong Belanak, Desa Mangkung, Desa
Stanggor, Desa Batujai, Desa Tanak Rarang, Desa Bonder dan Desa Mekarsari
• Pelayanan yang diberikan antara lain, Inseminasi Buatan (IB), penyuntikan
baik untuk mencegah penyakit maupun mengobati ternak, dan membantu
ternak melahirkan.
• Sektor peternakan berperan sebagai sumber kesejahteraan dalam
meningkatkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Sektor peternakan
juga berkontribusi dalam menumbuhkan peluang ekonomi masyarakat
pedesaan.
• Usaha yang dikelola masih bersifat tradisional dengan menggunakan
peralatan dan teknologi sederhana hal ini terjadi karena keterbatasan modal
dan sumber daya manusia di Indonesia masih terbilang rendah sehingga
potensi yang ada belum digali secara optimal
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM 3
4. • Sapi potong memegang peranan penting dalam penyediaan daging nasional.
• Menurut Iswoyo dan Widyaningrum, 2008 ketersediaan daging sapi lokal rata-rata baru memenuhi 65,24%
kebutuhan total nasional.
• Indonesia belum mampu menyuplai daging sapi tersebut, sehingga kekurangannya masih dipenuhi dari impor,
baik berupa sapi bakalan maupun daging beku.
• Upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada daging sapi, salah satu cara yaitu dengan meningkatkan
populasi sapi potong.
• Peningkatan populasi sapi potong dapat dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon
induk sapi dalam jumlah besar.
4
1. LATAR BELAKANG
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
5. 1. LATAR BELAKANG
• Inseminasi Buatan (IB) merupakan teknologi yang tepat untuk meningkatkan jumlah kelahiran pedet dalam jumlah
besar.
• Inseminasi Buatan merupakan suatu teknologi untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak secara kuantitatif
dan kualitatif.
• Menurut Feradis (2004), keuntungan dari Inseminasi Buatan yaitu; memaksimalkan pejantan unggul, menghemat
biaya pemeliharaan pejantan, mencegah terjadinya inbreeding, dapat mengatur jarak kelahiran, mencegah penularan
penyakit, memperpendek Calving Interval (CI).
• Tingkat keberhasilan dan kendala serta faktor-faktor yang mempengaruhi dapat memberikan informasi kepada para
peternak dan pemerintah setempat dalam menentukan kebijakan mengenai upaya pengembangan ternak potong di
wilayah tersebut.
• Untuk itu perlu dilakukan upaya pelaksanaan evaluasi keberhasilan serta kendala program Inseminasi Buatan.
5
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
6. 2. TUJUAN DAN KEGUNAAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN
Tujuan
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan IB di lapangan.
Menerapkan ilmu yang didapat dibangku perkuliahan
6
Kegunaan
Menambah wawasan, pengetahuan serta pengalaman di bidang IB.
Sebagai bahan kajian dan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan IB di Kecamataan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah.
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
7. 3. KEGIATAN UTAMA
a) Pemilihan Induk
• Pemilihan induk merupakan faktor penunjang keberhasilan penerapan teknologi IB
• Pemilihan induk ini bisa dilakukan dengan penilaian BCS/SKT pada ternak sapi
• Penilaian BCS sapi yang kurus akan diberi nilai 3, sapi yang sedang diberi nilai 4, dan sapi yang gemuk
diberi nilai 5
• Selama kegiatan PKL sebagian besar ditemukan induk sapi dengan BCS sedang dan hanya sebagian kecil
ditemukan induk sapi dengan BCS kurus maupun gemuk
7
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
8. 3. KEGIATAN UTAMA
a) Pemilihan Induk
8
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
•Sapi dengan BCS kurus (rata-rata BB
180-200 kg)
•Sapi dengan BCS sedang (rata-rata
BB 250-300 kg)
•Sapi dengan BCS gemuk (rata-rata
BB 400-600 kg)
9. 3. KEGIATAN UTAMA
b) Deteksi Birahi
• Tujuan dari deteksi birahi ini adalah untuk mengetahui sapi dalam keadaan bunting atau tidak sebelum
dilakukannya IB
• Pada umumnya secara normal sapi betina akan mengalami siklus berahi selama 17 – 24 hari dengan rata-
rata 21 hari
• Jumlah sapi yang terdeteksi birahi selama kegiatan praktik kerja lapangan ini berjumlah 29 ekor sapi.
• Dari 29 ekor sapi tersebut semua sapi dinyatakan birahi
9
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
10. 3. KEGIATAN UTAMA
c) Inseminasi Buatan (IB)
• IB adalah suatu teknik yang bertujuan agar ternak bunting tanpa perlu melakukan perkawinan alam.
• Jumlah sapi yang di IB selama kegiatan PKL adalah sebanyak 29 ekor.
• Data tersebut terdiri dari 23 ekor jenis induk sapi Bali, 5 ekor jenis induk Simbal, dan 1 ekor jenis induk
sapi Limbal.
• Dari data tersebut juga diketahui bahwa dari 29 ekor sapi yang di IB di kecamatan Praya Barat terdapat 19
ekor sapi Bali, 4 ekor sapi Simbal yang berhasil bunting setelah dilakukan IB.
• Terdapat 4 ekor sapi Bali, 1 ekor sapi Simbal dan 1 ekor sapi Limbal yang gagal bunting setelah di IB.
10
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
11. 3. KEGIATAN UTAMA
d) Kualitas Semen
• Kualitas semen beku setelah didistribusikan di lapangan sangat
penting dalam pengaruhnya terhadap keberhasilan IB yang dapat
diukur dengan angka konsepsi (conception rate).
11
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
• Berikut ini adalah warna straw masing-masing bibit sapi
1. Sapi Bali : Merah
2. Sapi Brahman : Biru tua
3. Sapi Simmental : Bening
4. Sapi Limousin : Merah Muda
5. Sapi Angus : Orange
• Selama kegiatan PKL, jumlah straw yang dibawa inseminator sesuai
dengan jumlah peternak yang meminta pelayanan sehingga tidak ada
straw yang di simpan di dalam termos dalam waktu yang lama. Ini
dilakukan agar kualitas semen tetap terjaga
12. 3. KEGIATAN UTAMA
e) Pemeriksaan Kebuntingan
• Pemeriksaan kebuntingan sebaiknya dilakukan setelah 60 hari pasca
di IB, dikhawatirkan terjadi keguguran, karena siklus birahi yang
dipergunakan sebagai dasar diagnosa hasil IB adalah berkisar antara
28 s.d 35 hari.
• Salah satu teknik mendiagnosa kebuntingan ternak sapi adalah
dengan palpasi per-rektal karena, sangat sederhana, praktis, selain
mudah prosedurnya juga mempunyai akurasi yang tinggi.
• Selama kegiatan PKL berlangsung, ada 8 ekor sapi yang sudah
diperiksa terdapat 3 ekor sapi yang sudah bunting dengan umur
kebuntingan 5-6 bulan. Sedangkan 5 ekor sapi dinyatakan kosong
atau tidak bunting sehingga bisa dikatakan pemeriksaan kebuntingan
ini berhasil karena tidak ada pemeriksaan yang salah.
12
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
13. 4. KEGIATAN TAMBAHAN
a) Penanganan Kesehatan dan Penyakit Ternak
1. Suntik Vitamin
• Suntik vitamin bertujuan untuk meningkatkan kondisi tubuh ternak dari kondisi sebelumnya
dengan cara pemberian suplemen atau vitamin
• Pemberian vitamin B-Kompleks bertujuan untuk menambah nafsu makan, mencegah aneroksia
• Pada pelayanan ini digunakan spet 10 ml yang sudah di sterilkan menggunakan alcohol 70 %
kemudian disuntikkan sebanyak 10 ml.
• Dilakukan penyuntikan minimal pergantian musim karena ternak rentan terhadap penyakit.
• Sedangkan pemberian antibiotik bertujuan untuk memperbaiki metabolisme dalam tubuh dan
meningkatkan daya tahan tubuh ternak untuk mencegah penyakit.
13
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
14. 4. KEGIATAN TAMBAHAN
a) Penanganan Kesehatan dan Penyakit Ternak
2. Scabies
• Menyerang bagian kulit hewan ternak
• Disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei
• Selama praktik kerja lapangan terdapat dua ternak yang terkena
penyakit scabies
• Pengobatan dilakukan dengan penyuntikkan Ivomec dengan dosis
1 ml/50 kg berat badan sapi dan vitamin B12 dengan dosis 10
ml/ekor.
• Pemberian obat biasanya disuntikkan di bagian leher (Subkutan)
dan proses penyembuhan penyakit scabies yaitu 1 bulan.
• Penanganan pada penyakit scabies ini dikatakan berhasil karena
pada akhir praktik kerja lapangan semua ternak tersebut
dinyatakan sembuh
14
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
15. 4. KEGIATAN TAMBAHAN
b) Penanganan Kelahiran
• Tahap melahirkan dibagi menjadi 3 tahap: tahap pertama, kedua, dan ketiga.
• Normalnya sapi melahirkan pada posisi rebahan
• 3 induk sapi melahirkan secara normal dan upnormal di wilayah pelayanan di UPT terdapat 1 ekor
induk sapi yang melahirkan secara tidak normal/distokia dan 2 ekor induk sapi secara normal.
• Induk sapi melahirkan secara distokia terjadi pada induk sapi bali yang melahirkan pedet limosin
• Distokia disebabkan oleh ukuran pedet yang dilahirkan terlalau besar, pemberian pakan yang kurang
selama kebuntingan, oleh hal ini induk kekurangan tenaga saat kontraksi
15
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
16. 4. KEGIATAN TAMBAHAN
16
c) CPCL Kelompok Korporasi Kambing Dari Kementrian Pertanian
d) Pengambilan Sampel Darah Pada Kambing Dan Domba Dari Dinas Peternakan Untuk Mencegah Penyakit
PPR
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
17. 5. PERMASALAHAN
1. Kualitas semen beku yang menurun karena akses ke lokasi peternak yang jauh dan kurang baik.
2. Banyak kriteria induk yang belum memenuhi syarat kondisi induk yang baik
3. Kurangnya pengetahuan peternak dalam mendeteksi birahi sehingga waktu inseminasi buatan tidak tepat
4. Peternak masih kesulitan dalam pemeriksaan kebuntingan dan sering tidak tanggap menghadapi hal
tersebut
5. Kurangnya perhatian peternak dalam kesehatan ternyaknya sehingga banyak ditemukan penyakit pada
ternak
6. Masih banyak terjadinya kasus kesulitan melahirkan pada induk sapi
7. Peternak Masih kurang tanggap dalam melaporkan kasus sapi yang melahirkan
8. sering terjadinya kesalahan prediksi melahirkan oleh peternak
17
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
18. 6. PEMECAHAN MASALAH
1. Inseminator memberikan edukasi kepada peternak tentang inseminasi buatan agar pemahaman peternak bertambah
2. Sebaiknya peternak mendengarkan arahan inseminator agar inseminasi buatan sesuai dengan kondisi badan dari sapi
sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
3. Sebaiknya peternak cepat melaporkan birahi sapi ke inseminator agar waktu pelaksanaan inseminasi buatan tepat
4. Petugas memberikan catatan dan mengingatkan untuk menghubungi peternak saat induk sapi akan diperiksa
kebuntingan.
18
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
19. 19
7. KESIMPULAN DAN SARAN
Sebaiknya peternak lebih mendengarkan pengarahan dari inseminator dan petugas
demi berhasilnya keberlangsungan Inseminasi Buatan dan agar sapi yang dipelihara
dapat sehat. Serta pentingnya sosialisasi untuk hal-hal tersebut oleh inseminator dan
petugas.
Mahasiswa yang melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan juga harus lebih sering
memberikan edukasi terhadap peternak tentang faktor keberhasilan dan kendala
inseminasi buatan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya
KESIMPULAN
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM
20. 20
7. KESIMPULAN DAN SARAN
Keberhasilan dari pelaksanaan Inseminasi Buatan dapat dipengaruhi beberapa faktor
yaitu kondisi badan ternak, deteksi birahi, waktu pelaksanaan Inseminasi Buatan,
keterampilan inseminator, pelaksanaan inseminasi buatan dan kualitas semen yang
digunakan.
Pelakasaan inseminasi buatan pada praktek kerja lapangan ini juga terdapat kendala
berupa kurangnya pemahaman peternak tentang tanda-tanda birahi pada sapi dan
pemahaman tentang waktu yang tepat untuk melakukan IB setelah sapi birahi.
SARAN
FAKULTAS PETERNAKAN, UNIVERSITAS MATARAM