Implementasi Resort Based Management (RBM) di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo berperan dalam peningkatan frekuensi perjumpaan banteng di Padang Penggembalaan Sadengan. RBM meningkatkan manajemen kawasan melalui peningkatan sumber daya manusia resort, alokasi dana, dan sistem informasi berbasis data lapangan yang terstandarisasi.
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
RBM BANTENG
1. PERAN PENGELOLAAN BERBASIS RESORT DALAM
PELESTARIAN BANTENG (Bos javanicus d’Alton) DI
RESORT ROWOBENDO TAMAN NASIONAL ALAS
PURWO
Ainy Amelya Utami
E34120049
Pembimbing :
Dr Ir Arzyana Sunkar M.Sc
Prof Dr Ir Yanto Santosa DEA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN
EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
4. TUJUAN
Mengidentifikasi dampak implementasi RBM
terhadap frekuensi perjumpaan banteng di
Padang Penggembalaan Sadengan (PPS)
Mengidentifikasi jenis kegiatan RBM yang
berperan dalam mempengaruhi frekuensi
perjumpaan banteng di PPS
5. MANFAAT
Memberikan informasi mengenai keberhasilan
kegiatan RBM dalam konservasi satwaliar
Menjadi informasi dan masukan bagi pengelola
dalam menyempurnakan sistem RBM di TNAP
6. ASUMSI
PPS merupakan satu-satunya tempat yang menjadi
pusat berkumpulnya banteng di TNAP.
Pelestarian banteng yang dimaksud adalah
peningkatan ukuran populasi banteng di Padang
Penggembalaan Sadengan.
Frekuensi perjumpaan banteng di PPS merupakan
indikator ukuran populasi banteng di PPS.
Data frekuensi perjumpaan banteng hanya dikaji
pada periode tahun 2003 sampai 2012, yaitu lima
tahun sebelum dan lima tahun sesudah
implementasi RBM di TNAP.
10. JENIS DATA
No Tujuan Penelitian Data yang
dikumpulkan
Metode Analisis Data Sumber Data
1. Mengidentifikasi
dampak
implementasi RBM
terhadap
peningkatan
frekuensi
perjumpaan banteng
di PPS.
1. Frekuensi
perjumpaan
banteng di
Padang
Penggembalaan
Sadengan tahun
2003-2012
1. Metode studi
literatur
2.Wawancara
1. Uji t-tidak
berpasa-ngan
2. Analisis
deskriptif
1. Buku statistik
TNAP
2. Pegawai
TNAP
2. Mengidentifikasi
jenis kegiatan RBM
yang berperan dalam
mempengaruhi
frekuensi
perjumpaan banteng
di PPS
1. Frekuensi
Patroli Resort
Rowobendo
2. Gangguan
perburuan
banteng di
Resort
Rowobendo
3. Kegiatan
pembinaan
habitat banteng
di Padang
Penggembalaan
Sadengan.
1. Metode
observasi
2. Metode
studi
literatur
3. Wawancara
1. Analisis
deskriptif
1. Sistem
informasi
pengelolaan
kawasan
(Siloka)
TNAP
2. Pegawai
TNAP
12. Analisis Uji t
Analisis uji t dilakukan untuk membandingkan frekuensi perjumpaan banteng
sebelum dan sesudah dilakukannya RBM di TNAP
𝑡 ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑋1 − 𝑋2
𝑛1 − 1 𝑠12 + (𝑛2 − 1)𝑠22
𝑛1 + 𝑛2 − 2
1
𝑛1
+
1
𝑛2
Hipotesis
H0 : tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya RBM
H1 : terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah adanya RBM
Jika :
t hitung < t tabel (tolak H1, terima H0) berarti tidak terdapat pengaruh antara
variabel sebelum dan sesudah RBM, jika t hitung > t tabel (tolak H0, terima H1)
berarti terdapat perbedaan antara variabel sebelum dan sesudah adanya RBM.
Dimana, a = 0,05 (5%) dengan tingkat keyakinan 95%.
METODE ANALISIS DATA
Data lain yang diperoleh kemudian diolah dalam bentuk tabel dan grafik
kemudian dideskripsikan.
14. RESORT ROWOBEN
Resort merupakan unit
pengelolaan terkecil di TN,
memiliki kewajiban memperoleh
data lapang.
Kewajiban resort : Melakukan
kegiatan 3P
Resort Rowobendo sudah ada
sejak awal TNAP ditunjuk
sebagai TN.
Sebagian besar wilayah Resort
Rowobendo merupakan wilayah
jelajah Banteng
Didalam Resort Rowobendo
terdapat PPS yang berfungsi
sebagai daerah habitat dan
konsentrasi populasi banteng
16. POAC
Planning
Organizing
Actuating
Controlling
(4 Fungsi Manajemen)
PENGELOLAAN KAWASAN
Pola Manejemen
BERHASIL/EFEKTIF
Kelemahan pada salah satu fungsi mempengaruhi manajemen secara keseluruhan
Prinsip POAC penting diimplementasikan di Resort
Resort diberi kesempatan untuk melakukan perencanaan, pengaturan SDM,
pengalokasian anggaran, menghimpun data lapang, melakukan kontrol
terhadap kegiatan yang dilakukan.
17. RESORT ROWOBENDO
Fungsi
Manajemen
Sebelum RBM
Tahun 2003-2007
Setelah RBM
Tahun 2008-2012
Perencanaan
(Planning)
Pengorganisasian
(Organizing)
Pengarahan
(Actuating)
Pengawasan
(Controlling)
Frekuensi
Perjumpaan Banteng
di PPS
Pengelolaan Top-Down
1.SDM terbatas
2. Frekuensi Patroli 84/tahun
3.Belum terjadwal, sarana belum
terpenuhi
1.Pengelolaan Bottom Up
2. Dibentuk UPK Sadengan
2. Resort Rowobendo dan UPK
Sadengan membuat KAK
1.Peningkatan Jumlah SDM
2.Frekuensi patroli 100-350/tahun
3.Sudah terjadwal, sarana
terpenuhi
Dana DIPA diatur Balai TNAP
1.Resort/UPK Sadengan dilibatkan
dalam perencanaan DIPA
2.Petugas mendapat dana Insentif
Keterbatasan resort dalam 3fungsi
diatas, menyebabkan tidak
memadainya data dilapang utk
menyusun kebijakan
Terdapat SILOKA
Frekuensi Perjumpaan Banteng
di PPS cenderung menurun
Frekuensi Perjumpaan Banteng
di PPS meningkat
Kasus
Perburuan
Banteng
Banyak kasus
pelanggaran terhadap
banteng
Kasus pelanggaran
terhadap banteng
menurun
18. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2003 2004 2005 2006 2007
Jumlah
Tahun
Polhut Peh Total
Gambar 1 Jumlah SDM Resort Rowobendo sebelum RBM
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.597/Kpts-VI/1998
Tentang Polisi Hutan
Keterbatasan SDM menyebabkan pelaksanaan kegiatan di Resort belum
terkoordinasi dengan baik. Patroli 84 kali/tahun. Patroli Belum terjadwal,
sarana belum terpenuhi. Sehingga menyulitkan dalam pengambilan data
lapang.
19. 1
8
6
2 2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2003 2004 2005 2006 2007
JumlahPelanggaran
Tahun
Gambar 2 Jumlah kasus perburuan banteng di Resort Rowobendo sebelum RBM
Sumber : BTNAP
Kelemahan dalam pengumpulan data lapang menyebabkan tidak diketahuinya
penurunan pakan di PPS
Banteng keluar kawasan menuju Blok Sumber Gedang (Areal PHBM)
23. Gambar 8 Pola patroli Resort Rowobendo setelah RBM
Sumber : RPJP TNAP 2016-2025
Pola patroli,tersedianya sarana serta jadwal yang jelas juga
adanya dana INSENTIF untuk petugas dapat meningkatkan
frekuensi patroli.
24. 1
8
0
3
2
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2008 2009 2010 2011 2012
JumlahPelanggaran
Tahun
Gambar 6 Jumlah kasus perburuan banteng di
Resort Rowobendo setelah RBM
Frekuensi patroli yang meningkat menyebabkan terjadinya penurunan
kasus pelanggaran terhadap banteng
25. 0
20
40
60
80
100
120
140
160
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
JumlahIndividu
Tahun
Jantan Dewasa Betina Dewasa Anak
TOTAL Linear (TOTAL )
Gambar 7 Frekuensi kehadiran banteng di PPS sebelum dan setelah RBM
Sumber : Buku Statistik TNAP
Berdasarkan Uji – t, setelah diberlakukan sistem
RBM, frekuensi perjumpaan banteng di PPS
meningkat
26. Pembinaan Habitat di PPS
1. Pendongkelan kerinyu (Eupatorium odoratum)
2. Pembabatan enceng-enceng (Casia tora)
3. Pembuatan instalasi air bawah tanah,
bak-bak air dan sprinkle
Gambar 8 Pembinaan habitat di PPS
Sumber : Nurhara et. al (2008)
27. Peran RBM di Resort Rowobendo
dalam Pelestarian Banteng di TNAP
Sumber: BTNAP (2014)
28. Penentuan kebijakan harus didasarkan
pada informasi lapang yang
terstandarisasi (EC-FAO 2003)
Data yang diperoleh, diolah kemudian
dijadikan sbg informasi untuk arah
pengelolaan kedepan.
Sehingga pada RBM khususnya di TNAP
dibuat SILOKA (Sistem Informasi
Pengelolaan Kawasan Konservasi)
29. Gambar 9 Blanko Register J TNAP
Sumber : BTNAP
NO REG : J 1 1 0 0 0 0
A. Informasi Umum
Wilayah Kerja : Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Tegaldlimo
Resort : Resort Rowobendo
Hari / Tanggal : ,/ - - 2 0
Jam : : WIB
Nama Lokasi :
Koordinat : S ° ' "
E ° ' "
B Satwa
Nama Satwa :
Habitat :
Sifat Satwa : ( Lingkari )
Jenis Perjumpaan : ( Lingkari )
Tanda Perjumpaan : ( Lingkari )
C Keterangan
D Foto
Satwa Kotoran Jejak Bulu ( √ Bila sudah di foto )
Mengetahui, ……………, …….………….…..
Kepala Resort Rowobendo Pelapor,
………………………………………… …………………………………………
NIP. NIP.
Kotoran Jejak Bulu Suara Tanda Umur
Tidak Langsung
Kelompok Soliter
JREG
REGISTER INFORMASI PERJUMPAAN SATWA
:
Langsung
Berisi informasi temuan di
lapang dengan format yang
sudah terstandarisasi.
Informasi terkait banteng
data yang diisi yaitu waktu
pengambilan data, habitat,
titik koordinat, jenis
perjumpaan
30. Gambar 10 Tampilan Siloka TNAP
Sumber : BTNAP
Gambar 11 Form Input Siloka TNAP
Sumber : BTNAP
33. SIMPULAN
Implementasi RBM berdampak pada
peningkatan frekuensi perjumpaan banteng di
PPS.
Kegiatan RBM yang berperan mempengaruhi
frekuensi perjumpaan banteng di PPS yaitu
kegiatan pembinaan habitat (pembabatan enceng-
enceng dan pendongkelan kirinyu serta penyediaan
sumber air minum banteng) dan peningkatan
frekuensi patroli aktif. Sistem RBM meningkatkan
manajemen informasi taman nasional melalui
keterlibatan resort dalam perencanaan, peningkatan
sumberdaya manusia, alokasi dana resort dan
adanya parameter standar dalam pengambilan data
lapang (SILOKA).
34. SARAN
Perlu dilakukan monitoring secara rutin populasi banteng
bukan hanya di dalam kawasan tetapi juga luar kawasan
terutama pada areal PHBM Perhutani (Sumber Gedang) baik
pada musim hujan maupun musim kemarau.
Pemilihan lokasi blok-blok untuk kegiatan patroli aktif setiap
bulan sebaiknya disesuaikan dengan tingkat kerawanan
perburuan banteng suatu blok pada bulan tersebut.
Selain melakukan kegiatan pembinaan habitat dengan cara
menghilangkan spesies invasif, UPK Sadengan perlu
melakukan pemeliharaan secara rutin terhadap instalasi air
di Sadengan serta bak-bak minum banteng.
Kajian terkait habitat dan populasi banteng selain di PPS
perlu dilakukan, hal tersebut dikarenakan banteng tidak ada
hanya di PPS saja melainkan juga menyebar hampir disetiap
resort di TNAP.
36. [BTNAP] Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas
Minimal Resort. Banyuwangi (ID) : BTNAP
[BTNAP]. Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2016. Rencana Pengelolaan Jangka
Panjang BTNAP 2016-2025. Banyuwangi (ID) : BTNAP
[DEPHUT] Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.58/Menhut-II/2011 tentang
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Banteng Tahun 2010-2020, Jakarta (ID) :
Dephut.
[EC-FAO] European Commission-Food and Agriculture Organization. 2003. Evaluation
of Forest and Natural Resources Data and Information Flow in The Philippines.
Bangkok : FAO.
Garsetiasih R.2012. Manajemen konflik konservasi banteng (Bos javanicus d’Alton 1832)
dengan masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri dan Taman Nasional Alas
Purwo Jawa Timur. [disertasi]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana IPB.
Hartono.2008.Taman nasional mandiri telaah singkat kemungkinan pembentukannya.
Banyuwangi (ID) : BTNAP
Innayah FH. 2011. Karakteristik habitat banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) di Taman
Nasional Meru Betiri Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID) : Fakultas Kehutanan IPB.
Kashira V. 2014. Hubungan antara motivasi kerja dengan produktivitas kerja karyawan
di Balai Pembenihan Tanaman Hutan Jawa Madura. [skripsi]. Bogor (ID) :
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Munir R. 2011. Manajemen Apresiatif : Melejitkan Potensi Diri dalam Karier dan Bisnis
Melalui Sikap Menghargai. Bandung (ID) : PT Mizan Pustaka.
37. Murdyatmaka. 2009. Analisis habitat dan home range banteng (Bos javanicus) di luar
kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID) : BTNAP.
___________. 2011. Revolusi budaya pengelolaan kawasan melalui implementasi
resort based management di Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi :
BTNAP
Nugroho BDS. 2001. Karakteristik penggunaan sumberdaya air oleh badak jawa
(Rhinoceros sondaicus Desmarest) dan banten (Bos javanicus d’Alton) di daerah
Cikeusik dan Cibandawoh Taman Nasional Ujung Kulon. [skripsi]. Bogor (ID) :
Fakultas Kehutanan IPB.
Nurhara B, Margo, Murdyatmaka W. 2008. Laporan kegiatan peyusunan rencana
pengelolaan feeding ground sadengan. Banyuwangi (ID) : BTNAP.
[RI] Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang
Pengawetan Jenis.
Sabarno MY. 2002. Savana Taman Nasional Baluran. Biodiversitas, v. 3,no.1, p.207-
212
Siswoyo A. 2014. Permodelan spasial kesesuaian habitat akasia berduri (Acacia
nilotica) di Taman Nasional Baluran. [tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascasarjana