Dokumen tersebut membahas tentang pengaruh globalisasi yang memungkinkan pengusaha besar untuk mengatur dunia sesuai keinginannya. Pengusaha ini sering memanfaatkan pekerja dengan membayar gaji rendah dan mengharuskan jam kerja yang panjang tanpa istirahat yang memadai. Walaupun kondisinya tidak layak, pekerja tidak memiliki pilihan lain karena terdesak oleh kemiskinan. Dokumen ini menyerukan perlunya mereformasi
1. BUKAN PERMAINAN MONOPOLI DIATAS KERTAS
“The New Rules Of The World” adalah sebuah judul film yang menunjukkan suatu
fakta; bahwa saat ini bukan hanya Tuhan yang bisa membuat peraturan-peraturan (baca:
hukum) bagi manusia, namun manusia juga bisa. Saat ini manusia merasa bahwa dirinya bisa
mengatur dunia sedemikian rupa sesuai dengan keinginannya. Hal ini berlaku terutama bagi
para kaum pengusaha besar dengan investasi yang besar pula. Mereka sangat berkuasa,
kekuasaan itu karena mereka adalah pemilik perusahaan dan penanam modal besar. Hal ini
sangat didukung dengan adanya globalisasi. Globalisasi menggerakkan para pengusaha
tersebut menginvestasikan modal mereka di negara-negara lain agar keuntungan yang
diperolehnya semakin besar pula, tidak peduli apakah yang ditempati itu adalah negara kaya
atau miskin. Namun, yang mereka cari terutama adalah negara miskin yang sedang
mengalami krisis ekonomi.
Mereka, tidak peduli bahwa sesungguhnya mereka adalah penjajah bagi negaranegara kecil. Dengan adanya globalisasi mereka bisa melakukan apapun yang mereka mau.
Mereka dapat mengatur pasar dunia, mereka dapat mengatur seberapa besar gaji para
karyawan, dan dapat mengatur bagaimana karyawan bekerja diperusahaan mereka. Namun
apa yang mereka lakukan itu sangat tidak manusiawi. Mereka mengatur para karyawan
mereka dengan semena-mena walaupun itu secara tidak langsung. Karyawan di salah satu
perusahaan luar negeri di Indonesia yang ada karena globalisasi dan saat ini sudah menjadi
perusahaan besar mengatakan bahwa mereka hanya digaji Rp. 9.000,- dengan jam kerja 16
jam dalam sehari tanpa istirahat yang cukup, dan pada saat bekerja mereka harus berdiri
tanpa diperbolehkan duduk. Hal ini sangat tidak manusiawi, padahal para karyawan bekerja
begitu berat selama 16 jam tersebut.
Mungkin dalam benak kita bertanya “Kenapa para karyawan mau bekerja begitu berat
selama 16 sehari dengan gaji yang tidak layak? Bukankah mereka bisa saja berhenti dari
situ?”. Namun faktanya mereka memang tidak bisa berhenti bekerja dari perusahaan tersebut.
Alasan utama yang menyebabkan adalah karena mereka didesak oleh kebutuhan hidup dan
keadaan mereka yang dalam kemiskinan. Jadi dengan keadaan tersebut para pengusaha
dengan senang hati memanfaatkannya. Mereka, para pengusaha menjadi pemain yang
berkuasa dalam permainan monopoli yang mereka ciptakan ini. Mereka menjadikan para
karyawan menjadi mesin robot yang harus terus bekerja tanpa lelah. Mereka tidak
memperdulikan kemanusiaan para karyawan sehingga menjadikan kemiskinan para karyawan
2. sebagai alat utama untuk membentuk para karyawan menjadi robot yang patuh walaupun
dengan penghargaan yang tidak layak.
Dalam hal ini saya melihat bahwa nilai PENGHARGAAN sangat tidak diakui dan
tidak digunakan. Para pengusaha berusaha menghilangkan nilai ini dari hadapan para
karyawan, sehingga para karyawan dapat dipermainkan dengan mudah dalam area monopoli
yang diciptakan oleh para pengusaha tersebut. Dalam hal ini jelas terjadi kesenjangan sosial
yang besar antara yang miskin (yang didominasi para buruh/karyawan) dan yang kaya
(pemilik saham dan pengusaha) sehingga terbentuklah samudra yang tak terseberangi antara
mereka, hingga yang miskin akan semakin miskin dan yang kaya akan semakin kaya. Dengan
demikian, dunia seolah-olah bukan lagi milik bersama melainkan hanya milik mereka para
kaum kapitalis yang hanya mementingkan dirinya sendiri.
Dengan adanya hal semacam ini, apakah kita hanya diam saja? Bila tidak, apa yang
harus kita lakukan? Sumbangan-sumbangan pemikiran dan aksi nyata apa yang bisa kita
hasilkan? Apakah kita dapat mengembalikan nilai-nilai kehidupan yang luhur bagi
kepentingan dan kesejahteraan bersama, sehingga tidak ada lagi pembatas dan perbedaan
yang barerti bagi sesama manusia? Saya yakin kita kaum muda pasti bisa membawa
perubahan tersebut selama kita tetap mantap memegang teguh nilai-nilai kehidupan yang
luhur itu. Bukan tidak mungkin bagi kita untuk merubah globalisasi negatif ini menjadi
globalisasi positif, sehingga globalisasi bukan menjadi suatu simbiosis yang parasitisme
melainkan menjadi simbiosis yang mutualisme. Dengan demikian penghargaan antar manusia
atas jerih payanhnya dapat dihargai dengan sebaik-baiknya.
•
TUGAS
: MATA KULIAH AGAMA
•
NAMA
: YUSAFAT EKO TRANSISKO
•
FAKULTAS
: EKONOMI
•
JURUSAN
: MANAJEMEN
•
NIM
: 201311019