1. KONSEP STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
Disusun oleh:
Slamet Sugiharto
Widyaiswara Utama
Pusdiklat Kemendagri Regional Yogyakarta
I. PENDAHULUAN
Konsep Standar Pelayanan Minimal pertama kali diintrodusir dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom tertanggal 6 Mei
2000 yang merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999. Pada Penjelasan pasal 3 ayat (2) PP Nomor 25/2000 dinyatakan
bahwa pelaksanaan kewenangan wajib merupakan pelayanan minimal dan
dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditentukan Provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Meskipun PP tersebut tidak secara
eksplisit menyebutkan istilah standar pelayanan minimal (SPM) tetapi secara
implisit telah menjadi embrio kebijakan SPM. Secara lebih tegas kebijakan SPM
mulai efektif diberlakukan berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Nomor 100/757/OTDA/2002 yang ditujukan kepada Gubernur dan
Bupati/Walikota se-Indonesia mengenai Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan
Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Kebijakan SPM tersebut terus dipertahankan dan ditindaklanjuti meskipun
UU No. 22/1999 telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Manifestasi dari tetap dipertahankannya
kebijakan SPM adalah adanya ketentuan pasal 11 ayat (4) UU No. 32/2004 yang
menyatakan bahwa “penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh Pemerintah”. Sebagai bentuk tindak lanjut kebijakan SPM adalah
diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tertanggal 28
Desember 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal
yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal tertanggal 7 Februari 2007.
Meskipun kebijakan penerapan SPM sudah berjalan lebih kurang 10
tahun, pelaksanaannya belum optimal. Hal itu antara lain disebabkan oleh:
1. masih banyaknya aparat pemerintah daerah khususnya aparat Kabupaten
dan Kota yang belum memahami kebijakan SPM secara benar sehingga
timbul anggapan bahwa kebijakan SPM bukan merupakan kebijakan yang
menjadi prioritas;
1
2. 2. dengan pemahaman yang tidak benar tersebut maka kebijakan SPM tidak
dimasukkan dalam perencanaan pembangunan Daerah, bahkan tidak
mendapat alokasi anggaran yang memadai.
Di sisi lain agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan
yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan
berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,
pengendalian, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap sejalan dengan tujuan
nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk dalam
menerapkan SPM. Dengan demikian, pengetahuan mengenai konsep dasar
SPM perlu disebarluaskan untuk memberikan pemahaman yang sama bagi
semua pemangku kepentingan.
II. PENGERTIAN DAN KONSEP STANDAR PELAYANAN
MINIMAL
A. PENGERTIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
Setiap orang dalam kehidupannya pasti memiliki kebutuhan. Dalam
upayanya memenuhi kebutuhan tersebut seseorang bisa mengupayakannya
sendiri pemenuhan kebutuhannya, atau dia bisa dan kadang harus meminta
bantuan orang lain untuk membantu mengupayakan pemenuhan kebutuhannya
tersebut. Upaya untuk membantu menyiapkan, menyediakan, atau
mengurus keperluan orang lain itulah yang kemudian disebut dengan
pelayanan. Salah satu tugas negara adalah bagaimana memenuhi atau
membantu memenuhi kebutuhan rakyatnya tersebut melalui kegiatan pelayanan
publik.
Disisi lain kata Standar bisa berarti ukuran tertentu yang dijadikan
sebagai patokan. Dari pengertian itu maka Standar Pelayanan bisa diartikan
sebagai ukuran tertentu yang dijadikan patokan untuk menilai apakah pelayanan
yang diberikan itu sudah baik atau belum terutama dikaitkan dengan pemenuhan
kebutuhan yang dilayani.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menetapkan bahwa standar pelayanan pada dasarnya adalah tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan
penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada
masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah,
terjangkau, dan terukur. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi
(penyelenggara) dan atau penerima pelayanan publik (masyarakat).
2
3. Pelayanan publik pada dasarny diselenggarakan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Pada umumnya bisa dipahami bahwa kebutuhan
masyarakat itu pada dasarnya berbeda-beda antara satu dengan orang lainnya,
satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Kalau kita
mengacu pada piramida kebutuhannya Maslow maka ada lima jenjang
kebutuhan manusia, yaitu (dari yang paling bawah hingga yang teratas):
kebutuhan jasmani, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Jika
kebutuhan terbawah yaitu kebutuhan jasmani (seperti makan, minum, dan
pakaian) saja tidak bisa terpenuhi, maka sangat sulit bagi yang bersangkutan
untuk berfungsi secara optimal, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat. Ada kebutuhan minimal yang harus dipenuhi agar seseorang bisa
hidup dan berkembang.
Dari pengertian-pengertian di atas, maka standar pelayanan minimal
bisa berarti ukuran minimal tertentu yang dijadikan pedoman bagi penyedia dan
penerima pelayanan publik untuk memastikan bahwa layanan tersebut secara
minimal bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengertian Standar Pelayanan Minimal juga bisa mengacu kepada
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Menurut pasal
1 PP Nomor 65/2005 ditetapkan bahwa Standar Pelayanan Minimal yang
selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
setiap warga secara minimal.
Selanjutnya, PP Nomor 65/2005 juga menetapkan bahwa Pelayanan
dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan
pemerintahan. Pelayanan dasar merupakan pelayanan yang sangat mendasar
yang berhak diperoleh warga secara minimal, tanpa memandang latar belakang
pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga, sehingga dijamin
ketersediaannya oleh konstitusi, RPJP Nasional, dan konvensi internasional
yang telah diratifikasi pemerintah.
B. KONSEP STANDAR PELAYANAN MINIMAL
Berdasarkan uraian di atas maka pengertian standar pelayanan minimal
setidaknya menyangkut dua konsep utama yaitu: tolok ukur penyediaan layanan
bagi penyedia layanan dan acuan mengenai kualitas dan kuantitas layanan bagi
pengguna layanan. Dari sisi penyedia (penyelenggara) layanan maka
pengertian minimal berarti kondisi optimal yang dapat dicapai oleh penyedia
layanan (pemerintah daerah) yang ditentukan oleh sumberdaya yang dimilikinya
(sumberdaya manusia, perlengkapan dan pembiayaan serta sumberdaya
pendukung lainnya) dalam menyediakan pelayanan dasar bagi warga
3
4. masyarakatnya. Dari sudut penerima layanan (masyarakat) maka minimal
berarti kondisi minimal yang dapat diperoleh dari penyedia layanan (pemerintah
daerah) terkait pelayanan dasar yang diberikan pemerintah. Dengan demikian
“minimal” dalam pengertian “standar pelayanan minimal” merupakan kondisi
“minimal” dari sudut pandang masyarakat tetapi mengandung arti “optimal” bagi
aparat pemerintah daerah.
Dari pengertian SPM di atas, juga terdapat konsep pelayanan dasar yaitu
jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Kalau kita
mengacu kepada UU nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik, maka jenis
pelayanan publik tersebut bisa disamakan dengan ruang lingkup pelayanan
publik yaitu:
- pendidikan,
- pengajaran,
- pekerjaan dan usaha,
- tempat tinggal,
- komunikasi dan informasi,
- lingkungan hidup,
- kesehatan,
- jaminan sosial,
- energi,
- perbankan,
- perhubungan,
- sumber daya alam,
- pariwisata, dan
- sektor strategis lainnya.
Disamping itu, Standar Pelayanan Minimal berkaitan dengan pelayanan
dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal. Dari situ bisa dipahami bahwa Standar Pelayanan
Minimal terutama diwajibkan untuk pelayanan yang berkaitan dengan
pelaksanaan urusan wajib yang sudah diserahkan kewenangan
penyelenggaraannya kepada Pemerintah Daerah.
Berdasarkan hal itu, maka jenis pelayanan yang berpedoman pada SPM
dapat ditentukan dengan melakukan analisis terhadap bidang urusan wajib
sesuai UU No. 32/2005 tentang Pemerintahan Daerah; Peraturan Pemerintah
No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat; dan Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota. Tabel 1 menyajikan urusan wajib sesuai dengan yang
tercantum dalam ketiga peraturan perundangan tersebut.
4
5. Tabel 1. Urusan Wajib
UU No. 32/2004 PP No. 3/2007 PP No. 38/2007
1.Perencanaan dan 1. Perencanaan Pembangunan 1. Perencanaan Pembangunan
Pengendalian Pembangunan
2.Perencanaan, pemanfaatan, 2. Penataan Ruang 2. Penataan Ruang
dan pengawasan tata ruang
3.Penyelenggaraan Ketertiban
Umum dan Ketentraman 3. Kesatuan Bangsa dan 3. Kesatuan Bangsa dan
Masyarakat Politik dalam Negeri Politik dalam Negeri
4.Penyediaan Sarana dan
Prasarana Umum 4. Pekerjaan Umum 4. Pekerjaan Umum
5. Perhubungan 5. Perhubungan
6. Perumahan 6. Perumahan
7. Komunikasi dan 7. Komunikasi dan
5.Penanganan Bidang Informatika Informatika
Kesehatan 8. Kesehatan 8. Kesehatan
6. Penyelenggaraan
Pendidikan 9. Pendidikan 9. Pendidikan
10. Kebudayaan 10. Kebudayaan
11. Kepemudaan dan Olah 11. Kepemudaan dan Olah
7. Penanggulangan Masalah raga raga
Sosial 12. Sosial 12. Sosial
13. Ketahanan Pangan 13. Ketahanan Pangan
14. Pemberdayaan Perempuan 14. Pemberdayaan Perempuan
dan Perlind. Anak dan Perlind. Anak
15. Pemberdayaan 15. Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat dan Desa dan Desa
8. Pelayanan Bidang 16. Ketenagakerjaan 16. Ketenagakerjaan dan
Ketenagakerjaan Ketransmigrasian
9. Fasilitasi Pengembangan 17. Koperasi, dan Usaha Kecil 17. Koperasi, dan Usaha Kecil
Koperasi, Usaha Kecil, dan dan Menengah dan Menengah
Menengah
10. Pengendalian Lingkungan 18. Lingkungan Hidup 18. Lingkungan Hidup
Hidup
11. Pelayanan Pertanahan 19. Pertanahan 19. Pertanahan
12. Pelayanan Penduduk dan 20. Kependudukan dan 20. Kependudukan dan
Catatan Sipil Catatan Sipil Catatan Sipil
21. Keluarga Berencana dan 21.Keluarga Berencana dan
Keluarga Sejahtera Keluarga Sejahtera
13. Pelayanan Administrasi 22. Otonomi daerah, 22. Otonomi daerah,
Umum Pemerintahan Pem.Umum, Adm. Keu. Pem.Umum, Adm. Keu.
Da., Perangkat Da., Da., Perangkat Da.,
Kepegawaian dan Kepegawaian dan
Persandian Persandian
14. Pelayanan Administrasi 23. Penanaman Modal 23. Penanaman Modal
Penanaman Modal
15. Penyelenggaraan 24. Statistik 24. Statistik
Pelayanan Dasar lainnya 25. Kearsipan 25. Kearsipan
26. Perpustakaan 26. Perpustakaan
5
6. Dari Tabel 1 tersebut bisa disimpulkan pelayanan wajib apa saja yang
nantinya harus dibuatkan SPMnya oleh Pemerintah dan yang kemudian harus
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Sampai saat ini sudah ada beberapa
urusan (pelayanan) wajib yang telah ditetapkan SPMnya antara lain pelayanan
bidang pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, sosial, lingkungan hidup dan
pemerintahan dalam negeri.
Selanjutnya Pasal 2 PP Nomor 65/2005 juga menegaskan bahwa
Pedoman Penyusunan dan Penerapan SPM disusun untuk menjadi:
1. acuan dalam penyusunan SPM oleh Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen
2. acuan dalam penerapannya oleh Pemerintahan Provinsi dan
Pemerintahan Kabupaten/Kota.
Dari ketentuan tersebut jelas terlihat bahwa SPM itu disusun oleh Pemerintah
Pusat dan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Ditegaskan pula bahwa SPM disusun dan diterapkan dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Akhirnya pasal 3 PP Nomor 65/2005 juga menegaskan tentang Prinsip-
prinsip Standar Pelayanan Minimal adalah sebagai berikut:
1. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk
menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara
merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
2. SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
3. Penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah merupakan bagian dari
penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.
4. SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan
dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.
5. SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan
kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan
kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.
III. ARGUMENTASI TENTANG PENTINGNYA S P M
A. ARGUMENTASI KONSTITUSIONAL
Sesuai Alinea IV Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945, maka
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia bertujuan untuk:
6
7. 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial
Amanat melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, misalnya, mencerminkan pentingnya pelayanan yang terkait dengan
perlindungan untuk bisa menjangkau semua masyarakat dimanapun dia berada
di dalam wilayah NKRI. Untuk bisa memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa maka pelayanan dasar yang dibutuhkan untuk
itu seperti pelayanan kesehatan dan pendidikan harus bisa dinikmati oleh
segenap warga negara. Mengingat hal tersebut pelayanan pemerintah harus
mengedepankan pemerataan, mengedepankan keterjangkauan pelayanan publik
oleh masyarakat. Tentu saja akan menjadi sangat mahal kalau harus
menyediakan pelayanan dengan kualitas dan kuantitas yang optimum. Oleh
karena itu, pelayanan itu harus diusahakan setidaknya secara minimal bisa
mendukung tingkat kesejahteraan minimal warga masyarakat dan bisa
menjangkau sebanyak mungkin ataupun seluruh warga masyarakat yang
membutuhkan pelayanan publik yang terkait. Diperlukan Standar Pelayanan
Minimal sebagai pedoman untuk memastikan bahwa pelayanan publik itu
disediakan sedemikian sehingga secara minimal memadai dan terjangkau oleh
segenap lapisan masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan bernegara.
Disamping itu UUD 1945 mengamanatkan bahwa desentralisasi
diselenggarakan dengan pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada
daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan. Amanat itu setelah reformasi ditindaklanjuti dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 22/1999 yang kemudian telah diganti
dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menegaskan bahwa Pemberian Otonomi Luas itu pada dasarnya diarahkan
untuk:
1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan , pemberdayaan, dan peran serta masyarakat
2. Meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta
keanekaragaman daerah
Memperhatikan hal tersebut maka peningkatan pelayanan publik di
Daerah merupakan konsekuensi logis yang penting berkaitan dengan upaya
mempercepet peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pelayanan
publik bisa berarti perbaikan kualitas maupun peningkatan kuantitas (jangkauan
pelayanan). Kalau kita memperhatikan argumen sebelumnya, maka pelayanan
itu harus menjangkau sebanyak mungkin masyarakat, bahkan seluruh lapisan
7
8. masyarakat. Untuk memastikan hal tersebut maka diperlukan standar pelayanan
minimal yang mengatur ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal.
Sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya tersebut dilaksanakan
pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab, dengan pengertian
bahwa penanganan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas,
wewenang, dan kewajiban sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dalam
rangka memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang
hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan dan pengawasan
berupa pemberian pedoman, standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi,
pengendalian, koordinasi, monitoring dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan agar
kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah tetap sejalan dengan tujuan
nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebenarnya, konsep Standar Pelayanan Minimal telah diperkenalkan
sejak tahun 200. Konsep tersebut pertama kali diintrodusir melalui Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom tertanggal 6 Mei 2000 yang
merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.
Pada Penjelasan pasal 3 ayat (2) PP Nomor 25/2000 dinyatakan bahwa
pelaksanaan kewenangan wajib merupakan pelayanan minimal dan
dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditentukan Provinsi berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Meskipun PP tersebut tidak secara
eksplisit menyebutkan istilah standar pelayanan minimal (SPM) tetapi secara
implisit telah menjadi embrio kebijakan SPM.
Secara lebih tegas kebijakan SPM mulai efektif diberlakukan berdasarkan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 100/757/OTDA/2002 yang ditujukan
kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia mengenai Pelaksanaan
Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Kebijakan SPM tersebut terus dipertahankan dan ditindaklanjuti meskipun
UU No. 22/1999 telah diganti dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Manifestasi dari tetap dipertahankannya
kebijakan SPM adalah adanya ketentuan pasal 11 ayat (4) UU No. 32/2004 yang
menyatakan bahwa “penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib yang
berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan oleh Pemerintah”. Sebagai bentuk tindak lanjut kebijakan SPM
tersebut adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005
tertanggal 28 Desember 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar
Pelayanan Minimal yang kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah
8
9. Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan Minimal tertanggal 7 Februari 2007.
Selanjutnya berdasarkan ketentuan tersebut beberapa kementerian
(departemen) telah menetapkan standar pelayanan minimal bidang tertentu
sesuai dengan tupoksinya. Misalnya Kementerian Dalam Nederi sudah
menetapkan PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 62 TAHUN 2008
TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PEMERINTAHAN DALAM
NEGERI DI KABUPATEN/KOTA.
B. ARGUMENTASI SUBSTANSI KEBIJAKAN
Kondisi masyarakat saat ini telah menunjukkan adanya suatu
perkembangan yang sangat dinamis, serta tingkat kehidupan masyarakat yang
semakin baik, dan merupakan indikasi dari empowering yang dialami oleh
masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi
hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk mengajukan
tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat semakin
kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan
oleh pemerintahnya.
Dalam kondisi masyarakat seperti digambarkan di atas, birokrasi publik
harus dapat memberikan layanan publik yang lebih profesional, efektif,
sederhana, transparan, terbuka, tepat waktu, responsif dan adaptif serta
sekaligus dapat membangun kualitas manusia dalam arti meningkatkan
kapasitas individu dan masyarakat untuk secara aktif menentukan masa
depannya sendiri.
Seperti yang sudah disebutkan di depan, Standar Pelayanan Minimal
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Selanjutnya, ditekankan, bahwa pelayanan dasar merupakan pelayanan yang
sangat mendasar yang berhak diperoleh warga secara minimal, tanpa
memandang latar belakang pendapatan, sosial, ekonomi, dan politik warga,
sehingga dijamin ketersediaannya oleh konstitusi, RPJP Nasional, dan konvensi
internasional yang telah diratifikasi pemerintah.
Dalam RPJP Nasional ditekankan bahwa salah satu indikator kualitas
sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM di
kembangkan dari konsep pembangunan manusia (human development) yang
menetapkan bahwa pembangunan manusia pada dasarnya adalah proses untuk
memperluas pilihan-pilihan bagi masyarakat. Pilihan-pilihan itu meliputi:
1. Pilihan yang paling kritis:
menjalani hidup sehat dan panjang usia,
9
10. memperoleh pendidikan, dan
akses ke sumberdaya yang diperlukan bagi suatu standar
kehidupan yang layak
2. Pilihan penting lain:
Kebebasan politik
Hak asasi manusia
Harga diri
Untuk mewujudkan hal itu, maka pembangunan manusia memiliki 4
komponen utama, yaitu: produktivitas, pemerataan, pemberdayaan dan
berkelanjutan. Berkaitan dengan pilihan yang kritis yang harus segera
diwujudkan dalam pembangunan manusi dan komponen pembangunan
manusia, maka bisa dipahami kemendesakkan untuk segera dipenuhinya
penyediaan barang, jasa, dan pelayanan administrasi berkaitan dengan
peningkatan penyediaan alternatif pilihan kritis tersebut untuk bisa diakses
masyarakat secara luas. Harus dipastikan bahwa setiap warga negara
setidaknya secara minimal bisa memiliki akses terhadap pelayanan tersebut
yaitu antara lain pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penyediaan lapangan
kerja dan kemudahan melakukan usaha ekonomi. Standar Pelayanan Minimal
merupakan upaya untuk memenuhi itu dan harus diterjemahkan ke dalam
perencanaan jangka menengah, tahunan, dan anggaran.
Terdapat tujuan pembangunan yang juga merupakan kesepakatan
internasional, yaitu Millenium Development Goals (Tujuan Pembangunan
Milenium) yang disepakati seluruh anggota PBB. Tentu saja sebagai anggota
PBB pemerintah Indonesia harus mempunyai komitmen untuk mewujudkan
tujuan-tujuan tersebut. Millenium Development Goals tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparann
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan jender dan pemberdayan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Memperhatikan Millenium Development Goals tersebut maka pemerintah
wajib menyelenggarakan pelayanan publik yang terkait dengan upaya
mewujudkan tujuan-tujuan tersebut yang bisa diakses oleh seluruh lapisan
masyarakat. Pelayanan terkait penanggulangan kemiskinan, pendidikan dasar,
kesehatan dasar, lingkungan hidup, dan pelayanan terkait pemberdayaan
(terutama perempuan) harus menjadi prioritas kebijaksanaan pembangunan di
negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia.
10
11. Untuk bisa mencapai pendidikan dasar untuk semua, misalnya,
dibutuhkan pelayanan pendidikan dasar yang bisa dijangkau oleh semua lapisan
masyarakat. Untuk itu pasti dibutuhkan sumberdaya yang tidak sedikit.
Mempertimbangkan hal itu, setidaknya harus diupayakan pelayanan pendidikan
dasar minimal yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, dan masih
dalam kemampuan sumberdaya yang bisa diusahakan negara. Hal itu juga
berlaku untuk pelayanan lain yang dibutuhkan untuk mendorong terwujudnya
tujuan pembangunan milenium. Standar Pelayanan Minimal merupakan wujud
dari komitmen pemerintah guna mewujudkan pelayanan minimal yang bisa
dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
DAFTAR SUMBER
A. BUKU DAN ARTIKEL
1. Insani, I (2010). Kebijakan Standar Pelayanan Minimal di Indonesia.
Dowload dari:http://www.docstoc.com/docs/4699909/Kebijakan-Standar-
Pelayanan-Minimal-di-Indonesia
2. Moenir, AS (1995). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia.
Cetakan II. Bina Aksara, Jakarta, 1995
3. Muhamad, Ismail (2003). Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi.
Disampaikan dalam acara Seminar “Pelayanan Publik Dalam Era
Desentralisasi” yang diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18
Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat.
4. Yogi, S dan M. Ikhsan (2006). Standar Pelayanan Publik di Daerah.
Dalam Handbook Manajemen Pemerintahan Daerah. PKKOD-LAN,
Jakarta (2006)
B. PERATURAN PERUNDANGAN
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Undang Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
4. Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal
11