Admirable # 00971529501107 # Call Girls at dubai by Dubai Call Girl
Suku bali
1. Suku Bali
Disusun oleh:
Aldona Irta W.K (03)
Bangun Tri P. (05)
M. Tio Alfredo (13)
Tri Nur Hayati (19)
2.
3. Suku Bali
Suku Bali adalah sukubangsa yang mendiami pulau Bali,
menggunakan bahasa Bali dan mengikuti budaya Bali.
Sebagian besar suku Bali beragama Hindu, kurang lebih 90%.
Sedangkan sisanya beragama Buddha, Islam dan Kristen.
Ada kurang lebih 5 juta orang Bali. Sebagian besar mereka
tinggal di pulau Bali, namun mereka juga tersebar di seluruh
Indonesia.
4. Bahasa Bali
Sama halnya dengan bahasa
jawa, Bahasa Bali memiliki
tingkatan penggunaannya,
misalnya ada yang disebut
Bali Alus, Bali Madya dan
Bali Kasar. Bahasa ini
terutama dipertuturkan di
pulau Bali, pulau Lombok
bagian barat, dan sedikit di
ujung timur pulau Jawa.
Yang halus dipergunakan untuk
bertutur formal misalnya dalam
pertemuan di tingkat desa adat,
meminang wanita, atau antara
orang berkasta rendah dengan
berkasta lebih tinggi. Yang
madya dipergunakan di tingkat
masyarakat menengah misalnya
pejabat dengan bawahannya,
sedangkan yang kasar
dipergunakan bertutur oleh
orang kelas rendah misalnya
kaum sudra atau antara
bangsawan dengan abdi
dalemnya,
5. Sistem Kepercayaan atau Religi
Suku Bali
Masyarakat Bali sebagian besar menganut agama Hindu- Bali. Mereka percaya adanya satu
Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu:
Brahmana : menciptakan;
Wisnu : yang memelihara;
Siwa : yang merusak.
Selain itu hal-hal yang mereka anggap penting adalah sebagai berikut.
Atman : roh yang abadi.
Karmapala : buah dari setiap perbuatan.
Purnabawa : kelahiran kembali jiwa.
Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:
Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.
Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.
Sanggah: khusus untuk leluhur.
6. Kebiasaan Masyarakat Suku Bali
Mesaiban – sebuah ritual kecil, yang dilakukan setiap pagi hari sehabis ibu-ibu
selesai memasak di dapur, kebiasaan ritual ini sebelum makan, kebiasaan ini bisa
sebagai wujud terima kasih atas apa yang telah dikaruniakan-Nya, dan juga
sebagai sajian ke bhuta kala agar somya (tidak menggangu)
Ngejot – kebiasaan bagi masyarakat untuk memberi dan diberi (berupa
makanan). Bertujuan untuk menguatkan ikatan sosial di masyarakat, baik
saudara maupun tetangga. Dilakukan saat salah satu keluarga ataupun
masyarakat ada kegiatan upacara agama, kebiasaan ini juga dilakukan antara
penduduk Bali Hindu dan non Hindu
7. Kasta – Catur Kasta, penggolongan masyarakat di Bali
berdasarkan ras ataupun keturununan, digolongkan dari posisi
yang paling atas; Brahmana, ksatria, Weisya dan Sudra. Yang
mendominasi adalah Sudra (masyarakat biasa). Kelompok Sudra
(mendominasi hampir 90%), di dalam berkomunikasi dengan
Brahmana, Ksatria dan Weisya, menggunakan tata bahasa Bali
yang lebih halus. Begitu sebaliknya mereka akan menanggapi
dengan halus pula.
8. Kata “Bli” di Bali kata ini cukup populer, kata yang digunakan
memanggil orang lain yang lebih tua dari kita atau paling tidak
seumur (bisa diartikan “Mas”) dengan tujuan penuh keakraban
antar sesama. Namun jika anda menggunakan kata ini
perhatikan Kasta mereka apakah dari kasta yang lebih tinggi,
seperti namanya ada embel-embel seperti; Ida, I Gusti, Ida
Bagus, Cokorde dan Anak Agung.
9. Kebiasaan sopan pada sesama apalagi kepada orang yang lebih tua, dan pada
kasta yang lebih tinggi. Menyangkut etika, sangat tidak sopan menunjukkan
sesuatu dengan tangan kiri, lawan bicara bisa jadi tersinggung, apalagi menunjuk
dengan kaki, lawan bicara bisa jadi emosi. Kalau toh hal itu harus dilakukan,
bilang maaf terlebih dahulu, atau orang bali biasa bilang kata “tabik”.
Karma Phala – masyarakat hindu di Bali sangat meyakini sekali hukum karma
phala ini. Karma Phala ini berarti kebaikan yang kita lakukan kebaikan pula yang
akan kita dapatkan, begitu sebaliknya. Sehingga orang-orang untuk melakukan
tindakan yang tidak baik harus berpikir tentang pahala yang akan mereka
peroleh nantinya, diyakini pahalanya bisa dinikmati/ berimbas di kehidupan
sekarang, di akhirat dan kehidupan berikutnya bahkan bisa sampai ke anak-cucu.
Begitu besarnya hukum sebab akibat ini, sehingga di harapkan semua
masyarakat bisa berbuat kebaikan
10. Sistem Kesenian Suku Bali
Seni Bangunan
Seni bangunan nampak pada bangunan
candi yang banyak terdapat di Bali, seperti Gapura
Candi Bentar.
Seni Tari
Tari tradisional Bali antara lain tari
sanghyang, tari barong, tari kecak, dan tari
gambuh. Tari modern antara lain tari tenun, tari
nelayan, tari legong, dan tari janger.
11. Pakaian Daerah
Pakaian daerah Bali sangat bervariasi,
meskipun bentuknya hampir sama.
Masing-masing daerah memiliki ciri khas
simbolik dan ornamen yang didasarkan
kepada kegiatan/upacara, jenis kelamin
dan umur penggunanya. Status sosial dari
seseorang juga dapat diketahui
berdasarkan corakbusana dan ornamen
perhiasan yang dipakai
Busana tradisional pria umumnya terdiri
dari:
a. Udeng (ikat kepala)
b. Kain kampuh
c. Umpal (selendang pengikat)
d. Kain wastra (kemben)
e. Sabuk
f. Keris
g. Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas
dan alas kaki sebagai pelengkap.
Busana tradisional wanita umumnya
terdiri dari:
a. Gelung (sanggul)
b. Sesenteng (kemben songket)
c. Kain wastra
d. Sabuk prada (stagen), membelit
pinggul dan dada
e. Selendang songket bahu ke bawah
f. Kain tapih atau sinjang, di sebelah
dalam
g. Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain
penutup dada, dan alas kaki sebagai
pelengkap.
12. Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang
mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila
terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan
parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut
atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah.
Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan
lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi
hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung
arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi.
Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang
ditampilkan dalam patung.