2. BAB IV IT Forensics
Bahasan :
- IT audit trail
- real time audit
- IT forensics
3. IT Audit Trail
Audit Trail merupakan salah satu fitur dalam suatu program yang mencatat
semua kegiatan yang dilakukan tiap user dalam suatu tabel log secara
rinci. Audit Trail secara default akan mencatat waktu, user, data yang diakses
dan berbagai jenis kegiatan. Jenis kegiatan bisa berupa menambah,
merungubah dan menghapus. Audit Trail apabila diurutkan berdasarkan waktu,
bisa membentuk suatu kronologis manipulasi data. Dasar ide membuat
fitur Audit Trail adalah menyimpan histori tentang suatu data (dibuat, diubah
atau dihapus) dan oleh siapa, serta bisa menampilkannya secara kronologis.
Dengan adanya Audit Trailini, semua kegiatan dalam program yang
bersangkutan diharapkan bisa dicatat dengan baik.
Cara kerja Audit Trail
Audit Trail yang disimpan dalam suatu tabel:
- Dengan menyisipkan perintah penambahan record ditiap query: Insert,
Update
dan Delete.
- Dengan memanfaatkan fitur trigger pada DBMS. Trigger adalah kumpulan
SQL statement yang secara otomatis menyimpan log pada event INSERT,
UPDATE ataupun DELETE pada sebuah tabel.
4. IT Audit Trail lanjt.
Fasilitas Audit Trail
Jika fasilitas Audit Trail diaktifkan, maka setiap transaksi yang dimasukan
keAccurate, jurnalnya akan dicatat di dalam sebuah tabel, termasuk oleh siapa
dan kapan. Apabila ada sebuah transaksi yang di-edit, maka jurnal lamanya
akan disimpan, begitu pula dengan jurnal barunya.
Hasil Audit Trail
Record Audit Trail disimpan dalam bentuk, yaitu :
- Binary File – Ukuran tidak besar dan tidak bisa dibaca begitu saja
- Text File – Ukuran besar dan bisa dibaca langsung
- Tabel.
5. Real Time Audit
Real Time Audit (RTA) adalah suatu sistem untuk mengawasi teknis dan keuangan
sehingga dapat memberikan penilaian yang transparan status saat ini dari semua
kegiatan dengan mengkombinasikan prosedur sederhana atau logis untuk
merencanakan dan melakukan dana kegiatan, siklus proyek pendekatan untuk
memantau kegiatan yang sedang berlangsung, dan penilaian termasuk cara
mencegah pengeluaran yang tidak sesuai. Audit IT lebih dikenal dengan istilah EDP
Auditing (Electronic Data Processing) yang digunakan untuk menguraikan dua jenis
aktifitas yang berkaitan dengan komputer. Salah satu penggunaan istilah tersebut
adalah untuk menjelaskan proses penelahan dan evaluasi pengendalian-
pengendalian internal dalam EDP.
Pada audit IT sendiri berhubungan dengan berbagai macam-macam ilmu, antara
lain Traditional Audit, Manajemen Sistem Informasi, Sistem Informasi Akuntansi,
Ilmu Komputer, dan Behavioral Science. Tujuan dari audit IT adalah untuk
meninjau dan mengevaluasi faktor-faktor ketersediaan (availability), kerahasiaan
(confidentiality), dan keutuhan (integrity) dari sistem informasi organisasi yang
bersifat online atau real time. Pada Real Time Audit (RTA) dapat juga menyediakan
teknik ideal untuk memungkinkan mereka yang bertanggung jawab untuk
meningkatkan kinerja karena sistem ini tidak mengganggu atau investor dapat
memperoleh informasi yang mereka butuhkan tanpa menuntut waktu manajer.
6. IT Forensics
IT Forensics merupakan Ilmu yang berhubungan dengan pengumpulan fakta
dan bukti pelanggaran keamanan sistem informasi, serta validasinya menurut
metode yang digunakan (misalnya metode sebab-akibat).
Tujuan IT Forensics adalah untuk mendapatkan fakta-fakta objektif dari
sistem informasi, karena semakin berkembangnya teknologi komputer dapat
digunakan sebagai alat bagi para pelaku kejahatan komputer.
Fakta-fakta tersebut setelah diverifikasi akan menjadi bukti-bukti (evidence)
yang akan di gunakan dalam proses hukum, selain itu juga memerlukan
keahlian dibidang IT (termasuk diantaranya hacking) dan alat bantu (tools),
baik hardwaremaupun software.
7. IT Forensics lanjt.
Tujuan IT Forensik
a) Mendapatkan fakta-fakta obyektif dari sebuah insiden / pelanggaran
keamanan sistem informasi. Fakta-fakta tersebut setelah diverifikasi akan
menjadi bukti-bukti (evidence) yang akan digunakan dalam proses hukum.
b) Mengamankan dan menganalisa bukti digital. Dari data yang diperoleh
melalui survey oleh FBI dan The Computer Security Institute, pada tahun 1999
mengatakan bahwa 51% responden mengakui bahwa mereka telah menderita
kerugian terutama dalam bidang finansial akibat kejahatan komputer.
Kejahatan Komputer dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Komputer fraud : kejahatan atau pelanggaran dari segi sistem organisasi
komputer.
b. Komputer crime: kegiatan berbahaya dimana menggunakan media
komputer dalam melakukan pelanggaran hukum.
8. IT Forensics lanjt.
Alasan Penggunaan IT Forensik
a) Dalam kasus hukum, teknik komputer forensik sering digunakan untuk
menganalisis sistem komputer milik terdakwa (dalam kasus pidana) atau milik
penggugat (dalam kasus perdata).
b) Untuk memulihkan data jika terjadi kegagalan atau kesalahanhardware atau
software.
c) Untuk menganalisa sebuah sistem komputer setelah terjadi perampokan,
misalnya untuk menentukan bagaimana penyerang memperoleh akses dan apa
yang penyerang itu lakukan.
d) Untuk mengumpulkan bukti untuk melawan seorang karyawan yang ingin
diberhentikan oleh organisasi.
e) Untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana sistem komputer bekerja
untuk tujuan debugging, optimasi kinerja, ataureverse-engineering.
9. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Antiword
Antiword merupakan sebuah aplikasi yang digunakan untuk menampilkan teks
dan gambar dokumen Microsoft Word. Antiword hanya mendukung dokumen
yang dibuat oleh MS Word versi 2 dan versi 6, atau yang lebih baru.
Autopsy
The Autopsy Forensic Browser merupakan antarmuka grafis untuk tool analisis
investigasi diginal perintah baris The Sleuth Kit. Bersama, mereka dapat
menganalisis disk dan file system Windows dan UNIX (NTFS, FAT, UFS1/2,
Ext2/3).
Binhash
Binhash merupakan sebuah program sederhana untuk
melakukan hashingterhadap berbagai bagian file ELF dan PE untuk
perbandingan. Saat ini ia melakukan hash terhadap segmen header dari bagian
header segmen obyek ELF dan bagian segmen header obyek PE.
10. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Sigtool
Sigtool merupakan tool untuk manajemen signature dan database ClamAV.
Sigtool dapat digunakan untuk rnenghasilkan checksum MD5, konversi data ke
dalam format heksadesimal, menampilkan daftar signature virus dan
build/unpack/test/verify database CVD dan skrip update.
ChaosReader
ChaosReader merupakan sebuah tool freeware untuk melacak sesi TCP/UDP/
… dan mengambil data aplikasi dari log tcpdump. la akan mengambil sesi
telnet, file FTP, transfer HTTP (HTML, GIF, JPEG,…), email SMTP dan
sebagainya, dari data yang ditangkap oleh log lalu lintas jaringan. Sebuah file
index html akan tercipta yang berisikan link ke seluruh detil sesi, termasuk
program replay realtime untuk sesi telnet, rlogin, IRC, X11 atau VNC; dan
membuat laporan seperti laporan image dan laporan isi HTTP GET/POST.
11. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Chkrootkit
Chkrootkit merupakan sebuah tool untuk memeriksa tanda-tanda adanya rootkit
secara lokal. la akan memeriksa utilitas utama apakah terinfeksi, dan saat ini
memeriksa sekitar 60 rootkit dan variasinya.
Dcfldd
Tool ini mulanya dikembangkan di Department of Defense Computer
Forensics Lab(DCFL). Meskipun saat ini Nick Harbour tidak lagi berafiliasi
dengan DCFL, ia tetap memelihara tool ini.
Ddrescue
GNU ddrescue merupakan sebuah tool penyelamat data. la menyalinkan data
dari satu file atau device blok (hard disc, cdrom, dsb.) ke yang lain, berusaha
keras menyelamatkan data dalam hal kegagalan pembacaan. Ddrescue tidak
memotong file output bila tidak diminta. Sehingga setiap kali anda
menjalankannya ke file output yang sama, ia berusaha mengisi kekosongan.
12. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Foremost
Foremost merupakan sebuah tool yang dapat digunakan untuk me-recover file
berdasarkan header, footer atau struktur data file tersebut. la mulanya
dikembangkan oleh Jesse Kornblum dan Kris Kendall dari the United States
Air Force Office of Special Investigations and The Center for Information
Systems Security Studies and Research. Saat ini foremost dipelihara oleh Nick
Mikus, seorang Peneliti di The Naval Postgraduate School Center for
Information Systems Security Studies and Research.
Gqview
Gqview merupakan sebuah program untuk melihat gambar berbasis GTK. la
mendukung beragam format gambar, zooming, panning, thumbnails dan
pengurutan gambar.
Galleta
Galleta merupakan sebuah tool yang ditulis oleh Keith J Jones untuk
melakukan analisis forensic terhadap cookie Internet Explorer.
13. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Ishw
Ishw (Hardware Lister) merupakan sebuah tool kecil yang memberikan
informasi detil mengenai konfigurasi hardware dalam mesin. la dapat
melaporkan konfigurasi memori dengan tepat, versi firmware, konfigurasi
mainboard, versi dan kecepatan CPU, konfigurasi cache, kecepatan bus, dsb.
pada sistem t>MI-capable x86 atau sistem EFI.
Pasco
Banyak penyelidikan kejahatan komputer membutuhkan rekonstruksi aktivitas
Internet tersangka. Karena teknik analisis ini dilakukan secara teratur, Keith
menyelidiki struktur data yang ditemukan dalam file aktivitas Internet Explorer
(file index.dat). Pasco, yang berasal dari bahasa Latin dan berarti “browse”,
dikembangkan untuk menguji isi file cache Internet Explorer. Pasco akan
memeriksa informasi dalam file index.dat dan mengeluarkan hasil dalam field
delimited sehingga dapat diimpor ke program spreadsheet favorit Anda.
14. IT Forensics lanjt.
Tools dalam IT Forensics
Scalpel
Scalpel adalah sebuah tool forensik yang dirancang untuk mengidentifikasikan,
mengisolasi dan merecover data dari media komputer selama proses investigasi
forensik. Scalpel mencari hard drive, bit-stream image, unallocated space file,
atau sembarang file komputer untuk karakteristik, isi atau atribut tertentu, dan
menghasilkan laporan mengenai lokasi dan isi artifak yang ditemukan selama
proses pencarian elektronik. Scalpel juga menghasilkan (carves) artifak yang
ditemukan sebagai file individual.
16. BAB V Peraturan dan Regulasi
Bahasan :
Perbandingan cyber law, Computer
crime act (Malaysia), Council of
Europe Convention on Cyber crime
17. Cyber law
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya
diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan aspek hukum yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau
subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai
pada saat mulai online dan memasuki dunia cyber atau maya. Cyberlaw sendiri
merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw juga merupakan hukum
yang terkait dengan masalah dunia cyber. Di Indonesia saat ini sudah ada dua Rancangan
Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
18. Computer crime act (Malaysia)
Pada tahun 1997, Malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan
beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw
seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan
Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen
UU Hak Ciptanya. The Computer Crime Act itu sendiri mencakup kejahatan yang
dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara
Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang
berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material
komputer juga termasuk cybercrime. Jadi, apabila kita menggunakan komputer
orang lain tanpa izin dari pemiliknya, maka tindakan tersebut termasuk dalam
cybercrime walaupun tidak terhubung dengan internet.
19. Computer crime act (Malaysia)
Hukuman atas pelanggaran The Computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman
kurungan/penjara dengan lama waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan
hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia). The Computer Crime Act
mencakup, sbb :
- Mengakses material komputer tanpa ijin
- Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
- Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
- Mengubah / menghapus program atau data orang lain
-Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Di Malaysia masalah perlindungan konsumen,cybercrime,muatan online,digital
copyright, penggunaan nama domain, kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh
pemerintahan Malaysia. Sedangkan untuk masalah privasi, spam dan online
dispute resolution masih dalam tahap rancangan.
20. Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC)
Council of Europe Convention on Cyber Crime ini juga terbuka untuk penandatanganan
oleh negara-negara non-Eropa dan menyediakan kerangka kerja bagi kerjasama
internasional dalam bidang ini. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional pertama
pada kejahatan yang dilakukan lewat internet dan jaringan komputer lainnya, terutama
yang berhubungan dengan pelanggaran hak cipta, yang berhubungan dengan penipuan
komputer, pornografi anak dan pelanggaran keamanan jaringan. Hal ini juga berisi
serangkaian kekuatan dan prosedur seperti pencarian jaringan komputer dan intersepsi
sah.
Tujuan utama adanya konvensi ini adalah untuk membuat kebijakan kriminal umum
yang ditujukan untuk perlindungan masyarakat terhadap Cyber Crime melalui
harmonisasi legalisasi nasional, peningkatan kemampuan penegakan hukum dan
peradilan, dan peningkatan kerjasama internasional.
21. Council of Europe Convention on
Cybercrime (COECCC)
Selain itu konvensi ini bertujuan terutama untuk :
(1)harmonisasi unsur-unsur hukum domestik pidana substantif dari pelanggaran dan
ketentuan yang terhubung di bidang kejahatan cyber.
(2)menyediakan form untuk kekuatan hukum domestik acara pidana yang diperlukan
untuk investigasi dan penuntutan tindak pidana tersebut, serta pelanggaran lainnya yang
dilakukan dengan menggunakan sistem komputer atau bukti dalam kaitannya dengan
bentuk elektronik
(3) mendirikan cepat dan efektif rezim kerjasama internasional.
22. Kesimpulan
Jadi, perbedaan dari ketiga UU mengenai cybercrime di atas adalah :
Cyberlaw mencakup cybercrime yang dilakukan melalui akses internet. Setiap negara
memiliki cyberlaw yang berbeda.
Computer Crime Act merupakan salah satu cyberlaw yang diterapkan di negara Malaysia,
yang mencakup kejahatan melalui komputer (tanpa harus melalui internet).
Council of Europe Convention on Cyber Crime merupakan dewan eropa yang membuat
perjanjian internasional guna menangani kejahatan komputer dan internet yang berlaku di
internasional.
Sumber :
http://okkiprasetio.blogspot.com/2012/04/cyberlaw-computer-crime-act-council-
of.html
23. BAB VI Peraturan dan Regulasi
Bahasan :
UU No.19 tentang hak cipta Ketentuan umum, lingkup
hak cipta, perlindungan hak cipta, pembatasan hak cipta,
prosedur pendaftaran HAKI
24. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI )
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19
TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak
ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak
Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak
dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak
Terkait telah dialihkan. Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan
karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan
keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemamp uan, kreativitas, atau keahlian
sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar.
Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1. Database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi
2. Penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media
internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media
audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi
25. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI ) lanjt.
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 35
1. Direktorat Jenderal menyelenggarakan pendaftaran Ciptaan dan dicatat dalam Daftar
Umum Ciptaan.
2. Daftar Umum Ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
3. Setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari Daftar Umum
Ciptaan tersebut dengan dikenai biaya.
4. Ketentuan tentang pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merupakan
kewajiban untuk mendapatkan Hak Cipta.
Pasal 36
Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan tidak mengandung arti sebagai
pengesahan atas isi, arti, maksud, atau bentuk dari Ciptaan yang didaftar.
Pasal 37
1.Pendaftaran Ciptaan dalam Daftar Umum Ciptaan dilakukan atas Permohonan yang
diajukan oleh Pencipta atau oleh Pemegang Hak Cipta atau Kuasa.
2. Permohonan diajukan kepada Direktorat Jenderal dengan surat rangkap 2 (dua) yang
26. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI ) lanjt.
PENDAFTARAN CIPTAAN
ditulis dalam bahasa Indonesia dan disertai contoh Ciptaan atau penggantinya dengan
dikenai biaya.
3. Terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal
akan memberikan keputusan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal
diterimanya Permohonan secara lengkap.
4. Kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah konsultan yang terdaftar pada
Direktorat Jenderal.
5. Ketentuan mengenai syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar
sebagai konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang syarat dan tata cara Permohonan ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
Pasal 38
Dalam hal Permohonan diajukan oleh lebih dari seorang atau suatu badan hukum yang
secara bersama-sama berhak atas suatu Ciptaan, Permohonan tersebut dilampiri salinan
resmi akta atau keterangan tertulis yang membuktikan hak tersebut.
27. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI ) lanjt.
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 39
Dalam Daftar Umum Ciptaan dimuat, antara lain:
a) Nama Pencipta dan Pemegang Hak Cipta
b) Tanggal penerimaan surat Permohonan
c) Tanggal lengkapnya persyaratan menurut Pasal 37; dan
d) Nomor pendaftaran Ciptaan.
Pasal 40
1. Pendaftaran Ciptaan dianggap telah dilakukan pada saat diterimanya Permohonan
oleh Direktorat Jenderal dengan lengkap menurut Pasal 37, atau pada saat diterimanya
Permohonan dengan lengkap menurut Pasal 37 dan Pasal 38 jika Permohonan diajukan
oleh lebih dari seorang atau satu badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38.
2. Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan dalam Berita Resmi
Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
28. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI ) lanjt.
PENDAFTARAN CIPTAAN
Pasal 41
1. Pemindahan hak atas pendaftaran Ciptaan, yang terdaftar menurut Pasal 39 yang
terdaftar dalam satu nomor, hanya diperkenankan jika seluruh Ciptaan yang terdaftar itu
dipindahkan haknya kepada penerima hak.
2. Pemindahan hak tersebut dicatat dalam Daftar Umum Ciptaan atas permohonan
tertulis dari kedua belah pihak atau dari penerima hak dengan dikenai biaya.
3. Pencatatan pemindahan hak tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan oleh
Direktorat Jenderal.
Pasal 42
Dalam hal Ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 39, pihak
lain yang menurut Pasal 2 berhak atas Hak Cipta dapat mengajukan gugatan pembatalan
melalui Pengadilan Niaga.
Pasal 43
(1) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat orang atau badan hukum yang namanya
tercatat dalam Daftar Umum Ciptaan sebagai Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dicatat
dalam Daftar Umum Ciptaan atas permintaan tertulis Pencipta atau Pemegang Hak Cipta
29. Undang-undang No. 19 tentang Hak
Cipta ( perlindungan hak cipta dan
prosedur pendaftaran HAKI ) lanjt.
PENDAFTARAN CIPTAAN
yang mempunyai nama dan alamat itu dengan dikenai biaya.
(2) Perubahan nama dan/atau perubahan alamat tersebut diumumkan dalam Berita Resmi
Ciptaan oleh Direktorat Jenderal.
Pasal 44
Kekuatan hukum dari suatu pendaftaran Ciptaan hapus karena:
a. penghapusan atas permohonan orang atau badan hukum yang namanya tercatat sebagai
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta;
b. lampau waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31 dengan
mengingat Pasal 32;
c. dinyatakan batal oleh putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
31. BAB VII Peraturan dan Regulasi
Bahasan :
UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
32. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pada undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi
melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi
Berdasarkan pasal 1 diatas dinyatakan bahwa telekomunikasi merupakan kebutuhan yang
mendasar bagi kehidupan manusia sekarang ini. Kemudian telekomunikasi menjadi
sangat penting karena dalam perkembangannya telekomunikasi bukan hal yang baru lagi
dan juga dapat mendukung perekonomian oleh beberapa orang menjadi sumber
penghidupan.
33. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2000
TENTANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai penyelengaraan
telekomunikas sebagimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Penyelenggaraan Telekomunikasi;
Mengingat :
1.Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara
Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
34. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN
TELEKOMUNIKASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi.
4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio.
35. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN
TELEKOMUNIKASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui
sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi.
4. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio.
36. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
5. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
6. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
7. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi
pertahanan keamanan negara.
8. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan
telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
9. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan
atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya
telekomunikasi.
10. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan
jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
11. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi
yang sifat, peruntukan dan pengoperasiannya khusus.
37. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
12. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara
telekomunikasi yang berbeda.
13. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada
penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi
aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh
penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi.
14. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN DAN JASA TELEKOMUNIKASI
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Pasal 2
Penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan oleh penyelenggara telekomunikasi.
38. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 3
Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi
a.penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b.penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c.penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
Pasal 4
Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan
hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
a.Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
b.Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
c.Badan Usaha Swasta; atau
d.Koperasi.
39. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 5
Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf c dapat dilakukan oleh:
a.perseorangan;
b.instansi pemerintah; atau
c.badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara
jasa telekomunikasi.
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
Pasal 6
(1)Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf a,penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun
dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.
(2) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun jaringan
telekomunikasi wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
40. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
(3) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau
menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
mengikuti ketentuan teknis dalam Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan mengenaai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam
Ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 7
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya
telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.
Pasal 8
(1)Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.
(2) Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan
yang sudah ada.
41. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
(3) Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan
jasa telekomunikasi dari Menteri.
Pasal 9
(1)Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri dari :
a. penyelenggaraan jaringan tetap;
b. penyelenggaraan jaringan bergerak.
(2) Penyelenggaraan jaringan tetap dibedakan dalam :
a.penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b.penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh;
c.penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional;
d.penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
(3) Penyelenggaraan jaringan bergerak dibedakan dalam :
a.penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b.penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c.penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
42. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
(4) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat
(1)diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 10
(1)Penyelenggara jaringan tetap lokal atau penyelenggara jaringan bergerak seluler atau
penyelenggara jaringan bergerak satelit harus menyelenggarakanjasa teleponi dasar.
(2) Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar wajib
menyelenggarakan jasa telepon umum.
(3) Penyelenggara jaringan tetap lokal dalam menyelenggarakan jasa teleponumum dapat
bekerjasama dengan pihak ketiga.
Pasal 11
(1)Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam menyediakan jaringan telekomunikasi
dapat bekerjasama dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi luar negeri sesuai
dengan izin penyelenggaraannya.
(2)Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam suatu perjanjian
tertulis.
43. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 12
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon
pelanggan jaringan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan
jaringan telekomunikasi sepanjang jaringan telekomunikasi tersedia.
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi
Pasal 13
Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
b, penyelenggara jasa telekomunikasi menggunakan jaringan telekomunikasi milik
penyelenggara jaringan telekomunikasi.
Pasal 14
(1)Penyelenggaraan jasa telekomunikasi terdiri dari:
a. penyelenggaraan jasa teleponi dasar;
b. penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi;
c. penyelenggaraan jasa multimedia;
44. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
(2) Ketentuan mengenai tata cara penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 15
(1)Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk
menjamin kualitas pelayanan jasa telekomunikasi yang baik.
(2)Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan pelayanan yang sama kepada
pengguna jasa telekomunikasi.
(3)Dalam menyediakan fasilitas telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mengikuti ketentuan teknis
Dalam Rencana Dasar Teknis.
(4) Ketentuan mengenai Rencana Dasar Teknis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
45. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 16
(1)Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian
jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2) Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib
memberikannya.
Pasal 17
(1)Catatan/rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang
kurangnya 3 (tiga) bulan.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan
catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi.
Pasal 18
(1)Pelanggan jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan
perangkat terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
(2) Instalasi perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur
yang memenuhi persyaratan.
46. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon
pelanggan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa
telekomunikasi sepanjang akses jasa telekomunikasi tersedia.
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi:
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
47. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 16
(1)Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian
jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna telekomunikasi.
(2)Apabila pengguna memerlukan catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi
(3)sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyelenggara telekomunikasi wajib
memberikannya.
Pasal 17
(1)Catatan/rekaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 disimpan sekurang
kurangnya 3 (tiga) bulan.
(2) Penyelenggara jasa telekomunikasi berhak memungut biaya atas permintaan
catatan/rekaman pemakaian jasa telekomunikasi.
Pasal 18
(1)Pelanggan jasa telekomunikasi dapat mengadakan sendiri perangkat akses dan
perangkat terminal pelanggan jasa telekomunikasi.
(2) Instalasi perangkat akses di rumah dan atau gedung dapat dilaksanakan oleh instalatur
yang memenuhi persyaratan.
48. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 19
Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi setiap permohonan dari calon
pelanggan telekomunikasi yang telah memenuhi syarat-syarat berlangganan jasa
telekomunikasi sepanjang akses jasa telekomunikasi tersedia.
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1)Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
b.tindak pidana di bidang telekomunikasi:b. melakukan pemeriksaan terhadap orang
dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
49. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
c. menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku.
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang telekomunikasi.
i.mengadakan penghentian penyidikan.
ii.(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai
iii.dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
50. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal
21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat (2),Pasal 33 ayat
(1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi
peringatan tertulis.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
51. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling
banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling
52. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan
perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai
dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
53. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 55
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara dan atau
dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
54. UU No. 36 tentang telekomunikasi: Azas dan tujuan
telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi,
penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana
Pasal 59
Perbuataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal
51,Pasal 52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
56. BAB VII Peraturan dan Regulasi
Bahasan :
RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik (ITE)
peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank Indonesia
tentang internet banking)
57. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk
setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah
hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.
Pengertian dalam undang-undang :
Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
58. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang
dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsimempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
59. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang
dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh
orang yang mampu memahaminya.
Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang
berfungsimempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat
tertutup ataupun terbuka.
60. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh
Orang.
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang
dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak
dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang
diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi
dan autentikasi. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda
Tangan Elektronik.
61. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam
jaringan. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya,
yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.
Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau
susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet. Orang adalah
orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
62. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang
ditunjuk oleh Presiden.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) mengatur berbagai perlindungan
hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun
pemanfaatan informasinya. Pada UUITE ini juga diatur berbagai ancaman hukuman bagi kejahatan
melalui internet. UUITE mengakomodir kebutuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat
pada umumnya guna mendapatkan kepastian hukum, dengan diakuinya bukti elektronik dan tanda
tangan digital sebagai bukti yang sah di pengadilan.
Penyusunan materi UUITE tidak terlepas dari dua naskah akademis yang disusun oleh dua institusi
pendidikan yakni Unpad dan UI. Tim Unpad ditunjuk oleh Departemen Komunikasi dan Informasi
sedangkan Tim UI oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Pada penyusunannya, Tim
Unpad bekerjasama dengan para pakar di ITB yang kemudian menamai naskah akademisnya dengan
RUU Pemanfaatan Teknologi Informasi (RUU PTI). Sedangkan tim UI menamai naskah
akademisnya dengan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
63. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
Kedua naskah akademis tersebut pada akhirnya digabung dan disesuaikan kembali oleh tim yang
dipimpin Prof. Ahmad M Ramli SH (atas nama pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono), sehingga
namanya menjadi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana disahkan oleh
DPR.
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG INTERNET BANKING
Kata internet perbankan sering kita dengar yaitu merupakan suatu layanan yang diberikan suatu bank
dalam media internet agar proses atau sesuatu hal yang behubungan dengan perbankan menjadi lebih
cepat dan mudah.
Akan tetapi dengan adanya layanan ini menyebabkan suatu permasalahan yang terjadi yaitu terjadi
serangan oleh orang yang tidak bertanggung jawab yang bersifat aktif seperti hal nya ialah penyerang
sendiri tanpa perlu menunggu user. Beberapa jenis serangan yang dapat dikategorikan ke dalam
serangan aktif adalah man in the middle attack dan trojan horses.
Ada layanan yang diberikan internet perbankan yaitu antara lain nya dengan diberlakukannya fitur
two factor authentication, dengan menggunakan token. Penggunaan token ini akan memberikan
keamanan yang lebih baik dibandingkan menggunakan username, PIN, dan password. Dengan
64. RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik
(ITE) peraturan lain yang terkait (Peraturan Bank
Indonesia tentang internet banking)
adanya penggunaan token ini,bukan berarti tidak ada masalah yang terjadi,seperti hal nya Trojan
horses adalah program palsu dengan tujuan jahat yaitu dengan cara menyelipkan program tersebut
kedalam program yang sering digunakan.
Dan dalam hal penangulangan nya bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang terkait tentang
masalah keamana system informasi.dan berikut ini yang peraturan yang dikeluarkan oleh bank
Indonesia sebagai berikut ini :
1. Mengembangkan wadah untuk melakukan hubungan informal untuk menumbuhkan hubungan
formal.
2. Pusat penyebaran ke semua partisipan.
3. Pengkinian (update) data setiap bulan tentang perkembangan penanganan hukum
4. Program pertukaran pelatihan.
5. Membuat format website antar pelaku usaha kartu kredit.
6. Membuat pertemuan yang berkesinambungan antar penegak hukum.
7. Melakukan tukar menukar strategi tertentu dalam mencegah atau mengantisipasi cybercrime di
masa depan.
Dengan adanya peraturan ini dapat menyelesaikan segala permasaahan yang terjadi pada internet
perbankan di Indonesia,dan segala kegiatan perbankkan melalui media internet dapat berjalan dengan
cepat,aman dan mudah digunakannya.