Dokumen tersebut membahas tentang sistem jaringan transportasi dan sistem jaringan jalan. Ia menjelaskan tentang pengelompokan sistem jaringan jalan berdasarkan status, fungsi, dan kelasnya. Dokumen juga menjelaskan tentang sistem hirarki jalan menurut fungsinya seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal baik untuk sistem primer maupun sekunder. Selanjutnya dijelaskan tentang persyaratan teknis dari m
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3infosanitasi
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan. Mencakup pedoman tentang operasi, pemeliharaan, pembiayaan dan kelembagaan beserta personalianya. Juga menjelaskan berbagai prasarana dan sarana drainase perkotaan seperti saluran, bangunan persilangan, kolam retensi, dan pompa yang memerlukan operasi dan pemeliharaan berkala.
Dokumen tersebut membahas tentang rekayasa lalu lintas, yang mencakup pengertian transportasi dan lalu lintas, permasalahan-permasalahan lalu lintas, komponen-komponen yang terlibat dalam sistem lalu lintas, serta perencanaan dan bentuk rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Dokumen tersebut membahas tentang sistem jaringan transportasi dan sistem jaringan jalan. Ia menjelaskan tentang pengelompokan sistem jaringan jalan berdasarkan status, fungsi, dan kelasnya. Dokumen juga menjelaskan tentang sistem hirarki jalan menurut fungsinya seperti jalan arteri, kolektor, dan lokal baik untuk sistem primer maupun sekunder. Selanjutnya dijelaskan tentang persyaratan teknis dari m
Permen PU No 12 Tahun 2014 tentang Drainase Perkotaan - Lampiran 3infosanitasi
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan. Mencakup pedoman tentang operasi, pemeliharaan, pembiayaan dan kelembagaan beserta personalianya. Juga menjelaskan berbagai prasarana dan sarana drainase perkotaan seperti saluran, bangunan persilangan, kolam retensi, dan pompa yang memerlukan operasi dan pemeliharaan berkala.
Dokumen tersebut membahas tentang rekayasa lalu lintas, yang mencakup pengertian transportasi dan lalu lintas, permasalahan-permasalahan lalu lintas, komponen-komponen yang terlibat dalam sistem lalu lintas, serta perencanaan dan bentuk rekayasa lalu lintas untuk meningkatkan keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Dokumen tersebut membahas karakteristik arus lalu lintas seperti kecepatan, volume, variasi jam-an, harian, dan bulanan. Terdapat pembahasan mengenai penghitungan kecepatan rata-rata, volume lalu lintas, serta grafik volume jam perencanaan."
Perencanaan transportasi bertujuan mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang bergerak dengan aman, nyaman dan murah. Sistem transportasi terdiri dari sistem kegiatan, jaringan, dan pergerakan lalu lintas yang saling terkait. Kebutuhan transportasi berasal dari interaksi aktivitas sosial dan ekonomi. Tata guna lahan dan transportasi saling mempengaruhi, di mana peningkatan aksesibilitas dapat mengubah penggunaan
Sistem transportasi merupakan keterkaitan antara penumpang, barang, sarana dan prasarana dalam perpindahan orang dan barang. Sistem ini dipengaruhi oleh tata guna lahan dan bertujuan untuk mencapai transportasi yang optimal, aman, nyaman dan efisien. Terdapat berbagai jenis transportasi darat, laut dan udara yang digunakan sesuai dengan tujuan perjalanan.
[Ringkasan]
Studi ini menganalisis kapasitas dan tingkat pelayanan pada ruas jalan Wolter Monginsidi Kota Manado dengan melakukan survey volume dan kecepatan lalu lintas selama 4 hari. Hasilnya menunjukkan kapasitas ruas jalan adalah 2934,36 kendaraan per jam dengan tingkat pelayanan E, artinya lalu lintas mendekati kapasitas maksimum.
Dokumen tersebut membahas perencanaan sistem drainase untuk beberapa jenis infrastruktur seperti jalan raya, lapangan terbang, pertanian, rel kereta api, rumah tinggal, dan lapangan golf. Ia menjelaskan langkah-langkah perencanaan drainase mulai dari menentukan daerah layanan, menghitung debit rencana, memilih material dan mendesain saluran drainase. Contoh perencanaan drainase jalan raya juga diberikan untuk mendemonstrasikan penerap
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Dokumen ini membahas ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas, mencakup penetapan waktu isyarat, kapasitas, dan kinerja lalu lintas seperti derajat kejenuhan, tundaan, panjang antrian, dan rasio kendaraan berhenti untuk Simpang APILL 3 dan 4 lengan di perkotaan dan semi perkotaan. Acuan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Tata Cara Operasional dan Pemeliharaan Drainase Perkotaan - bagian 1Joy Irman
Dokumen ini membahas tentang operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan. Terdiri dari pengertian drainase perkotaan, fungsi drainase perkotaan, prinsip dasar drainase perkotaan, sarana dan prasarana drainase perkotaan seperti saluran, bangunan persilangan, kolam retensi, dan pompa. Juga membahas tata cara operasi dan pemeliharaan drainase perkotaan.
Dokumen tersebut membahas mengenai perencanaan transportasi yang meliputi proses peramalan permintaan transportasi di masa datang, pembagian wilayah menjadi zona-zona, dan metode pengumpulan data untuk perencanaan transportasi.
Dokumen tersebut membahas tentang standar perencanaan irigasi khususnya untuk petak tersier. Mencakup tujuan, ruang lingkup, dan prosedur perencanaan petak tersier secara terperinci agar pengelolaan air dapat berjalan dengan baik dan mudah dioperasikan oleh petani dengan biaya rendah. Kriteria perencanaan ini bertujuan untuk memudahkan pembuatan desain irigasi petak tersier secara standar serta melibatkan pet
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Kapasitas jalan merupakan jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati ruas jalan dalam periode waktu tertentu dengan kondisi jalan dan lalu lintas normal. Kapasitas dipengaruhi oleh lebar jalan, pemisahan arah, gangguan samping, dan ukuran kota. Ada berbagai jenis kapasitas seperti kapasitas dasar, rencana, dan yang mungkin.
Dokumen ini mengatur tentang pedoman penetapan fungsi jalan dan status jalan di Indonesia. Fungsi jalan dikelompokkan menjadi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, yang mencakup jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Dokumen ini juga menjelaskan wewenang penetapan fungsi jalan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Gubernur serta prosedurnya."
[Ringkasan]
Panduan ini memberikan pedoman tentang penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder yang saling terkait. Kriteria untuk menentukan jalan arteri, kolektor, dan lokal mencakup hubungan antar kota dan kawasan berdasarkan fungsi dan jangkauan pelayanan.
Dokumen tersebut membahas karakteristik arus lalu lintas seperti kecepatan, volume, variasi jam-an, harian, dan bulanan. Terdapat pembahasan mengenai penghitungan kecepatan rata-rata, volume lalu lintas, serta grafik volume jam perencanaan."
Perencanaan transportasi bertujuan mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan manusia dan barang bergerak dengan aman, nyaman dan murah. Sistem transportasi terdiri dari sistem kegiatan, jaringan, dan pergerakan lalu lintas yang saling terkait. Kebutuhan transportasi berasal dari interaksi aktivitas sosial dan ekonomi. Tata guna lahan dan transportasi saling mempengaruhi, di mana peningkatan aksesibilitas dapat mengubah penggunaan
Sistem transportasi merupakan keterkaitan antara penumpang, barang, sarana dan prasarana dalam perpindahan orang dan barang. Sistem ini dipengaruhi oleh tata guna lahan dan bertujuan untuk mencapai transportasi yang optimal, aman, nyaman dan efisien. Terdapat berbagai jenis transportasi darat, laut dan udara yang digunakan sesuai dengan tujuan perjalanan.
[Ringkasan]
Studi ini menganalisis kapasitas dan tingkat pelayanan pada ruas jalan Wolter Monginsidi Kota Manado dengan melakukan survey volume dan kecepatan lalu lintas selama 4 hari. Hasilnya menunjukkan kapasitas ruas jalan adalah 2934,36 kendaraan per jam dengan tingkat pelayanan E, artinya lalu lintas mendekati kapasitas maksimum.
Dokumen tersebut membahas perencanaan sistem drainase untuk beberapa jenis infrastruktur seperti jalan raya, lapangan terbang, pertanian, rel kereta api, rumah tinggal, dan lapangan golf. Ia menjelaskan langkah-langkah perencanaan drainase mulai dari menentukan daerah layanan, menghitung debit rencana, memilih material dan mendesain saluran drainase. Contoh perencanaan drainase jalan raya juga diberikan untuk mendemonstrasikan penerap
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Dokumen ini membahas ketentuan perhitungan kapasitas Simpang APILL untuk perencanaan dan evaluasi kinerja lalu lintas, mencakup penetapan waktu isyarat, kapasitas, dan kinerja lalu lintas seperti derajat kejenuhan, tundaan, panjang antrian, dan rasio kendaraan berhenti untuk Simpang APILL 3 dan 4 lengan di perkotaan dan semi perkotaan. Acuan yang digunakan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Tata Cara Operasional dan Pemeliharaan Drainase Perkotaan - bagian 1Joy Irman
Dokumen ini membahas tentang operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan. Terdiri dari pengertian drainase perkotaan, fungsi drainase perkotaan, prinsip dasar drainase perkotaan, sarana dan prasarana drainase perkotaan seperti saluran, bangunan persilangan, kolam retensi, dan pompa. Juga membahas tata cara operasi dan pemeliharaan drainase perkotaan.
Dokumen tersebut membahas mengenai perencanaan transportasi yang meliputi proses peramalan permintaan transportasi di masa datang, pembagian wilayah menjadi zona-zona, dan metode pengumpulan data untuk perencanaan transportasi.
Dokumen tersebut membahas tentang standar perencanaan irigasi khususnya untuk petak tersier. Mencakup tujuan, ruang lingkup, dan prosedur perencanaan petak tersier secara terperinci agar pengelolaan air dapat berjalan dengan baik dan mudah dioperasikan oleh petani dengan biaya rendah. Kriteria perencanaan ini bertujuan untuk memudahkan pembuatan desain irigasi petak tersier secara standar serta melibatkan pet
Ringkasan dokumen tersebut adalah: Kapasitas jalan merupakan jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati ruas jalan dalam periode waktu tertentu dengan kondisi jalan dan lalu lintas normal. Kapasitas dipengaruhi oleh lebar jalan, pemisahan arah, gangguan samping, dan ukuran kota. Ada berbagai jenis kapasitas seperti kapasitas dasar, rencana, dan yang mungkin.
Dokumen ini mengatur tentang pedoman penetapan fungsi jalan dan status jalan di Indonesia. Fungsi jalan dikelompokkan menjadi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, yang mencakup jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan. Dokumen ini juga menjelaskan wewenang penetapan fungsi jalan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Gubernur serta prosedurnya."
[Ringkasan]
Panduan ini memberikan pedoman tentang penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder yang saling terkait. Kriteria untuk menentukan jalan arteri, kolektor, dan lokal mencakup hubungan antar kota dan kawasan berdasarkan fungsi dan jangkauan pelayanan.
Dokumen tersebut membahas pedoman kriteria pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer antar kota, mencakup ruang lingkup, acuan normatif, istilah-istilah terkait, dan ketentuan umum mengenai struktur pemanfaatan ruang dan karakteristik jalan arteri primer.
Rangkuman dokumen tersebut adalah:
Desa Sumberagung dan bagian utara Desa Joho dikategorikan sebagai pusat permukiman hirarki 2 di Kecamatan Pracimantoro, sedangkan desa-desa lainnya dikategorikan sebagai hirarki 3. Rencana perkotaan Pracimantoro terbagi menjadi dua kawasan, yaitu kawasan perkotaan utama dan wilayah pendukung perkotaan. Rencana struktur ruang perk
Dokumen tersebut membahas tentang hirarki sistem jaringan jalan di Indonesia menurut peraturan pemerintah dan undang-undang, termasuk klasifikasi jalan menurut sistem, fungsi, status dan kelas."
Pedoman ini mengatur kriteria pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di sepanjang jalan arteri primer antarkota. Pedoman ini menjelaskan struktur pemanfaatan ruang, sistem jaringan jalan primer, dan karakteristik jalan arteri primer seperti kecepatan rencana minimal 60 km/h dan lebar daerah manfaat minimal 11 meter."
RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG MOSES HADUN
Rangkuman dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut merupakan ringkasan eksekutif rencana induk jaringan jalan kota Malang tahun 2022 yang membahas latar belakang, tujuan, tinjauan kebijakan dan fungsi-fungsi jalan.
2. Kebijakan yang diatur antara lain Undang-Undang Jalan, Peraturan Pemerintah tentang jalan, dan Peraturan Menteri tentang pedoman penyusunan rencana umum jaringan
Ada tiga masalah utama transportasi di perkotaan dan daerah terpencil:
1. Kemacetan parah di perkotaan besar akibat penggunaan kendaraan pribadi yang tinggi
2. Daerah terpencil mengalami isolasi akibat infrastruktur transportasi yang terbatas
3. Diperlukan peningkatan jaringan transportasi dan moda angkutan umum untuk menghubungkan daerah-daerah yang terisolasi
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas peraturan perundang-undangan tentang jalan di Indonesia, yaitu UU Jalan Nomor 38 Tahun 2004 dan PP Nomor 34 Tahun 2006. Dokumen menjelaskan pengertian jalan, pengelompokan jalan berdasarkan sistem jaringan, fungsi, status, dan kelas, serta spesifikasi prasarana jalan.
1. Dokumen tersebut membahas perencanaan transportasi umum terpadu di kawasan kota mandiri dengan studi kasus di Kawasan Bumi Serpong Damai, Kota Tangerang Selatan.
2. Dokumen menjelaskan bahwa saat ini transportasi umum di kawasan BSD hanya dilayani oleh shuttle BSD dengan tingkat pemenuhan yang masih kurang, sehingga masyarakat lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi.
3. Dokumen menyimpulkan bahwa d
Similar to panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan (20)
panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan
1. PANDUAN
PENENTUAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN
DI WILAYAH PERKOTAAN
NO. 010/T/BNKT/1990
DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA
DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA
2. PRAKATA
Dalam rangka mewujudkan peranan penting jalan dalam mendorong perkembangan kehidupan
bangsa, sesuai dengan U.U. no. 13/1980 Tentang Jalan, Pemerintah berkewajiban melakukan
pembinaan yang menjurus ke arah profesionalisme dalam bidang pengelolaan jalan, baik di pusat
maupun di daerah.
Adanya buku-buku standar, baik mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Spesifikasi, maupun
Metoda Pengujian, yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan
pemeliharaan merupakan kebutuhan yang mendesak guna menuju ke pengelolaan jalan yang
lebih baik, efisien dan seragam.
Sambil menunggu terbitnya buku-buku standar dimaksud, buku "Panduan Penentuan
Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan" ini dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan
intern di lingkungan Direktorat Pembinaan Jalan Kota.
Menyadari akan belum sempurnanya buku ini, maka pendapat dan saran dari semua
pihak akan kami hargai guna penyempurnaan dikemudian hari.
Jakarta, Januari 1990.
DIREKTURPEMBINAANJALAN KOTA
DJOKO ASMORO
3. DAFTAR ISI
Halaman
1. Pedahuluan ........................................................................................................................ 1
2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 1
3. Ruang Lingkup ................................................................................................... 1
4. Pengertian ....................................................................................................... 1
4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer ……………………………………………… 1
4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder 5
4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan dengan Sistem Jaringan Jalan Menurut
Wewenang Pembinaan ......................................................................................... 6
5. Kriteria yang Dipertimbangkan dalam Menetapkan Klasifikasi Fungsi Jalan
5.1. Jalan Arteri Primer …………………………………………………………. 9
5.2. Jalan Kolektor Primer ……………………………………………………….. 12
5.3. Jalan Lokal Primer …………………………………………………………. 15
5.4. Jalan Arteri Sekunder ................................................................................................................ 15
5.5. Jalan Kolektor Sekunder ……………………………………………………… 16
5.6. Jalan Lokal Sekunder …………………………………………………………. 16
6. Penutup ........................................................................................................................................... 20
4. I. PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini, jaringan jalan di kota-kota besar di Indonesia telah dittandai dengan
kemacetan - kemacetan lalu lintas. Selain akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat,
kemacetan tersebut disebabkan oleh terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal pada
jalan yang seharusnya berperan sebagai jalan arteri dan sebaliknya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu kiranya dilakukan pemantapan fungsi jaringan
jalan kota. Panduan klasifikasi fungsi jalan ini diharapkan dapat membantu proses penetapan
klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan. Acuan utama panduan ini adalah
Undang-Undang nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah nomor
26 tahun 1985 tentang Jalan. ruas-ruas jalan yang ditetapkan sesuai dengan fungsinya dapat
dipakai sebagai pegangan dan petunjuk seperti untuk koordinasi dengan manajemen sistem
transportasi dan tata guna lahan. Koordinasi tersebut dimaksudkan untuk dapat
diterapkannya penggunaan jaringan jalan sesuai dengan fungsinya, sehingga sistem
transportasi yang efisien disamping keselamatan lalu lintas dapat
ditingkatkan/diwujudkan.
2. MAKSUD DAN TUJUAN
Buku panduan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan dalam
perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan. Buku panduan ini diharapkan dapat
memperjelas penentuan klasifikasi fungsi jalan, sehingga pelaksanaan tugas pembinaan dan
perencanaan jaringan jalan di wilayah perkotaan dapat lebih terarah.
3. RUANG LINGKUP
Buku panduan ini hanya membahas jaringan jalan di wilayah perkotaan yang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sekunder. Pokok bahasan meliputi sistem jaringan jalan
dan kriteria untuk fungsi ruas jalan. Dengan menggunakan kriteria dalam penetapan
fungsi jalan pada buku panduan ini, klasifikasi fungsi jalan kota saat sekarang dan yang
dituju dapat diformulasikan.
4. PENGERTIAN
Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.
4.1. Sistem Jaringan Jalan Primer
a. Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi.
b. Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota
jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil
dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar
satuan wilayah pengembangan.
c. Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer
antara lain: industri skala regional, terminal barang/pergudangan,
1
5. pelabuhan, bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/ grosir.
d. Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan
kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
e. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua dengan
kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga.
f. Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu
dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang ketiga
dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau kota
dibawah jenjang ketiga sampai persil.
g. Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan melayani
seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang
paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi
keluar wilayahnya.
h. Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.
i. Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.
j. Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan
melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan
pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan
serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.
k. Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup
pengamatan fungsi tertentu.
1. Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer (Fl) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai
pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
m. Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam
sistem jaringan jalan primer diberikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Tabel 1
disajikan dalam bentuk matrix dan Gambar 1 disajikan dalam bentuk diagram.
2
6. Tabel 1 : Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas
jalan dalam sistem jaringan jalan primer
KOTA JENJANG
I
JENJANG
II
JENJANG
III
PERSIL
JENJANG I Arteri Arteri - Lokal
JENJANG II Arteri Kolektor Kolektor Lokal
JENJANG III - Kolektor Lokal Lokal
PERSIL Lokal Lokal Lokal Lokal
3
8. 4.2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
a. Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata
ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi
primer, fungsi sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan
seterusnya sampai ke perumahan.
b. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua.
c. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga.
d. Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.
Fungsi sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga
kota itu sendiri yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini
dapat mengandung fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat
pertahanan keamanan yang selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat
khusus.
g. Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan.
Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya
terikat dalam satu hubungan hirarki.
h. Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
i. Fungsi sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan
kota sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri.
j. Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segenap unsur yang
terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan
administratif dan atau fungsional.
k. Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang
bersangkutan. Ketentuan tentang fungsi kawasan, penduduk pendukung dan jenis
sarananya dapat dilihat pada Lampiran.
1. Hubungan antar kawasan kota dengan peranan ruas jalan dalam sistem jaringan
jalan sekunder diberikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 disajikan dalam
bentuk matrix dan Gambar 2 disojikan dalam bentuk diagram.
5
9. Tabel 2 : Hubungan antara kawasan kota dengan peranan ruas
Jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder
KAWASAN PRIMER
(F1)
SEKUNDER
1
(21)
SEKUNDER
2
(F22)
SEKUNDER
3
(23)
PERUMAHAN
Primer
(F1) - arteri - - -
Sekunder I
L
(F21)
arteri arteri arteri - lokal
Sekunder II
(F22) - arteri kolektor kolektor lokal
Sekunder III
(F23) - - kolektor - lokal
Perumahan - lokal lokal lokal -
4.3. Kaitan antara Hirarki Jalan Dengan Sistem Jaringan Jalan MenurutWewenang
Pembinaan
Menurut wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan Nasional,
Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Kotamadya dan Jalan
Khusus.
a. Jalan Nasional
Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan
kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi,
dan jalan lain yang mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan
Keputusan Menteri.
b. Jalan Propinsi
Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah:
i. Jalan kolektor primer yang menghubungkan lbukota Propinsi dengan Ibukota
Kabupaten/Kotamadya.
ii. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar lbukota Kabupaten/
Kotamadya.
iii. Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi.
iv. Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan nasional.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I yang
bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat Menteri.
6
11. c. Jalan Kabupaten
Yang termasuk kelompok jalan kabupaten adalah:
i. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi.
ii. Jalan lokal primer
iii. Jalan sekunder dan jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan nasional,
jalan propinsi dan jalan kotamadya.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan kabupaten dilakukan dengan Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
d. Jalan Kotamadya
Yang termasuk kelompok jalan Kotamadya adalah jaringan jalan sekunder di dalam
kotamadya. Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan
kolektor sekunder sebagai jalan kotamadya dilakukan dengan keputusan Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I atas usul Pemerintah Daerah Kotamadya yang bersangkutan.
Penetapan status suatu ruas jalan lokal sekunder sebagai jalan Kotamadya dilakukan
dengan Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
e. Jalan Khusus
Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara oleh
instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing.
Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansi/badan
hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
f. Perubahan Status Jalan
Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:
i. Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah/
kawasan yang lebih luas dari wilayah/kawasan semula.
ii Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengem
bangan sistem transportasi.
Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal
yang berlawanan dengan yang tersebut. di atas. Peralihan status suatu jalan dapat
diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pembina jalan dituju. Pembina jalan yang
menerima usulan atau saran memberikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan
status semula. Penetapan status ruas jalan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang
menetapkan status baru dari ruas jalan yang bersangkutan, setelah mendengar pendapat
pejabat yang menetapkan status semula.
8
12. 5 KRITERIA YANG DIPERTIMBANGKAN DALAM MENETAPKAN
KLASIFIKASI FUNGSI JALAN
Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing
fungsi jalan. Ciri-ciri ini dapat merupakan arahan fungsi jalan yang perlu dipenuhi/
didekati. Sketsa hipotetis hirarki jalan kota dapat dilihat pada Gambar 3.
5.1. Jalan Arteri Primer
a. Jalan arteri primer dalam kota merupakan terusan jalan arteri primer luar kota.
b. Jalan arteri primer melalui atau menuju kawasan primer.
c. Jalan arteri primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60
km/jam.
d. Lebar badan jalan arteri primer tidak kurang dari 8 meter (Gambar 4).
9
15. e. Lalu lintas jarak jauh pada jalan arteri primer adalah lalu-lintas regional. Untuk
itu, lalu lintas tersebut tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik, dan lalu lintas
lokal, dari kegiatan lokal (Gambar 5).
f. Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan
melalui jalan ini.
g. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. J arak antar jalan
masuk/akes langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
h. Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
i. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
j. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih besar dari fungsi jalan
yang lain.
k. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.
1. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.
m. Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
n. Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.
5.2. Jalan Kolektor Primer
a. Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar
kota.
b. Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri
primer.
c. Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40
(empat puluh) km per jam.
d. Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 6).
e. Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar
jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
12
18. f. Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
i. Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan
pada jam sibuk.
j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
k. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri
primer.
l. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
5.3. Jalan Lokal Primer
a. Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
b. Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer
lainnya.
c. Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
(dua puluh) km per jam.
d. Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
e. Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 6 (enam) meter (Gambar 7).
f. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem
primer
.
5.4. Jalan Arteri Sekunder
a. Jalan arteri sekunder menghubungkan :
i. kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu.
ii. antar kawasan sekunder kesatu.
iii. kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
iv. jalan arteri/kolektor primer dengan kawasan sekunder kesatu.
b. Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30
(tiga puluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan tidak kurang dari 8 (delapan) meter (Gambar 8).
d. Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
e. Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
15
19. f. Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat
diizinkan melalui jalan ini.
g. Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintasnya.
h. Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
i. Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkanpada jam sibuk.
j. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
k. Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem
sekunder yang lain.
1. Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
m. Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan
kelas jalan yang lebih rendah.
5.5. Jalan Kolektor Sekunder
a. Jalan kolektor sekunder menghubungkan:
i. enter kawasan sekunder kedua.
ii. kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
b. Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarken keoepatan rencana paling rendah 20
(dua puluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan kolektor sekunder tidak kurang dari 7 (tujuh) meter (Gambar 9).
d. Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah
pemukiman.
e. Lokasi parkir pads badan jalan-dibatasi.
f. Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
g. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer
dan arteri sekunder.
5.8. Jalan Lokal Sekunder
a. Jalan lokal sekunder menghubungkan:
i. enter kawasan sekunder ketiga atau dibawahnya.
ii. kawasan sekunder dengan perumahan.
b. Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
(sepuluh) km per jam.
c. Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 5 (lima) meter (Gambar 10).
16
23. d. Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di dae-
rah pemukiman.
e. Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan
dengan fungsi jalan yang 'lain.
6. PENUTUP
Buku panduan ini telah memberikan arahan secara teknis dalam mempersiapkan penetapan
klasifikasi fungsi jalan. Selanjutnya hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
6.1. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan primer dan
jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Menteri Pekerjaan Umum setelah
mendengar pendapat Menteri Perhubungan sesuai dengan
tingkat perkembangan wilayah yang telah dicapai.
6.2. Penetapan ruas-ruas jalan menurut peranannya dalam sistem jaringan jalan sekunder
kscuali jalan arteri sekunder dilakukan secara berkala oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I, atas usul Bupati/Walikota Madya Kepala Daerah
Tingkat II yang bersangkutan dengan memperhatikan petunjuk Menteri Pekerjaan Umum
dan Menteri Perhubungan sesuai dengan tingkat perkembangan kawasan kota yang telah
dicapai.
6.3. Kiranya dapat disimpulkan bahwa data utama yang perlu disimpulkan dan
beberapa faktor khusus yang perlu dipertimbangkan untuk menetapkan
klasifikasi fungsi jalan meliputi:
a Peta jaringan jalan.
b. Peta tata guna lahan, baik untuk keadaan sekarang maupun rencana
pengembangannya di masa mendatang yang disertai dengan informasi lebih
lengkap mengenai potensi aktivitas - aktivitas perdagangan, pergudangan,
perkantoran, industri, pendidikan serta jasa jasa lain baik yang bersifat regional
maupun lokal. (Untuk mengurangi konflik antara sistem transportasi dan tata guna lahan,
keseimbangan/kesesuaianantarafungsijaringanjalandengantatagunalahanperludipenuhi).
c. Volume kendaraan sesuai dengan jenisnya.
(Meskipun volume lalu lintas bergantung kepada beberapa faktor, tetapi
secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi volume lalu lintas pada suatu
ruas jalan makin tinggi pula klasifikasi jalan tersebut. Sebagai contoh bahwa
volume lalu lintas bukan satu-satunya kriteria yang digunakan adalah sebagai
berikut: suatu ruas jalan yang melayani volume lalu lintas yang rendah dan
berdasarkan volume ini bisa digolongkan pada jalan lokal seharussnya adalah
jalan arteri sekunder jikalau jalan tersebut melayani kendaraan-kendaraan
beret dan hanya satu-satunya ruas jalan yang menghubungkan jalan arteri.
Sebaliknya, jalan jalan yang memberikan akses ke daerah parkir suatu
pusat pertokoan dan melayani lalu lintas yang tinggi tidak bisa digolongkan
sebagai jalan arteri sekunder).
d. Lebar jalan, rambu-rambu lalu lintas serta fasilitas parkir kendaraan.
e. Rute kendaraan umum bis dan bemo serta truk.
20
24. f. Proporsi lalu lintas menerus pada jalan jalan utama.
g. Rencana induk kota.
h. Data pendukung lain yang tersedia.
6.4. Didalam menentukan klasifikasi fungsi jalan, pedoman utama yang harus diikuti
adalah pasal 3 dan pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia tentang jalan serta
pasal 4 sampai pasal 1.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 tahun 1985
tentang jalan. Isi pedoman utama ini telah dijabarkan pada Bab pengertian.
21
26. Lampiran
STRUKTUR KAWASAN SEKUNDER
Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk
Pendukung
Jenis Sarana
KM KB KS KK
F21 - - - 1.000.000 1. Balai Kota
2. Gedung Kesenian
3. Bioskop
4. Mesjid
5. Gedung serbaguna
6. Perpustakaan
7. Parkir
8. Kantor Polisi
9. Kantor Pos
10.Kantor Telepon
11.Kantor PAM
12.Kantor PLN
13.Peribadatan lainnya
14.Pusat Perbelanjaan
15 Akademi/Perti
F22 F21 - - 480.000- 1. Taman/Tempat main/olah
F23 F22 F21 -
1.000.000
120.000-
480.000
raga
2. Pusat Perbelanjaan
3. Rumah Sakit
4. Gedung serbaguna
5. Bioskop
6. Gedung kesenian
7. Parkir
8. Kantor Wilayah
9. Kantor Polisi
10.Pos Pemadam Kebakaran
11.Kantor Telepon
12.Pelayanan Umum dan
Rekreasi
1. Taman/tempat bermain
Olahraga
2. SLA
3. Pusat Perbelanjaan
4 Puskesmas + B
pertemuan
5. Gedung Seba Guna
6. Masjid
7. Parkir
8. Kantor Kecamatan
9. Kantor
10.Kantor Pos
23
27. Hirarki Pusat Pelayanan Penduduk
Pendukung
Jenis Sarana
KM KB KS KK
11.Pos Pemadam Kebakaran
12.Kantor Telepon
13.Pelayanan Umum
dan Rekreasi
F-24 F-23 F22 F21 30.000- 1. Taman/tempat main/
120.000.- olahraga
2. SLP (2 session)
3. BKIA + Session)
3. BKIA + R. Bersalin
4. Pusat Perbelanjaan
5. Puskesmas + B.Pertemuan
6. Apotik
7. Gedung serbaguna
8. Masjid
9. Bioskop
10.Parkir
11.Kantor
Lingkungan
12.Kantor Polisi
13.Kantor Pos
14.Pos Pemadam
Kebakaran
F25 F24 F23 F22 2.500- 1. Taman/tempat main/olah
30.000 raga
2. T.K.
3. S.D. (2 session)
4. Pertokoan
5. Langgar
6. Balai Pertemuan
7. Parkir
8. Pelayanan Umum dan
Rekreasi
Keterangan:
KM = Kota Metropolitan
KB = Kota Besar
KS = Kota Sedang
KK = Kota Kecil
F21 = Kawasan Sekunder I
F22 = Kawasan Sekunder II
K23 = Kawasan Sekunder III
K24 = Kawasan Sekunder IV
F25 = Kawasan Sekunder V
24