Pemberdayaan Remaja Perempuan dalam Reproduksi SehatDenic Wibowo
Pemberdayaan Remaja Perempuan
Sebagai SDM Berkualitas dalam Menjalani Reproduksi Sehat
(Melalui Tangan Hangat Bidan)
#Memperingati HUT IBI Ke-68 Tahun 2019 di Makassar
Makassar, 21 September 2019
POTRET DUNIA PENDIDIKAN KABUPATEN BOALEMOMuchlis DoE
Dinas Pendidikan Kabupaten Boalemo
Disampaikan Pada REMBUK PENDIDIKAN Tingkat Propinsi Gorontalo
Tanggal 28 s.d 29 Januari 2009
Penghargaan Buat Guru :
1. Boalemo Education Award
2. Dusun Pintar
3. Pemberian Tunjangan Guru Terpencil
4. Paud Mandiri
5. Pemberian Bantuan Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah
6. Pemberian TKD Bagi Guru
7. Pemberian Reword Bagi Guru Teladan melalui Haji
Pemberdayaan Remaja Perempuan dalam Reproduksi SehatDenic Wibowo
Pemberdayaan Remaja Perempuan
Sebagai SDM Berkualitas dalam Menjalani Reproduksi Sehat
(Melalui Tangan Hangat Bidan)
#Memperingati HUT IBI Ke-68 Tahun 2019 di Makassar
Makassar, 21 September 2019
POTRET DUNIA PENDIDIKAN KABUPATEN BOALEMOMuchlis DoE
Dinas Pendidikan Kabupaten Boalemo
Disampaikan Pada REMBUK PENDIDIKAN Tingkat Propinsi Gorontalo
Tanggal 28 s.d 29 Januari 2009
Penghargaan Buat Guru :
1. Boalemo Education Award
2. Dusun Pintar
3. Pemberian Tunjangan Guru Terpencil
4. Paud Mandiri
5. Pemberian Bantuan Makanan Tambahan Bagi Anak Sekolah
6. Pemberian TKD Bagi Guru
7. Pemberian Reword Bagi Guru Teladan melalui Haji
Pengajuan model pengambilan data pada sistem pemilu di indonesiaRolly Maulana Awangga
Indonesia negara berkembang yang mengadakan pemilu setiap 5 tahun sekali merupakan hajat paling akbar dalam memilih wakil rakyat dan presiden. Menurut data dari bank dunia pada tahun 2010 dalam indikator pembangunan dunia, Indonesia dengan total jumlah penduduk 239.870.940 yang tersebar di 33 provinsi, dengan kondisi geografis berupa kepulauan serta kondisi infrastruktur jaringan yang masih terbatas di beberapa wilayah yang bukan wilayah dari pulau ibukota. Menjadi sebuah tantangan menarik untuk menyelenggarakan Pemilu dengan sistem yang sudah terintegrasi dengan IT yang baik dan dapat digunakan di semua TPS di seluruh Indonesia dengan tujuan efektifitas dan efisiensi ajang akbar yang diadakan minimal setiap 5 tahun sekali ini. Terdiri dari pemilihan presiden dan wakilnya, pemilihan wakil rakyat, baik untuk DPR, maupun DPRD tingkat provinsi dan kabupaten, kemudian ditambah lagi dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta sekup yang lebih kecil lagi pemilihan Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakilnya.
Pengajuan model pengambilan data pada sistem pemilu di indonesiaRolly Maulana Awangga
Indonesia negara berkembang yang mengadakan pemilu setiap 5 tahun sekali merupakan hajat paling akbar dalam memilih wakil rakyat dan presiden. Menurut data dari bank dunia pada tahun 2010 dalam indikator pembangunan dunia, Indonesia dengan total jumlah penduduk 239.870.940 yang tersebar di 33 provinsi, dengan kondisi geografis berupa kepulauan serta kondisi infrastruktur jaringan yang masih terbatas di beberapa wilayah yang bukan wilayah dari pulau ibukota. Menjadi sebuah tantangan menarik untuk menyelenggarakan Pemilu dengan sistem yang sudah terintegrasi dengan IT yang baik dan dapat digunakan di semua TPS di seluruh Indonesia dengan tujuan efektifitas dan efisiensi ajang akbar yang diadakan minimal setiap 5 tahun sekali ini. Terdiri dari pemilihan presiden dan wakilnya, pemilihan wakil rakyat, baik untuk DPR, maupun DPRD tingkat provinsi dan kabupaten, kemudian ditambah lagi dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur serta sekup yang lebih kecil lagi pemilihan Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakilnya.
1. PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Pembangunan ekonomi Indonesia mulai dari Pelita I sampai 1997 mengalami kemajuan
dengan ukuran pendapatan nasional dari $50 menjadi lebih dari $1,000.
Kualitas pembangunan selama orde baru menyebaban kesenjangan distribusi
pendapatan yang besar antar individu atau daerah atau antar propinsi.
Indikator untuk mengukur kesenjangan pembangunan antar propinsi:
a) PDRB per propinsi (distribusi propinsi dalam pembentukan PDB nasional)
b) PDRB atau pengeluaran konsumsi RT rata-rata perkapita
c) Indeks pembangunan manusia
d) Kontribusi sektoral terhadap pembentukan PDRB
e) Tingkat kemiskinan
A. PDRB per propinsi (distribusi propinsi dalam pembentukan PDB
nasional)
Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Provinsi, 2004-2008 (Persen)
Provinsi 2004 2005 2006 2007*) 2008**)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1.
Nanggroe Aceh
Darussalam
2.28 2.13 2.22 2.01 1.75
2. Sumatera Utara 5.34 5.23 5.14 5.14 5.09
3. Sumatera Barat 1.69 1.67 1.70 1.69 1.68
4. Riau 5.17 5.21 5.36 5.94 6.57
5. Jambi 0.84 0.84 0.84 0.91 0.94
6. Sumatera Selatan 2.91 3.05 3.08 3.11 3.17
7. Bengkulu 0.37 0.38 0.37 0.36 0.34
8. Lampung 1.63 1.53 1.58 1.72 1.77
9.
Kepulauan Bangka
Belitung
0.53 0.53 0.51 0.51 0.52
1
2. 10. Kepulauan Riau 1.66 1.54 1.48 1.47 1.39
Sumatera 22.41 22.12 22.27 22.85 23.23
11. DKI Jakarta 16.99 16.25 16.09 16.02 16.11
12. Jawa Barat 13.83 14.58 15.18 14.89 14.33
13. Jawa Tengah 8.75 8.78 9.04 8.83 8.63
14. DI. Yogyakarta 1.00 0.95 0.94 0.93 0.91
15. Jawa Timur 15.43 15.11 15.09 15.12 14.78
16. Banten 3.33 3.17 3.14 3.04 2.91
Jawa 59.32 58.84 59.48 58.83 57.68
17. Bali 1.31 1.27 1.20 1.20 1.19
Jawa & Bali 60.63 60.11 60.68 60.03 58.87
18. Kalimantan Barat 1.35 1.27 1.21 1.20 1.15
19. Kalimantan Tengah 0.83 0.79 0.79 0.79 0.77
20. Kalimantan Selatan 1.27 1.19 1.11 1.12 1.08
21. Kalimantan Timur 6.05 6.75 6.40 6.32 7.50
Kalimantan 9.49 10.00 9.51 9.42 10.50
22. Sulawesi Utara 0.71 0.70 0.68 0.68 0.66
23. Sulawesi Tengah 0.66 0.64 0.62 0.64 0.67
24. Sulawesi Selatan 2.02 1.94 1.95 1.96 2.03
25. Sulawesi Tenggara 0.46 0.49 0.49 0.51 0.53
26. Gorontalo 0.13 0.13 0.13 0.13 0.14
27. Sulawesi Barat 0.17 0.17 0.16 0.18 0.18
Sulawesi 4.16 4.07 4.04 4.10 4.21
28. Nusa Tenggara Barat 1.00 0.96 0.92 0.95 0.84
29. Nusa Tenggara Timur 0.59 0.55 0.54 0.54 0.51
30. Maluku 0.18 0.17 0.16 0.16 0.15
31. Maluku Utara 0.11 0.10 0.09 0.09 0.09
32. Papua Barat 0.30 0.30 0.29 0.29 0.30
33. Papua 1.12 1.63 1.50 1.57 1.30
Nusa Tenggara, Maluku &
Papua
3.30 3.71 3.50 3.60 3.19
Kawasan Barat 83.05 82.22 82.95 82.88 82.10
Kawasan Timur 16.95 17.78 17.05 17.12 17.90
Jumlah 33 Provinsi 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Catatan :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Sumber: BPS
2
3. B. PDRB Rata-Rata Per Kapita dan Tren Pertumbuhan
Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan kesejahteraan rakyat yang diukur
dengan pendapatan rata-rata perkapita.
Jika PDRB per kapita diatas 2 juta rupiah dianggap tinggi dan kecil jika dibawah 2 juta
rupiah. Pertumbuhan PDB perkapita PDB perkapita tinggi, jika diatas 3% dan rendah
jika dibawah 3 %.
Jika PDRB antar propinsi relative sama, maka distribusi PDB nasional telah merata
diseluruh propinsi atau kesenjangan ekonomi antar propinsi kecil
Provinsi 2004 2005 2006 2007* 2008**
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Sumatera 356,878,953.88 369,611,700.57 389,067,099.06 408,321,074.15 428,403,023.28
Jawa & Bali 977,537,156.42
1,033,738,518.7
8
1,093,320,217.1
7
1,160,911,333.9
1
1,229,239,676.84
Kalimantan 148,957,857.48 154,803,529.06 160,687,207.78 166,365,987.16 175,114,840.29
Sulawesi 69,714,467.66 74,093,917.12 79,152,634.55 84,599,364.77 91,128,054.18
Nusa Tenggara,
Maluku & Papua
50,947,651.89 58,063,667.26 55,722,974.84 58,540,888.40 59,948,370.59
Kawasan Barat
1,334,416,110.3
1
1,403,350,219.3
5
1,482,387,316.2
2
1,569,232,408.0
5
1,657,642,700.13
Kawasan Timur 269,619,977.03 286,961,113.43 295,562,817.16 309,506,240.33 326,191,265.06
Sumber: BPS
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Provinsi, 2004-2008 (Juta Rupiah)
Provinsi 2004 2005 2006 2007* 2008**
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1.
Nanggroe Aceh
Darussalam
40,374,282.31 36,287,915.29 36,853,868.66 35,983,090.79 34,085,478.71
2. Sumatera Utara 83,328,948.58 87,897,791.21 93,347,404.39 99,792,273.27 106,172,360.10
3. Sumatera Barat 27,578,136.56 29,159,480.53 30,949,945.10 32,912,968.59 35,007,921.57
4. Riau 75,216,719.28 79,287,586.75 83,370,867.24 86,213,259.46 91,085,381.81
3
4. 5. Jambi 11,953,885.48 12,619,972.18 13,363,620.73 14,275,161.32 15,296,726.80
6.
Sumatera
Selatan
47,344,396.00 49,633,536.00 52,214,848.00 55,262,114.00 58,080,027.00
7. Bengkulu 5,896,253.00 6,239,361.00 6,610,628.00 7,008,964.58 7,354,468.47
8. Lampung 28,262,288.65 29,397,248.40 30,861,360.40 32,694,889.35 34,414,653.24
9.
Kepulauan
Bangka Belitung
8,414,980.93 8,707,309.00 9,053,553.48 9,464,539.15 9,884,577.83
10. Kepulauan Riau 28,509,063.10 30,381,500.21 32,441,003.07 34,713,813.64 37,021,427.75
Sumatera 356,878,953.88 369,611,700.57 389,067,099.06 408,321,074.15 428,403,023.28
11. DKI Jakarta 278,524,822.00 295,270,547.00 312,826,712.74 332,971,253.84 353,539,057.43
12. Jawa Barat 230,003,495.86 242,883,881.74 257,499,445.75 274,180,307.83 290,171,128.80
13. Jawa Tengah 135,789,872.31 143,051,213.88 150,682,654.75 159,110,253.77 167,790,369.85
14. DI. Yogyakarta 16,146,423.77 16,910,876.87 17,535,749.31 18,291,511.71 19,208,937.56
15. Jawa Timur 242,228,892.17 256,442,606.28 271,249,316.69 287,814,183.92 304,798,966.41
16. Banten 54,880,406.50 58,106,948.22 61,341,658.64 65,046,775.77 68,830,644.80
Jawa 957,573,912.62
1,012,666,073.9
9
1,071,135,537.8
8
1,137,414,286.8
3
1,204,339,104.86
17. Bali 19,963,243.81 21,072,444.79 22,184,679.28 23,497,047.07 24,900,571.98
Jawa & Bali 977,537,156.42
1,033,738,518.7
8
1,093,320,217.1
7
1,160,911,333.9
1
1,229,239,676.84
18. Kalimantan Barat 22,483,015.34 23,538,350.41 24,768,374.85 26,260,647.97 27,682,852.51
19.
Kalimantan
Tengah
13,253,081.16 14,034,632.14 14,853,726.14 15,754,508.67 16,725,514.29
20.
Kalimantan
Selatan
22,171,332.06 23,292,544.50 24,452,264.79 25,922,287.52 27,538,451.50
21.
Kalimantan
Timur
91,050,428.92 93,938,002.00 96,612,842.00 98,428,543.00 103,168,022.00
Kalimantan 148,957,857.48 154,803,529.06 160,687,207.78 166,365,987.16 175,114,840.29
22. Sulawesi Utara 12,149,501.26 12,744,549.77 13,473,113.84 14,344,302.42 15,428,425.31
23. Sulawesi Tengah 10,925,464.69 11,752,235.68 12,671,548.92 13,683,882.46 14,746,021.73
24. Sulawesi Selatan 34,345,080.50 36,421,787.37 38,867,679.22 41,332,426.29 44,549,824.55
25.
Sulawesi
Tenggara
7,480,180.34 8,026,856.22 8,643,330.06 9,331,719.95 10,010,586.35
26. Gorontalo 1,891,763.26 2,027,722.84 2,175,815.19 2,339,217.51 2,520,673.36
27. Sulawesi Barat 2,922,477.60 3,120,765.24 3,321,147.32 3,567,816.14 3,872,522.88
Sulawesi 69,714,467.66 74,093,917.12 79,152,634.55 84,599,364.77 91,128,054.18
28.
Nusa Tenggara
Barat
14,928,174.68 15,183,788.94 15,603,774.90 16,369,220.46 16,799,829.81
29.
Nusa Tenggara
Timur
9,537,095.13 9,867,308.52 10,368,504.89 10,902,404.44 11,426,425.24
30. Maluku 3,101,995.92 3,259,244.35 3,440,114.10 3,633,475.12 3,787,103.94
31. Maluku Utara 2,128,208.25 2,236,803.64 2,359,483.02 2,501,175.13 2,650,760.09
32. Papua Barat 4,969,210.33 5,307,329.12 5,548,900.50 5,934,315.82 6,369,374.22
33. Papua 16,282,967.57 22,209,192.69 18,402,197.42 19,200,297.43 18,914,877.30
Nusa Tenggara,
Maluku & Papua
50,947,651.89 58,063,667.26 55,722,974.84 58,540,888.40 59,948,370.59
Kawasan Barat
1,334,416,110.3
1
1,403,350,219.3
5
1,482,387,316.2
2
1,569,232,408.0
5
1,657,642,700.13
Kawasan Timur 269,619,977.03 286,961,113.43 295,562,817.16 309,506,240.33 326,191,265.06
4
5. Jumlah 33
Provinsi
1,604,036,087.3
3
1,690,311,332.7
8
1,777,950,133.3
9
1,878,738,648.3
8
1,983,833,965.19
Catatan :
*) Angka
Sementara
**) Angka Sangat
Sementara
Sumber: BPS
Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto
Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Provinsi, 2004 - 2008 (Persen)
( Tahun Sebelumnya = 100 )
Provinsi
Tahun Rata-rata
2005-20082004 2005 2006 2007*) 2008**)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Nanggroe Aceh Darussalam (9.63) (10.12) 1.56 (2.36) (5.27) (5.14)
2. Sumatera Utara 5.74 5.48 6.20 6.90 6.39 6.08
3. Sumatera Barat 5.47 5.73 6.14 6.34 6.37 5.92
4. Riau 2.93 5.41 5.15 3.41 5.65 4.22
5. Jambi 5.38 5.57 5.89 6.82 7.16 5.92
6. Sumatera Selatan 4.63 4.84 5.20 5.84 5.10 5.13
7. Bengkulu 5.38 5.82 5.95 6.03 4.93 5.79
8. Lampung 5.07 4.02 4.98 5.94 5.26 5.00
9. Kepulauan Bangka Belitung 3.28 3.47 3.98 4.54 4.44 3.82
10. Kepulauan Riau 6.47 6.57 6.78 7.01 6.65 6.71
Sumatera 2.93 3.57 5.26 4.95 4.92 4.18
11. DKI Jakarta 5.65 6.01 5.95 6.44 6.18 6.01
12. Jawa Barat 4.77 5.60 6.02 6.48 5.83 5.72
13. Jawa Tengah 5.13 5.35 5.33 5.59 5.46 5.35
14. DI. Yogyakarta 5.12 4.73 3.70 4.31 5.02 4.46
15. Jawa Timur 5.83 5.87 5.77 6.11 5.90 5.89
16. Banten 5.63 5.88 5.57 6.04 5.82 5.78
Jawa 5.40 5.75 5.77 6.19 5.88 5.78
17. Bali 4.62 5.56 5.28 5.92 5.97 5.34
Jawa & Bali 5.38 5.75 5.76 6.18 5.89 5.77
18. Kalimantan Barat 4.79 4.69 5.23 6.02 5.42 5.18
19. Kalimantan Tengah 5.56 5.90 5.84 6.06 6.16 5.84
20. Kalimantan Selatan 5.03 5.06 4.98 6.01 6.23 5.27
21. Kalimantan Timur 1.75 3.17 2.85 1.88 4.82 2.41
Kalimantan 3.01 3.92 3.80 3.53 5.26 3.57
5
6. 22. Sulawesi Utara 4.26 4.90 5.72 6.47 7.56 5.34
23. Sulawesi Tengah 7.15 7.57 7.82 7.99 7.76 7.63
24. Sulawesi Selatan 5.26 6.05 6.72 6.34 7.78 6.09
25. Sulawesi Tenggara 7.51 7.31 7.68 7.96 7.27 7.62
26. Gorontalo 6.93 7.19 7.30 7.51 7.76 7.23
27. Sulawesi Barat 0.00 6.78 6.42 7.43 8.54 5.16
Sulawesi 10.30 6.28 6.83 6.88 7.72 7.57
28. Nusa Tenggara Barat 6.07 1.71 2.77 4.91 2.63 3.86
29. Nusa Tenggara Timur 5.34 3.46 5.08 5.15 4.81 4.76
30. Maluku 4.43 5.07 5.55 5.62 4.23 5.17
31. Maluku Utara 4.71 5.10 5.48 6.01 5.98 5.32
32. Papua Barat 7.39 6.80 4.55 6.95 7.33 6.42
33. Papua (22.53) 36.40 (17.14) 4.34 (1.49) 0.26
Nusa Tenggara, Maluku & Papua (5.26) 13.97 (4.03) 5.06 2.40 2.43
Kawasan Barat 4.72 5.17 5.63 5.86 5.63 5.34
Kawasan Timur 3.07 6.43 3.00 4.72 5.39 4.30
Jumlah 33 Provinsi 4.44 5.38 5.18 5.67 5.59 5.17
Sumber: BPS
Catatan :
*) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Indeks ketimpangan regional dalam PDRB per kapita (atas harga konstan 1993)
per kabupaten/kota periode 1993-1998.
Ukuran Tahun
1993 1994 1995 1996 1997 1998
GINI
Total 0,412 0,411 0,411 0,415 0,415 0,407
Tanpa Migas 0,363 0,366 0,371 0,378 0,381 0,363
Tanpa Migas dan daerah kantong 0,248 0,251 0,256 0,267 0,271 0,257
THEIL
Total 0,342 0,339 0,336 0,338 0,339 0,345
Tanpa Migas 0,263 0,268 0,275 0,282 0,288 0,266
Tanpa Migas dan daerah kantong 0,102 0,104 0,108 0,119 0,122 0,109
L
Total 0,274 0,273 0,270 0,277 0,277 0,268
Tanpa Migas 0,213 0,217 0,222 0,230 0,234 0,212
Tanpa Migas dan daerah kantong 0,096 0,098 0,102 0,110 0,114 0,103
WCV
Total 1,076 1,067 1,070 1,073 1,080 1,165
Tanpa Migas 0,923 0,938 0,962 0,966 0,982 0,965
Tanpa Migas dan daerah kantong 0,483 0,489 0,511 0,526 0,534 0,501
6
7. Keterangan:
a) Semakin tinggi angka GINI, semakin timpang regional. Contoh Total GINI tahun
1998 sebesar 0,407 berarti 40,7 persen PDRB dinikmati oleh 75 persen penduduk
dan PDRB sebesar 59,3 persen dinikmati oleh 25 persen penduduk
b) Angka Theil dan L semakin mendekati 1, ketimpangan semakin parah
c) WCV semakin mendekati 1, ketimpangan semakin parah
Dari ketimpangan ekonomi antar propinsi atau kabupaten/kota, apakah terjadi
kovergensi di Indonesia. Konergensi adalah suatu proses pertumbuhan ekonomi
regional yang dapat mengurangi perbedaan tingkat pendapatan (PDRB) per kapita
antar propinsi.
Inti teori konvergensi mengikuti 2 hipotesis dari:
a) Abramovitz (1986) dengan hipotesis “mengejar ketinggalan” menyatakan bahwa
propinsi dengan TFP rendah berpotensi besar untuk mencapai laju pertumbuhan
yang tinggi. Potensi pertumbuhan yang tinggi melemah, jika produktivitas tersebut
mendekati produktivitas propinsi lain yang menjadi patokan. Hal ini menunjukkan
terjadinya proses mengejar ketinggalan. Peneliti ini menyatakan bahwa jika
perbedaan produktivitas terus mengecil dari waktu ke waktu, maka konvergensi
terjadi.
b) Barro dan Sala-i-Martin (1992) yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan PDB per
kapita cenderung berbanding terbalik dengan PDB per kapita awal. Negara miskin
cenderung tumbuh lebih cepat dari Negara kaya atau propinsi dengan PDRB rendah
cenderung mengalami pertumbuhan ekonomi lebih cepat daripada propinsi dengan
PDRB tinggi.
C. Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Antar Propinsi
Salah satu ukuran kesejahteraan penduduk antar propinsi adalah pengeluaran
konsumsi ( C ) per kapita per propinsi.
Dengan asumsi sifat menabung dan pangsa kredit tidak berubah, maka semakin tinggi
PDRB per kapita suatu daerah, maka semakin tinggi C per kapita untuk daerah
tersebut.
Konsumsi ( C ) Riil Per Kapita (000) untuk Beberapa Propinsi.
Propinsi Tahun
7
8. 1990 1996 1999
Aceh 511 576 563
Sumbar 572 587 577
Jakarta 573 592 593
Jabar 565 592 584
Jateng 566 595 584
Jatim 568 594 579
Yogyakarta 571 612 598
Bali 568 609 588
Kalsel 562 587 577
Sulsel 563 581 571
Irian Jaya 446 567 580
Indonesia 555 587 579
Keterangan:
a) Terjadi variasi dalam C
b) Propinsi dengan SDA yang kaya tidak selalu mencerminkan C yang tinggi
c) Propinsi dengan SDM yang kaya mencerminkan C yang tinggi
d)
D. Indeks Pembangunan Manusia
Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah
indikator untuk mengukur kualitas (derajad perkembangan manusia) dari hasil
pembangunan ekonomi. Indikator IPM mencakup:
a) Tingkat kesehatan diukur harapan hidup saat lahir (tingkat kematian bayi)
b) Tingkat pendidikan diukur dengan jumlah penduduk yang melek huruf atau tingkat
pendidikan yang telah dicapai atau lamanya pendidikan seorang penduduk
c) Standar kehidupan diukur dengan tingkat pengeluaran perkapita per tahun
IPM suatu propinsi meningkat, jika tingkat kesehatan, pendidikan dan standar
kehidupan penduduk meningkat. Nilai IPM yang tinggi menunjukkan keberhasilan
pembangunan.
Tabel Indeks Pembangunan Manusia Propinsi dan Nasional
Provinsi
1996 1999 2007 2008
IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking IPM Ranking
11. Nanggroe Aceh Darussalam 69.4 9 65.3 12 70.35 17 70.76 17
8
9. 12. Sumatera Utara 70.5 7 66.6 8 72.78 8 73.29 8
13. Sumatera Barat 69.2 11 65.8 9 72.23 9 72.96 9
14. Riau 70.6 6 67.3 4 74.63 3 75.09 3
15. Jambi 69.3 10 65.4 11 71.46 12 71.99 13
16. Sumatera Selatan 68.0 15 63.9 16 71.40 13 72.05 12
17. Bengkulu 68.4 12 64.8 13 71.57 11 72.14 11
18. Lampung 67.6 16 63.0 18 69.78 20 70.30 20
19. Bangka Belitung - - - - 71.62 10 72.19 10
20. Kepulauan Riau - - - - 73.68 6 74.18 6
31. DKI Jakarta 76.1 1 72.5 1 76.59 1 77.03 1
32. Jawa Barat 68.2 14 64.6 15 70.71 15 71.12 15
33. Jawa Tengah 67.0 17 64.6 14 70.92 14 71.60 14
34. Yogyakarta 71.8 2 68.7 2 74.15 4 74.88 4
35. Jawa Timur 65.5 22 61.8 22 69.78 19 70.38 18
36. Banten - - - - 69.29 23 69.70 23
51. Bali 70.1 8 65.7 10 70.53 16 70.98 16
52. Nusa Tenggara Barat 56.7 26 54.2 26 63.71 32 64.12 32
53. Nusa Tenggara Timur 60.9 24 60.4 24 65.36 31 66.15 31
61. Kalimantan Barat 63.6 23 60.6 23 67.53 29 68.17 29
62. Kalimantan Tengah 71.3 5 66.7 7 73.49 7 73.88 7
63. Kalimantan Selatan 66.3 19 62.2 21 68.01 26 68.72 26
64. Kalimantan Timur 71.4 4 67.8 3 73.77 5 74.52 5
71. Sulawesi Utara 71.8 3 67.1 6 74.68 2 75.16 2
72. Sulawesi Tengah 66.4 8 62.8 20 69.34 22 70.09 22
73. Sulawesi Selatan 66.0 21 63.6 17 69.62 21 70.22 21
74. Sulawesi Tenggara 66.2 20 62.9 19 68.32 25 69.00 25
75. Gorontalo - - - - 68.83 24 69.29 24
76. Sulawesi Barat - - - - 67.72 28 68.55 27
81. Maluku 68.2 13 67.2 5 69.96 18 70.38 19
82. Maluku Utara - - - - 67.82 27 68.18 28
91. Irian Jaya Barat - - - - 67.28 30 67.95 30
94. Papua 60.2 25 58.8 25 63.41 33 64.00 33
Indonesia (BPS) 67.7 64.3 70.59 71.17
E. Tingkat kemiskinan
Alat untuk mengukur ketimpangan ekonomi antar wilayah (propinsi) adalah persentase
penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan. Korelasi yang positif antara kepadatan
penduduk dengan tingkat kemiskinan disuatu wilayah. Semakin tinggi jumlah penduduk
per km2 atau per hektar atau semakin sempit ladang untuk bertani atau lokasi untuk
mendirikan pabrik atau untuk melakukan kegiatan ekonomi lainnya, maka semakin kecil
kesempatan kerja dan sumber pendapatan, semakin besar persentase penduduk yang
hidup dibawah garis kemiskinan.
9
10. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan
Provinsi
Jumlah Penduduk
Miskin (000)
% Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp)
Kota Desa K+D Kota Desa K+D Kota Desa K+D
Naggroe Aceh
Darussalam 182.2 710.7 892.9 15.44 24.37 21.80 292 428 249 546 261 898
Sumatera Utara 688.0 811.6 1 499.7 11.45 11.56 11.51 234 712 189 306 210 241
Sumatera Barat 115.8 313.5 429.3 7.50 10.60 9.54 248 525 201 257 217 469
Riau 225.6 301.9 527.5 8.04 10.93 9.48 265 707 226 945 246 481
Jambi 117.3 132.4 249.7 12.71 6.88 8.77 244 516 178 107 199 623
Sumatera Selatan 470.0 697.8 1 167.9 16.93 15.87 16.28 247 661 190 109 212 381
Bengkulu 117.6 206.5 324.1 19.16 18.28 18.59 242 735 192 351 210 084
Lampung 349.3
1
209.0 1 558.3 16.78 21.49 20.22 224 168 175 734 188 812
Bangka Belitung 28.8 47.8 76.6 5.86 8.93 7.46 272 809 261 378 266 843
Kepulauan Riau 62.6 65.6 128.2 7.63 8.98 8.27 308 210 256 742 283 965
DKI Jakarta 323.2 - 323.2 3.62 - 3.62 316 936 - 316 936
Jawa Barat
2
531.4
2
452.2 4 983.6 10.33 14.28 11.96 203 751 175 193 191 985
Jawa Tengah
2
420.9
3
304.8 5 725.7 15.41 19.89 17.72 196 478 169 312 182 515
DI Yogyakarta 311.5 274.3 585.8 14.25 22.60 17.23 228 236 182 706 211 978
Jawa Timur
2
148.5
3
874.1 6 022.6 12.17 21.00 16.68 202 624 174 628 188 317
Banten 348.7 439.3 788.1 5.62 10.70 7.64 212 310 178 238 198 750
Bali 92.1 89.7 181.7 4.50 5.98 5.13 211 461 176 003 196 466
Nusa Tenggara
Barat 557.5 493.4 1 050.9 28.84 18.40 22.78 213 450 164 526 185 025
Nusa Tenggara
Timur 109.4 903.7 1 013.1 14.01 25.35 23.31 218 796 142 478 156 191
Kalimantan Barat 94.0 340.8 434.8 7.23 10.09 9.30 194 881 166 815 174 617
Kalimantan
Tengah 35.8 130.1 165.9 4.45 8.34 7.02 209 317 199 157 202 612
10
11. Kalimantan
Selatan 68.8 107.2 176.0 4.82 5.33 5.12 216 538 181 059 195 787
Kalimantan Timur 77.1 162.2 239.2 4.00 13.86 7.73 283 472 224 506 261 185
Sulawesi Utara 79.3 140.3 219.6 8.14 11.05 9.79 193 251 178 271 184 772
Sulawesi Tengah 54.7 435.2 489.8 10.09 21.35 18.98 217 529 182 241 189 653
Sulawesi Selatan 124.5 839.1 963.6 4.94 15.81 12.31 177 872 142 241 153 715
Sulawesi
Tenggara 26.2 408.2 434.3 4.96 23.11 18.93 175 070 157 554 161 583
Gorontalo 22.2 202.4 224.6 7.89 32.82 25.01 173 850 156 873 162 189
Sulawesi Barat 43.5 114.7 158.2 12.59 16.65 15.29 175 901 156 866 163 224
Maluku 38.8 341.2 380.0 11.03 34.30 28.23 230 913 199 596 207 771
Maluku Utara 8.7 89.3 98.0 3.10 13.42 10.36 226 732 190 838 201 500
Irian Jaya Barat 8.6 248.3 256.8 5.22 44.71 35.71 304 730 269 354 277 416
Papua 28.2 732.2 760.3 6.10 46.81 37.53 285 158 234 727 246 225
INDONESIA
11
910.5
20
619.4
32
530.0 10.72 17.35 14.15 222 123 179 835 200 262
F. Kontribusi Sektoral terhadap PDB
Perbedaan tingkat pembangunan antar propinsi dapat dilihat dari perbedaan peranan
sektoral dalam pembentukan PDRB.
Semakin besar peran sector ekonomi dg NT tinggi seperti sector manufaktur terhadap
pembentukan PDRB suatu propinsi, maka semakin tinggi PDRB wilayah tersebut.
Kontribusi sektoral terhadap PDRB 1997 (%)
SEKTOR
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sumut 26,1 1,5 24,9 1,1 4,6 18,9 8,8 7 7
Bengkulu 29,5 2,9 3,1 0,9 7,6 14,8 15,8 6,4 19,1
Lampung 31,3 2,2 15,2 0,7 11 16,1 7,8 6,4 19,1
Jakarta 0,2 0 21,1 1,7 15,4 22,9 8,6 21,5 8,5
Jateng 19 1,4 31,8 0,9 5 22,3 4,1 5,3 10,2
Kalteng 36,8 3,2 10,3 0,3 6,2 17,8 13,1 2,6 9,7
Sulteng 38 2,8 7,9 0,8 12,1 12,6 8,6 5,5 17,3
Indonesia 14,8 8,8 25,1 1,3 8,1 16,9 7,4 8,9 8,7
11
12. Ket: 1. Pertanian, 2. pertambangan dan penggalian, 3. industri manufaktur termasuk
migas, 4. Listrik, gas dan air, 5.konstruksi, 6. Perdagangan, hotel dan restoran, 7.
transportasi dan komunikasi, 8. keuangan, penyewaan dan jas bisnis, 9. jasa lainnya.
Sektor ekonomi dapat dikelompokkan:
1. Primer (NT terendah): Pertanian dan pertambangan dan penggalian
2. Sekunder (NT tertinggi): industri manufaktur termasuk migas, Listrik, gas dan air,
konstruksi,
3. Tersier (NT sedang): Perdagangan, hotel dan restoran, transportasi dan komunikasi,
keuangan, penyewaan dan jas bisnis, dan jasa lainnya.
Distribusi PDRB (Harga Konstan 1993) menurut 3 kelompok sector menurut
wilayah (%)
Tahun JAWA LUAR JAWA
Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
1995 14,35 36,61 49,05 40,7 21,16 38,13
1996 13,57 37,8 48,63 40,40 21,35 38,23
1997 12,64 38,42 48,94 39,6 21,35 39,04
1998 13,78 35,47 50,76 39,96 23,45 36,58
PDRB perkapita menurut sector dan wilayah tanpa migas (000)
Tahun JAWA LUAR JAWA
Primer Sekunder Tersier Primer Sekunder Tersier
1995 274,24 699,65 937,39 635,73 330,52 595,59
1996 277,66 773,43 995,02 676,91 357,72 640,55
1997 267,27 812,37 1.034,81 688,91 371,42 679,16
1998 238,8 617,25 883,33 648,64 380,65 593,77
G. Faktor Penyebab Ketimpangan.
Penyebab ketimpangan ekonomi antar propinsi di Indonesia:
1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
2. Alokasi investasi
3. Tingkat mobilitas FT rendah antar daerah
4. Perbedaan SDA antar propinsi
5. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah
6. Kurang lancarnya perdagangan antar propinsi
H. Teori dan Model Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah.
1. Teori basis ekonomi
12
13. Penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah permintaan barang dan
jasa dari luar daerah termasuk ekspor. Produksi dengan input lokal yang
menghasilkan output dijual ke luar daerah menghasilkan Pertumbuhan ekonomi,
pendapatan perkapita dan peluang kerja daerah tersebut.
2. Teori lokasi
Teori ini untuk menentukan kawasan industri suatu daerah. Pengusaha rasional
berupaya untuk memperoleh keuntungan dengan biaya minimal melalui pemilihan
lokasi yang berbiaya minimal.
3. Teori daya tarik industri
Faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah mencakup faktor daya tarik
industry dan faktor daya saing daerah.
:Faktor daya tarik industry:
• Produktivitas TK
• Industri-industri terkait dalam pengembangan industry untuk meningkatkan NT
daerah dan mengurangi ketergantungan impor
• Daya saing masa depan
• Spesialisasi industry
• Potensi X
• Prospek bagi permintaan domestik
Faktor daya saing daerah:
• Pasar
• Persaingan
• Keuangan dan ekonomi (NT, kesempatan kerja, keamanan, stabilitas ekonomi,
pemanfaatan kapasitas produksi, skala ekonomi, dan infra struktur ekonomi)
• Kompleksitas, diferensiasi, paten, hak cipta dan proses T manufaktur
Model analisis pembangunan daerah mencakup:
1. Analisis SS untuk analisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan
dengan perekonomian nasional. Titik tolak analisis ini adalah pertumbuhan ekonomi
daerah ditentukan oleh 3 faktor:
• Komponen pertumbuhan ekonomi nasional atau regional (pangsa pasar propinsi
dalam pertumbuhan ekonomi nasional
• Pergeseran proporsional atau pergeseran industry mix dimana suatu propinsi
yang memiliki pangsa output yang lebih besar untuk industry yang tumbuh pesat
harus tumbuh dengan lebih cepat daripada nasional secara keseluruhan
• Pergeseran daya saing untuk menentukan tingkat daya saing sector dalam
propinsi.
13
14. 2. Location Quotients (LQ) adalah teknik memperluas metode SS untuk mengukur
konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sector suatu daerah dengan cara
membandingkan peranannya dalam perekonomian tersebut dengan tingkat nasional
3. Angka Pengganda Pendapatan digunakan untuk mengukur potensi kenaikan
pendapatan suatu daerah dari suatu keguatan ekonomi yang baru atau peningkatan
output dari suatu sector diwilayah tersebut
4. Analisis Input-Output yaitu untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan
melihat keterkaitan antar esktor dalam upaya memahami kompleksitas
perekonomian daerah tersebut dan kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan antara AS dan AD.
14