Latar belakang berdirinya sebuah Monarki pada zaman nabi Samuel dipengaruhi oleh banyak faktor. Kematian Yosua dan tua-tua Israel yang hidup lebih lama dari Yosua membuat Israel tidak memiliki pemimpin dan mereka hidup menurut apa yang mereka pandang baik. Angkatan yang baru ini tidak lagi mengenal Allah, mereka melakukan kejahatan dihadapan Allah dengan beribadah kepada ilah-ilah orang Kanaan.
Latar Belakang Berdirinya Israel sebagai Sebuah Monarki pada Zaman Nabi Samuel
1. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No. 1 April 2022, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
8
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Latar Belakang Berdirinya Israel sebagai Sebuah Monarki
pada Zaman Nabi Samuel
Iman Kurniadi1, Rohana J. Sutjiono2
1,2 Sekolah Tinggi Teologi Lintas Budaya Jakarta
Perkantoran Plaza Pasifik Blok B3 No. 55,57,59
Jl. Boulevard Barat Raja Kelapa Gading Jakarta Utara, DKI Jakarta, Indonesia
e-mail: 1iman.kurniadi1212@gmail.com, 2rohanajoshuasutjiono@sttlintasbudaya.ac.id
Informasi Artikel Diterima: 02-03-2022 Direvisi: 11-03-2022 Disetujui: 10-03-2022
Abstrak
Latar belakang berdirinya sebuah Monarki pada zaman nabi Samuel dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kematian Yosua dan tua-tua Israel yang hidup lebih lama dari Yosua membuat Israel tidak memiliki
pemimpin dan mereka hidup menurut apa yang mereka pandang baik. Angkatan yang baru ini tidak
lagi mengenal Allah, mereka melakukan kejahatan dihadapan Allah dengan beribadah kepada ilah-
ilah orang Kanaan. Kitab Hakim-Hakim menjelaskan bahwa Allah murka dan menghukum Israel
melalui bangsa-bangsa Kanaan yang tidak ditumpas habis oleh mereka. Hukuman tersebut
mendatangkan penderitaan dan ancaman yang dahsyat kepada Israel hingga pada zaman nabi
Samuel. Usia Samuel yang sudah tua dan anak-anaknya yang jahat, membuat Israel meminta
seorang raja. Tujuan artikel penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan mendeksripsikan
latarbelakang berdirinya Israel sebagai sebuah monarki pada zaman nabi Samuel. Metode yang
digunakan adalah metode deskriptik analitik dan telaah literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan ada
tiga penyebab utama berdirinya sebuah monarki pada zaman nabi Samuel. Pertama, karena adanya
ancaman dan penindasan dari bangsa-bangsa Kanaan. Kedua, Usia Samuel yang sudah tua dan
anak-anaknya yang jahat. Ketiga, Israel ingin seperti bangsa-bangsa lain yang dipimpin oleh seorang
raja.
Kata Kunci: Israel, Monarki, Raja, Allah
Abstract
The formation of the Monarchy during the time of the prophet Samuel was affected by many factors.
The death of Joshua and the elders of Israel who outlived Joshua left Israel leaderless and they live
according to what they think is good. This new generation no longer knows God, they commit crimes
before God by worshiping the gods of the Canaanites. The Book of Judges explains that God angry
and punished Israel through the Canaanite nations they did not destroy. This punishment brought
terrible suffering and threats to Israel until the time of the prophet Samuel. Samuel's old age and
wicked children made Israel ask for a king. The purpose of a research article is to explain and
represent the establishment of Israel as a monarchy during the prophet Samuel. The method used is
the analytic descriptive method and literature review. The results of the study found three primary
causes for the establishment of a monarchy during the time of the prophet Samuel. The first is
because of the threats and oppression from the Canaanite nations. The second is Samuel's old age
and his evil children. Third, Israel wants to be like other nations led by a king.
Keywords: Israel, Monarchy, The King, God.
A. Pendahuluan
Kanaan adalah tanah perjanjian yang dijanjikan
Allah kepada Abraham, Ishak dan Yakub, yang
bertujuan untuk membentuk suatu bangsa yang
akan menjadi alat untuk menyatakan karya-
karya-Nya. Melalui bangsa tersebut, Allah
menghendaki umat-Nya dapat menjadi sarana
berkat bagi bangsa-bangsa lain. Rencana Allah
terlihat dari panggilan Musa dan Harun yang
dipilih untuk memimpin Israel keluar dari Mesir
menuju tanah Kanaan. Musa menjadi wakil
Allah untuk mendidik dan mengajar tentang
2. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 9
ketaatan, kebergantungan, kesucian, dan
ibadah yang benar.1 Musa juga memiliki tugas
memimpin dan membawa Israel memasuki
Kanaan untuk hidup menurut hukum-hukum
serta ketetapan-ketetapan Allah. Ini adalah
rencana yang indah bagi umat Allah, dengan
hidup menurut hukum dan ketetapan-ketetapan
Allah, maka Israel akan menjadi berkat bagi
bangsa-bangsa lain.
Setelah wafatnya Musa di gunung Nebo
maka kepemimpinan Israel dilanjutkan oleh
Yosua. Melalui kuasa Tuhan, Yosua memimpin
dan membawa Israel masuk tanah Kanaan.
Yosua memimpin Israel untuk menduduki
wilayah tersebut melalui pertempuran-
pertempuran dengan bangsa Kanaan. Allah
memberkati Yosua disepanjang pertempuran
dan perebutan wilayah, sampai pada akhirnya
semua suku Israel mendapatkan tanah tersebut
sesuai dengan ketetapan Allah melalui Yosua.
Demikianlah Allah menggenapi janji-janji-Nya
kepada Abraham, Ishak dan Yakub untuk
memberikan tanah Kanaan tersebut.2 Israel
hidup damai dan melakukan perintah-perintah
Allah dengan setia dibawah kepemimpinan
Yosua.
Setelah Yosua wafat, bangsa Israel
selanjutnya dipimpin oleh tua-tua Israel yang
hidup lebih lama dari Yosua. Dan setelah
kematian tua-tua Israel, mereka melakukan apa
yang benar menurut pandangannya mereka
sendiri, karena Israel tidak memiliki pemimpin
lagi. Pada saat inilah Israel mulai melakukan
yang jahat, karena angkatan yang baru ini tidak
mengenal Allah dengan benar. Mereka
mencondongkan hatinya dengan menyembah
dan beribadah kepada ilah-ilah orang Kanaan.
Pada zaman inilah kemerosotan dalam bidang
agama dan kekacauan kembali muncul dan
menyebabkan Allah murka dan menghukum
Israel melalui bangsa-bangsa disekitar untuk
menghukum Israel. Bangsa Kanaan yang tidak
ditumpas habis oleh Israel, kini telah menjadi
kuat. Allah memakai bangsa-bangsa tersebut
untuk menghukum dan menindas Israel.
Kepemimpinan setiap para hakim tidak
membawa pertobatan yang sungguh-sungguh
kepada Israel. Tradisi dan kebiasaaan bangsa-
bangsa Kanaan yang menyembah dewa telah
mencondongkan hati umat Israel. Pada zaman
1
Syani Bombongan Rantesalu, “Kompetensi
Pedagogik Menurut Analisis Ulangan 6:7-9 Dengan
Pendekatan Hermeneutik Schleiermacher,” BIA’:
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual
(2018).
2
Roy Charly Sipahutar, “Kajian Ekoteologis Tentang
Konsep Tanah Dalam Perjanjian Lama Dan
Implikasinya Bagi Pemeliharaan Tanah,” BIA’: Jurnal
Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no. 2
(2019): 166–178.
hakim-hakim Israel telah berzinah kepada Allah
dengan menyembah ilah-ilah orang Kanaan.
Meskipun Allah menghukum Israel, Ia tetap
mengasihi Israel dengan mengangkat seorang
hakim. Tujuannya adalah untuk memimpin dan
melepaskan mereka dari berbagai penindasan.
Penindasan bangsa Kanaan terus berlanjut
sampai pada masa kepemimpinan Samuel.
Pada masa ini, stabilitas Israel mengalami
keamanan dan ketentraman sementara.
Ketika usia Samuel sudah tua dan anak-
anaknya melakukan kejahatan dimata Tuhan,
Israel mulai melakukan protes kepada Samuel
dengan meragukan kepemimpinannya yang
sudah tua. Anak-anak Samuel yang jahat
dengan mengejar laba, menerima suap dan
memutarbalikan keadilan, menjadi alasan Israel
untuk meminta seorang raja. Peristiwa ini
membuat Israel ketakutan dan meragukan
pemeliharaan Allah, Israel tidak mempercayai
Allah sebagai sumber penolong utama. Mereka
melihat Samuel yang sudah tua, sehingga tidak
mungkin untuk memimpin perang melawan
bangsa-bangsa penindas dan melepaskan dari
berbagai ancaman. Hal ini membuat Samuel
kesal dan marah. Keinginan Israel untuk
memiliki seorang raja seperti bangsa-bangsa
disekitarnya dianggap jahat oleh Allah.3
Didalam I Samuel 8:7, Israel menolak
Allah sebagai penguasa tunggal dan pemimpin
mereka.4 Dalam hal ini, Israel gagal dalam
menaati Allah dan hukum-hukum-Nya. Artikel
penelitian ini akan membahas hal-hal yang
melatarbelakangi berdirinya Israel sebagai
sebuah monarki pada zaman nabi Samuel.
Bagaimana sejarah Isarel sebelum monarki?
Apa saja penyebab berdirinya sebuah monarki
pada zaman nabi Samuel?
Metode dalam penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dan
telaah literatur. Metode deskriptif analitik
berfungsi untuk mendeskripsikan tentang
keadaaan dari objek penelitian. Peneliti akan
menjelaskan secara deskriptif mengenai
sejarah yang melatar-belakangi berdirinya
sebuah monarki pada zaman Nabi Samuel.
Sedangkan metode telaah literatur adalah
uraian sebuah teori, temuan yang diperoleh dari
bahan acuan untuk dijadikan landasan dalam
penelitian.5 Penelitian akan dimulai dengan
3
Christian Gossweiler, “Kepemimpinan Kharismatik
Dan Kepemimpinan Yang Melembaga Pada Masa
Perjanjian Lama Dan Dewasa Ini,” Jurnal Abdiel
(2019): 25–32.
4
Saut Hamonangan Sirait, Politik Kristen Di
Indonesia: Suatu Tinjauan Etis, Cetakan ke. 2
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000). 81.
5
Delyana R Pulungan Dkk, Metode Riset Penelitian,
ed. Janner Simarmata (Kudus: Yayasan Kita
Menulis, 2021). 35.
3. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 10
penelusuran pustaka yang sangat berhubungan
dengan subjek penelitian, kegiatan ini
merupakan langkah awal untuk mengumpulkan
informasi yang relevan bagi penelitian.6
Penelusuran pustaka juga berguna untuk
menghindari duplikasi dari pelaksanaan
penelitian, sehingga dengan penelusuran
pustaka akan diketahui penelitian yang pernah
dilakukan.
B. Pembahasan
Latarbelakang berdirinya sebuah monarki Israel
pada zaman nabi Samuel disebabkan oleh tiga
alasan. Pertama, ancaman dan penindasan.
Peristiwa dalam kitab hakim-hakim sampai
kepada zaman nabi Samuel memperlihatkan
kejahatan yang dilakukan oleh bangsa Israel
dan tidak adanya pertobatan yang sungguh-
sungguh. Dosa dan kejahatan tersebut
membuat Allah murka dan menghukum Israel
melalui bangsa-bangsa Kanaan yang tidak
ditumpas habis. Kedua, usia Samuel yang
sudah tua dan anak-anaknya yang jahat. Usia
Samuel yang sudah tua menjadi alasan tua-tua
Israel meminta seorang raja. Selain itu, Yoel
dan Abia yang menjadi hakim di Bersyeba,
tidak hidup seperti Samuel, mereka berdua
melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.
Ketiga, Israel ingin seperti bangsa-bangsa lain
yang dipimpin oleh seorang raja. Tua-tua Israel
berasumsi, jika seorang raja dapat memimpin
perang dan melepaskan mereka dari berbagai
penindasan ataupun ancaman dari bangsa-
bangsa Kanaan.
1. Sejarah Israel Sebelum Monarki
Kitab Keluaran menjelaskan bahwa orang-
orang Israel beranak cucu dan tak terbilang
jumlahnya, mereka bertambah banyak dengan
dahsyat dan jumlahnya berlipat ganda. Hal ini
menunjukkan bahwa berkat dan janji Allah
kepada Abraham, Ishak dan Yakub tergenapi.
Peristiwa ini juga yang melatarbelakangi
perbudakan di Mesir. Firaun menjadi takut jika
Israel terus bertambah banyak, karena bisa
menjadi ancaman bagi Mesir. Oleh sebab itu,
Israel diperbudak dan dipekerjakan secara
paksa oleh Firaun. Penindasan Israel di Mesir
semakin hebat dan berat, sehingga teriakan
Israel didengar oleh Allah.7 Melalui kasih-Nya,
Allah menampakan diri dan mengutus Musa
6
Muannif Ridwan et al., “Pentingnya Penerapan
Literature Review Pada Penelitian Ilmiah (The
Importance Of Application Of Literature Review In
Scientific Research),” Jurnal Masohi 2, no. 1 (2021):
42–51,
http://journal.fdi.or.id/index.php/jmas/article/view/356.
7
Snoek, Sejarah Suci, ed. N. Titus (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008). 46.
untuk membebaskan Israel dari tangan Firaun.
Allah mengutus Musa untuk pergi ke Mesir
untuk membebaskan Israel dari perbudakan
Namun, Firaun mengeraskan hati dan tidak
mendengarkan pesan Musa dan menolak
membebaskan Israel. Akibatnya, Allah murka
dan menghukum orang-orang Mesir dengan
tulah sampai pada akhirnya Israel bisa keluar
dari Mesir.
Melalui kepemimpinan Musa dan Harun,
Allah membawa Israel keluar dari tanah Mesir
menuju tanah Perjanjian.8 Penyertaan Allah
sungguh istimewa, Allah memelihara dan
menuntun Israel menuju tanah perjanjian
dengan melakukan banyak mujizat. Tiang Awan
dan Tiang Api menjadi tanda bahwa Allah
memimpin bangsa Israel. Allah melalui Musa
dan Harun mengajarkan tentang ketetapan dan
hukum-hukum-Nya, disanalah Israel menjadi
suatu bangsa dan mengikat perjanjian dengan
Allah. Allah membentuk dan menjadikan
bangsa itu “kerajaan imam” (Kel.19:6),9 dimana
Israel harus menyembah dan hidup menurut
hukum-hukum Allah. Dan Melalui Musa, Allah
memberikan kesepuluh hukum yang harus
ditaati oleh bangsa Israel secara mutlak.
Kesepuluh hukum Allah tersebut harus
menjadi standar dan petunjuk bagi peribadatan
kepada Allah dan pedoman tingkah laku
dengan sesamanya.10 Kesepuluh hukum juga
menjadi perjanjian antara Allah dan Israel,
dimana Israel harus menyembah dan taat
kepada-Nya, yaitu Allah yang hidup, Allah yang
memimpin Israel keluar dari Mesir dari tanah
perbudakan. Sebelum Israel memasuki tanah
Kanaan, maka diadakan pembaharuan
perjanjian dengan Allah, Musa mengingatkan
Israel untuk terus taat dan beribadah kepada
Allah yang hidup. Kemudian Musa juga
menunjuk Yosua bin Nun sesuai dengan
ketentuan Allah untuk menjadi pemimpin Israel
menggantikannya. Musa juga menyampaikan
pesan-pesan terakhir kepada Israel yang telah
dipimpinnya selama empat puluh tahun itu.11
Sebelum ia meninggal, Musa mengajarkan
sekali lagi tentang Taurat Tuhan kepada Israel,
supaya mereka tetap hidup menurut ketetapan-
ketetapan Allah. Musa memperingatkan Israel
untuk taat kepada pimpinan Yosua dan perintah
8
Andri Harvijanto, “Progresivitas Perjanjian Daud,”
Journal KERUSSO 5, no. 1 (2020): 38–46.
9
Theodorus Miraji, “Pengaruh Keadaan Politik
Terhadap Konsep Kerajaan Mesianik Pada Masa
Intertestamental,” LOGIA: Jurnal Teologi Pentakosta
2, no. 1 (2020): 42–61.
10
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman
Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004). 18.
11
David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008). 46.
4. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 11
Allah untuk menumpas habis seluruh penduduk
Kanaan, dan sekaligus memperhadapkan
Yosua sebagai penggantinya yang ditunjuk oleh
Allah. Sebelum Israel menyeberangi sungai
Yordan, maka Musa meninggal di bukit Nebo.
Yosua dipanggil Allah dan melanjutkan
kepemimpinan Musa untuk membawa Israel
memasuki tanah Kanaan, wilayah tersebut
berdiam berbagai suku bangsa yang disebut
sebagai orang Kanaan.12 Setelah beberapa
hari berkabung karena kematian Musa, Allah
memberanikan hati Yosua dan memerintahkan
untuk menyeberang sungai Yordan. Yosua 1:5
mengatakan bahwa, seperti Aku menyertai
Musa, demikianlah Aku akan menyertai
engkau, Aku tidak akan membiarkan engkau
dan meninggalkan engkau. Perintah tersebut
menumbuhkan keberanian, dan iman yang
benar bagi Yosua. Ketika memasuki Kanaan,
Yosua benar-benar setia dan taat kepada Allah.
Keberanian Yosua juga terbukti ketika Ia
membawa Israel menyeberang sungai Yordan
dan memasuki kota Yerikho.
Penyerangan dan strategi tempur sudah
dipersiapkan oleh Yosua, namun kota itu
dikelilingi oleh tembok kota yang kuat, hal ini
mustahil untuk dilakukan. Dengan pertolongan
dari Allah, maka Yosua mendapatkan petunjuk
dan cara untuk mengalahkan kota itu. Yosua
memerintahkan bangsa Israel untuk mengitari
Kota Yerikho, sekali tiap-tiap hari, sampai pada
hari yang ketujuh sesuai dengan petunjuk Allah.
Imam-imam dengan tabut perjanjian dan
sangkakala berjalan didepan, dan pada hari
yang ketujuh, runtuhlah kota Yerikho. Ibrani
11:30 mengatakan bahwa, karena iman maka
runtuhlah kota Yerikho. Kota yang kuat dan
hebat dapat dikalahkan dengan mudah oleh
Israel. Hal ini terjadi bukan karena kehebatan
Israel, melainkan karena iman kepada Allah.
Allahlah yang maju berperang, Allahlah yang
membuat kota Yerikho tersebut runtuh.
Kuasa Allah dinyatakan kepada Israel
dan bangsa-bangsa lain, dimana Allah adalah
pemimpin dan sekaligus raja bagi Israel. Allah
Israel bukan Allah yang mati, melainkan Allah
yang hidup. Pemerintahan Allah atas Israel
bertujuan untuk menjadikan Israel sebagai
saksi bagi bangsa-bangsa lain, bahwa Allah
Israel adalah Allah yang hidup, dan berkuasa.13
Setelah kota Yerikho dikalahkan, Yosua
kembali memimpin Israel untuk menyerang kota
Ai. Mula-mula Israel dikalahkan, karena ada
orang yang berdosa kepada Allah yaitu
12
Snoek, Sejarah Suci. 89.
13
M.C.S. Binsar A. Hutabarat, “Negara Menurut
Perjanjian Lama Dan Hubungannya Dengan Gereja
Dalam Konteks Indonesia,” Jurnal Teologi Stulos Ke-
2 (2017): 31–52.
mengambil rampasan dari kota Yerikho dan
menyembunyikannya. Akibat kesalahan satu
orang, maka Allah tidak berkenan kepada
Israel. Akibatnya, dalam pertempuran pertama
Israel mengalami kekalahan ketika melawan
orang-orang Ai. Sampai akhirnya, Yosua
menemukan Akhan yang bersalah dan berdosa
kepada Allah. Akhan beserta keluarganya
mendapatkan hukuman, yaitu dilempari dengan
batu sampai mati. Setelah itu, Yosua kembali
memimpin penyerbuan untuk kedua kalinya,
dan kota Ai dapat ditaklukan. Dengan gagah
berani Yosua menaklukan kota-kota disebelah
barat sungai Yordan. Bagian tengah meliputi
Yerikho, Ai, Gibeon dan Sikhem. Sebelah
selatan meliputi Yerusalem (Adoni Zedek) dan
sebelah Utara Hasor (Yabin).14 Tiga puluh satu
raja telah ditaklukan oleh Yosua dan seluruh
tanah Kanaan telah dimiliki oleh Israel, setelah
berperang tujuh tahun lamanya.
2. Latar Belakang Berdirinya Monarki Pada
Zaman Nabi Samuel
Istilah monarki sering muncul dalam studi
Perjanjian Lama. Istilah ini menggambarkan
tentang pemerintahan seorang raja atau
manusia. Sejarah Israel menurut kitab Samuel
dan kitab I Raja-raja memperlihatkan tentang
perubahan-perubahan yang sangat besar Israel
dalam kehidupan politik, sosial dan agama.15
Kurun waktu itu dimulai di tengah-tengah
kekacauan dan kemerosotan dalam bidang
agama, yaitu ketidaktaatan Israel kepada Allah
yang telah membawa keluar dari tanah
perbudakan.
Seruan yang selalu disampaikan kepada
Israel adalah Yahweh adalah Allah yang telah
membebaskan mereka dari tanah Mesir. Allah
akan menjadi Allah mereka dan Israel akan
menjadi umat kepunyaan Allah.16 Hal inilah
yang ditekan juga oleh Yosua ketika hendak
berpisah dengan suku-suku Israel, yang
hendak pergi menuju tanah milik pusakanya.
Yosua mengajak Israel untuk terus takut akan
Allah dan beribadah kepada-Nya dengan tulus
ikhlas serta setia (Yos. 24:14). Yosua juga
mengingatkan dan memberi pilihan kepada
Israel, supaya setia dan beribadah kepada
Allah yang hidup atau beribadah kepada allah
orang Amori. Yosua mengakhiri dengan
kalimat, aku dan seisi rumahku akan beribadah
kepada Tuhan (Yos. 24:15).
14
Snoek, Sejarah Suci. 91.
15
D.A. Hubbard & F. W. Bush W.S. Lasor, Pengantar
Perjanjian Lama 1 Taurat Dan Sejarah, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000). 325.
16
Menurut John W De Gruchy, “Visi Profetis
Kehidupan Sosial Umat Kristen Dalam Demokrasi” 3,
no. 2 (2019): 118–132.
5. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 12
Pada zaman Yosua bangsa Israel tetap
setia dan beribadah kepada Allah, sampai
kepada zaman para tua-tua yang hidup lebih
lama dari pada Yosua. Setelah kematian Yosua
dan para tua-tua Israel yang hidup lebih lama
dari Yosua, Israel tidak memiliki pemimpin lagi,
mereka hidup menurut apa yang mereka
pandang baik (Hak. 21:25). Setelah kematian
tua-tua Israel yang hidup lebih lama dari Yosua,
maka muncullah angkatan yang baru dari kaum
Israel yang tidak mengenal Allah (Hak. 2:10-
12). Angkatan yang baru ini melakukan apa
yang jahat dimata Tuhan, mereka menyembah
dewa Baal dan meninggalkan Tuhan. Melihat
kejahatan bangsa itu, Allah murka dan
menghukum mereka melalui bangsa-bangsa
yang ada disekitar mereka. Meskipun demikian,
Allah tetap menghendaki Israel bertobat dan
kembali kepada-Nya. Israel tidak dibiarkan
begitu saja ketika mengalami penderitaan. Allah
mengangkat hakim-hakim untuk memimpin dan
melepaskan Israel dari berbagai penindasan.
Sampai kepada kepemimpinan nabi Samuel,
Israel mendapat keamanan dan ketenangan
untuk beberapa waktu.
Ketika usia Samuel sudah tua, dan anak-
anaknya yang jahat, Israel kembali ketakutan
terhadap ancaman dari bangsa-bangsa sekitar,
khususnya bangsa Filistin. Peristiwa ini menjadi
titik tolak Israel meminta seorang raja kepada
Samuel. Oleh sebab itu, ada beberapa alasan
penting yang menjadi latar belakang berdirinya
monarki pada zaman nabi Samuel.
a) Penindasan dan ancaman
Perjanjian Lama menjelaskan beberapa hal
penting tentang ekslusivitas kehidupan bangsa
Israel.17 Hal ini bertujuan untuk membedakan
bangsa pilihan Allah dengan bangsa-bangsa
lain. Allah menghendaki israel tidak hidup
menurut kebiasaan-kebiasaan bangsa Kanaan,
baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun
dalam hal peribadatan. Oleh sebab itu, Allah
memberikan kesepuluh hukum Taurat kepada
bangsa Israel untuk mengatur kehidupannya
secara sosial dan juga kepada Allah. Namun,
Israel gagal dalam menaati hukum-hukum
tersebut, Israel berkali-kali mengingkari
perjanjian dengan Allah, mereka berdosa
karena telah beribadah kepada allah-allah
orang Kanaan.18
Melihat angkatan baru yang jahat, maka
bangkitlah murka Tuhan kepada Israel. Allah
menggunakan bangsa-bangsa di Kanaan yang
17
Irfan Feriando Simanjuntak, Purba Deo, and Otieli
Harefa, “Signifikansi Kepemilikan Tanah Kanaan
Bagi Bangsa Israel Di Perjanjian Lama,” Teologi dan
Pendidikan Agama Kristen 5, no. 1 (2020): 41.
18
David M. Howard, Kitab-Kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama, (Malang: Gandum Mas, 2002). 145.
tidak ditumpas habis untuk menghukum Israel.
Hukuman ini menimbulkan penderitaan dan
kesusahan yang besar bagi Israel. Meskipun
demikian, Allah tidak membiarkan Israel begitu
saja, Allah mengangkat para hakim untuk
menjadi memimpin dan menyelamatkan dari
berbagai ancaman serta penindasan. Peristiwa
ini tidak membawa Israel kepada pertobatan
yang sungguh-sungguh, sampai pada masa
kepemimpinan nabi Samuel.19
Penindasan dan ancaman menjadi
penyebab penolakan kepemimpinan Samuel
yang sudah tua, hingga berdirinya monarki
pada zaman nabi Samuel. Konsep raja menurut
asumsi Israel adalah raja yang menjadi
penolong dan pembebas dari ancaman dan
penindasan bangsa-bangsa di sekitar Israel.20
Sebenarnya, penindasan terjadi bukan karena
karena sistem pemerintahannya, melainkan
karena akibat dari dosa-dosa bangsa Israel itu
sendiri. Mereka tidak menyadari akan dosa dan
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan,
justru mempertanyakan kepemimpinan Samuel
yang sudah tua dan anak-anaknya yang jahat.
Israel tidak memandang dan melihat Allah
sebagai sumber pertolongan yang utama, yaitu
Allah yang perkasa yang membawa mereka
keluar dari tanah Mesir.
Secara umum, para hakim dipakai Allah
untuk memimpin dan membawa pertobatan
kepada bangsa Israel dengan menjauhkan
allah-allah asing dari kehidupan mereka. Para
hakim bertindak sebagai wakil Allah untuk
membebaskan Israel dari penindasan bangsa
asing. Namun, bangsa Israel tidak bertobat
dengan sungguh-sungguh, mereka tidak
dengan segenap hati hidup menurut hukum-
hukum Allah. Menurut Karman, Allah
memberikan hukuman untuk mendisiplin
bangsa Israel, supaya menaati perintah-
perintah Allah.21 Penindasan juga sebagai
sarana Allah untuk menuntut pertobatan dan
permohonan ampun dari bangsa Israel kepada
Allah.22 Melalui kepemimpinan para Hakim,
Allah juga mengingatkan kepada Israel tentang
kesetiaan-Nya sejak Israel keluar dari Mesir
menuju tanah perjanjian. Providensia Allah
tidak pernah berhenti, dari Israel keluar dari
19
Sipahutar, “Kajian Ekoteologis Tentang Konsep
Tanah Dalam Perjanjian Lama Dan Implikasinya
Bagi Pemeliharaan Tanah.”
20
Miraji, “Pengaruh Keadaan Politik Terhadap
Konsep Kerajaan Mesianik Pada Masa
Intertestamental.”
21
Yongky Karman, Seminar Kitab Hakim-Hakim
(Jakarta: YKBK, 2011). 4.
22
Yosia Belo, “Didikan Allah Kepada Bangsa Israel
Menurut Kitab Hakim-Hakim,” Jurnal Luxnos 5, no. 1
(2021): 37–46.
6. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 13
Mesir sampai kepada keberhasilan dalam
peperangan ketika melawan bangsa-bangsa
Kanaan.
b) Usia Samuel yang sudah tua dan anak-
anaknya yang jahat
Samuel merupakan tokoh terbesar dalam
Perjanjian Lama dalam masa peralihan. Dialah
nabi dan hakim terakhir yang memimpin dalam
pembentukan sebuah monarki. Peran dan
pengaruh profetik Allah terlihat jelas dalam
kitab Samuel, dimana kisah Samuel yang
diserahkan kepada imam Eli untuk dipersiapkan
menjadi seorang hamba Tuhan. Samuel dididik
dan persiapkan untuk menjadi pemimpin yang
takut akan Allah. Hingga pada waktunya,
Samuel dipanggil secara khusus oleh Allah
untuk menjadi seorang nabi. Pada masa
kepemimpinan nabi Samuel, Israel memperoleh
kemenangan dari berbagai peperangan
melawan bangsa penindas, sehingga membuat
mereka dapat bertahan untuk untuk sementara
waktu.23
Ulangan 17 menjelaskan dengan cermat
tentang hukum dan peraturan tentang monarki.
Apabila Israel masuk tanah perjanjian dan telah
mendudukinya, maka Israel akan meminta
seorang raja kepada Allah. Raja tersebut harus
dipilih oleh Tuhan sendiri. Allah sudah
berbicara jauh sebelum Israel meminta seorang
raja, dan Allah tahu bahwa hal ini akan terjadi,
yaitu Israel akan meminta seorang raja.
Flemming berpendapat bahwa, Israel’s history
continued to follow the pattern set out in the
book of Judges. Once the God-appointed judge
(in this case, Samuel) was no longer able to
exercise control over the nation, the people
turned from God and drifted into wrongdoing
(8:1-3).24 Samuel tidak lagi mampu
mengendalikan keinginan bangsa Israel,
mereka terlalu banyak melakukan kesalahan
dan melawan kepemimpinan Allah. Samuel
telah menjadi tua, anak-anaknya yang menjadi
hakim di Bersyeba, tidak hidup seperti Samuel,
mereka mengejar laba, menerima suap, dan
memutarbalikan keadilan.
Keadaan ini membuat para tua-tua Israel
berkumpul dan menemui Samuel, mereka
dengan berani meminta seorang raja.
Kegagalan anak-anak Samuel menjadi Hakim
ternyata membawa kekecewaan kepada tua-
tua Israel, mereka tidak memiliki kepercayaan
lagi terhadap Yoel dan Abia. Hal ini terlihat dari
23
Simanjuntak, Deo, and Harefa, “Signifikansi
Kepemilikan Tanah Kanaan Bagi Bangsa Israel Di
Perjanjian Lama.”
24
Donald C Flemming, “‘Commentary on Matthew
19:6’. ‘Komentar Alkitab Bridgeway Fleming’.,”
Https:// Www.Studylight.Org/Commentaries /Bbc/
Matthew-19.Html.
perkataan tua-tua Israel dalam 1 Samuel 8:5a,
“dan berkata kepadanya, engkau sudah tua dan
anak-anakmu tidak hidup seperti engkau.” Usia
Samuel yang sudah tua dan kejahatan yang
dilakukan oleh anak-anaknya menjadi alasan
bagi tua-tua Israel meminta seorang raja.
Sistem teokrasi atau pemerintahan Allah
sebenarnya menjadi pembeda antara Israel dan
bangsa-bangsa lain pada umumnya. Menurut
Constable, Allah ingin memberkati semua
bangsa melalui Israel. God purposed to bless
all other nations through His theocratic reign
over Israel. This was a rule that God chose to
administer mediatorially, through divinely
chosen individuals who spoke and acted for
God in governing functions and who were
personally responsible to Him for what they
did.25 Allah memakai perantara kepada
individu-individu yang dipilih secara ilahi dan
khusus sebagai alat untuk memimpin Israel,
yang secara pribadi bertanggung jawab kepada
Allah. Melalui orang-orang yang dipilih secara
khusus, seperti Musa atau Samuel, Israel dapat
hidup menaati hukum-hukum Allah dan menjadi
saksi untuk memberitakan nama Allah kepada
bangsa-bangsa lain. Namun, Israel tidak
mampu hidup menurut hukum-hukum Allah,
mereka menyembah ilah-ilah lain dan
beribadah kepadanya.
Kepemimpinan Samuel yang sudah tua
juga mengalami penolakan oleh tua-tua Israel.
Smith menjelaskan bahwa, Now a nation that is
governed by God is a theocracy. These people
were rejecting now a theocratic form of
government and they were demanding now a
monarchy. "We want a king like the other
nations."26 Sistem pemerintahan Israel yang
sekarang adalah teokrasi, dimana Allah secara
langsung menjadi Tuhan dan pemimpin Israel.
Akan tetapi, Israel menolaknya, mereka lebih
memilih dipimpin oleh seorang raja seperti
bangsa-bangsa di sekitarnya. Israel tidak lagi
melihat kemahakuasaan Allah, tetapi melihat
Samuel yang sudah tua dan anak-anaknya
yang jahat. Dalam hal ini, Israel telah gagal
memahami maksud Allah, Israel tidak bertobat,
melainkan menolak kepemimpinan Samuel dan
meragukan kepemimpianan Allah.
25
Thomas. D Constable, “‘Commentary on 1 Samuel
8:5’. 'Constable’s Expository Notes’.,” Https:// Www
.Studylight.Org/Commentaries/Dcc/1-Samuel-8.
Html. 2012.
26
Charles Ward. Smith, “‘Commentary on 1 Samuel
8:5’.‘Smith’s Bible Commentary’.,” Https:// Www
.Studylight.Org/Commentaries/Csc/1-Samuel-8.
Html. 2014.
7. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 14
c) Israel ingin seperti bangsa-bangsa lain
yang dipimpin seorang raja
Konsep raja menurut ansumsi Israel adalah raja
yang menjadi penolong dan pembebas dari
ancaman dan penindasan bangsa-bangsa di
sekitar Israel.27 Samuel reminded them of the
examples they could see in the nations round
about, where kings oppressed their people with
harsh rule, forced labour and heavy taxes (10-
18).28 Menurut Flemming, penjelasan Samuel
tidak mengubah keinginan Israel untuk memiliki
seorang raja. Israel ingin memiliki seorang raja
yang tampil dengan kemegahan, atau
mengenakan pakaian kerajaan seperti bangsa
Kanaan pada umumnya. Permintaan Israel juga
bisa menimbulkan masalah sosial ekonomi
yang baru. Samuel memberikan gambaran dan
contoh negara-negara disekitar yang dipimpin
oleh raja, mereka sering melakukan kejahatan
dan menindas rakyatnya sendiri dengan kejam.
Penjelasan ini bertujuan supaya tua-tua Israel
tersebut membatalkan
Untuk mencari keamanan dan stabilitas
di dalam bangsa, Israel mendesak Samuel
untuk mengangkat seorang raja untuk menjadi
pemimpin Israel. Mereka tidak lagi mengingini
sistem pemerintahan yang lama, melainkan
mereka ingin seperti bangsa-bangsa Kanaan
yang dipimpin oleh seorang raja. Meskipun
permintaan Israel dianggap jahat oleh Tuhan,
Allah mengabulkan permintaan mereka.
Jabatan mengenai seorang raja merupakan
bagian dari janji dan rencana Allah kepada
Abraham. Musa juga menubuatkan bahwa
pada saatnya Israel tidak merasa puas dipimpin
oleh Allah (Ul 17:14-15). Permintaan Israel
mengenai seorang raja memiliki konsep yang
salah, “raja kami akan menghakimi kami dan
memimpin kami dalam perang” (1 Sam 8:20).
Mereka memiliki konsep yang keliru tentang
penyebab penindasan dan penderitaan,
kekalahan mereka dalam berperang bukan
disebabkan oleh kepemimpinan Samuel yang
sudah tua, melainkan disebabkan oleh dosa
dan kejahatan mereka sendiri. Demikian juga
kepemimpinan seorang raja, apabila tidak
bertobat, maka Israel juga tidak akan pernah
memenangkan pertempuran dengan bangsa-
bangsa disekitarnya.
Israel tidak lagi percaya dan memandang
kepada Allah, mereka lebih fokus kepada cara-
cara manusia seperti bangsa-bangsa kafir di
Kanaan, yang mengandalkan kekuatan dan
kehebatan manusia. Kerajaan secara politis
27
Miraji, “Pengaruh Keadaan Politik Terhadap
Konsep Kerajaan Mesianik Pada Masa
Intertestamental.”
28
Flemming, “‘Commentary on 1 Samuel 8:5’.
‘Komentar Alkitab Bridgeway Fleming’.”
dengan angkatan perang yang besar, pasukan
berkuda serta istana yang megah menjadi
inspirasi israel ketika meminta seorang raja.
Peristiwa di Mesir, penyerangan kota Yerikho
dan pertempuran dengan bangsa Kanaan
ketika bersama Yosua, membuat mereka ingin
dipimpin oleh seorang raja. Tindakan ini dimata
Tuhan merupakan kejahatan, namun Allah
tetap mengabulkan permintaan mereka. Allah
sudah mengetahui bahwa hal ini akan terjadi,
sebagaimana seperti yang dinubuatkan oleh
Musa.
C. Penutup
Berdasarkan temuan dari Latar belakang
berdirinya sebuah monarki Israel pada zaman
Nabi Samuel, sistem monarki Israel membawa
perubahasan yang besar terhadap kehidupan
sosial, agama dan politik. Meskipun demikian,
peran raja tidak mengubah kepemimpinan Allah
yang mutlak terhadap Israel.
Allah selalu turut berkerja dalam sejarah,
Meskipun Israel telah berdosa, Allah tetap
memperhatikan dan memelihara kehidupan
umat-Nya. Israel tidak diperkenankan untuk
memilih raja mereka sendiri, hanya Allah yang
memilih dan menentukan siapa yang layak
untuk memimpin Israel. Artinya, tidak ada
kepemimpinan ganda di dalam monarki Israel,
Karena Allah tetap menjadi pemimpin tertinggi.
Raja Israel adalah perpanjangan tangan Allah
untuk memimpin dan mengatur kehidupan umat
pilihan-Nya, supaya mereka dapat hidup
berdasarkan hukum-hukum-Nya.
Referensi
Baker, David L. Mari Mengenal Perjanjian
Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Belo, Yosia. “Didikan Allah Kepada Bangsa
Israel Menurut Kitab Hakim-Hakim.” Jurnal
Luxnos 5, no. 1 (2021): 37–46.
Binsar A. Hutabarat, M.C.S. “Negara Menurut
Perjanjian Lama Dan Hubungannya
Dengan Gereja Dalam Konteks
Indonesia.” Jurnal Teologi Stulos Ke-2
(2017): 31–52.
Constable, Thomas. D. “‘Commentary on 1
Samuel 8:5’. ‘Dr. Constable’s Expository
Notes’.”Https://Www.Studylight.Org/Comm
entaries/Dcc/1-Samuel-8.Html. 2012.
David M. Howard. Kitab-Kitab Sejarah Dalam
Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas,
2002.
Dkk, Delyana R Pulungan. Metode Riset
Penelitian. Edited by Janner Simarmata.
Kudus: Yayasan Kita Menulis, 2021.
Flemming, Donald C. “‘Commentary on
Matthew 19:6’. ‘Komentar Alkitab
8. JURNAL SEMPER REFORMANDA, Vol.4 No.1 April 2021, Halaman 8~15
ISSN: 2528-73111 | E-ISSN: 2808-814X
https://ejournal.sttlintasbudaya.ac.id/index.php/JSR 15
Bridgeway Fleming’.” Https://Www.
Studylight.Org/Commentaries/Bbc/Matthe
w-19.Html.
Gossweiler, Christian. “Kepemimpinan
Kharismatik Dan Kepemimpinan Yang
Melembaga Pada Masa Perjanjian Lama
Dan Dewasa Ini.” Jurnal Abdiel (2019):
25–32.
Gruchy, Menurut John W De. “Visi Profetis
Kehidupan Sosial Umat Kristen Dalam
Demokrasi” 3, no. 2 (2019): 118–132.
Harvijanto, Andri. “Progresivitas Perjanjian
Daud.” Journal KERUSSO 5, no. 1 (2020):
38–46.
Hinson, David F. Sejarah Israel Pada Zaman
Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2004.
Karman, Yongky. Seminar Kitab Hakim-Hakim.
Jakarta: YKBK, 2011.
Miraji, Theodorus. “Pengaruh Keadaan Politik
Terhadap Konsep Kerajaan Mesianik
Pada Masa Intertestamental.” LOGIA:
Jurnal Teologi Pentakosta 2, no. 1 (2020):
42–61.
Rantesalu, Syani Bombongan. “Kompetensi
Pedagogik Menurut Analisis Ulangan 6:7-
9 Dengan Pendekatan Hermeneutik
Schleiermacher.” BIA’: Jurnal Teologi dan
Pendidikan Kristen Kontekstual (2018).
Ridwan, Muannif, Bahrul Ulum, Fauzi
Muhammad, Islam Indragiri, and Uin
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
“Pentingnya Penerapan Literature Review
Pada Penelitian Ilmiah (The Importance
Of Application Of Literature Review In
Scientific Research).” Jurnal Masohi 2, no.
1 (2021): 42–51. http://journal.fdi.or.id
/index.php/jmas/article/view/356.
Simanjuntak, Irfan Feriando, Purba Deo, and
Otieli Harefa. “Signifikansi Kepemilikan
Tanah Kanaan Bagi Bangsa Israel Di
Perjanjian Lama.” Teologi dan Pendidikan
Agama Kristen 5, no. 1 (2020): 41.
Sipahutar, Roy Charly. “Kajian Ekoteologis
Tentang Konsep Tanah Dalam Perjanjian
Lama Dan Implikasinya Bagi
Pemeliharaan Tanah.” BIA’: Jurnal Teologi
dan Pendidikan Kristen Kontekstual 2, no.
2 (2019): 166–178.
Sirait, Saut Hamonangan. Politik Kristen Di
Indonesia: Suatu Tinjauan Etis. Cetakan
ke. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000.
Smith, Charles Ward. “‘Commentary on 1
Samuel 8:5’. ‘Smith’s Bible Commentary’.”
Https://Www.Studylight.Org/Commentarie
s/Csc/1-Samuel-8.Html. 2014.
Snoek. Sejarah Suci. Edited by N. Titus.
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
W.S. Lasor, D.A. Hubbard & F. W. Bush.
Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat Dan
Sejarah. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000.