Dokumen tersebut membahas tentang masuknya pengaruh Barat khususnya Portugis, Spanyol, dan Perancis di Asia Tenggara. Portugis berhasil menaklukan Malaka pada 1511 dan menguasai perdagangan rempah-rempah. Spanyol menaklukan Filipina pada 1565 dan berhasil menyebarkan agama Katolik. Perancis berusaha menanamkan pengaruhnya di Asia Tenggara melalui perdagangan dan misionaris Katolik, terutama di Vietnam dan Thailand.
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Resma Puspitasari
kolonialisme, imperialisme, VOC, bangsa belanda, imperialisme kuno, imperialisme modern, faktor pendorong kolonialisme dan imperialisme, jatuhnya konstantinopel, paham merkantilisme, revolusi industri, karangan marcopolo, penjelajahan samudra, penjelajahan bangsa portugis, penjelajahan bangsa spanyol, penjelajahan bangsa inggris, penjelajahan bangsa belanda, kolonialisasi dunia
Sejarah Indonesia - Imperialisme dan Kolonialisme di Indonesiamia lusiana
Dokumen ini membahas tentang perkembangan imperialisme dan kolonialisme di Indonesia oleh berbagai bangsa Eropa seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Prancis. Beberapa sebab munculnya imperialisme dan kolonialisme di Indonesia antara lain keinginan menjadi jaya, menyebarkan agama, dan menguasai sumber daya alam seperti rempah-rempah.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai pada abad ke-16 oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Mereka datang untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan rempah-rempah dan menyebarkan agama. Namun, kedatangan mereka juga memicu terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang masuknya pengaruh Barat khususnya Portugis, Spanyol, dan Perancis di Asia Tenggara. Portugis berhasil menaklukan Malaka pada 1511 dan menguasai perdagangan rempah-rempah. Spanyol menaklukan Filipina pada 1565 dan berhasil menyebarkan agama Katolik. Perancis berusaha menanamkan pengaruhnya di Asia Tenggara melalui perdagangan dan misionaris Katolik, terutama di Vietnam dan Thailand.
Perkembangan kolonialisme dan imperialisme barat di indonesia Resma Puspitasari
kolonialisme, imperialisme, VOC, bangsa belanda, imperialisme kuno, imperialisme modern, faktor pendorong kolonialisme dan imperialisme, jatuhnya konstantinopel, paham merkantilisme, revolusi industri, karangan marcopolo, penjelajahan samudra, penjelajahan bangsa portugis, penjelajahan bangsa spanyol, penjelajahan bangsa inggris, penjelajahan bangsa belanda, kolonialisasi dunia
Sejarah Indonesia - Imperialisme dan Kolonialisme di Indonesiamia lusiana
Dokumen ini membahas tentang perkembangan imperialisme dan kolonialisme di Indonesia oleh berbagai bangsa Eropa seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Prancis. Beberapa sebab munculnya imperialisme dan kolonialisme di Indonesia antara lain keinginan menjadi jaya, menyebarkan agama, dan menguasai sumber daya alam seperti rempah-rempah.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai pada abad ke-16 oleh bangsa Portugis, Spanyol, dan Belanda. Mereka datang untuk memperoleh keuntungan dari perdagangan rempah-rempah dan menyebarkan agama. Namun, kedatangan mereka juga memicu terjadinya kolonialisme dan imperialisme di Indonesia.
Pengaruh keunggulan lokasi terhadap kegiatan kolonialisme di IndonesiaSinta Yunia Tribudiani
Kolonialisme di Indonesia ditandai dengan penaklukan berbagai bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda, Inggris dan Jepang guna mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Mereka masuk lewat berbagai rute dan menggunakan strategi seperti politik pecah belah serta eksploitasi sumber daya untuk mempertahankan kekuasaan di nusantara.
Dokumen tersebut membahas sejarah penjelajahan samudra oleh bangsa Eropa ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia pada abad ke-15-16 Masehi. Beberapa alasan penjelajahan adalah perang salib, jatuhnya Konstantinopel, mencari kepulauan rempah-rempah, dan perkembangan teknologi. Negara-negara seperti Portugal, Spanyol, Inggris dan Belanda memelopori penjelajahan dengan tujuan memperoleh
Dokumen tersebut merangkum sejarah perkembangan Islam di Spanyol dalam 6 periode, dimulai dari masa penaklukan Muslim pada abad ke-8 hingga kejatuhan kerajaan Islam terakhir pada 1492. Selama lebih dari 7 abad kekuasaan, umat Islam mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan kesenian di bawah dinasti Umayyah dan Murabithun. Namun, kemunduran mulai terjadi
Sejarah indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimul...Bisma Karisma Full
Dokumen tersebut merangkum sejarah Indonesia mulai dari zaman prasejarah hingga era reformasi dengan membagi periode sejarah menjadi 5 era yaitu era prakolonial yang ditandai kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam, era kolonial dengan masuknya penjajahan Belanda, era kemerdekaan awal pasca proklamasi, era orde baru, serta era reformasi saat ini.
Makalah sejarah indonesia; antara kolonialisme dan imperialisme (sma)Phylo Post
Makalah ini membahas tentang pengaruh kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, dimulai dari kedatangan bangsa Eropa pertama seperti Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris. Mereka tertarik datang ke Indonesia karena kekayaan sumber daya alamnya seperti rempah-rempah, emas, dan berdagang. Setiap bangsa berusaha menguasai wilayah Indonesia untuk memperluas pengaruh politik dan ekonominya.
Penjajahan barat atas dunia islam dan perjuangan kemerdekaan negaraMembangun city
1. Bangsa Barat bangkit setelah memperoleh ilmu pengetahuan dari umat Islam dan melakukan revolusi industri.
2. Negara-negara Eropa mulai menjajah dunia Islam di India, Asia Tenggara, dan Timur Tengah pada abad ke-18 dan ke-19.
3. Kerajaan Usmani mulai mundur dan tidak mampu menahan ekspansi Barat, meskipun melakukan upaya reformasi.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai dengan perang salib dan runtuhnya kekaisaran Romawi, yang memutus jalur perdagangan antara Eropa dan Timur Tengah. Bangsa Portugis, Belanda, dan Spanyol datang ke Indonesia untuk memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan agama. Kedatangan bangsa Barat memberikan dampak positif seperti pembangunan pelabuhan dan industri, namun juga memberikan dampak negatif seperti penindasan terhadap masyarakat
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai dengan perang salib dan runtuhnya kekaisaran Romawi, yang memutus jalur perdagangan antara Eropa dan Timur Tengah. Bangsa Portugis, Belanda, dan Spanyol datang ke Indonesia untuk memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan agama Kristen. Kedatangan bangsa Barat memberikan dampak positif seperti membangun pelabuhan dan industri, namun juga dampak negatif seperti eksploitasi, perebutan kekuasaan,
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Pengaruh keunggulan lokasi terhadap kegiatan kolonialisme di IndonesiaSinta Yunia Tribudiani
Kolonialisme di Indonesia ditandai dengan penaklukan berbagai bangsa Eropa seperti Portugis, Belanda, Inggris dan Jepang guna mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia. Mereka masuk lewat berbagai rute dan menggunakan strategi seperti politik pecah belah serta eksploitasi sumber daya untuk mempertahankan kekuasaan di nusantara.
Dokumen tersebut membahas sejarah penjelajahan samudra oleh bangsa Eropa ke berbagai belahan dunia termasuk Indonesia pada abad ke-15-16 Masehi. Beberapa alasan penjelajahan adalah perang salib, jatuhnya Konstantinopel, mencari kepulauan rempah-rempah, dan perkembangan teknologi. Negara-negara seperti Portugal, Spanyol, Inggris dan Belanda memelopori penjelajahan dengan tujuan memperoleh
Dokumen tersebut merangkum sejarah perkembangan Islam di Spanyol dalam 6 periode, dimulai dari masa penaklukan Muslim pada abad ke-8 hingga kejatuhan kerajaan Islam terakhir pada 1492. Selama lebih dari 7 abad kekuasaan, umat Islam mencapai puncak kejayaan dalam bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, dan kesenian di bawah dinasti Umayyah dan Murabithun. Namun, kemunduran mulai terjadi
Sejarah indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimul...Bisma Karisma Full
Dokumen tersebut merangkum sejarah Indonesia mulai dari zaman prasejarah hingga era reformasi dengan membagi periode sejarah menjadi 5 era yaitu era prakolonial yang ditandai kehadiran kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan Islam, era kolonial dengan masuknya penjajahan Belanda, era kemerdekaan awal pasca proklamasi, era orde baru, serta era reformasi saat ini.
Makalah sejarah indonesia; antara kolonialisme dan imperialisme (sma)Phylo Post
Makalah ini membahas tentang pengaruh kolonialisme dan imperialisme di Indonesia, dimulai dari kedatangan bangsa Eropa pertama seperti Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris. Mereka tertarik datang ke Indonesia karena kekayaan sumber daya alamnya seperti rempah-rempah, emas, dan berdagang. Setiap bangsa berusaha menguasai wilayah Indonesia untuk memperluas pengaruh politik dan ekonominya.
Penjajahan barat atas dunia islam dan perjuangan kemerdekaan negaraMembangun city
1. Bangsa Barat bangkit setelah memperoleh ilmu pengetahuan dari umat Islam dan melakukan revolusi industri.
2. Negara-negara Eropa mulai menjajah dunia Islam di India, Asia Tenggara, dan Timur Tengah pada abad ke-18 dan ke-19.
3. Kerajaan Usmani mulai mundur dan tidak mampu menahan ekspansi Barat, meskipun melakukan upaya reformasi.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai dengan perang salib dan runtuhnya kekaisaran Romawi, yang memutus jalur perdagangan antara Eropa dan Timur Tengah. Bangsa Portugis, Belanda, dan Spanyol datang ke Indonesia untuk memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan agama. Kedatangan bangsa Barat memberikan dampak positif seperti pembangunan pelabuhan dan industri, namun juga memberikan dampak negatif seperti penindasan terhadap masyarakat
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia dimulai dengan perang salib dan runtuhnya kekaisaran Romawi, yang memutus jalur perdagangan antara Eropa dan Timur Tengah. Bangsa Portugis, Belanda, dan Spanyol datang ke Indonesia untuk memperoleh rempah-rempah dan menyebarkan agama Kristen. Kedatangan bangsa Barat memberikan dampak positif seperti membangun pelabuhan dan industri, namun juga dampak negatif seperti eksploitasi, perebutan kekuasaan,
Similar to Kesan_Perang_Salib_Terhadap_Penjelajahan.pdf (20)
Universitas Negeri Jakarta banyak melahirkan tokoh pendidikan yang memiliki pengaruh didunia pendidikan. Beberapa diantaranya ada didalam file presentasi
Ppt landasan pendidikan Pai 9 _20240604_231000_0000.pdffadlurrahman260903
Ppt landasan pendidikan tentang pendidikan seumur hidup.
Prodi pendidikan agama Islam
Fakultas tarbiyah dan ilmu keguruan
Universitas Islam negeri syekh Ali Hasan Ahmad addary Padangsidimpuan
Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang
hayat memandang jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar. Pendidikan sepanjang hayat
merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia
transformasi dan informasi, yaitu masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan
dirinya secara terus menerus dengan situasi yang baru.
Modul Ajar Matematika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaFathan Emran
Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka - abdiera.com. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka. Modul Ajar Matematika Kelas 11 SMA/MA Fase F Kurikulum Merdeka.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Aksi Nyata Disiplin Positif: Hukuman vs Restitusi vs Konsekuensi
Kesan_Perang_Salib_Terhadap_Penjelajahan.pdf
1. 1
KESAN PERANG SALIB TERHADAP PENJELAHAN KUASA EROPAH KE ALAM
MELAYU
OLEH : MOHD HAFIZ BIN OTHMAN
PENDAHULUAN
Kejatuhan Andalusia pada tahun 1492 ke tangan kerajaan Kristian Sepanyol dalam
Perang Salib yang berlaku di semenanjung Iberia merupakan permulaan awal kepada bangsa
Eropah seperti Sepanyol untuk menjajah wilayah atau empayar kerajaan Islam. Kerajaan
Islam di Alam Melayu diketahui oleh bangsa Eropah kaya dengan sumber ekonomi seperti
rempah ratus. Mereka sukar untuk mendapatkan rempah ratus kerana harga yang mahal serta
sukar didapati kerana penguasaan pedagang Islam di wilayah Laut Mediterranean. Alam
Melayu yang dikenali sebagai negara Asia Tenggara kini terdiri daripada semenanjung
Malaysia, Sabah dan Sarawak, kepulauan Indonesia, Brunei, Filipina dan selatan Thailand.
Semua negara-negara tersebut dahulunya merupakan kerajaan Islam yang kuat sebelum
kedatangan Portugis dan Sepanyol, antaranya kerajaan Islam Melaka, Aceh, Brunei,
Mindanao, Sulu, Ternate di Kepulauan Maluku dan lain-lain. Serangan Portugis keatas
Melaka pada tahun 1511 merupakan penaklukan kota Islam pertama di Alam Melayu
sehingga semua kota-kota kerajaan Islam ditakluk sehingga berlangsung selama ratusan
tahun.
KEJATUHAN ANDALUSIA KE ATAS KRISTIAN SEPANYOL
Andalusia terletak di bahagian selatan semenanjung Iberia, manakala Portugal disebelah
barat, selatan Andalusia ialah Laut Mediterranean dan Selat Gibraltar dan disebelah utara
ialah kerajaan Sepanyol. Pemerintahan Islam bersinar di Andalusia dengan mengalami
beberapa peringkat, pertama zaman Pemerintahan Gabenor sekitar tahun 711 sehingga 756
M, peringkat kedua ialah zaman pemerintahan Bani Umayyah bermula tahun 756 sehingga
1031 M, peringkat ketiga zaman Pemerintahan Kerajaan Kecil sehingga tahun 1086 M,
peringkat keempat zaman penguasaan Kerajaan Afrika Utara dari tahun 1086 sehingga 1143
M, dan peringkat terakhir iaitu kelima ialah zaman pemerintahan Bani Nasr sehingga tahun
1429 M. Perkembangan islam di Andalusia mengalami beberapa tahap, iaitu tahap
penubuhan, krisis dan pemberontakan, kegemilangan dan tahap kelemahan serta keruntuhan.
Kepimpinan yang lemah menjadi punca wujudnya kerajaan-kerajaan kecil di Andalusia
sehingga membawa kepada keruntuhan kerajaan Islam ini, Kota Granada merupakan bandar
terakhir di bawah pimpinan umat Islam sebelum wilayah Andalusia jatuh ke tangan pihak
Kristian yang diketuai Raja Ferdinad dan Ratu Isabella pada 2 Februari 1492. Kejayaan Raja
Ferdinand diperkuatkan dengan menegakkan bendera Salib di Istana Alhambara atau Istana
Merah.
Selepas Andalusia jatuh ke tangan Sepanyol, umat Islam dan Yahudi dihina dengan
cara dibaptis agar menganuti agama Kristian dan meninggalkan agama asal, jika tidak akan
dihalau keluar dari Andalusia dalam tempoh 3 bulan, namun umat Islam terutamnya di
Seville diperangi ketika sudah bersedia keluar dari Andalusia berdasarkan perintah pada
bulan Februari 1502. Situasi ini menunjukkan umat Islam dihina oleh pihak Kristian tanpa
belas kasihan dan ketidakperikemanusiaan. Kejatuhan Andalusia juga menjadi permulaan
pihak Kristian untuk menakluk dan menjajah wilayah-wilayah diluar kawasan lainnya demi
membalas dendam ke atas umat Islam dan mengembalikan kekuasaan Kristian ke atas
wilayah yang dirampas oleh Kerajaan Islam. Menurut Mohd Roslan Mohd Nor, usaha agresif
puak Kristian untuk menakluk kembali wilayah yang ditadbir oleh kaum Muslimin sehingga
2. 2
menyebabkan pertahanan mereka terus rapuh dan tidak mampu bertahan atas serangan fikri
dan askari yang dilakukan tentera musuh. Gerakan ini lebih dikenali sebagai Reconquista.
Tidak dinafikan ia mempunyai kaitan dengan usaha pihak Kristian untuk menakluk wilayah
yang telah jatuh ke tangan umat Islam di seluruh dunia dimana ia seolah turut terkesan
dengan pergerakan tentera Salib yang menumpukan perhatian di wilayah umat Islam di Asia
Barat (Mohd Roslan 2011).
Berakhirnya wilayah Islam di Andalus dibawah kekuasaan Kristian Sepanyol menjadi
penggerak kepada bangsa Eropah. Penaklukan Sepanyol keatas Portugal oleh Raja Philip I
pada 1581 menyebabkan Portugal melebarkan pencarian perdagangan ke wilayah-wilayah
Islam termasuk di benua lain dan Timur selain menakluk kota-kota kerajaan Islam. Pihak
Portugal telah mencari tanah jajahan yang baru berdasarkan misi prinsip 3G iaitu Gold, Glory
dan Gospel. Pengiriman misi ini harus diteliti dari aspek penerusan zaman os
descobrimentos, zaman penemuan dan penjelajahan dalam sejarah Portugal. Kegiatan os
descobrimentos yang didukungi oleh prinsip 3G (Gold, Glory, Gospel) merupakan ciri
penggerak pada era tersebut (Yahaya 1996). Semangat Putera Henry dalam menegakkan
bangsa Portugal menyebabkan beliau gigih berusaha meletakkan Portugis sebagai kuasa awal
yang mula-mula mencari tanah jajahan yang baru. Kehebatan bangsa Portugal dalam bidang
pelayaran menyebabkan mereka merupakan satu kuasa besar pada zaman tersebut.
Disamping mempunyai ilmu kelautan yang baik, mereka juga telah terkehadapan dalam
penggunaan alat-alat, seperti kompas dan teleskop (Abd Aziz 1953). Semangat keagamaan
merupakan tujuan utama penerokaan dan penjajahan ke Timur selain kekayaan dan kejayaan
berdasarkan prinsip 3G tersebut.
PENEROKAAN SEPANYOL DAN PORTUGAL KE TIMUR ADALAH
KESINAMBUNGAN PERANG SALIB
Penemuan jalan laut oleh pelaut Portugal lebih awal berbanding pelaut dari Sepanyol, oleh itu
kedua-dua kuasa Kristian tersebut bersaing antara satu sama lain untuk mendapatkan tanah
jajahan yang baru. Persaingan tersebut menyebabkan Paus di Rom menetapkan kawasan
pengaruh mereka dengan termeterainya perjanjian Tordesillas yang telah ditandatangani pada
tahun 1494. Perjanjian tersebut telah membahagikan kawasan penerokaan kepada dua
bahagian, di bahagian timur dari kepulauan Tanjung Verde dan Hindia Barat di Lautan
Atlantik dianggap sebagai kawasan Portugal manakala dibahagian Barat di benua Amerika
sebagai kawasan Sepanyol. Pelayaran ke Timur dimulakan oleh pelayar terkenal pada masa
itu iaitu Ferdinand Magellan, namun beliau terbunuh di sebuah pulau di Filipina ketika dalam
perjalanan ke Kepulauan Maluku. Barat mengangkat Ferdinand de Magellan sebagai manusia
pertama melakukannya manakala Sebastian del Cano disanjung Sepanyol kerana
melengkapkan ekspedisi tersebut (Nik Hassan 2009).
Faktor utama penerokaan tanah jajahan ialah ekonomi dimana orang Eropah pada
masa itu mendapatkan barangan dari Timur yang tidak terdapat di Eropah. Bahan utama yang
diperlukan oleh Eropah pada masa itu ialah lada hitam, kayu manis dan bunga Cengkih
dengan tujuan untuk mengawet dan menyedapkan makanan seperti daging yang menjadi
makanan harian penduduk Eropah. Pada masa itu, perdagangan rempah ratus sangat
memberikan keuntungan kerana harganya yang mahal dan permintaan yang tinggi selain
mahu bersaing dengan pedagang Islam yang menguasai wilayah timur terutamanya Asia
Tenggara seperti Melaka dan Kepulauan Maluku. Selain itu, faktor agama juga menjadi
peranan utama tujuan penerokaan tanah jajahan ini. Selepas kejatuhan kerajaan Islam
Andalusia, semangat Perang Salib menjadikan bangsa Portugis memperjuangkan hak agama
3. 3
Kristian yang bermazhab Katolik, mereka berusaha melenyapkan empayar kerajaan Islam di
seluruh dunia termasuk empayar Melaka yang menguasai kepulauan Melayu suatu ketika
dahulu dan seterusnya mengembangkan ajaran agama Kristian. Di bawah pengelolaan satu
badan pergerakan Kristian iaitu “Order of Christ” beberapa ekspedisi yang terdiri daripada
bekas-bakas tentera laut Portugis yang terlibat dalam Perang Salib telah dilancarkan ke timur
(Joginder Singh 1978).
Kedua-dua motif tersebut jelas dilakukan oleh bangsa Portugis dan Sepanyol, namun
tujuan keagamaan bagi menuntut tanah jajahan yang berada di wilayah kerajaan Islam
merupakan matlamat utama kedua-dua kerajaan Kristian tersebut. Bertolak daripada
semangat Perang Salib yang berkobar-kobar, King Manuel dari Portugal mengarahkan agar
dimusnahkan semua kepentingan orang Arab dan Islam, baik kapal-kapal perdagangan
mahupun pelabuhan-pelabuhan di India dan Asia Tenggara (Abdul Rahman 2012). Bukan itu
sahaja, impian mereka juga mahu menyerang Kota Madinah serta mencuri jasad Nabi
Muhammad S.A.W. Pedagang-pedagang Portugis dan Sepanyol telah membawa mubaligh
Katolik bersama mereka, Goa, Macau, Manila dan Nagasaki menjadi pangkalan perdagangan.
Pada abad ke-17, penganut Protestan Belanda juga mula mencari pemeluk agama Kristian
yang baharu di Asia Tenggara dengan tumpuan pada Batavia atau Jakarta. Situasi ini
menunjukkan bahawa Perang Salib yang telah berlangsung merentasi ratusan tahun masih
menjadi ingatan tuntutan ke atas tanah jajahan wilayah Islam yang dilakukan oleh pihak
Kristian. Dendam kesumat yang wujud di dalam jiwa-jiwa bangsa Eropah masih mekar
sehingga abad ke-16 dengan menakluk Melaka pada 1511 yang telah membuka pintu yang
lebih luas untuk menjajah wilayah Islam di timur.
PENAKLUKAN DAN PENJAJAHAN PORTUGIS DAN SEPANYOL DI ALAM
MELAYU
Pelayaran ke timur diketuai oleh Vasco da Gama dengan bantuan seorang pakar pelayaran
Muslim bernama Ibn Majid, ekspedisi tersebut telah tiba di Calicut, India pada bulan Mei
1498. Selepas Vasco da Gama berjaya sampai ke India, pihak Portugis berhasrat meneroka
alam Melayu. Merakamkan keinginan dan minat Portugis yang tersemat sekian lama untuk
mendekati Melaka (Yahaya 1996). Hal ini lebih jelas difahami dengan regimento atau
ordinan yang dikeluarkan oleh Raja Manuel 1 kepada wizurai Almeida bertarikh 5 Mac 1505
yang menetapkan bahawa keperluan mendirikan sebuah kota di Socotra dan juga Melaka
dengan tujuan mengiktiraf kedaulatan Portugis serta perkhabaran tentang hasrat Sepanyol ke
Melaka kerana meragui pembahagian kawasan jajahan sebagaimana yang diperuntukkan oleh
Perjanjian Tordesillas. Berdasarkan kepada ordinan yang dikeluarkan itu, menunjukkan
minat Portugis dan Sepanyol untuk menakluk kawasan timur yang terdiri daripada alam
Melayu terutamanya Melaka. Namun usaha Almeida gagal melaksanakan tugasnya dengan
baik dan selepas itu digantikan dengan Alfonso d’ Albuquerque.
Ketibaan Alfonso d’ Albuquerque bersama ratusan orang Portugis dan Malabar ke
Melaka adalah disebabkan tertangkapnya Lopez de Sequeira. Maka Alfonso telah membuat
tuntutan supaya membebaskan tawanan dan berkehendakkan mendirikan sebuah kota. Sultan
Mahmud Syah yang enggan membenarkan Portugis bertapak di bumi Melaka mencari helah
untuk melengah-lengahkan perundingan selama tiga minggu lamanya (Jayne 1910; Zainal
Abidin 1992). Namun, akhirnya pada 25 Julai 1511, pihak Portugis memulakan serangan ke
atas Melaka pada waktu subuh dan kemenangan diperolehi oleh Melaka. Lebih kurang tiga
minggu selepas serangan pertama, iaitu pada 9 Ogos 1511 pihak Portugis kembali ke Melaka
untuk tindakan membalas dendam dengan membawa bala tentera yang lebih ramai dan
4. 4
bersedia. Kecanggihan senjata Portugis berjaya menghancurkan kubu pertahanan rakyat
Melaka, selain itu, pihak Portugis juga dibantu oleh pedagang-pedagang asing mengenai
kelemahan rakyat Melaka. Sultan Melaka tidak lagi mampu bertahan lalu melarikan diri ke
kawasan pedalaman sebelum ke Muar, terus ke Pahang dan akhirnya menetap di Pulau
Bentan (Andaya 1983). Akhirnya Melaka jatuh ke tangan Portugis secara rasminya pada 24
Ogos 1511. Selepas kejayaan Portugis menawan Melaka, Alfonso de Albuquerque tidak
memusnahkan bandar Melaka kerana mengetahui status Melaka sebagai pusat pelabuhan di
Timur.
Sepanyol juga mengintai peluang untuk ke Timur iaitu alam Melayu dan memberikan
saingan kepada pihak Portugis selain kedatangan Sepanyol ke Filipina pada tahun 1571 amat
dikaitkan dengan Perang Salib. Kejayaan Ferdinand de Magellan yang tiba di Cebu iaitu
salah satu kepulauan di Filipina pada 1521 dan terbunuh menjadi jejak penaklukan seterusnya
oleh bangsa tersebut. Mereka datang dengan semangat membalas dendam di atas penguasaan
umat Islam terhadap negara Sepanyol sendiri (Abdul Rahman 2012). Semangat melenyapkan
pengaruh Islam di Sepanyol juga dilakukan sepertimana di Filipina. Namun tujuan utama
mereka ialah menguasai perdagangan rempah. Pada tahun 1537, Sepanyol yang diketuai
ekspedisi dibawah Andres de Urdaneta dan pada tahun 1543 dibawah pimpinan Ruy Lopez
de Villalobos telah berjaya mendarat di Pulau Mindanao. Pada tahun 1568, Sepanyol juga
berjaya membina penempatan di Pulau Cebu dan disambut baik oleh penduduk tempatan.
Ekspedisi penaklukan itu bukan sahaja mahu menakluk Pulau Cebu bahkan keseluruhan
pulau di Pulau Luzon dan menjadikannya sebagai tanah koloni milik Sepanyol demi
kepentingan Raja Sepanyol. Sepanyol mendirikan kota di Zamboanga pada tahun 1635.
Hasilnya pada tahun 1637 Sepanyol Berjaya mengalahkan Maguindanao, dan dituruti oleh
kekalahan Sulu pada tahun 1638 (Abdul Rahman 2012). Penentangan terhadap Sepanyol
dilaksanakan penduduk tempatan atas semangat jihad yang dilancarkan oleh Sultan Qudarat.
Martin De Golti telah dihantar ke Manila untuk menakluk kota tersebut pada tahun
1570 ketika Manila diperintah oleh Sultan Sulaiman. Asal usul kerajaan Manila ialah
daripada peranan Brunei iaitu salah satu kekuasaan kerajaan Islam pada masa itu, akhirnya
kota tersebut telah jatuh ke tangan Sepanyol pada 19 Mei 1571 aikbat sikap Sultan
Azimuddin di Sulu yang bersahabat baik dengan Sepanyol bahkan memeluk agama Kristian.
Manila dijadikan sebagai pusat pentadbiran kerajaan Kristian Sepanyol. Usaha mengambil
semula Manila dilakukan oleh umat Islam dengan bantuan Brunei. Pada tahun 1572 angkatan
laut Brunei mendapatkan bantuan dari Portugis yang diketahui memusuhi Sepanyol untuk
menyerang Manila namun gagal disebabkan faktor tertentu. Demi menyekat kemaraan
Brunei, pada tahun 1578 dan 1581, Sepanyol menyerang Brunei. Namun Brunei berjaya
mengekalkan kedaulatannya dibawah pimpinan Pangiran Bendahara Sakam, iaitu adik
kepada Sultan Saifur Rizal yang menjadikan Brunei sebagai pusat dakwah Islamiah. Sejak
dari tahun 1581, Sepanyol menjajah Filipina sehingga tahun 1898 iaitu 300 tahun lebih
sebelum penguasaan Amerika Syarikat akibat dari Perang Sepanyol dan Amerika. Dalam
tempoh tersebut banyak penindasan dilakukan keatas rakyat Filipina yang beragama Islam
yang dilakukan oleh Pegawai atasan berbangsa Sepanyol dan Paderi-paderi Kristian. Nama
negara Filipina atau Philipines diberikan sempena nama Putera Philips iaitu anak kepada
Maharaja Charles V dan pewaris takhta Sepanyol.
Selain Melaka, Portugis juga menjalankan misi menakluk kepulauan yang terletak di
Indonesia. Hubungan awal terjalin antara Portugis dan Kerajaan Sunda apabila terjalin
perjanjian dagangan pada tahun 1512 dan hasilnya Portugis berjaya membina kubu di Sunda.
Pada tahun yang sama juga, Alfonso de Albuquerque telah menghantar Antonio Albreu dan
Francisco Serrao mencari rempah di kepulauan Maluku. Sebelum mereka tiba, kota seperti
5. 5
Bali, Madura dan Lombok dilawati sehingga mereka tiba di Ternate iaitu salah sebuah
kerajaan Islam. Kepulauan Maluku digelar sebagai Pulau Rempah kerana didapati banyak
rempah seperti cengkih sehingga menarik perhatian pedagang Arab dan Eropah. Tujuan
utama Portugis ke Maluku adalah ekonomi sahaja, namun atas desakan mubaligh Kristian,
mereka perlu menguasai Ternate. Gabenor de Mesquita lalu mengadakan perjanjain dengan
Sultan Khairun pada tahun 1564 yang antara butirnya ialah pengakuan Ternate terhadap
kekuasaan Raja Portugal. Malangnya perjanjian ini telah merangkap Ternate apabila didapati
golongan mubaligh dengan giatnya menjalankan kegiatan penyebaran Kristian (Abdul
Rahman Abdullah 2012). Setelah diketahui Sultan Khairun, maka golongan Mubaligh
Kristian dihalau keluar dari Ternate. Pihak Portugis tidak berpuashati dan melancarkan
perang dengan meminta bantuan dari Melaka dan Goa. Namun usaha Portugis gagal dalam
menawan Ternate, akhirnya pada tahun 1575 Portugis menyerah kalah dan usaha penyebaran
agama Kristian juga gagal, Ternate kekal sebagai sebuah kerajaan Islam yang kuat di
Kepulauan Maluku. Pada tahun 1599, orang Portugis kembali datang ke Maluku dengan
tujuan untuk membalas dendam atas tingakan Sultan Khairun yang dahulunya mengusir
mereka keluar dari Ternate, tindakan tersebut gagal dan Portugis pulang semula ke Melaka.
Oleh yang demikian Ternate gagal ditakluki Portugis sehinggalah hadirnya kuasa Belanda
pada tahun 1605.
Kerajaan Islam Aceh menjadi terkenal dikalangan para pedagang selepas kejatuhan
Kerajaan Islam Melaka. Semasa Aceh dibawah pemerintahan Sultan Alauddin Ali Mughayat
Shah (1511-1530), beliau berjaya menggagalkan serangan Portugis keatas Aceh dan berjaya
menggabungkan wilayah-wilayah kecil ke dalam kerajaan Aceh Besar. Selain Sultan
Alauddin Ali Mugahayat Shah, terdapat beberapa Sultan telah menyerang Portugis di
Melaka, antaranya Sultan Alauddin Riayat Shah al-Qahhar yang menyerang Portugis pada
1547 dan 1568. Selain itu, beliau turut menjalin hubungan yang erat dengan kerajaan Turki
Uthmaniyah. Kedudukan Portugis di Melaka semakin lemah apabila Aceh diperintah oleh
Sultan Hussain Alaiddin Riayat Syah (1568-1577) dengan mengadakan serangan berkali-kali
terhadap Portugis di Melaka pada tahun 1570, 1573 dan 1575. Semasa Aceh dibawah
pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Aceh telah melumpuhkan perdagangan
Portugis di Melaka dengan menghalang perdagangan lada hitam dan bijih timah kepada
Portugis. Demi menyempurnakan sekatan ke atas Portugis, Aceh telah menyerang Melaka
pada 1629 dengan kerahan keseluruhan tentera Aceh untuk mengalahkan Portugis, namun
usaha tersebut juga gagal. Peperangan yang berlangsung antara Portugis dan Aceh
disebabkan perdagangan Portugis di Melaka diberi saingan sengit oleh Aceh, selain itu usaha
penyebaran agama Kristian di Aceh. Ketuanan Aceh memang diakui Portugis di Melaka
kerana gagal ditakluki wilayah Islam tersebut oleh mereka.
Penaklukan Kerajaan Islam di timur oleh Portugis dan Sepanyol tidak menjadikan
penduduk di alam Melayu menukar pegangan kepercayaan mereka iaitu dari agama Islam ke
agama Kristian secara keseluruhannya, kerana penjajah Barat menfokuskan perdagangan dan
ekonomi rempah untuk dibawa ke Eropah. Penjajahan Sepanyol ke atas kepulauan di Filipina
lebih mengutamakan penyebaran ajaran Kristian Roman Katolik dan kejayaan tersebut
merupakan tindak balas ke atas kekuasaan Islam di sebelah timur. Penjajahan kuasa Kristian
Eropah tidak berakhir dengan dua kuasa tersebut sahaja, ia memberi kesinambungan
penaklukan dengan mengutamakan perdagangan, politik dan ekonomi selain cuba
menghapuskan dan mengecilkan bidangkuasa agama Islam di dalam pentadbiran masyarakat
Islam di alam Melayu sehingga abad ke-19 oleh Belanda, British, Amerika Syarikat dan
kuasa Eropah yang lain.
6. 6
KESAN PENJAJAHAN PORTUGIS DI MELAKA
Penjajahan atau imperialisme yang dilakukan oleh orang Barat ke alam Melayu memberikan
kesan yang masih kekal sehingga ke hari ini. Menurut Wan Abdul Rahman Latif dalam
bukunya Sejarah Perkembangan Tamadun Dunia mengatakan bahawa imperialisme ialah
suatu fahaman atau kecenderungan dan kegiatan sesebuah masyarakat atau negara meluaskan
penguasaannya terhadap masyarakat atau negara lain. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor
seperti ekonomi, politik, kebanggaan bangsa, tamadun, agama , kekuatan tentera dan
persaingan kuasa dengan kuasa negara lain (Abdul Rahman 1996). Kedatangan kuasa-kuasa
Eropah ke rantau Asia Tenggara dan Kepulauan Borneo bermula abad ke-16 telah merakam
suatu gambaran situasi ekonomi dan politik yang baru. Pertembungan global di antara kuasa
Eropah dan kerajaan tempatan dalam konteks ideologi, politik, budaya telah mencipta sejarah
apabila kuasa Eropah meluaskan kuasa mereka ke wilayah Kepulauan Borneo (Nararossa &
Mohd Samsudin 2015). Kuasa Barat Portugis dan Sepanyol terutamanya menjadikan proses
kristianisasi dilakukan ke atas penduduk tempatan selain menguasai bidang ekonomi
masyarakat tempatan dan politik tradisional yang diamalkan oleh kerajaan tempatan. Justeru,
tindakan ini mengakibatkan kesan negatif kepada masyarakat tempatan yang diwarisi dari
ajaran agama Islam serta adat istisadat orang Melayu.
Portugis masih mengekalkan sistem pentadbiran Islam di Melaka namun terdapat
beberapa pindaan yang bersesuaian, hal ini kerana Eropah pada masa itu tidak mempunyai
sistem pentadbiran yang canggih seperti peradaban Islam Melaka, Portugis juga mengiktiraf
Sultan Melaka mentadbir dengan jayanya. Portugal juga tidak memiliki sistem belanjawan
(budgetary system), tiada penyimpanan akaun yang sistematik sama ada bagi Portugal
mahupun bagi tanah-tanah jajahan, terutamanya pada kurun keenam belas dan ketujuh belas
(Macgregor 1955). Portugis telah menetapkan beberapa polisi pentadbiranya di Melaka
sehingga mendatangkan ketidapuashatian dikalangan rakyat Melaka pada masa itu yang
beragama Islam, antaranya membina kota A Famosa di atas tapak Masjid Besar Melaka.
Kurun keenam belas memperlihatkan rupa bentuk bandar Melaka yang bercirikan bandar
Portugis di India seperti Damao-Praca Moti Daman dengan penumpuan diberikan terhadap
pembinaan bangunan-bangunan ketenteraan dan keagamaan (Felipe 2000). Albuquerque juga
meninggalkan sejumlah kira-kira sepuluh buah kapal perang yang lengkap bersenjata untuk
mengawal keselamatan perairan Melaka bagi menjamin kelicinan lalu lintas perdagangan di
Selat Melaka (Teixeira 1986). Pentadbiran tempatan di Melaka masih lagi diteruskan
terutamanya berkaitan dengan hal ehwal adat istiadat dan perdagangan anak negeri, selain itu,
sistem perhambaan yang diamalkan dari tradisi masyarakat Islam Melaka masih diteruskan
juga kerana pihak Potugis mudah untuk mendapatkan bekalan buruh. Tugas buruh adalah
seperti membina kota-kota yang dibangunkan Portugis seperti kota A Famosa dan melakukan
pelayaran angkatan laut ke Kepulauan Maluku yang diketuai oleh Antonio de Abreu pada
tahun 1512.
Dalam sosial masyarakat Melaka semasa era penjajahan Portugis, Albuquerque telah
memperkenalkan polisi perkahwinan campur, bukan sekadar bagi merapatkan hubungan
Portugis dengan penduduk tempatan. Hal ini dilaksanakan agar menjadikan penduduk
tempatan sebagai bangsa Portugis serta sebagai langkah penyebaran agama Kristian. Selain
itu, mereka juga membina Gereja yang ditanggung sepenuhnya atas semangat meneruskan
Perang Salib. Gereja yang dibina di Melaka dinamakan sebagai “Our Lady of the
Annunciation” sebagai langkah penyebaran ajaran mereka. Semasa ketibaan Sir Francis
Xavier, aktiviti penyebaran agama Kristian semakin rancak. Pada tahun 1542, beliau tiba di
Goa, India, dan kemudian berkunjung ke Melaka, Kepulauan Maluku dan Jepun di mana
7. 7
beliau berjaya memperoleh ramai penganut baru. Pada 1548, dengan bantuan paderi seperti
Fr. Francisco Peres and Brother Roque de Oliveira, mengasaskan sekolah di Gereja St. Paul
yang dibina pada 1521 dikenali sebagai St. Paul's College, menjadi sekolah missionari
pertama di Semenanjung Tanah Melayu. Melaka terpaksa menanggung segala perbelanjaan
kegiatan missionary di Kampuchea, Kepulauan Sunda dan Coromandel (Macgregor 1955).
Namun usaha tersebut tidak mendatangkan minat kepada masyarakat Melayu untuk memeluk
agama Kristian, menurut Pope John Paul dalam lawatan ke India pada Oktober 1994,
menyatakan bahawa dunia Asia Tenggara masih gagal dikristiankan sejak penjajahan
Portugis dan Sepanyol.
KESAN PENJAJAHAN SEPANYOL DI FILIPINA
Pentadbiran Sepanyol di Filipina gagal menyatukan kerajaan-kerajaan kecil kerana bentuk
muka bumi yang berpulau mengakibatkan sukar proses penggabungan tersebut maka mereka
melaksanakan sistem passport jika hendak ke pulau yang lain. Mereka memperkenalkan
sistem pentadbiran secara berpusat dengan diketuai oleh seorang Gabenor Jeneral yang
dipilih dari kalangan bangsa Sepanyol sahaja. Fungsi Gabenor Jeneral sama seperti Raja iaitu
mempunyai kekuasaan yang luas keatas tanah wilayah. Wilayah-wilayah kecil atau barangay
di kepulauan Filipina disatukan dibawah satu pemerintahan yang dipanggil Encomienda dan
diperintah oleh seorang Encomiendero yang bertanggungjawab mengutip cukai, menjaga
keamanan wilayah dari gerakan ancaman dan yang paling utama ialah mengkristiankan
penduduk barangay. Sistem Encomienda ini dilaksanakan sekitar abad ke-16 sehingga ke-17
dilakukan oleh Encomiendero yang mengenakan cukai yang sangat tinggi kepada rakyat
Filipina sebagai ufti kepada pemerintah Sepanyol. Selain itu, mereka juga memperkenalkan
sistem tanaman Polo, sistem tersebut merupakan suatu penindasan melalui tenaga kerja yang
dipaksa oleh tentera Sepanyol tanpa dibayar upah atau gaji. Pada tahun 1780, Gebanor Jose
Basco telah memaksa penduduk di Pulau Luzon untuk menanam tembakau, jika terdapat
penduduk yang membantah maka akan diserang dan dibunuh. Dasar Pecah dan Perintah ini
tidak memberikan semangat menyokong dikalangan penduduk tempatan keatas pentadbiran
Sepanyol bahkan diskriminasi dan perbezaan bangsa menjadi keutamaan, contohnya
Sepanyol memperkenalkan Sistem Vandala dengan tujuan supaya rakyat Filipina
menyerahkan jumlah barang yang harus diserahkan kepada pemerintah Sepanyol tanpa
mendapatkan timbal balik. Bahkan rakyat hanya diberikan kupon sebagai tanda hutang
kepada pemerintah jika gagal berbuat demikian. Akibat daripada perlaksanaan sistem ini,
wujud pengabaian terhadap tanaman makanan sehingga berlaku kebuluran yang dahsyat dan
wabak penyakit. Beribu orang telah mati dan ramai yang melarikan diri ke hutan kerana
mengelakkan sistem ini.
Sama seperti pihak Portugis, Sepanyol juga sangat giat menyebarkan gerakan Kristian
Katolik dan menggabungkan kerja-kerja mubaligh dengan perdagangan dan penaklukan.
Mereka menyatakan kepada penduduk tempatan bahawa jika memeluk agama Kristian akan
bebas dari api neraka menyebabkan agama tersebut tersebar dengan pesat. Ajaran Kristian di
Filipina ditambah dengan unsur lain seperti dewa tempatan, penggunaan tangkal dan
pengantara roh. Sesetengah masyarakat asli menolak pemelukan agama Kristian dan
penentangan Sepanyol terhadap agama Islam telah mencetuskan pergolakan dengan
masyarakat Islam di bahagian selatan Filipina terutamanya sehingga mereka menggelarkan
umat Islam di bahagian Selatan sebagai bangsa Moro. Peperangan berlaku secara berterusan
apabila orang Islam atau Moro tetap berjuang mempertahankan Islam, adalah sukar bagi
pihak Sepanyol mengalahkan mereka kerana terdapat 6 kali siri peperangan berlangsung
namun menemui kegagalan. Di bahagian utara Filipina, keengganan penduduk tempatan
memeluk agama Kristian menyebabkan mereka akan lebih bertindak kasar dengan melakukan
8. 8
kerosakan terhadap kapal-kapal perdagangan dan kampung kediaman di bakar kerana mahu
membalas dendam. Selain itu juga, Sepanyol enggan membayar ufti yang dituntut oleh raja-
raja Islam. Gerakan kristianisasi ini hanya berjaya dilaksanakan dengan berkesan di kalangan
peribumi yang belum Islam. Pada awal abad ke-19 Sepanyol bimbang penjajah Barat lain
akan menduduki Filipina, maka mereka memerangi secara besar-besaran terhadap orang
Islam. Kini, Filipina mempunyai populasi Kristian Katolik yang ketiga terbesar di dunia dan
Gereja San Augustin di Manila merupakan gereja tertua yang dibina pada tahun 1589.
Selepas peperangan Sepanyol-Amerika pada 1898, Amerika mengamalkan dasar
mengintergrasikan bangsa Moro ke dalam masyarakat Kristian Filipina. Tujuan pemerintahan
Amerika Syarikat di Filipina adalah untuk membentuk pemerintahan yang stabil, merdeka
dan terlindung dari pengaruh bangsa lain (Muhammad Bagus 2013). Oleh yang demikian,
Jeneral Arolas mengiktiraf dirinya sebagai Sultan Sulu yang beragama Islam, walaupun
mendapat tentangan yang hebat daripada masyarakat tempatan.
PENJAJAHAN SYARIKAT HINDIA TIMUR BELANDA (VOC) DI INDONESIA
Pengetahuan pihak Belanda dan Inggeris tentang kekayaan rempah ratus di Alam Melayu
adalah disebabkan penahanan kapal Portugis oleh pihak Inggeris bernama Madre de Deus
pada tahun 1592. Oleh itu, dua kuasa lain Eropah iaitu Belanda dan Inggeris (British) mula
melakukan penjelajahan ke Alam Melayu. Pendaratan kapal dibawah pimpinan Cornelis de
Houtman di Banten pada tahun 1596 merupakan cabaran kepada kerajaan Islam pertama yang
ditakluk oleh Belanda di alam Melayu. Pelayaran mereka didorong oleh faktor ekonomi serta
sentimen agama setelah negara Belanda di jajah Sepanyol yang menyekat kegiatan
perdagangan rakyat Belanda. Ini diperburukkan pula pada tahun 1580 apabila Portugis
menguasai Sepanyol sehingga menutup sumber ekonomi orang Belanda, oleh kerana selama
ini barangan rempah dari Indonesia diperoleh dari Lisbon, maka faktor inilah yang
menggalakkan mereka datang sendiri ke Nusantara (Abdul Rahman 2012). Tempoh
pelayaran penerokaan kapal Cornelis telah mengambil masa setahun lebih untuk sampai ke
Banten, namun ketibaan mereka tidak disambut baik oleh penduduk tempatan kerana
tindakan Cornelis. Dua tahun selepas itu 1598, penjelajahan Belanda disambung oleh Jacob
Van Neck dan disambut baik oleh penguasa Banten. Mereka dibenarkan berdagang
terutamanya bahan seperti rempah ratus. Setelah mereka mendapat keuntungan yang tinggi,
Belanda cuba meneroka kawasan lain dan menguasai perdagangan rempah. Sejak kedatangan
Jan Pieterszoon Coen sebagai pengurus perdagangan Belanda di Banten dan Jakarta pada
tahun 1613, dan seterusnya sebagai Gabenor Jeneral pada tahun 1617, gerakan penguasaan
semakin diperhebatkan (Abdul Rahman 2012). Kekuasaan Belanda diteruskan dengan
menguasai Jakarta pada tahun 1619 yang ditukar nama menjadi Batavia (Betawi). Ketika
penaklukan Belanda di Batavia, Belanda memperluaskan kuasanya dengan menguasai
Melaka pada tahun 1641, Makassar pada tahun 1667, Mataram pada tahun 1678 dan Banten
pada tahun 1680.
Pada 20 Mac 1602, Verenigde Oostindische Company (VOC) didirikan oleh Belanda
yang merupakan sebuah badan perdagangan atau perusahaan dengan hak monopoli terhadap
perdagangan di wilayah Asia. VOC yang berpusat di Batavia juga disebut dengan nama
Syarikat Hindia Timur atau East India Company kerana mereka ingin bersaing dengan pihak
Inggeris yang memiliki julukan sebagai Syarikat Hindia Timur Inggeris. Tujuan dari
pembentukan VOC adalah berusaha menguasai pelabuhan penting serta kerajaan-kerajaan di
wilayah Indonesia, melakukan penguasaan ke atas perdagangan dan mengatasi persaingan
yang wujud diantara pedagang Belanda dengan pedagang bangsa Eropah lain. Monopoli
perdagangan VOC dilakukan dengan cara kekerasan terhadap penduduk yang berasal dari
9. 9
daerah yang menghasilkan rempah-rempah di Indonesia. Selain itu, mereka juga melarang
dan mengancam pedagang asing yang lan apabila ingin berdagang dengan penduduk
tempatan dari daerah tersebut. Contohnya, penduduk di kota Banda yang menjual puah pala
kepada pihak Inggeris telah menerima serangan sehingga hampir keseluruhan penduduknya
terbunuh. Akhirnya pada tahun 1799, VOC mengalami banyak masalah dan dibubarkan
penubuhannya.
Belanda memperkenalkan Sistem Tanaman Paksa di Jawa iaitu secara teori penduduk
dikehendaki menanam tanaman yang mendapat permintaan yang tinggi seperti kopi, gula,
teh, cinnamon, lada hitam, sutera, cutton dan tembakau yang dijual kepada kerajaan dengan
harga yang ditetapkan, tanaman-tanaman ini mestilah ditanam secara seimbang dengan
penanaman padi supaya semua pihak mendapat keuntungan. Namun akibat mengaut
keuntungan terhadap tanaman-tanaman tersebut, penanaman padi yang sebenarnya makanan
ruji penduduk tempatan diabaikan sehingga berlaku kekurangan beras dan kebuluran yang
teruk sekitar tahun 1840an. Sistem tersebut menyebabkan rakyat tempatan semakin miskin
manakala pihak Belanda memperoleh keuntungan berlipat kali ganda. Akibat daripada itu,
maka Sistem Tanaman Paksa dihapuskan dan digantikan dengan penanaman modal asing
dengan membuka pintu kepada pelabur asing. Ternyata system ini juga menimbulkan
penderitaan kepada rakyat Indonesia sehingga wujudnya beberapa edisi penentangan seperti
perang Diponegoro, perang Bali, perang Paderi, perang Banjar, perang Aceh, Gerakan Protes
Petani dan sebagainya. Ketika semakin rancak penentangan demi penentangan dilakukan oleh
penduduk tempatan, penjajahan dan penguasaan Belanda terhadap perdagangan semakin
lemah.
Pentadbiran Belanda di Indonesia secara berpusat dengan diketuai seorang Gabenor
Jeneral. Pentadbiran tersebut sama seperti Sepanyol di Filipina dan British di Tanah Melayu.
Pentadbiran secara tradisional digantikan oleh penjajah dengan memperkenalkan pentadbiran
Barat. Bagi peringkat tempatan, Belanda mengekalkan dan memberikan kuasa kepada
pembesar tempatan namun diawasi oleh pegawai Belanda, ia tidaklah sepenuhnya kuasa
diberikan kepada pembesar tempatan. Belanda juga menubuhkan jabatan kerajaan seperti
Jabatan Pelajaran dan Jabatan Pertanian. Penubuhan Dewan Tempatan sebagai penasihat
Belanda tetapi tiada kuasa perundangan. Belanda bersetuju dengan Penubuhan Volksraad
pada 16 Disember 1916 oleh Gabenor Jeneral J.P Van Limburg Stirum. Volksraad ialah
Majlis Rakyat yang ditubuhkan atas desakan Sarekat Islam bagi membincangkan masalah
rakyat Indonesia. Ahli Volksraad terdiri seramai 38 anggota, hanya 15 orang sahaja rakyat
Indonesia dalam Majlis ini selebihnya orang Belanda, warga asing seperti Tionghoa, Arab
dan India. Semenjak dari tahun 1927 sehingga 1941, Majlis ini hanya membuat tiga undang-
undang baru dan diterima oleh pemerintahan Belanda semasa itu. Antara kandungan
permohonan lain di dalam Majlis Volksraad ini ialah usul kemerdekaan oleh Soetardjo,
namun kuasa Veto Gabenor Jeneral tiada batasan, Majlis ini juga merupakan suatu halangan
kepada rakyat Indonesia untuk menyuarakan hak mereka. Pemerintah Belanda juga
memperkenalkan Ordinan Guru dengan tujuan mengawasi pendidikan Islam di wilayah
jajahan setelah berlaku pemberontakan di Cilegon pada tahun 1888. Ordinan tersebut
mewajibkan semua guru agama mempunyai surat keizinan dari pemerintah Belanda untuk
menyampaikan ilmu agama di kawasan mereka, namun terdapat juga sekatan untuk menyekat
ulama menyebarkan ajaran Islam dalam kelas pengajian mereka. Sekatan tersebut tidak
mengagalkan aktiviti dakwah dan pengajian agama Islam di Indonesia.
Berbeza dengan Portugis dan Sepanyol, kedatangan Belanda ke alam Melayu tidak
memberikan kesan yang mendalam dari sudut keagamaan, hal ini kerana mereka hanya
10. 10
mendengar tentang Perang Salib sahaja dan sedikit sebanyak maklumat negatif tentang umat
Islam. Para Pemimpin Reformis Gereja seperti Martin Luther mempengaruhi penduduk
Eropah tentang penaklukan Turki ke atas benua Eropah iaitu sehingga ke Vienna, Austria.
Namun ia tidaklah memberikan dendam yang mendalam di kalangan bangsa Belanda kerana
tujuan penaklukan adalah keuntungan perdagangan berbanding penyebaran agama Kristian.
VOC juga mendapat mandat dari Gereja Protestan Belanda (Gereformeerde Kerk) ketika itu
berstatus sebagai gereja negara untuk menyebarkan Kristian sesuai dengan kandungan 36
fasal Pengakuan Iman Belanda tahun 1561 (Azyumardi 2004). Pihak Belanda menyebarkan
ajaran Kristian Protestan yang berbeza dengan ajaran Kristian Katolik dan menganggap
Katolik adalah berbeza selain menganggap ajaran Islam dan beberapa fahaman aliran gereja
lain sebagai agama palsu. Ketika Belanda mengalahkan Portugis di Melaka, mereka
menjalankan misi menghapuskan ajaran Katolik secara kekerasan selain menyebarkan ajaran
Kristian Prostestan di beberapa buah Bandar seperti Ambon, Kupang dan Batavia. Pada tahun
1795 dipercayai terdapat 55,000 orang penganut Kristian Protestan berbanding Katolik yang
sedikit. Selain itu, Belanda memperkukuhkan ajaran tersebut di kepulauan Maluku, Utara
Sulawesi dan Nusa Tenggara.
Belanda atau VOC mengamalkan prinsip bebas beragama, menurut Muller Kruger,
VOC di Ternate memberi kebebasan beragama sepertimana yang terdapat di dalam perjanjian
Belanda dengan kerajaan Ternate pada tahun 1602. Menurut beliau juga, perjanjian tersebut
ternyata merugikan pihak Belanda untuk menyebarkan ajaran Kristian. Selain itu, VOC juga
mengikat perjanjian dengan Sultan Tidore pada tahun 1657 yang mana berjanji tidak akan
membuatkan pihak muslimin merasa bimbang terhadap agama dan kepercayaan mereka,
tidak menghina ajaran Islam serta tidak memaksa memeluk ajaran Kristian. VOC juga
melarang perkahwinan campur antara Kristian dan Islam, tidak membenarkan seorang
Kristian menjadi Raja kepada orang Islam tempatan serta melarang perdagangan kanak-kanak
antara kedua agama berkenaan, syarat ini termaktub dalam perjanjian Belanda dengan
penguasa Sumbawa pada tahun 1699. Oleh yang demikian, pihak Belanda mengekalkan
status quo dalam beragama di kalangan rakyat tempatan di wilayah-wilayah kerajaan Islam di
Indonesia serta tidak wujud paksaan masuk ke dalam ajaran Kristian sepertimana yang
dilakukan oleh penjajah Portugis dan Sepanyol. Pada tahun 1629 VOC telah menterjemahkan
Injil Matius ke dalam bahasa Melayu dibawah pimpinan Albert Cornelisson Ruyl manakala
edisi baru The New Testament dibawah pimpinan Melchio Leidekker dengan bantuan
penduduk tempatan yang berpendidikan. Terdapat juga penentangan seperti yang berlaku di
Aceh dibawah pimpinan Tengku Cik Tiro pada tahun 1881 yang melawan Belanda. Tengku
Cik Tiro mengisytiharkan perang terhadap Belanda dengan merujuk kepada kitab Nasihat al-
Muslimin karangan Sheikh Abdul Samad al-Falimbani. Situasi ini menyebabkan ajaran
Kristian sukar disebarkan dikalangan penduduk tempatan, menurut Frank Swettenham,
selepas bangsa Melayu memeluk Islam, misionari Kristian hampir berputus asa
mengkristiankan bangsa Melayu.
PENJAJAHAN SYARIKAT HINDIA TIMUR INGGERIS DI TANAH MELAYU
British menerima saingan dari Perancis dalam perang Napoleon (1803-1815) di Eropah
menyebabkan pihak Brisith mencari pangkalan baru di Asia Tenggara. Oleh yang demikian,
British menghantar Francis Light dengan membawa nama Syarikat Hindia Timur Inggeris
untuk membina sebuah pangkalan baru di Pulau Pinang dengan memohon kebenaran dari
Sultan Kedah. Pada tahun 1786 Francis Light berjaya menduduki Pulau Pinang dengan
membuat muslihat akan membantu Kedah jika diserang Siam. Penempatan Francis Light di
Pulau Pinang bermulanya era penjajahan British di Tanah Melayu sehingga tahun 1957.
British berjaya mengekalkan orang Melayu dalam masyarakat tradisionalnya dan
11. 11
menumpukan taat setianya dan tidak derhaka kepada Sultan. Sultan dan golongan pembesar
telah diberi elaun dan ganjaran-ganjaran yang lumayan serta kedudukan yang selesa. Sama
seperti penjajah Eropah yang lain, British memperkenalkan sistem Residen setiap negeri-
negeri di Tanah Melayu. Residen yang dilantik adalah dari bangsa British dengan bertujuan
untuk mengutip cukai. Perkara ini memberikan penentangan dikalangan pembesar Melayu
kerana British hanya memberikan kuasa agama Islam dan adat istiadat orang Melayu kepada
Sultan dan pembesar Melayu. Jika diteliti, penjajahan British di Tanah Melayu pada kurun
ke-18 lebih mengutamakan ekonomi dan politik berbanding pada awal penjajahan. Antara
pembesar Melayu yang awal menentang British ialah Dol Said di Naning yang tidak
berpuashati dengan pihak British bahawa Naning perlu membayar cukai kepada Melaka,
peperangan tersebut berlaku pada awal Ogos 1831. Selain itu, penentangan di Kelantan yang
diketuai Tok Janggut pada tahun 1915, penentangan di Perak oleh Dato’ Maharaja Lela tahun
1875 serta penentangan di Terengganu oleh Haji Abdul Rahman Limbong sekitar tahun
1920an. Penentangan-penentangan yang berlaku lebih kepada ketidakpuashati terhadap
pentadbiran British selain semangat jihad yang digalakkan oleh ulama pada masa itu.
Bidangkuasa pentadbiran berjaya dikuasai British sehingga Tanah Melayu mencapai
kemerdekaan pada tahun 1957.
Ekonomi masyarakat di Tanah Melayu dijalankan atas dasar Pecah dan Perintah yang
diperkenalkan British. Dasar ini merupakan satu kaedah imperialisme penjajah Eropah yang
digunakanpakai di Tanah Jajahan untuk melemahkan penduduk bumiputera dan pada masa
yang sama memberikan keutamaan kepada kaum imigran dan memisahkan mereka daripada
penduduk bumiputera. Aktiviti perlombongan antara aktiviti ekonomi yang utama membawa
kepada penghijrahan orang Cina dengan jumlah yang tinggi. Sementara kemasukan orang
India pula berlaku dengan pesat di penghujung abad ke-19 dimana berlakunya perkembangan
perladangan seperti getah dan kopi. Penduduk bumiputera disisihkan dari kegiatan ekonomi
komersial yang diperkenalkan British sebaliknya hanya menjalankan aktiviti tradisional
seperti mencari hasil hutan, penanaman sara diri dan nelayan. Walaupun ekonomi bumpitera
tidak ditindas secara kekerasan seperti yang dilakukan oleh penjajah Belanda di Indonesia
dan Sepanyol di Filipina, British tetap mahu mengekalkan penduduk Melayu dengan cara
hidup tradisi agar mereka meneruskan penjajahan dengan penguasaan dalam bidang ekonomi
dan politik.
Dasar pecah dan perintah ini memberikan kesan negatif kepada penduduk di Tanah
Melayu, antaranya pembesar Melayu gagal menguasai perusahaan perlombongan bijih,
penanaman padi diabaikan, pembandaran dan kemajuan berlaku di pusat aktiviti ekonomi
eksport sahaja yang dikuasai imigran dari Cina dan India, orang Melayu kehilangan tanah
kerana Britih memberikan pelaburan kepada orang asing untuk membuka perusahaan
tanaman getah dan penduduk melayu kekal sebagai petani dan nelayan. Ketidakseimbangan
ini mewujudkan jurang sosial di kalangan penduduk Tanah Melayu. Kesan yang paling buruk
apabila kedatangan imigran dari Cina dan India menimbulkan fanomena asing dalam
masyarakat tempatan dan wujudnya masalah sosial seperti aktiviti kongsi gelap, pelacuran
dan penagihan candu. Masalah tersebut tidak pernah berlaku dalam kehidupan tradisi
masyarakat Melayu.
Dari aspek pendidikan, British telah mengubah sistem pendidkan Islam dan
tradisional kepada sistem sekular Barat. Sekolah Agama atau Sekolah al-Quran, madrasah
dan pondok yang digunakan oleh orang Melayu sejak kedatangan Islam ke Tanah Melayu
tidak diiktiraf British bahkan menyisihkan. British mewujudkan sekolah mengikut kaum di
Tanah Melayu, contohnya Sekolah Melayu untuk orang Melayu, sekolah Cina untuk kaum
Cina dan Sekolah Tamil bagi masyarakat India. Bagi anak-anak penjajah British diwujudkan
12. 12
sekolah aliran Inggeris yang memberikan pendidikan lebih tinggi di peringkat Universiti.
Bagi sekolah Vernakular Cina dan India, pelajaran adalah dirujuk kepada pendidikan negara
asal mereka, manakala sekolah agama atau Sekolah al-Quran juga mengikut silibus dari
negara Arab. Pada tahun 1854, pentadbiran sekolah al-Quran diambil alih dan kurikulum
diubahsuai. British membahagikan sekolah untuk masyarakat Melayu kepada dua iaitu
Sekolah Melayu yang mengajar akademik pada sesi pagi manakala sesi petang pelajaran
agama di Sekolah al-Quran. Pada tahun 1856, Sekolah Vernakular satu aliran Melayu
ditubuhkan di Singapura iaitu di Teluk Belanga dan Kampung Gelam. Terdapat juga
beberapa buah sekolah Melayu di Pulau Pinang dan Melaka yang ditubuhkan sekitar tahun
1858 sehingga 1863. Guru akademik yang mengajar di Sekolah Melayu dibiayai oleh
kerajaan British manakala guru al-Quran dibiayai oleh ibu bapa sendiri. Diskriminasi British
terhadap sekolah Agama atau al-Quran jelas terbukti dari segi pentadbiran serta kelulusan
pengajian setelah tamat tempoh pengajian. Orang Melayu terpaksa membayar guru agama
untuk mengajarkan anak-anak mereka dengan ilmu agama Islam. Faktor pihak British yang
merupakan kerajaan Kristian di Tanah Melayu juga menjadi punca pendidikan agama Islam
diabaikan selain British sengaja mengasingkan pendidikan bagi orang Melayu agar mereka
tidak boleh memerintahkan dan mentadbir negara pada masa hadapan.
Ketika British mula sampai ke Tanah Melayu, perkembangan akhbar sudah bermula
kesan daripada penciptaan mesin cetak di Eropah. Akhbar terawal ialah Prince of Wales
Gazeete yang terbit dalam tahun 1806 di Pulau Pinang atas usaha A.B. Bone (Ahmat Adam
1994). Dalam perkembangan tersebut, British mengambil melakukan misi dengan Mubaligh
Kristian seperti London Missionary Society untuk bergerak aktif menyebarkan ajaran agama
Kristian. Antara kegiatan-kegiatan penting badan-badan dakwah Kristian itu ialah mendirikan
percetakan yang bertujuan menerbitkan risalah keagaam dan buku-buku pelajaran untuk
sekolah-sekolah agama Kristian yang dikelolakan oleh gereja. (Ahmat Adam 1994).
Persatuan Mubaligh London merupakan perintis kepada menerbitkan majalah dalam bahasa
Melayu di Melaka dan Singapura. Sekitar tahun 1821 sehingga 1905 pelbagai majalah yang
menyebarkan propaganda Kristian diteruskan seperti majalah Bustan al-Arifin karangan Rev
Claudius Henry Thomsem dan dibantu oleh Abdullah Munsyi serta mulai diterbitkan pada
bulan Januari 1821 di Melaka.
Selain itu terdapat juga majalah berjudul Cermin Mata pada thun 1858, Sahabat dan
Pelajaran Skola Agama yang diterbitkan di Singapura yang menitikberatkan tentang dakwah
ajaran Kristian. Selain itu, terjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Melayu juga dilakukan
semasa William Milne tiba di Melaka pada 1815. Pada tahun 1852, kitab Injil terjemahan
kepada tulisan rumi dan Jawi disebarkan secara meluas di Tanah Melayu. Propaganda British
dalam menyebarkan ajaran Kristian dibantu dengan kecanggihan mesin cetak yang dibawa
mereka ke Tanah Melayu, namun usaha tersebut tidak memberikan kesan yang mendalam
kepada penduduk Tanah Melayu. Selain itu, Brisith juga mewujudkan sekolah misionari
Kristian, antara yang terawal ialah Penang Free School yang ditubuhkan pada tahun 1816,
Malacca Free School tahun 1826 dan Convent Of Holy Infant Jesus bagi pelajar perempuan.
Namun, ibu bapa masyarakat Melayu tidak memberikan sambutan dan minat terhadap
sekolah misionari tersebut. Masyarakat Melayu di Tanah Melayu sehingga kini masih
menganuti ajaran agama Islam bahkan di dalam Perlembagaan Tanah Melayu 1945 juga
menetapkan bahawa agama Islam adalah agama rasmi persekutuan yang mana ketika tempoh
tersebut pihak British masih menduduki Tanah Melayu.
Negeri-negeri Melayu semasa zaman kegemilangan Islam mempunyai sistem
mahkamahnya yang tersendiri sebelum campur tangan British. Pada zaman itu, hanya
mempunyai satu sistem mahkamah iaitu Mahkamah Kadi atau Mahkamah Syariah yang
13. 13
menyelesaikan masalah orang Islam dalam semua urusan kehidupan mereka. Undang-undang
yang terpakai pada ketika itu adalah undang-undang Islam. Raja-Raja Melayu, dibantu oleh
seorang Mufti adalah hakim, di mana Raja sendiri adalah Mahkamah Rayuan Tertinggi.
Namun, selepas kedatangan penjajah British ke Tanah Melayu, pelbagai undang-undang
diperkenalkan oleh British dalam pentadbiran mereka untuk menyusun semula sistem
mahkamah tempatan. British memperkenalkan Enakmen Mahkamah 1919, yang mewujudkan
susunan mahkamah yang terdiri daripada Mahkamah Agung iaitu Mahkamah Rayuan dan
Mahkamah Hakim (Courts of Judges), Mahkamah Majistret Kelas Pertama, Mahkamah
Majistret Kelas Kedua, Mahkamah Kadi atau Mahkamah Penolong Kadi dan akhir sekali,
Mahkamah Penghulu. Namun, Enakmen tersebut dibubarkan manakala Mahkamah Kadi
dikekalkan. Pada tahun 1948, Mahkamah Sivil menyelesaikan perkara yang tidak
membabitkan Islam, yang mana undang-undang England dan berkanun diimport dari India
telah digunapakai. Isu tentang masalah Islam diserahkan kepada bidangkuasa Mahkamah
Kadi. Namun perkara ini tidaklah dilakukan sepenuhnya oleh British, hampir kebanyakan
masalah di selesaikan di Mahkamah Sivil termasuk masalah yang membabitkan umat Islam.
British telah mengecilkan bidangkuasa Mahkamah Kadi sehingga wujudkan perbezaan antara
kedua-dua Mahkamah. Pengasingan ini menyebabkan kuasa Mahkamah Sivil mengatasi
Mahkamah Kadi.
PENJAJAHAN BRITISH DI BRUNEI
Pihak Inggeris melalui James Brooke tiba di Brunei apabila berlaku pemberontakan di
kawasan pedalaman negeri Sarawak akibat dasar cukai yang berat. Sultan Omar Ali
Saifuddin II telah mengutus Raja Muda Hashim iaitu Saudara Raja Ali untuk meminta
bantuan dari James Brooke mengatasi permasalahan pemberontakan tersebut. James Brooke
berjaya menamatkan perberontakan, maka sedikit demi sedikit wilayah Brunei dikawasan
pendalaman Sarawak diserahkan kepada James Brooke. Penjajahan British ke atas Brunei
akibat Perjanjian Persahabantan (Treaty of Friendship) pada tahun 1847 iaitu kerjasama
James Brooke dengan Sultan Brunei. Seterusnya diadakan pula Protectorate Agreement pada
tahun 1888 yang meletakkan Brunei secara rasmi di bawah naungan British. Dalam
perjanjian tersebut, pihak British telah berjanji untuk melindungi Brunei daripada sebarang
pencerobohan ke atas wilayah-wilayahnya oleh kuasa-kuasa asing, khusunya James Brooke
di Sarawak dan Syarikat Inggeris Borneo Utara (Abd Karim). Walaupun British dan Brunei
menandatangani perjanjian Perlindungan tersebut, namun British tidak menyatakan secara
jelas berkaitan bentuk bantuan yang dijanjikan oleh mereka. Pertapakan British di Brunei
diperkukuhkan lagi dengan Supplementary Agreement pada tahun 1906 yang menyaksikan
pelantikan seorang Residen British di Brunei. Secara ironik mengenang 100 tahun hubungan
Brunei-Great Britain (1906-2006) bermakna melihat kembali pencapaian Brunei sebagai
sebuah negara baru yang dibentuk semula berdasarkan acuan pentadbiran Inggeris, iaitu
sebuah negara yang diselamatkan daripada kelumpuhan ekonomi dan ketidaktentuan masa
depannya (Abd Karim 2006).
Pada 1906, Brunei mengalami defisit. Jumlah pendapatan negara $28.1 ribu
berbanding jumlah perbelanjaan pula adalah $182.4 ribu, untuk menampung pembiayaian
tersebut, pihak British terpaksa meminjam kepada Negeri-Negeri Melayu Bersekutu dan
Negeri-Negeri Selat. Keadaan ekonomi Brunei mula berubah apabila pihak British berjaya
meneroka sumber tenaga iaitu minyak pada tahun 1929. Pada 1931 Brunei mula
mengeluarkan hasil pertamanya. Dengan penemuan dan penghasilan sumber ini telah
meletakkan Brunei menjadi salah sebuah negara terkaya hinggalah ke hari ini. Semasa
penempatan Residen di Brunei, Sultan dikehendaki menerima nasihat Residen dalam semua
perkara pentadbiran kecuali soal agama Islam. British juga berkuasa terhadap adat istiadat
14. 14
orang Melayu kerana ia merangkumi hal-hal yang berkaitan dengan hak milik peribadi dan
percukaian yang cuba dihapuskan oleh mereka. Sultan terpaksa menerima hakikat kehilangan
hak tersebut bagi memudahkan Residen menyusun semula pentadbiran dan ekonomi Brunei
yang sudah lumpuh, kerana hak-hak istimewa itu telah terbukti membawa kepada kejatuhan
empayar Brunei (Abd Karim 2006).
Semasa pentadbiran British di Brunei, Akta Tanah tahun 1907 diwujudkan sehingga
menyebabkan hak milik tanah peribadi Sultan dan kaum kerabatnya dinafikan. Seterusnya
pada tahun 1908 British memperkenalkan akta-akta mahkamah, bidangkuasa Mahkamah
Syariah dihadkan kepada dengan ditubuhkan Mahkamah Kadhi yang membincangkan dan
menyelesaikan masalah umat Islam sahaja berbanding dengan penubuhan Mahkamah Sivil
yang diberikan kuasa lebih luas dan tinggi. Kesannya bidangkuasa Sultan dan agama Islam
tercabar dan dicampuri oleh Inggeris. Pengenalan ini membolehkan pihak British menguasai
perundangan di Brunei sehingga mengecilkan kuasa Sultan termasuk tanah pemilikan.
KESAN PENJAJAHAN BANGSA EROPAH DI ALAM MELAYU
Imperialisme kuasa Barat yang berlangsung beratus-ratus tahun di Alam Melayu telah
meninggalkan kesan yang mendalam terhadap senario politik, ekonomi, sosial, masyarakat
peribumi Alam Melayu. Kesan imperialisme yang dicorakkan oleh kuasa Eropah telah cuba
diperbetulkan oleh pemerintah sekarang dalam usaha membina satu keperibadian bangsa dan
maruah diri telah terjejas selama beratus tahun angkara kuasa Eropah yang tidak diundang.
Barat memperkenalkan sistem Birokrasi mereka dan menghapuskan pentadbiran Tradisional
seperti Sistem Pembesar Empat Lipatan di Melaka, Kerajaan Islam Mataram dan Bantam di
Jawa serta pemerintahan golongan Datu di Filipina. Pentadbiran Birokrasi yang
diperkenalkan mengamalkan konsep kesatuan dan gabungan wilayah-wilayah jajahan dan
ditadbir oleh seorang Gabenor Jeneral yang dilantik dari kalangan bangsa Eropah. Kuasa
pembesar tempatan dihadkan dan dikawal sehingga mencetuskan beberapa serangan dan
peperangan di Tanah Melayu, Aceh, Banjar dan beberapa wilayah di Filipina. Sistem tersebut
masih lagi digunapakai oleh negara-negara di Asia Tenggara kini dengan menggunakan
gelaran Demokrasi dibawah pemerintahan Presiden atau Perdana Menteri yang diberikan
kuasa Persekutuan. Contohnya di Malaysia mengamalkan Demokrasi Berparlimen, Raja-raja
Melayu hanya berkuasa dalam hal ehwal agama Islam dan adat istiadat Melayu sahaja,
selebihnya tertakluk kepada kuasa Perlembagaan dan nasihat daripada Perdana Menteri.
Konsep tersebut dilakukan setelah Malaysia merdeka dari jajahan British. Konsep Daulah
Islamiah bersandarkan pentadbiran Islam yang wujud bermula zaman empayar kerajaan Islam
Melaka tidak lagi digunapakai dalam pentadbiran juga beberapa kerajaan Islam di Jawa dan
Selatan Filipina. Hal ini kerana semua negara di alam melayu atau Asia Tenggara diberikan
kemerdekaan dengan bersyarat seperti mengadakan pilihanraya selain campur tangan kuasa
Asia lain seperti Jepun. Contohnya kemerdekaan Indonesia dari Belanda setelah tamatnya
kekalahan Jepun dalam Perang Dunia Kedua. Selain itu, terdapat negara di Asia Tenggara
yang melaksanakan Birokrasi Barat tanpa melalui penjajahan, contohnya negara Thailand
melaksanakan sistem pentadbiran Barat di dalam kabinetnya, oleh itu kesannya, Thailand
tidak dijajah oleh mana-mana kuasa Eropah atas inisiatif pemerintahnya Raja Chulalongkorn.
Tugas menyebarkan tamadun yang dibawa oleh orang Eropah ke Alam Melayu
memberikan kesan negatif hampir keseluruhannya kepada penduduk tempatan. Sedangkan
sebelum kedatangan bangsa Eropah ke Alam Melayu, sudah wujud kerajaan-kerajaan Islam
serta organisasi masyarakat yang tersusun sehinggalah Portugis menyerang Melaka pada
tahun 1511. Barat berfikiran bahawa tamadun yang dibawa mereka menjamin kehidupan
yang lebih baik daripada sebelum kedatangan mereka. Tamadun ciptaan Barat hanyalah
15. 15
tamadun peralatan dan mesin, bukannya tamadun yang mempunyai matlamat dan tujuan (L
Kechik 2003). Menurut Dr. Yusof al-Qardawi bahawa orang Barat mempunyai pemikiran
materialisme yang memandang rendah terhadap perkara-perkara spiritual. Penguasaan
mereka dalam ekonomi Alam Melayu mempamerkan sifat sedemikian, kewajipan menanam
rempah ratus di Indonesia oleh Belanda melalui Sistem Tanaman Paksa dan Sepanyol di
Filipina melalui Sistem Tanaman Polo menyeksa rakyat tempatan sehingga mengalami
kebuluran akibat kepentingan penajajah mengaut keuntungan berlipat kali ganda. Usaha
materialisme mereka merupakan satu daripada pembunuh kepercayaan kepada agama
terutamanya Islam dikalangan penduduk peribumi Muslim. Selain itu, mereka juga
mewujudkan pemikiran sekularisme terutamanya penjajahan bermula kurun ke-17 yang
mengasingkan kepercayaan dengan cara hidup. Ilmu duniawi diajar di sekolah-sekolah
Melayu di Tanah Melayu manakala ilmu agama Islam diabaikan oleh pihak British. Selain
itu, wujud juga konflik antara bangsa dan perkauman, contohnya bangsa Moro Islam di
Filipina tidak diiktiraf oleh Sepanyol melainkan bangsa Kristian Katolik di wilayah utara
Filipina, pengasingan pendidikan di sekolah di kalangan pelajar peribumi dengan anak
penjajah dan golongan pembesar. Kesannya anak-anak peribumi tidak mendapat hak
pendidikan yang sewajarnya serta tidak mampu melanjutkan pengajian ke peringkat yang
lebih tinggi seperti Universiti.
Kedatangan Barat untuk menakluk kota-kota Islam di Alam Melayu dan menyebarkan
ajaran Kristian agak kurang berjaya. Menurut Sayid Naquib al-Attas, imperialisme Barat
sejak abad ke-16 dan ke-17 hanya memperlahankan proses sejarah pengislaman di Alam
Melayu atau Asia Tenggara. Gerakan kristianisai yang dilakukan oleh penjajah Portugis dan
Sepanyol pada peringkat awal menerima tentangan yang hebat dari penduduk peribumi Alam
Melayu yang beragama Islam. Hanya penduduk yang tidak mempunyai agama sahaja berjaya
dikristiankan contohnya Sepanyol di Filipina. Misi kesinambungan penyebaran ajaran
Kristian selepas Perang Salib merupakan tujuan utama mereka. Usaha menterjemahkan kitab
Injil pada 1815 berjaya dilakukan dan diedarkan kepada penduduk di Tanah Melayu dan
Indonesia, namun gagal menarik perhatian masyarakat tempatan. Kesetiaan dan ketulusan
bangsa Melayu terhadap Islam terbukti menerusi pengamatan Pendeta Za’ba, “Sejak orang
Melayu memeluk agama Islam sehingga ke hari ini, mereka amat setia dan amat keras
pegangannya pada agama yang mereka anuti ini (Islam). Walaupun mereka jahil banyak dari
segi pengamalan dan kefahaman agama, mereka tetap menganggap bahawa itulah satu-
satunya agama yang terbaik dan benar, dan tidak ada apapun hujah atau pujukan daripada
orang kafir yang boleh mengubah sikap mereka yang demikian itu”. Jelaslah bahawa bangsa
Melayu di alam Alam Melayu mempunyai pendirian dan keyakinan terhadap agama Islam
yang tinggi sejak bermulanya kedatangan Islam sehingga kini.
Penjelajahan dan penerokaan bangsa Eropah telah mempengaruhi sistem sosial dan
budaya di Alam Melayu samada dari sudut luaran mahupun dalaman. Budaya materialistik
yang dibawa oleh mereka menjadikan masyarakat tempatan mementingkan keuntungan
kebendaan sehingga wujudnya perbezaan taraf kedudukan dan pendapatan yang dipanggil
sebagai sistem Kapitalis selepas mencapai kemerdekaan, contohnya yang berlaku di Filipina
dan Indonesia, budaya tersebut menafikan hak kesamarataan sistem sosial dan tidak
mementingkan kebajikan serta hubungan sesama manusia. Budaya barat juga mempengaruhi
anak muda kini, cara berpakaian misalnya lebih mementingkan gaya barat berbanding
pakaian tradisional kerana dianggap terkebelakang dan kekampungan, maka cara berpakaian
yang sentiasa mengikut peredaran zaman adalah lebih bertamadun. Situasi ini dalam pada
masa yang sama mewujudkan pemikiran sekular sehingga cara berpakaian adalah hak
individu bukannya tuntutan ajaran agama. Kesan dalam budaya merupakan hasil peninggalan
16. 16
yang masih kekal dibawa oleh bangsa Eropah di Alam Melayu sehingga kini. Oleh yang
demikian, penjajahan Eropah ke Alam Melayu sehingga kini memberikan kesan yang
mendalam kepada masyarakat tempatan kerana tempoh jajahan mengambil masa yang
panjang iaitu ratusan tahun, maka tempoh untuk memulihkan semua aspek kehidupan
masyarakat tempatan seperti politik, ekonomi, sosial dan lain-lain perlu untuk menghasilkan
suatu bangsa Melayu Islam yang kuat dan mempunyai pengaruh yang besar sepertimana
kehebatan kerajaan Islam Melaka dahulu.
PENUTUP
Penjajahan atau imperialisme Barat ke atas Alam Melayu atas faktor utama melebarkan sayap
Perang Salib oleh bangsa Eropah memberikan tamparan yang hebat kepada ketamadunan
kerajaan Islam di Timur mahupun Tanah Arab. Kelemahan kerajaan Islam secara dalaman
memberikan peluang yang cerah dan memudahkan penguasaan bangsa Eropah, selain itu
kecanggihan teknologi perang menyingkatkan masa penaklukan yang dilakukan mereka.
Penjajahan yang memakan masa selama 400 ratus tahun lebih bermula tahun 1511 oleh
Portugis di Melaka sehingga kemerdekaan Brunei pada tahun 1984 oleh British menunjukkan
bahawa Barat memang berniat menguasai semua bentuk pentadbiran seperti politik, ekonomi,
pendidikan, sosial masyarakat bahkan hal ehwal agama Islam di Alam Melayu. Campur
tangan ini secara langsung melenyapkan tamadun Islam yang bersumberkan al-Quran dan
Hadis yang merupakan perkara asas rujukan kehidupan masyarakat Islam di Alam Melayu.
Walaupun semua negara jajahan telah mencapai kemerdekaan, namun fahaman sekular,
demokrasi, kapitalis yang dibawa mereka masih kekal menjadi corak pemerintahan.
RUJUKAN
Abdul Rahman Abdullah 2012. Sejarah dan Tamadun Asia Tenggara Sebelum dan Sesudah
Agama Kristian di Asia Seni Sakral dan keindahan Visual, Asian Civilization Museum
Ahmat Adam 1994. Persuratkhabaran di Nusantara : Satu Sejarah Permulaannya, Universiti
Kebangsaan Malaysia. http://journalarticle.ukm.my/4827/1/10%281%29.pdf
Alfred W. McCoy 1982. Philippine Social History: Global Trade and Local Transformations.
Manila : Ateneo de Manila University Press.
Haji Abd Karim bin Haji Abd. Rahman 2006. Negara Baru Brunei 100 Tahun Meniti
Cabaran. file:///E:/nd06_karim.pdf
Mohd Roslan Mohd Nor 2011. Sejarah Perkembangan Dan Kejatuhan Pemerintahan Islam Di
Andalusia : Teladan Dan Sempadan. Universiti Malaya.
Muhammad Bagus Aprilianto 2013. Nasionalisme di Filipina masa pendudukan Amerika
Syarikat (1898-1936).
Nararossa Peter Ballak & Mohd Samsudin 2015. Persaingan dan Pertapakan Kuasa-kuasa
Eropah di Kepulauan Borneo menjelang Abad ke-18, Pusat Pengajian Sejarah, Politik
dan Strategi, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Nik Hassan Shuhaimi Nik Abd Rahman, Shaiful Bahri Md Radzi, Khazin Mohd Tamrin dan
Yahaya Abu Bakar, Enrique Melaka @ Panglima Awang sebagai Magellan Melayu,
17. 17
International Journal of the Malay World and Civilisation 2009
http://library1.utem.edu.my/e-
melaka/koleksi%20melaka/sejarah/koleksi%20melaka.pdf
Nuril Lailil M 2013. Kolonialisme Dan Imperialisme Spanyol Di Philiphina, Fakultas
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sebelas Maret.
https://permatasativa.files.wordpress.com/.../kolonialisme-dan-impe..
Prof Dr. Azyumardi Azra 2004. Sejarah Perjumpaan Kristian dan Islam di Indonesia,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Wan Abdul Rahman Latif 1996. Sejarah Perkembangan Tamadun Dunia, Kuala Lumpur,
Dewan Bahasa dan Pustaka.
Yahaya Abu Bakar. Catatan Mengenai Hubungan Awal Portugal - Melaka.
http://journalarticle.ukm.my/516/1/1.pdf