SlideShare a Scribd company logo
Naskah: Lies Marcoes, Kharisma Nugroho
Bahan & Data: Lies Marcoes, Kharisma Nugroho, Saleh Abdullah, Imran Gadabu,
Ami Priwardhani, Erwin Laujeng, Saparuddin Sappe, Arul Muhammad, Andi Anwar,
Golda Sihombing, Novina Suprobo, Cecilia Tri Susetyorini, Varatisha Anjani, dan Tim
Perkumpulan Surya Sejahtera (Kediri).
Foto-foto Asli: Armin Hari, Beta Pettawaranie, Erwin Laujeng, Saleh Abdullah,
Syahruddin Serabut, Purnama Santi, Reza Tuasikal, Mohamad Anshar.
Foto-foto Saduran: Arsip Tropenmuseum, KITLV, Leiden | Arsip Nasional, Jakarta |
Arsip INS Kayutanam, Padang | Arsip Program Nasional BOS, Jakarta |
www.debritto.org | www.kickandy.com | www. tarjih.muhammadiyah.or.id |
www.tribunjambi.com | www.suhfimajid.com | www.vivanews.com |dan beberapa
tapakmaya dengan entri 'bos', 'sekolah mewah' dan 'sd inpres'.
Penyunting & Penyelaras Akhir: Roem Topatimasang.
PERPUSTAKAAN NASIONAL - Katalog Dalam Terbitan (KDT)
ISBN 978-602-8384-51-8
© Kedutaan Besar Australia, Jakarta
Mei 2012, cetakan pertama
+xi, 191 halaman, 22 x 28 cm, sampul karton
1 Pendidikan 2 Pengelolaan Sekolah 3 Dana Operasional
I JUDUL
Gambar Sampul: Seorang guru SD Negeri 3 Paupanda, Flores, NTT,
menjelaskan satu mata pelajaran kepada murid-muridnya di halaman
depan ruang kelas sekolah mereka (ARMIN HARI)
Gambar Lipatan Sampul Dalam Depan: Empat anak nelayan siswa SD
Negeri 3 Paupanda, Ende, Flores, NTT (ARMIN HARI)
Gambar Halaman Kanan: Murid-murid SD SATAP Tassoso, di pedalaman
dataran tinggi Sinjai, Sulawesi Selatan, bergaya di depan kamera menjelang
pulang sekolah (ARMIN HARI)
Rancang Sampul & Kompugrafi: Rumah Pakem, Yogyakarta.
IKHTIAR & HARAPAN
Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
||||calibrated by INSISTPress, Yogyakarta
Maklumat (Disclaimer):
Pendapat yang dinyatakan dalam buku ini tidak selalu harus
mencerminkan pandangan dari Australian Agency for
International Development (AusAID)
Terima kasih kepada:
* Tim Manajemen Pusat BOS, Kelompok Kerja BOS (Direktorat Pendidikan
Dasar & Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian
Agama, Biro Perencanaan BAPPENAS, Pusat Kurikulum dan Buku Sekolah,
AusAID, the World Bank, USAID dan ADB).
* Unit Kepemerintahan dan Mutu Pendidikan AusAID (Jennifer Donohoe,
Julia Wheeler, Sri Novelma, Greta Sitompul) and Dewi Sudharta.
* Para Kepala Sekolah, Guru-guru, dan Komite Sekolah dari semua sekolah
yang dikunjungi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jawa
Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah.
* Semua orang tua dan wali murid dan siswa dari semua sekolah yang
dikunjungi di daerah tersebut.
Dutabesar Australia untuk
Indonesia, Greg Moriarty,
menyalami seorang murid SD
Islam Nurul Hayat yang
dibangun di Desa Totoduku,
Halmahera, Maluku Utara, pada
tahun 2008. Tiga ruang kelas
pertama sekolah ini selesai
dibangun dengan dana PNPM.
AIBEP
APBN
APBD
APK
ATK
AusAID
BAPPEDA
BBM
BOS(DA)
BPK
CD
D (1-3)
DAK
DIPA
DPPKAD
EDS/M
GERAK
GTT
HKBP
IGA
IKIP
INPRES
INS
JUKNIS
KB
KKKS
KITLV
KKG
LKS
LSM
DAFTAR SINGKATAN
Australia-Indonesia Basic Education Program
Anggaran Pendapatan & Belanja Negara
Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah
Angka Partisipasi Kasar
Alat tulis kantor
Australian Aid, badan pemerintah Australia untuk bantuan pembangunan
internasional
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Bahan Bakar Minyak
Bantuan Operasional Sekolah (Daerah)
Badan Pendidikan Kristen
Cakram Digital, Compact Disk
Diploma (1-3)
Dana Alokasi Khusus
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan & Aset Daerah
Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah
Gerakan Anti Korupsi, satu LSM di Aceh untuk pengawasan anggaran publik
Guru Tidak tetap
Huria Kristen Batak Prostestan
Institut Green Awam, satu LSM lingkungan di Aceh
Institut Keguruan & Ilmu Pendidikan
Instruksi Presiden
Indische Nederlansche School, Kayutanam, Sumatera Barat
Petunjuk Teknis
Keluarga Berencana
Kelompok Kerja Kepala Sekolah
Konigklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde
Kelompok Kerja Guru
Lembar Kerja Siswa
Lembaga Swadaya Masyarakat
Anak-anak sekolah yang diselenggarakan oleh yayasan gereja
di salah satu kampung dalam kawasan Taman Nasional Wasur,
Merauke, Papua, menyeberangi titian batang kelapa ke
sekolah mereka. Dana BOS juga menjangkau murid-murid SD
swasta (di bawah Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Katolik,
YPPK) di pedalaman terpencil ini untuk pengadaan seragam
sekolah dan buku pelajaran. (BETA PETTAWARANIE) vDAFTAR SINGKATAN
Di halaman SD Negeri Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah,
yang masih menyisakan debu tebal akibat letusan Gunung
Merapi 2010, para siswa melepas sepatu mereka --berkat dana
BOS-- untuk mengikuti kegiatan olah raga. Sebagian mereka
adalah 'siswa tumpangan' anak-anak pengungsi dari Desa
Glagaharjo di lereng Merapi. (ARMIN HARI)
MAPENDA
MA(N)
MBS
MGMP
MI(N/S)
MKKKS
MTs(N)
NTB
NTT
OTSUS
P&K
PAKEM
PERDA
PERWARI
PGAI
PGAK
PGRI
PNS
PPK
PR
RAPB(S)
RKA(S)
RPJM
Rp
S 1
SATAP
SATPAM
SD INPRES
SD(N)
SISDIKNAS
SKP
SKPD
SLB
SMA(N)
SMK
Madrasah & Pendidikan Agama (untuk sekolah-sekolah umum)
Madrasah Aliyah (Negeri)
Manajemen Berbasis Sekolah
Musyawarah Guru Mata Pelajaran
Madrasah Ibtidaiyah (Negeri/Swasta)
Musyawarah Kerja Kepala Sekolah
Madrasah Tsanawiyah (Negeri)
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Otonomi Khusus (untuk Aceh dan Papua)
Pendidikan & Kebudayaan
Pengajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan
Peraturan Daerah
Persatuan Wanita Republik Indonesia
Persatuan Guru Agama Islam
Pendidikan Guru Agama Kristen
Persatuan Guru Republik Indonesia
Pegawai Negeri Sipil
Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan
Pekerjaan Rumah (tugas sekolah yang idkerjakan di rumah)
Rencana Anggaran Pendapatan & Belanja (Sekolah)
Rencana Kerja & Anggaran (Sekolah)
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Rupiah
Sarjana 1
Satu Atap (dua sekolah berbeda dalam satu gedung)
Satuan Pengamanan
Sekolah Dasar Instruksi Presiden (masa Orde Baru, 1966-1998)
Sekolah Dasar (Negeri)
Sistem Pendidikan Nasional
Sekolah Kepandaian Putri, sekolah khusus remaja putri tahun 1960-70an
Satuan Kerja Pemerintah Daerah
Sekolah Luar Biasa
Sekolah Menengah Atas (Negeri)
Sekolah Menengah Kejuruan
viiDAFTAR SINGKATAN
Siswa SMPN Banuhampu, Sumatera Barat, mengikuti
pelajaran di ruang kelasnya dengan perlengkapan
meja-kursi yang diperbaiki melalui penyisihan biaya
pemeliharaan dari Dana BOS tahun 2011 (ARMIN HARI).
SMP(N)
SPG
SPJ
SPM
SPP
STM
TK
TKW
TRIMS
UGM
UIN
UKS
UPTD
UN
UNESCO
UU
UUD 45
YPPK
Sekolah Menengah Pertama (Negeri)
Sekolah Pendidikan Guru
Surat Pertanggung-Jawaban
Standar Pelayanan Minimum
Sumbangan Pembiayaan Pendidikan
Sekolah Teknik Menengah
Taman Kanak-kanak
Tenaga Kerja Wanita
Tools for Reporting and Information Managmenet by School
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Universitas Islam Negeri
Usaha Kesehatan Sekolah
Unit Pelaksana Teknis Daerah
Ujian Nasional
United Nations Education, Sciences & Cultural Organization
Undang-undang
Undang-undang Dasar 1945 (kontitusi Republik Indonesia)
Yayasan Pendidikan & Persekolahan Katolik
ixDAFTAR SINGKATAN
Tentang Suatu Ikhtiar:
Pengantar
1 Karena Pendidikan Adalah Hak
GALERI: Jarak Bukan Masalah
2 Angka Berkata, Data Bicara
GALERI: Menghidupkan Jantung Sekolah
3 Sumbangsih Pelatihan BOS
GALERI: Perintis di Garis Terdepan
4 Suara Orang Tua
GALERI: Belajar Untuk Hidup
Memahami Tantangan:
Kesimpulan & Saran
PUSTAKA
LAMPIRAN
INDEKS
1 - 9
11 - 27
28 - 51
52 - 57
58 - 67
68 - 107
108 - 113
114 - 149
150 - 159
160 - 165
167
169 - 175
177 - 179
DAFTAR ISI
xiDAFTAR ISI
Siswa SMPN Parapat, Sumatera Utara, bersiap
mengikuti pelajaran di sekolah mereka dengan buku-
buku LKS yang diadakan dari dana BOS (ARMIN HARI).
Siswa-siswa SD Negeri 13 dan SMP Santa Ursula Gunung Tamang, di pedalaman
Kubu Raya, Kalimantan Barat, melintasi jembatan depan gedung sekolah mereka
yang sudah doyong. Gedung sekolah tersebut adalah SD Negeri 13 Gunung Tamang
dimana SMP Santa Ursula (swasta) masih menumpang di sana. Namun, tak ada
perlakuan berbeda, semuanya mendapatkan perlengkapan dasar sekolah (seragam,
sepatu, dan buku-buku) dari dana BOS. (ARMIN HARI)
Gedung baru Sekolah Dasar (SD) Negeri Layeun, Aceh Besar, yang selesai dibangun kembali
pada tahun 2008 setelah hancur akibat bencana tsunami 2004. (BETA PETTAWARANIE)
Tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah
pengelolaan manajemen lembaga dan organisasi sekolah. Karenanya, esensi
pelatihan dalam kerangka program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan para pengelola sekolah dalam
aspek manajemen tersebut. Kebutuhan akan pelatihan serupa itu sangat nyata
terungkap dari berbagai penelitian dan survei.1
Keberhasilan program BOS,
karenanya, akan terlihat dari seberapa besar perbaikan aspek manajemen dan
pengelolaan persekolahan itu dapat terbangun.
Pelatihan BOS adalah ikhtiar. Ia bagian penting dari keberhasilan pelaksanaan BOS
secara menyeluruh. Ia juga bagian dari upaya pemerintah menunaikan
kewajibannya untuk memenuhi hak warga negara atas pendidikan dasar. Kinerja
manajemen sekolah hasil pelatihan itu juga dapat digunakan oleh masyarakat
untuk mengukur kesungguhan penyelenggara negara --baik pusat maupun
daerah-- dalam menunaikan kewajibannya itu.
tentang suatu ikhtiar
pengantar
1 Lihat, misalnya: Fazli Jalil, "Pembinaan dan Pengembangan Guru di Indonesia:
Menggunakan Data Hasil Penelitian bagi Perbaikan Pengelolaan Guru”. Makalah
Simposium Hasil-Hasil Penelitian tentang Guru, Makassar, April 2012, kerjasama
Univeritas Negeri Makassar dengan World Bank.
1TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
Dimulai pada bulan Juli 2005, BOS semula
merupakan program kompensasi atas kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM). Setelah
melalui evaluasi dan perbaikan sistem, BOS
terus ditingkatkan dan berlangsung hingga saat
ini. Bahkan, kini sumber dana BOS berasal dari
Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN)
serta Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah
(APBD) dengan jumlah nominal yang terus
meningkat. Sebagai perbandingan, jumlah
nominal dana BOS tahun 2012 naik sekitar 40%
dari tahun 2011, yakni dari Rp 16,3 trilyun
menjadi Rp 23,5 trilyun.
Pelatihan-pelatihan BOS merupakan penyangga
atas suksesnya program BOS. Karenanya,
pelatihan-pelatihan itu penting untuk terus
dibenahi. Dalam pelaksanaannya, BOS 
mencatat sejumlah pencapaian. Antara lain,
tersosialisasikannya visi misi dan kinerja BOS;
bertambahnya pengetahuan pengelola BOS
tentang dasar-dasar manajemen persekolahan;
terbentuknya pendisiplinan sistem pendataan
dan pelaporan. Dan, yang tak kalah penting,
tersosialisasikannya nilia-nilai yang dianggap
mendasar untuk pengembangan watak dan
kepribadian (karakter) siswa.
Dalam pelaksanaannya, BOS juga masih terus
mencari bentuknya yang lebih baik. Di sana-sini,
BOS tak terhindar dari salah-urus dan salah-
guna. Menteri Pendidikan & Kebudayaan sendiri
mengakui, BOS 2011 tak berjalan mulus
sebagaimana dikutip dalam pemberitaan
sejumlah media-massa. Panjangnya birokrasi
pencairan dana adalah satu hal. Lemahnya
kemampuan sekolah dalam menyelenggarakan
BOS adalah hal lain. Keduanya turut
menyumbang terhambatnya BOS. Karenanya,
upaya perbaikan terus diikhtiarkan. Dan, karena
ini adalah suatu ikhtiar, maka tetap ada peluang
untuk terus berbenah. Sebab, hakekat dari
setiap ikhtiar adalah kesabaran dan upaya tanpa
jeda dan tanpa jera.
2 Daftar sekolah yang dikunjungi dan narasumber, lihat:
Lampiran.
Salah satu sekolah yang dikunjungi, SD/SMP
SATAP Karangko, di pedalaman dataran tinggi
Sinjai, Sulawesi Selatan, yang selesai dibangun
pada tahun 2009 melalui kerjasama Australia-
Indonesia Basic Education Program, AIBEP.
(ARMIN HARI)
Metode Pendataan dan Penulisan
Isi buku ini diolah dari bahan-bahan hasil survei
dan wawancara. Bahan-bahan itu diolah dengan
metode pengumpulan data kuantitatif dan
kualitatif. Kunjungan dilakukan ke 40 sekolah
dan madrasah di 12 provinsi yang tercatat telah
mengikuti Pelatihan BOS 2011.2
Seluruh
kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
tersebut dilakukan sejak November 2011 sampai
Mei 2012.
Dalam prosesnya, setiap sekolah atau madrasah
yang disurvei, setidaknya dikunjungi dua kali
sepanjang periode penelitian. Para peneliti ini
mengumpulkan informasi tentang profil sekolah
atau madrasah yang bersangkutan, proses
persekolahan (termasuk daur manajemen BOS),
dan informasi seputar pelatihan-pelatihan BOS
yang pernah diikuti oleh para pengelola atau
guru-guru dari sekolah atau madrasah tersebut.
Mereka yang diwawancarai meliputi: [a] Kepala
Sekolah, Bendahara BOS, dan pengurus Komite
Sekolah pada tingkat sekola; [b] Manajer dan
pengelola BOS di tingkat Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten dan Kota;
dan [c] anggota masyarakat serta para siswa
sekolah sebagai penerima manfaat hasil
pelatihan BOS. Untuk validasai temuan
lapangan, semua data dan bahan dibahas dalam
suatu lokakarya. Dalam forum itu dihadirkan
para guru, Kepala Sekolah, Komite Sekolah,
pembina dari Dinas Pendidikan serta para
peneliti.
2 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
Olahan data dan informasi dari berbagai
sumber itu kemudian diramu dan tampil dalam
bentuk esai dan foto-foto. Buku ini
memperlihatkan satu sudut-pandang
bagaimana pelatihan-pelatihan BOS itu
berpengaruh pada tata kelola sekolah dan
program BOS itu sendiri. Dari beberapa contoh
keberhasilan yang ditemukan, buku ini
menunjukkan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan itu. Sebaliknya,
dalam beberapa kasus yang menunjukkan titik
kegagalannya, buku ini menyuguhkan saran-
saran perbaikan untuk masa depan.
Buku ini disusun untuk memberikan gambaran
mengenai pentingnya BOS bagi proses
persekolahan di Indonesia. Selain
menggambarkan manfaat pelatihan BOS dalam
melumasi mesin birokrasi lembaga
persekolahan, buku ini juga menampilkan
ilustrasi perubahan-perubahan yang terjadi di
tingkat sekolah yang menjadi penanda pada
titik mana pelatihan-pelatihan BOS tersebut
telah memberikan sumbangsih dan
pengaruhnya.   
Sebagai bagian dari kerjasama antara AusAID
dengan Kementerian Pendidikan &
Kebudayaan, pengamatan juga dilakukan pada
beberapa aspek dari pelaksanaan kerjasama
tersebut. Dalam makna itu, BOS tentu tak bisa
diakui sebagai satu-satunya penentu
keberhasilan proses pendidikan dasar di negeri
ini. Demikian halnya pula dengan pelatihan-
pelatihan yang telah diselenggarakan. Sebab,
ikhtiar-ikhtiar lain yang turut menentukan
keberhasilannya sangat penting untuk dicatat.
4 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
5TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
BOS memang tak hanya soal dana. Ini
menyangkut terselenggaranya seluruh proses
pendidikan dasar di sekolah-sekolah. Dalam
pelaksanaannya, keberhasilan BOS tak lepas
dari hasil-hasil pelatihan yang membentuk
sejumlah watak kepemimpinan, pengabdian,
kesungguhan, keberanian, prakarsa, tanggung
jawab, kecintaan pada dunia pendidikan, dan
kehendak untuk ikut memberikan sumbangsih
dalam mencerdaskan anak bangsa. Kisah-kisah
para perintis di beberapa sekolah di daerah
pedalaman, memperlihatkan bahwa BOS
bukanlah suatu mesin birokrasi pendidikan
yang mati rasa. Di tempat-tempat itu
ditemukan kisah-kisah yang menyentuh dari
para orang tua, guru, pengelola program,
komite sekolah, juga para murid dan siswa
sendiri. Kisah-kisah itu merupakan bukti
bahwa melalui pelatihan yang kreatif dan
terencana, suatu ikhtiar semacam BOS dapat
memberi arti bagi perbaikan pendidikan di
Indonesia.
Akhirnya, apa pun ragam tafsir atas program
pelatihan-pelatihan BOS, kita bisa bersepakat
tentang satu hal bahwa pendidikan adalah
hak. Sebagai hak, pendidikan tak dapat
ditawar atau ditunda. Namun hak itu tak
jatuh dari langit atau memancar dari bumi. Ia
harus diikhtiarkan melalui mekanisme-
mekanisme yang terencana, terukur dan
memungkinkan untuk perbaikan. Buku ini
menyumbang satu aspek dari pelaksanaan
pelatihan BOS yang tak terkatakan oleh
angka dan statistik, yang memberi nuansa
manusiawi atas penyelenggaraan program
BOS.**
Halaman depan SD/SMP SATAP
Nitneo, Kupang, NTT, juga selesai
dibangun pada tahun 2009 melalui
kerjasama AIBEP.
SALEHABDULLAH
SMP 5 Janapria, Lombok, NTB
Sejak tahun 2008, semua sekolah
yang dibangun dengan dana
bantuan Australia diharuskan
menyediakan sarana kursi roda,
undakan dan toilet khusus untuk
para siswa yang cacat tubuh.
Program Kemitraan Pendidikan ini
juga menyelenggarakan pelatihan
bagi para pengelola sekolah untuk
menerapkan Peraturan Menteri
tentang pendidikan inklusif dalam
setiap perencanaan dan
penyelenggaraan kegiatan
mereka.
ARCHIVEAusAID,JAKARTA
6 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
7TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
Sekolah di Balaraja, Tangerang, Banten
50% siswa di sekolah-sekolah yang dibangun dengan dana
bantuan Australia adalah anak-anak dari keluarga yang
berpendapatan kurang dari AS$ 2 (Rp 16.000) per hari.
Separuh dari mereka adalah anak-anak perempuan. Hal ini
memperlihatkan bahwa Australia menyediakan peluang untuk
masa depan yang lebih baik bagi anak-anak lelaki maupun
perempuan di Indonesia yang selama ini tidak memiliki akses
yang memadai terhadap pendidikan dasar.
ARCHIVEAusAID,JAKARTA
9TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
Sekolah-sekolah itu juga dibantu dengan program khusus BRIDGE
(Building Relations through Intercultural Dialogue and Growing
Engagement) yang memungkinkan ribuan siswa dan guru sekolah
di Indonesia dan Australia saling berhubungan untuk
meningkatkan kemampuan bahasa serta ketrampilan belajar dan
mengajar mereka menggunakan saluran teknologi
telekomunikasi seperti Skype.
karena
pendidikan
adalah
hak
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tak
lahir di ruang hampa. Ia merupakan
bagian dari ikhtiar bangsa Indonesia dalam
memenuhi hak warganya atas pendidikan.
Sepanjang republik ini berdiri, beragam cara
pernah dilakukan agar lembaga-lembaga
pendidikan tetap ada dan tersedia bagi semua
anak bangsa. Kisah-kisah mereka menegaskan
bahwa pendidikan adalah hal yang patut
diperjuangkan, karena pendidikan adalah
jalan peneguhan hakikat manusia yang
merdeka.
11KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
Dalam keadaan darurat sekalipun, hak anak
untuk memperoleh pendidikan tak boleh
ditunda dan dikurangi dengan alasan apapun
(non derogable right). Akibat gempa bumi
besar, 19 Mei 2006, ratusan gedung sekolah
dan fasilitas pendidikan hancur di daerah
Bantul, Yogyakarta. Gadis kecil ini tak boleh
dihalangi haknya untuk bersekolah, meski
berlangsung di bawah tenda darurat di
kampungnya di Dukuh Wunut, Sriharjo.
BETAPETTAWARANIE
1
Andy F. Noya:
"Aku ingin jadi wartawan"
Andy F. Noya, aktivis
media dan pembawa
acara 'Kick Andy' di salah
satu jaringan televisi
nasional, mengisahkan
perjuangannya untuk meraih
pendidikan itu.
Cerita yang hampir serupa
dialami Arie Sujito, aktivis
LSM dari Yogyakarta. Tinggal
bersama keluarga di kota
merupakan salah satu jangkar
“Aku anak bungsu dari lima bersaudara, tiga abang
dan dua kakak perempuan. Ayahku tukang reparasi
mesin tik di Jayapura, Papua. Ibu menjahit untuk cari
tambahan. Mereka tahu tak kan mampu membiayai
pendidikan anak-anaknya lebih tinggi dari SMA.
Karenanya mereka memilihkan sekolah kejuruan
agar kami bisa langsung bekerja”.
Tahun 1973 Andy masuk Sekolah Teknik setingkat
SMP di Jayapura. Lalu dilanjutkan ke STM tahun
1976. Dua tahun kemudian ia pindah ke Jakarta, ikut
kakaknya. Ayahnya meninggal. Andy tak ada yang
membiayai. Di Jakarta ia masuk Kelas 2 STM VI
Kramat.
“Di Jakarta aku numpang di rumah kakak
perempuanku. Aku mengurus rumah, memandikan
keponakan, antar mereka sekolah, cuci piring, cuci
baju, mengepel dan pekerjaan rumah tangga
lainnya. Biaya sekolah ditanggung kakakku. Lulus
dengan nilai terbaik untuk semua jurusan, aku
mendapatkan beasiswa ke IKIP Padang. Tapi aku
telah tahu 'lentera jiwaku'. Aku ingin jadi
wartawan”.
Tamat STM, ia mendaftar ke Sekolah Tinggi
Publisistik (STP, sekarang: IISIP). Andy terus
bertahan hingga semester 6. Namun, selepas itu ia
mulai megap-megap. Berharap terus dari kakaknya
merasa tidak enak hati. Andy pun terpaksa
berhenti dan mendapat pekerjaan sebagai
wartawan lepas.
Tahun 1992, ia masuk Metro TV dan mengasuh
acara reality show 'Kick Andy' hingga kini. Melalui
programnya dan Kick Andy Foundation, ia
berusaha membantu banyak orang untuk
mendapatkan pendidikan. Ia membagikan buku ke
sekolah-sekolah miskin di berbagai wilayah di
Indonesia. “Aku bisa merasakan kebahagiaan
mereka ketika mendapatkan buku. Dulu aku sering
ingin beli buku tapi tak mampu.”
Sumber: wawancara dan www.kickandy.com
Arie Sujito:
"Berkat mereka, saya bisa sekolah"
untuk bertahan dan mendapatkan biaya pendidikan.
“Saya ragil (bungsu) dari tujuh bersaudara. Kakakku
dua laki-laki dan empat perempuan. Sejak SD
sampai SMP di Desa Gunungsari, Ngames, Madiun,
saya tinggal bersama ibu dan ayah. Tetapi mereka
terlalu miskin untuk membiayai kami sekolah lebih
lanjut”.
Dalam budaya Jawa, menumpang hidup atau
ngenger merupakan jalan keluar yang lumrah meski
tetap tidak mudah. Seperti kakak-kakaknya, Ari
dititipkan Ibunya kepada Mbakyunya yang telah
lebih dulu bekerja di Yogyakarta. Maka jadilah Ari
anggota keluarga yang kesekian yang tinggal di
rumah sederhana di bilangan Deresan Yogya.
“Saya harus tahu diri, saya nunut urip (menumpang
hidup) kepada mereka. Saya dibiayai penuh selama
kuliah di UGM oleh mereka. Sebaliknya saya praktis
mengambil alih semua pekerjaan di rumah kakak.
Berkat mereka saya bisa tamat kuliah, bisa sekolah.”
Sumber: wawancara di Yogyakarta, 14 Maret 2012.
12 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
Pada masa lampau, kisah-kisah perjuangan manusia
Indonesia untuk meraih pendidikan tak hanya harus
berhadapan dengan masalah biaya, tapi juga persoalan
diskriminasi yang tak terbayangkan di masa kini. Kisah Ibu
Darojah Suksino (87 tahun), aktivis Aisyiyah di Yogyakarta,
sebagaimana terungkap dalam buku Mayling Oey-Gardiner
menggambarkan situasi itu:
“Sambil menangis saya berlari sepanjang rel kereta api.
Saya mengejar kakak saya, Mas Syamsi, yang akan
pulang ke Yogya.” Ibunya menyusul ke stasiun dan
membujuknya untuk turun dari kereta dan berjanji
tidak akan melarangnya sekolah, tapi ia berkeras.
“Kulo nderek Mas Syamsi, kulo pengen sekolah,
Mbok...” (Aku ikut Mas Syamsi, aku ingin sekolah,
Bu...).
Ia tetap geming meski sambil menangis. Padahal ia
tak membawa apa-apa kecuali baju yang ia pakai.
Pluit masinis berbunyi. Kereta beranjak
meninggalkan kampungnya di desa Sidareja,
Cilacap. Ia pun berangkat ke Yogya. Lalu ia
didaftarkan sekolah di Muallimat Muhammadiyah,
dan tinggal di asrama. Kehidupan di asrama
mengenalkannya pada banyak hal yang mungkin
tak bakal dikenalnya jika tetap tinggal di kampung.
Dan Ibu Darojah menjadi pendobrak pertama yang
sekolah jauh dari kampung. Sebelumnya, itu adalah
hal yang terlarang.
“Di asrama saya belajar berteman, berorganisasi,
kepandaian putri, keterampilan berbahasa
Indonesia, belajar cara membersihkan kamar
mandi, menggunakan karbol, bahkan cara
merawat kesehatan termasuk menggunakan duk
(pembalut ketika haid).”3
13KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
3
Mayling Oey-Gardiner (1986), Perempuan
Indonesia Dulu dan Kini. Jakarta: Gramedia.
Poster kampanye untuk mendorong minat dan
kebiasan membaca di kalangan kaum
perempuan. Poster ini dibuat oleh
Kementerian Pendidikan, Pengajaran &
Kebudayaan (PPK) Republik Indonesia, dengan
mengambil stilasi foto lama Kartini dan
adiknya membaca buku di zaman kolonial.
ARSIPNASIONAL
ARSIP TROPENMUSEUM, KITLV, LEIDEN.
Kisah Andy, Arie, dan Ibu Darojah mungkin tak
istimewa. Namun setidaknya ini
menggambarkan beragam usaha manusia
Indonesia untuk menempuh pendidikan. Dan,
benang merah dari kisah-kisah serupa itu
adalah bahwa pendidikan hanya mungkin
diraih jika ada dukungan dan sarana yang
memadai serta peluang yang terbuka. Dalam
makna yang lebih luas itu, merupakan mosaik
sejarah perjalanan manusia Indonesia dalam
menggapai pendidikan.
Tak terbantahkan, pendidikan adalah jalan
untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Sarana paling utama adalah tersedianya biaya
pendidikan yang harus ditanggung keluarga,
masyarakat dan negara. Dalam konteks ini,
BOS menemukan relevansinya. Ia merupakan
ikhtiar untuk mengatasi kebutuhan biaya
pendidikan.
Karenanya, BOS bukanlah program yang
muncul tiba-tiba yang tak terkait dengan
sejarah pendidikan. Upaya memajukan
pendidikan di Indonesia telah berlangsung
jauh sebelum Indonesia merdeka. Sejumlah
tokoh dapat dicatat sebagai pelopor dunia
pendidikan yang dikelola kalangan 'Boemi
Poetra' di masa penjajahan. Sebutlah,
misalnya, Ki Hajar Dewantara pendiri Taman
Siswa, Mohammad Syafei perintis sekolah
mandiri INS Kayutanam, K.H. Ahmad Dahlan
pendiri persyarikatan Muhammadiyah yang
berhidmat pada dunia pendidikan, dan
sejumlah tokoh pendidikan bagi kaum
perempuan seperti Dewi Sartika di Jawa Barat,
Maria Walanda Maramis di Manado, Rahmah
El-Yunusiah di Padangpanjang.
Kehendak untuk merdeka pada hakekatnya
juga dipicu oleh keinginan untuk mengakhiri
pendidikan yang memasung mereka untuk
berpikir bebas tentang bangsa dan tanah-
airnya sendiri. Para pendiri bangsa lelah
melihat bangsanya diperbudak dan dibuat
Beberapa foto di bawah ini memperlihatkan
sejarah perkembangan sistem pendidikan dan
persekolahan di Indonesia pada zaman kolonial.
KIRI: Murid-murid sekolah tahun 1860an di Pakan
Kamis, Agam, Sumatera Barat.
KANAN: Murid-murid Sekolah Desa
(Verkvolkschool) di daerah perkebunan teh
Malabar, Jawa Barat, pada tahun 1920an.
14 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
ARSIP TROPENMUSEUM, KITLV, LEIDEN.
4
Abdoel Moeis menceritakan bagaimana ayahnya,
seorang Lareh (Lurah), begitu patuh kepada atasannya,
seorang pegawai Belanda. Pegawai itu meminta bukti
bagaimana sang Lareh dapat mengontrol warganya. Ia
lalu memanggil Moeis dan memerintahkannya duduk
di atas kotoran kerbau. Padahal ketika itu Moeis baru
saja mandi sore dan mengenakan celana dan baju
bersih. Kepatuhan itu menurut Moes akibat pendidikan
yang hanya menciptakan manusia jajahan. Lihat: Ismed
Natsir “Abdoel Moeis, Politik dan Sastra Demi Boemi
Poetra”, Prisma, No 5, Juli 1988.
bodoh oleh kaum penjajah. Dan mereka
melihat bahwa hanya dalam negara yang
berdaulat, Indonesia dapat mencerdaskan
kehidupan bangsanya sendiri.
Di masa penjajahan, politik pendidikan
bertujuan menciptakan pegawai penggerak
birokrasi jajahan. Dan politik pendidikan itu
diterapkan secara diskriminatif. Bukan hanya
menyingkirkan kaum cacah, pendidikan juga
menolak kehadiran anak perempuan dengan
membiarkan budaya feodal mengekang
mereka dalam pingitan. Karenanya,
sebagaimana kaum cacah, perempuan priyayi
pun tak mendapatkan haknya untuk
bersekolah sampai Kartini mendobraknya.
Sementara itu, tujuan pendidikan semata-mata
untuk menciptakan manusia jajahan yang
patuh tunduk dan setia pada kehendak
penguasa. Abdoel Moeis, salah satu tokoh
politik dan sastra, mengisahkan betapa
parahnya pendidikan pada masa itu.4
Di zaman Jepang, pendidikan diupayakan
berlaku untuk semua warga di atas umur 7
tahun. Tak ada lagi pembedaan antara ningrat
dan cacah, lelaki atau perempuan. Namun,
pemerintah jajahan militer Jepang
menciptakan pendidikan sebagai sarana
KIRI: Soeryoadipoetro, aktivis Taman Siswa
membacakan buku kepada siswanya di
sekolah bergaya Tagore, National Onderwijs
Instituut 'Taman Siswa' di Bandung.
KANAN: Isteri Soeryoadipoetro
menyelenggarakan 'sekolah rumah' (home
schooling) untuk kaum ibu, gadis, dan anak-
anak perempuan, di teras rumahnya di
Bandung.
15KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
membentuk fasisme yang fanatik dan keras.
Pendidikan masa itu bukanlah dunia yang
menggembirakan.
Di masa kemerdekaan, para pendiri republik
mengubah secara fundamental visi dan misi
pendidikan Indonesia dari dua jajahan
sebelumnya. Mereka menyatakan bahwa
pendidikan ditujukan semata-mata untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui
kebijakan yang paling mendasar sebagaimana
tercantum dalam UUD 45, pendidikan
merupakan wahana untuk menciptakan manusia
Indonesia yang merdeka.
Oleh karenanya, pendidikan diselenggarakan
sebagai hak semua warga negara tanpa
kecuali. Dan sebagai wujud dari kehendak itu,
di masa awal kemerdekaan, kegiatan-kegiatan
pendidikan diselenggarakan dengan giat dan
tak hanya oleh negara. Organisasi partikelir,
organisasi keagamaan, juga perkumpulan
kedaerahan, diberi izin untuk turut
menyelenggarakannya. Organisasi perempuan
nasionalis, seperti Persatuan Wanita Republik
Indonesia (PERWARI), ikut terlibat dalam
Bahkan dalam status sebagai tahanan politik di pengasingan (ex-orbitante)
sekalipun, para tokoh pergerakan nasional Indonesia tetap mementingkan dan
menyelenggarakan kegiatan pendidikan kepada rakyat.
ATAS: Di beranda belakang rumah pengasingannya (1936-1942) di Pulau Neira,
Kepulauan Banda, Maluku, Mohammad Hatta membuka kelas sekolah untuk
anak-anak warga setempat. Rumah itu sekarang menjadi museum. Semua
perabotnya, termasuk meja-bangku sekolah di beranda belakang tetap ditata
seperti sediakala. Des Alwi, putra Banda yang kemudian terkenal sebagai
diplomat, wartawan, dan pembuat film dokumenter, adalah salah seorang murid
para tokoh pergerakan saat itu.
KANAN: Beberapa murid SD Negeri Banda masa kini (2009) pulang sekolah
melewati jalan kecil di depan rumah yang pernah didiami oleh salah seorang
tokoh pergerakan yang membuat mereka sekarang dapat bersekolah gratis.
PURNAMASANTI
REZATUASIKAL
16 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
program pemberantasan buta aksara serta
pengelolaan Sekolah Kepandaian Puteri (SKP).
Pembiayaan pendidikan dibayar oleh negara
dan masyarakat.
Pada saat itu, penyelenggaraan pendidikan juga
tak melulu dimonopoli oleh Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (P&K). Sejumlah
departemen atau kementerian lain
mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan
untuk memenuhi kebutuhan atas pegawainya
masing-masing, termasuk Departemen Agama
yang mengurus pendidikan melalui madrasah.
Masyarakat juga secara bebas
menyelenggarakan pendidikan dengan
kurikulum yang mereka susun sendiri.
Pesantren merupakan salah satu bentuk
dari partisipasi masyarakat dalam upaya
mencerdaskan bangsa. Pembiayaan
pendidikan sepenuhnya dibayar oleh
komunitas. Sementara untuk sekolah-
sekolah kedinasan yang diselenggarakan
setiap kementerian, pembiayaannya berasal
dari anggaran masing-masing kementerian
yang bersangkutan.
Apa pun keadaannya, dari satu kabinet ke kabinet
lain di bawah kepemimpinan yang berbeda-beda,
pendidikan senantiasa mendapat prioritas baik
dalam anggaran maupun pelaksanannya.
Sejumlah kebijakan dikembangkan oleh
pemerintah. Untuk pendidikan dasar, sejak tahun
1980an, pemerintah mengeluarkan kebijakan
pembangunan SD didasarkan Instruksi Presiden
(INPRES). Maka jadilah proyek SD-SD INPRES yang
dibangun di daerah-daerah terpencil. Secara
politis, kebijakan ini bisa dibaca sebagai cara
negara mengontrol pendidikan warganya. Namun,
secara nyata ini adalah ikhtiar untuk
meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan.
Pembangunan SD INPRES yang berkonsekwensi
pada penambahan guru merupakan lompataan
kebijakan yang cukup besar, terutama untuk
mendekatkan akses pendidikan warga terpencil.
Kita bisa menemukan berbagai kisah tentang
manfaat SD INPRES. Satu desa di Flores Timur,
misalnya, menandai berdirinya SD INPRES Desa
Muda, Kecamatan Klubogolit, Pulau Adonara,
pada tahun 1987, sebagai tonggak sejarah
pendidikan di desa itu. Sebab sebelumnya di
desa itu sama sekali tak ada lembaga
pendidikan, pun tidak oleh pihak gereja
Katolik yang banyak bekerja di Flores. Anak-
anak dari Desa Muda ini harus berjalan
berkilo-kilometer untuk bersekolah di desa-
desa tetangga seperti di SD Katolik di Desa
Hinga yang telah berdiri tahun 1966, atau di
SD Katolik Lamapaha jauh di luar desa, atau
lebih jauh lagi ke SD Nisakarang (Pos Kupang,
5 Agustus 2011).
Bertambahnya lulusan SD menuntut
ketersediaan sarana sekolah tingkat SMP.
Biasanya di satu kecamatan yang terdiri dari
10 atau lebih desa, akan berdiri satu atau dua
SMP dan sejumlah SMP swasta. SMP negeri
diizinkan membuat sekolah kelas jauh untuk
Murid-murid SD INPRES Kantewu II di
dataran tinggi Pipikoro, Sigi, Sulawesi
Tengah, dengan papan nama sekolah
mereka ditulis di papan tulis yang
diangkat dari salah satu ruang kelas.
BERTHO, KOMPAS CITIZEN IMAGE, 12/07/2009
18 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
SUHFIMAJID
mendekatkan akses anak didik dari desa terpencil.
Sebagai contoh, pada tahun 2005, SMPN 1
Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat,
menyelenggarakan SMP kelas jauh di Desa
Cibuntu, karena SMP di Cicurug itu tak sanggup
menampung lulusan SD yang hampir 400 siswa
per tahun. Tiga tahun kemudian, SMP di Cibuntu
itu berubah status menjadi SMPN 3 Cibuntu.
Guru-guru bantu dari SMPN 1 Cicurug diberi
pilihan untuk mengajar di antara dua sekolah
tersebut.
Namun, pada kasus lain, tak mudah bagi sekolah
kelas jauh untuk mengubah status mereka.
Seperti yang terjadi pada kelas jauh SMPN 1
Gantar, Indramayu, juga di Jawa Barat, yang tetap
menumpang di SDN Sanca, meskipun telah
berdiri selama 17 tahun dengan jumlah siswa tak
kurang dari 130 orang.
Di Masa Orde Baru, kebijakan untuk melibatkan
pihak swasta dalam menyelenggarakan
pendidikan diperluas. Sebetulnya ini bukanlah
kebijakan baru. SD swasta bermunculan pasca
kemerdekaan, terutama sekolah tingkat SD
hingga SMA yang dikelola organisasi
keagamanaan dan organisasi perkumpulan.
Biaya pendidikan dibayar oleh yayasan
penyelenggara pendidikan dan sebagiannya
dipungut dari orang tua murid, sumbangan
dari para penderma serta sedikit dari
negara dalam bentuk bantuan guru yang
telah berstatus pegawai negeri.
Sejak tahun 1990an, penyelenggaraan
pendidikan di luar lingkungan madrasah
diniyah dan pesantren berkembang sangat
pesat. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh
pihak swasta untuk mengembangkan
lembaga pendidikan elit dengan label
'sekolah terpadu' dan biaya sangat mahal.
Sekolah swasta itu menjadi alternatif bagi
orang tua murid dari kelas menengah atas
yang tidak puas pada sekolah-sekolah
negeri.
Atas munculnya sekolah-sekolah swasta itu,
upaya terobosan dilakukan sejumlah
sekolah negeri terpilih yang diizinkan untuk
menyelenggarakan kelas-kelas unggulan.
Sebagaimana sekolah swasta, dana untuk
melaksanakan sekolah serupa itu dipungut
dari masyarakat melalui musyawarah antara
sekolah dan orang tua murid, selain subsidi
dari pemerintah.
Liberalisasi pendidikan serupa ini pada
kenyataanya bak buah simalakama. Di satu
pihak ini dianggap dapat menawarkan
kualitas meskipun beresiko pada
pembiayaan yang luar biasa mahal. Di pihak
lain cara ini secara otomatis menyisihkan
anak-anak dari keluarga miskin untuk
mendapatkan sarana dan prasarana
pendidikan yang terbaik.
Pasca reformasi, kebijakan pendidikan
banyak mengalami perubahan berkat
Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) yang mengamanatkan bahwa
setiap warga negara usia 7-15 tahun berhak
Murid-murid SD INPRES Letmase, Pulau
Dawelor, Kabupaten Maluku Barat Daya
(MBD) dan gedung sekolah mereka yang
hampir roboh. Dua rombongan kelas
berbeda belajar bersamaan di satu
ruangan yang hanya dipisahkan oleh satu
tembok darurat.
19KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
mendapatkan pelayanan pendidikan dasar. Negara wajib
menjamin terpenuhinya hak tersebut. Untuk itu, anggaran
belanja negara untuk pendidikan ditingkatkan.
Peningkatan anggaran pendidikan ini memungkinan bagi
sekolah untuk meningkatkan mutu dan sarana pendidikan.
Penambahan dana juga berimbas pada peningkatan kapasitas
guru baik untuk tingkat dasar, menengah dan atas. Program
sertifikasi dan pelatihan reguler bagi para guru dilakukan
secara intensif. Guru-guru didorong untuk menempuh
pendidikan tambahan seperti program D1, D2, D3, S1, atau
kuliah jarak jauh melalui Universitas Terbuka. Pengalaman
mereka mengajar atau memimpin sekolah diakui sebagai
portofolio yang terkait dengan jenjang karier. Para guru pun
semakin mendapat tempat di masyarakat akibat peningkatan
status sosial ekonomi mereka.
Pendidikan pada kenyatannya terkait benar dengan
perkembangan politik. Kebijakan Otonomi Daerah) sejak
tahun 1999 berimbas pula pada sektor pendidikan.
Wewenang Pusat dan Daerah pun dibagi. Pusat terkait
dengan regulasinya, sementara Daerah sebagai pelaksana
aktif.
Di wilayah tertentu seperti Aceh, sumber pembiayaan
sekolah tak hanya dari APBN. Dana pendamping dari APBD
berasal dari banyak sumber seperti dari alokasi anggaran
Otonomi Khusus (OTSUS), dana perimbangan pusat dan
daerah, dana bagi kaum miskin, dan sebagainya. Di sejumlah
kabupaten seperti Kubu Raya, Kalimantan Barat, Bupati
memenuhi janji kampanyenya dengan menambah mata
anggaran khusus dalam APBD, yakni dana BOS Daerah
(BOSDA). Dana tambahan pun dikucurkan untuk membayar
pembelian baju seragam, sepatu, buku-buku wajib, dan
kegiatan-kegiatan pengembangan kemampuan anak didik.
Kebijakan BOS hadir dalam kerangka besar pemenuhan asas
persamaan atas akses dan peluang untuk mendapatkan
pendidikan yang optimal. Dalam hal inilah kebijakan BOS
mendapatkan konteks relevansinya. Ia diciptakan untuk
meretas kesenjangan akan akses dan kualitas pendidikan.
Sejarah BOS tak dapat dipisahkan dari seluruh rangkaian
upaya untuk pemenuhan hak warga atas pendidikan. Secara
politis, BOS juga tak dapat dipisahkan dari kebijakan
pengurangan subsidi BBM. Sebab, BOS secara resmi memang
diadakan sebagai pelaksanaan dari Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi BBM dibidang pendidikan yang dimulai
sejak tahun 2005. Program ini menjadi program rutin
20 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
21KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
Pendidikan adalah salah satu investasi terbaik dalam pembangunan, Investasi di bidang pendidikan
akan sangat menentukan dalam pencapaian Tujuan-tujuan Pembangunan Abad Kini (Millennium
Development Goals). Pemerintah Indonesia sangat menghargai bantuan Australia di bidang ini dan
mengharapkan kelanjutan dukungan tersebut untuk menuntaskan keberhasilan Program
Pendidikan Dasar Indonesia Australia (Australia-Indonesia Basic Education Program, AIBEP).
pemerintah dalam upaya penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Meski untuk itu, negara harus menambah
pinjaman luar negeri kepada negara-negara
donor. Dalam hal inilah BOS bisa
menimbulkan pro-kontra. Namun, dari aspek
keberpihakan kepada pendidikan, pentingnya
pendidikan dasar merupakan hal yang telah
disepakati bersama.
Dengan adanya kebijakan itu, maka pada
tahun ajaran 2005, semua murid SD/MI,
SMP/MTs, pesantren moderen maupun
tradisional, serta satuan pendidikan non-Islam
yang menyelenggarakan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun,
mendapatkan dana BOS. Inilah cikal-bakal
pendidikan bersubsidi di tingkat dasar di
seluruh Indonesia yang hingga kini terus
berjalan dan terus melakukan perbaikan.
Penggunaan dana BOS saat ini meliputi 13
macam kegiatan (lihat: Lampiran). Pada
prinsipnya, dana ini sepenuhnya harus
digunakan untuk menunjang berlangsungnya
kegiatan persekolahan dengan karakteristik
pembiayaan yang sepenuhnya untuk
keberlangsungan pendidikan. Dalam bahasa
B ETA PETTAWARAN IE
Melihat BOS yang potensial
untuk dikembangkan menjadi
sarana pemenuhan kewajiban
negara dalam menyelenggarakan
pendidikan, AusAID menawarkan
bantuan teknis guna
memaksimalkan capaian
pendidikan dasar sembilan tahun
tersebut. Antara lain, bantuan
dalam peningkatan kapasitas
pelaksanaan BOS melalui
kegiatan pelatihan dan sosialisasi
BOS serta tata laksana
pengelolaannya.
22 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
sederhana, dana itu untuk membayar hal-hal yang habis-pakai dan bukan untuk
pembangunan prasarana fisik. Dengan adanya dana BOS ini, seharusnya tidak ada lagi anak
Indonesia yang kehilangan haknya untuk meraih pendidikan. BOS berusaha menjangkau
yang tak terjangkau.**
ARMIN HARI
KIRI (HALAMAN SEBELAH): Sama seperti anak-anak lain di seluruh Indonesia, murid-
murid SD Negeri Agats, di ibukota Kabupaten Asmat di pedalaman Papua, juga bersekolah
dengan seragam dan perlengkapan yang disediakan oleh negara melalui dana BOS.
BAWAH. Murid-murid SD Negeri Paupanda di Ende, Flores (NTT), belajar bersama
menyelesaikan satu tugas dari guru mereka. Sebagian besar mereka adalah anak-anak dari
keluarga nelayan miskin di pesisir yang juga rawan bencana gelombang pasang dan
letusan gunung berapi (Gunung Iya). Mereka semua adalah penerima manfaat dana BOS.
23KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
Di ruang kelas sekolah darurat mereka, SD Negeri Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah,
yang hanya berdinding gedhek bambu, berlantai semen kasar dan beratap seng, anak-anak
pengungsi korban bencana letusan Gunung Merapi 2010, tetap bersekolah. Meskipun
menerima sumbangan dan bantuan kemanusiaan dari berbagai fihak, namun dana BOS
masih tetap merupakan tumpuan utama mereka untuk tetap bersekolah dengan
kelengkapan pakaian seragam dan buku-buku pelajaran.
ARMIN HARI
24 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
Meskipun hanya tinggal bertiga, mereka
tetap bersekolah. Sementara rekan
sepermainanya tewas atau mengungsi
akibat bencana tsunami dahsyat yang
menghancurkan kampung dan sekolah
mereka pada bulan Desember 2004. Murid
Kelas I SD Negeri Ceunamprong di Aceh
Jaya ini tetap tekun belajar di gedung baru
sekolah mereka yang selesai dibangun pada
tahun 2008. Sebelumnya, mereka belajar di
'bangunan darurat', sehingga hak mereka
untuk memperoleh pelayanan pendidikan
tetap terpenuhi. Selain dana BOS, mereka
juga mendapat beasiswa khusus dari
Education International yang disalurkan
langsung melalui rekening BRI setempat
atas nama anak-anak itu sendiri.
BETAPETTAWARANIE
25KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
Dian Putri Bromo sering dipanggil Dian oleh
teman-teman dan gurunya. Saat ini ia duduk di
Kelas V SDN 6 Rodja, Kelurahan Paupanda,
Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, NTT.
Dian anak yang cerdas. Selain selalu berada di
peringkat pertama di kelasnya, ia sering mewakili
sekolah untuk lomba-lomba bidang studi seperti IPA
dan Matematika. Mata pelajaran itu memang
kesukaannya.
Ayah Dian, penduduk asli Ende. Sejak muda ia telah
merantau ke Malaysia. Lalu menikah di sana dengan
ibu Dian yang asal Kalimantan. Dian dan adik-
adiknya pun lahir d sana. Situasi yang sulit di rantau
membawa mereka kembali ke kampung. Namun,
keadaan ekonomi yang sulit memporak-porandakan
keluarga itu. Ayahnya kembali merantau ke Malaysia.
Ibu Dian pergi entah di mana kini. Tinggallah Dian
dan adik-adiknya. Di lingkungan Paupanda Atas,
Dian dan dua adiknya tinggal bersama nenek dan
dua pamannya. Perihal ibunya Dian, salah seorang
pamannya menjelaskan, "Mungkin ibunya tidak tahan
lihat keadaan kami di Ende, lalu bilang mau pergi
menyusul suaminya ke Malaysia. Kabarnya ia
tertangkap polisi saat mau menyeberang ke Malaysia,
lalu pulang ke Kalimantan. Kami mau cari bagaimana,
tidak ada kabar beritanya."
Selama ayahnya berada di Malaysia, Dian menjadi
tanggung jawab sang paman yang bekerja sebagai
tukang ojek. Paman yang lain, seorang tukang
bangunan, hanya bekerja ketika ada proyek. Menurut
Dian, ayahnya kadang mengirim uang, pernah sampai
Rp 1 juta. Tapi, itu tidak rutin. Karena itu, menurut
paman Dian, bersekolah gratis di SDN Rodja, sungguh
merupakan bantuan yang tidak ternilai. Apalagi, di
rumah itu, ada 3 orang anak yang musti
disekolahkan. "Jika tidak ada dana BOS, tentu kami
akan kewalahan," kata paman Dian.**(Ami
Priwardhani)
Dian Tetap Sekolah
ARMIN HARI
26 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
Setelah lulus dari SD pada tahun 2006, Nurkhasanah
tidak melanjutkan sekolah karena dua alasan.
Pertama, SMP hanya ada di Kota Malino, sekitar 40 Km
dari kampungnya di Tassese (bahasa Makassar Konjo,
tassese = 'yang tersisih jauh di pinggiran'), di dataran
tinggi terpencil Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kedua, orang tuanya hanya keluarga petani biasa yang
membutuhkan tenaganya untuk bekerja di rumah dan
tak punya ongkos untuk Nurkhasanah melanjutkan
sekolah.
Dua tahun kemudian, 2008, ketika ia berusia 14
tahun, seorang pemuda dari kampung tetangga
melamarnya. Ia baru lulus SMA. Nurkhasanah setuju.
Tapi ia mengajukan dua syarat. Pertama, dia
diperbolehkan sekolah lagi, karena SMP sudah ada di
kampungnya. Sekolah itu dibangun oleh bantuan
Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP)
sebagai sekolah 'satu atap' (SATAP) dengan SD Negeri
Tassese di mana dia dulu bersekolah. Kedua, ia tidak
digauli sampai tamat SMP. Bahkan, jika mungkin,
suaminya ikut membiayainya sampai SMA. Calon suami
dan orang tua mereka setuju.
Maka mereka pun menikah. Nurkhasanah tetap tinggal
bersama orangtuanya. Ia bersekolah lagi di SMP SATAP
Tassese. Ia tekun belajar, sampai akhirnya tamat tahun
2011 pada usia 17 tahun. Selama di SMP itu, dia
menerima semua haknya sebagai siswa dari dana BOS,
termasuk seragam dan buku-buku pelajaran.
Untunglah sekolah tak mempersoalkan status
perkawinannya. Sebab, di sekolah lain hal itu terlarang.
"Pendidikan penting bagi saya," katanya, "karena itu
saya menjadikannya sebagai syarat pernikahan saya.
Syukurlah orangtua kami dan suami saya mengerti,
mereka setuju dengan syarat saya. Di sekolah juga,
semua guru dan teman-teman saya memaklumi dan
menerima saya apa adanya. Tidak ada persoalan."
Pak Ruddin, Kepala SD/SMP SATAP Tassese
mengabarkan bahwa Nurkhasanah sekarang ikut
suaminya pindah ke Makassar. "Saya dengar, dia
melanjutkan sekolah ke SMA. Siapa pun tak bisa
menghalangi minatnya yang teguh. Ia senang
bersekolah." **(Beta Pettawaranie)
Menikah dan Sekolah Lagi
Nurkhasanah (paling kiri) dan teman-teman
sekelasnya di teras depan sekolah mereka,
SMP SATAP Tassese. Saat itu (2009),
Nurkhasanah sudah di Kelas VIII. Tahun 2010,
ia mengikuti Ujian Nasional dan lulus. Kini ia
ikut suaminya di Kota Makassar dan kabarnya
melanjutkan sekolah ke SMA di sana.
BETAPETTAWARANIE
27KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
Pagi sekali, anak-anak Desa Kompang di
pedalaman dataran tinggi Sinjai, Sulawesi
Selatan, berombongan berjalan kaki menuju
sekolah mereka, menuruni jalan raya yang
masih basah akibat hujan lebat semalaman.
JARAK BUKAN MASALAH
Berjalan kaki jauh ke sekolah, kadang sampai puluhan
kilometer, sebenarnya hal yang biasa bagi kebanyakan
anak-anak di pedalaman. Sejak dulu demikian dan sampai
sekarang pun masih ditemukan di berbagai daerah.
Meskipun, data dari berbagi survei menunjukkan bahwa jarak
dan waktu tempuh ke sekolah saat ini semakin berkurang.
Mereka yang tak pernah mengalaminya mungkin
menganggap hal itu keterlaluan dan dapat menganggu mutu
pendidikan di sekolah. Tetapi, bagi anak-anak yang
mengalaminya, itu justru pengalaman yang paling
menyenangkan dari kehidupan pedesaan yang bersahaja.
Dengan berjalan kaki beramai-ramai, mereka menemukan
keasyikan sebagaimana layaknya kanak-kanak. Ini juga
sekaligus menjadi bagian dari proses mengenal alam sekitar.
Mereka belajar menyiasati cuaca. Pada saat bersamaan,
mereka belajar membangun pertemanan dan saling peduli
satu sama lain. Dalam kenyataannya, hampir semua orang
Indonesia yang pernah mengalami hal yang sama, selalu
menceritakan kembali masa berjalan jauh ke sekolah sebagai
salah satu kenangan masa kanak-kanak yang paling berkesan
dalam hidup mereka.
Kebijakan nasional yang kini memberikan pelayanan
pendidikan dasar gratis --antara lain, melalui dana BOS--
sedikit-banyak telah memungkinkan anak-anak itu lebih
bergairah bersekolah, meskipun masih harus bejalan kaki
jauh. Beberapa halaman berikut adalah rekaman foto anak-
anak itu di berbagai daerah yang memperlihatkan bahwa
jarak bukanlah masalah bagi mereka...
GALERI
ARMINHARI
28 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
29GALERI: JARAK BUKAN MASALAH
Samudera Pasifik
Jayapura
Amai, Depapbre
Di muara Sungai Amai di Teluk Depapbre, Papua, anak-anak
sekolah disana suka memilih jalan-pintas ketika pergi dan
pulang sekolah yang berjarak sekitar 4 kilometer garis-lurus dari
kampung mereka. Caranya 'khas anak kampung': buka baju
untuk membungkus semua buku dan peralatan sekolah, angkat-
tinggi-tinggi dengan tangan, lalu berenang menyeberang sungai.
Dengan demikian, hanya celana dan badan mereka yang basah.
Ketrampilan berenang juga dimiliki anak-anak perempuan.
Bedanya, mereka basah kuyup semuanya, karena anak-anak
perempuan biasanya tidak melepas baju.
Saat pulang sekolah, biasanya mereka tak langsung pulang.
Mereka menghabiskan waktu di muara sungai bening dan pasir
pantai putih sambil mencari ikan atau memanjat dan memetuik
buah kelapa... suatu 'kemewahan' yang niscaya tak pernah
dinikmati oleh teman sebaya mereka di perkotaan!
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Muara &
Teluk
1
Laut Arafura
Laut Banda
BETAPETTAWARANIE
30 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Laut Banda
Amahai, Elpaputi,
Pulau Seram
Di pulau-pulau kecil laut dalam di Maluku, apa boleh buat, tak
ada jalan lain bagi anak-anak disana pergi dan pulang
sekolah kecuali dengan perahu atau sampan (kole-kole). Di
Kepulauan Banda yang terkenal itu, anak-anak sudah terbiasa
sejak kecil mendayung sampan sendiri dari daratan Pulau Lonthor
(pulau terbesar di sana) ke daratan Pulau Neira dimana sekolah
mereka terletak (KIRI BAWAH). Tak main-main, kedalaman laut di
sana mencapai 4000-5000 meter. Di kejauhan adalah Gunung Api,
salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia sampai saat ini.
Pilihan lain adalah naik perahu sewa (ojek laut), seperti para siswa
perempuan Madrasah Tsanawiyah (KANAN BAWAH) yang juga
menyeberang dari Lonthor ke Neira. Tentu saja... harus bayar!
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Pulau-pulau
Kecil
2
Lonthor & Neira,
Kepulauan Banda
Ambon
Sama saja di Pulau Seram, di Teluk Elpaputi, bagian selatan-tengah
Seram. Tetapi anak lelaki satu ini (KANAN, HALAMAN SEBELAH)
lebih memilih berjalan kaki menyusur pantai pasir putih pulang ke
rumah dari sekolahnya, SD Negeri Amahai (tampak jauh di latar
belakang). Sementara itu, bapak dan pamannya mendayung
sampan membawa adik lelaki dan perempuannya. Anak ini butuh
waktu sekitar satu jam baru tiba di rumahnya.
REZATUASIKAL
32 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Laut
Banda
Mantigola, Wakatobi
Baubau
Di pulau-pulau kecil terpencil pun tak jauh beda. Anak-anak
Orang Bajo --suku pengembara laut legendaris Asia
Tenggara-- di Kampung Mantigola, Kepulauan Wakatobi, lepas
pantai Sulawesi Tenggara, bahkan lebih unik lagi. Mereka harus
menyiapkan sampan kecil untuk menyeberangi selat dangkal
menuju sekolah mereka di tengah laut. Kadang hanya dengan
tangan mereka sebagai dayung mengayuh sampai sejauh 1 mil
laut. Sesekali mereka mendapat 'penumpang istimewa', yakni
satu atau dua orang guru mereka. Jika air laut sedang surut,
mereka cukup berjalan kaki di atas pasir pantai yang sedang
mengering.
Untuk alasan praktis saja, agar tidak basah, anak-anak itu tak
pernah membawa buku-buku dan peralatan sekolah mereka.
Semuanya disimpan di sekolah. Jika ada tugas 'perkerjaan
rumah', biasanya mereka selesaikan di sekolah. Buku-buku dan
peralatan sekolah itu hanya mereka bawa pulang saat ulangan
atau ujian...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Kembara
Laut
3
BETAPETTAWARANIE
34 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Tompobulu
Makassar
SelatMakassar
Teluk Bone
Untuk mencapai sekolah mereka, anak-anak Dusun Galung-
galung di pedalaman Pangkajene, Sulawesi Selatan,
menempuh jalur yang tidak biasa: mendaki gunung dan bukit,
menyeberangi sungai, meniti jembatan bambu dan pematang
sawah, melompati pagar kebun, serta melintasi hutan berlumut
tebal dan licin di musim hujan. Itu semua dalam kawasan
Taman Nasional Saraung-Bantimurung. Jaraknya sekitar 20
kilometer pulang-pergi dari dan ke sekolah mereka di pusat
Desa Tompobulu.
Tetapi, anak-anak itu tak pernah mengeluh. Mereka malah
menghabiskan waktu sambil bercanda riang dan bermain
sepanjang jalan...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Petani
Gunung
4
BETAPETTAWARANIE
36 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Di dataran tinggi Sigi, Sulawesi Tengah, kita saksikan hal
yang sama. Anak-anak Ngata (Desa) Tompu selalu
berombongan pergi dan pulang sekolah, berbaris jajar
panjang seperti satu konvoi. Sekolah mereka terletak jauh
terpencil di pucuk gunung (GAMBAR KANAN BAWAH). Meski
harus berjalan kaki, hanya dengan sandal-jepit atau bahkan
kaki-telanjang, anak-anak suku peladang tradisional ini tak
pernah mempersoalkan jarak yang mereka tempuh. Padahal
tak kurang dari 6 kilometer pulang-pergi.
Jangan bayangkan ini jalan datar yang mulus. Mereka naik-
turun lereng terjal menyusuri jalan setapak, menyeberangi
titian seadanya, menembus hutan dan belukar....
SelatMakassar
Teluk Tomini
Ngata Tompu
Danau
Poso
Palu
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Peladang
Hutan
5
BETAPETTAWARANIE
38 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
ERWINLAUJENG
BETAPETTAWARANIE
Di dataran tinggi pedalaman terpencil di bagian tengah-timur
Pulau Sulawesi, sekitar 200 kilometer dari Kota Poso atau
sekitar 500 kilometer dari Kota Palu, siswa SD SATAP Ue Bone,
dalam kawasan hutan Ulu Bongka, berangkat pergi dan pulang
sekolah menggunakan sampan kecil menelusuri dan menentang arus
deras Kali Bongka yang membelah hutan pinus lebat.
Anak-anak ini menghadapi resiko bahaya dalam perjalanan, tetapi
mereka tak pernah mengeluh. Mereka justru menikmatinya sebagai
bagian dari kesenangan masa kanak-kanak, bermain dan bertualang
di alam bebas terbuka, suatu kesenangan yang tak pernah dinikmati
oleh sebagian besar anak-anak seusia mereka yang hidup di
perkotaan...
Gulf of Tomini
Ue Bone
Lake of Poso
Palu
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Masyarakat
Daerah
Terpencil
6
40 IMAGES OF HOPE: BOS TRAINING & INDONESIA's SCHOOLS
EWINLAUDJENG
Poso
EWINLAUDJENG
Pontianak
Gunung Tamang
Sungai-sungai raya adalah salah satu ciri khas Kalimantan.
Beberapa sungai terbesar (terpanjang dan terlebar) di
Indonesia berada di sana, termasuk Kali Kapuas di Kalimantan
Barat. Hampir seluruh jaringan perhubungan di daerah ini masih
dan harus melalui aliran-aliran sungai besar dan berbagai cabang
(anak sungai) nya.
Anak-anak Dayak Kenayan di Gunung Tamang, pedalaman Kubu
Raya, tak terkecuali. Untuk mencapai sekolah mereka di SMP Santa
Ursula, sama seperti semua rekan-rekannya yang lain, dua remaja
putri ini pun setiap hari menyeberangi sungai besar, lebar, dalam,
dan deras, dengan perahu motor yang mereka kemudikan sendiri...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Sungai
Raya
7
ARMINHARI
42 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
ARMINHARI
Jatiluwih, Tabanan
Bali bukan hanya Kuta, Sanur, dan Ubud. Di dataran tinggi
Tabanan, ada Jatiluwih, satu kawasan pertanian dengan
hamparan sawah teras (bertingkat) yang sangat luas. Mungkin
semua anak di sana belum tahu bahwa hamparan sawah luas di
kampung mereka telah diusulkan oleh Badan PBB untuk
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO)
sebagai salah satu 'Kawasan Warisan Budaya Dunia'. Yang jelas,
anak-anak itu melintasinya setiap hari, saat berjalan kaki sejauh 3
kilometer pergi dan pulang sekolah melalui jalan desa yang
membelah hamparan sawah tersebut.
Sesekali, terutama pada musim kemarau (Mei-Agustus), kabut
tebal turun di pagi hari. Mereka tak surut. Dalam udara dingin
yang menggigit, tanpa sinar matahari selama beberapa jam,
mereka tetap berangkat ke sekolah...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Kawasan
Wisata
8
BETAPETTAWARANIE
44 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Samudera India
Parangkusumo
Bahkan banyak orang Indonesia yang tak tahu bahwa di pesisir
selatan bagian tengah Pulau Jawa, tak jauh dari Kota
Yogyakarta, terbentang satu hamparan luas tanah tandus dan
padang (gumuk) pasir Parangkusumo. Tentu saja, tak banyak orang
yang ingin tinggal di sana. Hanya ada satu dusun kecil terdiri dari
sekitar 10 rumah saja.
Maka, pagi hari, anak-anak dusun gersang ini pun mengayuh sepeda
mini mereka sejauh 3 kilometer ke sekolah di kawasan pantai wisata
Parangtritis. Siangnya, pulang sekolah, mereka melewati lagi jalan
panjang yang panas dan lengang tanpa pepohonan pelindung itu...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Tanah
Tandus
9
BETAPETTAWARANIE
46 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
Medan
Lubuk Pakam
Di kawasan perkebunan besar kelapa sawit di daerah Lubuk
Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, anak-anak lelaki tak
perlu lagi berjalan kaki ke sekolah. Jalan raya beraspal mulus
melintasi daerah itu. Mereka cukup menumpang angkutan umum
meski dengan sangat beresiko: naik di atas atap mobil! Dan
seperti sudah menjadi suatu ‘persepakatan tak tertulis”, para sopir
pun tak pernah menolak mereka.
Sementara bagi anak-anak perempuan, jika tak ada tempat duduk
yang tersisa di dalam mobil angkutan umum itu, apa boleh buat,
mereka harus berjalan kaki. Orang menganggap tentu tak pantas
anak perempuan naik ke atap mobil. Jika cukup ongkos, mereka
naik becak motor beramai-ramai. (KIRI ATAS & BAWAH).
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Perkebunan
Besar
10
ARMINHARI
48 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
ARMINHARI
Banda Aceh
Kuala Unga & Krueng Ateuh
Bencana besar tsunami dahsyat yang memporak-porandakan
pantai barat Aceh, pada tahun 2004, membuat ratusan
gedung sekolah hancur. Tahun 2008, anak-anak di Gampong
(Desa) Kuala Unga & Krueng Ateuh, Aceh Jaya, mendapat gedung
sekolah baru. Tetapi, kali ini letaknya cukup jauh dari desa
mereka, karena dibangun di tempat baru yang jauh dari ancaman
bahaya tsunami. Maka, mereka pun berjalan kaki sekitar 3
kilometer. Agar hemat waktu, mereka membawa bekal makanan,
sehingga tak perlu pulang ke rumah saat istirahat siang.
Maka, mereka pun menikmati santapan siang beramai-ramai di
teras gedung sekolah baru mereka...
JALAN KE
SEKOLAH:
Anak-anak
Korban
Tsunami
11
BETAPETTAWARANIE
50 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA
BETAPETTAWARANIE
angka
berkata,
data
bicara
2
53ANGKA BERKATA, DATA BICARA
Ibu guru di SD Negeri 3 Paupanda, Ende, Flores,
NTT, mengajarkan matematika kepada murid-
muridnya dengan cara tidak biasa: semua
muridnya maju berdiri ke depan kelas dekat
papan tulis dan menggunakan jari tangan untuk
melakukan perhitungan. Pelatihan sangat
penting memampukan guru menemukan cara-
cara kreatif dalam mengajar.
Pelatihan BOS 2011 adalah satu skema
pelatihan yang dirancang secara masif.
Jumlah sasaran yang dijangkau sekitar 656.073
orang peserta. Mereka adalah para Kepala
Sekolah, guru-guru dan anggota masyarakat
sebagai Komite Sekolah. Mereka berasal dari
218,691 sekolah dan madrasah di seluruh
Indonesia.
Angka pencapaian yang direncanakan itu
bukanlah jumlah yang kecil. Sebaran
kegiatannya amat luas, dari kota-kota sampai ke
daerah-daerah pedalaman terpencil. Jenjang
penularan pengetahuannya juga berlapis, dari
tingkat pusat ke daerah sampai ke satuan kerja
di tingkat sekolah. Tak bisa lain, ini memang satu
kerja raksasa. Diperlukan kemampuan
pengelolaan program yang handal dan
pengerahan sumberdaya secara sistematis dan
terpadu. Dalam konteks inilah pemerintah
Australia mengambil peran strategis yang
berpusat pada salah satu bagian dari bantuan
kerjasama pembangunan internasionalnya
dengan pemerintah Indonesia, yakni penguatan
kapasitas pengelola BOS.
ARMINHARI
PELATIHAN
PELATIH UTAMA
NASIONAL
PELATIHAN
PELATIH UTAMA
DAERAH
PELATIHAN
PENGELOLA
SEKOLAH &
GURU-GURU
Diikuti oleh 60 orang
Diikuti oleh 2.600
orang: (1.500 orang
angkatan pertama +
1.100 orang tambahan)
Diikuti oleh 656.073
orang
ARMINHARI
54 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
Materi Utama
Sesuai dengan tujuannya --yakni untuk
meningkatkan kemampuan para pengelola
sekolah dan guru-guru-- komponen pelatihan
BOS 2011 dirancang dan terdiri dari empat
kelompok materi utama, yakni:
1. Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M);
2. Perencanaan & Tata Kelola Sekolah;
3. Pendidikan Karakter; dan
4. Manajemen Keuangan Sekolah.
Setiap kelompok materi utama tersebut terbagi
lagi ke dalam beberapa pokok bahasan.
Misalnya, dalam hal Teknis Pelaporan, menjadi
bagian dari materi utama Manajemen
Keuangan Sekolah.
Semua pokok bahasan tersebut telah
dibukukan menjadi satu modul paket
pelatihan. Tercatat sebanyak 669.792 modul
paket pelatihan telah dibagikan kepada semua
sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia.
Alur Pelaksanaan
Seluruh rangkaian kegiatan Pelatihan BOS
2011 telah dilaksanakan mulai dari tingkat
nasional sampai ke tingkat lokal (Provinsi dan
Kabupaten/Kota), dengan jenjang dan alur
sebagai berikut:
100 -
90 -
80 -
70 -
60 -
50 -
40 -
30 -
20 -
10 -
0 -
Total Perempuan Laki-laki
67,94
89,49
65,67
90,54
70,20
88,40
pre-test post-test
ARMINHARI
Grafik-1: Hasil Evaluasi Awal & Akhir Pelatihan
dalam hal Peningkatan Pengetahuan,
menurut status gender peserta.
55ANGKA BERKATA, DATA BICARA
Secara teoritis, seluruh rangkaian pelatihan
tersebut masing-masing berlangsung
intensif selama empat hari (four days
intensive training). Para pelaksana pelatihan
di tingkat lokal, terutama di daerah-daerah
dengan keadaan atau kendala geografis
yang cukup berat, melakukan penyesuaian-
penyesuaian, misalnya, dipadatkan menjadi
satu hari. Namun, dari segi hasilnya,
sebagian besar sekolah yang dikunjungi
terbukti memahami dan mampu
menerapkan mekanisme kerja BOS.
Capaian Hasil
Seluruh rangkaian pelatihan telah menerapkan
evaluasi awal dan akhir. Hasil evaluasi pra dan
pasca (pre and post test) pelatihan
menunjukkan adanya peningkatan
pengetahuan peserta. Indeksnya meningkat
dari nilai 67,94 menjadi 89,49. Satu hal yang
menarik adalah bahwa peningkatan
pengetahuan pada para peserta perempuan
lebih tinggi dibanding peserta laki-laki, sebagai
berikut (Grafik-1):
Dengan kata lain, baik dari segi nilai akhir rata-
rata maupun dalam hal tingkat kemajuan,
pencapaian hasil peserta perempuan jauh lebih
baik daripada peserta laki-laki. Fakta di lapangan
menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang
menduduki jabatan atau menjalankan peran
yang menentukan dalam pengelolaan sekolah
semakin meningkat, misalnya sebagai Kepala
Sekolah atau Bendahara BOS. Atas fakta itu,
kita bisa berharap bahwa peningkatan
pengetahuan yang lebih baik pada sebagian
besar perempuan peserta pelatihan-pelatihan
BOS 2011 tersebut, juga akan membawa hasil
perbaikan nyata dalam pengelolaan sekolah-
sekolah kita di masa mendatang.
Hasil tersebut semakin menarik jika dikaitkan
dengan hasil evaluasi yang menunjukkan
bahwa para wakil Komite Sekolah
mendapatkan tambahan pengetahuan lebih
banyak dibanding para peserta dari unsur
sekolah (Grafik-2):
100 -
90 -
80 -
70 -
60 -
50 -
40 -
30 -
20 -
10 -
0 -
Grafik-2: Hasil Evaluasi Awal & Akhir Pelatihan
dalam hal Peningkatan Pengetahuan,
menurut jabatan/fungsi peserta.
BETAPETTAWARANIE
63,34
87,43
67,54
89,54
70,91
90,84
Komite Bendahara Kepala
Sekolah BOS Sekolah
pre-test post-test
56 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
Dengan semakin membaiknya pemahaman
anggota Komite Sekolah, maka diharapkan
akan semakin membaik pula pengawasan oleh
warga terhadap pengelolaan BOS. Tentu saja,
hal ini masih harus dibuktikan di masa-masa
mendatang.
Hasil evalusi lainnya oleh
peserta pelatihan
menunjukkan bahwa 87.4%
peserta menyatakan puas
dengan pelaksanaan
pelatihan, namun hampir
semuanya (92.4%)
menyatakan perlunya
pendampingan pasca
pelatihan.
Sebanyak 93.1% peserta melaporkan bahwa
mereka belajar apa yang mereka harapkan dan
82.7% menyatakan telah mendapat
pengetahuan baru. Tercatat 4 dari 5 peserta
merasa lebih percaya diri dan bisa menerapkan
apa yang dilatihkan. Sementara itu, 72.2%
merasa bahwa pelatihan ini akan berdampak
bagi tugas-tugas mereka sebagai pengelola
BOS di sekolah masing-masing.**
Dua ibu guru muda di Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN) Gelgel, Tabanan, Bali, bekerja di
ruang perpustakaan sekolah mereka. Kebiasaan
guru untuk terus belajar semacam ini sangat
dibutuhkan bagi kemajuan dan peningkatan
mutu pendidikan di sekolah. Setelah
memperoleh tambahan pengetahuan baru
melalui pelatihan, diperlukan pembinaan terus-
menerus untuk lebih membangun kebiasaan,
prilaku, dan sikap bagi para pengelola sekolah
dan guru-guru. Saran peserta tentang perlunya
pendampingan pasca-pelatihan, mungkin
memang perlu lebih ditekankan pada aspek-
aspek tersebut yang, pada tingkat terakhir, justru
menjadi hal yang paling menentukan.
ARMIN HARI
57ANGKA BERKATA, DATA BICARA
Sambil berjalan pulang dari sekolahnya, menyusuri
jalan kampung yang sepi di Desa Kompang, Sinjai,
Sulawesi Selatan, murid SD ini asyik membaca
buku pelajaran sekolahnya, Ini dimungkinkan oleh
adanya perpustakaan di sekolahnya yang buku-
bukunya diadakan dari dana BOS.
MENGHIDUPKAN
JANTUNG SEKOLAH
sejak ditetapkan bahwa negara berkewajiban
memenuhi hak warganya untuk memperoleh
pendidikan dasar, yakni pendidikan wajib selama 9
tahun (sampai tingkat SMP), ribuan gedung sekolah
baru dibangun di seluruh nusantara. Tak hanya di
kota-kota, prasarana baru sekolah juga dibangun
sampai ke daerah-daerah pelosok terpencil.
Pengadaan prasarana tersebut memang di luar
cakupan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Tetapi, BOS lah yang mengisi ribuan bangunan
sekolah itu dengan berbagai sarana kelengkapan
dasar yang sangat menentukan, termasuk
pengadaan buku-buku pelajaran dan perpustakaan.
Bagian berikut ini menggambarkan bagaimana
pelatihan BOS, terutama yang berkenaan dengan
tata kelola sekolah, menambah kesadaran
pengelola sekolah tentang pentingnya pengelolaan
perpustakaan yang baik.
Ibarat suatu kendaraan, buku dan perpustakaan
adalah bahan-bakar bagi bergeraknya mesin
pengetahuan di sekolah. Sulit membayangkan
bagaimana sekolah bisa berkembang tanpa buku-
buku dan perpustakaan yang memadai. Tak
berlebihan jika banyak orang yang mengatakan
bahwa buku dan perpustakaan, pada dasarnya,
adalah jantung kehidupan sekolah. Tanpa buku dan
perpustakaan, suatu sekolah tak akan punya
kehidupan, laksana mati suri.
Dana BOS lah yang menghidupkan jantung ribuan
sekolah di seluruh pelosok nusantara itu...
GALERI
ARMINHARI
58 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
59GALERI: MENGHIDUPKAN JANTUNG SEKOLAH
PEPRUSTAKAAN
SEKOLAH:
Bersih, Nyaman
dan Lengkap
1 Orang bilang, untuk tahu apakah pemilik dan penghuni
satu rumah itu benar-benar bersih atau jorok, lihat
kamar mandi dan kakus (jamban) nya. Kalau jorok, bisa
dipastikan bahwa para penghuni rumah itu adalah orang-
orang yang tidak punya kebiasaan dan prilaku bersih. Sama
dengan ruang perpustakaan bagi satu sekolah.
Beruntunglah anak-anak yang memiliki perpustakaan sekolah
yang bersih dan nyaman. Apalagi jika koleksi bukunya juga
nisbi lengkap, seperti di SMP Negeri 1 Banuhampu, Sumatera
Barat. Meski tidak mewah, sekolah ini memiiki perpustakaan,
juga ruang komputer yang dilengkapi dengan akses internet.
Mungkin bukan yang terbaik di antara semua sekolah di
Indonesia, tetapi sudah memenuhi semua persayaratan
minimal sebagai suatu perpustakaan sekolah yang baik.
60 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ARMINHARI
ARMINHARI
ARMINHARI
PEPRUSTAKAAN
SEKOLAH:
Meski Darurat,
Tetap Tersedia
dan Tertata
2 Perpustakaan sekolah sebenarnya bukan soal gedung
mewah dan megah. Bahkan di bangunan yang sangat
sederhana pun, perpustakaan bisa berjalan baik. Kuncinya
adalah pada pengelolaan yang benar serta kesadaran dan
pemahaman yang baik tentang peran dan fungsi
perpustakaan. Dengan sedikit usaha seperti itu,
perpustakaan sekolah bisa sangat menyenangkan.
Wujudnya hanyalah satu bangunan serba darurat, berlantai
tanah dan semen kasar, berdinding anyaman gedhek bambu.
Namun, di dalam bangunan serba sederhana itu, jantung
sekolah tetap berdetak. Para pengelola dan guru di SD
Negeri Darurat Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah,
faham benar akan makna perpustakaan sekolah mereka
yang ditata rapih dan bersih. Para siswanya pun, anak-anak
keluarga korban bencana letusan Gunung Merapi 2010,
menikmati dan memanfaatkan sarana perpustakaan sekolah
darurat mereka itu sebaik mungkin...
ARMINHARI
62 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ARMINHARI
PEPRUSTAKAAN
SEKOLAH:
Meski Hanya
Sekali Setiap
Dua Pekan
3 Karena keterbatasan dana, Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Syekh Lokiya di Towale, Donggala, Sulawesi Tengah,
belum punya perpustakaan sekolah yang memadai. Karena
itu, para guru dan pengelola madrasah berprakarsa
mengundang mobil perpustakaan keliling dari Dinas
Pendidikan Kabupaten Donggala untuk mengunjungi sekolah
mereka secara berkala setiap dua minggu sekali. Dan, para
siswanya pun menyerbu mobil itu setiap kali datang...
Pengemudi dan petugas perpustakaan keliling itu juga
mengaku suka sekali mengunjungi sekolah ini. Mereka merasa
senang dan puas melihat siswa sekolah itu menghargai
pekerjaan mereka: sangat bersemangat membaca dan
meminjam buku-buku yang mereka bawa...
ERWINLAUJENG
64 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ERWINLAUJENG
PEPRUSTAKAAN
SEKOLAH:
Memenuhi
Kebutuhan &
Membentuk
Kebiasaan
4 Tak pelak, perpustakaan sekolah bukan cuma menyediakan
bahan bacaan untuk keperluan pelajaran sekolah. Usia
siswa SD dan SMP adalah masa penuh keingintahuan.
Ketersediaan buku-buku di perpustakaan sekolah menjadi
salah satu cara untuk menjawab kebutuhan perkembangan
kejiwaan mereka. Dalam kenyatannya, tidak sedikit anak --
seperti siswa di SD Taluak Ampek Suku di Sumatera Barat
(BAWAH) dan di SD HKBP Lubuk Pakam, Sumatera Utara
(KANAN, HALAMAN SEBELAH)-- justru lebih suka
menghabiskan jam istirahat di sekolah mereka dengan
membaca buku, sementara kawan-kawan mereka bermain...
Usia anak SD dan SMP adalah juga masa pembentukan
kebiasaan yang paling menentukan (formative age).
Ketersediaan buku-buku di perpustakaan sekolah niscaya
akan sangat membantu pembentukan kebiasaan baik
tersebut. Kelak, setelah mereka dewasa, kebiasaan dan
kesenangan membaca itu akan terus tumbuh!
66 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ARMINHARI
67GALERI: MENGHIDUPKAN JANTUNG SEKOLAH
ARMINHARI
sumbangsih
pelatihan
Tim Fasilitator Pelatihan BOS
memanfaatkan waktu jedah
pelatihan untuk mewawancarai
Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah
dan guru-guru di SDN Kalawat,
Minahasa, Sulawesi Utara.
68 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
sebenarnya bukan hanya semata-mata
berupa penyediaan dana untuk pengadaan
perlengkapan sekolah bagi murid dan siswa
SD dan SMP. Program nasional ini juga
mencakup pengadaan sarana belajar
lainnya yang sangat menentukan, seperti
perpustakaan, laboratorium, dan media
atau alat peraga pengajaran. Tetapi, yang
tak kalah penting, yang selama ini justru
jarang diketahui oleh masyarakat luas
adalah upaya-upaya peningkatan
kemampuan para kepala sekolah dan guru
sebagai bagian tak terpisahkan dari
keseluruhan program BOS.
3
ARSIPPROGRAMBOS
70 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ACEH: Pelangi di Ujung Barat
Pagi menjelang siang di SD Cot Bambu Aceh
Besar. Ibu Nur Fauziah, guru Kelas V sedang
mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA). Dengan menggunakan kapur di atas papan
tulis hitam ia menggambar tiga gelas berisi air yang
di dalamnya terdapat pensil. Gambar itu
memperlihatkan sudut bayangan pensil yang
bengkok atau lebih besar dari aslinya karena
pantulan air. Ruang kelas itu tampak lapang. Meja-
meja disusun dengan formasi tapal kuda. Sebelas
orang murid --5 lelaki dan 6 perempuan--
menyimak buku Lembar Kerja Siswa (LKS) masing-
masing. Mereka sedang membahas pelajaran
tentang 'Benda dan Cahaya'.
Ibu Nur telah menyipakan baskom plasik hitam
berisi air dan cermin di meja yang ada di tengah
ruangan. Rupanya, tak hanya menjelaskan teori, Ibu
Nur juga akan melakukan praktikum. Setelah
menjelaskan peralatan yang akan digunakan, ia
meminta murid-muridnya membawa perlengkapan
praktikum itu ke tengah lapangan upacara dekat
tiang bendera. Di bawah terik matahari ia meminta
murid-muridnya menyimak tahap demi tahap
petunjuk buku LKS. Ia memperlihatkan efek cahaya
di atas kertas putih yang dipantulkan oleh cermin di
dalam air yang memunculkan riak gelombang
pelangi. Sejumlah pertanyaan ia ajukan dan dijawab
lantang murid-muridnya. Setelah puas, ia mengajak
mereka menutup praktikumnya dengan bernyanyi
“Pelangi-Pelangi.” (Catatan Lapangan, 15 Maret
2012)
Sekolah ini terletak di tengah sawah yang
menjorok dari tepi jalan desa di Aceh Besar. Ini
bukanlah sekolah istimewa dilihat dari
bangunan dan lingkungannya. Murid sekolah ini
kurang dari 100 siswa, sebagian besar orang tua
mereka kaum tani. Jumlah murid di sini tak
pernah jauh dari angka ini. Hanya pada masa
pasca tsunami, sekolah ini pernah menampung
lebih dari 300 orang murid, karena sekolah ini
menjadi sekolah sementara bagi para
pengungsi yang tinggal di barak-barak di
sekitarnya.
Jumlah murid SD Cot Bambu kurang dari 100
siswa. Bagi para pemerhati isu anggaran dan
pendidikan, itu dianggap tidak ideal. Dalam
pembiayaan yang semata-mata bersumber dari
BOS, batas ambang yang memadai harus di
atas 100 siswa. Jumlah dana BOS per sekolah
dihitung berdasarkan perkalian dana dan
jumlah murid. Neneng Setianingsih, aktivis
GERAK (Gerakan Anti Korupsi) Aceh yang
bekerja untuk isu anggaran publik,
menganggap cara berhitung serupa itu sangat
beresiko. Sebab, dengan jumlah penerimaan
dana BOS yang diberlakukan sama, maka
sekolah-sekolah dengan jumlah murid banyak,
akan mendapatkan dana lebih besar.
Sebaliknya, sekolah dengan jumlah murid
sedikit, seperti SD Cot Bambu ini, alokasi dana
BOS yang mereka terima sangat terbatas.
Padahal jumlah satuan hari kerja, jumlah
minimal guru, dan kegiatan belajar mengajar di
sekolah mana pun harus berlaku sama. Berapa
pun jumlah murid mereka. Dalam kasus jumlah
murid kecil, manajemen sekolah harus pandai
main akrobat agar biaya pendidikan sepanjang
tahun bisa terpenuhi dari dana BOS.
Para pemerhati anggaran dan biaya pendidikan
seperti GERAK mengusulkan perkalian alokasi
dana BOS seharusnya bukan semata didasarkan
pada jumlah dana per anak per tahun.
Komponen dana bantuan harus menggunakan
standar minimal untuk beroperasinya satu
sekolah secara layak, berapa pun jumlah
muridnya. Cara menghitung alokasi dana BOS
yang hanya mendasarkan pada jumlah murid,
dianggap terlalu bias Jawa yang penduduknya
padat. Padahal, bagi daerah-daerah di luar Jawa
seperti pedalaman Aceh, Kalimantan, Maluku,
atau Papua, mengumpulkan siswa sampai lebih
dari 30 orang per tahun ajaran, bukanlah
pekerjaan mudah. Apalagi program Keluarga
Berencana (KB) dianggap telah berhasil. "Cara
berhitung seperti itu berbahaya karena akan
71PELATIHAN PENGELOLA & GURU
BETAPETTAWARANIE
menutup kesempatan belajar bagi anak-
anak di daerah terpencil dan menutup
kesempatan sekolah-sekolah yang jumlah
muridnya terbatas. Penerimaan dana BOS
nya bisa tak mencukupi untuk anggaran
satu tahun." (Neneng Setianingsih,
wawancara 12 April 2012).
Namun dari contoh aktivitas belajar yang
dilakukan Ibu Nur di Cot Bambu, sekolah
ini niscaya bukan sekolah yang asal jalan.
Jumlah murid yang kurang dari 100 siswa,
tak mengurangi kualitas mengajar berkat
kreatifitas guru. Pernyataan ini tak hendak
menolak analisis GERAK Aceh yang pada
kenyataannya cukup masuk akal, melainkan
untuk memberi apresiasi kepada kreatifitas
guru yang berusaha keluar dari segala
keterbatasan dana BOS.
Kunjungan evaluasi ke SD Cot Bambu itu
sama sekali tak sepengetahuan pihak
sekolah. Karenanya, pasti tidak ada
rekayasa ketika evaluator menyaksikan
proses belajar yang berlangsung meriah
dan menyenangkan itu.
Di ruang guru, terdapat empat bagian
ruangan. Ruang guru ini semula adalah
rumah dinas Kepala Sekolah. Di salah satu
ruangan, yakni ruang Kepala Sekolah,
terlihat seperangkat komputer yang dibeli
dari dana BOS. Saat itu, komputer sedang
digunakan Pak Reza, guru olah raga, untuk
menyusun soal-soal ulangan umum (tes
sumatif). Beberapa guru lainnya,
beristirahat di ruang utama menikmati kue-
kue yang disajikan --juga berkat dana BOS.
Sambil beristirahat, mereka meladeni para
murid yang datang silih berganti
menanyakan ini dan itu tanpa rasa enggan
atau malu. Komunikasi kedua pihak
berjalan wajar dan riang.
Ibu Erlis, Kepala Sekolah, menjelaskan
bahwa model pengajaran yang mendorong
siswa agar lebih aktif semula hanya
dianggap teori. Paling jauh ini hanya
Beberapa murid Kelas IV SD Negeri
Kuala Unga, Aceh Jaya, di ruang
perpustakaan gedung baru sekolah
mereka, berdiskusi membahas satu
topik pelajaran yang ditugaskan oleh
guru mereka. Metoda penugasan
dalam kelompok untuk belajar
bersama ini diterapkan oleh guru-guru
di sekolah tersebut sebagai salah satu
hasil dari pelatihan-pelatihan yang
mereka ikuti selama ini.
72 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
menjadi angan-angan. Bukan hanya tak cukup
fasilitas, namun juga guru tak punya pengalaman
dan pemahaman mengapa model pengajaran
siswa aktif harus dilakukan. Adalah pelatihan-
pelatihan BOS yang kemudian memotivasi
mereka untuk mengembangkan pengajaran yang
kreatif dan inovatif serupa itu. "Guru kreatif,
siswa aktif" menjadi motto yang mereka
kembangkan dari pelatihan-pelatihan BOS.
Pelatihan BOS bukanlah hal yang istimewa. Para
guru umumnya telah mengenal model belajar
siswa aktif jauh sebelum ada pelatihan BOS.
Namun, kepegasan (fleksibilitas) dalam
pengguaan dana BOS dan diperbolehkannya
berkreasi, memberi semangat kepada para guru
untuk mengembangkan cara-cara pembelajaran
aktif. Maka, prakarsa-prakarsa mereka pun
berkembang setelah mengikuti rangkaian
pelatihan BOS yang, antara lain, menekankan
pentingnya teknik-teknik mengajar kreatif
dengan memanfaatkan media belajar sederhana
dan pengembangan watak (character building).
Semula, para guru menganggap dan kurang
yakin bahwa perubahan cara mengajar tersebut
akan bermanfaat. Sebaliknya, mereka justru
khawatir sasaran pencapaian (target) kurikulum
akan terganggu atau tak terpenuhi. Namun,
setelah mereka coba dan hasilnya dapat
mengubah watak dan prilaku anak-anak menjadi
lebih riang, aktif bertanya, mau terlibat, dan
rajin bersekolah, pihak sekolah melihat pelangi
harapan dalam cara atau metoda pendekatan
pembelajaran tersebut.
Para guru sadar murid-murid di sekolah ini --
sebagaimana juga di wilayah lain di Aceh--
merupakan saksi dari peristiwa-peristiwa
dahsyat yang menimpa Aceh akibat konflik
berkepanjangan (sejak 1976 sampai
ditandatanganinya Perjanjian Helsinki tahun
2005) dan bencana besar tsunami (Desember
2004). Di masa konfik, Aceh Besar adalah salah
satu wilayah perbatasan --untuk tidak
dikatakan wilayah perebutan-- kedua pihak
yang bersengketa. Sementara di masa pasca
tsunami, Aceh Besar merupakan daerah
penyangga bagi para korban selamat yang
menata kembali kehidupan mereka sesudah
bencana dahsyat tersebut.
Benar, tak semua murid pernah mengalami
peristiwa itu. Namun kecemasana orang tua
mereka yang mengalaminya, bagaimanapun,
niscaya terekam dan muncul dalam watak
mereka. Siswa menjadi murung atau agresif.
“Dulu, hampir setiap minggu ada saja anak
kelahi, baju atau celana robek karena mereka
bermain kelewat batas” demikian Pak Reza
menggambarkan watak dan prilaku anak
didiknya sebelum perubahan cara-cara
pembelajaran diterapkan.
Persekolahan yang dikelola dengan baik, pasti
tak akan menjadi pabrik pendidikan yang mati
rasa. Persekolahan harus sanggup tanggap
menjawab kebutuhan warga belajarnya.
Pelatihan-pelatihan yang diikuti para Kepala
Metode pembelajaran aktif tidak hanya
tentang teknik-teknik menyajikan bahan
pelajaran, tetapi juga pengaturan ruang
kelas (classroom arrangement). Guru-
guru di SD Negeri Kuala Unga, Aceh
Jaya, menerapkan hasil pelatihan mereka
dengan menata semua ruang kelas di
sekolah mereka secara inkonvensional,
duduk melingkar yang lebih
memungkinkan murid-murid saling
berinteraksi secara langsung dan setara.
BETAPETTAWARANIE
73PELATIHAN PENGELOLA & GURU
Sekolah dan pengelola BOS, memberi ruang
imajinasi kepada mereka tentang
persekolahan yang sanggup mengurai
kegelisahan dan penderitaan siswa yang tak
selalu terungkap jika tak diupayakan.
Adalah benar bahwa manusia, termasuk
anak-anak, punya kearifan tersendiri untuk
berdamai dengan keadaan dan kekhawatiran
yang tak terucapkan. “Namun kita tak
pernah tahu sampai kapan bisa bertahan.
Kita tak mungkin membiarkan atau
menunggu kelak terjadi sesuatu yang
akarnya amarah dan kebencian yang tak
terurai,” lanjut Pak Guru Reza menjelaskan.
Cara pembelajaran aktif-kreatif di sekolah ini
dibuktikan sangat membantu siswa untuk
kembali ke dunia kanak-kanaknya. Dengan
alat bantu sederhana, guru-guru berusaha
membangkitkan semangat belajar yang riang
dan menumbuhkan keingintahuan mereka.
Sementara bagi para guru, cara ini
membantu mereka untuk juga tetap dan
terus belajar. Proses belajar menjadi
menyenangkan, tak hanya bagi siswa, tetapi
juga bagi guru. “Saya tak payah lagi
mengoceh sendirian di depan kelas”, ujar Ibu
Nur.
Ibu Erlis, Kepala SD Cot Bambu adalah
pelangi lain yang membuat sekolah punya
visi misi yang jelas:
Metafora Iini tak berlebihan ketika ia
menjelaskan bagaimana sekolah
memaksimalkan segala bantuan belajar untuk
meningkatkan mutu pembelajaran. “Dalam
pelatihan BOS tempo hari, dari pihak
pemerintah daerah kami dengar tentang
kebijakan-kebijakan bantuan pendidikan apa
yang disediakan oleh pemerintah sebagai dana
pendamping BOS.”
Bersama sesama guru ia mempelajari
mekanisme pemberian bantuan. Bantuan bagi
yatim piatu diberikan langsung kepada orang
tua murid lewat bank pemerintah daerah.
Untuk mengantisipasi agar dana bantuan tidak
dipakai untuk kebutuhan lain, pihak sekolah
memanggil para orang tua penerima dana
yatim piatu itu. Mereka diajak memikirkan baju
seragam, buku, dan sepatu anak-anaknya. Ini
penting, karena tahun sebelumnya dana
bantuan yatim piatu datang menjelang bulan
puasa. “Jangan nantinya uang habis buat
meugang, membeli daging menjelang
Lebaran.” Para orang tua itu diingatkan bahwa
“BOS bagi sekolah kami
adalah motor bergeraknya
pembelajaran, sementara
pelatihan-pelatihan guru
adalah minyaknya.”
--Ibu Erlis, Kepala SD Cot Bambu, Aceh Besar--
Metoda 'belajar kelompok sepantar'
(peer group learning) diterapkan oleh
guru-guru SD Negeri Bukit
Teureubeuh, Kota Jantho, Aceh Besar.
Salah satu kelompok sepantar tersebut
memilih duduk melingkar di teras
depan ruang kelas mereka. Selain
aspek pengetahuan, cara ini
memungkinkan anak-anak itu belajar
membentuk sikap saling berbagi,
mendengar dan menghargai pendapat
orang lain.
BETAPETTAWARANIE
74 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
anak-anak mereka perlu ganti seragam supaya
tidak rendah diri.
“Bagi saya," lanjut Ibu Erlis, "inilah yang saya
maksud dengan manajemen pengelolaan dana
bantuan. Saya tak mau acuh tak acuh hanya
karena uang tak masuk lewat sekolah. Buat saya
uang itu amanah bagi anak yatim, kita harus
mengusahakan uang itu sampai kepada mereka”
Bahwa dana bantuan tak melulu dari BOS,
mereka tahu itu. Dan, pelatihan-pelatihan yang
mereka ikuti memberikan pemahaman yang luas
tentang cara-cara pengelolaannya. Ibu Maria,
Bendahara Sekolah, menjelaskan bagaimana
mereka memilih prioritas pendanaan. "Coba
lihat," katanya, "pagar kami sudah hampir roboh.
Tapi kami tak mau dana BOS dipakai meskipun
itu perlu. Biar saja menunggu orang dari Pemda
atau Dinas Pendidikan turun. Kami tahu sekolah
kami ada hak dari dana bagi hasil migas yang
diatur qanun5
sebagaimana kami dengar di
pelatihan BOS. Saya tak mau mengorbankan
dana BOS untuk hal yang tak semestinya
meskipun perlu.”
Jelas sudah, bagi sekolah ini BOS hanyalah bahan
bakar penggerak motor pendidikan. BOS hanya
salah satu komponen yang menghidupkan
sekolah. Namun tanpa dana sebagai bensin,
pendidikan niscaya akan terlalu berat untuk
didorong. Bercermin dari sekolah di tepi desa
Cot Bambu di Aceh Besar ini, kita melihat
bayangan pelangi yang memancar dari balik rinai
hujan persoalan pendidikan di ujung barat
negeri ini.
Di Aceh dan di wilayah lain, para perintis
(pioneer) pendidikan lahir dari kandungan
persoalan yang mereka hadapi dan
membutuhkan keberanian untuk
mengembangkan hasil pelatihan menjadi aksi.
Adalah Markhayani (GAMBAR BAWAH), Kepala
SMP Negeri 1 Lampeuneurut, Darul Imarah,
Aceh Besar, yang juga memberi warna pelangi
pada langit pendidikan di Aceh.
Sekolah yang dipimpinnya sejak tujuh tahun
lalu ini menjadi pusat komunikasi pengelolaan
BOS. Tak sedikit Kepala Sekolah yang
berkonsultasi kepadanya dan mencarikan
jalan keluar agar kebijakan yang mereka ambil
tak menyalahi aturan. Ketika evaluasi
dilakukan, awal Maret 2012, sekolah ini
sedang menyelenggarakan uji-coba Ujian
Nasional (UN). Semua bahan uji-coba diambil
dari dana BOS, demikian juga
penyelenggaraannya. Dan, sebagaimana
evaluasi di sekolah lain, evaluasi dilakukan
tanpa pemberitahuan. Di dinding
pengumuman terpampang laporan BOS tahun
sebelumnya dan rencana kerja BOS tahun
2012.
MOHAMADANSHAR,HarianSerambi
5
Peraturan Daerah (PERDA) di Daerah Otonomi
Khusus Aceh.
Ibu Markhayani, Kepala SMP Negeri 1
Lampeuneurut, Darul Imarah, Aceh Besar.
75PELATIHAN PENGELOLA & GURU
Ditempa oleh kerasnya kehidupan sejak masa
sekolah, Ibu Yani sangat memahami betapa
besar arti BOS bagi keberlangsungan
pendidikan dan persekolahan di Aceh.
Mengisahkan bagaimana ia harus berjuang
untuk merebut kesempatan dalam pendidikan,
kita dapat memahami mengapa ia berkeras
bahwa uang BOS baginya merupakan kartu
jaminan masa depan bagi anak-anak didiknya
untuk meraih impian.
“Setamat SMP Lubuk, Aceh Besar, tahun 1977,"
demikian Ibu Yani mengisahkan masa
sekolahnya dulu, "saya masuk SPG di Banda
Aceh. Saya ingin sekali menjadi guru. Tapi
orang tua saya terlalu miskin untuk membiayai
saya. Saya punya lima adik yang juga perlu
biaya. Karena kampung saya jauh di
pedalaman, saya tak mungkin melaju, saya
harus kos. Tapi biayanya pasti besar, tidak akan
cukup. Lalu Ibu Syarifah Marziah, salah seorang
guru di SPG itu berbaik hati mengajak saya
tinggal di rumahnya. Sejak itu saya tinggal di
rumahnya di Kampung Laksana, Banda Aceh.
Orang mengatakan saya menumpang hidup
sambil membantu. Saya tak mengeluh dengan
keadaan saya, karena saya ingin terus sekolah.
Saya selalu mendapatkan juara 1 atau 2. Dan
saya bangga karena biaya sekolah saya
tanggung sendiri dengan menjalani hidup
prihatin menjadi pembantu di rumah orang.”
(wawancara, 15 Maret 2012, di Banda Aceh).
Merasakan beratnya biaya pendidikan, Ibu Yani
tidak ingin ada anak yang terhambat hanya
karena sekolah tidak peka pada kebutuhan
mereka. Pelatihan BOS yang ia ikuti ia
kembangkan menjadi program-program
belajar yang semakisimal mungkin membuat
muridnya mendapatkan pendidikan.
“Saya dorong guru-guru yang belum
mendapatkan sertifikat," lanjut Ibu Yani,
"untuk ikut sertifikasi, atau kuliah lagi. Saya
buat berbagai kegiatan yang membuat anak-
anak betah di sekolah seperti Pramuka, drum
band, dan ekstra-kurikuler lainnya.”
Dengan jumlah murid lebih dari 600 siswa,
tidak mudah baginya untuk mengelola sekolah
dan mendekati semua muridnya. Namun ia
merasa punya cara untuk mendekati mereka.
“Kasih saya anak yang paling bandel” ujarnya
tanpa bermaksud tinggi hati. Ia hanya ingin
menunjukkan bahwa jika ada kemauan dan
mengerti karakter anak, seberat apapun
persoalannya pasti bisa ditangani. Ia mengerti
mengapa anak-anak pada usia itu
membutuhkan pendekatan berbeda. “Mereka
kan tanggung, anak-anak bukan, dewasa
belum”. Dan ia pun mengisahkan seorang
muridnya yang luar biasa bandel. Hampir
semua guru angkat tangan. Tapi Ibu Yani
mampu mendekatinya. Dan anak itu kemudian
mendapatkan nilai terbaik di ujian akhir.
Sekolah ini menyimpan penggalan sejarah
Aceh yang pahit. Didirikan tahun 1982,
sekolah ini merupakan sarana umum pertama
yang dibakar semasa konflik. Ketika tsunami
menerjang Aceh, sekolah ini ikut luluh lantak.
Baru tahun 2005-2006, beberapa bangunan
kelas direnovasi dan hingga kini masih ada dua
bangunan yang membutuhkan renovasi ulang.
Kunci keberhasilan sekolah menurutnya ada
pada guru yang bermutu. Pada pelatihan BOS
tahun lalu, Ibu Yani mengajukan usul agar
sertifikasi diberikan kepada guru-guru muda,
sementara guru yang hampir pensiun diberi
Pelatihan-pelatihan BOS
membantunya untuk
memikirkan optimalisasi
bantuan serta
mengembangkan model
komunikasi yang efektif
dengan siswa dan para orang
tua mereka.
76 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
penghargaan atas darma baktinya. Usulan ini ia
ajukan karena ada keluhan bahwa sertifikasi
hanya membuat banyak guru makin frustrasi.
Menurutnya itu karena sertifikasi diberlakukan
kepada semua guru.
“Guru guru yang telah lama mengajar," jelas Ibu
Yani, "pasti kesulitan mengubah cara mereka
mengajar. Mereka telah punya pola dan cara
mengajar tersendiri. Menurut saya, mereka tidak
salah, tapi kita yang tidak bijak pada mereka.”
Kunci manajemen pengelolaan sekolah
menurutnya ada pada komunikasi. Misalnya,
komunikasi dengan Komite Sekolah. Ia baru saja
menyelesaikan satu persoalan melalui rapat
Komite Sekolah. Dengan para guru, ia telah
mengupayakan berbagai cara agar muridnya
tidak bolos dan keluyuran di kota atau di
warung kopi. Antara lain, dengan menerapkan
absensi tiga kali sehari. Tapi aturan kerap tak
mempan. Sekolah itu membutuhkan penjaga
sekolah untuk mengawasi gerbang. Tapi ia
beranggapan, dana BOS harus dimanfaatkan
lebih utama bagi siswa. Dia keberatan jika dana
digunakan untuk membayar penjaga sekolah.
Musyawarah itu akhirnya menghasilkan
keputusan: Komite Sekolah menanggung biaya
pembayaran 2 orang penjaga sekolah tanpa
menggangu dana BOS.
Upaya Ibu Yani ini dihargai oleh Deni Iskandar,
Konsultan BOS Provinsi Aceh, sebagai salah satu
prakarsa untuk meyakinkan masyarakat bahwa
dana BOS tak menanggung seluruh biaya
sekolah. Kampanye 'Sekolah Gratis' memang
menyesatkan dan perlu diluruskan. Ikhtiar Ibu
Yani tak bisa lain adalah contoh tata kelola
organisasi sekolah dengan benar.
Nuril Hanny adalah ibu 2 orang anak, Pengurus
Koperasi Wanita 'Ingin Maju' di Sinabang, Pulau
Simelue, di lepas pantai Barat Aceh. Ia adalah
orang tua murid dan anggota Komite Sekolah
SDN 18 Sinabang. Manfaat pelatihan BOS,
menurutnya, bisa lebih baik dengan
memaksimalkan pengelolaan pelatihan.
Dengan mengutip Ketua BAPPEDA Aceh,
Martunus Muhammad, Adhie Usman Musa,
aktivis lingkungan Institut Green Aceh (IGA),
menyatakan bahwa separuh lebih kualitas guru
masih harus ditingkatkan. Dana BOS
seharusnya dapat digunakan secara spesifik
untuk peningkatan mutu guru, melalui
pelatihan BOS atau pelatihan lainnya.
“Bagi Aceh," kata Adhie, "dana pelatihan
untuk peningkatan kapasitas guru seharusnya
tidak ada masalah. Bukan hanya dari dana
BOS, pendidikan di Aceh mendapatkan
sumber yang melimpah. Ada dana OTSUS,
dana perimbangan pusat dan daerah untuk
hasil migas, dan dana takziah tsunami bagi
yatim-piatu di seluruh bumi Aceh.”
Salah satu usulnya antara lain memanfaatkan
para fasilitator profesional. Jika dianggap
terlalu mahal mendatangkannya dari luar
Aceh, bisa memanfaatkan para aktivis LSM
lokal yang cukup berpengalaman dalam
penguasaan teknik dan metode pelatihan.
Pelatihan yang masif seharusnya tak menjadi
masalah jika dilakukan dengan pemahaman
yang benar, misalnya, tentang filsafat
pendidikan dan metode pengajaran
partisipatif. Untuk mencapai kesadaran baru,
diperlukan cara-cara yang lebih inovatif, bukan
hanya sekadar menambah pengetahuan
kognitif. Tanpa itu, pelatihan tak jauh beda
dari rapat akbar.
Sementara itu bagi Nuril, meskipun
permasalahan pendidikan itu tak hanya soal
“Kuncinya ada pada
kemauan politik untuk
meningkatkan mutu guru. Ini
bukan untuk siapa-siapa,
keuntungannya kelak buat
Aceh sendiri. Kalau mutu
guru baik, niscaya hasilnya
pun baik.”
--Adhie Usman Musa, Institut Green Aceh--
biaya, namun berujung pada biaya juga. Ia
mencontohkan soal ketentuan pembentukan
'kelompok sepantar' (peer group) di kelas.
Sejak kelas satu SD, anak-anak sudah pilih-
pilih teman. Konsekwensinya anak-anak dari
keluarga miskin disisihkan. Pendidikan
karakter yang menjadi bagian dari pelatihan
BOS, akan lebih bermanfaat jika dapat
menguatkan kemampuan guru mengatasi
persoalan ini. Sebab kekuatan BOS
sesungguhnya dalam meretas perbedaan-
perbedaan, termasuk perbedaan kaya-miskin.
Semua anak punya hak sama di mata BOS!
Pelatihan-pelatihan BOS di Provinsi Aceh
dilaksakan secara serempak pada bulan
Oktober 2011 di 23 kabupaten. Diikuti oleh 3,350
Sekolah dan Madrasah dengan jumlah peserta
seluruhnya 15.559 orang, terdiri dari Kepala
Sekolah/Madrasah, Bendahara, Komite Sekolah
atau unsur Masyarakat anggota Tim BOS. Untuk
itu, dikerahkan 145 orang pelatih dan narasumber
dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/
Kota (95 orang) dan Kementerian Agama (45
orang).
Biaya pelatihan berasal dari dana hibah
Pemerintah Australia yang dialokasikan pada
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kegiatan
Penjaminan Kepastian Layanan Pendidikan SMP
(dana dekonsentrasi) senilai Rp 5.025.592.000.
Materi Pelatihan terdiri dari 5 bahasan utama,
yaitu: [1] Evaluasi Diri Sekolah; [2] Penyusunan
RKS/RKAS; [3] Manajemen Keuangan; [4]
Pendidikan Karakter; dan [5] Materi Pelengkap
sesuai konteks lokal daerah, antara lain, Teknik
Mengajar, Penanggulangan Narkoba, Kepekaan
Gender dalam Penyusunan RKA, Pengintegrasian
Pengurangan Bencana dalam Evaluasi Diri Sekolah,
dan Pencegahan HIV/AIDS.
Di Kabupaten Bireuen, misalnya, pelatihan BOS
diselenggarakan pada 29 Oktober 2011. Pelatihan
dilakukan bertahap di tiga zona, diikuti Kepala
Sekolah, Bendahara Sekolah dan wakil Komite
Sekolah di seluruh wilayah kabupaten. Jumlah
keseluruhan peserta adalah 1.128 orang dari 229 SD,
68 SMP, 58 MI dan 22 MTs.
Untuk zona barat, pelatihan dipusatkan di SMP
Negeri 1 Jeunieb. Seusai hari raya Idul Adha, kegiatan
serupa dilanjutkan di zona tengah, bertempat di SMK
PGRI Bireuen. Untuk zona timur, di komplek SDN 3
Percontohan Peusangan. Secara keseluruhan kegiatan
digelar sebanyak tujuh angkatan, masing-masing
angkatan diikuti 60 peserta.**
BETAPETTAWARANIE
Pelatihan BOS di provinsi paling barat Indonesia
telah terlaksana. Semua sekolah secara teknis
telah menerima pelatihan. Namun tak semua
sekolah dapat memanfaatkannya secara
maksimal. Pada akhirnya, terpulang ke kebijakan
sekolah masing-masing. Hanya sekolah dengan
para pengelola dan pengajar yang memiliki
integritas, dedikasi, dan keberanian berprakarsa
yang dapat memetik manfaatnya.
Apapun adanya, pelangi persekolahan di Ujung
Barat Indonesia telah memberikan warna atas
langit pendidikan Indonesia.**
Pelatihan BOS di Aceh
SUMATERA BARAT: Peningkatan
Kemampuan Guru
Minggu, 29 April 2012. Kompleks Perguruan
Diniyah Putri Padang Panjang tampak sepi.
Tak ada keramaian kelas. Tak tampak aktivitas
belajar dan mengajar. Dua tiga murid SD Kelas VI
bermain di tanah lapang. Mereka menunggu
jemputan selepas les persiapan ujian. Beberapa
petugas kebersihan sedang merawat taman dan
ruangan kelas yang asri. Hanya itu. Selebihnya
adalah siang yang lengang.
Lamat-lamat, dari salah satu ruang kelas SMP
terdengar juga percakapan. Ada diskusi kecil
rupanya. Seorang bapak yang cukup berumur,
duduk di meja guru. Ia tekun memperhatikan dua
perempuan muda berkerudung lilit khas Diniyah
Padang Panjang yang sedang menulis di papan tulis
(GAMBAR BAWAH).
Diskusi itu teramat serius. Kedua perempuan itu
adalah guru matematika di sana. Mereka sedang
mengikuti bimbingan khusus, dan mentornya,
bapak setengah tua tadi, sengaja didatangkan dari
Bukittinggi. Suatu bimbingan sederhana. Sangat
informal bahkan. Tapi itu tak berarti tanpa
kesungguhan. Di meja guru, lembaran kertas
penuh coretan angka-angka dan rumus berserakan.
Juga buku-buku. Semuanya tentang matematika.
Siang itu, mereka bertiga sedang memeras otak
menyelesaikan soal-soal yang dilombakan dalam
Olimpiade Matematika Nasional Tingkat SMP.
78 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
ARMIN HARI
Bahwa peningkatan kapasitas guru itu
penting, semua sepakat. Dan, berkat dana
BOS hal itu menjadi mungkin. Masalahnya
memang sangat tergantung pada imajinasi
kreatif pengelola BOS ketika menyusun
Rencana Anggaran Pendapatan & Belanja
Sekolah (RAPBS) dan RKAS. Sebab, dari
perbincangan dengan para guru di semua
sekolah yang dievaluasi, peningkatan
kapasitas guru selalu menjadi prioritas. Maka
seharusnya program itu muncul dalam
rancangan mata anggaran BOS.
Di banyak pelatihan, perihal pentingnya
peningkatan kapasitas guru sering dibahas.
Tapi apa dan bagaimana memaknai
peningkatan kapasitas itu, kita bisa
berdebat. Praktik yang berlaku, peningkatan
kapasitas sering berujud kegiatan pelatihan
atau seminar. Tentu saja itu sangat penting.
Namun jumlah guru yang bisa dilibatkan
sangat terbatas. Belum lagi jika dikelola
sebagai acara dengan berbagai upacara
resmi. Manfaat maksimalnya bisa diragukan,
meskipun biaya penyelenggaraannya tentu
tak sedikit.
Padahal, selain pelatihan atau seminar, tak
terbilang jenis atau bentuk kegiatan
peningkatan kapasitas yang bisa
diselenggarakan. Tak harus berbiaya mahal,
yang penting sesuai dengan kebutuhan
79PELATIHAN PENGELOLA & GURU
Pelatihan BOS mendorong
Kepala Sekolah untuk
merancang penggunaan dana
BOS berbasis perencanaan
persekolahan yang
komprehensif, termasuk di
dalamnya peningkatan
kapasitas guru secara
berkelanjutan.
Dua guru muda SMP Negeri Banuhampu,
Sumatera Barat. Para pembuat kebijakan
pendidikan dan pengelola sekolah di provinsi
ini sangat menyadari bahwa mutu pendidikan
sangat ditentukan oleh mutu para guru.
Pelatihan bagi mereka, karenanya, merupakan
faktor yang sangat strategis.
ARMINHARI
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia
Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia

More Related Content

Similar to Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia

MODEL'S 3rd Issue
MODEL'S 3rd IssueMODEL'S 3rd Issue
MODEL'S 3rd Issuefandyyy
 
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan IndonesiaKonsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
Muchsin Ridlo
 
Profile kpi
Profile kpiProfile kpi
Profile kpi
Mohamad Fauzi
 
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-filePedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
Samsul Ziljian
 
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdfPemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
RitmhaCandraAriesha
 
Best Practice Excellence Service For Education in East Java 2013
Best Practice  Excellence Service For Education in East Java 2013Best Practice  Excellence Service For Education in East Java 2013
Best Practice Excellence Service For Education in East Java 2013
Kank Hari
 
artikel pribadi anu aing pisan erertertesw
artikel pribadi anu aing pisan ererterteswartikel pribadi anu aing pisan erertertesw
artikel pribadi anu aing pisan erertertesw
herlandherland
 
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdfAKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
WawanKurniawan976950
 
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
Dimas Prasetyo
 
contoh Proposal kkn
contoh Proposal kkncontoh Proposal kkn
contoh Proposal kkndhiendhaaa14
 
30. KIMIA.pdf
30. KIMIA.pdf30. KIMIA.pdf
30. KIMIA.pdf
HadariahOk
 
2702131415 panduan adiwiyata-2012
2702131415 panduan adiwiyata-20122702131415 panduan adiwiyata-2012
2702131415 panduan adiwiyata-2012
Aldon Samosir
 
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptxKolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
ekosantoso419403
 
Proposal pencairan dana forum paud 2017
Proposal pencairan dana forum paud 2017Proposal pencairan dana forum paud 2017
Proposal pencairan dana forum paud 2017
Putri Sanuria
 
Peningkatan mutu kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan serta
Peningkatan mutu kompetensi  pendidik dan tenaga kependidikan sertaPeningkatan mutu kompetensi  pendidik dan tenaga kependidikan serta
Peningkatan mutu kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan serta
Kank Hari
 
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptxPaparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
cepi triatna
 
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009NASuprawoto Sunardjo
 
Rnpk 2015 paparan pembukaan mendikbud
Rnpk 2015   paparan pembukaan mendikbudRnpk 2015   paparan pembukaan mendikbud
Rnpk 2015 paparan pembukaan mendikbud
btkipkalteng
 

Similar to Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia (20)

MODEL'S 3rd Issue
MODEL'S 3rd IssueMODEL'S 3rd Issue
MODEL'S 3rd Issue
 
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan IndonesiaKonsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
Konsultan Pendidikan Indonesia | Kualita Pendidikan Indonesia
 
Profile kpi
Profile kpiProfile kpi
Profile kpi
 
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-filePedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
Pedoman pengelolaan-kelas-pendidikan-anak-usia-dini-file
 
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdfPemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya.pdf
 
Best Practice Excellence Service For Education in East Java 2013
Best Practice  Excellence Service For Education in East Java 2013Best Practice  Excellence Service For Education in East Java 2013
Best Practice Excellence Service For Education in East Java 2013
 
artikel pribadi anu aing pisan erertertesw
artikel pribadi anu aing pisan ererterteswartikel pribadi anu aing pisan erertertesw
artikel pribadi anu aing pisan erertertesw
 
makalah ilmiah
makalah ilmiahmakalah ilmiah
makalah ilmiah
 
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdfAKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
AKSI NYATA MODUL 3.2.pdf
 
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN NASIONAL 2013
 
contoh Proposal kkn
contoh Proposal kkncontoh Proposal kkn
contoh Proposal kkn
 
30. KIMIA.pdf
30. KIMIA.pdf30. KIMIA.pdf
30. KIMIA.pdf
 
Bab v
Bab vBab v
Bab v
 
2702131415 panduan adiwiyata-2012
2702131415 panduan adiwiyata-20122702131415 panduan adiwiyata-2012
2702131415 panduan adiwiyata-2012
 
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptxKolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
Kolaborasi Modul 1.2 Nilai & Peran CGP.pptx
 
Proposal pencairan dana forum paud 2017
Proposal pencairan dana forum paud 2017Proposal pencairan dana forum paud 2017
Proposal pencairan dana forum paud 2017
 
Peningkatan mutu kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan serta
Peningkatan mutu kompetensi  pendidik dan tenaga kependidikan sertaPeningkatan mutu kompetensi  pendidik dan tenaga kependidikan serta
Peningkatan mutu kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan serta
 
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptxPaparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
Paparan Mendikbud - Rembuknas.pptx
 
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009
Bulletin FASILITATOR Edisi I Th. 2009
 
Rnpk 2015 paparan pembukaan mendikbud
Rnpk 2015   paparan pembukaan mendikbudRnpk 2015   paparan pembukaan mendikbud
Rnpk 2015 paparan pembukaan mendikbud
 

More from INSISTPress

Dunia Tanpa Hak Cipta
Dunia Tanpa Hak CiptaDunia Tanpa Hak Cipta
Dunia Tanpa Hak Cipta
INSISTPress
 
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable DevelopmentInjustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
INSISTPress
 
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
INSISTPress
 
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's SchoolsIMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
INSISTPress
 
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
INSISTPress
 
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
INSISTPress
 
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
INSISTPress
 

More from INSISTPress (7)

Dunia Tanpa Hak Cipta
Dunia Tanpa Hak CiptaDunia Tanpa Hak Cipta
Dunia Tanpa Hak Cipta
 
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable DevelopmentInjustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
Injustice, Gap and Inequality: Long Road to post-2015 Sustainable Development
 
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
Ketidakadilan, Kesenjangan, dan Ketimpangan: Jalan Panjang Menuju Pembangunan...
 
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's SchoolsIMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
IMAGES OF HOPE: BOS Training and Indonesia's Schools
 
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
Sehat Itu Hak/ Roem Topatimasang (ed.)/ INSISTPress, 2005
 
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
Mansour Fakih: Kitab Yang Selalu Terbuka. obituari untuk seorang kawan (Manso...
 
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
Dinamika Wacana Perubahan Iklim dan Keterkaitannya dengan Hukum dan Tenurial ...
 

Recently uploaded

Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
jodikurniawan341
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
setiatinambunan
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
Indah106914
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
widyakusuma99
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
ferrydmn1999
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
smp4prg
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
EkoPutuKromo
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
Nur afiyah
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Rima98947
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
irawan1978
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
SEMUELSAMBOKARAENG
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
gloriosaesy
 

Recently uploaded (20)

Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum MerdekaModul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Bahasa Inggris Kelas 5 Fase C Kurikulum Merdeka
 
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakatPPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
PPT LANDASAN PENDIDIKAN.pptx tentang hubungan sekolah dengan masyarakat
 
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
ppt landasan pendidikan Alat alat pendidikan PAI 9_
 
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
0. PPT Juknis PPDB TK-SD -SMP 2024-2025 Cilacap.pptx
 
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
LAPORAN TUGAS TAMBAHAN PEMBINA PRAMUKA..
 
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-OndelSebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondel
 
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdfPENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
PENGUMUMAN PPDB SMPN 4 PONOROGO TAHUN 2024.pdf
 
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docxForm B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
Form B8 Rubrik Refleksi Program Pengembangan Kompetensi Guru -1.docx
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdfppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
ppt profesionalisasi pendidikan Pai 9.pdf
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya PositifKoneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
Koneksi Antar Materi modul 1.4 Budaya Positif
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docxKisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
Kisi-kisi soal pai kelas 7 genap 2024.docx
 
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdfPaparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
Paparan Kurikulum Satuan Pendidikan_LOKAKARYA TPK 2024.pptx.pdf
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBIVISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
VISI MISI KOMUNITAS BELAJAR SDN 93 KOTA JAMBI
 

Ikhtiar & Harapan: Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia

  • 1.
  • 2.
  • 3. Naskah: Lies Marcoes, Kharisma Nugroho Bahan & Data: Lies Marcoes, Kharisma Nugroho, Saleh Abdullah, Imran Gadabu, Ami Priwardhani, Erwin Laujeng, Saparuddin Sappe, Arul Muhammad, Andi Anwar, Golda Sihombing, Novina Suprobo, Cecilia Tri Susetyorini, Varatisha Anjani, dan Tim Perkumpulan Surya Sejahtera (Kediri). Foto-foto Asli: Armin Hari, Beta Pettawaranie, Erwin Laujeng, Saleh Abdullah, Syahruddin Serabut, Purnama Santi, Reza Tuasikal, Mohamad Anshar. Foto-foto Saduran: Arsip Tropenmuseum, KITLV, Leiden | Arsip Nasional, Jakarta | Arsip INS Kayutanam, Padang | Arsip Program Nasional BOS, Jakarta | www.debritto.org | www.kickandy.com | www. tarjih.muhammadiyah.or.id | www.tribunjambi.com | www.suhfimajid.com | www.vivanews.com |dan beberapa tapakmaya dengan entri 'bos', 'sekolah mewah' dan 'sd inpres'. Penyunting & Penyelaras Akhir: Roem Topatimasang. PERPUSTAKAAN NASIONAL - Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN 978-602-8384-51-8 © Kedutaan Besar Australia, Jakarta Mei 2012, cetakan pertama +xi, 191 halaman, 22 x 28 cm, sampul karton 1 Pendidikan 2 Pengelolaan Sekolah 3 Dana Operasional I JUDUL Gambar Sampul: Seorang guru SD Negeri 3 Paupanda, Flores, NTT, menjelaskan satu mata pelajaran kepada murid-muridnya di halaman depan ruang kelas sekolah mereka (ARMIN HARI) Gambar Lipatan Sampul Dalam Depan: Empat anak nelayan siswa SD Negeri 3 Paupanda, Ende, Flores, NTT (ARMIN HARI) Gambar Halaman Kanan: Murid-murid SD SATAP Tassoso, di pedalaman dataran tinggi Sinjai, Sulawesi Selatan, bergaya di depan kamera menjelang pulang sekolah (ARMIN HARI) Rancang Sampul & Kompugrafi: Rumah Pakem, Yogyakarta. IKHTIAR & HARAPAN Pelatihan BOS & Persekolahan di Indonesia ||||calibrated by INSISTPress, Yogyakarta Maklumat (Disclaimer): Pendapat yang dinyatakan dalam buku ini tidak selalu harus mencerminkan pandangan dari Australian Agency for International Development (AusAID) Terima kasih kepada: * Tim Manajemen Pusat BOS, Kelompok Kerja BOS (Direktorat Pendidikan Dasar & Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Biro Perencanaan BAPPENAS, Pusat Kurikulum dan Buku Sekolah, AusAID, the World Bank, USAID dan ADB). * Unit Kepemerintahan dan Mutu Pendidikan AusAID (Jennifer Donohoe, Julia Wheeler, Sri Novelma, Greta Sitompul) and Dewi Sudharta. * Para Kepala Sekolah, Guru-guru, dan Komite Sekolah dari semua sekolah yang dikunjungi di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah. * Semua orang tua dan wali murid dan siswa dari semua sekolah yang dikunjungi di daerah tersebut.
  • 4. Dutabesar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty, menyalami seorang murid SD Islam Nurul Hayat yang dibangun di Desa Totoduku, Halmahera, Maluku Utara, pada tahun 2008. Tiga ruang kelas pertama sekolah ini selesai dibangun dengan dana PNPM.
  • 5. AIBEP APBN APBD APK ATK AusAID BAPPEDA BBM BOS(DA) BPK CD D (1-3) DAK DIPA DPPKAD EDS/M GERAK GTT HKBP IGA IKIP INPRES INS JUKNIS KB KKKS KITLV KKG LKS LSM DAFTAR SINGKATAN Australia-Indonesia Basic Education Program Anggaran Pendapatan & Belanja Negara Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah Angka Partisipasi Kasar Alat tulis kantor Australian Aid, badan pemerintah Australia untuk bantuan pembangunan internasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bahan Bakar Minyak Bantuan Operasional Sekolah (Daerah) Badan Pendidikan Kristen Cakram Digital, Compact Disk Diploma (1-3) Dana Alokasi Khusus Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan & Aset Daerah Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah Gerakan Anti Korupsi, satu LSM di Aceh untuk pengawasan anggaran publik Guru Tidak tetap Huria Kristen Batak Prostestan Institut Green Awam, satu LSM lingkungan di Aceh Institut Keguruan & Ilmu Pendidikan Instruksi Presiden Indische Nederlansche School, Kayutanam, Sumatera Barat Petunjuk Teknis Keluarga Berencana Kelompok Kerja Kepala Sekolah Konigklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde Kelompok Kerja Guru Lembar Kerja Siswa Lembaga Swadaya Masyarakat Anak-anak sekolah yang diselenggarakan oleh yayasan gereja di salah satu kampung dalam kawasan Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua, menyeberangi titian batang kelapa ke sekolah mereka. Dana BOS juga menjangkau murid-murid SD swasta (di bawah Yayasan Pendidikan dan Pengajaran Katolik, YPPK) di pedalaman terpencil ini untuk pengadaan seragam sekolah dan buku pelajaran. (BETA PETTAWARANIE) vDAFTAR SINGKATAN
  • 6. Di halaman SD Negeri Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, yang masih menyisakan debu tebal akibat letusan Gunung Merapi 2010, para siswa melepas sepatu mereka --berkat dana BOS-- untuk mengikuti kegiatan olah raga. Sebagian mereka adalah 'siswa tumpangan' anak-anak pengungsi dari Desa Glagaharjo di lereng Merapi. (ARMIN HARI) MAPENDA MA(N) MBS MGMP MI(N/S) MKKKS MTs(N) NTB NTT OTSUS P&K PAKEM PERDA PERWARI PGAI PGAK PGRI PNS PPK PR RAPB(S) RKA(S) RPJM Rp S 1 SATAP SATPAM SD INPRES SD(N) SISDIKNAS SKP SKPD SLB SMA(N) SMK Madrasah & Pendidikan Agama (untuk sekolah-sekolah umum) Madrasah Aliyah (Negeri) Manajemen Berbasis Sekolah Musyawarah Guru Mata Pelajaran Madrasah Ibtidaiyah (Negeri/Swasta) Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah (Negeri) Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Otonomi Khusus (untuk Aceh dan Papua) Pendidikan & Kebudayaan Pengajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan Peraturan Daerah Persatuan Wanita Republik Indonesia Persatuan Guru Agama Islam Pendidikan Guru Agama Kristen Persatuan Guru Republik Indonesia Pegawai Negeri Sipil Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan Pekerjaan Rumah (tugas sekolah yang idkerjakan di rumah) Rencana Anggaran Pendapatan & Belanja (Sekolah) Rencana Kerja & Anggaran (Sekolah) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rupiah Sarjana 1 Satu Atap (dua sekolah berbeda dalam satu gedung) Satuan Pengamanan Sekolah Dasar Instruksi Presiden (masa Orde Baru, 1966-1998) Sekolah Dasar (Negeri) Sistem Pendidikan Nasional Sekolah Kepandaian Putri, sekolah khusus remaja putri tahun 1960-70an Satuan Kerja Pemerintah Daerah Sekolah Luar Biasa Sekolah Menengah Atas (Negeri) Sekolah Menengah Kejuruan viiDAFTAR SINGKATAN
  • 7. Siswa SMPN Banuhampu, Sumatera Barat, mengikuti pelajaran di ruang kelasnya dengan perlengkapan meja-kursi yang diperbaiki melalui penyisihan biaya pemeliharaan dari Dana BOS tahun 2011 (ARMIN HARI). SMP(N) SPG SPJ SPM SPP STM TK TKW TRIMS UGM UIN UKS UPTD UN UNESCO UU UUD 45 YPPK Sekolah Menengah Pertama (Negeri) Sekolah Pendidikan Guru Surat Pertanggung-Jawaban Standar Pelayanan Minimum Sumbangan Pembiayaan Pendidikan Sekolah Teknik Menengah Taman Kanak-kanak Tenaga Kerja Wanita Tools for Reporting and Information Managmenet by School Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Universitas Islam Negeri Usaha Kesehatan Sekolah Unit Pelaksana Teknis Daerah Ujian Nasional United Nations Education, Sciences & Cultural Organization Undang-undang Undang-undang Dasar 1945 (kontitusi Republik Indonesia) Yayasan Pendidikan & Persekolahan Katolik ixDAFTAR SINGKATAN
  • 8. Tentang Suatu Ikhtiar: Pengantar 1 Karena Pendidikan Adalah Hak GALERI: Jarak Bukan Masalah 2 Angka Berkata, Data Bicara GALERI: Menghidupkan Jantung Sekolah 3 Sumbangsih Pelatihan BOS GALERI: Perintis di Garis Terdepan 4 Suara Orang Tua GALERI: Belajar Untuk Hidup Memahami Tantangan: Kesimpulan & Saran PUSTAKA LAMPIRAN INDEKS 1 - 9 11 - 27 28 - 51 52 - 57 58 - 67 68 - 107 108 - 113 114 - 149 150 - 159 160 - 165 167 169 - 175 177 - 179 DAFTAR ISI xiDAFTAR ISI Siswa SMPN Parapat, Sumatera Utara, bersiap mengikuti pelajaran di sekolah mereka dengan buku- buku LKS yang diadakan dari dana BOS (ARMIN HARI).
  • 9. Siswa-siswa SD Negeri 13 dan SMP Santa Ursula Gunung Tamang, di pedalaman Kubu Raya, Kalimantan Barat, melintasi jembatan depan gedung sekolah mereka yang sudah doyong. Gedung sekolah tersebut adalah SD Negeri 13 Gunung Tamang dimana SMP Santa Ursula (swasta) masih menumpang di sana. Namun, tak ada perlakuan berbeda, semuanya mendapatkan perlengkapan dasar sekolah (seragam, sepatu, dan buku-buku) dari dana BOS. (ARMIN HARI)
  • 10. Gedung baru Sekolah Dasar (SD) Negeri Layeun, Aceh Besar, yang selesai dibangun kembali pada tahun 2008 setelah hancur akibat bencana tsunami 2004. (BETA PETTAWARANIE) Tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia adalah pengelolaan manajemen lembaga dan organisasi sekolah. Karenanya, esensi pelatihan dalam kerangka program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan para pengelola sekolah dalam aspek manajemen tersebut. Kebutuhan akan pelatihan serupa itu sangat nyata terungkap dari berbagai penelitian dan survei.1 Keberhasilan program BOS, karenanya, akan terlihat dari seberapa besar perbaikan aspek manajemen dan pengelolaan persekolahan itu dapat terbangun. Pelatihan BOS adalah ikhtiar. Ia bagian penting dari keberhasilan pelaksanaan BOS secara menyeluruh. Ia juga bagian dari upaya pemerintah menunaikan kewajibannya untuk memenuhi hak warga negara atas pendidikan dasar. Kinerja manajemen sekolah hasil pelatihan itu juga dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengukur kesungguhan penyelenggara negara --baik pusat maupun daerah-- dalam menunaikan kewajibannya itu. tentang suatu ikhtiar pengantar 1 Lihat, misalnya: Fazli Jalil, "Pembinaan dan Pengembangan Guru di Indonesia: Menggunakan Data Hasil Penelitian bagi Perbaikan Pengelolaan Guru”. Makalah Simposium Hasil-Hasil Penelitian tentang Guru, Makassar, April 2012, kerjasama Univeritas Negeri Makassar dengan World Bank. 1TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
  • 11. Dimulai pada bulan Juli 2005, BOS semula merupakan program kompensasi atas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Setelah melalui evaluasi dan perbaikan sistem, BOS terus ditingkatkan dan berlangsung hingga saat ini. Bahkan, kini sumber dana BOS berasal dari Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan & Belanja Daerah (APBD) dengan jumlah nominal yang terus meningkat. Sebagai perbandingan, jumlah nominal dana BOS tahun 2012 naik sekitar 40% dari tahun 2011, yakni dari Rp 16,3 trilyun menjadi Rp 23,5 trilyun. Pelatihan-pelatihan BOS merupakan penyangga atas suksesnya program BOS. Karenanya, pelatihan-pelatihan itu penting untuk terus dibenahi. Dalam pelaksanaannya, BOS  mencatat sejumlah pencapaian. Antara lain, tersosialisasikannya visi misi dan kinerja BOS; bertambahnya pengetahuan pengelola BOS tentang dasar-dasar manajemen persekolahan; terbentuknya pendisiplinan sistem pendataan dan pelaporan. Dan, yang tak kalah penting, tersosialisasikannya nilia-nilai yang dianggap mendasar untuk pengembangan watak dan kepribadian (karakter) siswa. Dalam pelaksanaannya, BOS juga masih terus mencari bentuknya yang lebih baik. Di sana-sini, BOS tak terhindar dari salah-urus dan salah- guna. Menteri Pendidikan & Kebudayaan sendiri mengakui, BOS 2011 tak berjalan mulus sebagaimana dikutip dalam pemberitaan sejumlah media-massa. Panjangnya birokrasi pencairan dana adalah satu hal. Lemahnya kemampuan sekolah dalam menyelenggarakan BOS adalah hal lain. Keduanya turut menyumbang terhambatnya BOS. Karenanya, upaya perbaikan terus diikhtiarkan. Dan, karena ini adalah suatu ikhtiar, maka tetap ada peluang untuk terus berbenah. Sebab, hakekat dari setiap ikhtiar adalah kesabaran dan upaya tanpa jeda dan tanpa jera. 2 Daftar sekolah yang dikunjungi dan narasumber, lihat: Lampiran. Salah satu sekolah yang dikunjungi, SD/SMP SATAP Karangko, di pedalaman dataran tinggi Sinjai, Sulawesi Selatan, yang selesai dibangun pada tahun 2009 melalui kerjasama Australia- Indonesia Basic Education Program, AIBEP. (ARMIN HARI) Metode Pendataan dan Penulisan Isi buku ini diolah dari bahan-bahan hasil survei dan wawancara. Bahan-bahan itu diolah dengan metode pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Kunjungan dilakukan ke 40 sekolah dan madrasah di 12 provinsi yang tercatat telah mengikuti Pelatihan BOS 2011.2 Seluruh kegiatan pengumpulan dan pengolahan data tersebut dilakukan sejak November 2011 sampai Mei 2012. Dalam prosesnya, setiap sekolah atau madrasah yang disurvei, setidaknya dikunjungi dua kali sepanjang periode penelitian. Para peneliti ini mengumpulkan informasi tentang profil sekolah atau madrasah yang bersangkutan, proses persekolahan (termasuk daur manajemen BOS), dan informasi seputar pelatihan-pelatihan BOS yang pernah diikuti oleh para pengelola atau guru-guru dari sekolah atau madrasah tersebut. Mereka yang diwawancarai meliputi: [a] Kepala Sekolah, Bendahara BOS, dan pengurus Komite Sekolah pada tingkat sekola; [b] Manajer dan pengelola BOS di tingkat Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Kabupaten dan Kota; dan [c] anggota masyarakat serta para siswa sekolah sebagai penerima manfaat hasil pelatihan BOS. Untuk validasai temuan lapangan, semua data dan bahan dibahas dalam suatu lokakarya. Dalam forum itu dihadirkan para guru, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, pembina dari Dinas Pendidikan serta para peneliti. 2 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA
  • 12. Olahan data dan informasi dari berbagai sumber itu kemudian diramu dan tampil dalam bentuk esai dan foto-foto. Buku ini memperlihatkan satu sudut-pandang bagaimana pelatihan-pelatihan BOS itu berpengaruh pada tata kelola sekolah dan program BOS itu sendiri. Dari beberapa contoh keberhasilan yang ditemukan, buku ini menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu. Sebaliknya, dalam beberapa kasus yang menunjukkan titik kegagalannya, buku ini menyuguhkan saran- saran perbaikan untuk masa depan. Buku ini disusun untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya BOS bagi proses persekolahan di Indonesia. Selain menggambarkan manfaat pelatihan BOS dalam melumasi mesin birokrasi lembaga persekolahan, buku ini juga menampilkan ilustrasi perubahan-perubahan yang terjadi di tingkat sekolah yang menjadi penanda pada titik mana pelatihan-pelatihan BOS tersebut telah memberikan sumbangsih dan pengaruhnya.    Sebagai bagian dari kerjasama antara AusAID dengan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, pengamatan juga dilakukan pada beberapa aspek dari pelaksanaan kerjasama tersebut. Dalam makna itu, BOS tentu tak bisa diakui sebagai satu-satunya penentu keberhasilan proses pendidikan dasar di negeri ini. Demikian halnya pula dengan pelatihan- pelatihan yang telah diselenggarakan. Sebab, ikhtiar-ikhtiar lain yang turut menentukan keberhasilannya sangat penting untuk dicatat. 4 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA 5TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR BOS memang tak hanya soal dana. Ini menyangkut terselenggaranya seluruh proses pendidikan dasar di sekolah-sekolah. Dalam pelaksanaannya, keberhasilan BOS tak lepas dari hasil-hasil pelatihan yang membentuk sejumlah watak kepemimpinan, pengabdian, kesungguhan, keberanian, prakarsa, tanggung jawab, kecintaan pada dunia pendidikan, dan kehendak untuk ikut memberikan sumbangsih dalam mencerdaskan anak bangsa. Kisah-kisah para perintis di beberapa sekolah di daerah pedalaman, memperlihatkan bahwa BOS bukanlah suatu mesin birokrasi pendidikan yang mati rasa. Di tempat-tempat itu ditemukan kisah-kisah yang menyentuh dari para orang tua, guru, pengelola program, komite sekolah, juga para murid dan siswa sendiri. Kisah-kisah itu merupakan bukti bahwa melalui pelatihan yang kreatif dan terencana, suatu ikhtiar semacam BOS dapat memberi arti bagi perbaikan pendidikan di Indonesia. Akhirnya, apa pun ragam tafsir atas program pelatihan-pelatihan BOS, kita bisa bersepakat tentang satu hal bahwa pendidikan adalah hak. Sebagai hak, pendidikan tak dapat ditawar atau ditunda. Namun hak itu tak jatuh dari langit atau memancar dari bumi. Ia harus diikhtiarkan melalui mekanisme- mekanisme yang terencana, terukur dan memungkinkan untuk perbaikan. Buku ini menyumbang satu aspek dari pelaksanaan pelatihan BOS yang tak terkatakan oleh angka dan statistik, yang memberi nuansa manusiawi atas penyelenggaraan program BOS.** Halaman depan SD/SMP SATAP Nitneo, Kupang, NTT, juga selesai dibangun pada tahun 2009 melalui kerjasama AIBEP. SALEHABDULLAH
  • 13. SMP 5 Janapria, Lombok, NTB Sejak tahun 2008, semua sekolah yang dibangun dengan dana bantuan Australia diharuskan menyediakan sarana kursi roda, undakan dan toilet khusus untuk para siswa yang cacat tubuh. Program Kemitraan Pendidikan ini juga menyelenggarakan pelatihan bagi para pengelola sekolah untuk menerapkan Peraturan Menteri tentang pendidikan inklusif dalam setiap perencanaan dan penyelenggaraan kegiatan mereka. ARCHIVEAusAID,JAKARTA 6 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA 7TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR
  • 14. Sekolah di Balaraja, Tangerang, Banten 50% siswa di sekolah-sekolah yang dibangun dengan dana bantuan Australia adalah anak-anak dari keluarga yang berpendapatan kurang dari AS$ 2 (Rp 16.000) per hari. Separuh dari mereka adalah anak-anak perempuan. Hal ini memperlihatkan bahwa Australia menyediakan peluang untuk masa depan yang lebih baik bagi anak-anak lelaki maupun perempuan di Indonesia yang selama ini tidak memiliki akses yang memadai terhadap pendidikan dasar. ARCHIVEAusAID,JAKARTA 9TENTANG SUATU IKHTIAR: PENGANTAR Sekolah-sekolah itu juga dibantu dengan program khusus BRIDGE (Building Relations through Intercultural Dialogue and Growing Engagement) yang memungkinkan ribuan siswa dan guru sekolah di Indonesia dan Australia saling berhubungan untuk meningkatkan kemampuan bahasa serta ketrampilan belajar dan mengajar mereka menggunakan saluran teknologi telekomunikasi seperti Skype.
  • 15. karena pendidikan adalah hak Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tak lahir di ruang hampa. Ia merupakan bagian dari ikhtiar bangsa Indonesia dalam memenuhi hak warganya atas pendidikan. Sepanjang republik ini berdiri, beragam cara pernah dilakukan agar lembaga-lembaga pendidikan tetap ada dan tersedia bagi semua anak bangsa. Kisah-kisah mereka menegaskan bahwa pendidikan adalah hal yang patut diperjuangkan, karena pendidikan adalah jalan peneguhan hakikat manusia yang merdeka. 11KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK Dalam keadaan darurat sekalipun, hak anak untuk memperoleh pendidikan tak boleh ditunda dan dikurangi dengan alasan apapun (non derogable right). Akibat gempa bumi besar, 19 Mei 2006, ratusan gedung sekolah dan fasilitas pendidikan hancur di daerah Bantul, Yogyakarta. Gadis kecil ini tak boleh dihalangi haknya untuk bersekolah, meski berlangsung di bawah tenda darurat di kampungnya di Dukuh Wunut, Sriharjo. BETAPETTAWARANIE 1
  • 16. Andy F. Noya: "Aku ingin jadi wartawan" Andy F. Noya, aktivis media dan pembawa acara 'Kick Andy' di salah satu jaringan televisi nasional, mengisahkan perjuangannya untuk meraih pendidikan itu. Cerita yang hampir serupa dialami Arie Sujito, aktivis LSM dari Yogyakarta. Tinggal bersama keluarga di kota merupakan salah satu jangkar “Aku anak bungsu dari lima bersaudara, tiga abang dan dua kakak perempuan. Ayahku tukang reparasi mesin tik di Jayapura, Papua. Ibu menjahit untuk cari tambahan. Mereka tahu tak kan mampu membiayai pendidikan anak-anaknya lebih tinggi dari SMA. Karenanya mereka memilihkan sekolah kejuruan agar kami bisa langsung bekerja”. Tahun 1973 Andy masuk Sekolah Teknik setingkat SMP di Jayapura. Lalu dilanjutkan ke STM tahun 1976. Dua tahun kemudian ia pindah ke Jakarta, ikut kakaknya. Ayahnya meninggal. Andy tak ada yang membiayai. Di Jakarta ia masuk Kelas 2 STM VI Kramat. “Di Jakarta aku numpang di rumah kakak perempuanku. Aku mengurus rumah, memandikan keponakan, antar mereka sekolah, cuci piring, cuci baju, mengepel dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Biaya sekolah ditanggung kakakku. Lulus dengan nilai terbaik untuk semua jurusan, aku mendapatkan beasiswa ke IKIP Padang. Tapi aku telah tahu 'lentera jiwaku'. Aku ingin jadi wartawan”. Tamat STM, ia mendaftar ke Sekolah Tinggi Publisistik (STP, sekarang: IISIP). Andy terus bertahan hingga semester 6. Namun, selepas itu ia mulai megap-megap. Berharap terus dari kakaknya merasa tidak enak hati. Andy pun terpaksa berhenti dan mendapat pekerjaan sebagai wartawan lepas. Tahun 1992, ia masuk Metro TV dan mengasuh acara reality show 'Kick Andy' hingga kini. Melalui programnya dan Kick Andy Foundation, ia berusaha membantu banyak orang untuk mendapatkan pendidikan. Ia membagikan buku ke sekolah-sekolah miskin di berbagai wilayah di Indonesia. “Aku bisa merasakan kebahagiaan mereka ketika mendapatkan buku. Dulu aku sering ingin beli buku tapi tak mampu.” Sumber: wawancara dan www.kickandy.com Arie Sujito: "Berkat mereka, saya bisa sekolah" untuk bertahan dan mendapatkan biaya pendidikan. “Saya ragil (bungsu) dari tujuh bersaudara. Kakakku dua laki-laki dan empat perempuan. Sejak SD sampai SMP di Desa Gunungsari, Ngames, Madiun, saya tinggal bersama ibu dan ayah. Tetapi mereka terlalu miskin untuk membiayai kami sekolah lebih lanjut”. Dalam budaya Jawa, menumpang hidup atau ngenger merupakan jalan keluar yang lumrah meski tetap tidak mudah. Seperti kakak-kakaknya, Ari dititipkan Ibunya kepada Mbakyunya yang telah lebih dulu bekerja di Yogyakarta. Maka jadilah Ari anggota keluarga yang kesekian yang tinggal di rumah sederhana di bilangan Deresan Yogya. “Saya harus tahu diri, saya nunut urip (menumpang hidup) kepada mereka. Saya dibiayai penuh selama kuliah di UGM oleh mereka. Sebaliknya saya praktis mengambil alih semua pekerjaan di rumah kakak. Berkat mereka saya bisa tamat kuliah, bisa sekolah.” Sumber: wawancara di Yogyakarta, 14 Maret 2012. 12 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA Pada masa lampau, kisah-kisah perjuangan manusia Indonesia untuk meraih pendidikan tak hanya harus berhadapan dengan masalah biaya, tapi juga persoalan diskriminasi yang tak terbayangkan di masa kini. Kisah Ibu Darojah Suksino (87 tahun), aktivis Aisyiyah di Yogyakarta, sebagaimana terungkap dalam buku Mayling Oey-Gardiner menggambarkan situasi itu: “Sambil menangis saya berlari sepanjang rel kereta api. Saya mengejar kakak saya, Mas Syamsi, yang akan pulang ke Yogya.” Ibunya menyusul ke stasiun dan membujuknya untuk turun dari kereta dan berjanji tidak akan melarangnya sekolah, tapi ia berkeras. “Kulo nderek Mas Syamsi, kulo pengen sekolah, Mbok...” (Aku ikut Mas Syamsi, aku ingin sekolah, Bu...). Ia tetap geming meski sambil menangis. Padahal ia tak membawa apa-apa kecuali baju yang ia pakai. Pluit masinis berbunyi. Kereta beranjak meninggalkan kampungnya di desa Sidareja, Cilacap. Ia pun berangkat ke Yogya. Lalu ia didaftarkan sekolah di Muallimat Muhammadiyah, dan tinggal di asrama. Kehidupan di asrama mengenalkannya pada banyak hal yang mungkin tak bakal dikenalnya jika tetap tinggal di kampung. Dan Ibu Darojah menjadi pendobrak pertama yang sekolah jauh dari kampung. Sebelumnya, itu adalah hal yang terlarang. “Di asrama saya belajar berteman, berorganisasi, kepandaian putri, keterampilan berbahasa Indonesia, belajar cara membersihkan kamar mandi, menggunakan karbol, bahkan cara merawat kesehatan termasuk menggunakan duk (pembalut ketika haid).”3 13KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK 3 Mayling Oey-Gardiner (1986), Perempuan Indonesia Dulu dan Kini. Jakarta: Gramedia. Poster kampanye untuk mendorong minat dan kebiasan membaca di kalangan kaum perempuan. Poster ini dibuat oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan (PPK) Republik Indonesia, dengan mengambil stilasi foto lama Kartini dan adiknya membaca buku di zaman kolonial. ARSIPNASIONAL
  • 17. ARSIP TROPENMUSEUM, KITLV, LEIDEN. Kisah Andy, Arie, dan Ibu Darojah mungkin tak istimewa. Namun setidaknya ini menggambarkan beragam usaha manusia Indonesia untuk menempuh pendidikan. Dan, benang merah dari kisah-kisah serupa itu adalah bahwa pendidikan hanya mungkin diraih jika ada dukungan dan sarana yang memadai serta peluang yang terbuka. Dalam makna yang lebih luas itu, merupakan mosaik sejarah perjalanan manusia Indonesia dalam menggapai pendidikan. Tak terbantahkan, pendidikan adalah jalan untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Sarana paling utama adalah tersedianya biaya pendidikan yang harus ditanggung keluarga, masyarakat dan negara. Dalam konteks ini, BOS menemukan relevansinya. Ia merupakan ikhtiar untuk mengatasi kebutuhan biaya pendidikan. Karenanya, BOS bukanlah program yang muncul tiba-tiba yang tak terkait dengan sejarah pendidikan. Upaya memajukan pendidikan di Indonesia telah berlangsung jauh sebelum Indonesia merdeka. Sejumlah tokoh dapat dicatat sebagai pelopor dunia pendidikan yang dikelola kalangan 'Boemi Poetra' di masa penjajahan. Sebutlah, misalnya, Ki Hajar Dewantara pendiri Taman Siswa, Mohammad Syafei perintis sekolah mandiri INS Kayutanam, K.H. Ahmad Dahlan pendiri persyarikatan Muhammadiyah yang berhidmat pada dunia pendidikan, dan sejumlah tokoh pendidikan bagi kaum perempuan seperti Dewi Sartika di Jawa Barat, Maria Walanda Maramis di Manado, Rahmah El-Yunusiah di Padangpanjang. Kehendak untuk merdeka pada hakekatnya juga dipicu oleh keinginan untuk mengakhiri pendidikan yang memasung mereka untuk berpikir bebas tentang bangsa dan tanah- airnya sendiri. Para pendiri bangsa lelah melihat bangsanya diperbudak dan dibuat Beberapa foto di bawah ini memperlihatkan sejarah perkembangan sistem pendidikan dan persekolahan di Indonesia pada zaman kolonial. KIRI: Murid-murid sekolah tahun 1860an di Pakan Kamis, Agam, Sumatera Barat. KANAN: Murid-murid Sekolah Desa (Verkvolkschool) di daerah perkebunan teh Malabar, Jawa Barat, pada tahun 1920an. 14 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA ARSIP TROPENMUSEUM, KITLV, LEIDEN. 4 Abdoel Moeis menceritakan bagaimana ayahnya, seorang Lareh (Lurah), begitu patuh kepada atasannya, seorang pegawai Belanda. Pegawai itu meminta bukti bagaimana sang Lareh dapat mengontrol warganya. Ia lalu memanggil Moeis dan memerintahkannya duduk di atas kotoran kerbau. Padahal ketika itu Moeis baru saja mandi sore dan mengenakan celana dan baju bersih. Kepatuhan itu menurut Moes akibat pendidikan yang hanya menciptakan manusia jajahan. Lihat: Ismed Natsir “Abdoel Moeis, Politik dan Sastra Demi Boemi Poetra”, Prisma, No 5, Juli 1988. bodoh oleh kaum penjajah. Dan mereka melihat bahwa hanya dalam negara yang berdaulat, Indonesia dapat mencerdaskan kehidupan bangsanya sendiri. Di masa penjajahan, politik pendidikan bertujuan menciptakan pegawai penggerak birokrasi jajahan. Dan politik pendidikan itu diterapkan secara diskriminatif. Bukan hanya menyingkirkan kaum cacah, pendidikan juga menolak kehadiran anak perempuan dengan membiarkan budaya feodal mengekang mereka dalam pingitan. Karenanya, sebagaimana kaum cacah, perempuan priyayi pun tak mendapatkan haknya untuk bersekolah sampai Kartini mendobraknya. Sementara itu, tujuan pendidikan semata-mata untuk menciptakan manusia jajahan yang patuh tunduk dan setia pada kehendak penguasa. Abdoel Moeis, salah satu tokoh politik dan sastra, mengisahkan betapa parahnya pendidikan pada masa itu.4 Di zaman Jepang, pendidikan diupayakan berlaku untuk semua warga di atas umur 7 tahun. Tak ada lagi pembedaan antara ningrat dan cacah, lelaki atau perempuan. Namun, pemerintah jajahan militer Jepang menciptakan pendidikan sebagai sarana KIRI: Soeryoadipoetro, aktivis Taman Siswa membacakan buku kepada siswanya di sekolah bergaya Tagore, National Onderwijs Instituut 'Taman Siswa' di Bandung. KANAN: Isteri Soeryoadipoetro menyelenggarakan 'sekolah rumah' (home schooling) untuk kaum ibu, gadis, dan anak- anak perempuan, di teras rumahnya di Bandung. 15KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
  • 18. membentuk fasisme yang fanatik dan keras. Pendidikan masa itu bukanlah dunia yang menggembirakan. Di masa kemerdekaan, para pendiri republik mengubah secara fundamental visi dan misi pendidikan Indonesia dari dua jajahan sebelumnya. Mereka menyatakan bahwa pendidikan ditujukan semata-mata untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui kebijakan yang paling mendasar sebagaimana tercantum dalam UUD 45, pendidikan merupakan wahana untuk menciptakan manusia Indonesia yang merdeka. Oleh karenanya, pendidikan diselenggarakan sebagai hak semua warga negara tanpa kecuali. Dan sebagai wujud dari kehendak itu, di masa awal kemerdekaan, kegiatan-kegiatan pendidikan diselenggarakan dengan giat dan tak hanya oleh negara. Organisasi partikelir, organisasi keagamaan, juga perkumpulan kedaerahan, diberi izin untuk turut menyelenggarakannya. Organisasi perempuan nasionalis, seperti Persatuan Wanita Republik Indonesia (PERWARI), ikut terlibat dalam Bahkan dalam status sebagai tahanan politik di pengasingan (ex-orbitante) sekalipun, para tokoh pergerakan nasional Indonesia tetap mementingkan dan menyelenggarakan kegiatan pendidikan kepada rakyat. ATAS: Di beranda belakang rumah pengasingannya (1936-1942) di Pulau Neira, Kepulauan Banda, Maluku, Mohammad Hatta membuka kelas sekolah untuk anak-anak warga setempat. Rumah itu sekarang menjadi museum. Semua perabotnya, termasuk meja-bangku sekolah di beranda belakang tetap ditata seperti sediakala. Des Alwi, putra Banda yang kemudian terkenal sebagai diplomat, wartawan, dan pembuat film dokumenter, adalah salah seorang murid para tokoh pergerakan saat itu. KANAN: Beberapa murid SD Negeri Banda masa kini (2009) pulang sekolah melewati jalan kecil di depan rumah yang pernah didiami oleh salah seorang tokoh pergerakan yang membuat mereka sekarang dapat bersekolah gratis. PURNAMASANTI REZATUASIKAL 16 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA program pemberantasan buta aksara serta pengelolaan Sekolah Kepandaian Puteri (SKP). Pembiayaan pendidikan dibayar oleh negara dan masyarakat. Pada saat itu, penyelenggaraan pendidikan juga tak melulu dimonopoli oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (P&K). Sejumlah departemen atau kementerian lain mendapatkan izin penyelenggaraan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan atas pegawainya masing-masing, termasuk Departemen Agama yang mengurus pendidikan melalui madrasah. Masyarakat juga secara bebas menyelenggarakan pendidikan dengan kurikulum yang mereka susun sendiri. Pesantren merupakan salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam upaya mencerdaskan bangsa. Pembiayaan pendidikan sepenuhnya dibayar oleh komunitas. Sementara untuk sekolah- sekolah kedinasan yang diselenggarakan setiap kementerian, pembiayaannya berasal dari anggaran masing-masing kementerian yang bersangkutan.
  • 19. Apa pun keadaannya, dari satu kabinet ke kabinet lain di bawah kepemimpinan yang berbeda-beda, pendidikan senantiasa mendapat prioritas baik dalam anggaran maupun pelaksanannya. Sejumlah kebijakan dikembangkan oleh pemerintah. Untuk pendidikan dasar, sejak tahun 1980an, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembangunan SD didasarkan Instruksi Presiden (INPRES). Maka jadilah proyek SD-SD INPRES yang dibangun di daerah-daerah terpencil. Secara politis, kebijakan ini bisa dibaca sebagai cara negara mengontrol pendidikan warganya. Namun, secara nyata ini adalah ikhtiar untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan. Pembangunan SD INPRES yang berkonsekwensi pada penambahan guru merupakan lompataan kebijakan yang cukup besar, terutama untuk mendekatkan akses pendidikan warga terpencil. Kita bisa menemukan berbagai kisah tentang manfaat SD INPRES. Satu desa di Flores Timur, misalnya, menandai berdirinya SD INPRES Desa Muda, Kecamatan Klubogolit, Pulau Adonara, pada tahun 1987, sebagai tonggak sejarah pendidikan di desa itu. Sebab sebelumnya di desa itu sama sekali tak ada lembaga pendidikan, pun tidak oleh pihak gereja Katolik yang banyak bekerja di Flores. Anak- anak dari Desa Muda ini harus berjalan berkilo-kilometer untuk bersekolah di desa- desa tetangga seperti di SD Katolik di Desa Hinga yang telah berdiri tahun 1966, atau di SD Katolik Lamapaha jauh di luar desa, atau lebih jauh lagi ke SD Nisakarang (Pos Kupang, 5 Agustus 2011). Bertambahnya lulusan SD menuntut ketersediaan sarana sekolah tingkat SMP. Biasanya di satu kecamatan yang terdiri dari 10 atau lebih desa, akan berdiri satu atau dua SMP dan sejumlah SMP swasta. SMP negeri diizinkan membuat sekolah kelas jauh untuk Murid-murid SD INPRES Kantewu II di dataran tinggi Pipikoro, Sigi, Sulawesi Tengah, dengan papan nama sekolah mereka ditulis di papan tulis yang diangkat dari salah satu ruang kelas. BERTHO, KOMPAS CITIZEN IMAGE, 12/07/2009 18 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA SUHFIMAJID mendekatkan akses anak didik dari desa terpencil. Sebagai contoh, pada tahun 2005, SMPN 1 Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat, menyelenggarakan SMP kelas jauh di Desa Cibuntu, karena SMP di Cicurug itu tak sanggup menampung lulusan SD yang hampir 400 siswa per tahun. Tiga tahun kemudian, SMP di Cibuntu itu berubah status menjadi SMPN 3 Cibuntu. Guru-guru bantu dari SMPN 1 Cicurug diberi pilihan untuk mengajar di antara dua sekolah tersebut. Namun, pada kasus lain, tak mudah bagi sekolah kelas jauh untuk mengubah status mereka. Seperti yang terjadi pada kelas jauh SMPN 1 Gantar, Indramayu, juga di Jawa Barat, yang tetap menumpang di SDN Sanca, meskipun telah berdiri selama 17 tahun dengan jumlah siswa tak kurang dari 130 orang. Di Masa Orde Baru, kebijakan untuk melibatkan pihak swasta dalam menyelenggarakan pendidikan diperluas. Sebetulnya ini bukanlah kebijakan baru. SD swasta bermunculan pasca kemerdekaan, terutama sekolah tingkat SD hingga SMA yang dikelola organisasi keagamanaan dan organisasi perkumpulan. Biaya pendidikan dibayar oleh yayasan penyelenggara pendidikan dan sebagiannya dipungut dari orang tua murid, sumbangan dari para penderma serta sedikit dari negara dalam bentuk bantuan guru yang telah berstatus pegawai negeri. Sejak tahun 1990an, penyelenggaraan pendidikan di luar lingkungan madrasah diniyah dan pesantren berkembang sangat pesat. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh pihak swasta untuk mengembangkan lembaga pendidikan elit dengan label 'sekolah terpadu' dan biaya sangat mahal. Sekolah swasta itu menjadi alternatif bagi orang tua murid dari kelas menengah atas yang tidak puas pada sekolah-sekolah negeri. Atas munculnya sekolah-sekolah swasta itu, upaya terobosan dilakukan sejumlah sekolah negeri terpilih yang diizinkan untuk menyelenggarakan kelas-kelas unggulan. Sebagaimana sekolah swasta, dana untuk melaksanakan sekolah serupa itu dipungut dari masyarakat melalui musyawarah antara sekolah dan orang tua murid, selain subsidi dari pemerintah. Liberalisasi pendidikan serupa ini pada kenyataanya bak buah simalakama. Di satu pihak ini dianggap dapat menawarkan kualitas meskipun beresiko pada pembiayaan yang luar biasa mahal. Di pihak lain cara ini secara otomatis menyisihkan anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan sarana dan prasarana pendidikan yang terbaik. Pasca reformasi, kebijakan pendidikan banyak mengalami perubahan berkat Undang-Undang (UU) Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yang mengamanatkan bahwa setiap warga negara usia 7-15 tahun berhak Murid-murid SD INPRES Letmase, Pulau Dawelor, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) dan gedung sekolah mereka yang hampir roboh. Dua rombongan kelas berbeda belajar bersamaan di satu ruangan yang hanya dipisahkan oleh satu tembok darurat. 19KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
  • 20. mendapatkan pelayanan pendidikan dasar. Negara wajib menjamin terpenuhinya hak tersebut. Untuk itu, anggaran belanja negara untuk pendidikan ditingkatkan. Peningkatan anggaran pendidikan ini memungkinan bagi sekolah untuk meningkatkan mutu dan sarana pendidikan. Penambahan dana juga berimbas pada peningkatan kapasitas guru baik untuk tingkat dasar, menengah dan atas. Program sertifikasi dan pelatihan reguler bagi para guru dilakukan secara intensif. Guru-guru didorong untuk menempuh pendidikan tambahan seperti program D1, D2, D3, S1, atau kuliah jarak jauh melalui Universitas Terbuka. Pengalaman mereka mengajar atau memimpin sekolah diakui sebagai portofolio yang terkait dengan jenjang karier. Para guru pun semakin mendapat tempat di masyarakat akibat peningkatan status sosial ekonomi mereka. Pendidikan pada kenyatannya terkait benar dengan perkembangan politik. Kebijakan Otonomi Daerah) sejak tahun 1999 berimbas pula pada sektor pendidikan. Wewenang Pusat dan Daerah pun dibagi. Pusat terkait dengan regulasinya, sementara Daerah sebagai pelaksana aktif. Di wilayah tertentu seperti Aceh, sumber pembiayaan sekolah tak hanya dari APBN. Dana pendamping dari APBD berasal dari banyak sumber seperti dari alokasi anggaran Otonomi Khusus (OTSUS), dana perimbangan pusat dan daerah, dana bagi kaum miskin, dan sebagainya. Di sejumlah kabupaten seperti Kubu Raya, Kalimantan Barat, Bupati memenuhi janji kampanyenya dengan menambah mata anggaran khusus dalam APBD, yakni dana BOS Daerah (BOSDA). Dana tambahan pun dikucurkan untuk membayar pembelian baju seragam, sepatu, buku-buku wajib, dan kegiatan-kegiatan pengembangan kemampuan anak didik. Kebijakan BOS hadir dalam kerangka besar pemenuhan asas persamaan atas akses dan peluang untuk mendapatkan pendidikan yang optimal. Dalam hal inilah kebijakan BOS mendapatkan konteks relevansinya. Ia diciptakan untuk meretas kesenjangan akan akses dan kualitas pendidikan. Sejarah BOS tak dapat dipisahkan dari seluruh rangkaian upaya untuk pemenuhan hak warga atas pendidikan. Secara politis, BOS juga tak dapat dipisahkan dari kebijakan pengurangan subsidi BBM. Sebab, BOS secara resmi memang diadakan sebagai pelaksanaan dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM dibidang pendidikan yang dimulai sejak tahun 2005. Program ini menjadi program rutin 20 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA 21KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK Pendidikan adalah salah satu investasi terbaik dalam pembangunan, Investasi di bidang pendidikan akan sangat menentukan dalam pencapaian Tujuan-tujuan Pembangunan Abad Kini (Millennium Development Goals). Pemerintah Indonesia sangat menghargai bantuan Australia di bidang ini dan mengharapkan kelanjutan dukungan tersebut untuk menuntaskan keberhasilan Program Pendidikan Dasar Indonesia Australia (Australia-Indonesia Basic Education Program, AIBEP).
  • 21. pemerintah dalam upaya penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Meski untuk itu, negara harus menambah pinjaman luar negeri kepada negara-negara donor. Dalam hal inilah BOS bisa menimbulkan pro-kontra. Namun, dari aspek keberpihakan kepada pendidikan, pentingnya pendidikan dasar merupakan hal yang telah disepakati bersama. Dengan adanya kebijakan itu, maka pada tahun ajaran 2005, semua murid SD/MI, SMP/MTs, pesantren moderen maupun tradisional, serta satuan pendidikan non-Islam yang menyelenggarakan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, mendapatkan dana BOS. Inilah cikal-bakal pendidikan bersubsidi di tingkat dasar di seluruh Indonesia yang hingga kini terus berjalan dan terus melakukan perbaikan. Penggunaan dana BOS saat ini meliputi 13 macam kegiatan (lihat: Lampiran). Pada prinsipnya, dana ini sepenuhnya harus digunakan untuk menunjang berlangsungnya kegiatan persekolahan dengan karakteristik pembiayaan yang sepenuhnya untuk keberlangsungan pendidikan. Dalam bahasa B ETA PETTAWARAN IE Melihat BOS yang potensial untuk dikembangkan menjadi sarana pemenuhan kewajiban negara dalam menyelenggarakan pendidikan, AusAID menawarkan bantuan teknis guna memaksimalkan capaian pendidikan dasar sembilan tahun tersebut. Antara lain, bantuan dalam peningkatan kapasitas pelaksanaan BOS melalui kegiatan pelatihan dan sosialisasi BOS serta tata laksana pengelolaannya. 22 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA sederhana, dana itu untuk membayar hal-hal yang habis-pakai dan bukan untuk pembangunan prasarana fisik. Dengan adanya dana BOS ini, seharusnya tidak ada lagi anak Indonesia yang kehilangan haknya untuk meraih pendidikan. BOS berusaha menjangkau yang tak terjangkau.** ARMIN HARI KIRI (HALAMAN SEBELAH): Sama seperti anak-anak lain di seluruh Indonesia, murid- murid SD Negeri Agats, di ibukota Kabupaten Asmat di pedalaman Papua, juga bersekolah dengan seragam dan perlengkapan yang disediakan oleh negara melalui dana BOS. BAWAH. Murid-murid SD Negeri Paupanda di Ende, Flores (NTT), belajar bersama menyelesaikan satu tugas dari guru mereka. Sebagian besar mereka adalah anak-anak dari keluarga nelayan miskin di pesisir yang juga rawan bencana gelombang pasang dan letusan gunung berapi (Gunung Iya). Mereka semua adalah penerima manfaat dana BOS. 23KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
  • 22. Di ruang kelas sekolah darurat mereka, SD Negeri Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, yang hanya berdinding gedhek bambu, berlantai semen kasar dan beratap seng, anak-anak pengungsi korban bencana letusan Gunung Merapi 2010, tetap bersekolah. Meskipun menerima sumbangan dan bantuan kemanusiaan dari berbagai fihak, namun dana BOS masih tetap merupakan tumpuan utama mereka untuk tetap bersekolah dengan kelengkapan pakaian seragam dan buku-buku pelajaran. ARMIN HARI 24 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA Meskipun hanya tinggal bertiga, mereka tetap bersekolah. Sementara rekan sepermainanya tewas atau mengungsi akibat bencana tsunami dahsyat yang menghancurkan kampung dan sekolah mereka pada bulan Desember 2004. Murid Kelas I SD Negeri Ceunamprong di Aceh Jaya ini tetap tekun belajar di gedung baru sekolah mereka yang selesai dibangun pada tahun 2008. Sebelumnya, mereka belajar di 'bangunan darurat', sehingga hak mereka untuk memperoleh pelayanan pendidikan tetap terpenuhi. Selain dana BOS, mereka juga mendapat beasiswa khusus dari Education International yang disalurkan langsung melalui rekening BRI setempat atas nama anak-anak itu sendiri. BETAPETTAWARANIE 25KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
  • 23. Dian Putri Bromo sering dipanggil Dian oleh teman-teman dan gurunya. Saat ini ia duduk di Kelas V SDN 6 Rodja, Kelurahan Paupanda, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, NTT. Dian anak yang cerdas. Selain selalu berada di peringkat pertama di kelasnya, ia sering mewakili sekolah untuk lomba-lomba bidang studi seperti IPA dan Matematika. Mata pelajaran itu memang kesukaannya. Ayah Dian, penduduk asli Ende. Sejak muda ia telah merantau ke Malaysia. Lalu menikah di sana dengan ibu Dian yang asal Kalimantan. Dian dan adik- adiknya pun lahir d sana. Situasi yang sulit di rantau membawa mereka kembali ke kampung. Namun, keadaan ekonomi yang sulit memporak-porandakan keluarga itu. Ayahnya kembali merantau ke Malaysia. Ibu Dian pergi entah di mana kini. Tinggallah Dian dan adik-adiknya. Di lingkungan Paupanda Atas, Dian dan dua adiknya tinggal bersama nenek dan dua pamannya. Perihal ibunya Dian, salah seorang pamannya menjelaskan, "Mungkin ibunya tidak tahan lihat keadaan kami di Ende, lalu bilang mau pergi menyusul suaminya ke Malaysia. Kabarnya ia tertangkap polisi saat mau menyeberang ke Malaysia, lalu pulang ke Kalimantan. Kami mau cari bagaimana, tidak ada kabar beritanya." Selama ayahnya berada di Malaysia, Dian menjadi tanggung jawab sang paman yang bekerja sebagai tukang ojek. Paman yang lain, seorang tukang bangunan, hanya bekerja ketika ada proyek. Menurut Dian, ayahnya kadang mengirim uang, pernah sampai Rp 1 juta. Tapi, itu tidak rutin. Karena itu, menurut paman Dian, bersekolah gratis di SDN Rodja, sungguh merupakan bantuan yang tidak ternilai. Apalagi, di rumah itu, ada 3 orang anak yang musti disekolahkan. "Jika tidak ada dana BOS, tentu kami akan kewalahan," kata paman Dian.**(Ami Priwardhani) Dian Tetap Sekolah ARMIN HARI 26 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA Setelah lulus dari SD pada tahun 2006, Nurkhasanah tidak melanjutkan sekolah karena dua alasan. Pertama, SMP hanya ada di Kota Malino, sekitar 40 Km dari kampungnya di Tassese (bahasa Makassar Konjo, tassese = 'yang tersisih jauh di pinggiran'), di dataran tinggi terpencil Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Kedua, orang tuanya hanya keluarga petani biasa yang membutuhkan tenaganya untuk bekerja di rumah dan tak punya ongkos untuk Nurkhasanah melanjutkan sekolah. Dua tahun kemudian, 2008, ketika ia berusia 14 tahun, seorang pemuda dari kampung tetangga melamarnya. Ia baru lulus SMA. Nurkhasanah setuju. Tapi ia mengajukan dua syarat. Pertama, dia diperbolehkan sekolah lagi, karena SMP sudah ada di kampungnya. Sekolah itu dibangun oleh bantuan Australia Indonesia Basic Education Program (AIBEP) sebagai sekolah 'satu atap' (SATAP) dengan SD Negeri Tassese di mana dia dulu bersekolah. Kedua, ia tidak digauli sampai tamat SMP. Bahkan, jika mungkin, suaminya ikut membiayainya sampai SMA. Calon suami dan orang tua mereka setuju. Maka mereka pun menikah. Nurkhasanah tetap tinggal bersama orangtuanya. Ia bersekolah lagi di SMP SATAP Tassese. Ia tekun belajar, sampai akhirnya tamat tahun 2011 pada usia 17 tahun. Selama di SMP itu, dia menerima semua haknya sebagai siswa dari dana BOS, termasuk seragam dan buku-buku pelajaran. Untunglah sekolah tak mempersoalkan status perkawinannya. Sebab, di sekolah lain hal itu terlarang. "Pendidikan penting bagi saya," katanya, "karena itu saya menjadikannya sebagai syarat pernikahan saya. Syukurlah orangtua kami dan suami saya mengerti, mereka setuju dengan syarat saya. Di sekolah juga, semua guru dan teman-teman saya memaklumi dan menerima saya apa adanya. Tidak ada persoalan." Pak Ruddin, Kepala SD/SMP SATAP Tassese mengabarkan bahwa Nurkhasanah sekarang ikut suaminya pindah ke Makassar. "Saya dengar, dia melanjutkan sekolah ke SMA. Siapa pun tak bisa menghalangi minatnya yang teguh. Ia senang bersekolah." **(Beta Pettawaranie) Menikah dan Sekolah Lagi Nurkhasanah (paling kiri) dan teman-teman sekelasnya di teras depan sekolah mereka, SMP SATAP Tassese. Saat itu (2009), Nurkhasanah sudah di Kelas VIII. Tahun 2010, ia mengikuti Ujian Nasional dan lulus. Kini ia ikut suaminya di Kota Makassar dan kabarnya melanjutkan sekolah ke SMA di sana. BETAPETTAWARANIE 27KARENA PENDIDIKAN ADALAH HAK
  • 24. Pagi sekali, anak-anak Desa Kompang di pedalaman dataran tinggi Sinjai, Sulawesi Selatan, berombongan berjalan kaki menuju sekolah mereka, menuruni jalan raya yang masih basah akibat hujan lebat semalaman. JARAK BUKAN MASALAH Berjalan kaki jauh ke sekolah, kadang sampai puluhan kilometer, sebenarnya hal yang biasa bagi kebanyakan anak-anak di pedalaman. Sejak dulu demikian dan sampai sekarang pun masih ditemukan di berbagai daerah. Meskipun, data dari berbagi survei menunjukkan bahwa jarak dan waktu tempuh ke sekolah saat ini semakin berkurang. Mereka yang tak pernah mengalaminya mungkin menganggap hal itu keterlaluan dan dapat menganggu mutu pendidikan di sekolah. Tetapi, bagi anak-anak yang mengalaminya, itu justru pengalaman yang paling menyenangkan dari kehidupan pedesaan yang bersahaja. Dengan berjalan kaki beramai-ramai, mereka menemukan keasyikan sebagaimana layaknya kanak-kanak. Ini juga sekaligus menjadi bagian dari proses mengenal alam sekitar. Mereka belajar menyiasati cuaca. Pada saat bersamaan, mereka belajar membangun pertemanan dan saling peduli satu sama lain. Dalam kenyataannya, hampir semua orang Indonesia yang pernah mengalami hal yang sama, selalu menceritakan kembali masa berjalan jauh ke sekolah sebagai salah satu kenangan masa kanak-kanak yang paling berkesan dalam hidup mereka. Kebijakan nasional yang kini memberikan pelayanan pendidikan dasar gratis --antara lain, melalui dana BOS-- sedikit-banyak telah memungkinkan anak-anak itu lebih bergairah bersekolah, meskipun masih harus bejalan kaki jauh. Beberapa halaman berikut adalah rekaman foto anak- anak itu di berbagai daerah yang memperlihatkan bahwa jarak bukanlah masalah bagi mereka... GALERI ARMINHARI 28 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA 29GALERI: JARAK BUKAN MASALAH
  • 25. Samudera Pasifik Jayapura Amai, Depapbre Di muara Sungai Amai di Teluk Depapbre, Papua, anak-anak sekolah disana suka memilih jalan-pintas ketika pergi dan pulang sekolah yang berjarak sekitar 4 kilometer garis-lurus dari kampung mereka. Caranya 'khas anak kampung': buka baju untuk membungkus semua buku dan peralatan sekolah, angkat- tinggi-tinggi dengan tangan, lalu berenang menyeberang sungai. Dengan demikian, hanya celana dan badan mereka yang basah. Ketrampilan berenang juga dimiliki anak-anak perempuan. Bedanya, mereka basah kuyup semuanya, karena anak-anak perempuan biasanya tidak melepas baju. Saat pulang sekolah, biasanya mereka tak langsung pulang. Mereka menghabiskan waktu di muara sungai bening dan pasir pantai putih sambil mencari ikan atau memanjat dan memetuik buah kelapa... suatu 'kemewahan' yang niscaya tak pernah dinikmati oleh teman sebaya mereka di perkotaan! JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Muara & Teluk 1 Laut Arafura Laut Banda BETAPETTAWARANIE 30 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 26. Laut Banda Amahai, Elpaputi, Pulau Seram Di pulau-pulau kecil laut dalam di Maluku, apa boleh buat, tak ada jalan lain bagi anak-anak disana pergi dan pulang sekolah kecuali dengan perahu atau sampan (kole-kole). Di Kepulauan Banda yang terkenal itu, anak-anak sudah terbiasa sejak kecil mendayung sampan sendiri dari daratan Pulau Lonthor (pulau terbesar di sana) ke daratan Pulau Neira dimana sekolah mereka terletak (KIRI BAWAH). Tak main-main, kedalaman laut di sana mencapai 4000-5000 meter. Di kejauhan adalah Gunung Api, salah satu gunung berapi paling aktif di Indonesia sampai saat ini. Pilihan lain adalah naik perahu sewa (ojek laut), seperti para siswa perempuan Madrasah Tsanawiyah (KANAN BAWAH) yang juga menyeberang dari Lonthor ke Neira. Tentu saja... harus bayar! JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Pulau-pulau Kecil 2 Lonthor & Neira, Kepulauan Banda Ambon Sama saja di Pulau Seram, di Teluk Elpaputi, bagian selatan-tengah Seram. Tetapi anak lelaki satu ini (KANAN, HALAMAN SEBELAH) lebih memilih berjalan kaki menyusur pantai pasir putih pulang ke rumah dari sekolahnya, SD Negeri Amahai (tampak jauh di latar belakang). Sementara itu, bapak dan pamannya mendayung sampan membawa adik lelaki dan perempuannya. Anak ini butuh waktu sekitar satu jam baru tiba di rumahnya. REZATUASIKAL 32 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 27. Laut Banda Mantigola, Wakatobi Baubau Di pulau-pulau kecil terpencil pun tak jauh beda. Anak-anak Orang Bajo --suku pengembara laut legendaris Asia Tenggara-- di Kampung Mantigola, Kepulauan Wakatobi, lepas pantai Sulawesi Tenggara, bahkan lebih unik lagi. Mereka harus menyiapkan sampan kecil untuk menyeberangi selat dangkal menuju sekolah mereka di tengah laut. Kadang hanya dengan tangan mereka sebagai dayung mengayuh sampai sejauh 1 mil laut. Sesekali mereka mendapat 'penumpang istimewa', yakni satu atau dua orang guru mereka. Jika air laut sedang surut, mereka cukup berjalan kaki di atas pasir pantai yang sedang mengering. Untuk alasan praktis saja, agar tidak basah, anak-anak itu tak pernah membawa buku-buku dan peralatan sekolah mereka. Semuanya disimpan di sekolah. Jika ada tugas 'perkerjaan rumah', biasanya mereka selesaikan di sekolah. Buku-buku dan peralatan sekolah itu hanya mereka bawa pulang saat ulangan atau ujian... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Kembara Laut 3 BETAPETTAWARANIE 34 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 28. Tompobulu Makassar SelatMakassar Teluk Bone Untuk mencapai sekolah mereka, anak-anak Dusun Galung- galung di pedalaman Pangkajene, Sulawesi Selatan, menempuh jalur yang tidak biasa: mendaki gunung dan bukit, menyeberangi sungai, meniti jembatan bambu dan pematang sawah, melompati pagar kebun, serta melintasi hutan berlumut tebal dan licin di musim hujan. Itu semua dalam kawasan Taman Nasional Saraung-Bantimurung. Jaraknya sekitar 20 kilometer pulang-pergi dari dan ke sekolah mereka di pusat Desa Tompobulu. Tetapi, anak-anak itu tak pernah mengeluh. Mereka malah menghabiskan waktu sambil bercanda riang dan bermain sepanjang jalan... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Petani Gunung 4 BETAPETTAWARANIE 36 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 29. Di dataran tinggi Sigi, Sulawesi Tengah, kita saksikan hal yang sama. Anak-anak Ngata (Desa) Tompu selalu berombongan pergi dan pulang sekolah, berbaris jajar panjang seperti satu konvoi. Sekolah mereka terletak jauh terpencil di pucuk gunung (GAMBAR KANAN BAWAH). Meski harus berjalan kaki, hanya dengan sandal-jepit atau bahkan kaki-telanjang, anak-anak suku peladang tradisional ini tak pernah mempersoalkan jarak yang mereka tempuh. Padahal tak kurang dari 6 kilometer pulang-pergi. Jangan bayangkan ini jalan datar yang mulus. Mereka naik- turun lereng terjal menyusuri jalan setapak, menyeberangi titian seadanya, menembus hutan dan belukar.... SelatMakassar Teluk Tomini Ngata Tompu Danau Poso Palu JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Peladang Hutan 5 BETAPETTAWARANIE 38 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA ERWINLAUJENG BETAPETTAWARANIE
  • 30. Di dataran tinggi pedalaman terpencil di bagian tengah-timur Pulau Sulawesi, sekitar 200 kilometer dari Kota Poso atau sekitar 500 kilometer dari Kota Palu, siswa SD SATAP Ue Bone, dalam kawasan hutan Ulu Bongka, berangkat pergi dan pulang sekolah menggunakan sampan kecil menelusuri dan menentang arus deras Kali Bongka yang membelah hutan pinus lebat. Anak-anak ini menghadapi resiko bahaya dalam perjalanan, tetapi mereka tak pernah mengeluh. Mereka justru menikmatinya sebagai bagian dari kesenangan masa kanak-kanak, bermain dan bertualang di alam bebas terbuka, suatu kesenangan yang tak pernah dinikmati oleh sebagian besar anak-anak seusia mereka yang hidup di perkotaan... Gulf of Tomini Ue Bone Lake of Poso Palu JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Masyarakat Daerah Terpencil 6 40 IMAGES OF HOPE: BOS TRAINING & INDONESIA's SCHOOLS EWINLAUDJENG Poso EWINLAUDJENG
  • 31. Pontianak Gunung Tamang Sungai-sungai raya adalah salah satu ciri khas Kalimantan. Beberapa sungai terbesar (terpanjang dan terlebar) di Indonesia berada di sana, termasuk Kali Kapuas di Kalimantan Barat. Hampir seluruh jaringan perhubungan di daerah ini masih dan harus melalui aliran-aliran sungai besar dan berbagai cabang (anak sungai) nya. Anak-anak Dayak Kenayan di Gunung Tamang, pedalaman Kubu Raya, tak terkecuali. Untuk mencapai sekolah mereka di SMP Santa Ursula, sama seperti semua rekan-rekannya yang lain, dua remaja putri ini pun setiap hari menyeberangi sungai besar, lebar, dalam, dan deras, dengan perahu motor yang mereka kemudikan sendiri... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Sungai Raya 7 ARMINHARI 42 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA ARMINHARI
  • 32. Jatiluwih, Tabanan Bali bukan hanya Kuta, Sanur, dan Ubud. Di dataran tinggi Tabanan, ada Jatiluwih, satu kawasan pertanian dengan hamparan sawah teras (bertingkat) yang sangat luas. Mungkin semua anak di sana belum tahu bahwa hamparan sawah luas di kampung mereka telah diusulkan oleh Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai salah satu 'Kawasan Warisan Budaya Dunia'. Yang jelas, anak-anak itu melintasinya setiap hari, saat berjalan kaki sejauh 3 kilometer pergi dan pulang sekolah melalui jalan desa yang membelah hamparan sawah tersebut. Sesekali, terutama pada musim kemarau (Mei-Agustus), kabut tebal turun di pagi hari. Mereka tak surut. Dalam udara dingin yang menggigit, tanpa sinar matahari selama beberapa jam, mereka tetap berangkat ke sekolah... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Kawasan Wisata 8 BETAPETTAWARANIE 44 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 33. Samudera India Parangkusumo Bahkan banyak orang Indonesia yang tak tahu bahwa di pesisir selatan bagian tengah Pulau Jawa, tak jauh dari Kota Yogyakarta, terbentang satu hamparan luas tanah tandus dan padang (gumuk) pasir Parangkusumo. Tentu saja, tak banyak orang yang ingin tinggal di sana. Hanya ada satu dusun kecil terdiri dari sekitar 10 rumah saja. Maka, pagi hari, anak-anak dusun gersang ini pun mengayuh sepeda mini mereka sejauh 3 kilometer ke sekolah di kawasan pantai wisata Parangtritis. Siangnya, pulang sekolah, mereka melewati lagi jalan panjang yang panas dan lengang tanpa pepohonan pelindung itu... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Tanah Tandus 9 BETAPETTAWARANIE 46 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 34. Medan Lubuk Pakam Di kawasan perkebunan besar kelapa sawit di daerah Lubuk Pakam, Deli Serdang, Sumatera Utara, anak-anak lelaki tak perlu lagi berjalan kaki ke sekolah. Jalan raya beraspal mulus melintasi daerah itu. Mereka cukup menumpang angkutan umum meski dengan sangat beresiko: naik di atas atap mobil! Dan seperti sudah menjadi suatu ‘persepakatan tak tertulis”, para sopir pun tak pernah menolak mereka. Sementara bagi anak-anak perempuan, jika tak ada tempat duduk yang tersisa di dalam mobil angkutan umum itu, apa boleh buat, mereka harus berjalan kaki. Orang menganggap tentu tak pantas anak perempuan naik ke atap mobil. Jika cukup ongkos, mereka naik becak motor beramai-ramai. (KIRI ATAS & BAWAH). JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Perkebunan Besar 10 ARMINHARI 48 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA ARMINHARI
  • 35. Banda Aceh Kuala Unga & Krueng Ateuh Bencana besar tsunami dahsyat yang memporak-porandakan pantai barat Aceh, pada tahun 2004, membuat ratusan gedung sekolah hancur. Tahun 2008, anak-anak di Gampong (Desa) Kuala Unga & Krueng Ateuh, Aceh Jaya, mendapat gedung sekolah baru. Tetapi, kali ini letaknya cukup jauh dari desa mereka, karena dibangun di tempat baru yang jauh dari ancaman bahaya tsunami. Maka, mereka pun berjalan kaki sekitar 3 kilometer. Agar hemat waktu, mereka membawa bekal makanan, sehingga tak perlu pulang ke rumah saat istirahat siang. Maka, mereka pun menikmati santapan siang beramai-ramai di teras gedung sekolah baru mereka... JALAN KE SEKOLAH: Anak-anak Korban Tsunami 11 BETAPETTAWARANIE 50 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI iNDONESIA BETAPETTAWARANIE
  • 36. angka berkata, data bicara 2 53ANGKA BERKATA, DATA BICARA Ibu guru di SD Negeri 3 Paupanda, Ende, Flores, NTT, mengajarkan matematika kepada murid- muridnya dengan cara tidak biasa: semua muridnya maju berdiri ke depan kelas dekat papan tulis dan menggunakan jari tangan untuk melakukan perhitungan. Pelatihan sangat penting memampukan guru menemukan cara- cara kreatif dalam mengajar. Pelatihan BOS 2011 adalah satu skema pelatihan yang dirancang secara masif. Jumlah sasaran yang dijangkau sekitar 656.073 orang peserta. Mereka adalah para Kepala Sekolah, guru-guru dan anggota masyarakat sebagai Komite Sekolah. Mereka berasal dari 218,691 sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Angka pencapaian yang direncanakan itu bukanlah jumlah yang kecil. Sebaran kegiatannya amat luas, dari kota-kota sampai ke daerah-daerah pedalaman terpencil. Jenjang penularan pengetahuannya juga berlapis, dari tingkat pusat ke daerah sampai ke satuan kerja di tingkat sekolah. Tak bisa lain, ini memang satu kerja raksasa. Diperlukan kemampuan pengelolaan program yang handal dan pengerahan sumberdaya secara sistematis dan terpadu. Dalam konteks inilah pemerintah Australia mengambil peran strategis yang berpusat pada salah satu bagian dari bantuan kerjasama pembangunan internasionalnya dengan pemerintah Indonesia, yakni penguatan kapasitas pengelola BOS. ARMINHARI
  • 37. PELATIHAN PELATIH UTAMA NASIONAL PELATIHAN PELATIH UTAMA DAERAH PELATIHAN PENGELOLA SEKOLAH & GURU-GURU Diikuti oleh 60 orang Diikuti oleh 2.600 orang: (1.500 orang angkatan pertama + 1.100 orang tambahan) Diikuti oleh 656.073 orang ARMINHARI 54 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA Materi Utama Sesuai dengan tujuannya --yakni untuk meningkatkan kemampuan para pengelola sekolah dan guru-guru-- komponen pelatihan BOS 2011 dirancang dan terdiri dari empat kelompok materi utama, yakni: 1. Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M); 2. Perencanaan & Tata Kelola Sekolah; 3. Pendidikan Karakter; dan 4. Manajemen Keuangan Sekolah. Setiap kelompok materi utama tersebut terbagi lagi ke dalam beberapa pokok bahasan. Misalnya, dalam hal Teknis Pelaporan, menjadi bagian dari materi utama Manajemen Keuangan Sekolah. Semua pokok bahasan tersebut telah dibukukan menjadi satu modul paket pelatihan. Tercatat sebanyak 669.792 modul paket pelatihan telah dibagikan kepada semua sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia. Alur Pelaksanaan Seluruh rangkaian kegiatan Pelatihan BOS 2011 telah dilaksanakan mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat lokal (Provinsi dan Kabupaten/Kota), dengan jenjang dan alur sebagai berikut: 100 - 90 - 80 - 70 - 60 - 50 - 40 - 30 - 20 - 10 - 0 - Total Perempuan Laki-laki 67,94 89,49 65,67 90,54 70,20 88,40 pre-test post-test ARMINHARI Grafik-1: Hasil Evaluasi Awal & Akhir Pelatihan dalam hal Peningkatan Pengetahuan, menurut status gender peserta. 55ANGKA BERKATA, DATA BICARA Secara teoritis, seluruh rangkaian pelatihan tersebut masing-masing berlangsung intensif selama empat hari (four days intensive training). Para pelaksana pelatihan di tingkat lokal, terutama di daerah-daerah dengan keadaan atau kendala geografis yang cukup berat, melakukan penyesuaian- penyesuaian, misalnya, dipadatkan menjadi satu hari. Namun, dari segi hasilnya, sebagian besar sekolah yang dikunjungi terbukti memahami dan mampu menerapkan mekanisme kerja BOS. Capaian Hasil Seluruh rangkaian pelatihan telah menerapkan evaluasi awal dan akhir. Hasil evaluasi pra dan pasca (pre and post test) pelatihan menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan peserta. Indeksnya meningkat dari nilai 67,94 menjadi 89,49. Satu hal yang menarik adalah bahwa peningkatan pengetahuan pada para peserta perempuan lebih tinggi dibanding peserta laki-laki, sebagai berikut (Grafik-1):
  • 38. Dengan kata lain, baik dari segi nilai akhir rata- rata maupun dalam hal tingkat kemajuan, pencapaian hasil peserta perempuan jauh lebih baik daripada peserta laki-laki. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang menduduki jabatan atau menjalankan peran yang menentukan dalam pengelolaan sekolah semakin meningkat, misalnya sebagai Kepala Sekolah atau Bendahara BOS. Atas fakta itu, kita bisa berharap bahwa peningkatan pengetahuan yang lebih baik pada sebagian besar perempuan peserta pelatihan-pelatihan BOS 2011 tersebut, juga akan membawa hasil perbaikan nyata dalam pengelolaan sekolah- sekolah kita di masa mendatang. Hasil tersebut semakin menarik jika dikaitkan dengan hasil evaluasi yang menunjukkan bahwa para wakil Komite Sekolah mendapatkan tambahan pengetahuan lebih banyak dibanding para peserta dari unsur sekolah (Grafik-2): 100 - 90 - 80 - 70 - 60 - 50 - 40 - 30 - 20 - 10 - 0 - Grafik-2: Hasil Evaluasi Awal & Akhir Pelatihan dalam hal Peningkatan Pengetahuan, menurut jabatan/fungsi peserta. BETAPETTAWARANIE 63,34 87,43 67,54 89,54 70,91 90,84 Komite Bendahara Kepala Sekolah BOS Sekolah pre-test post-test 56 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA Dengan semakin membaiknya pemahaman anggota Komite Sekolah, maka diharapkan akan semakin membaik pula pengawasan oleh warga terhadap pengelolaan BOS. Tentu saja, hal ini masih harus dibuktikan di masa-masa mendatang. Hasil evalusi lainnya oleh peserta pelatihan menunjukkan bahwa 87.4% peserta menyatakan puas dengan pelaksanaan pelatihan, namun hampir semuanya (92.4%) menyatakan perlunya pendampingan pasca pelatihan. Sebanyak 93.1% peserta melaporkan bahwa mereka belajar apa yang mereka harapkan dan 82.7% menyatakan telah mendapat pengetahuan baru. Tercatat 4 dari 5 peserta merasa lebih percaya diri dan bisa menerapkan apa yang dilatihkan. Sementara itu, 72.2% merasa bahwa pelatihan ini akan berdampak bagi tugas-tugas mereka sebagai pengelola BOS di sekolah masing-masing.** Dua ibu guru muda di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Gelgel, Tabanan, Bali, bekerja di ruang perpustakaan sekolah mereka. Kebiasaan guru untuk terus belajar semacam ini sangat dibutuhkan bagi kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Setelah memperoleh tambahan pengetahuan baru melalui pelatihan, diperlukan pembinaan terus- menerus untuk lebih membangun kebiasaan, prilaku, dan sikap bagi para pengelola sekolah dan guru-guru. Saran peserta tentang perlunya pendampingan pasca-pelatihan, mungkin memang perlu lebih ditekankan pada aspek- aspek tersebut yang, pada tingkat terakhir, justru menjadi hal yang paling menentukan. ARMIN HARI 57ANGKA BERKATA, DATA BICARA
  • 39. Sambil berjalan pulang dari sekolahnya, menyusuri jalan kampung yang sepi di Desa Kompang, Sinjai, Sulawesi Selatan, murid SD ini asyik membaca buku pelajaran sekolahnya, Ini dimungkinkan oleh adanya perpustakaan di sekolahnya yang buku- bukunya diadakan dari dana BOS. MENGHIDUPKAN JANTUNG SEKOLAH sejak ditetapkan bahwa negara berkewajiban memenuhi hak warganya untuk memperoleh pendidikan dasar, yakni pendidikan wajib selama 9 tahun (sampai tingkat SMP), ribuan gedung sekolah baru dibangun di seluruh nusantara. Tak hanya di kota-kota, prasarana baru sekolah juga dibangun sampai ke daerah-daerah pelosok terpencil. Pengadaan prasarana tersebut memang di luar cakupan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tetapi, BOS lah yang mengisi ribuan bangunan sekolah itu dengan berbagai sarana kelengkapan dasar yang sangat menentukan, termasuk pengadaan buku-buku pelajaran dan perpustakaan. Bagian berikut ini menggambarkan bagaimana pelatihan BOS, terutama yang berkenaan dengan tata kelola sekolah, menambah kesadaran pengelola sekolah tentang pentingnya pengelolaan perpustakaan yang baik. Ibarat suatu kendaraan, buku dan perpustakaan adalah bahan-bakar bagi bergeraknya mesin pengetahuan di sekolah. Sulit membayangkan bagaimana sekolah bisa berkembang tanpa buku- buku dan perpustakaan yang memadai. Tak berlebihan jika banyak orang yang mengatakan bahwa buku dan perpustakaan, pada dasarnya, adalah jantung kehidupan sekolah. Tanpa buku dan perpustakaan, suatu sekolah tak akan punya kehidupan, laksana mati suri. Dana BOS lah yang menghidupkan jantung ribuan sekolah di seluruh pelosok nusantara itu... GALERI ARMINHARI 58 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA 59GALERI: MENGHIDUPKAN JANTUNG SEKOLAH
  • 40. PEPRUSTAKAAN SEKOLAH: Bersih, Nyaman dan Lengkap 1 Orang bilang, untuk tahu apakah pemilik dan penghuni satu rumah itu benar-benar bersih atau jorok, lihat kamar mandi dan kakus (jamban) nya. Kalau jorok, bisa dipastikan bahwa para penghuni rumah itu adalah orang- orang yang tidak punya kebiasaan dan prilaku bersih. Sama dengan ruang perpustakaan bagi satu sekolah. Beruntunglah anak-anak yang memiliki perpustakaan sekolah yang bersih dan nyaman. Apalagi jika koleksi bukunya juga nisbi lengkap, seperti di SMP Negeri 1 Banuhampu, Sumatera Barat. Meski tidak mewah, sekolah ini memiiki perpustakaan, juga ruang komputer yang dilengkapi dengan akses internet. Mungkin bukan yang terbaik di antara semua sekolah di Indonesia, tetapi sudah memenuhi semua persayaratan minimal sebagai suatu perpustakaan sekolah yang baik. 60 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ARMINHARI ARMINHARI ARMINHARI
  • 41. PEPRUSTAKAAN SEKOLAH: Meski Darurat, Tetap Tersedia dan Tertata 2 Perpustakaan sekolah sebenarnya bukan soal gedung mewah dan megah. Bahkan di bangunan yang sangat sederhana pun, perpustakaan bisa berjalan baik. Kuncinya adalah pada pengelolaan yang benar serta kesadaran dan pemahaman yang baik tentang peran dan fungsi perpustakaan. Dengan sedikit usaha seperti itu, perpustakaan sekolah bisa sangat menyenangkan. Wujudnya hanyalah satu bangunan serba darurat, berlantai tanah dan semen kasar, berdinding anyaman gedhek bambu. Namun, di dalam bangunan serba sederhana itu, jantung sekolah tetap berdetak. Para pengelola dan guru di SD Negeri Darurat Srunen, Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, faham benar akan makna perpustakaan sekolah mereka yang ditata rapih dan bersih. Para siswanya pun, anak-anak keluarga korban bencana letusan Gunung Merapi 2010, menikmati dan memanfaatkan sarana perpustakaan sekolah darurat mereka itu sebaik mungkin... ARMINHARI 62 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ARMINHARI
  • 42. PEPRUSTAKAAN SEKOLAH: Meski Hanya Sekali Setiap Dua Pekan 3 Karena keterbatasan dana, Madrasah Tsanawiyah (MTs) Syekh Lokiya di Towale, Donggala, Sulawesi Tengah, belum punya perpustakaan sekolah yang memadai. Karena itu, para guru dan pengelola madrasah berprakarsa mengundang mobil perpustakaan keliling dari Dinas Pendidikan Kabupaten Donggala untuk mengunjungi sekolah mereka secara berkala setiap dua minggu sekali. Dan, para siswanya pun menyerbu mobil itu setiap kali datang... Pengemudi dan petugas perpustakaan keliling itu juga mengaku suka sekali mengunjungi sekolah ini. Mereka merasa senang dan puas melihat siswa sekolah itu menghargai pekerjaan mereka: sangat bersemangat membaca dan meminjam buku-buku yang mereka bawa... ERWINLAUJENG 64 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ERWINLAUJENG
  • 43. PEPRUSTAKAAN SEKOLAH: Memenuhi Kebutuhan & Membentuk Kebiasaan 4 Tak pelak, perpustakaan sekolah bukan cuma menyediakan bahan bacaan untuk keperluan pelajaran sekolah. Usia siswa SD dan SMP adalah masa penuh keingintahuan. Ketersediaan buku-buku di perpustakaan sekolah menjadi salah satu cara untuk menjawab kebutuhan perkembangan kejiwaan mereka. Dalam kenyatannya, tidak sedikit anak -- seperti siswa di SD Taluak Ampek Suku di Sumatera Barat (BAWAH) dan di SD HKBP Lubuk Pakam, Sumatera Utara (KANAN, HALAMAN SEBELAH)-- justru lebih suka menghabiskan jam istirahat di sekolah mereka dengan membaca buku, sementara kawan-kawan mereka bermain... Usia anak SD dan SMP adalah juga masa pembentukan kebiasaan yang paling menentukan (formative age). Ketersediaan buku-buku di perpustakaan sekolah niscaya akan sangat membantu pembentukan kebiasaan baik tersebut. Kelak, setelah mereka dewasa, kebiasaan dan kesenangan membaca itu akan terus tumbuh! 66 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ARMINHARI 67GALERI: MENGHIDUPKAN JANTUNG SEKOLAH ARMINHARI
  • 44. sumbangsih pelatihan Tim Fasilitator Pelatihan BOS memanfaatkan waktu jedah pelatihan untuk mewawancarai Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah dan guru-guru di SDN Kalawat, Minahasa, Sulawesi Utara. 68 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebenarnya bukan hanya semata-mata berupa penyediaan dana untuk pengadaan perlengkapan sekolah bagi murid dan siswa SD dan SMP. Program nasional ini juga mencakup pengadaan sarana belajar lainnya yang sangat menentukan, seperti perpustakaan, laboratorium, dan media atau alat peraga pengajaran. Tetapi, yang tak kalah penting, yang selama ini justru jarang diketahui oleh masyarakat luas adalah upaya-upaya peningkatan kemampuan para kepala sekolah dan guru sebagai bagian tak terpisahkan dari keseluruhan program BOS. 3 ARSIPPROGRAMBOS
  • 45. 70 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ACEH: Pelangi di Ujung Barat Pagi menjelang siang di SD Cot Bambu Aceh Besar. Ibu Nur Fauziah, guru Kelas V sedang mengajar mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Dengan menggunakan kapur di atas papan tulis hitam ia menggambar tiga gelas berisi air yang di dalamnya terdapat pensil. Gambar itu memperlihatkan sudut bayangan pensil yang bengkok atau lebih besar dari aslinya karena pantulan air. Ruang kelas itu tampak lapang. Meja- meja disusun dengan formasi tapal kuda. Sebelas orang murid --5 lelaki dan 6 perempuan-- menyimak buku Lembar Kerja Siswa (LKS) masing- masing. Mereka sedang membahas pelajaran tentang 'Benda dan Cahaya'. Ibu Nur telah menyipakan baskom plasik hitam berisi air dan cermin di meja yang ada di tengah ruangan. Rupanya, tak hanya menjelaskan teori, Ibu Nur juga akan melakukan praktikum. Setelah menjelaskan peralatan yang akan digunakan, ia meminta murid-muridnya membawa perlengkapan praktikum itu ke tengah lapangan upacara dekat tiang bendera. Di bawah terik matahari ia meminta murid-muridnya menyimak tahap demi tahap petunjuk buku LKS. Ia memperlihatkan efek cahaya di atas kertas putih yang dipantulkan oleh cermin di dalam air yang memunculkan riak gelombang pelangi. Sejumlah pertanyaan ia ajukan dan dijawab lantang murid-muridnya. Setelah puas, ia mengajak mereka menutup praktikumnya dengan bernyanyi “Pelangi-Pelangi.” (Catatan Lapangan, 15 Maret 2012) Sekolah ini terletak di tengah sawah yang menjorok dari tepi jalan desa di Aceh Besar. Ini bukanlah sekolah istimewa dilihat dari bangunan dan lingkungannya. Murid sekolah ini kurang dari 100 siswa, sebagian besar orang tua mereka kaum tani. Jumlah murid di sini tak pernah jauh dari angka ini. Hanya pada masa pasca tsunami, sekolah ini pernah menampung lebih dari 300 orang murid, karena sekolah ini menjadi sekolah sementara bagi para pengungsi yang tinggal di barak-barak di sekitarnya. Jumlah murid SD Cot Bambu kurang dari 100 siswa. Bagi para pemerhati isu anggaran dan pendidikan, itu dianggap tidak ideal. Dalam pembiayaan yang semata-mata bersumber dari BOS, batas ambang yang memadai harus di atas 100 siswa. Jumlah dana BOS per sekolah dihitung berdasarkan perkalian dana dan jumlah murid. Neneng Setianingsih, aktivis GERAK (Gerakan Anti Korupsi) Aceh yang bekerja untuk isu anggaran publik, menganggap cara berhitung serupa itu sangat beresiko. Sebab, dengan jumlah penerimaan dana BOS yang diberlakukan sama, maka sekolah-sekolah dengan jumlah murid banyak, akan mendapatkan dana lebih besar. Sebaliknya, sekolah dengan jumlah murid sedikit, seperti SD Cot Bambu ini, alokasi dana BOS yang mereka terima sangat terbatas. Padahal jumlah satuan hari kerja, jumlah minimal guru, dan kegiatan belajar mengajar di sekolah mana pun harus berlaku sama. Berapa pun jumlah murid mereka. Dalam kasus jumlah murid kecil, manajemen sekolah harus pandai main akrobat agar biaya pendidikan sepanjang tahun bisa terpenuhi dari dana BOS. Para pemerhati anggaran dan biaya pendidikan seperti GERAK mengusulkan perkalian alokasi dana BOS seharusnya bukan semata didasarkan pada jumlah dana per anak per tahun. Komponen dana bantuan harus menggunakan standar minimal untuk beroperasinya satu sekolah secara layak, berapa pun jumlah muridnya. Cara menghitung alokasi dana BOS yang hanya mendasarkan pada jumlah murid, dianggap terlalu bias Jawa yang penduduknya padat. Padahal, bagi daerah-daerah di luar Jawa seperti pedalaman Aceh, Kalimantan, Maluku, atau Papua, mengumpulkan siswa sampai lebih dari 30 orang per tahun ajaran, bukanlah pekerjaan mudah. Apalagi program Keluarga Berencana (KB) dianggap telah berhasil. "Cara berhitung seperti itu berbahaya karena akan 71PELATIHAN PENGELOLA & GURU BETAPETTAWARANIE menutup kesempatan belajar bagi anak- anak di daerah terpencil dan menutup kesempatan sekolah-sekolah yang jumlah muridnya terbatas. Penerimaan dana BOS nya bisa tak mencukupi untuk anggaran satu tahun." (Neneng Setianingsih, wawancara 12 April 2012). Namun dari contoh aktivitas belajar yang dilakukan Ibu Nur di Cot Bambu, sekolah ini niscaya bukan sekolah yang asal jalan. Jumlah murid yang kurang dari 100 siswa, tak mengurangi kualitas mengajar berkat kreatifitas guru. Pernyataan ini tak hendak menolak analisis GERAK Aceh yang pada kenyataannya cukup masuk akal, melainkan untuk memberi apresiasi kepada kreatifitas guru yang berusaha keluar dari segala keterbatasan dana BOS. Kunjungan evaluasi ke SD Cot Bambu itu sama sekali tak sepengetahuan pihak sekolah. Karenanya, pasti tidak ada rekayasa ketika evaluator menyaksikan proses belajar yang berlangsung meriah dan menyenangkan itu. Di ruang guru, terdapat empat bagian ruangan. Ruang guru ini semula adalah rumah dinas Kepala Sekolah. Di salah satu ruangan, yakni ruang Kepala Sekolah, terlihat seperangkat komputer yang dibeli dari dana BOS. Saat itu, komputer sedang digunakan Pak Reza, guru olah raga, untuk menyusun soal-soal ulangan umum (tes sumatif). Beberapa guru lainnya, beristirahat di ruang utama menikmati kue- kue yang disajikan --juga berkat dana BOS. Sambil beristirahat, mereka meladeni para murid yang datang silih berganti menanyakan ini dan itu tanpa rasa enggan atau malu. Komunikasi kedua pihak berjalan wajar dan riang. Ibu Erlis, Kepala Sekolah, menjelaskan bahwa model pengajaran yang mendorong siswa agar lebih aktif semula hanya dianggap teori. Paling jauh ini hanya Beberapa murid Kelas IV SD Negeri Kuala Unga, Aceh Jaya, di ruang perpustakaan gedung baru sekolah mereka, berdiskusi membahas satu topik pelajaran yang ditugaskan oleh guru mereka. Metoda penugasan dalam kelompok untuk belajar bersama ini diterapkan oleh guru-guru di sekolah tersebut sebagai salah satu hasil dari pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti selama ini.
  • 46. 72 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA menjadi angan-angan. Bukan hanya tak cukup fasilitas, namun juga guru tak punya pengalaman dan pemahaman mengapa model pengajaran siswa aktif harus dilakukan. Adalah pelatihan- pelatihan BOS yang kemudian memotivasi mereka untuk mengembangkan pengajaran yang kreatif dan inovatif serupa itu. "Guru kreatif, siswa aktif" menjadi motto yang mereka kembangkan dari pelatihan-pelatihan BOS. Pelatihan BOS bukanlah hal yang istimewa. Para guru umumnya telah mengenal model belajar siswa aktif jauh sebelum ada pelatihan BOS. Namun, kepegasan (fleksibilitas) dalam pengguaan dana BOS dan diperbolehkannya berkreasi, memberi semangat kepada para guru untuk mengembangkan cara-cara pembelajaran aktif. Maka, prakarsa-prakarsa mereka pun berkembang setelah mengikuti rangkaian pelatihan BOS yang, antara lain, menekankan pentingnya teknik-teknik mengajar kreatif dengan memanfaatkan media belajar sederhana dan pengembangan watak (character building). Semula, para guru menganggap dan kurang yakin bahwa perubahan cara mengajar tersebut akan bermanfaat. Sebaliknya, mereka justru khawatir sasaran pencapaian (target) kurikulum akan terganggu atau tak terpenuhi. Namun, setelah mereka coba dan hasilnya dapat mengubah watak dan prilaku anak-anak menjadi lebih riang, aktif bertanya, mau terlibat, dan rajin bersekolah, pihak sekolah melihat pelangi harapan dalam cara atau metoda pendekatan pembelajaran tersebut. Para guru sadar murid-murid di sekolah ini -- sebagaimana juga di wilayah lain di Aceh-- merupakan saksi dari peristiwa-peristiwa dahsyat yang menimpa Aceh akibat konflik berkepanjangan (sejak 1976 sampai ditandatanganinya Perjanjian Helsinki tahun 2005) dan bencana besar tsunami (Desember 2004). Di masa konfik, Aceh Besar adalah salah satu wilayah perbatasan --untuk tidak dikatakan wilayah perebutan-- kedua pihak yang bersengketa. Sementara di masa pasca tsunami, Aceh Besar merupakan daerah penyangga bagi para korban selamat yang menata kembali kehidupan mereka sesudah bencana dahsyat tersebut. Benar, tak semua murid pernah mengalami peristiwa itu. Namun kecemasana orang tua mereka yang mengalaminya, bagaimanapun, niscaya terekam dan muncul dalam watak mereka. Siswa menjadi murung atau agresif. “Dulu, hampir setiap minggu ada saja anak kelahi, baju atau celana robek karena mereka bermain kelewat batas” demikian Pak Reza menggambarkan watak dan prilaku anak didiknya sebelum perubahan cara-cara pembelajaran diterapkan. Persekolahan yang dikelola dengan baik, pasti tak akan menjadi pabrik pendidikan yang mati rasa. Persekolahan harus sanggup tanggap menjawab kebutuhan warga belajarnya. Pelatihan-pelatihan yang diikuti para Kepala Metode pembelajaran aktif tidak hanya tentang teknik-teknik menyajikan bahan pelajaran, tetapi juga pengaturan ruang kelas (classroom arrangement). Guru- guru di SD Negeri Kuala Unga, Aceh Jaya, menerapkan hasil pelatihan mereka dengan menata semua ruang kelas di sekolah mereka secara inkonvensional, duduk melingkar yang lebih memungkinkan murid-murid saling berinteraksi secara langsung dan setara. BETAPETTAWARANIE 73PELATIHAN PENGELOLA & GURU Sekolah dan pengelola BOS, memberi ruang imajinasi kepada mereka tentang persekolahan yang sanggup mengurai kegelisahan dan penderitaan siswa yang tak selalu terungkap jika tak diupayakan. Adalah benar bahwa manusia, termasuk anak-anak, punya kearifan tersendiri untuk berdamai dengan keadaan dan kekhawatiran yang tak terucapkan. “Namun kita tak pernah tahu sampai kapan bisa bertahan. Kita tak mungkin membiarkan atau menunggu kelak terjadi sesuatu yang akarnya amarah dan kebencian yang tak terurai,” lanjut Pak Guru Reza menjelaskan. Cara pembelajaran aktif-kreatif di sekolah ini dibuktikan sangat membantu siswa untuk kembali ke dunia kanak-kanaknya. Dengan alat bantu sederhana, guru-guru berusaha membangkitkan semangat belajar yang riang dan menumbuhkan keingintahuan mereka. Sementara bagi para guru, cara ini membantu mereka untuk juga tetap dan terus belajar. Proses belajar menjadi menyenangkan, tak hanya bagi siswa, tetapi juga bagi guru. “Saya tak payah lagi mengoceh sendirian di depan kelas”, ujar Ibu Nur. Ibu Erlis, Kepala SD Cot Bambu adalah pelangi lain yang membuat sekolah punya visi misi yang jelas: Metafora Iini tak berlebihan ketika ia menjelaskan bagaimana sekolah memaksimalkan segala bantuan belajar untuk meningkatkan mutu pembelajaran. “Dalam pelatihan BOS tempo hari, dari pihak pemerintah daerah kami dengar tentang kebijakan-kebijakan bantuan pendidikan apa yang disediakan oleh pemerintah sebagai dana pendamping BOS.” Bersama sesama guru ia mempelajari mekanisme pemberian bantuan. Bantuan bagi yatim piatu diberikan langsung kepada orang tua murid lewat bank pemerintah daerah. Untuk mengantisipasi agar dana bantuan tidak dipakai untuk kebutuhan lain, pihak sekolah memanggil para orang tua penerima dana yatim piatu itu. Mereka diajak memikirkan baju seragam, buku, dan sepatu anak-anaknya. Ini penting, karena tahun sebelumnya dana bantuan yatim piatu datang menjelang bulan puasa. “Jangan nantinya uang habis buat meugang, membeli daging menjelang Lebaran.” Para orang tua itu diingatkan bahwa “BOS bagi sekolah kami adalah motor bergeraknya pembelajaran, sementara pelatihan-pelatihan guru adalah minyaknya.” --Ibu Erlis, Kepala SD Cot Bambu, Aceh Besar-- Metoda 'belajar kelompok sepantar' (peer group learning) diterapkan oleh guru-guru SD Negeri Bukit Teureubeuh, Kota Jantho, Aceh Besar. Salah satu kelompok sepantar tersebut memilih duduk melingkar di teras depan ruang kelas mereka. Selain aspek pengetahuan, cara ini memungkinkan anak-anak itu belajar membentuk sikap saling berbagi, mendengar dan menghargai pendapat orang lain. BETAPETTAWARANIE
  • 47. 74 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA anak-anak mereka perlu ganti seragam supaya tidak rendah diri. “Bagi saya," lanjut Ibu Erlis, "inilah yang saya maksud dengan manajemen pengelolaan dana bantuan. Saya tak mau acuh tak acuh hanya karena uang tak masuk lewat sekolah. Buat saya uang itu amanah bagi anak yatim, kita harus mengusahakan uang itu sampai kepada mereka” Bahwa dana bantuan tak melulu dari BOS, mereka tahu itu. Dan, pelatihan-pelatihan yang mereka ikuti memberikan pemahaman yang luas tentang cara-cara pengelolaannya. Ibu Maria, Bendahara Sekolah, menjelaskan bagaimana mereka memilih prioritas pendanaan. "Coba lihat," katanya, "pagar kami sudah hampir roboh. Tapi kami tak mau dana BOS dipakai meskipun itu perlu. Biar saja menunggu orang dari Pemda atau Dinas Pendidikan turun. Kami tahu sekolah kami ada hak dari dana bagi hasil migas yang diatur qanun5 sebagaimana kami dengar di pelatihan BOS. Saya tak mau mengorbankan dana BOS untuk hal yang tak semestinya meskipun perlu.” Jelas sudah, bagi sekolah ini BOS hanyalah bahan bakar penggerak motor pendidikan. BOS hanya salah satu komponen yang menghidupkan sekolah. Namun tanpa dana sebagai bensin, pendidikan niscaya akan terlalu berat untuk didorong. Bercermin dari sekolah di tepi desa Cot Bambu di Aceh Besar ini, kita melihat bayangan pelangi yang memancar dari balik rinai hujan persoalan pendidikan di ujung barat negeri ini. Di Aceh dan di wilayah lain, para perintis (pioneer) pendidikan lahir dari kandungan persoalan yang mereka hadapi dan membutuhkan keberanian untuk mengembangkan hasil pelatihan menjadi aksi. Adalah Markhayani (GAMBAR BAWAH), Kepala SMP Negeri 1 Lampeuneurut, Darul Imarah, Aceh Besar, yang juga memberi warna pelangi pada langit pendidikan di Aceh. Sekolah yang dipimpinnya sejak tujuh tahun lalu ini menjadi pusat komunikasi pengelolaan BOS. Tak sedikit Kepala Sekolah yang berkonsultasi kepadanya dan mencarikan jalan keluar agar kebijakan yang mereka ambil tak menyalahi aturan. Ketika evaluasi dilakukan, awal Maret 2012, sekolah ini sedang menyelenggarakan uji-coba Ujian Nasional (UN). Semua bahan uji-coba diambil dari dana BOS, demikian juga penyelenggaraannya. Dan, sebagaimana evaluasi di sekolah lain, evaluasi dilakukan tanpa pemberitahuan. Di dinding pengumuman terpampang laporan BOS tahun sebelumnya dan rencana kerja BOS tahun 2012. MOHAMADANSHAR,HarianSerambi 5 Peraturan Daerah (PERDA) di Daerah Otonomi Khusus Aceh. Ibu Markhayani, Kepala SMP Negeri 1 Lampeuneurut, Darul Imarah, Aceh Besar. 75PELATIHAN PENGELOLA & GURU Ditempa oleh kerasnya kehidupan sejak masa sekolah, Ibu Yani sangat memahami betapa besar arti BOS bagi keberlangsungan pendidikan dan persekolahan di Aceh. Mengisahkan bagaimana ia harus berjuang untuk merebut kesempatan dalam pendidikan, kita dapat memahami mengapa ia berkeras bahwa uang BOS baginya merupakan kartu jaminan masa depan bagi anak-anak didiknya untuk meraih impian. “Setamat SMP Lubuk, Aceh Besar, tahun 1977," demikian Ibu Yani mengisahkan masa sekolahnya dulu, "saya masuk SPG di Banda Aceh. Saya ingin sekali menjadi guru. Tapi orang tua saya terlalu miskin untuk membiayai saya. Saya punya lima adik yang juga perlu biaya. Karena kampung saya jauh di pedalaman, saya tak mungkin melaju, saya harus kos. Tapi biayanya pasti besar, tidak akan cukup. Lalu Ibu Syarifah Marziah, salah seorang guru di SPG itu berbaik hati mengajak saya tinggal di rumahnya. Sejak itu saya tinggal di rumahnya di Kampung Laksana, Banda Aceh. Orang mengatakan saya menumpang hidup sambil membantu. Saya tak mengeluh dengan keadaan saya, karena saya ingin terus sekolah. Saya selalu mendapatkan juara 1 atau 2. Dan saya bangga karena biaya sekolah saya tanggung sendiri dengan menjalani hidup prihatin menjadi pembantu di rumah orang.” (wawancara, 15 Maret 2012, di Banda Aceh). Merasakan beratnya biaya pendidikan, Ibu Yani tidak ingin ada anak yang terhambat hanya karena sekolah tidak peka pada kebutuhan mereka. Pelatihan BOS yang ia ikuti ia kembangkan menjadi program-program belajar yang semakisimal mungkin membuat muridnya mendapatkan pendidikan. “Saya dorong guru-guru yang belum mendapatkan sertifikat," lanjut Ibu Yani, "untuk ikut sertifikasi, atau kuliah lagi. Saya buat berbagai kegiatan yang membuat anak- anak betah di sekolah seperti Pramuka, drum band, dan ekstra-kurikuler lainnya.” Dengan jumlah murid lebih dari 600 siswa, tidak mudah baginya untuk mengelola sekolah dan mendekati semua muridnya. Namun ia merasa punya cara untuk mendekati mereka. “Kasih saya anak yang paling bandel” ujarnya tanpa bermaksud tinggi hati. Ia hanya ingin menunjukkan bahwa jika ada kemauan dan mengerti karakter anak, seberat apapun persoalannya pasti bisa ditangani. Ia mengerti mengapa anak-anak pada usia itu membutuhkan pendekatan berbeda. “Mereka kan tanggung, anak-anak bukan, dewasa belum”. Dan ia pun mengisahkan seorang muridnya yang luar biasa bandel. Hampir semua guru angkat tangan. Tapi Ibu Yani mampu mendekatinya. Dan anak itu kemudian mendapatkan nilai terbaik di ujian akhir. Sekolah ini menyimpan penggalan sejarah Aceh yang pahit. Didirikan tahun 1982, sekolah ini merupakan sarana umum pertama yang dibakar semasa konflik. Ketika tsunami menerjang Aceh, sekolah ini ikut luluh lantak. Baru tahun 2005-2006, beberapa bangunan kelas direnovasi dan hingga kini masih ada dua bangunan yang membutuhkan renovasi ulang. Kunci keberhasilan sekolah menurutnya ada pada guru yang bermutu. Pada pelatihan BOS tahun lalu, Ibu Yani mengajukan usul agar sertifikasi diberikan kepada guru-guru muda, sementara guru yang hampir pensiun diberi Pelatihan-pelatihan BOS membantunya untuk memikirkan optimalisasi bantuan serta mengembangkan model komunikasi yang efektif dengan siswa dan para orang tua mereka.
  • 48. 76 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA penghargaan atas darma baktinya. Usulan ini ia ajukan karena ada keluhan bahwa sertifikasi hanya membuat banyak guru makin frustrasi. Menurutnya itu karena sertifikasi diberlakukan kepada semua guru. “Guru guru yang telah lama mengajar," jelas Ibu Yani, "pasti kesulitan mengubah cara mereka mengajar. Mereka telah punya pola dan cara mengajar tersendiri. Menurut saya, mereka tidak salah, tapi kita yang tidak bijak pada mereka.” Kunci manajemen pengelolaan sekolah menurutnya ada pada komunikasi. Misalnya, komunikasi dengan Komite Sekolah. Ia baru saja menyelesaikan satu persoalan melalui rapat Komite Sekolah. Dengan para guru, ia telah mengupayakan berbagai cara agar muridnya tidak bolos dan keluyuran di kota atau di warung kopi. Antara lain, dengan menerapkan absensi tiga kali sehari. Tapi aturan kerap tak mempan. Sekolah itu membutuhkan penjaga sekolah untuk mengawasi gerbang. Tapi ia beranggapan, dana BOS harus dimanfaatkan lebih utama bagi siswa. Dia keberatan jika dana digunakan untuk membayar penjaga sekolah. Musyawarah itu akhirnya menghasilkan keputusan: Komite Sekolah menanggung biaya pembayaran 2 orang penjaga sekolah tanpa menggangu dana BOS. Upaya Ibu Yani ini dihargai oleh Deni Iskandar, Konsultan BOS Provinsi Aceh, sebagai salah satu prakarsa untuk meyakinkan masyarakat bahwa dana BOS tak menanggung seluruh biaya sekolah. Kampanye 'Sekolah Gratis' memang menyesatkan dan perlu diluruskan. Ikhtiar Ibu Yani tak bisa lain adalah contoh tata kelola organisasi sekolah dengan benar. Nuril Hanny adalah ibu 2 orang anak, Pengurus Koperasi Wanita 'Ingin Maju' di Sinabang, Pulau Simelue, di lepas pantai Barat Aceh. Ia adalah orang tua murid dan anggota Komite Sekolah SDN 18 Sinabang. Manfaat pelatihan BOS, menurutnya, bisa lebih baik dengan memaksimalkan pengelolaan pelatihan. Dengan mengutip Ketua BAPPEDA Aceh, Martunus Muhammad, Adhie Usman Musa, aktivis lingkungan Institut Green Aceh (IGA), menyatakan bahwa separuh lebih kualitas guru masih harus ditingkatkan. Dana BOS seharusnya dapat digunakan secara spesifik untuk peningkatan mutu guru, melalui pelatihan BOS atau pelatihan lainnya. “Bagi Aceh," kata Adhie, "dana pelatihan untuk peningkatan kapasitas guru seharusnya tidak ada masalah. Bukan hanya dari dana BOS, pendidikan di Aceh mendapatkan sumber yang melimpah. Ada dana OTSUS, dana perimbangan pusat dan daerah untuk hasil migas, dan dana takziah tsunami bagi yatim-piatu di seluruh bumi Aceh.” Salah satu usulnya antara lain memanfaatkan para fasilitator profesional. Jika dianggap terlalu mahal mendatangkannya dari luar Aceh, bisa memanfaatkan para aktivis LSM lokal yang cukup berpengalaman dalam penguasaan teknik dan metode pelatihan. Pelatihan yang masif seharusnya tak menjadi masalah jika dilakukan dengan pemahaman yang benar, misalnya, tentang filsafat pendidikan dan metode pengajaran partisipatif. Untuk mencapai kesadaran baru, diperlukan cara-cara yang lebih inovatif, bukan hanya sekadar menambah pengetahuan kognitif. Tanpa itu, pelatihan tak jauh beda dari rapat akbar. Sementara itu bagi Nuril, meskipun permasalahan pendidikan itu tak hanya soal “Kuncinya ada pada kemauan politik untuk meningkatkan mutu guru. Ini bukan untuk siapa-siapa, keuntungannya kelak buat Aceh sendiri. Kalau mutu guru baik, niscaya hasilnya pun baik.” --Adhie Usman Musa, Institut Green Aceh-- biaya, namun berujung pada biaya juga. Ia mencontohkan soal ketentuan pembentukan 'kelompok sepantar' (peer group) di kelas. Sejak kelas satu SD, anak-anak sudah pilih- pilih teman. Konsekwensinya anak-anak dari keluarga miskin disisihkan. Pendidikan karakter yang menjadi bagian dari pelatihan BOS, akan lebih bermanfaat jika dapat menguatkan kemampuan guru mengatasi persoalan ini. Sebab kekuatan BOS sesungguhnya dalam meretas perbedaan- perbedaan, termasuk perbedaan kaya-miskin. Semua anak punya hak sama di mata BOS! Pelatihan-pelatihan BOS di Provinsi Aceh dilaksakan secara serempak pada bulan Oktober 2011 di 23 kabupaten. Diikuti oleh 3,350 Sekolah dan Madrasah dengan jumlah peserta seluruhnya 15.559 orang, terdiri dari Kepala Sekolah/Madrasah, Bendahara, Komite Sekolah atau unsur Masyarakat anggota Tim BOS. Untuk itu, dikerahkan 145 orang pelatih dan narasumber dari Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/ Kota (95 orang) dan Kementerian Agama (45 orang). Biaya pelatihan berasal dari dana hibah Pemerintah Australia yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kegiatan Penjaminan Kepastian Layanan Pendidikan SMP (dana dekonsentrasi) senilai Rp 5.025.592.000. Materi Pelatihan terdiri dari 5 bahasan utama, yaitu: [1] Evaluasi Diri Sekolah; [2] Penyusunan RKS/RKAS; [3] Manajemen Keuangan; [4] Pendidikan Karakter; dan [5] Materi Pelengkap sesuai konteks lokal daerah, antara lain, Teknik Mengajar, Penanggulangan Narkoba, Kepekaan Gender dalam Penyusunan RKA, Pengintegrasian Pengurangan Bencana dalam Evaluasi Diri Sekolah, dan Pencegahan HIV/AIDS. Di Kabupaten Bireuen, misalnya, pelatihan BOS diselenggarakan pada 29 Oktober 2011. Pelatihan dilakukan bertahap di tiga zona, diikuti Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah dan wakil Komite Sekolah di seluruh wilayah kabupaten. Jumlah keseluruhan peserta adalah 1.128 orang dari 229 SD, 68 SMP, 58 MI dan 22 MTs. Untuk zona barat, pelatihan dipusatkan di SMP Negeri 1 Jeunieb. Seusai hari raya Idul Adha, kegiatan serupa dilanjutkan di zona tengah, bertempat di SMK PGRI Bireuen. Untuk zona timur, di komplek SDN 3 Percontohan Peusangan. Secara keseluruhan kegiatan digelar sebanyak tujuh angkatan, masing-masing angkatan diikuti 60 peserta.** BETAPETTAWARANIE Pelatihan BOS di provinsi paling barat Indonesia telah terlaksana. Semua sekolah secara teknis telah menerima pelatihan. Namun tak semua sekolah dapat memanfaatkannya secara maksimal. Pada akhirnya, terpulang ke kebijakan sekolah masing-masing. Hanya sekolah dengan para pengelola dan pengajar yang memiliki integritas, dedikasi, dan keberanian berprakarsa yang dapat memetik manfaatnya. Apapun adanya, pelangi persekolahan di Ujung Barat Indonesia telah memberikan warna atas langit pendidikan Indonesia.** Pelatihan BOS di Aceh
  • 49. SUMATERA BARAT: Peningkatan Kemampuan Guru Minggu, 29 April 2012. Kompleks Perguruan Diniyah Putri Padang Panjang tampak sepi. Tak ada keramaian kelas. Tak tampak aktivitas belajar dan mengajar. Dua tiga murid SD Kelas VI bermain di tanah lapang. Mereka menunggu jemputan selepas les persiapan ujian. Beberapa petugas kebersihan sedang merawat taman dan ruangan kelas yang asri. Hanya itu. Selebihnya adalah siang yang lengang. Lamat-lamat, dari salah satu ruang kelas SMP terdengar juga percakapan. Ada diskusi kecil rupanya. Seorang bapak yang cukup berumur, duduk di meja guru. Ia tekun memperhatikan dua perempuan muda berkerudung lilit khas Diniyah Padang Panjang yang sedang menulis di papan tulis (GAMBAR BAWAH). Diskusi itu teramat serius. Kedua perempuan itu adalah guru matematika di sana. Mereka sedang mengikuti bimbingan khusus, dan mentornya, bapak setengah tua tadi, sengaja didatangkan dari Bukittinggi. Suatu bimbingan sederhana. Sangat informal bahkan. Tapi itu tak berarti tanpa kesungguhan. Di meja guru, lembaran kertas penuh coretan angka-angka dan rumus berserakan. Juga buku-buku. Semuanya tentang matematika. Siang itu, mereka bertiga sedang memeras otak menyelesaikan soal-soal yang dilombakan dalam Olimpiade Matematika Nasional Tingkat SMP. 78 PELATIHAN BOS & PERSEKOLAHAN DI INDONESIA ARMIN HARI Bahwa peningkatan kapasitas guru itu penting, semua sepakat. Dan, berkat dana BOS hal itu menjadi mungkin. Masalahnya memang sangat tergantung pada imajinasi kreatif pengelola BOS ketika menyusun Rencana Anggaran Pendapatan & Belanja Sekolah (RAPBS) dan RKAS. Sebab, dari perbincangan dengan para guru di semua sekolah yang dievaluasi, peningkatan kapasitas guru selalu menjadi prioritas. Maka seharusnya program itu muncul dalam rancangan mata anggaran BOS. Di banyak pelatihan, perihal pentingnya peningkatan kapasitas guru sering dibahas. Tapi apa dan bagaimana memaknai peningkatan kapasitas itu, kita bisa berdebat. Praktik yang berlaku, peningkatan kapasitas sering berujud kegiatan pelatihan atau seminar. Tentu saja itu sangat penting. Namun jumlah guru yang bisa dilibatkan sangat terbatas. Belum lagi jika dikelola sebagai acara dengan berbagai upacara resmi. Manfaat maksimalnya bisa diragukan, meskipun biaya penyelenggaraannya tentu tak sedikit. Padahal, selain pelatihan atau seminar, tak terbilang jenis atau bentuk kegiatan peningkatan kapasitas yang bisa diselenggarakan. Tak harus berbiaya mahal, yang penting sesuai dengan kebutuhan 79PELATIHAN PENGELOLA & GURU Pelatihan BOS mendorong Kepala Sekolah untuk merancang penggunaan dana BOS berbasis perencanaan persekolahan yang komprehensif, termasuk di dalamnya peningkatan kapasitas guru secara berkelanjutan. Dua guru muda SMP Negeri Banuhampu, Sumatera Barat. Para pembuat kebijakan pendidikan dan pengelola sekolah di provinsi ini sangat menyadari bahwa mutu pendidikan sangat ditentukan oleh mutu para guru. Pelatihan bagi mereka, karenanya, merupakan faktor yang sangat strategis. ARMINHARI