SlideShare a Scribd company logo
1 of 119
Download to read offline
Menimbang '. a.
SALINAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13 TAHUN 2016
TENTANG
PATEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
b.
bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang
diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan
strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan
memajukan kesej ahteraan umum;
bahwa perkembangan teknologi dalam berbagai bidang
telah sedemikian pesat sehingga diperlukan peningkatan
pelindungan bagi inventor dan pemegang paten;
bahwa peningkatan pelindungan paten sangat penting
bagi inventor dan pemegang paten karena dapat
memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya,
baik secara kuantitas maupun kualitas untuk
mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta
menciptakan iklim usaha yang sehat;
bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum,
baik nasional maupun internasional sehingga perlu
diganti;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang Paten;
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
t945;
d.
e.
Mengingat
Dengan
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-2-
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
l. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara
kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi
untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada
pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam
suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di
bidang teknologi berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang
secara bersama-sama melaksanakan ide yang
dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan
Invensi.
4. Permohonan adalah permohonan paten atau paten
sederhana yang diq'ukan kepada Menteri.
5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan
Paten.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik paten,
pihak yang menerima hak atas paten tersebut dari
pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih
lanjut hak atas Paten tersebut yang terdaftar dalam
daftar umum Paten.
7. Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual yang
bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
8. Pemeriksa
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-J-
8. Pemeriksa Paten yang selanjutnya disebut pemeriksa
adalah pejabat fungsional Aparatur Sipil Negara atau ahli
yang diangkat oleh Menteri dan diberi tugas serta
wewenang untuk melakukan pemeriksaan substantif
terhadap Permohonan.
9. Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya
Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
minimum.
10. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan
Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung
dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan
Industri (Pans Conuention for the Protection of Industial
Propertg) atau Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the Wortd
Trade Organization) untuk memperoleh pengakuan
bahwa Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan
tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota
salah satu dari kedua pe{anjian itu selama pengajqan
tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan berdasarkan perjanjian internasional
dimaksud.
11. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten,
baik yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif,
kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis
untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam
jangka waktu dan syarat tertentu.
12. Komisi Banding Paten adalah komisi independen yang
ada di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum.
13. Orang adaiah orang perseorangan atau badan hukum.
14. Royalti adalah imbalan yang diberikan untuk
penggunaan hak atas Paten.
15. Imbalan adalah kompensasi yang diterima oleh pihak
yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang
dihasilkan, dalam hubungan kerja atau Invensi yang
dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang
menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam
pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak
mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi atau
Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh
Inventor dalam hubungan dinas atau pemegang paten
dari Penerima Lisensi-wajib atau pemegang paten atas
Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah.
16. Hari
PRESIDEN
REPIJ BLIK INDONESIA
-4-
16. Hari adalah hari kerja.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang hukum.
BAB II
LINGKUP PELINDUNGAN PATEN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
Pelindungan Paten meliputi:
a. Paten; dan
b. Paten sederhana.
(1)
(2t
Pasal 3
Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.huruf a
diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung
langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.
Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru,
pengembangan dari produk atau proses yang telah ada,
dan dapat diterapkan dalam industri.
Pasal 4
Invensi tidak mencakup:
a. kreasi estetika;
b. skema;
c. aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
1. yang melibatkan kegiatan mental;
2. permainan; dan
3. bisnis.
d. aturan dan metode yang hanya berisi program komputer;
e. presentasi mengenai suatu informasi; dan
f. temuan
PRES IDEN
REPUBLIK INDONESIA
-5-
f. temuan (di.scoueryl berupa:
1. penggunaan baru untuk produk yang sudah ada
dan/ atau dikenal; dan/ atau
2. bentuk baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak
menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan
terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah
diketahui dari senvawa.
Bagian Kedua
Invensi
Paragraf 1
Invensi yang Dapat Diberi Paten
Pasal 5
Invensi dianggap baru sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi
tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya.
Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan teknologi yang telah
diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam
suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan,
penggunaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan
seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut
sebelum:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas dalam hal Permohonan diajukan
dengan Hak Prioritas.
Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) mencakup dokumen
Permohonan lain yang diajukan di Indonesia yang
dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan
yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan,
tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada
Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan.
(1)
(2)
(3)
Pasal 6
q,#
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-6-
Pasal 6
(l) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (2), Invensi tidak dianggap telah
diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam)
bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah:
a. dipertunjukkan dalam suatu pameran resmi atau
dalam suatu pameran yang diakui sebagai pameran
resmi, baik yang diselenggarakan di Indonesia
maupun di luar negeri;
b. digunakan di Indonesia atau di luar negeri oleh
Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan
penelitian dan pengembangan; dan/ atau
c. diumumkan oleh Inventornya dalam:
1. sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap
ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah
lain; dan/atau
2. forum ilmiah lain dalam rangka pembahasan hasil
penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga
penelitian.
(2) Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila
dalam waktu 12 (dua belas) bulan sebelum Tanggal
Penerimaan, ada pihak lain yang mengumumkan dengan
cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan
Invensi tersebut.
(1)
(2)
Pasal 7
Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi
tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian
tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak
dapat diduga sebelumnya.
Untuk menentukan suatu Invensi merupakan hal yang
tidak dapat diduga sebelumnya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan
keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau
yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama
dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak
Prioritas.
Pasal 8
gLru
-rlp,4@
PRESIDEN
REPU BLII( IN DO N ESIA
-7 -
Pasal 8
Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut
dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan
dalam Permohonan.
Paragraf 2
Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten
Pasal 9
Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:
a. proses atau produk yang pengumuman, penggunaan,
atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau
kesusilaan;
b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau
pembedahan yang diterapkan terhadap manusia
dan/ atau hewan;
c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan
matematika;
d. makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau
e. proses biologis yang esensial untuk memproduksi
tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau
proses mikrobiologis.
Bagian Ketiga
Subjek Paten
Pasal 10
Pihak yang berhak memperoleh Paten adalah Inventor
atau Orang yang menerima lebih lanjut hak Inventor
yang bersangkutan.
Jika Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara
bersama-sama, hak atas Invensi dimiliki secara
bersama-sama oleh para Inventor yang bersangkutan.
(1)
(2)
Pasal 11
PRESIDEN
REFU BLII( INDONESIA
-8-
Pasal 1 1
Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor
adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama
kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan.
(1)
(2)
(3)
Pasal 12
Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh
Inventor dalam hubungan kerja merupakan pihak yang
memberikan pekerjaan, kecuali diperjanjikan lain.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan, baik oleh
karyawan maupun pekerja yang menggunakan data
dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya.
Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) berhak mendapatkan Imbalan berdasarkan perjanjian
yang dibuat oleh pihak pemberi kerja dan Inventor,
dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh
dari Invensi dimaksud.
(4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat
dibayarkan berdasarkan:
a. jumlah tertentu dan sekaligus;
b. persentase;
c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus
dengan hadiah atau bonus; atau
d. bentuk lain yang disepakati para pihak.
Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara
perhitungan dan penetapan besarnya Imbalan, para
pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2),
dan ayat (3) tidak menghapuskan hak Inventor untuk
tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat paten.
(s)
(6)
Pasal 13
(1)
(2)
(3)
(41
(s)
(6)
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-9-
Pasal 13
Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh
Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi
pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan
Inventor, kecuali diperj anj ikan lain.
Setelah Paten dikomersialkan, Inventor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan Imbalan
atas Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan
negara bukan pajak.
Dalam hal instansi pemerintah sebagai Pemegang paten
tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas
persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan paten
dengan pihak ketiga.
Terhadap pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), selain instansi pemerintah, Inventor
memperoleh Royalti dari pihak ketiga yang mendapatkan
manfaat ekonomi dari komersialisasi Paten tersebut.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap
dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Imbalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
Bagian Keempat
Pemakai Terdahulu
Pasal 14
Pihak yang melaksanakan Invensi pada saat Invensi yang
sama diajukan Permohonan, tetap berhak melaksanakan
Invensinya walaupun terhadap Invensi yang sama
tersebut kemudian diberi Paten.
Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diakui sebagai pemakai
terdahulu.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak
berlaku jika pihak yang melaksanakan Invensi sebagai
pemakai terdahulu menggunakan pengetahuan tentang
Invensi tersebut berdasarkan uraian, gambar, contoh,
atau klaim dari Invensi yang dimohonkan Paten.
(l)
(21
(3)
Pasal 15
(1)
PRESIDEI!
REPU BLIK INDONESIA
_10_
Pasal 15
Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 hanya dapat diakui sebagai
pemakai terdahulu jika setelah diberikan paten terhadap
Invensi yang sama, ia mengajukan permohonan sebagai
pemakai terdahulu kepada Menteri.
Pengakuan sebagai pemakai terdahulu diberikan oleh
Menteri dalam bentuk surat keterangan pemakai
terdahulu setelah memenuhi persyaratan dan membayar
biaya.
Hak pemakai terdahulu berakhir pada saat berakhirnya
Paten atas Invensi yang sama tersebut.
Pasal 16
Pemakai terdahulu tidak dapat mengalihkan hak sebagai
pemakai terdahuiu kepada pihak lain, baik karena
Lisensi maupun pengalihan hak, kecuali karena
pewarisan.
Pemakai terdahulu hanya dapat menggunakan hak
untuk melaksanakan Invensi.
(3) Pemakai terdahulu tidak berhak melarang orang lain
melaksanakan Invensi.
Pasal 17
Dalam hal pemakai terdahulu melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Menteri
dapat mencabut surat keterangan sebagai pemakai
terdahulu.
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakai terdahulu diatur
dengan Peraturan Menteri.
(21
(3)
(1)
(2)
Bagian Kelima
#.)
-$t>&
(1)
FRESIDEN
R F-PU B LIK IN DO N ESIA
- 11-
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemegang paten
Pasal 19
Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk
melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk
melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya:
a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan,
menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan,
atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkan produk yang diberi Paten;
b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat ba."rrg
atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
huruf a.
Larangan menggunakan proses produksi yang diberi
Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata
dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi
pelindungan Paten.
Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan
sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial.
Pasal 20
Pemegang Paten wajib membuat produk atau
menggunakan proses di Indonesia.
Membuat produk atau menggunakan proses
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang
transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau
penyediaan lapangan kerja.
Pasal 21
Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi paten wajib
membayar biaya tahunan.
(2)
(3)
(1)
(2t
Bagian Keenam
(1)
(2t
(3)
(1)
(2t
(s)
PRESIDEN
REPUBLIK IN DON ES IA
_t2_
Bagian Keenam
Jangka Waktu Pelindungan paten
Pasal 22
Paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat diperpanjang.
Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten
dicatat dan diumumkan melalui media elektronik
dan/ atau media non-elektronik.
Pasal 23
Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal penerimaan.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
tidak dapat diperpanjang.
Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten
sederhana dicatat dan diumumkan melalui media
elektronik dan/ atau media non-elektronik.
BAB III
PERMOHONAN PATEN
Bagian Kesatu
Syarat dan Tata Cara Permohonan
Pasal 24
(1) Paten diberikan berdasarkan permohonan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan
membayar biaya.
(3) Setiap Permohonan diajukan untuk satu Invensi atau
beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi
yang saling berkaitan.
(4) Permohonan
(1)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13-
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diajukan baik secara elektronik maupun non-elektronik.
Pasal 25
Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24,
paling sedikit memuat:
a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan;
b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan
Inventor;
c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan
Pemohon dalam hal Pemohon adalah bukan badan
hukum;
d. nama dan alamat lengkap Pemohon dalam hal
Pemohon adalah badan hukum;
e. nama, dan alamat lengkap Kuasa dalam hal
Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan
f. nama negara dan Tanggal penerimaan permohonan
yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan
dengan Hak Prioritas.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilampiri persyaratan:
(2t
a.
b.
c.
d.
e.
judul Invensi;
deskripsi tentang Invensi;
klaim atau beberapa klaim Invensi;
abstrak Invensi;
gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang
diperlukan untuk memperjelas Invensi, jik;
Permohonan dilampiri dengan gambar;
surat kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui
f.
Kuasa;
g. surat pernyataan kepemilikan Invensi oleh Inventor;
h. surat pengalihan hak kepemilikan Invensi dalam hal
Permohonan diajukan oleh pemohon yang bukan
Inventor; dan
i. surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal
Permohonan terkait dengan jasad renik.
(3) Deskripsi
(3)
(41
PRESIDEN
REP IJ B LIK INDONESIA
-14-
Deskripsi tentang Invensi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b harus mengungkapkan secara jelas dan
lengkap tentang bagaimana Invensi tersebut dapat
dilaksanakan oleh orang yang ahli di bidangnya.
Klaim atau beberapa klaim Invensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c harus mengungkapkan
secara jelas dan konsisten atas inti Invensi, dan
didukung oleh deskripsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
(1)
Pasal 26
Jika Invensi berkaitan dengan dan/atau berasal dari
sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional,
harus disebutkan dengan jelas dan benar asal sumber
daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut
dalam deskripsi.
Informasi tentang sumber daya genetik dan/atau
pengetahuan tradisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh lembaga resmi yang diakui oleh
pemerintah.
Pembagian hasil dan/ atau akses pemanfaatan sumber
daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
perjanjian internasional di bidang sumber daya genetik
dan pengetahuan tradisional.
Pasal 27
Dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa, alamat
Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf
e menjadi domisili Pemohon.
pasal 28
Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang tidak
bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diajukan melalui
Kuasanya di Indonesia.
(21
(3)
Pasal 29
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-15-
Pasal 29
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pengajuan Permohonan diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Permohonan dengan Hak prioritas
Pasal 30
(1) Permohonan dengan Hak Prioritas harus diajukan dalam
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak
tanggal prioritas.
(2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, permohonan dengan
menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus juga dilengkapi dengan dokumen
prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di
negara yang bersangkutan.
(3) Dokumen prioritas yang telah disahkan oleh pejabat
yang berwenang di negara yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah
disampaikan kepada Menteri paling lama 16 (enam
belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas.
(a) Jika syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat
(2), dan ayat (3) tidak dipenuhi Pemohon, permohonan
dianggap diajukan tanpa menggunakan Hak prioritas.
Pasal 3 1
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 sarnpai
dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutand.is terhadap
Permohonan yang menggunakan Hak prioritas.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang diajukan
dengan Hak Prioritas diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
t6-
Bagian Ketiga
Permohonan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten
(1)
(2
(3)
Pasal 33
Permohonan dapat diajukan berdasarkan Traktat Kerja
Sama Paten.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
sampai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutandis
terhadap Permohonan yang berdasarkan Traktat Kerja
Sama Paten.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang
diajukan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten diatur
dalam Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pemeriksaan Administratif
Pasal 34
Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
minimum diberikan Tanggal Penerimaan dan dicatat oleh
Menteri.
Persyaratan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1);
b. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayal (21 huruf a sampai dengan huruf e; dan
c. bukti pembayaran biaya Permohonan.
Dalam hal deskripsi tentang Invensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b ditulis dalam
bahasa asing, deskripsi wajib dilengkapi dengan
terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan harus
disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Apabila deskripsi tentang Invensi yang ditulis dalam
bahasa asing tidak dilengkapi dengan terjemahan dalam
Bahasa Indonesia sampai dengan batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Permohonan
dimaksud dianggap ditarik kembali.
(1)
(21
(3)
(41
Pasal 35
(3)
(4)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-t7-
Pasal 35
(1) Dalam hal persyaratan dan kelengkapan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 belum lengkap,
Menteri memberitahukan secara tertulis kepada
Pemohon untuk melengkapi persyaratan dan
kelengkapan Permohonan tersebut dalam waktu paling
lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat
pengiriman pemberitahuan oleh Menteri.
(2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperpanjang paling larna 2 (dua) bulan.
Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu)
bulan setelah berakhirnya jangka waktu tersebut dengan
dikenai biaya.
Untuk memperoleh perpanjangan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri disertai alasan sebelum batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)
berakhir.
(5) Dalam hal keadaan darurat, Pemohon dapat mengajukan
permohonan perpanjangan jangka waktu selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) secara
tertulis disertai bukti pendukung kepada Menteri.
(6) Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling lama 6
(enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Pasal 36
Apabila Pemohon tidak melengkapi persyaratan dan
kelengkapan Permohonan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan/atau ayat (6), Menteri memberitahukan secara tertulis
kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik
kembali.
Pasal 37
(1)
(21
(3)
(4)
(s)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
_18_
Pasal 37
Jika terhadap satu Invensi yang sama diajukan lebih
dari satu Permohonan oleh pemohon yang berbeda dan
pada tanggal yang berbeda, permohonan yang diberi
Tanggal Penerimaan lebih dahulu yang dipertimbangkan
untuk diberi Paten.
Jika beberapa Permohonan untuk Invensi yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki ianggal
Penerimaan yang sama, Menteri memberitahukan secara
tertulis dan memerintahkan kepada para pemohon
untuk berunding guna memutuskan Permohonan yang
dipertimbangkan untuk diberi Paten.
Para Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib melakukan perundingan dan menyampaikan hasil
keputusannya kepada Menteri dalam waktu paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal surat
pemberitahuan Menteri.
Dalam hal tidak tercapai persetujuan atau keputusan di
antara para Pemohon, tidak dimungkinkan dilakukannya
perundingan, atau hasil perundingan tidak disampaikan
oleh Pemohon dalam waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Menteri menolak Permohonan yang diajukan
oleh beberapa Pemohon dengan Tanggal penerimaan
yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Menteri memberitahukan penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) secara tertulis kepada para
Pemohon.
(1)
Bagian Kelima
Perubahan dan Divisional Permohonan
Paragraf 1
Umum
Pasal 38
Permohonan dapat dilakukan perubahan atau divisional
atas inisiatif Pemohon dan/atau atas saran Menteri.
Perubahan atau divisional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan sebelum permohonan diberi
keputusan persetujuan Paten.
(2t
Paragraf 2
$^1)
-ilqy4{
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-19-
Paragraf 2
Perubahan Permohonan
(1)
(2)
Pasal 39
Permohonan dapat dilakukan perubahan terhadap:
a. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf b, huruf e, dan/atau huruf f;
dan/atau
b. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e.
Perubahan terhadap deskripsi tentang Invensi dan/atau
klaim atau beberapa klaim Invensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b dan huruf c
dapat dilakukan dengan ketentuan perubahan tersebut
tidak memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan
dalam Permohonan terdahulu.
Dalam hal perubahan dilakukan dengan menambah
jumlah klaim dari Permohonan semula, menjadi lebih
dari 10 (sepuluh) klaim maka terhadap kelebihan klaim
tersebut dikenai biaya.
Jika Pemohon tidak membayar biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kelebihan klaim dianggap
ditarik kembali.
Pasal 40
Selain perubahan terhadap data permohonan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1),
Permohonan juga dapat diubah dari paten menjadi paten
sederhana atau sebaliknya.
Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, dianggap diajukan pada
tanggal yang sama dengan Tanggal penerimaan semula.
(3)
(4)
(1)
(2)
Paragraf 3
PRESIDEN
REFU BLIK INDONESIA
-20-
Paragraf 3
Divisional Permohonan
(l)
(2t
Pasal 41
Jika suatu Permohonan terdiri atas beberapa Invensi
yang tidak merupakan satu kesatuan Invensi
sebagaimana dimaksud da,lam pasal 24 ayat (3),
Pemohon dapat mengajukan divisional permohonan.
Divisional Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam satu
Permohonan atau lebih dengan ketentuan bahwa lingkup
pelindungan yang dimohonkan dalam setiap
Permohonan tersebut tidak memperluas lingkup
pelindungan yang telah diajukan da_lam permohonan
semula.
Divisional Permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, dianggap
diajukan pada tanggal yang sama dengan tanggat
Penerimaan semula.
Dalam hal Pemohon tidak mengajukan divisional
Permohonan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (2), Pemeriksaan Substantif atas
Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi yang
merupakan satu kesatuan Invensi.
(3)
(4t
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan dan
divisional Permohonal diatur dengan peraturin Menteri.
Bagian Keenam
Penarikan Kembali permohonan
Pasal 43
Permohonan hanya dapat ditarik kembali oleh pemohon
sebelum Menteri memberikan keputusan menyetujui
atau menolak Permohonan.
Penarikan kembali Permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri.
(3) Ketentuan
(l)
(2)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-21 -
(3) Ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali
Permohonan diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketqjuh
Permohonan yang Tidak Dapat Diterima dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan
Pasal 44
(1)
(21
Menteri tidak dapat menerima permohonan yang
diajukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual atau orang yang karena tugasnya bekerja
untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, atau Kuasanya hingga I (satu) tahun sejak
berhenti dengan alasan apapun dari Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual.
Setiap perolehan Paten atau hak yang berkaitan dengan
Paten bagi pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual atau orang yang karena tugasnya bekerja
untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual hingga 1 (satu) tahun sejak berhenti dengan
alasan apapun dari Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual, dinyatakan tidak sah kecuali pemilikan
Paten tersebut diperoleh karena pewarisan.
(1)
(2)
(3)
Pasal 45
Seluruh dokumen Permohonan, terhitung sejak Tanggal
Penerimaan sampai dengan tanggal diumumkannya
Permohonan bersifat rahasia, kecuali bagi Inventor yang
tidak bertindak sebagai Pemohon.
Setiap Orang wajib menjaga kerahasiaan seluruh
dokumen Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
meminta salinan seluruh dokumen permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dikenai
biaya.
Inventor yang tidak bertindak sebagai pemohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan
pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup
bahwa yang bersangkutan adalah Inventor dari Invensi
yang dimohonkan.
(41
BAB IV
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-22-
BAB IV
PENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN SUBSTANTIF
Bagian Kesatu
Pengumuman
Pasal 46
Menteri mengumumkan Permohonan yang telah
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
dilakukan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah 1g
(delapan belas) bulan sejak:
a. Tanggal Penerimaan; atau
b. tanggal prioritas dalam hal permohonan diajukan
dengan Hak Prioritas.
Dalam hal tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling cepat 6
(enam) bulan sejak Tanggal Penerimaan atas permintaan
Pemohon disertai dengan alasan dan dikenai biaya.
Pasal 47
(1) Pengumuman dilakukan melalui media elektronik
dan/ atau media non-elektronik.
(2) Tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh
Menteri.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dapat dilihat dan diakses oleh setiap Orang.
Pasal 48
Pengumuman berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung
sejak tanggal diumumkannya permohonan.
Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan:
a. nama dan kewarganegaraan Inventor;
b. nama dan alamat lengkap pemohon dan Kuasa dalam
hal Permohonan diajukan melalui Kuasa;
c. judul Invensi;
(1)
(2)
(3)
(1)
(2t
d. Tanggal
d.
PRESIDEI!
REPU BLIK INDONESIA
-23-
Tanggal Penerimaan
dan negara tempat
diajukan dalam hal
Hak Prioritas;
abstrak Invensi;
klasifikasi Invensi;
gambar, dalam hal
gambar;
nomor pengumuman;
nomor Permohonan.
atau tanggal prioritas, nomor,
permohonan yang pertama kali
Permohonan diajukan dengan
Permohonan dilampiri dengan
dan
e.
f.
o
h.
i.
(1)
(2)
(3)
Pasal 49
Setiap Orang dapat mengajukan pandangan dan/atau
keberatan secara tertulis kepada Menteri dengan disertai
alasan atas Permohonan yang diumumkan.
Pengajuan pandangan dan/ atau keberatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh
Menteri dalam jangka waktu pengumuman.
Dalam hal terdapat pandangan dan/atau keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
memberitahukan pandangan dan/atau keberatan
tersebut kepada Pemohon paling lama 7 (tujuh) Hari
terhitung sejak tanggal pandangan dan/atau keberatan
diterima.
Pemohon dapat mengajukan secara tertulis penjelasan,
dan/atau sanggahan terhadap pandangan dan/atau
keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Menteri paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak
tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Menteri menggunakan pandangan dan/atau keberatan,
penj elasan, dan/ atau sanggahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (4) sebagai tambahan bahan
pertimbangan dalam tahap pemeriksaan substantif.
(41
(s)
Pasal 50
(2)
(3)
PRESIDEN
REPI-] BLIK IN DO N ESIA
-24-
Pasal 50
(1) Jika suatu Invensi berkaitan dengan kepentingan
pertahanan dan keamanan negara, Menteri menetapkan
Permohonan terhadap Invensi tersebut tidak diumumkan
setelah berkonsultasi dengan instansi yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pertahanan dan keamanan negara.
Menteri memberitahukan secara tertulis kepada
Pemohon atau Kuasanya mengenai penetapan
Permohonan yang tidak diumumkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Dokumen Permohonan yang tidak diumumkan yang
dikonsultasikan dengan instansi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat
(1).
Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan dokumen
Permohonan yang dikonsultasikan.
Bagian Kedua
Pemeriksaan Substantif
Pasal 5 1
Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara
tertulis kepada Menteri dengan dikenai biaya.
Permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 36 (tiga
puluh enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.
Jika permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan
dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (i)
atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan
dianggap ditarik kembali.
Menteri memberitahukan secara tertulis Permohonan
yang dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) kepada Pemohon atau Kuasanya.
(4)
(1)
(21
(3)
(4)
(5) Apabila
(s)
(6)
(71
(8)
(1)
(21
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-25-
Apabila permohonan pemeriksaan substantif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum
berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), pemeriksaan
substantif dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu
pengumuman.
Apabila permohonan pemeriksaan substantif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah
berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), pemeriksaan
substantif dilakukan setelah tanggal diterimanya
permohonan pemeriksaan substantif tersebut.
Permohonan pemeriksaan substantif terhadap divisional
Permohonan atau perubahan Permohonan dari paten ke
Paten sederhana atau sebaliknya harus diajukan
bersamaan dengan pengajuan divisional permohonan
atau perubahan Permohonan dari Paten ke paten
sederhana atau sebaliknya.
Jika permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan
bersamaan dengan divisional permohonan atau
perubahan Permohonan dari Paten ke Paten sederhana
atau sebaliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (Tl,
divisional Permohonan atau perubahan permohonan dari
Paten ke Paten sederhana atau sebaliknya dianggap
ditarik kembali.
Pasal 52
Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan yang tidak
diumumkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50,
dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal
penetapan Menteri mengenai tidak diumumkannya
Permohonan yang bersangkutan.
Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dikenai biaya.
Pasal 53
(1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh pemeriksa.
(2) Menteri dapat meminta bantuan ahli dan/ atau
menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi lain
untuk keperluan pemeriksaan substantif.
(3)Ahli
(3)
(4)
(s)
(6)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-26-
Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri.
Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sama
dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Pemeriksa.
Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
harus mendapatkan persetujuan dari Menteri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat
pengangkatan dan pemberhentian ahli sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan
Menteri.
pasal 55
(1) Dalam hal pemeriksaan substantif dilakukan terhadap
Permohonan dengan Hak Prioritas, Menteri dapat
meminta kepada Pemohon dan/atau kantor paten di
negara asal Hak Prioritas atau di negara lain mengenai
kelengkapan dokumen berupa:
a. salinan sah surat yang berkaitan dengan hasil
pemeriksaan substantif yang dilakukan terhadap
permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri;
b. salinan sah dokumen paten yang telah diberikan
sehubungan dengan permohonan paten yang pertama
kali di luar negeri;
c. salinan sah keputusan mengenai penolakan atas
permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri
dalam hal permohonan paten dimaksud ditolak;
d. salinan sah keputusan penghapr.rsan paten yang
pernah dikeluarkan di luar negeri dalam hal paten
dimaksud pernah dihapuskan; dan/atau
e. dokumen lain yang diperlukan.
Pasal 54
Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, pasal 5, pasal 7, pasal g,
Pasal 9, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), pasat 26, pasal 39
ayat(21, Pasal 40, dan Pasal 41.
(2) Penyampaian
#trp
_rrtt>€
PRESIDEN
R F:PU B LIK INDONESIA
-27 -
Penyampaian salinan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat disertai tambahan penjelasan secara
terpisah oleh Pemohon.
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dijadikan sebagai dasar pertimbangan Menteri dalam
memberikan keputusan menyetujui atau menolak
Permohonan dengan Hak Prioritas.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
pemeriksaan substantif diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
PERSRTUJUAN ATAU PENOLAKAN PERMOHONAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 57
Menteri memberikan keputusan untuk menyetujui atau
menolak Permohonan paling lama 30 (tiga puluh) bulan
terhitung sejak:
a. tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan
substantif apabila permohonan pemeriksaan substantif
diajukan setelah berakhirnya jangka waktu
pengumuman; atau
b. berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) apabila permohonan
pemeriksaan substantif diajukan sebelum berakhirnya
jangka waktu pengumuman.
Bagian Kedua
Persetujuan
Pasal 58
(1) Menteri menyetujui Permohonan, jika berdasarkan hasil
pemeriksaan substantif, Invensi yang dimohonkan paten
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 54.
(2)
(3)
(2) Dalam
(2) Dalam hal Permohonan disetujui, Menteri
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau
Kuasa bahwa Permohonannya diberi paten.
(3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal
surat pemberitahuan diberi Paten, Menteri menerbitkan
sertifikat Paten.
Pemohon tidak dapat menarik kembali permohonan atau
melakukan perbaikan deskripsi dan klaim dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Paten yang telah diberikan dicatat dan diumumkan,
kecuali Paten yang berkaitan dengan kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
Menteri dapat memberikan petikan atau salinan
dokumen Paten kepada pihak yang memerlukannya
dengan dikenai biaya.
(41
(s)
(6)
PRESIDEN
REPU ELIK INDONESIA
-28-
Pasal 59
Sertifikat Paten merupakan bukti hak atas paten.
Hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan lingkup pelindungannya berdasarkan Invensi
yang diuraikan dalam klaim.
(3) Hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (21 merupakan benda bergerak tidak berwrrjud.
pasal 60
Pelindungan Paten dibuktikan dengan dikeluarkannya
sertifikat Paten yang berlaku surut sejak Tanggal
Penerimaan.
Pasal 61
Pemegang Paten atau Kuasanya dapat mengajukan
permohonan perbaikan secara tertulis kepada Menteri
dalam hal terdapat kesalahan data pada sertifikat paten
dan/ atau lampirannya.
Dalam hal kesalahan data pada sertifrkat paten
merupakan kesalahan Pemohon, permohonan perbaikan
sertifikat Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai biaya.
(1)
(2)
(1)
(2)
(3) Dalam
(3)
(4t
(s)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-29-
Dalam hal kesalahan data pada sertifikat paten bukan
merupakan kesalahan Pemohon, maka permohonan
perbaikan sertifikat Paten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tidak dikenai biaya.
Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa perubahan nama dan/atau alamat pemegang
Paten dicatat dan diumumkan oleh Menteri.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pencatatan
perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Penolakan
Pasal 62
Dalam hal Pemeriksa melaporkan bahwa Invensi yang
dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, Menteri
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau
Kuasanya guna memenuhi ketentuan dimaksud.
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencantumkan:
a. ketentuan yang harus dipenuhi; dan
b. alasan dan referensi yang digunakan dalam
pemeriksaan substantif.
Pemohon harus memberikan tanggapan dan/atau
memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
surat pemberitahuan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung
sejak tanggal surat pemberitahuan.
Jangka,_waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dapat diperpanjang untuk waktu paling lama i 1a""y
bulan.
Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dapat diperpanjang paling lama I (satu)
bulan setelah berakhirnya jangka wiktu dimaksud
dengan dikenai biaya.
(1)
(2)
(3)
(41
(s)
(6) Untuk
PRES IDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-30_
(6) Untuk memperoleh perpanjangan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5),
Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Menteri sebelum batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dimaksud berakhir.
(7) Dalam hal terjadi keadaan darurat, pemohon dapat
mengajukan permohonan perpanjangan selain
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) secara
tertulis disertai bukti pendukung kepada Menteri.
(8) Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 6
(enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Jika Pemohon memberikan tanggapan tetapi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
surat pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat
(8), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada
. Pemohon bahwa Permohonan ditolak dalam waktu paling
lambat 2 (dua) bulan.
(10) Jika Pemohon tidak memberikan tanggapan
sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), ayat (41, ayat (5), dan/atau ayat (8), Menteri
memberitahukan secara tertulis kepada pemohon bahwa
Permohonan dianggap ditarik kembali dalam waktu
paling lambat 2 (dua) bulan.
Pasal 63
(1) Dalam hal terhadap Permohonan dilakukan divisional,
Menteri menolak:
a. divisional Permohonan
melampaui batas waktu
dalam Pasal 38 ayat (2);
b. klaim atau beberapa klaim
pelindungan dalam
yang pengaJuannya
sebagaimana dimaksud
yang memperluas lingkup
divisional Permohonan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4l ayat (2;
c. Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan dari
Permohonan semula.
(2) Dalam
ESQ^,
tr^*y
-flc>,.€
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-31 -
(2) Dalam hal Permohonan ditolak, Menteri
memberitahukan penolakan dimaksud secara tertulis
disertai alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar
penolakan kepada Pemohon atau Kuasanya.
BAB VI
KOMISI BANDING PATEN DAN PERMOHONAN BANDING
Bagian Kesatu
Komisi Banding Paten
Pasal 64
Komisi Banding Paten mempunyai tugas menerima,
memeriksa, dan memutus:
a. permohonan banding terhadap penolakan
Permohonan;
b. permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi,
klaim, dan/ atau gambar setelah Permohonan diberi
Paten; dan
c. permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten.
Susunan Komisi Banding Paten terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan
c. paling banyak 30 (tiga puluh) orang anggota yang
berasal dari unsur:
1. 15 (lima belas) orang ahli di bidang paten; dan
2. 15 (1ima belas) orang Pemeriksa.
Anggota Komisi Banding Paten sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri
untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota
Komisi Banding Paten.
(1)
(2)
(3)
(4t
Pasal 65
(1)
(21
PRESIDEN
REPU ELIK INDONESIA
_32_
Pasal 65
Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding
Paten membentuk majelis yang berjumlah ganjil paling
sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima) orang,
yang salah satunya ditetapkan sebagai ketua.
Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari
anggota Komisi Banding Paten yang salah satu
anggotanya adalah Pemeriksa dengan jabatan paling
rendah Pemeriksa Madya yang tidak melakukan
pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
Dalam hal majelis berjumlah lebih dari 3 (tiga) orang,
Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berjumlah lebih sedikit dari anggota majelis selain
Pemeriksa.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, fungsi,
dan wewenang Komisi Banding Paten diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Permohonan Banding
Paragraf 1
Umum
Pasal 67
Permohonan banding dapat diajukan terhadap:
a. penolakan Permohonan;
b. koreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar
setelah Permohonan diberi Paten; dan/atau
c. keputusan pemberian Paten.
Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh
Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Paten
dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri
dengan dikenai biaya.
(3)
(1)
(21
Paragraf 2
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-33-
Paragraf 2
Permohonan Banding terhadap penolakan permohonan
(1)
(2t
(3)
(4t
(s)
(6)
(7t
(8)
Pasal 68
Permohonan banding terhadap penolakan permohonan
diajukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan
Permohonan.
Apabila Pemohon atau Kuasanya mengajukan banding
setelah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemohon tidak dapat mengajukan kembali
permohonan banding.
Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan
atas permohonan banding terhadap penolakan
Permohonan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
Dalam permohonan banding sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus diuraikan secara lengkap keberatan
serta alasan terhadap penolakan Permohonan.
Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) tidak
mempakan alasan atau penjelasan baru yang
memperluas lingkup Invensi.
Keputusan Komisi Banding Paten ditetapkan paling lama
9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya
pemeriksaan atas permohonan banding sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal Komisi Banding Paten memutuskan untuk
menerima permohonan banding terhadap penolakan
Permohonan maka Menteri akan menindaklanjuti
dengan menerbitkan sertifrkat Paten.
Dalam hal permohonan banding terhadap penolakan
Permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat
(7), Menteri mencatat dan mengumumkannya melalui
media elektronik dan/atau media non-elektronik.
Paragraf 3
ItrRESIDEN
tl EP ll B LIl |hlDot.tE:]lr
-34-
permohonan Banding t .n.a.pPil?5i11 1,""
Gambar Setelah permohonan
Deskripsi, Klaim, dan/atau
Diberi Paten
(l)
Pasal 69
Permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi,
klaim, dan/atau gambar setilah permohonan diberi
Paten diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal pengiriman surat pemberitahuan dapat diberi
Paten.
Apabila Pemohon atau Kuasanya mengajukan banding
setelah melewati jangka waktu sebagai-mana dimaksuJ
pada ayat (1), Pemohon tidak dapat mingajukan kembali
permohonan banding.
Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan
atas permohonan banding terhadap lioreksi atas
deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah permohonan
diberi Paten dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
terbatas pada hal-hal sebagai berikut:
a. pembatasan lingkup klaim;
b. koreksi kesalahan dalam terjemahan deskripsi;
dan/atau
c. klarifikasi atas isi deskripsi yang tidak jelas atau
ambigu.
Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
mengakibatkan lingkup pelindungin Invensi lebih luas
dari .lingkup pelindungan Invenii yang pertama kali
diajukan.
Keputusan Komisi Banding paten ditetapkan paling lama
6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya
pemeriksaan
_
atas permohonan bandin[ sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
Dalam hal Komisi Banding paten memutuskan untuk
menerima permohonan banding terhadap koreksi atas
deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah permohonan
diberi Paten maka Menteri akan menindaklanjuti dengan
mengubah lampiran sertifikat.
(21
(3)
(4)
(s)
(6)
(7)
(8) Dalam
o r o u J.T,[
n,'1,
5] n, r., o
-35-
(8) Dalam ha1 permohonan banding terhadap koreksi atas
deskripsi, klaim, dan/ atau gambar diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri mencatat
dan mengumumkannya melalui media elektronik
dan/ atau media non-elektronik.
Paragraf 4
Permohonan Banding terhadap Keputusan Pemberian Paten
Pasal 70
Permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten diajukan secara tertulis oleh pihak yang
berkepentingan atau Kuasanya kepada Komisi Banding
Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada
Menteri dengan dikenai biaya.
Permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten diajukan dalam jangka waktu paling lama 9
(sembilan) bulan sejak tanggal pemberitahuan diberi
Paten.
Apabila permohonan banding terhadap keputusan
pemberian Paten yang telah diberikan kepada Pemegang
Paten diajukan melewati jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pihak yang berkepentingan atau
Kuasanya dapat melakukan upaya hukum dengan
mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan
atas permohonan banding terhadap keputusan
pemberian Paten dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerimaan permohonan banding.
Dalam permohonan banding terhadap keputusan
pemberian Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diuraikan secara lengkap keberatan serta alasan
dengan dilengkapi dengan bukti pendukung yang kuat.
Keputusan Komisi Banding Paten ditetapkan paling lama
9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya
pemeriksaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat
(4).
Dalam hal Komisi Banding Paten mengabulkan sebagian
permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten, Menteri menindaklanjuti dengan mengubah
lampiran sertifikat.
(1)
(21
(3)
(41
(s)
(6)
(71
(8) Dalam
(8)
(e)
PRESIDEN
REPUBLIK II{ DON ES IA
-36-
Dalam hal Komisi Banding Paten mengabulkan seluruh
isi permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten maka Menteri mencabut sertifikat.
Terhadap putusan Komisi Banding Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8), Menteri mencatat
dan mengumumkannya melalui media elektronik
dan/ atau media non-elektronik.
Pasal 71
Komisi Banding Paten wajib mengirimkan surat
pemberitahuan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) Hari terhitung sejak tanggal keputusan menerima
atau menolak atas:
a. permohonan banding terhadap penolakan Permohonan;
b. permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi,
klaim, dan/atau gambar setelah Permohonan diberi
Paten; dan
c. permohonan banding terhadap keputusan pemberian
Paten.
Bagian Ketiga
Upaya Hukum
Pasal 72
Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan
atas keputusan penolakan Komisi Banding Paten ke
Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan
terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan
penolakan.
Pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penolakan permohonan banding Paten
terhadap:
a. penolakan Permohonan;
b. koreksi atas deskripsi, klaim dan/atau gambar; dan
c. keputusan pemberian Paten.
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diajukan kasasi.
(1)
(2)
(3)
Pasal 73
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- J/ -
Pasal 73
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan,
pemeriksaan, dan penyelesaian permohonan binding paten
serta permohonan banding atas pemberian paten diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
PENGALIHAN HAK, LISENSI, DAN PATEN SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA
Bagian Kesatu
Pengalihan Hak
Pasal74
Hak atas Paten dapat beralih atau dialihkan baik
seluruhnya maupun sebagian karena:
a. pewarisan;
b. hibah;
c. wasiat;
d. wakaf;
e. perjanjian tertulis; atau
f. sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan
peraturan pemndang-undangan.
Pengalihan hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus disertai dokumen asli paten berikul hak
lain yang berkaitan dengan paten.
Segala bentuk pengalihan hak atas paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dan diumumkan
dengan dikenai biaya.
Terhadap pengalihan hak atas paten yang tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimakiud pada ayat (1),
ayat (21, dan ayat (3), segala hak dan kewajiban masih
melekat pada Pemegang paten.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pencatatan
pengalihan Paten diatur dengan peraturan pemerintah.
(1)
(2
(3)
(4t
(s)
Pasal 75
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-38-
pasal 75
Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap
dimuat nama dan identitasnya dalam sertifikat paten.
Bagian Kedua
Lisensi
Pasal 76
Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi baik eksklusif
maupun non-eksklusif untuk melaksanakan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat mencakup semua atau sebagian perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berlaku selama jangka waktu Lisensi diberikan dan
berlaku di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pasal77
Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam pasal 76
berhak melaksanakan sendiri Patennya, kecuali
diperj anjikan lain.
gt)
-fj,,$*€
Pasal 78
Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat
merugikan kepentingan nasional Indonesia atau memuat
pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa
Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan
pengembangan teknologi.
(1)
(21
(3)
Pasal 79
(1) Perjanjian Lisensi harus dicatat dan diumurnkan oleh
Menteri dengan dikenai biaya.
(2) Jrka
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
_39_
(2) Jika perjanjian Lisensi tidak dicatat dan tidak
diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (l),
perjanjian Lisensi dimaksud tidak mempunyai akibat
hukum terhadap pihak ketiga.
(3) Menteri menolak permohonan pencatatan perjanjian
Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 78.
Pasal 80
Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian
Lisensi diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Lisensi-wajib
Paragraf 1
Umum
Pasal 8l
Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif.
Pasal 82
(1) Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan
Paten yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri
atas dasar permohonan dengan alasan:
a. Pemegang Paten tidak melaksanakan kewajiban
untuk membuat produk atau menggunakan proses di
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 20
ayat (1) dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam)
bulan setelah diberikan paten;
b. Paten telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau
penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang
merugikan kepentingan masyarakat; atau
c. Paten hasil pengembangan dari paten yang telah
diberikan sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa
menggunakan Paten pihak lain yang masih dalam
pelindungan.
(2) Permohonan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-40_
(2) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai biaya.
paragraf 2
Permohonan Lisensi-wajib
(1)
(21
(3)
Pasal 83
Permohonan Lisensi-wajib dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (t) huruf i dapat
diajukan setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh
enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten.
Permohonan Lisensiwajib dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b dan huruf c
dapat diajukan setiap saat setelah paten diberikan.
Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c hanya dapat diberikan
apabila Paten yang akan dilaksanakan mengandung
unsur pembaruan yang lebih maju daripada paten yang
telah ada.
Pasai 84
Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal g2
ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Menteri jika:
a. pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan bukti
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri
Paten dimaksud secara penuh dan mempunyai
fasilitas untuk melaksanakan paten yang
bersangkutan dengan secepatnya;
b. pemohon atau Kuasanya telah berusaha mengambil
langkah-langkah dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan untuk mendapatkan Liiensi dari
Pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi
yang wajar tetapi tidak memperoleh hasil; dan
c. Menteri berpendapat Paten dimaksud dapat
dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi ying
layak dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
harus dilengkapi keterangan dari instansi yang memiliki
kompetensi yang diberikan atas permintian pemohon
atau Kuasanya.
(1)
(2t
Pasal 85
pasal g5
Dalam hal Lisensi-wajib diajukan berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (1) huruf c
maka:
a. Pemegang Paten berhak saling memberikan Lisensi
untuk menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan
persyaratan yang wajar; dan
b. penggunaan Paten oleh penerima Lisensi tidak dapat
dialihkan kecuali jika dialihkan bersama-sama den[an
Paten lain.
Pasal 86
Pemeriksaan atas permohonan Lisensi-wajib dilakukan
oleh tim ahli yang bersifat ad-hoc yang dibentuk oleh
Menteri sesuai dengan bidang Paten yang diajukan
Lisensi-wajib.
Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tim ahli memanggil pemegang paten
untuk didengar pendapatnya.
Pemegang Paten wajib menyampaikan pendapat dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak
tanggal pemberitahuan.
Jika Pemegang Paten tidak menyampaikan pendapatnya
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), Pemegang Paten dianggap menyetujui pemberian
Lisensi-wajib.
(1)
(2)
(3)
(41
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
_4I_
Pasal 87
(1) Menteri memberitahukan keputusan mengabulkan,
menunda, atau menolak permohonan Lisensi_wajib
kepada:
a. pemohon atau Kuasanya; dan
b. Pemegang Paten atau Kuasanya.
Paragraf 3
Pemberian, Penundaan, atau Penolakan permohonan Lisensi-wajib
(2) Pemberitahuan
PRESIDEN
REPt.I EILIK IN DO N ESIA
-42-
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak
tanggal ditetapkannya keputusan mengabulkan,
menunda atau menolak permohonan Lisensi-wajib.
(1)
(2)
Pasal 88
Dalam hal Menteri mengabulkan permohonan Lisensi-
wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 87, Menteri
menetapkan Keputusan Menteri mengenai pemberian
Lisensi-wajib kepada pemohon atau Kuasanya, termasuk
besarnya Imbalan dan cara pembayarannya.
Penetapan keputusan pemberian Lisensi-wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan datam
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari
terhitung sejak tanggal pengajuan permohonan Lisensi-
wajib.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak termasuk jangka waktu penundaan paling larna 12
(dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan
penundaan oleh Menteri.
Keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat:
a. Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif;
b. alasan pemberian Lisensi-wajib;
c. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan sebagai
dasar pemberian Lisensi-wajib;
d. jangka waktu Lisensi-wajib;
e. besar Imbalan yang harus dibayarkan penerima
Lisensi-wajib kepada Pemegang paten dan cara
pembayarannya;
f. syarat berakhirnya Lisensi-wajib dan hal yang dapat
membatalkannya;
g. lingkup Lisensi-wajib untuk seluruh atau sebagian
dari Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib; dan
h. hal-hal lain yang diperlukan untuk menjaga
kepentingan para pihak yang bersangkutan secara
adil.
(s)
(41
(5) Ketentuan
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-43_
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai format keputusan
pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 89
Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib
sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (l) dapat
diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
Pasal 90
Menteri dapat menunda atau menolak pemberian
Lisensi-wajib jika berdasarkan rekomendasi tim ahli dan
keterangan Pemegang Paten, Paten dimaksud
memerlukan waktu lebih lama dari 36 (tiga puluh enam)
bulan untuk pelaksanaannya secara komersial di
Indonesia.
Keterangan Pemegang Paten sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disertai dengan bukti bahwa jangka
waktu selama 36 (tiga puluh enam) bulan belum cukup
untuk melaksanakan Patennya secara komersial di
Indonesia.
Pasal 9 I
Penundaan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) diberikan untuk
jalg]<a waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung
sejak tanggal pemberitahuan penundaan pemberian
Lisensi-wajib oleh Me nteri.
Menteri menetapkan keputusan mengabulkan atau
menolak permohonan Lisensi-wajib dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggat
berakhirnya jangka waktu penundaan.
Pasal 92
Penerima Lisensi-wajib harus membayar Imbalan kepada
Pemegang Paten.
Ketentuan mengenai besaran Imbalan dan cara
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Menteri.
(1)
(21
(1)
(2)
(1)
(2)
Pasal 93
(1)
(2t
(3)
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-44-
Pasal 93
Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib untuk
memproduksi produk farmasi yang diberi paten di
Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia.
Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib atas impor
pengadaan produk farmasi yang diberi paten di
Indonesia tetapi belum dapat diproduksi di Indonesia
guna pengobatan penyakit pada manusia.
Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib untuk
mengekspor produk farmasi yang diberi paten dan
diproduksi di Indonesia guna pengobatan penyakit pada
manusia berdasarkan permintaan dari negzra
berkembang atau negara belum berkembang.
Paragraf 4
Pencatatan Lisensi-wajib
Pasal 94
Menteri wajib mencatat pemberian Lisensi-wajib dalam
daftar umum Paten dan mengumumkannya melalui
media elektronik dan/atau media non-elektronik.
Pencatatan dan pengumuman pemberian Lisensi-wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung
sejak tanggal ditetapkannya keputusan pemberian
Lisensi-wajib oleh Menteri.
Pasal 95
Menteri menyampaikan salinan keputusan pemberian
Lisensi-wajib kepada:
a. pemohon Lisensi-wajib atau Kuasanya; dan
b. Pemegang Paten atau Kuasanya.
Penyampaian salinan keputusan pemberian Lisensi-
wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal
ditetapkannya keputusan pemberian Lisensi-wajib
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1).
(1)
(2)
(l)
(2)
Pasal 96
ffi
(1)
(2t
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-45-
Pasal 96
Setiap Orang dapat mengajukan permohonan petikan
keputusan pemberian Lisensi-wajib.
Permohonan petikan keputusan pemberian Lisensi-wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukln
secara tertulis, baik secara elektronik maupun non_
elektronik kepada Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual dengan dikenai biaya.
Paragraf 5
Pelaksanaan Lisensi-wajib
pasal 97
Lisensi-wajib diberikan kepada penerima Lisensi-wajib
untuk jangka waktu yang tidak melebihi jangka waktu
pelindungan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib.
Pasal 98
Pelaksanaan Lisensi-wajib oleh penerima Lisensi-wajib
dianggap sebagai pelaksanaan paten yang dimohonkan
Lisensi-wajib.
Pasal 99
Pemberian Lisensi-wajib tidak membebaskan kewajiban
Pemegang Paten untuk melakukan pembayaran Liay"
tahunan sesuai dengan ketentuan peraturarr perundang_
undangan.
Pasal 100
pala.m- hal Lisensi-wajib terkait dengan teknologi semi
konduktor, penerima Lisensi-wajib hanya dapat
menggunakan Lisensi-wajib dimaksud untuk:
a. kepentingan umum yang tidak bersifat komersial; atau
b. melaksanakan
PRESIDEN
REPUELII( INDONESIA
-46-
b. melaksanakan tindakan yang ditentukan berdasarkan
putusan pengadilan atau keputusan lembaga terkait
yang menyatakan bahwa pelaksanaan paten dimaksud
mempakan tindakan monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.
Pasal 101
Dalam rangka melaksanakan Lisensi-wajib, penerima
Lisensi-wajib dapat melakukan kerja sama dengan pihak
lain, baik di dalam maupun di luar negeri.
Paragraf 6
Pengalihan Lisensi-wajib
Pasal 102
Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena
pewarisan.
Dalam ha1 Lisensi-wajib dia.tihkan karena pewarisan,
Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib
tetap berlaku kepada ahli warisnya.
Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan
kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar umum paten
dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau
media non-elektronik,
Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap teiikat oleh
syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama
mengenai jangka waktu yang diatur dalam keputusan
pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (4).
Jika ahli waris tidak melaporkan pengalihan Lisensi-
wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
Menteri, Keputusan Menteri mengenai pemberian
Lisensi-wajib tidak berlaku
(1)
(2t
(3)
(4)
(s)
Paragraf 7
(1)
(2)
(s)
(4)
PRESIDEN
REtrUBLII( INDONESIA
-47-
Paragraf 7
Berakhirnya Lisensi-wajib
pasal 103
Lisensi-wajib berakhir karena selesainya jangka waktu
yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Lisensi_
wajib oleh Menteri atau karena putusan pengadilan
Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
yang membatalkan Keputusan Menteri mengenai
pemberian Lisensi-wajib.
Selain karena selesainya jangka waktu Lisensi-wajib dan
putusan Pengadilan Niaga yang membatalkan pemberian
Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Lisensi-wajib juga berakhir karena pembataian
berdasarkan Keputusan Menteri atas pLrmohonan
Pemegang Paten jika:
a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi-
wajib tidak ada lagi;
b. penerima Lisensi-wajib tidak melaksanakan Lisensi-
wajib atau tidak melakukan usaha persiapan yang
sepantasnya untuk segera melaksanakan Lisensi_
wajib; atau
c. penerima Lisensi-wajib tidak menaati syarat dan
ketentuan lainnya.
Permohonan pembatalan keputusan pemberian Lisensi_
wajib dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dapat dilakukan setelah penerimi Lisensi_
wajib tidak melaksanakan paten berdasarkan Lisensi_
wajib dalam jangka wakt:u 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak tanggal keputusan pemberian Lisensi_
wajib.
Syarat dan ketentuan lainnya yang harus ditaati oleh
penerima Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf c dapat berupa:
a. pembayaran Imbalan; atau
b. ketaatan atas lingkup Lisensi,
yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Lisensi_
wajib.
Pasal 1O4
(1)
(21
FRL-:iiL)lll.l
l? F-F'LlL'l l. I1., Illt-r (,I .lE li Il
_48_
Pasal 104
Menteri wajib memberitahukan keputusan pembatalan
Lisensiwajib sebagaimana dimaksud dalam' pasal 103
ayat (21 kepada:
a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan
b. penerima Lisensi-wajib atau Kuasanya.
Pemberitahuan Keputusan Menteri mengenai
pembatalan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling
fma ]+ (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal
ditetapkannya Keputusan Menteri meng-nai pembataLan
Lisensi-wajib.
Pasal 105
Menteri wajib mencatat berakhirnya Lisensi_wajib
sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 ayat (1) dan
ayat (2) dalam daftar umum paten dan mengumumkan
melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik.
Pencatatan berakhirnya Lisensi-wajib sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya Lisensi-wajib.
Pasal 106
Berakhirnya Lisensi-wajib berakibat pulihnya hak pemegang
Paten atas Paten terhitung sejak tanggal pencatatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 ayailt).
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian
Lisensi-wajib diatur dengan peraturan Menteri.
(1)
(2)
Bagian Keempat
(1)
(2)
ffi
PF]tr!JIIJEN
tlEFU BLII' I I.IDONES I,1
_49_
Bagian Keempat
Paten Sebagai Objek Jaminan Fidusia
Pasal 108
Hak atas Paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan
fidusia.
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara hak atas paten
sebagai objek jaminan fidusia diatur dengan peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH
Pasal 109
(1) Pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di
Indonesia berdasarkan pertimbangan:
a. berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
atau
b. kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan
masyarakat.
Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan secara terbatas,
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat
non-komersial.
Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan
Presiden.
Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud,pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu
tertentu dan dapat diperpanjang setelah mendengar
pertimbangan dari Menteri dan menteri terkait atiu
pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang
terkait.
(21
(3)
(4t
Pasal ll0
Pelaksanaan paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a meliputi:
a. senjata api;
b. amunisi;
c. bahan
*ntt*^u
F!6.*@
qft
c.
d.
e.
f.
h.
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-50-
bahan peledak militer;
intersepsi;
penyadapan;
pengintaian;
perangkat penyandian dan perangkat
dan/atau
proses dan/atau peralatan pertahanan
negara lainnya.
analisis sandi;
dan keamanan
Pasal 111
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1O9 ayat (1) huruf b meliputi:
a. produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya
mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi
penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian
mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan
kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia
(KKMMD);
b. produk kimia dan/ atau bioteknologi yang berkaitan
dengan pertanian yang diperlukan untuk ketahanan
pangan;
c. obat hewan yang diperlukan untuk menanggulangi hama
dan/atau penyakit hewan yang berjangkit secaia luas;
dan/ atau
d. proses dan/atau produk untuk menanggulangi bencana
alam dan/atau bencana lingkungan hidup.
Pasal 112
(1) Dalam hal pelaksanaan Paten oleh pemerintah berkaitan
dengan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a din pasal
110, Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan hak
eksklusifnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19.
(2) Dalam
(1)
(2)
(3)
(41
PRESIDEN
REPU BLII< INDONESIA
-51 -
(2) Dalam hal pelaksanaan Paten oleh pemerintah untuk
kebutuhan sangat mendesak bagi kepentingan
masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 109
ayat (1) huruf b dan Pasal 111, tidak mengurangi hak
Pemegang Paten untuk melaksanakan hak eksklusifnya
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19.
Pasal 113
Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan
kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya
dapat dilaksanakan oleh Pemerintah.
Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud
untuk melaksanakan sendiri Paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan paten hanya dapat
dilakukan oleh Pemegang Paten dengan persetujuan
Pemerintah.
Pemegang Paten yang Patennya dilaksanakan sendiri
oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya
tahunan.
Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (21
dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan
sampai dengan Paten dapat dilaksanakan.
Pasal 114
Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan paten
yang penting bagi pertahanan dan keamanan negara
atau bagi kebutuhan sangat mendesak untuk
kepentingan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 ayat (1) dan Paten yang mengganggu atau
bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan
keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 113 ayat
(1) Pemerintah memberitahukan secara tertulis mengenai
hal dimaksud kepada Pemegang paten.
Salinan Peraturan Presiden mengenai persetujuan
pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3) dikirim oleh Menteri
kepada Pemegang Paten.
(1)
(21
(3) Pelaksanaan
(3)
(4)
(1)
(21
(1)
(21
Pasal 115
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dan pasal 113 ayat
(l) dilakukan dengan memberikan Imbalan yang wajar
kepada Pemegang Paten.
Pemerintah memberikan Imbalan yang wajar kepada
Pemegang Paten sebagai kompensasi atas pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 ayat (1).
Pasal 116
Dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri
Paten sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 ayat (1),
Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga untuk
melaksanakan.
Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memenuhi persyaratan:
a. memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan paten;
b. tidak mengalihkan pelaksanaan paten dimaksud
kepada pihak lain; dan
c. memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan
pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pemberian Imbalan atas nama pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 115 dilakukan oleh pihak ketiga
yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (l).
PRESIDEN
REtrU BLIK INDONESIA
-52-
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dicatat dalam daftar
umum paten dan diumumkan melalui media elektronik
dan/ atau media non-elektronik.
Keputusan Pemerintah bahwa suatu paten dilaksanakan
sendiri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 109 ayat (1) bersifat final dan mengikat.
Pasal 117
(1)
(2)
(3)
(4)
(r)
(2t
PRESIDEN
REPUBLIK IN DON ES IA
-53-
Pasal 117
Dalam hal Pemegang Paten tidak menyetujui besaran
Imbalan yang diberikan oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 15, pemegang paten dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga.
Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diajukan
d-alam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh)
Hari terhitung sejak tanggal pengiriman salinan
Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal
109 ayat (3).
D1l.* hal Pemegang Paten tidak mengajukan gugatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang Fat..,
dianggap menerima besarnya Imbalan yr.rrg t.lah
ditetapkan.
Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak menghentikan pelaksanaan paten
oleh Pemerintah.
Pasal 118
Pemegang Paten dibebaskan dari kewajiban pembayaran
biaya tahunan atas Paten yang dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a.
Pemegang Paten wajib membayar biaya tahunan atas
Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal i09
ayat (1) huruf b.
pasal 119
Biaya pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 120
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Paten oleh Pemerintah diatur dengan peraturan presiden.
BAB IX
FRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-54-
BAB IX
PATEN SEDERHANA
Pasal 121
Semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini
berlaku secara mutatis mutandi"s untuk Paten sederhana,
kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, dan ditentukan
lain dalam Bab ini.
Pasal 122
(1) Paten sederhana diberikan hanya untuk satu Invensi.
(2) Permohonan pemeriksaan substantif atas paten
sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan
pengajuan Permohonan Paten sederhana atau paling
lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan
Permohonan Paten sederhana dengan dikenai biaya.
(3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif atas paten
sederhana tidak dilakukan dalam batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau biaya
pemeriksaan substantif atas Paten sederhana tidak
dibayar, Permohonan Paten sederhana dianggap ditarik
kembali.
(1)
(21
(3)
Pasal 123
Pengumuman Permohonan Paten sederhana dilakukan
paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah 3 (tiga) bulan
terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan paten
sederhana.
Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung sejak
tanggal diumumkannya Permohonan Paten sederhana.
Pemeriksaan substantif atas Permohonan paten
sederhana dilakukan setelah jangka waktu pengumuman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
Pasal L24
(1)
(21
(s)
PRES iDEN
REPUBLIK INDONESIA
-55-
Pasal 124
Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui
atau menolak Permohonan paten sederhana paling lama
12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan
Permohonan Paten sederhana.
Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan
diumumkan melalui media elektronik dan/atau media
non-elektronik.
Menteri memberikan sertifikat paten sederhana kepada
Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak.
BAB X
DOKUMENTASI DAN PELAYANAN INFORMASI PATEN
Pasal 125
(1) Menteri menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan
informasi Paten.
(2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan
informasi Paten sebagaimana dimaksud pada
"y"t 1t;,
Menteri membentuk sistem dokumentasi dan jaringan
informasi Paten yang bersifat nasional.
BAB XI
BIAYA
Pasal 126
P,embayaran biaya tahunan untuk pertama kali wajib
dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal sertifikat Paten diterbitkan.
Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) untuk Paten dan paten sederhana, meliputi
biaya tahunan dibayarkan untuk tahun pertama sijak
Tanggal Penerimaan sampai dengan tahun diberi paten
ditambah biaya tahunan satu tahun berikutnya.
Pembayaran biaya tahunan selanjutnya dilakukan paling
lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal yang sama
dengan Tanggal penerimaan pada periode masa
pelindungan tahun berikutnya.
(1)
(2)
(3)
(4) Pengecualian
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA
-56-
(4) Pengecualian pembayaran biaya tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan
Pemerintah.
Pasal 127
Pembayaran biaya tahunan dapat dilakukan oleh
Pemegang Paten atau Kuasanya.
Dalam hal Pemegang Paten tidak bertempat tinggal atau
tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pembayaran biaya tahunan harus
dilakukan melalui Kuasanya di Indonesia.
Kuasa memberitahukan besar biaya tahunan kepada
Pemegang Paten dan melakukan pembayaran biaya
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas nama
Pemegang Paten.
Pasal 128
Dalam hal biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 126 belum dibayar sampai dengan jangka waktu
yang ditentukan, Paten dinyatakan dihapus.
Penundaan pembayaran biaya tahunan dapat diajukan
oleh Pemegang Paten dengan mengajukan surat
permohonan untuk menggunakan mekanisme masa
tenggang waktu kepada Menteri.
Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
diajukan paling Iama 7 (tujuh) Hari sebelum tanggal
jatuh tempo pembayaran biaya tahunan.
Pemegang Paten yang mengajukan surat permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 melakukan
pembayaran biaya tahunan pada masa tenggang waktu
paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal
berakhirnya batas waktu pembayaran biaya tahunan
Paten.
Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dikenai biaya tambahan sebesar loOyo (seratus
persen) dihitung dari total pembayaran biaya tahunan.
(1)
(2t
(3)
(1)
(2)
(3)
(4)
(s)
(6) Selama
(6)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-57 -
Selama Pemegang Paten belum melakukan
biaya tahunan dalam masa tenggang waktu
dimaksud pada ayat (4):
a. Pemegang Paten tidak dapat melarang pihak ketiga
untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dan melisensikan serta mengalihkan
Paten kepada pihak ketiga;
b. pihak ketiga tidak dapat melaksanakan tindakan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19; dan
c. Pemegang Paten tidak dapat melakukan gugatan
perdata atau tuntutan pidana.
Pasal 129
Seluruh biaya yang diterima berdasarkan Undang_
Undang ini, merupakan penerimaan negara bukan pajak.
Menteri dengan persetujuan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal
dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (i) sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Pemerintah.
BAB XII
PENGHAPUSAN PATEN
pasal 130
Paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena:
a. permohonan penghapusan dari pemegang paten
dikabulkan oleh Menteri;
b. putusan pengadilan yang menghapuskan paten
dimaksud telah mempunyai kekuatan hulum tetap;
c. Putusan penghapusan paten yang dikeluarkan oleh
Komisi Banding paten; atau
d. Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar
biaya tahunan.
pembayaran
sebagaimana
(1)
(2)
(3)
Pasal 131
FRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-58-
(2t
(3)
(41
(s)
(6)
Pasal 131
(1) Penghapusan Paten dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 130 huruf a diiakukan
berdasarkan permohonan secara tertulis yang diajukan
oleh Pemegang Paten terhadap seluruh atau sebagian
klaim kepada Menteri.
Dalam hal permohonan penghapusan sebagian klaim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian klaim
disesuaikan dengan tidak memperluas ruang lingkup
klaim dimaksud.
Penghapusan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dapat dilakukan jika penerima Lisensi tidak
memberikan persetujuan secara tertulis yang
dilampirkan pada permohonan penghapusan paten.
Keputusan mengenai penghapusan paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis
oleh Menteri kepada:
a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan
b. penerima Lisensi atau Kuasanya.
Keputusan mengenai penghapusan paten sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) dicatat dan diumumkan melalui
media elektronik dan/ atau media non-elektronik oleh
Menteri.
Penghapusan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
berlaku sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri
mengenai penghapusan Paten.
Pasal 132
(1) Penghapusan Paten berdasarkan putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 130 huruf b
dilakukan jika:
a. Paten menurut ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3, Pasal 4, atau pasal 9 seharusnya tidak
diberikan;
b. Paten yang berasal dari sumber daya genetik
dan/atau pengetahuan tradisional tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26;
c. Paten
(2t
(3)
PRESIDEN
REPUBLIK IN DON ES IA
-59-
c. Paten dimaksud sama dengan paten lain yang telah
diberikan kepada pihak lain untuk Invensi y".rg
sama;
d. Pemberian Lisensi-wajib ternyata tidak mampu
mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam
bentuk dan cara yang merugikan kepentingan
masyarakat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal
pemberian Lisensi-wajib yang bersangkutan atau
sejak tanggal pemberian Lisensi-wajib pertama dalam
hal diberikan beberapa Lisensi-wajib; atau
e. Pemegang Paten melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
Gugatan penghapusan karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diajukan
oleh pihak ketiga kepada Pemegang paten melalui
Pengadilan Niaga.
Gugatan penghapusan karena alasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diajukan oleh
Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada
Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan
Patennya dihapuskan.
(4) Gugatan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(i) huruf d dan huruf e diajukan oleh jaksa atau pihak
lain yang mewakili kepentingan nasional terhadap
Pemegang Paten atau penerima Lisensi-wajib kepada
Pengadilan Niaga.
Pasal 133
Jika gugatan penghapusan paten sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 132 hanya mengenai satu atau beberapa klaim
atau bagian dari klaim, penghapusan dilakukan hanya
terhadap satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim
yang penghapusannya digugat.
Pasal 134
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
_60_
(1)
Pasal 134
Paten dapat dihapuskan berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 130 huruf d, jika
pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar
biaya tahunan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 126 atau Pasal 128 ayat (l).
Menteri wajib memberitahukan kepada pemegang paten
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sebelum paten
dimaksud dinyatakan hapus berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Tidak diterimanya surat pemberitahuan oleh pemegang
Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (21, tidak
mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(i ).
Pasal 135
(1) Dalam hal Paten dinyatakan dihapus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 130, Menteri memberitahukan
secara tertulis, dalam bentuk elektronik atau non-
elektronik mengenai penghapusan dimaksud kepada:
a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan
b. penerima Lisensi atau Kuasanya.
(2) Paten yang dinyatakan dihapus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dicatat dan diumumkan.
Pasal 136
Pemegang Paten atau penerima Lisensi yang dinyatakan
hapus, tidak dikenai kewajiban membayar biaya tahunan.
Pasal 137
Penghapusan Paten menghilangkan segala akibat hukum
yang berkaitan dengan Paten dan hal lain yang berasal dari
Paten dimaksud.
(2t
(3)
Pasal 138
(1)
(2)
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-61 -
Pasal 138
Kecuali ditentukan lain dalam putusan pengadilan
Niaga, Paten hapus untuk seluruh atau sebagian sejak
tanggal putusan penghapusan dimaksud telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam hal permohonan penghapusan sebagian klaim
atau Pengadilan Niaga menghapuskan sebagian klaim
atas Paten, klaim disesuaikan dengan tidak memperluas
ruang lingkup klaim dimaksud.
Pasal 139
Penerima Lisensi dari Paten yang dihapuskan karena
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1)
huruf c tetap berhak melaksanakan Lisensi yang
dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi.
Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak melakukan pembayaran Royalti yang seharusnya
masih wajib dilakukan kepada Pemegang paten yang
Patennya dihapus.
Dalam hal Pemegang Paten sudah menerima sekaligus
Royalti dari penerima Lisensi, Pemegang paten wajib
mengembalikan jumlah Royalti yang sesuai dengan sisa
jangka waktu penggunaan Lisensi kepada pemegang
Paten yang berhak.
Pasal 140
Lisensi dari Paten yang dinyatakan dihapus dengan
alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1)
huruf c yang diperoleh dengan iktikad baik, sebelum
diajukan gugatan penghapusan atas paten yang
bersangkutan, tetap berlaku terhadap paten lain.
Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) tetap
berlaku dengan ketentuan bahwa penerima Lisensi
dimaksud untuk selanjutnya tetap wajib membayar
Royalti kepada Pemegang Paten yang tidak dihapuskan,
yang besarnya sama dengan jumlah yang dijanjikan
sebelumnya kepada Pemegang Paten yang patennya
dihapuskan.
(r)
(2t
(3)
(1)
(2)
Pasal 141
$).)
-ilgyrq@
Pasal 141
Paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali,
kecuali berdasarkan putusan Pengadilan Niaga.
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA
-62-
BAB XIII
PEMELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 142
Pihak yang berhak memperoleh paten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, pasal 12, dan Fasal 13
dapat menggugat ke Pengadilan Niaga jika suatu paten
diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak
memperoleh Paten.
mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan Niaga
terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa
hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1).
(2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat
dengan menggunakan Invensi yang telah diberi paten.
Bagian Kedua
Tata Cara Gugatan
Pasal 144
Gugatan didaftarkan kepada pengadilan Niaga dalam
wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat,
Dalam hal salah satu pihak bertempat tinggal di luar
wilayah Indonesia, gugatan didaftarkan kepada
Pengadilan Niaga Jakarta pusat.
Pasal 143
(1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak
(1)
(2)
(3) Ketua
,o{r(?. {i'
g^*)
-r!qy4€
FRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-63-
(3) Ketua Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal
gugatan didaftarkan.
(4) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu
paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal
gugatan didaftarkan.
(5) Juru sita melakukan pemanggilan para pihak paling
lama 14 (empat belas) hari sebelum sidang pemeriksaan
pertama diselenggarakan.
Pasal 145
(1) Dalam pemeriksaan gugatan terhadap proses yang diberi
Paten, kewajiban pembuktian dibebankan kepada pihak
tergugat jika:
a. produk yang dihasilkan melalui proses yang diberi
Paten dimaksud merupakan produk baru; atau
b. produk diduga merupakan hasil dari proses yang
diberi Paten, meskipun telah dilakukan upaya
pembuktian yang cukup, Pemegang Paten tetap tidak
dapat menentukan proses yang digunakan untuk
menghasilkan produk dimaksud.
(2) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pengadilan Niaga berwenang:
a. memerintahkan kepada Pemegang paten untuk
terlebih dahulu menyampaikan salinan sertilikat
Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal
yang menjadi dasar gugatannya; dan
b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk
membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya
tidak menggunakan proses yang diberi paten.
(3) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (i) dan ayat (2), hakim wajib
menjaga kepentingan tergugat untuk memperoleh
pelindungan terhadap proses yang telah diuraikan di
persidangan.
(4) Dalam
(1)
(2)
(3)
(41
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-64-
(4) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, hakim atas
permintaan para pihak dapat menetapkan agar
persidangan dinyatakan tertutup untuk umum.
Pasal 146
Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat
180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal gugatan
didaftarkan.
Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.
Pengadilan Niaga wajib menyampaikan salinan putusan
kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14
(empat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam
sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum.
Pengadilan Niaga wajib menyampaikan salinan
putusannya tentang penghapusan paten yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual paling iama 14 (empat
belas) hari sejak putusan diucapkan.
Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah
menerima salinan putusan dari pengadilan Niaga.
Dalam hal salinan putusan pengadilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak disampaikan oleh Ketua
Pengadilan Niaga, Menteri tidak wajib mencatat dan
mengumumkan amar putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Pasal 148
Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 746 ayat (1) hanya dapat diajukan kasasi.
(s)
(6)
Pasal 147
Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bab XIII
Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk
Pasal 132 dan Pasal 133.
Bagian Ketiga
(1)
(2)
PRESIDEN
REP U B LII( INDONESIA
-65-
Bagian Ketiga
Kasasi
Pasal 149
Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
148 didaftarkan kepada Pengadilan Niaga yang telah
memutus gugatan dimaksud paling lama 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diucapkan atau diterimanya
putusan yang dimohonkan kasasi.
Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang
ditandatangani oleh panitera pada tanggai yang sama
dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
Pasal 150
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi
kepada panitera dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1).
Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dan
memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari
sejak memori kasasi diterima.
Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori
kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas)
hari sejak tanggal termohon kasasi menerima memori
kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi
kepada pemohon kasasi paling larna 7 (tujuh) hari sejak
kontra memori kasasi diterima.
Pasai 151
Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi
kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tuluh) hari
setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 150 ayat (3).
Mahkamah Agung menetapkan hari sidang paling lama
7 (tu.1uh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi
diterima.
(1)
(21
(3)
(4t
(1)
(2t
(3) Sidang
(1)
(21
(3)
(4)
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-66-
(3) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai
dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal berkas perkara kasasi diterima.
Pasal 152
Putusan kasasi diucapkan paling lama 180 (seratus
delapan puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi
diterima oleh Mahkamah Agung.
Futusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan
putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling
lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan kasasi
diucapkan.
Pengadilan Niaga melalui juru sita paling lama 7 (tujuh)
hari setelah salinan putusan kasasi diterima wajib
menyampaikan kepada:
a. pemohon;
b. termohon; dan
c. Menteri.
Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah
menerima salinan putusan dari Pengadilan Niaga.
Bagian Keempat
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 153
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal I43, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(s)
(1)
(2)
Pasal 154
PRESIDEN
REPU BLIK INDONESIA
-67-
Pasal 154
Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran
Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih
dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi.
BAB XIV
PENRTAPAN SEMENTARA PENGADILAN
Pasal 155
Atas permintaan pihak yang dirugikan karena pelaksanaan
Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan
sementara untuk:
a. mencegah masuknya barang yang diduga melanggar
Paten dan/atau hak yang berkaitan dengan paten;
b. mengamankan dan mencegah penghilangan barang
bukti oleh pelanggar; dan/ atau
c. menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian
yang lebih besar.
Pasal 156
Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis
kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat
terjadinya pelanggaran Paten dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. melampirkan bukti kepemilikan paten;
b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat
terjadinya pelanggaran paten;
c. melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang
dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan,
dan diamankan untuk keperluan pembuktian; dan
d. menyerahkan jaminan berupa uang tunai dan/atau
jaminan bank setara dengan nilai barang yang akal
dikenai penetapan sementara.
Pasal 157
(2t
(3)
(4)
ITRISIDEN
REPLTRLtt( ll! t-] O N t: !; t.,r.
-66-
(3) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai
dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal berkas perkara kasasi diterima.
Pasal 152
(1) Putusan kasasi diucapkan paling lama 1g0 (seratus
delapan puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi
diterima oleh Mahkamah Agung.
Putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan
putusan kasasi kepada panitera pengadilan Niaga paling
larrra 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan lasasi
diucapkan.
Pengadilan Niaga melalui juru sita paling lama 7 (tujuh)
hari setelah salinan putusan kasasi diterima wajib
menyampaikan kepada:
a. pemohon;
b. termohon; dan
c. Menteri.
Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah
menerima salinan putusan dari pengadilan Niaga.
Bagian Keempat
Alternatif Penyelesaian Sengketa
Pasal 153
Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 143, para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(s)
(l)
(2)
Pasal 154
PRESIDEN
REPUBLIK IN DO N ESIA
-68-
Pasal 157
(1) Jika permohonan penetapan sementara telah memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156, panitera
Pengadilan Niaga mencatat permohonan penetapan
sementara dan wajib menyerahkan permohonan
dimaksud dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua
puluh empat) jam kepada Ketua Pengadilan Niaga.
(2) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan penetapan sementara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan
Niaga menunjuk hakim untuk memeriksa permohonan
penetapan sementara.
Daiam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak
tanggal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), hakim harus memutuskan untuk mengabulkan atau
menolak permohonan penetapan sementara.
Dalam hal permohonan penetapan sementara
dikabulkan, hakim menerbitkan surat penetapan
sementara.
Surat penetapan sementara sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diberitahukan kepada pihak yang dikenai
tindakan penetapan sementara dalam waktu paling lama
1x24 (satu kali dua puluh empat) jam.
Dalam hal permohonan penetapan sementara ditolak,
hakim memberitahukan penolakan dimaksud kepada
pemohon penetapan sementara dengan disertai alasan.
Pasal 158
(1) Dalam ha1 Pengadilan Niaga menerbitkan surat
penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 157 ayat (41, Pengadilan Niaga memanggil pihak
yang dikenai penetapan sementara dalam waktu paling
lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat
penetapan sementara untuk dimintai keterangan.
(3)
(4
(s)
(6)
(2) Pihak
(21
PRESIDEN
REPU BLII( INDONESIA
-69-
Pihak yang dikenai penetapan sementara dapat
menyampaikan keterangan dan bukti mengenai paten
dalam waktu paling lama 7 (tu.1uh) hari terhitung sejak
tanggal diterimanya surat panggilan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan sementara,
hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan untuk
menguatkan atau membatalkan penetapan sementara.
Dalam hal penetapan sementara pengadilan dikuatkan,
maka:
a. uang jaminan yang telah dibayarkan harus
dikembalikan kepada pemohon penetapan;
b. pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan ganti
rugi atas pelanggaran Paten; dan/atau
c. pemohon penetapan dapat melaporkan pelanggaran
Paten kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia atau pejabat penyidik pegawai
(3)
(4t
(s)
negeri sipil.
Dalam hal penetapan
uang jaminan yang
diserahkan kepada
sementara sebagai
sementara dimaksud.
sementara pengadilan dibatalkan,
telah dibayarkan harus segera
pihak yang dikenai penetapan
ganti rugi akibat penetapan
(1)
BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 159
Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu
di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang
khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai hukum acara pidana untuk melakukan
penyidikan tindak pidana Paten.
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (l)
berwenang melakukan:
a. pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten;
(2t
b. Pemeriksaan
q,#
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang
PatenUndang

More Related Content

What's hot

Teknik penulisan dokumen paten
Teknik penulisan dokumen  patenTeknik penulisan dokumen  paten
Teknik penulisan dokumen patenErick Saropie
 
Tinjauan hukum pemegang paten
Tinjauan hukum pemegang patenTinjauan hukum pemegang paten
Tinjauan hukum pemegang patenAsef Adianto, S.H
 
Module 10- paten
Module 10- patenModule 10- paten
Module 10- patenNike Shelvi
 
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan Intelektual
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan IntelektualUndang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan Intelektual
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan IntelektualMonica Dwi Andini
 
hak kekayaan intelektual paten legal aspek
hak kekayaan intelektual paten legal aspekhak kekayaan intelektual paten legal aspek
hak kekayaan intelektual paten legal aspekamaliarais
 
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan IntelektualMacam-Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan IntelektualMonica Dwi Andini
 

What's hot (7)

Teknik penulisan dokumen paten
Teknik penulisan dokumen  patenTeknik penulisan dokumen  paten
Teknik penulisan dokumen paten
 
Pertemuan5
Pertemuan5Pertemuan5
Pertemuan5
 
Tinjauan hukum pemegang paten
Tinjauan hukum pemegang patenTinjauan hukum pemegang paten
Tinjauan hukum pemegang paten
 
Module 10- paten
Module 10- patenModule 10- paten
Module 10- paten
 
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan Intelektual
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan IntelektualUndang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan Intelektual
Undang-Undang Macam-Macam Hak Atas kekayaan Intelektual
 
hak kekayaan intelektual paten legal aspek
hak kekayaan intelektual paten legal aspekhak kekayaan intelektual paten legal aspek
hak kekayaan intelektual paten legal aspek
 
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan IntelektualMacam-Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
Macam-Macam Hak Atas Kekayaan Intelektual
 

Similar to PatenUndang

Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxHak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxFazleAndi
 
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)pradnyakr
 
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanaman
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanamanUu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanaman
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanamanLegal Akses
 
Pelanggaran Paten
Pelanggaran PatenPelanggaran Paten
Pelanggaran PatenAdi Suseno
 
Perlindungan Desain Industri di Indonesia
Perlindungan Desain Industri di IndonesiaPerlindungan Desain Industri di Indonesia
Perlindungan Desain Industri di Indonesiapsetiadharma
 
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...Muhammad Ramadhan
 
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektual
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektualHbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektual
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektualAgungAgungPangestu
 
Dasar hukum dan Anatomi UU Paten
Dasar hukum dan Anatomi UU PatenDasar hukum dan Anatomi UU Paten
Dasar hukum dan Anatomi UU Patenogigraph
 
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...Imam Prastio
 
Hbl 13, bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...
Hbl 13,  bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...Hbl 13,  bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...
Hbl 13, bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...BellaTriOktaviana2
 
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain Industri
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain IndustriHak Atas Kekayaan Intelektual Desain Industri
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain IndustriWinda nawangasari
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Dyana Anggraini
 
Hukum dagang
Hukum dagang Hukum dagang
Hukum dagang adirianto
 
Hak paten nokia terhadap htc
Hak paten nokia terhadap htcHak paten nokia terhadap htc
Hak paten nokia terhadap htcAdi Suseno
 

Similar to PatenUndang (20)

Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptxHak_Kekayaan_Intelektual.pptx
Hak_Kekayaan_Intelektual.pptx
 
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)
Legal Aspek (Paten Invensi Teknologi)
 
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanaman
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanamanUu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanaman
Uu tahun 2000 no. 29 tentang perlidnusngan varietas tanaman
 
Hakiii makalah
Hakiii makalahHakiii makalah
Hakiii makalah
 
Uu no 31_th_2000
Uu no 31_th_2000Uu no 31_th_2000
Uu no 31_th_2000
 
Pelanggaran Paten
Pelanggaran PatenPelanggaran Paten
Pelanggaran Paten
 
Perlindungan Desain Industri di Indonesia
Perlindungan Desain Industri di IndonesiaPerlindungan Desain Industri di Indonesia
Perlindungan Desain Industri di Indonesia
 
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...
HBL13. MUhammad Rizal Ramadhan, hapzi ali, modul 13 hbl, hak atas kekayaan in...
 
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektual
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektualHbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektual
Hbl13, agung pangestu, hapzi ali modul 13 hbl, hak atas kekayaan intelektual
 
Dasar hukum dan Anatomi UU Paten
Dasar hukum dan Anatomi UU PatenDasar hukum dan Anatomi UU Paten
Dasar hukum dan Anatomi UU Paten
 
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...
penerapan syarat kebaruan dalam paten sederhana alat pemanen padi (studi kasu...
 
Presentation2
Presentation2Presentation2
Presentation2
 
Hbl 13, bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...
Hbl 13,  bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...Hbl 13,  bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...
Hbl 13, bella tri oktaviana, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak m...
 
Presentation2
Presentation2Presentation2
Presentation2
 
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain Industri
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain IndustriHak Atas Kekayaan Intelektual Desain Industri
Hak Atas Kekayaan Intelektual Desain Industri
 
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
Hbl 13, dyana anggraini, hapzi ali, hak atas kekayaan intelektual, hak merk, ...
 
Hukum dagang
Hukum dagang Hukum dagang
Hukum dagang
 
Hak paten nokia terhadap htc
Hak paten nokia terhadap htcHak paten nokia terhadap htc
Hak paten nokia terhadap htc
 
Bab10 haki
Bab10 hakiBab10 haki
Bab10 haki
 
Haki
HakiHaki
Haki
 

PatenUndang

  • 1. Menimbang '. a. SALINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, b. bahwa paten merupakan kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi yang mempunyai peranan strategis dalam mendukung pembangunan bangsa dan memajukan kesej ahteraan umum; bahwa perkembangan teknologi dalam berbagai bidang telah sedemikian pesat sehingga diperlukan peningkatan pelindungan bagi inventor dan pemegang paten; bahwa peningkatan pelindungan paten sangat penting bagi inventor dan pemegang paten karena dapat memotivasi inventor untuk meningkatkan hasil karya, baik secara kuantitas maupun kualitas untuk mendorong kesejahteraan bangsa dan negara serta menciptakan iklim usaha yang sehat; bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional sehingga perlu diganti; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Paten; Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun t945; d. e. Mengingat Dengan
  • 2. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -2- Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: l. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 2. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. 3. Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi. 4. Permohonan adalah permohonan paten atau paten sederhana yang diq'ukan kepada Menteri. 5. Pemohon adalah pihak yang mengajukan permohonan Paten. 6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik paten, pihak yang menerima hak atas paten tersebut dari pemilik Paten, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak atas Paten tersebut yang terdaftar dalam daftar umum Paten. 7. Kuasa adalah konsultan kekayaan intelektual yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Pemeriksa
  • 3. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -J- 8. Pemeriksa Paten yang selanjutnya disebut pemeriksa adalah pejabat fungsional Aparatur Sipil Negara atau ahli yang diangkat oleh Menteri dan diberi tugas serta wewenang untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan. 9. Tanggal Penerimaan adalah tanggal diterimanya Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum. 10. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Konvensi Paris tentang Pelindungan Kekayaan Industri (Pans Conuention for the Protection of Industial Propertg) atau Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing the Wortd Trade Organization) untuk memperoleh pengakuan bahwa Tanggal Penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua pe{anjian itu selama pengajqan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan perjanjian internasional dimaksud. 11. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang paten, baik yang bersifat eksklusif maupun non-eksklusif, kepada penerima lisensi berdasarkan perjanjian tertulis untuk menggunakan Paten yang masih dilindungi dalam jangka waktu dan syarat tertentu. 12. Komisi Banding Paten adalah komisi independen yang ada di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. 13. Orang adaiah orang perseorangan atau badan hukum. 14. Royalti adalah imbalan yang diberikan untuk penggunaan hak atas Paten. 15. Imbalan adalah kompensasi yang diterima oleh pihak yang berhak memperoleh Paten atas suatu Invensi yang dihasilkan, dalam hubungan kerja atau Invensi yang dihasilkan baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya sekalipun perjanjian tersebut tidak mengharuskannya untuk menghasilkan Invensi atau Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas atau pemegang paten dari Penerima Lisensi-wajib atau pemegang paten atas Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah. 16. Hari
  • 4. PRESIDEN REPIJ BLIK INDONESIA -4- 16. Hari adalah hari kerja. 17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. BAB II LINGKUP PELINDUNGAN PATEN Bagian Kesatu Umum Pasal 2 Pelindungan Paten meliputi: a. Paten; dan b. Paten sederhana. (1) (2t Pasal 3 Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.huruf a diberikan untuk Invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri. Paten sederhana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf b diberikan untuk setiap Invensi baru, pengembangan dari produk atau proses yang telah ada, dan dapat diterapkan dalam industri. Pasal 4 Invensi tidak mencakup: a. kreasi estetika; b. skema; c. aturan dan metode untuk melakukan kegiatan: 1. yang melibatkan kegiatan mental; 2. permainan; dan 3. bisnis. d. aturan dan metode yang hanya berisi program komputer; e. presentasi mengenai suatu informasi; dan f. temuan
  • 5. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -5- f. temuan (di.scoueryl berupa: 1. penggunaan baru untuk produk yang sudah ada dan/ atau dikenal; dan/ atau 2. bentuk baru dari senyawa yang sudah ada yang tidak menghasilkan peningkatan khasiat bermakna dan terdapat perbedaan struktur kimia terkait yang sudah diketahui dari senvawa. Bagian Kedua Invensi Paragraf 1 Invensi yang Dapat Diberi Paten Pasal 5 Invensi dianggap baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) jika pada Tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan teknologi yang telah diumumkan di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau melalui peragaan, penggunaan, atau dengan cara lain yang memungkinkan seorang ahli untuk melaksanakan Invensi tersebut sebelum: a. Tanggal Penerimaan; atau b. tanggal prioritas dalam hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. Teknologi yang diungkapkan sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mencakup dokumen Permohonan lain yang diajukan di Indonesia yang dipublikasikan pada atau setelah Tanggal Penerimaan yang pemeriksaan substantifnya sedang dilakukan, tetapi Tanggal Penerimaan tersebut lebih awal daripada Tanggal Penerimaan atau tanggal prioritas Permohonan. (1) (2) (3) Pasal 6
  • 6. q,# PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -6- Pasal 6 (l) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, Invensi telah: a. dipertunjukkan dalam suatu pameran resmi atau dalam suatu pameran yang diakui sebagai pameran resmi, baik yang diselenggarakan di Indonesia maupun di luar negeri; b. digunakan di Indonesia atau di luar negeri oleh Inventornya dalam rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan; dan/ atau c. diumumkan oleh Inventornya dalam: 1. sidang ilmiah dalam bentuk ujian dan/atau tahap ujian skripsi, tesis, disertasi, atau karya ilmiah lain; dan/atau 2. forum ilmiah lain dalam rangka pembahasan hasil penelitian di lembaga pendidikan atau lembaga penelitian. (2) Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam waktu 12 (dua belas) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, ada pihak lain yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga kerahasiaan Invensi tersebut. (1) (2) Pasal 7 Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya. Untuk menentukan suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan dengan Hak Prioritas. Pasal 8
  • 7. gLru -rlp,4@ PRESIDEN REPU BLII( IN DO N ESIA -7 - Pasal 8 Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan. Paragraf 2 Invensi yang Tidak Dapat Diberi Paten Pasal 9 Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi: a. proses atau produk yang pengumuman, penggunaan, atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan; b. metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/ atau hewan; c. teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; d. makhluk hidup, kecuali jasad renik; atau e. proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses nonbiologis atau proses mikrobiologis. Bagian Ketiga Subjek Paten Pasal 10 Pihak yang berhak memperoleh Paten adalah Inventor atau Orang yang menerima lebih lanjut hak Inventor yang bersangkutan. Jika Invensi dihasilkan oleh beberapa orang secara bersama-sama, hak atas Invensi dimiliki secara bersama-sama oleh para Inventor yang bersangkutan. (1) (2) Pasal 11
  • 8. PRESIDEN REFU BLII( INDONESIA -8- Pasal 1 1 Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam permohonan. (1) (2) (3) Pasal 12 Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan kerja merupakan pihak yang memberikan pekerjaan, kecuali diperjanjikan lain. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku terhadap Invensi yang dihasilkan, baik oleh karyawan maupun pekerja yang menggunakan data dan/atau sarana yang tersedia dalam pekerjaannya. Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhak mendapatkan Imbalan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh pihak pemberi kerja dan Inventor, dengan memperhatikan manfaat ekonomi yang diperoleh dari Invensi dimaksud. (4) Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibayarkan berdasarkan: a. jumlah tertentu dan sekaligus; b. persentase; c. gabungan antara jumlah tertentu dan sekaligus dengan hadiah atau bonus; atau d. bentuk lain yang disepakati para pihak. Dalam hal tidak terdapat kesesuaian mengenai cara perhitungan dan penetapan besarnya Imbalan, para pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat paten. (s) (6) Pasal 13
  • 9. (1) (2) (3) (41 (s) (6) PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -9- Pasal 13 Pemegang Paten atas Invensi yang dihasilkan oleh Inventor dalam hubungan dinas dengan instansi pemerintah adalah instansi pemerintah dimaksud dan Inventor, kecuali diperj anj ikan lain. Setelah Paten dikomersialkan, Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak mendapatkan Imbalan atas Paten yang dihasilkannya dari sumber penerimaan negara bukan pajak. Dalam hal instansi pemerintah sebagai Pemegang paten tidak dapat melaksanakan Patennya, Inventor atas persetujuan Pemegang Paten dapat melaksanakan paten dengan pihak ketiga. Terhadap pelaksanaan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (3), selain instansi pemerintah, Inventor memperoleh Royalti dari pihak ketiga yang mendapatkan manfaat ekonomi dari komersialisasi Paten tersebut. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan hak Inventor untuk tetap dicantumkan namanya dalam sertifikat Paten. Ketentuan lebih lanjut mengenai Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Bagian Keempat Pemakai Terdahulu Pasal 14 Pihak yang melaksanakan Invensi pada saat Invensi yang sama diajukan Permohonan, tetap berhak melaksanakan Invensinya walaupun terhadap Invensi yang sama tersebut kemudian diberi Paten. Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sebagai pemakai terdahulu. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tidak berlaku jika pihak yang melaksanakan Invensi sebagai pemakai terdahulu menggunakan pengetahuan tentang Invensi tersebut berdasarkan uraian, gambar, contoh, atau klaim dari Invensi yang dimohonkan Paten. (l) (21 (3) Pasal 15
  • 10. (1) PRESIDEI! REPU BLIK INDONESIA _10_ Pasal 15 Pihak yang melaksanakan suatu Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 hanya dapat diakui sebagai pemakai terdahulu jika setelah diberikan paten terhadap Invensi yang sama, ia mengajukan permohonan sebagai pemakai terdahulu kepada Menteri. Pengakuan sebagai pemakai terdahulu diberikan oleh Menteri dalam bentuk surat keterangan pemakai terdahulu setelah memenuhi persyaratan dan membayar biaya. Hak pemakai terdahulu berakhir pada saat berakhirnya Paten atas Invensi yang sama tersebut. Pasal 16 Pemakai terdahulu tidak dapat mengalihkan hak sebagai pemakai terdahuiu kepada pihak lain, baik karena Lisensi maupun pengalihan hak, kecuali karena pewarisan. Pemakai terdahulu hanya dapat menggunakan hak untuk melaksanakan Invensi. (3) Pemakai terdahulu tidak berhak melarang orang lain melaksanakan Invensi. Pasal 17 Dalam hal pemakai terdahulu melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Menteri dapat mencabut surat keterangan sebagai pemakai terdahulu. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Menteri. (21 (3) (1) (2) Bagian Kelima
  • 11. #.) -$t>& (1) FRESIDEN R F-PU B LIK IN DO N ESIA - 11- Bagian Kelima Hak dan Kewajiban Pemegang paten Pasal 19 Pemegang Paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Paten yang dimilikinya dan untuk melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: a. dalam hal Paten-produk: membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten; b. dalam hal Paten-proses: menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat ba."rrg atau tindakan lainnya sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Larangan menggunakan proses produksi yang diberi Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, hanya berlaku terhadap impor produk yang semata-mata dihasilkan dari penggunaan proses yang diberi pelindungan Paten. Dalam hal untuk kepentingan pendidikan, penelitian, percobaan, atau analisis, larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dikecualikan sepanjang tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pemegang Paten dan tidak bersifat komersial. Pasal 20 Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia. Membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/atau penyediaan lapangan kerja. Pasal 21 Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi paten wajib membayar biaya tahunan. (2) (3) (1) (2t Bagian Keenam
  • 12. (1) (2t (3) (1) (2t (s) PRESIDEN REPUBLIK IN DON ES IA _t2_ Bagian Keenam Jangka Waktu Pelindungan paten Pasal 22 Paten diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperpanjang. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. Pasal 23 Paten sederhana diberikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak Tanggal penerimaan. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (l) tidak dapat diperpanjang. Tanggal mulai dan berakhirnya jangka waktu paten sederhana dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. BAB III PERMOHONAN PATEN Bagian Kesatu Syarat dan Tata Cara Permohonan Pasal 24 (1) Paten diberikan berdasarkan permohonan. (2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Menteri secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan membayar biaya. (3) Setiap Permohonan diajukan untuk satu Invensi atau beberapa Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi yang saling berkaitan. (4) Permohonan
  • 13. (1) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - 13- (4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan baik secara elektronik maupun non-elektronik. Pasal 25 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, paling sedikit memuat: a. tanggal, bulan, dan tahun surat permohonan; b. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Inventor; c. nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan Pemohon dalam hal Pemohon adalah bukan badan hukum; d. nama dan alamat lengkap Pemohon dalam hal Pemohon adalah badan hukum; e. nama, dan alamat lengkap Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; dan f. nama negara dan Tanggal penerimaan permohonan yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri persyaratan: (2t a. b. c. d. e. judul Invensi; deskripsi tentang Invensi; klaim atau beberapa klaim Invensi; abstrak Invensi; gambar yang disebutkan dalam deskripsi yang diperlukan untuk memperjelas Invensi, jik; Permohonan dilampiri dengan gambar; surat kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui f. Kuasa; g. surat pernyataan kepemilikan Invensi oleh Inventor; h. surat pengalihan hak kepemilikan Invensi dalam hal Permohonan diajukan oleh pemohon yang bukan Inventor; dan i. surat bukti penyimpanan jasad renik dalam hal Permohonan terkait dengan jasad renik. (3) Deskripsi
  • 14. (3) (41 PRESIDEN REP IJ B LIK INDONESIA -14- Deskripsi tentang Invensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus mengungkapkan secara jelas dan lengkap tentang bagaimana Invensi tersebut dapat dilaksanakan oleh orang yang ahli di bidangnya. Klaim atau beberapa klaim Invensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus mengungkapkan secara jelas dan konsisten atas inti Invensi, dan didukung oleh deskripsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). (1) Pasal 26 Jika Invensi berkaitan dengan dan/atau berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional, harus disebutkan dengan jelas dan benar asal sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi. Informasi tentang sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah. Pembagian hasil dan/ atau akses pemanfaatan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan perjanjian internasional di bidang sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional. Pasal 27 Dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa, alamat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e menjadi domisili Pemohon. pasal 28 Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia. (21 (3) Pasal 29
  • 15. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -15- Pasal 29 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengajuan Permohonan diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Kedua Permohonan dengan Hak prioritas Pasal 30 (1) Permohonan dengan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas. (2) Selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus juga dilengkapi dengan dokumen prioritas yang disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan. (3) Dokumen prioritas yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang di negara yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus sudah disampaikan kepada Menteri paling lama 16 (enam belas) bulan terhitung sejak tanggal prioritas. (a) Jika syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3) tidak dipenuhi Pemohon, permohonan dianggap diajukan tanpa menggunakan Hak prioritas. Pasal 3 1 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 sarnpai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutand.is terhadap Permohonan yang menggunakan Hak prioritas. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Ketiga
  • 16. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA t6- Bagian Ketiga Permohonan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten (1) (2 (3) Pasal 33 Permohonan dapat diajukan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten. Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang diajukan berdasarkan Traktat Kerja Sama Paten diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pemeriksaan Administratif Pasal 34 Permohonan yang telah memenuhi persyaratan minimum diberikan Tanggal Penerimaan dan dicatat oleh Menteri. Persyaratan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1); b. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayal (21 huruf a sampai dengan huruf e; dan c. bukti pembayaran biaya Permohonan. Dalam hal deskripsi tentang Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b ditulis dalam bahasa asing, deskripsi wajib dilengkapi dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan harus disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Tanggal Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Apabila deskripsi tentang Invensi yang ditulis dalam bahasa asing tidak dilengkapi dengan terjemahan dalam Bahasa Indonesia sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Permohonan dimaksud dianggap ditarik kembali. (1) (21 (3) (41 Pasal 35
  • 17. (3) (4) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -t7- Pasal 35 (1) Dalam hal persyaratan dan kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 belum lengkap, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon untuk melengkapi persyaratan dan kelengkapan Permohonan tersebut dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat pengiriman pemberitahuan oleh Menteri. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang paling larna 2 (dua) bulan. Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) bulan setelah berakhirnya jangka waktu tersebut dengan dikenai biaya. Untuk memperoleh perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri disertai alasan sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir. (5) Dalam hal keadaan darurat, Pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) secara tertulis disertai bukti pendukung kepada Menteri. (6) Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 36 Apabila Pemohon tidak melengkapi persyaratan dan kelengkapan Permohonan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (6), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik kembali. Pasal 37
  • 18. (1) (21 (3) (4) (s) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA _18_ Pasal 37 Jika terhadap satu Invensi yang sama diajukan lebih dari satu Permohonan oleh pemohon yang berbeda dan pada tanggal yang berbeda, permohonan yang diberi Tanggal Penerimaan lebih dahulu yang dipertimbangkan untuk diberi Paten. Jika beberapa Permohonan untuk Invensi yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki ianggal Penerimaan yang sama, Menteri memberitahukan secara tertulis dan memerintahkan kepada para pemohon untuk berunding guna memutuskan Permohonan yang dipertimbangkan untuk diberi Paten. Para Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan perundingan dan menyampaikan hasil keputusannya kepada Menteri dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan Menteri. Dalam hal tidak tercapai persetujuan atau keputusan di antara para Pemohon, tidak dimungkinkan dilakukannya perundingan, atau hasil perundingan tidak disampaikan oleh Pemohon dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menolak Permohonan yang diajukan oleh beberapa Pemohon dengan Tanggal penerimaan yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Menteri memberitahukan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara tertulis kepada para Pemohon. (1) Bagian Kelima Perubahan dan Divisional Permohonan Paragraf 1 Umum Pasal 38 Permohonan dapat dilakukan perubahan atau divisional atas inisiatif Pemohon dan/atau atas saran Menteri. Perubahan atau divisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum permohonan diberi keputusan persetujuan Paten. (2t Paragraf 2
  • 19. $^1) -ilqy4{ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -19- Paragraf 2 Perubahan Permohonan (1) (2) Pasal 39 Permohonan dapat dilakukan perubahan terhadap: a. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, huruf e, dan/atau huruf f; dan/atau b. data Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e. Perubahan terhadap deskripsi tentang Invensi dan/atau klaim atau beberapa klaim Invensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dilakukan dengan ketentuan perubahan tersebut tidak memperluas lingkup Invensi yang telah diajukan dalam Permohonan terdahulu. Dalam hal perubahan dilakukan dengan menambah jumlah klaim dari Permohonan semula, menjadi lebih dari 10 (sepuluh) klaim maka terhadap kelebihan klaim tersebut dikenai biaya. Jika Pemohon tidak membayar biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kelebihan klaim dianggap ditarik kembali. Pasal 40 Selain perubahan terhadap data permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 ayat (1), Permohonan juga dapat diubah dari paten menjadi paten sederhana atau sebaliknya. Permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan Tanggal penerimaan semula. (3) (4) (1) (2) Paragraf 3
  • 20. PRESIDEN REFU BLIK INDONESIA -20- Paragraf 3 Divisional Permohonan (l) (2t Pasal 41 Jika suatu Permohonan terdiri atas beberapa Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan Invensi sebagaimana dimaksud da,lam pasal 24 ayat (3), Pemohon dapat mengajukan divisional permohonan. Divisional Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara terpisah dalam satu Permohonan atau lebih dengan ketentuan bahwa lingkup pelindungan yang dimohonkan dalam setiap Permohonan tersebut tidak memperluas lingkup pelindungan yang telah diajukan da_lam permohonan semula. Divisional Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, dianggap diajukan pada tanggal yang sama dengan tanggat Penerimaan semula. Dalam hal Pemohon tidak mengajukan divisional Permohonan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2), Pemeriksaan Substantif atas Permohonan hanya dilakukan terhadap Invensi yang merupakan satu kesatuan Invensi. (3) (4t Pasal 42 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan dan divisional Permohonal diatur dengan peraturin Menteri. Bagian Keenam Penarikan Kembali permohonan Pasal 43 Permohonan hanya dapat ditarik kembali oleh pemohon sebelum Menteri memberikan keputusan menyetujui atau menolak Permohonan. Penarikan kembali Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri. (3) Ketentuan (l) (2)
  • 21. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -21 - (3) Ketentuan mengenai tata cara penarikan kembali Permohonan diatur dengan peraturan Menteri. Bagian Ketqjuh Permohonan yang Tidak Dapat Diterima dan Kewajiban Menjaga Kerahasiaan Pasal 44 (1) (21 Menteri tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, atau Kuasanya hingga I (satu) tahun sejak berhenti dengan alasan apapun dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Setiap perolehan Paten atau hak yang berkaitan dengan Paten bagi pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual atau orang yang karena tugasnya bekerja untuk dan atas nama Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual hingga 1 (satu) tahun sejak berhenti dengan alasan apapun dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, dinyatakan tidak sah kecuali pemilikan Paten tersebut diperoleh karena pewarisan. (1) (2) (3) Pasal 45 Seluruh dokumen Permohonan, terhitung sejak Tanggal Penerimaan sampai dengan tanggal diumumkannya Permohonan bersifat rahasia, kecuali bagi Inventor yang tidak bertindak sebagai Pemohon. Setiap Orang wajib menjaga kerahasiaan seluruh dokumen Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Inventor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat meminta salinan seluruh dokumen permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan dikenai biaya. Inventor yang tidak bertindak sebagai pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melampirkan pernyataan yang dilengkapi dengan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan adalah Inventor dari Invensi yang dimohonkan. (41 BAB IV
  • 22. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -22- BAB IV PENGUMUMAN DAN PEMERIKSAAN SUBSTANTIF Bagian Kesatu Pengumuman Pasal 46 Menteri mengumumkan Permohonan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah 1g (delapan belas) bulan sejak: a. Tanggal Penerimaan; atau b. tanggal prioritas dalam hal permohonan diajukan dengan Hak Prioritas. Dalam hal tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan sejak Tanggal Penerimaan atas permintaan Pemohon disertai dengan alasan dan dikenai biaya. Pasal 47 (1) Pengumuman dilakukan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. (2) Tanggal mulai diumumkannya permohonan dicatat oleh Menteri. (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat dilihat dan diakses oleh setiap Orang. Pasal 48 Pengumuman berlaku selama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya permohonan. Pengumuman dilakukan dengan mencantumkan: a. nama dan kewarganegaraan Inventor; b. nama dan alamat lengkap pemohon dan Kuasa dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa; c. judul Invensi; (1) (2) (3) (1) (2t d. Tanggal
  • 23. d. PRESIDEI! REPU BLIK INDONESIA -23- Tanggal Penerimaan dan negara tempat diajukan dalam hal Hak Prioritas; abstrak Invensi; klasifikasi Invensi; gambar, dalam hal gambar; nomor pengumuman; nomor Permohonan. atau tanggal prioritas, nomor, permohonan yang pertama kali Permohonan diajukan dengan Permohonan dilampiri dengan dan e. f. o h. i. (1) (2) (3) Pasal 49 Setiap Orang dapat mengajukan pandangan dan/atau keberatan secara tertulis kepada Menteri dengan disertai alasan atas Permohonan yang diumumkan. Pengajuan pandangan dan/ atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sudah diterima oleh Menteri dalam jangka waktu pengumuman. Dalam hal terdapat pandangan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberitahukan pandangan dan/atau keberatan tersebut kepada Pemohon paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal pandangan dan/atau keberatan diterima. Pemohon dapat mengajukan secara tertulis penjelasan, dan/atau sanggahan terhadap pandangan dan/atau keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Menteri menggunakan pandangan dan/atau keberatan, penj elasan, dan/ atau sanggahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) sebagai tambahan bahan pertimbangan dalam tahap pemeriksaan substantif. (41 (s) Pasal 50
  • 24. (2) (3) PRESIDEN REPI-] BLIK IN DO N ESIA -24- Pasal 50 (1) Jika suatu Invensi berkaitan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara, Menteri menetapkan Permohonan terhadap Invensi tersebut tidak diumumkan setelah berkonsultasi dengan instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan dan keamanan negara. Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon atau Kuasanya mengenai penetapan Permohonan yang tidak diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dokumen Permohonan yang tidak diumumkan yang dikonsultasikan dengan instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga kerahasiaan Invensi dan dokumen Permohonan yang dikonsultasikan. Bagian Kedua Pemeriksaan Substantif Pasal 5 1 Permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis kepada Menteri dengan dikenai biaya. Permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Jika permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (i) atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali. Menteri memberitahukan secara tertulis Permohonan yang dianggap ditarik kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemohon atau Kuasanya. (4) (1) (21 (3) (4) (5) Apabila
  • 25. (s) (6) (71 (8) (1) (21 PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -25- Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), pemeriksaan substantif dilakukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman. Apabila permohonan pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1), pemeriksaan substantif dilakukan setelah tanggal diterimanya permohonan pemeriksaan substantif tersebut. Permohonan pemeriksaan substantif terhadap divisional Permohonan atau perubahan Permohonan dari paten ke Paten sederhana atau sebaliknya harus diajukan bersamaan dengan pengajuan divisional permohonan atau perubahan Permohonan dari Paten ke paten sederhana atau sebaliknya. Jika permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan bersamaan dengan divisional permohonan atau perubahan Permohonan dari Paten ke Paten sederhana atau sebaliknya sebagaimana dimaksud pada ayat (Tl, divisional Permohonan atau perubahan permohonan dari Paten ke Paten sederhana atau sebaliknya dianggap ditarik kembali. Pasal 52 Pemeriksaan substantif terhadap Permohonan yang tidak diumumkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 50, dilakukan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penetapan Menteri mengenai tidak diumumkannya Permohonan yang bersangkutan. Pemeriksaan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai biaya. Pasal 53 (1) Pemeriksaan substantif dilaksanakan oleh pemeriksa. (2) Menteri dapat meminta bantuan ahli dan/ atau menggunakan fasilitas yang diperlukan dari instansi lain untuk keperluan pemeriksaan substantif. (3)Ahli
  • 26. (3) (4) (s) (6) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -26- Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diangkat dan diberhentikan oleh Menteri. Hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan oleh ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dianggap sama dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemeriksa. Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengangkatan dan pemberhentian ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri. pasal 55 (1) Dalam hal pemeriksaan substantif dilakukan terhadap Permohonan dengan Hak Prioritas, Menteri dapat meminta kepada Pemohon dan/atau kantor paten di negara asal Hak Prioritas atau di negara lain mengenai kelengkapan dokumen berupa: a. salinan sah surat yang berkaitan dengan hasil pemeriksaan substantif yang dilakukan terhadap permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri; b. salinan sah dokumen paten yang telah diberikan sehubungan dengan permohonan paten yang pertama kali di luar negeri; c. salinan sah keputusan mengenai penolakan atas permohonan Paten yang pertama kali di luar negeri dalam hal permohonan paten dimaksud ditolak; d. salinan sah keputusan penghapr.rsan paten yang pernah dikeluarkan di luar negeri dalam hal paten dimaksud pernah dihapuskan; dan/atau e. dokumen lain yang diperlukan. Pasal 54 Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, pasal 5, pasal 7, pasal g, Pasal 9, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), pasat 26, pasal 39 ayat(21, Pasal 40, dan Pasal 41. (2) Penyampaian
  • 27. #trp _rrtt>€ PRESIDEN R F:PU B LIK INDONESIA -27 - Penyampaian salinan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai tambahan penjelasan secara terpisah oleh Pemohon. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan Menteri dalam memberikan keputusan menyetujui atau menolak Permohonan dengan Hak Prioritas. Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemeriksaan substantif diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PERSRTUJUAN ATAU PENOLAKAN PERMOHONAN Bagian Kesatu Umum Pasal 57 Menteri memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan paling lama 30 (tiga puluh) bulan terhitung sejak: a. tanggal diterimanya surat permohonan pemeriksaan substantif apabila permohonan pemeriksaan substantif diajukan setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman; atau b. berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) apabila permohonan pemeriksaan substantif diajukan sebelum berakhirnya jangka waktu pengumuman. Bagian Kedua Persetujuan Pasal 58 (1) Menteri menyetujui Permohonan, jika berdasarkan hasil pemeriksaan substantif, Invensi yang dimohonkan paten memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54. (2) (3) (2) Dalam
  • 28. (2) Dalam hal Permohonan disetujui, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau Kuasa bahwa Permohonannya diberi paten. (3) Dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan diberi Paten, Menteri menerbitkan sertifikat Paten. Pemohon tidak dapat menarik kembali permohonan atau melakukan perbaikan deskripsi dan klaim dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Paten yang telah diberikan dicatat dan diumumkan, kecuali Paten yang berkaitan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara. Menteri dapat memberikan petikan atau salinan dokumen Paten kepada pihak yang memerlukannya dengan dikenai biaya. (41 (s) (6) PRESIDEN REPU ELIK INDONESIA -28- Pasal 59 Sertifikat Paten merupakan bukti hak atas paten. Hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan lingkup pelindungannya berdasarkan Invensi yang diuraikan dalam klaim. (3) Hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 merupakan benda bergerak tidak berwrrjud. pasal 60 Pelindungan Paten dibuktikan dengan dikeluarkannya sertifikat Paten yang berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan. Pasal 61 Pemegang Paten atau Kuasanya dapat mengajukan permohonan perbaikan secara tertulis kepada Menteri dalam hal terdapat kesalahan data pada sertifikat paten dan/ atau lampirannya. Dalam hal kesalahan data pada sertifrkat paten merupakan kesalahan Pemohon, permohonan perbaikan sertifikat Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya. (1) (2) (1) (2) (3) Dalam
  • 29. (3) (4t (s) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -29- Dalam hal kesalahan data pada sertifikat paten bukan merupakan kesalahan Pemohon, maka permohonan perbaikan sertifikat Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dikenai biaya. Perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa perubahan nama dan/atau alamat pemegang Paten dicatat dan diumumkan oleh Menteri. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pencatatan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penolakan Pasal 62 Dalam hal Pemeriksa melaporkan bahwa Invensi yang dimohonkan Paten tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau Kuasanya guna memenuhi ketentuan dimaksud. Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencantumkan: a. ketentuan yang harus dipenuhi; dan b. alasan dan referensi yang digunakan dalam pemeriksaan substantif. Pemohon harus memberikan tanggapan dan/atau memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal surat pemberitahuan. Jangka,_waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama i 1a""y bulan. Jangka waktu perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperpanjang paling lama I (satu) bulan setelah berakhirnya jangka wiktu dimaksud dengan dikenai biaya. (1) (2) (3) (41 (s) (6) Untuk
  • 30. PRES IDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -30_ (6) Untuk memperoleh perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), Pemohon harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dimaksud berakhir. (7) Dalam hal terjadi keadaan darurat, pemohon dapat mengajukan permohonan perpanjangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) secara tertulis disertai bukti pendukung kepada Menteri. (8) Menteri dapat memberikan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling lama 6 (enam) bulan setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6). (9) Jika Pemohon memberikan tanggapan tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan/atau ayat (8), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada . Pemohon bahwa Permohonan ditolak dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan. (10) Jika Pemohon tidak memberikan tanggapan sebagaimana tercantum dalam surat pemberitahuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (41, ayat (5), dan/atau ayat (8), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik kembali dalam waktu paling lambat 2 (dua) bulan. Pasal 63 (1) Dalam hal terhadap Permohonan dilakukan divisional, Menteri menolak: a. divisional Permohonan melampaui batas waktu dalam Pasal 38 ayat (2); b. klaim atau beberapa klaim pelindungan dalam yang pengaJuannya sebagaimana dimaksud yang memperluas lingkup divisional Permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4l ayat (2; c. Invensi yang tidak merupakan satu kesatuan dari Permohonan semula. (2) Dalam
  • 31. ESQ^, tr^*y -flc>,.€ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -31 - (2) Dalam hal Permohonan ditolak, Menteri memberitahukan penolakan dimaksud secara tertulis disertai alasan dan pertimbangan yang menjadi dasar penolakan kepada Pemohon atau Kuasanya. BAB VI KOMISI BANDING PATEN DAN PERMOHONAN BANDING Bagian Kesatu Komisi Banding Paten Pasal 64 Komisi Banding Paten mempunyai tugas menerima, memeriksa, dan memutus: a. permohonan banding terhadap penolakan Permohonan; b. permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi, klaim, dan/ atau gambar setelah Permohonan diberi Paten; dan c. permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten. Susunan Komisi Banding Paten terdiri atas: a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang wakil ketua merangkap anggota; dan c. paling banyak 30 (tiga puluh) orang anggota yang berasal dari unsur: 1. 15 (lima belas) orang ahli di bidang paten; dan 2. 15 (1ima belas) orang Pemeriksa. Anggota Komisi Banding Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para anggota Komisi Banding Paten. (1) (2) (3) (4t Pasal 65
  • 32. (1) (21 PRESIDEN REPU ELIK INDONESIA _32_ Pasal 65 Untuk memeriksa permohonan banding, Komisi Banding Paten membentuk majelis yang berjumlah ganjil paling sedikit 3 (tiga) orang dan paling banyak 5 (lima) orang, yang salah satunya ditetapkan sebagai ketua. Majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari anggota Komisi Banding Paten yang salah satu anggotanya adalah Pemeriksa dengan jabatan paling rendah Pemeriksa Madya yang tidak melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan. Dalam hal majelis berjumlah lebih dari 3 (tiga) orang, Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah lebih sedikit dari anggota majelis selain Pemeriksa. Pasal 66 Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, fungsi, dan wewenang Komisi Banding Paten diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Permohonan Banding Paragraf 1 Umum Pasal 67 Permohonan banding dapat diajukan terhadap: a. penolakan Permohonan; b. koreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah Permohonan diberi Paten; dan/atau c. keputusan pemberian Paten. Permohonan banding diajukan secara tertulis oleh Pemohon atau Kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri dengan dikenai biaya. (3) (1) (21 Paragraf 2
  • 33. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -33- Paragraf 2 Permohonan Banding terhadap penolakan permohonan (1) (2t (3) (4t (s) (6) (7t (8) Pasal 68 Permohonan banding terhadap penolakan permohonan diajukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan Permohonan. Apabila Pemohon atau Kuasanya mengajukan banding setelah melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan banding. Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan atas permohonan banding terhadap penolakan Permohonan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Dalam permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuraikan secara lengkap keberatan serta alasan terhadap penolakan Permohonan. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) tidak mempakan alasan atau penjelasan baru yang memperluas lingkup Invensi. Keputusan Komisi Banding Paten ditetapkan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pemeriksaan atas permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Dalam hal Komisi Banding Paten memutuskan untuk menerima permohonan banding terhadap penolakan Permohonan maka Menteri akan menindaklanjuti dengan menerbitkan sertifrkat Paten. Dalam hal permohonan banding terhadap penolakan Permohonan diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri mencatat dan mengumumkannya melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik. Paragraf 3
  • 34. ItrRESIDEN tl EP ll B LIl |hlDot.tE:]lr -34- permohonan Banding t .n.a.pPil?5i11 1,"" Gambar Setelah permohonan Deskripsi, Klaim, dan/atau Diberi Paten (l) Pasal 69 Permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar setilah permohonan diberi Paten diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan dapat diberi Paten. Apabila Pemohon atau Kuasanya mengajukan banding setelah melewati jangka waktu sebagai-mana dimaksuJ pada ayat (1), Pemohon tidak dapat mingajukan kembali permohonan banding. Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan atas permohonan banding terhadap lioreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah permohonan diberi Paten dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terbatas pada hal-hal sebagai berikut: a. pembatasan lingkup klaim; b. koreksi kesalahan dalam terjemahan deskripsi; dan/atau c. klarifikasi atas isi deskripsi yang tidak jelas atau ambigu. Koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mengakibatkan lingkup pelindungin Invensi lebih luas dari .lingkup pelindungan Invenii yang pertama kali diajukan. Keputusan Komisi Banding paten ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pemeriksaan _ atas permohonan bandin[ sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Dalam hal Komisi Banding paten memutuskan untuk menerima permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah permohonan diberi Paten maka Menteri akan menindaklanjuti dengan mengubah lampiran sertifikat. (21 (3) (4) (s) (6) (7) (8) Dalam
  • 35. o r o u J.T,[ n,'1, 5] n, r., o -35- (8) Dalam ha1 permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi, klaim, dan/ atau gambar diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Menteri mencatat dan mengumumkannya melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. Paragraf 4 Permohonan Banding terhadap Keputusan Pemberian Paten Pasal 70 Permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten diajukan secara tertulis oleh pihak yang berkepentingan atau Kuasanya kepada Komisi Banding Paten dengan tembusan yang disampaikan kepada Menteri dengan dikenai biaya. Permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten diajukan dalam jangka waktu paling lama 9 (sembilan) bulan sejak tanggal pemberitahuan diberi Paten. Apabila permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten yang telah diberikan kepada Pemegang Paten diajukan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang berkepentingan atau Kuasanya dapat melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Komisi Banding Paten mulai melakukan pemeriksaan atas permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Dalam permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diuraikan secara lengkap keberatan serta alasan dengan dilengkapi dengan bukti pendukung yang kuat. Keputusan Komisi Banding Paten ditetapkan paling lama 9 (sembilan) bulan terhitung sejak tanggal dimulainya pemeriksaan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Dalam hal Komisi Banding Paten mengabulkan sebagian permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten, Menteri menindaklanjuti dengan mengubah lampiran sertifikat. (1) (21 (3) (41 (s) (6) (71 (8) Dalam
  • 36. (8) (e) PRESIDEN REPUBLIK II{ DON ES IA -36- Dalam hal Komisi Banding Paten mengabulkan seluruh isi permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten maka Menteri mencabut sertifikat. Terhadap putusan Komisi Banding Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atau ayat (8), Menteri mencatat dan mengumumkannya melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. Pasal 71 Komisi Banding Paten wajib mengirimkan surat pemberitahuan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal keputusan menerima atau menolak atas: a. permohonan banding terhadap penolakan Permohonan; b. permohonan banding terhadap koreksi atas deskripsi, klaim, dan/atau gambar setelah Permohonan diberi Paten; dan c. permohonan banding terhadap keputusan pemberian Paten. Bagian Ketiga Upaya Hukum Pasal 72 Pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan gugatan atas keputusan penolakan Komisi Banding Paten ke Pengadilan Niaga dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat pemberitahuan penolakan. Pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penolakan permohonan banding Paten terhadap: a. penolakan Permohonan; b. koreksi atas deskripsi, klaim dan/atau gambar; dan c. keputusan pemberian Paten. Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diajukan kasasi. (1) (2) (3) Pasal 73
  • 37. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA - J/ - Pasal 73 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan, dan penyelesaian permohonan binding paten serta permohonan banding atas pemberian paten diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PENGALIHAN HAK, LISENSI, DAN PATEN SEBAGAI OBJEK JAMINAN FIDUSIA Bagian Kesatu Pengalihan Hak Pasal74 Hak atas Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena: a. pewarisan; b. hibah; c. wasiat; d. wakaf; e. perjanjian tertulis; atau f. sebab lain yang dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan pemndang-undangan. Pengalihan hak atas Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai dokumen asli paten berikul hak lain yang berkaitan dengan paten. Segala bentuk pengalihan hak atas paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dan diumumkan dengan dikenai biaya. Terhadap pengalihan hak atas paten yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimakiud pada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3), segala hak dan kewajiban masih melekat pada Pemegang paten. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur dengan peraturan pemerintah. (1) (2 (3) (4t (s) Pasal 75
  • 38. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -38- pasal 75 Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dimuat nama dan identitasnya dalam sertifikat paten. Bagian Kedua Lisensi Pasal 76 Pemegang Paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mencakup semua atau sebagian perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19. Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal77 Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam pasal 76 berhak melaksanakan sendiri Patennya, kecuali diperj anjikan lain. gt) -fj,,$*€ Pasal 78 Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi. (1) (21 (3) Pasal 79 (1) Perjanjian Lisensi harus dicatat dan diumurnkan oleh Menteri dengan dikenai biaya. (2) Jrka
  • 39. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA _39_ (2) Jika perjanjian Lisensi tidak dicatat dan tidak diumumkan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), perjanjian Lisensi dimaksud tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihak ketiga. (3) Menteri menolak permohonan pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78. Pasal 80 Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Lisensi-wajib Paragraf 1 Umum Pasal 8l Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif. Pasal 82 (1) Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri atas dasar permohonan dengan alasan: a. Pemegang Paten tidak melaksanakan kewajiban untuk membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan setelah diberikan paten; b. Paten telah dilaksanakan oleh pemegang paten atau penerima Lisensi dalam bentuk dan dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat; atau c. Paten hasil pengembangan dari paten yang telah diberikan sebelumnya tidak bisa dilaksanakan tanpa menggunakan Paten pihak lain yang masih dalam pelindungan. (2) Permohonan
  • 40. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -40_ (2) Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya. paragraf 2 Permohonan Lisensi-wajib (1) (21 (3) Pasal 83 Permohonan Lisensi-wajib dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (t) huruf i dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberian paten. Permohonan Lisensiwajib dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf b dan huruf c dapat diajukan setiap saat setelah paten diberikan. Permohonan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c hanya dapat diberikan apabila Paten yang akan dilaksanakan mengandung unsur pembaruan yang lebih maju daripada paten yang telah ada. Pasai 84 Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal g2 ayat (1) hanya dapat diberikan oleh Menteri jika: a. pemohon atau Kuasanya dapat mengajukan bukti mempunyai kemampuan untuk melaksanakan sendiri Paten dimaksud secara penuh dan mempunyai fasilitas untuk melaksanakan paten yang bersangkutan dengan secepatnya; b. pemohon atau Kuasanya telah berusaha mengambil langkah-langkah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk mendapatkan Liiensi dari Pemegang Paten atas dasar persyaratan dan kondisi yang wajar tetapi tidak memperoleh hasil; dan c. Menteri berpendapat Paten dimaksud dapat dilaksanakan di Indonesia dalam skala ekonomi ying layak dan memberikan manfaat kepada masyarakat. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dilengkapi keterangan dari instansi yang memiliki kompetensi yang diberikan atas permintian pemohon atau Kuasanya. (1) (2t Pasal 85
  • 41. pasal g5 Dalam hal Lisensi-wajib diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 82 ayat (1) huruf c maka: a. Pemegang Paten berhak saling memberikan Lisensi untuk menggunakan Paten pihak lainnya berdasarkan persyaratan yang wajar; dan b. penggunaan Paten oleh penerima Lisensi tidak dapat dialihkan kecuali jika dialihkan bersama-sama den[an Paten lain. Pasal 86 Pemeriksaan atas permohonan Lisensi-wajib dilakukan oleh tim ahli yang bersifat ad-hoc yang dibentuk oleh Menteri sesuai dengan bidang Paten yang diajukan Lisensi-wajib. Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tim ahli memanggil pemegang paten untuk didengar pendapatnya. Pemegang Paten wajib menyampaikan pendapat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak tanggal pemberitahuan. Jika Pemegang Paten tidak menyampaikan pendapatnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang Paten dianggap menyetujui pemberian Lisensi-wajib. (1) (2) (3) (41 PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA _4I_ Pasal 87 (1) Menteri memberitahukan keputusan mengabulkan, menunda, atau menolak permohonan Lisensi_wajib kepada: a. pemohon atau Kuasanya; dan b. Pemegang Paten atau Kuasanya. Paragraf 3 Pemberian, Penundaan, atau Penolakan permohonan Lisensi-wajib (2) Pemberitahuan
  • 42. PRESIDEN REPt.I EILIK IN DO N ESIA -42- (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) Hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan mengabulkan, menunda atau menolak permohonan Lisensi-wajib. (1) (2) Pasal 88 Dalam hal Menteri mengabulkan permohonan Lisensi- wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 87, Menteri menetapkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib kepada pemohon atau Kuasanya, termasuk besarnya Imbalan dan cara pembayarannya. Penetapan keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan datam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari terhitung sejak tanggal pengajuan permohonan Lisensi- wajib. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk jangka waktu penundaan paling larna 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan penundaan oleh Menteri. Keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif; b. alasan pemberian Lisensi-wajib; c. bukti, termasuk keterangan atau penjelasan sebagai dasar pemberian Lisensi-wajib; d. jangka waktu Lisensi-wajib; e. besar Imbalan yang harus dibayarkan penerima Lisensi-wajib kepada Pemegang paten dan cara pembayarannya; f. syarat berakhirnya Lisensi-wajib dan hal yang dapat membatalkannya; g. lingkup Lisensi-wajib untuk seluruh atau sebagian dari Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib; dan h. hal-hal lain yang diperlukan untuk menjaga kepentingan para pihak yang bersangkutan secara adil. (s) (41 (5) Ketentuan
  • 43. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -43_ (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai format keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 89 Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (l) dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Pasal 90 Menteri dapat menunda atau menolak pemberian Lisensi-wajib jika berdasarkan rekomendasi tim ahli dan keterangan Pemegang Paten, Paten dimaksud memerlukan waktu lebih lama dari 36 (tiga puluh enam) bulan untuk pelaksanaannya secara komersial di Indonesia. Keterangan Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan bukti bahwa jangka waktu selama 36 (tiga puluh enam) bulan belum cukup untuk melaksanakan Patennya secara komersial di Indonesia. Pasal 9 I Penundaan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) diberikan untuk jalg]<a waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan penundaan pemberian Lisensi-wajib oleh Me nteri. Menteri menetapkan keputusan mengabulkan atau menolak permohonan Lisensi-wajib dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggat berakhirnya jangka waktu penundaan. Pasal 92 Penerima Lisensi-wajib harus membayar Imbalan kepada Pemegang Paten. Ketentuan mengenai besaran Imbalan dan cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (1) (21 (1) (2) (1) (2) Pasal 93
  • 44. (1) (2t (3) PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -44- Pasal 93 Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib untuk memproduksi produk farmasi yang diberi paten di Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia. Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib atas impor pengadaan produk farmasi yang diberi paten di Indonesia tetapi belum dapat diproduksi di Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia. Menteri dapat memberikan Lisensi-wajib untuk mengekspor produk farmasi yang diberi paten dan diproduksi di Indonesia guna pengobatan penyakit pada manusia berdasarkan permintaan dari negzra berkembang atau negara belum berkembang. Paragraf 4 Pencatatan Lisensi-wajib Pasal 94 Menteri wajib mencatat pemberian Lisensi-wajib dalam daftar umum Paten dan mengumumkannya melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik. Pencatatan dan pengumuman pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan pemberian Lisensi-wajib oleh Menteri. Pasal 95 Menteri menyampaikan salinan keputusan pemberian Lisensi-wajib kepada: a. pemohon Lisensi-wajib atau Kuasanya; dan b. Pemegang Paten atau Kuasanya. Penyampaian salinan keputusan pemberian Lisensi- wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1). (1) (2) (l) (2) Pasal 96
  • 45. ffi (1) (2t PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -45- Pasal 96 Setiap Orang dapat mengajukan permohonan petikan keputusan pemberian Lisensi-wajib. Permohonan petikan keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diajukln secara tertulis, baik secara elektronik maupun non_ elektronik kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dengan dikenai biaya. Paragraf 5 Pelaksanaan Lisensi-wajib pasal 97 Lisensi-wajib diberikan kepada penerima Lisensi-wajib untuk jangka waktu yang tidak melebihi jangka waktu pelindungan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 98 Pelaksanaan Lisensi-wajib oleh penerima Lisensi-wajib dianggap sebagai pelaksanaan paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 99 Pemberian Lisensi-wajib tidak membebaskan kewajiban Pemegang Paten untuk melakukan pembayaran Liay" tahunan sesuai dengan ketentuan peraturarr perundang_ undangan. Pasal 100 pala.m- hal Lisensi-wajib terkait dengan teknologi semi konduktor, penerima Lisensi-wajib hanya dapat menggunakan Lisensi-wajib dimaksud untuk: a. kepentingan umum yang tidak bersifat komersial; atau b. melaksanakan
  • 46. PRESIDEN REPUELII( INDONESIA -46- b. melaksanakan tindakan yang ditentukan berdasarkan putusan pengadilan atau keputusan lembaga terkait yang menyatakan bahwa pelaksanaan paten dimaksud mempakan tindakan monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Pasal 101 Dalam rangka melaksanakan Lisensi-wajib, penerima Lisensi-wajib dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Paragraf 6 Pengalihan Lisensi-wajib Pasal 102 Lisensi-wajib tidak dapat dialihkan, kecuali karena pewarisan. Dalam ha1 Lisensi-wajib dia.tihkan karena pewarisan, Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib tetap berlaku kepada ahli warisnya. Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar umum paten dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik, Lisensi-wajib yang beralih karena pewarisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap teiikat oleh syarat pemberiannya dan ketentuan lain terutama mengenai jangka waktu yang diatur dalam keputusan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (4). Jika ahli waris tidak melaporkan pengalihan Lisensi- wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri, Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib tidak berlaku (1) (2t (3) (4) (s) Paragraf 7
  • 47. (1) (2) (s) (4) PRESIDEN REtrUBLII( INDONESIA -47- Paragraf 7 Berakhirnya Lisensi-wajib pasal 103 Lisensi-wajib berakhir karena selesainya jangka waktu yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Lisensi_ wajib oleh Menteri atau karena putusan pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib. Selain karena selesainya jangka waktu Lisensi-wajib dan putusan Pengadilan Niaga yang membatalkan pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lisensi-wajib juga berakhir karena pembataian berdasarkan Keputusan Menteri atas pLrmohonan Pemegang Paten jika: a. alasan yang dijadikan dasar bagi pemberian Lisensi- wajib tidak ada lagi; b. penerima Lisensi-wajib tidak melaksanakan Lisensi- wajib atau tidak melakukan usaha persiapan yang sepantasnya untuk segera melaksanakan Lisensi_ wajib; atau c. penerima Lisensi-wajib tidak menaati syarat dan ketentuan lainnya. Permohonan pembatalan keputusan pemberian Lisensi_ wajib dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan setelah penerimi Lisensi_ wajib tidak melaksanakan paten berdasarkan Lisensi_ wajib dalam jangka wakt:u 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pemberian Lisensi_ wajib. Syarat dan ketentuan lainnya yang harus ditaati oleh penerima Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berupa: a. pembayaran Imbalan; atau b. ketaatan atas lingkup Lisensi, yang ditetapkan dalam keputusan pemberian Lisensi_ wajib. Pasal 1O4
  • 48. (1) (21 FRL-:iiL)lll.l l? F-F'LlL'l l. I1., Illt-r (,I .lE li Il _48_ Pasal 104 Menteri wajib memberitahukan keputusan pembatalan Lisensiwajib sebagaimana dimaksud dalam' pasal 103 ayat (21 kepada: a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan b. penerima Lisensi-wajib atau Kuasanya. Pemberitahuan Keputusan Menteri mengenai pembatalan Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling fma ]+ (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri meng-nai pembataLan Lisensi-wajib. Pasal 105 Menteri wajib mencatat berakhirnya Lisensi_wajib sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 ayat (1) dan ayat (2) dalam daftar umum paten dan mengumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik. Pencatatan berakhirnya Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal berakhirnya Lisensi-wajib. Pasal 106 Berakhirnya Lisensi-wajib berakibat pulihnya hak pemegang Paten atas Paten terhitung sejak tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 ayailt). Pasal 107 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Lisensi-wajib diatur dengan peraturan Menteri. (1) (2) Bagian Keempat
  • 49. (1) (2) ffi PF]tr!JIIJEN tlEFU BLII' I I.IDONES I,1 _49_ Bagian Keempat Paten Sebagai Objek Jaminan Fidusia Pasal 108 Hak atas Paten dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara hak atas paten sebagai objek jaminan fidusia diatur dengan peraturan Pemerintah. BAB VIII PELAKSANAAN PATEN OLEH PEMERINTAH Pasal 109 (1) Pemerintah dapat melaksanakan sendiri paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan: a. berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara; atau b. kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat. Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan secara terbatas, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan bersifat non-komersial. Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan Presiden. Pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud,pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang setelah mendengar pertimbangan dari Menteri dan menteri terkait atiu pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang terkait. (21 (3) (4t Pasal ll0 Pelaksanaan paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a meliputi: a. senjata api; b. amunisi; c. bahan
  • 50. *ntt*^u F!6.*@ qft c. d. e. f. h. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -50- bahan peledak militer; intersepsi; penyadapan; pengintaian; perangkat penyandian dan perangkat dan/atau proses dan/atau peralatan pertahanan negara lainnya. analisis sandi; dan keamanan Pasal 111 Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O9 ayat (1) huruf b meliputi: a. produk farmasi dan/atau bioteknologi yang harganya mahal dan/atau diperlukan untuk menanggulangi penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya kematian mendadak dalam jumlah yang banyak, menimbulkan kecacatan yang signifikan, dan merupakan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD); b. produk kimia dan/ atau bioteknologi yang berkaitan dengan pertanian yang diperlukan untuk ketahanan pangan; c. obat hewan yang diperlukan untuk menanggulangi hama dan/atau penyakit hewan yang berjangkit secaia luas; dan/ atau d. proses dan/atau produk untuk menanggulangi bencana alam dan/atau bencana lingkungan hidup. Pasal 112 (1) Dalam hal pelaksanaan Paten oleh pemerintah berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a din pasal 110, Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan hak eksklusifnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19. (2) Dalam
  • 51. (1) (2) (3) (41 PRESIDEN REPU BLII< INDONESIA -51 - (2) Dalam hal pelaksanaan Paten oleh pemerintah untuk kebutuhan sangat mendesak bagi kepentingan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 ayat (1) huruf b dan Pasal 111, tidak mengurangi hak Pemegang Paten untuk melaksanakan hak eksklusifnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19. Pasal 113 Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah. Dalam hal Pemerintah tidak atau belum bermaksud untuk melaksanakan sendiri Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan paten hanya dapat dilakukan oleh Pemegang Paten dengan persetujuan Pemerintah. Pemegang Paten yang Patennya dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari kewajiban untuk membayar biaya tahunan. Pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan sampai dengan Paten dapat dilaksanakan. Pasal 114 Dalam hal Pemerintah bermaksud melaksanakan paten yang penting bagi pertahanan dan keamanan negara atau bagi kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dan Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 113 ayat (1) Pemerintah memberitahukan secara tertulis mengenai hal dimaksud kepada Pemegang paten. Salinan Peraturan Presiden mengenai persetujuan pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (3) dikirim oleh Menteri kepada Pemegang Paten. (1) (21 (3) Pelaksanaan
  • 52. (3) (4) (1) (21 (1) (21 Pasal 115 Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dan pasal 113 ayat (l) dilakukan dengan memberikan Imbalan yang wajar kepada Pemegang Paten. Pemerintah memberikan Imbalan yang wajar kepada Pemegang Paten sebagai kompensasi atas pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1). Pasal 116 Dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri Paten sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 ayat (1), Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan: a. memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan paten; b. tidak mengalihkan pelaksanaan paten dimaksud kepada pihak lain; dan c. memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemberian Imbalan atas nama pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (l). PRESIDEN REtrU BLIK INDONESIA -52- Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah dicatat dalam daftar umum paten dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik. Keputusan Pemerintah bahwa suatu paten dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) bersifat final dan mengikat. Pasal 117
  • 53. (1) (2) (3) (4) (r) (2t PRESIDEN REPUBLIK IN DON ES IA -53- Pasal 117 Dalam hal Pemegang Paten tidak menyetujui besaran Imbalan yang diberikan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 15, pemegang paten dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diajukan d-alam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) Hari terhitung sejak tanggal pengiriman salinan Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud dalam pasal 109 ayat (3). D1l.* hal Pemegang Paten tidak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang Fat.., dianggap menerima besarnya Imbalan yr.rrg t.lah ditetapkan. Proses pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghentikan pelaksanaan paten oleh Pemerintah. Pasal 118 Pemegang Paten dibebaskan dari kewajiban pembayaran biaya tahunan atas Paten yang dilaksanakan oleh Pemerintah dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a. Pemegang Paten wajib membayar biaya tahunan atas Paten yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam pasal i09 ayat (1) huruf b. pasal 119 Biaya pelaksanaan Paten oleh pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 120 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur dengan peraturan presiden. BAB IX
  • 54. FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -54- BAB IX PATEN SEDERHANA Pasal 121 Semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandi"s untuk Paten sederhana, kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, dan ditentukan lain dalam Bab ini. Pasal 122 (1) Paten sederhana diberikan hanya untuk satu Invensi. (2) Permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan Permohonan Paten sederhana atau paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan Paten sederhana dengan dikenai biaya. (3) Apabila permohonan pemeriksaan substantif atas paten sederhana tidak dilakukan dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau biaya pemeriksaan substantif atas Paten sederhana tidak dibayar, Permohonan Paten sederhana dianggap ditarik kembali. (1) (21 (3) Pasal 123 Pengumuman Permohonan Paten sederhana dilakukan paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan paten sederhana. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal diumumkannya Permohonan Paten sederhana. Pemeriksaan substantif atas Permohonan paten sederhana dilakukan setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir. Pasal L24
  • 55. (1) (21 (s) PRES iDEN REPUBLIK INDONESIA -55- Pasal 124 Menteri wajib memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan paten sederhana paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan Permohonan Paten sederhana. Paten sederhana yang diberikan oleh Menteri dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/atau media non-elektronik. Menteri memberikan sertifikat paten sederhana kepada Pemegang Paten sederhana sebagai bukti hak. BAB X DOKUMENTASI DAN PELAYANAN INFORMASI PATEN Pasal 125 (1) Menteri menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan informasi Paten. (2) Dalam menyelenggarakan dokumentasi dan pelayanan informasi Paten sebagaimana dimaksud pada "y"t 1t;, Menteri membentuk sistem dokumentasi dan jaringan informasi Paten yang bersifat nasional. BAB XI BIAYA Pasal 126 P,embayaran biaya tahunan untuk pertama kali wajib dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal sertifikat Paten diterbitkan. Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Paten dan paten sederhana, meliputi biaya tahunan dibayarkan untuk tahun pertama sijak Tanggal Penerimaan sampai dengan tahun diberi paten ditambah biaya tahunan satu tahun berikutnya. Pembayaran biaya tahunan selanjutnya dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal yang sama dengan Tanggal penerimaan pada periode masa pelindungan tahun berikutnya. (1) (2) (3) (4) Pengecualian
  • 56. PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -56- (4) Pengecualian pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Pemerintah. Pasal 127 Pembayaran biaya tahunan dapat dilakukan oleh Pemegang Paten atau Kuasanya. Dalam hal Pemegang Paten tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pembayaran biaya tahunan harus dilakukan melalui Kuasanya di Indonesia. Kuasa memberitahukan besar biaya tahunan kepada Pemegang Paten dan melakukan pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas nama Pemegang Paten. Pasal 128 Dalam hal biaya tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 belum dibayar sampai dengan jangka waktu yang ditentukan, Paten dinyatakan dihapus. Penundaan pembayaran biaya tahunan dapat diajukan oleh Pemegang Paten dengan mengajukan surat permohonan untuk menggunakan mekanisme masa tenggang waktu kepada Menteri. Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diajukan paling Iama 7 (tujuh) Hari sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran biaya tahunan. Pemegang Paten yang mengajukan surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 melakukan pembayaran biaya tahunan pada masa tenggang waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal berakhirnya batas waktu pembayaran biaya tahunan Paten. Pembayaran biaya tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenai biaya tambahan sebesar loOyo (seratus persen) dihitung dari total pembayaran biaya tahunan. (1) (2t (3) (1) (2) (3) (4) (s) (6) Selama
  • 57. (6) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -57 - Selama Pemegang Paten belum melakukan biaya tahunan dalam masa tenggang waktu dimaksud pada ayat (4): a. Pemegang Paten tidak dapat melarang pihak ketiga untuk melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan melisensikan serta mengalihkan Paten kepada pihak ketiga; b. pihak ketiga tidak dapat melaksanakan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19; dan c. Pemegang Paten tidak dapat melakukan gugatan perdata atau tuntutan pidana. Pasal 129 Seluruh biaya yang diterima berdasarkan Undang_ Undang ini, merupakan penerimaan negara bukan pajak. Menteri dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dapat menggunakan penerimaan yang berasal dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (i) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Pemerintah. BAB XII PENGHAPUSAN PATEN pasal 130 Paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena: a. permohonan penghapusan dari pemegang paten dikabulkan oleh Menteri; b. putusan pengadilan yang menghapuskan paten dimaksud telah mempunyai kekuatan hulum tetap; c. Putusan penghapusan paten yang dikeluarkan oleh Komisi Banding paten; atau d. Pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan. pembayaran sebagaimana (1) (2) (3) Pasal 131
  • 58. FRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -58- (2t (3) (41 (s) (6) Pasal 131 (1) Penghapusan Paten dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 huruf a diiakukan berdasarkan permohonan secara tertulis yang diajukan oleh Pemegang Paten terhadap seluruh atau sebagian klaim kepada Menteri. Dalam hal permohonan penghapusan sebagian klaim sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagian klaim disesuaikan dengan tidak memperluas ruang lingkup klaim dimaksud. Penghapusan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan jika penerima Lisensi tidak memberikan persetujuan secara tertulis yang dilampirkan pada permohonan penghapusan paten. Keputusan mengenai penghapusan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh Menteri kepada: a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan b. penerima Lisensi atau Kuasanya. Keputusan mengenai penghapusan paten sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dicatat dan diumumkan melalui media elektronik dan/ atau media non-elektronik oleh Menteri. Penghapusan Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berlaku sejak tanggal ditetapkannya keputusan Menteri mengenai penghapusan Paten. Pasal 132 (1) Penghapusan Paten berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 130 huruf b dilakukan jika: a. Paten menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, atau pasal 9 seharusnya tidak diberikan; b. Paten yang berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26; c. Paten
  • 59. (2t (3) PRESIDEN REPUBLIK IN DON ES IA -59- c. Paten dimaksud sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain untuk Invensi y".rg sama; d. Pemberian Lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya pelaksanaan paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan masyarakat dalam waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian Lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian Lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa Lisensi-wajib; atau e. Pemegang Paten melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. Gugatan penghapusan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diajukan oleh pihak ketiga kepada Pemegang paten melalui Pengadilan Niaga. Gugatan penghapusan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diajukan oleh Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan Patennya dihapuskan. (4) Gugatan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf d dan huruf e diajukan oleh jaksa atau pihak lain yang mewakili kepentingan nasional terhadap Pemegang Paten atau penerima Lisensi-wajib kepada Pengadilan Niaga. Pasal 133 Jika gugatan penghapusan paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, penghapusan dilakukan hanya terhadap satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim yang penghapusannya digugat. Pasal 134
  • 60. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA _60_ (1) Pasal 134 Paten dapat dihapuskan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 130 huruf d, jika pemegang Paten tidak memenuhi kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 atau Pasal 128 ayat (l). Menteri wajib memberitahukan kepada pemegang paten dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) Hari sebelum paten dimaksud dinyatakan hapus berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Tidak diterimanya surat pemberitahuan oleh pemegang Paten sebagaimana dimaksud pada ayat (21, tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (i ). Pasal 135 (1) Dalam hal Paten dinyatakan dihapus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130, Menteri memberitahukan secara tertulis, dalam bentuk elektronik atau non- elektronik mengenai penghapusan dimaksud kepada: a. Pemegang Paten atau Kuasanya; dan b. penerima Lisensi atau Kuasanya. (2) Paten yang dinyatakan dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan diumumkan. Pasal 136 Pemegang Paten atau penerima Lisensi yang dinyatakan hapus, tidak dikenai kewajiban membayar biaya tahunan. Pasal 137 Penghapusan Paten menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Paten dan hal lain yang berasal dari Paten dimaksud. (2t (3) Pasal 138
  • 61. (1) (2) PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -61 - Pasal 138 Kecuali ditentukan lain dalam putusan pengadilan Niaga, Paten hapus untuk seluruh atau sebagian sejak tanggal putusan penghapusan dimaksud telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dalam hal permohonan penghapusan sebagian klaim atau Pengadilan Niaga menghapuskan sebagian klaim atas Paten, klaim disesuaikan dengan tidak memperluas ruang lingkup klaim dimaksud. Pasal 139 Penerima Lisensi dari Paten yang dihapuskan karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf c tetap berhak melaksanakan Lisensi yang dimilikinya sampai dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian Lisensi. Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melakukan pembayaran Royalti yang seharusnya masih wajib dilakukan kepada Pemegang paten yang Patennya dihapus. Dalam hal Pemegang Paten sudah menerima sekaligus Royalti dari penerima Lisensi, Pemegang paten wajib mengembalikan jumlah Royalti yang sesuai dengan sisa jangka waktu penggunaan Lisensi kepada pemegang Paten yang berhak. Pasal 140 Lisensi dari Paten yang dinyatakan dihapus dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1) huruf c yang diperoleh dengan iktikad baik, sebelum diajukan gugatan penghapusan atas paten yang bersangkutan, tetap berlaku terhadap paten lain. Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) tetap berlaku dengan ketentuan bahwa penerima Lisensi dimaksud untuk selanjutnya tetap wajib membayar Royalti kepada Pemegang Paten yang tidak dihapuskan, yang besarnya sama dengan jumlah yang dijanjikan sebelumnya kepada Pemegang Paten yang patennya dihapuskan. (r) (2t (3) (1) (2) Pasal 141
  • 62. $).) -ilgyrq@ Pasal 141 Paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali, kecuali berdasarkan putusan Pengadilan Niaga. PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA -62- BAB XIII PEMELESAIAN SENGKETA Bagian Kesatu Umum Pasal 142 Pihak yang berhak memperoleh paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, pasal 12, dan Fasal 13 dapat menggugat ke Pengadilan Niaga jika suatu paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak memperoleh Paten. mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan Niaga terhadap setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). (2) Gugatan ganti rugi yang diajukan terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diterima jika produk atau proses itu terbukti dibuat dengan menggunakan Invensi yang telah diberi paten. Bagian Kedua Tata Cara Gugatan Pasal 144 Gugatan didaftarkan kepada pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, Dalam hal salah satu pihak bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan didaftarkan kepada Pengadilan Niaga Jakarta pusat. Pasal 143 (1) Pemegang Paten atau penerima Lisensi berhak (1) (2) (3) Ketua
  • 63. ,o{r(?. {i' g^*) -r!qy4€ FRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -63- (3) Ketua Pengadilan Niaga menetapkan hari sidang dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal gugatan didaftarkan. (4) Sidang pemeriksaan atas gugatan dimulai dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal gugatan didaftarkan. (5) Juru sita melakukan pemanggilan para pihak paling lama 14 (empat belas) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan. Pasal 145 (1) Dalam pemeriksaan gugatan terhadap proses yang diberi Paten, kewajiban pembuktian dibebankan kepada pihak tergugat jika: a. produk yang dihasilkan melalui proses yang diberi Paten dimaksud merupakan produk baru; atau b. produk diduga merupakan hasil dari proses yang diberi Paten, meskipun telah dilakukan upaya pembuktian yang cukup, Pemegang Paten tetap tidak dapat menentukan proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dimaksud. (2) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengadilan Niaga berwenang: a. memerintahkan kepada Pemegang paten untuk terlebih dahulu menyampaikan salinan sertilikat Paten bagi proses yang bersangkutan dan bukti awal yang menjadi dasar gugatannya; dan b. memerintahkan kepada pihak tergugat untuk membuktikan bahwa produk yang dihasilkannya tidak menggunakan proses yang diberi paten. (3) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (i) dan ayat (2), hakim wajib menjaga kepentingan tergugat untuk memperoleh pelindungan terhadap proses yang telah diuraikan di persidangan. (4) Dalam
  • 64. (1) (2) (3) (41 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -64- (4) Dalam melakukan pemeriksaan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, hakim atas permintaan para pihak dapat menetapkan agar persidangan dinyatakan tertutup untuk umum. Pasal 146 Putusan atas gugatan harus diucapkan paling lambat 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal gugatan didaftarkan. Putusan atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pengadilan Niaga wajib menyampaikan salinan putusan kepada para pihak yang tidak hadir paling lambat 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan dalam sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum. Pengadilan Niaga wajib menyampaikan salinan putusannya tentang penghapusan paten yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual paling iama 14 (empat belas) hari sejak putusan diucapkan. Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah menerima salinan putusan dari pengadilan Niaga. Dalam hal salinan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disampaikan oleh Ketua Pengadilan Niaga, Menteri tidak wajib mencatat dan mengumumkan amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Pasal 148 Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 746 ayat (1) hanya dapat diajukan kasasi. (s) (6) Pasal 147 Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bab XIII Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Pasal 132 dan Pasal 133. Bagian Ketiga
  • 65. (1) (2) PRESIDEN REP U B LII( INDONESIA -65- Bagian Ketiga Kasasi Pasal 149 Permohonan kasasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 didaftarkan kepada Pengadilan Niaga yang telah memutus gugatan dimaksud paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diucapkan atau diterimanya putusan yang dimohonkan kasasi. Pengadilan Niaga memberikan tanda terima yang ditandatangani oleh panitera pada tanggai yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran. Pasal 150 Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi kepada panitera dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1). Panitera wajib memberitahukan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lama 2 (dua) hari sejak memori kasasi diterima. Termohon kasasi dapat mengajukan kontra memori kasasi kepada panitera paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Panitera wajib menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling larna 7 (tujuh) hari sejak kontra memori kasasi diterima. Pasai 151 Panitera wajib mengirimkan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung paling lama 7 (tuluh) hari setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (3). Mahkamah Agung menetapkan hari sidang paling lama 7 (tu.1uh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi diterima. (1) (21 (3) (4t (1) (2t (3) Sidang
  • 66. (1) (21 (3) (4) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -66- (3) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi diterima. Pasal 152 Putusan kasasi diucapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Futusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera Pengadilan Niaga paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan kasasi diucapkan. Pengadilan Niaga melalui juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah salinan putusan kasasi diterima wajib menyampaikan kepada: a. pemohon; b. termohon; dan c. Menteri. Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah menerima salinan putusan dari Pengadilan Niaga. Bagian Keempat Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 153 Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal I43, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (s) (1) (2) Pasal 154
  • 67. PRESIDEN REPU BLIK INDONESIA -67- Pasal 154 Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi. BAB XIV PENRTAPAN SEMENTARA PENGADILAN Pasal 155 Atas permintaan pihak yang dirugikan karena pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara untuk: a. mencegah masuknya barang yang diduga melanggar Paten dan/atau hak yang berkaitan dengan paten; b. mengamankan dan mencegah penghilangan barang bukti oleh pelanggar; dan/ atau c. menghentikan pelanggaran guna mencegah kerugian yang lebih besar. Pasal 156 Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat terjadinya pelanggaran Paten dengan persyaratan sebagai berikut: a. melampirkan bukti kepemilikan paten; b. melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat terjadinya pelanggaran paten; c. melampirkan keterangan yang jelas mengenai barang dan/atau dokumen yang diminta, dicari, dikumpulkan, dan diamankan untuk keperluan pembuktian; dan d. menyerahkan jaminan berupa uang tunai dan/atau jaminan bank setara dengan nilai barang yang akal dikenai penetapan sementara. Pasal 157
  • 68. (2t (3) (4) ITRISIDEN REPLTRLtt( ll! t-] O N t: !; t.,r. -66- (3) Sidang pemeriksaan atas berkas perkara kasasi dimulai dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi diterima. Pasal 152 (1) Putusan kasasi diucapkan paling lama 1g0 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal berkas perkara kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Putusan kasasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Panitera Mahkamah Agung wajib menyampaikan salinan putusan kasasi kepada panitera pengadilan Niaga paling larrra 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan lasasi diucapkan. Pengadilan Niaga melalui juru sita paling lama 7 (tujuh) hari setelah salinan putusan kasasi diterima wajib menyampaikan kepada: a. pemohon; b. termohon; dan c. Menteri. Menteri mencatat dan mengumumkan amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap setelah menerima salinan putusan dari pengadilan Niaga. Bagian Keempat Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 153 Selain penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (s) (l) (2) Pasal 154
  • 69. PRESIDEN REPUBLIK IN DO N ESIA -68- Pasal 157 (1) Jika permohonan penetapan sementara telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156, panitera Pengadilan Niaga mencatat permohonan penetapan sementara dan wajib menyerahkan permohonan dimaksud dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam kepada Ketua Pengadilan Niaga. (2) Dalam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan penetapan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ketua Pengadilan Niaga menunjuk hakim untuk memeriksa permohonan penetapan sementara. Daiam waktu paling lama 2 (dua) hari terhitung sejak tanggal penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hakim harus memutuskan untuk mengabulkan atau menolak permohonan penetapan sementara. Dalam hal permohonan penetapan sementara dikabulkan, hakim menerbitkan surat penetapan sementara. Surat penetapan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan penetapan sementara dalam waktu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam. Dalam hal permohonan penetapan sementara ditolak, hakim memberitahukan penolakan dimaksud kepada pemohon penetapan sementara dengan disertai alasan. Pasal 158 (1) Dalam ha1 Pengadilan Niaga menerbitkan surat penetapan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (41, Pengadilan Niaga memanggil pihak yang dikenai penetapan sementara dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan sementara untuk dimintai keterangan. (3) (4 (s) (6) (2) Pihak
  • 70. (21 PRESIDEN REPU BLII( INDONESIA -69- Pihak yang dikenai penetapan sementara dapat menyampaikan keterangan dan bukti mengenai paten dalam waktu paling lama 7 (tu.1uh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya surat penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga harus memutuskan untuk menguatkan atau membatalkan penetapan sementara. Dalam hal penetapan sementara pengadilan dikuatkan, maka: a. uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan; b. pemohon penetapan dapat mengajukan gugatan ganti rugi atas pelanggaran Paten; dan/atau c. pemohon penetapan dapat melaporkan pelanggaran Paten kepada pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat penyidik pegawai (3) (4t (s) negeri sipil. Dalam hal penetapan uang jaminan yang diserahkan kepada sementara sebagai sementara dimaksud. sementara pengadilan dibatalkan, telah dibayarkan harus segera pihak yang dikenai penetapan ganti rugi akibat penetapan (1) BAB XV PENYIDIKAN Pasal 159 Selain pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, pejabat penyidik pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana Paten. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berwenang melakukan: a. pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang paten; (2t b. Pemeriksaan q,#