SlideShare a Scribd company logo
1 of 3
Ilmu tentang Kegagalan – Sebuah Pengantar
1 September 2009 901 views penulis: Fuziansyah Bachtar Print This Post
Seorang pembaca mengomentari tulisan penulis tentang sebab jatuhnya sang
goliat otomotif GM, bahwa produksi yang kurang efisien dibandingkan produk Jepang seperti Toyota adalah
alasannya. Memang apa yang dikomentari pembaca tersebut tidak salah, namun lebih tepat lagi kalau
disebutkan bahwa penyebab jatuhnya adalah banyak faktor, seperti produksi yang kurang efisien, tingginya gaji
buruh GM, gaya hidup mewah para top manajer (gaji dan bonus besar, tetap memakai pesawat jet meskipun di
masa krisis ekonomi), beban biaya lain-lain yang tinggi (dalam hal ini biaya kesehatan dan pensiun), lemahnya
inovasi produk baru, dan, yang menjadi fokus tulisan penulis kemarin, yaitu ketidakmampuan membaca
perkembangan zaman yang makin menuntut produk yang hemat BBM sekaligus juga ramah lingkungan.
Adalah menarik juga menganalisa peristiwa tersebut dengan kacamata Ilmu tentang Kegagalan (Study of
Failure), atau dalam istilah Jepangnya ’shippaigaku’ (shippai=gagal, kegagalan, gaku=ilmu). Penulis lebih
senang memakai istilah Jepang ini, karena ilmu ini memang dipopulerkan oleh orang Jepang.
Hukum Heinrich (Heinrich’s Law)
Studi tentang sebab-sebab kegagalan atau kecelakaan sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Yang terkenal
adalah sebuah laporan yang ditulis oleh Herbert William Heinrich pada tahun 1929. Bekerja di perusahaan
asuransi Amerika Serikat, dia meneliti data statistik jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dari sekitar 550 ribu
data. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa di balik 1 kecelakaan fatal ada 29 kecelakaan kecil, dan di baliknya lagi
ada 300 kecelakaan nyaris (peristiwa nyaris celaka). Inilah yang disebut dengan Hukum Heinrich [1]. Inti dari
hukum ini adalah suatu kecelakaan besar yang fatal pada dasarnya merupakan kumpulan dari beberapa
kecelakaan kecil, atau lebih tepat dikatakan kecerobohan kecil. Maka, seandainya kecerobohan kecil ini bisa
ditanggulangi sejak awal, kecelakaan besar tersebut bisa tercegah.
Hukum Heinrich
‘Shippaigaku’
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Takashi Tachibana, seorang kolumnis Jepang mengomentari studi
yang dilakukan oleh Yotaro Hatamura, seorang profesor teknik mesin di The University of Tokyo. Hatamura
’sensei’ (artinya guru atau orang yang dianggap berilmu) sendiri mendalami bidang desain dan teknologi ‘nano
design’. Hatamura sensei mulai tertarik mendalami ’shippaigaku’ ketika menulis buku tentang desain mesin,
khususnya buku ketiganya yang membahas tentang kegagalan desain[2]. Setelah itu Hatamura sensei dan
beberapa murid-muridnya mengumpulkan beberapa fenomena kegagalan/kecelakaan yang terjadi di bidang
teknik, juga beberapa hal-hal penting yang bisa menjadi petunjuk untuk pembelajaran dan perbaikan di masa
depan, dan membuatnya menjadi sebuah buku yang khusus membahas tentang ’shippaigaku’[3].
Prof. Yotaro Hatamura
Misalnya tentang sebab kegagalan/kecelakaan, hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor: ketidak-tahuan,
ketidak-pedulian, kelalaian, kesalahan prosedur, kekurangan data, problem organisasi, dll. Beberapa contoh
kecelakaan besar dijadikan contoh kasus seperti kebocoran reaktor nuklir Chernobil tahun 1986 dan hancurnya
jembatan Takoma tahun 1940, dll. Kebocoran reaktor nuklir Chernobil yang membuat heboh itu, terjadi karena
banyak sebab: desain reaktor yang kurang baik, sistem pengamanan yang lemah, tidak sampainya informasi
kelemahan reaktor kepada operator di lapangan dll. Sementara hancurnya jembatan Takoma misalnya praktis
karena faktor ketidak-tahuan. Jembatan Takoma ini hancur karena fenomena osilasi teralan mandiri (self excited
oscillation) oleh angin, yang saat itu relatif belum dikenal.
Secara ide kelihatannya sederhana, namun hal ini adalah usaha pertama kali untuk merangkum berbagai
kecelakaan/kegagalan/kasus dan sebab-sebabnya secara sistematis yang dirangkum dalam sebuah buku.
Karena itu, tidak lama setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris[3], buku ini banyak mendapat penerimaan
yang positif dari kalangan internasional.
Pengalaman Kegagalan
Hatamura sensei tertarik menjadikan ’shippaigaku’ sebagai bahan pembelajaran ketika menemukan para
mahasiswa kuliahnya kurang berminat mendengarkan penjelasan tentang bagaimana cara desain yang baik,
tetapi sangat antusias ketika dijelaskan tentang contoh-contoh kegagalan dalam desain. Penulis sendiri sangat
beruntung pernah mendapatkan kuliah langsung dari Hatamura sensei ketika kuliah S1. Hatamura sensei pernah
menjelaskan satu pengalaman kegagalannya yang sangat berkesan. Suatu hari murid-muridnya heran mengapa
untuk menguji kekuatan material logam cukup dengan melakukan uji tarik (tensile test), mengapa tidak dengan
uji kompresi (compression test). Maka dicobalah untuk melakukan uji kompresi. Ternyata ketika dilakukan,
material logam tersebut hancur dan terbang dengan kecepatan sangat cepat yang lintasannya nyaris mengenai
dirinya dan murid-muridnya, yang tentunya sangat membahayakan nyawa. Setelah pengalaman kegagalan itu,
Hatamura sensei menjadi sangat perhatian dalam masalah keselamatan.
Perluasan Bidang Aplikasi
Setelah buku tentang ’shippaigaku’ ditulis, mulailah konsepnya diterima banyak kalangan, yang kemudian
berlanjut dengan didirikannya Asosiasi Ilmu tentang Kegagalan (ASF, Association for the Study of Failure)[4]
pada tahun 2002. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan database tentang kegagalan (Failure Knowledge
Database)[5]. Yang perlu diperhatikan, data-data kegagalan itu tidak semua perlu dimasukan ke dalam
database, cukup beberapa contoh yang dijadikan pelajaran, mengingat kadang-kadang ada kemiripan antara
satu dengan yang lainnya. Meskipun awalnya dikhususkan untuk teknik mesin, ’shippaigaku’ ini diperluas
wilayahnya ke bidang teknik lainnya seperti teknik kimia, nuklir dll, bahkan juga masuk ke bidang manajemen,
mengingat ada beberapa kecelakaan/kegagalan yang disebabkan kesalahan di pihak manajemen.
Aplikasi di Indonesia
Ilmu ini sangat penting diterapkan di Indonesia. Banyak kasus-kasus kecelakaan dan kegagalan seperti
kecelakaan pesawat udara, kecelakaan kereta api, kegagalan mengatasi banjir tahunan, dll. Dalam beberapa
kasus, mungkin masih bisa dimaklumi seandainya kecelakaan/kegagalan itu merupakan peristiwa yang pertama
kali alias penyebabnya murni faktor ‘ketidak-tahuan’, namun kalau mengamati perkembangan berita, kebanyakan
yang terjadi di Indonesia adalah karena faktor ‘kelalaian’ atau ‘ketidak-pedulian’. Banyak di antaranya adalah
kecelakaan yang seharusnya bisa dicegah seandainya punya kemauan. Di mana ada kemauan, di sana ada
jalan!
Referensi:
[1] Heinrich’s Law, http://en.wikipedia.com/Heinrich_Law
[2] Buku ini berjudul dalam Bahasa Jepang 「続々・実際の設計ー失敗から学ぶ 」
atau dalam Bahasa Inggrisnya “Learning from Design Failure”. terbitan Springer Verlag. Terjemahan Inggris buku
pertama dan kedua digabung dalam sebuah buku “The Practice of Machine Design”, terbitan Oxford University
Press.
[3] Buku ini berjudul 「失敗学のすすめ」 atau dalam Bahasa Inggrisnya “Learning from Failure”.
[4] Association for the Study of Failure (dalam Bahasa Jepang), http://www.shippai.org
[5] 失敗知識データベース, http://shippai.jst.go.jp/fkd/Search
versi Bahasa Inggrisnya bisa dilihat di Failure Knowledge Database, http://shippai.jst.go.jp/en/Search
Catatan:
Penulis mohon maaf seandainya terjemahan beberapa istilah asing ke dalam Bahasa Indonesia dirasa kurang
tepat. Penulis berusaha menyesuaikan dengan kamus dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia. Bisa dilihat di http://pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/index.php

More Related Content

Featured

2024 State of Marketing Report – by Hubspot
2024 State of Marketing Report – by Hubspot2024 State of Marketing Report – by Hubspot
2024 State of Marketing Report – by HubspotMarius Sescu
 
Everything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTEverything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTExpeed Software
 
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsProduct Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsPixeldarts
 
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthThinkNow
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfmarketingartwork
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024Neil Kimberley
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsKurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summarySpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentLily Ray
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best PracticesVit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementMindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...RachelPearson36
 

Featured (20)

2024 State of Marketing Report – by Hubspot
2024 State of Marketing Report – by Hubspot2024 State of Marketing Report – by Hubspot
2024 State of Marketing Report – by Hubspot
 
Everything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTEverything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPT
 
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsProduct Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
 
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
 
Skeleton Culture Code
Skeleton Culture CodeSkeleton Culture Code
Skeleton Culture Code
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 

Ilmu tentang kegagalan

  • 1. Ilmu tentang Kegagalan – Sebuah Pengantar 1 September 2009 901 views penulis: Fuziansyah Bachtar Print This Post Seorang pembaca mengomentari tulisan penulis tentang sebab jatuhnya sang goliat otomotif GM, bahwa produksi yang kurang efisien dibandingkan produk Jepang seperti Toyota adalah alasannya. Memang apa yang dikomentari pembaca tersebut tidak salah, namun lebih tepat lagi kalau disebutkan bahwa penyebab jatuhnya adalah banyak faktor, seperti produksi yang kurang efisien, tingginya gaji buruh GM, gaya hidup mewah para top manajer (gaji dan bonus besar, tetap memakai pesawat jet meskipun di masa krisis ekonomi), beban biaya lain-lain yang tinggi (dalam hal ini biaya kesehatan dan pensiun), lemahnya inovasi produk baru, dan, yang menjadi fokus tulisan penulis kemarin, yaitu ketidakmampuan membaca perkembangan zaman yang makin menuntut produk yang hemat BBM sekaligus juga ramah lingkungan. Adalah menarik juga menganalisa peristiwa tersebut dengan kacamata Ilmu tentang Kegagalan (Study of Failure), atau dalam istilah Jepangnya ’shippaigaku’ (shippai=gagal, kegagalan, gaku=ilmu). Penulis lebih senang memakai istilah Jepang ini, karena ilmu ini memang dipopulerkan oleh orang Jepang. Hukum Heinrich (Heinrich’s Law) Studi tentang sebab-sebab kegagalan atau kecelakaan sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Yang terkenal adalah sebuah laporan yang ditulis oleh Herbert William Heinrich pada tahun 1929. Bekerja di perusahaan asuransi Amerika Serikat, dia meneliti data statistik jumlah kecelakaan kerja yang terjadi dari sekitar 550 ribu data. Akhirnya dia menyimpulkan bahwa di balik 1 kecelakaan fatal ada 29 kecelakaan kecil, dan di baliknya lagi ada 300 kecelakaan nyaris (peristiwa nyaris celaka). Inilah yang disebut dengan Hukum Heinrich [1]. Inti dari hukum ini adalah suatu kecelakaan besar yang fatal pada dasarnya merupakan kumpulan dari beberapa kecelakaan kecil, atau lebih tepat dikatakan kecerobohan kecil. Maka, seandainya kecerobohan kecil ini bisa ditanggulangi sejak awal, kecelakaan besar tersebut bisa tercegah. Hukum Heinrich ‘Shippaigaku’ Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Takashi Tachibana, seorang kolumnis Jepang mengomentari studi yang dilakukan oleh Yotaro Hatamura, seorang profesor teknik mesin di The University of Tokyo. Hatamura
  • 2. ’sensei’ (artinya guru atau orang yang dianggap berilmu) sendiri mendalami bidang desain dan teknologi ‘nano design’. Hatamura sensei mulai tertarik mendalami ’shippaigaku’ ketika menulis buku tentang desain mesin, khususnya buku ketiganya yang membahas tentang kegagalan desain[2]. Setelah itu Hatamura sensei dan beberapa murid-muridnya mengumpulkan beberapa fenomena kegagalan/kecelakaan yang terjadi di bidang teknik, juga beberapa hal-hal penting yang bisa menjadi petunjuk untuk pembelajaran dan perbaikan di masa depan, dan membuatnya menjadi sebuah buku yang khusus membahas tentang ’shippaigaku’[3]. Prof. Yotaro Hatamura Misalnya tentang sebab kegagalan/kecelakaan, hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor: ketidak-tahuan, ketidak-pedulian, kelalaian, kesalahan prosedur, kekurangan data, problem organisasi, dll. Beberapa contoh kecelakaan besar dijadikan contoh kasus seperti kebocoran reaktor nuklir Chernobil tahun 1986 dan hancurnya jembatan Takoma tahun 1940, dll. Kebocoran reaktor nuklir Chernobil yang membuat heboh itu, terjadi karena banyak sebab: desain reaktor yang kurang baik, sistem pengamanan yang lemah, tidak sampainya informasi kelemahan reaktor kepada operator di lapangan dll. Sementara hancurnya jembatan Takoma misalnya praktis karena faktor ketidak-tahuan. Jembatan Takoma ini hancur karena fenomena osilasi teralan mandiri (self excited oscillation) oleh angin, yang saat itu relatif belum dikenal. Secara ide kelihatannya sederhana, namun hal ini adalah usaha pertama kali untuk merangkum berbagai kecelakaan/kegagalan/kasus dan sebab-sebabnya secara sistematis yang dirangkum dalam sebuah buku. Karena itu, tidak lama setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris[3], buku ini banyak mendapat penerimaan yang positif dari kalangan internasional. Pengalaman Kegagalan Hatamura sensei tertarik menjadikan ’shippaigaku’ sebagai bahan pembelajaran ketika menemukan para mahasiswa kuliahnya kurang berminat mendengarkan penjelasan tentang bagaimana cara desain yang baik, tetapi sangat antusias ketika dijelaskan tentang contoh-contoh kegagalan dalam desain. Penulis sendiri sangat beruntung pernah mendapatkan kuliah langsung dari Hatamura sensei ketika kuliah S1. Hatamura sensei pernah menjelaskan satu pengalaman kegagalannya yang sangat berkesan. Suatu hari murid-muridnya heran mengapa untuk menguji kekuatan material logam cukup dengan melakukan uji tarik (tensile test), mengapa tidak dengan uji kompresi (compression test). Maka dicobalah untuk melakukan uji kompresi. Ternyata ketika dilakukan, material logam tersebut hancur dan terbang dengan kecepatan sangat cepat yang lintasannya nyaris mengenai dirinya dan murid-muridnya, yang tentunya sangat membahayakan nyawa. Setelah pengalaman kegagalan itu, Hatamura sensei menjadi sangat perhatian dalam masalah keselamatan.
  • 3. Perluasan Bidang Aplikasi Setelah buku tentang ’shippaigaku’ ditulis, mulailah konsepnya diterima banyak kalangan, yang kemudian berlanjut dengan didirikannya Asosiasi Ilmu tentang Kegagalan (ASF, Association for the Study of Failure)[4] pada tahun 2002. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan database tentang kegagalan (Failure Knowledge Database)[5]. Yang perlu diperhatikan, data-data kegagalan itu tidak semua perlu dimasukan ke dalam database, cukup beberapa contoh yang dijadikan pelajaran, mengingat kadang-kadang ada kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun awalnya dikhususkan untuk teknik mesin, ’shippaigaku’ ini diperluas wilayahnya ke bidang teknik lainnya seperti teknik kimia, nuklir dll, bahkan juga masuk ke bidang manajemen, mengingat ada beberapa kecelakaan/kegagalan yang disebabkan kesalahan di pihak manajemen. Aplikasi di Indonesia Ilmu ini sangat penting diterapkan di Indonesia. Banyak kasus-kasus kecelakaan dan kegagalan seperti kecelakaan pesawat udara, kecelakaan kereta api, kegagalan mengatasi banjir tahunan, dll. Dalam beberapa kasus, mungkin masih bisa dimaklumi seandainya kecelakaan/kegagalan itu merupakan peristiwa yang pertama kali alias penyebabnya murni faktor ‘ketidak-tahuan’, namun kalau mengamati perkembangan berita, kebanyakan yang terjadi di Indonesia adalah karena faktor ‘kelalaian’ atau ‘ketidak-pedulian’. Banyak di antaranya adalah kecelakaan yang seharusnya bisa dicegah seandainya punya kemauan. Di mana ada kemauan, di sana ada jalan! Referensi: [1] Heinrich’s Law, http://en.wikipedia.com/Heinrich_Law [2] Buku ini berjudul dalam Bahasa Jepang 「続々・実際の設計ー失敗から学ぶ 」 atau dalam Bahasa Inggrisnya “Learning from Design Failure”. terbitan Springer Verlag. Terjemahan Inggris buku pertama dan kedua digabung dalam sebuah buku “The Practice of Machine Design”, terbitan Oxford University Press. [3] Buku ini berjudul 「失敗学のすすめ」 atau dalam Bahasa Inggrisnya “Learning from Failure”. [4] Association for the Study of Failure (dalam Bahasa Jepang), http://www.shippai.org [5] 失敗知識データベース, http://shippai.jst.go.jp/fkd/Search versi Bahasa Inggrisnya bisa dilihat di Failure Knowledge Database, http://shippai.jst.go.jp/en/Search Catatan: Penulis mohon maaf seandainya terjemahan beberapa istilah asing ke dalam Bahasa Indonesia dirasa kurang tepat. Penulis berusaha menyesuaikan dengan kamus dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Bisa dilihat di http://pusatbahasa.diknas.go.id/glosarium/index.php