1. Berdamai dengan Masa Lalu
Oleh Wiyanto Suud
Belenggu masa lalu sering kali menghalangi seseorang untuk maju. Belenggu itu
bisa berupa pengalaman buruk karena kelalaian dan kesalahan; bisa juga berupa
romantisme sejarah karena prestasi dan kejayaan di masa silam. Padahal, nilai
kehidupan seseorang ditentukan oleh apa yang telah ia kerjakan. Allah SWT berfirman,
“Dan kamu tidak dibatasi, kecuali dengan apa yang telah dikerjakan.” (QS. Yasin *36+: 54)
Imam Al-Ghazali pernah bertanya kepada murid-muridnya tentang sesuatu yang
paling jauh dari keberadaan mereka sekarang. Di antaranya, ada yang menjawab negara
Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Ia lalu menjelaskan bahwa semua jawaban
itu benar, tapi yang paling benar adalah masa lalu. Karena, masa lalu tidak akan pernah
kembali lagi.
Oleh sebab itu, setiap orang haruslah menyikapi masa lalunya secara arif. Kearifan
di sini bisa dianalogikan dengan seorang sopir. Ketika mengendarai mobil, si sopir
sesekali melihat kaca spion. Kaca spion digunakan untuk melihat dan mengantisipasi
kondisi di belakang kendaraan, agar perjalanan ke depan berjalan mulus. Meski rutin
melihat spion, fokus pandangan sopir tetap ke depan.
Demikianlah gambaran bagaimana seharusnya manusia menyikapi sejarah dan
masa depannya. Ia tidak menafikan sejarah masa lalunya, tetapi justru menjadikannya
acuan untuk membangun kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Allah SWT
berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman, takutlah kepada Allah, dan hendaklah
setiap jiwa melihat apa yang telah ia lakukan untuk masa depannya." (QS. Al-Hasyr [59]:
18).
Dimuat di “Hikmah” Republika, 6 Maret 2010.
2. Mengenai masalah ini, Imam Hasan Bashri berwasiat, “Tidaklah ada satu hari pun
di mana fajar merekah, kecuali si hari berseru, 'Wahai anak Adam, aku adalah makhluk
yang baru, dan menjadi saksi atas perbuatanmu. Maka ambillah bekal dariku, karena
aku tidak akan pernah kembali sampai hari kiamat kelak.’”
Oleh karena itu, kalau kita bisa berdamai dengan masa lalu, kita bisa terlepas dari
belenggu. Kita bisa melangkah maju tanpa beban, lebih dinamis, dan penuh dengan
sikap optimis. Ketika selesai dari satu pekerjaan, hendaknya setiap orang dari kita segera
beralih melakukan pekerjaan baru. Dan, mengerjakan segala sesuatu itu dengan
sungguh-sungguh. (QS. Al-Insyirah [94]: 7)