Teks tersebut mengingatkan pembaca untuk membersihkan cermin hati dari sikap meremehkan dan menghina orang lain. Seringkali kita tidak menyadari sikap buruk kita sendiri dan malah menilai orang lain sebagai lebih rendah. Padahal, keburukan mungkin ada pada diri kita sendiri. Kita perlu membersihkan hati dari kesombongan dan menanam nilai-nilai kebaikan seperti penghormatan kepada sesama.
1. Basuhlah Cermin Hati Kita!
Bismillaahir-Rahmaanir-Rahiim
Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri
terlebih dahulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada
peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih buruk), bahkan berpikir
seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini.
Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai
kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena
memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah
bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan
mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak
bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita
gunakan barang sebentarpun.
Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan, atau menganggap
remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua hal itu dengan sikap, cibiran bibir, gerakkan
badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati. Betapa sering kita melemparkan
uang kecil dari balik pagar tinggi rumah kepada para pengemis, atau bahkan lontaran kata “maaf” sambil
berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari.
Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap
dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi
tetap mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang-orang itu, tapi senyum itu tentu akan
sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya. Ketahuilah saudaraku,
manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa
dengan jelas membedakan mana keihklasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan.
Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama-lama dengan orang-orang yang pakaiannya
tidak sebagus yang kita kenakan, orang-orang yang menu makannya jauh berbeda secara harga apalagi
kandungan gizinya, dengan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan seperti kepunyaan kita, tidak
bekerja seperti kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan
sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih saat ini.
Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat
keberadaan malaikat Allah diantara kita dengan orang-orang itu yang begitu dekat dan melekat. (Nu’man
bin Muqrin) berkata: “Bahwasannya ada seorang laki-laki mencaci orang lain disisi Nabi Saw, kemudian
orang yang dicaci mengatakan: “Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu.” Lalu Nabi Saw
bersabda: “Ketahuilah bahwasannya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu; setiap kali
orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kepadanya: “Tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak
terhadap cacian itu; dan jika engkau mengatakan: “Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu”,
maka malaikat itu berkata: “Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang berhak terhadapnya.” ( HR. Ahmad)
Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak
mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam
hati ini. Tanamilah benih-benih kebajikan dan amal sholeh didasarnya, sehingga menumbuhkan bunga-
2. bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan
air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini. Wallahu a’lam bishshowaab