The role of mangrove blue carbon research to support national climate mitigat...
Kajian Kebijakan Kayu dan non-kayu dalam sistem produksi dan pemasaran yang terintegrasi di GUNUNGKIDUL
1. Kajian Kebijakan Kayu dan non-kayu dalam
sistem produksi dan pemasaran yang terintegrasi
di GUNUNGKIDUL
POKJA Hutan Rakyat Lestari
2. Fasilitasi yang dilakukan Kanoppi
1. Kajian kerangka kebijakan pengelolaan hutan rakyat di
Kabupaten Gunungkidul
a. Dampak ragam rejim kebijakan terhadap pengelolaan
hutan dan daya saing kayu rakyat Gunungkidul
b. Kompleksitas regulasi yang mengatur pengelolaan hutan
rakyat di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta
c. Pemetaan jalur pemasaran dan monitoring pelaksanaan
aturan-aturan pada jalur pemasaran kayu hutan rakyat
yang berasal dari Gunungkidul, Yogyakarta
2. Advokasi UU 23/2014 : Arahan Kebijakan Pengelolaan Hutan
di DIY
Tim Peneliti : Ahmad Maryudi, Ani Adiwinata Nawir, Widodo Dwi
Putro, Purnomo Sumardamto, Dian Pratiwi, Dwiko Budi Permadi,
Ris Hadi Purwanto, Achmad Syofi’i, Dewi Ayu Sekartaji
4. Tujuan kajian
• Analisis tingkat pengetahuan dan persepsi
petani dan stakeholder dalam rantai nilai
terhadap berbagai rejim kebijakan.
• Dampak berbagai rejim kebijakan terhadap
pengelolaan hutan rakyat (sistem pengelolaan
dan daya saing kayu rakyat)
• Membandingkan kebijakan yang terkait
dengan pengelolaan dan tata usaha kayu
rakyat (SKAU, SVLK dan Sertifikasi PHBML)
5. Lokasi penelitian
Level Adopsi
Regim Kebijakan
PHBML
SVLK SKAU
FSC LEI
Tersertifikasi
Katongan
(Nglipar)
Kedungkeris
(Nglipar)
Semoyo
(Patuk)
Katongan,
Kedungkeris,
Karangsari,
Semoyo,
Girimulyo
Dalam proses
sertifikasi
Karangsari
(Semin)
Girimulyo
(Panggang)
Belum
sertifikasi
Girisuko
(Panggang)
Nglanggeran
(Patuk)
6. Gambar 1 : Tingkat pengetahuan petani terhadap kebijakan
TEMUAN 1 :
1. Desa-desa yang sudah mendapat pendampingan sertifikasi mempunyai
tingkat pengetahuan yang baik.
2. Pengurusan dokumen diserahkan kepada pedagang kayu yang merupakan
satu kesatuan dengan sistem penjualan kayu rakyat.
3. Pengetahuan hanya dimiliki oleh Ketua KTH dan pihak yang sempat terlibat
dalam pengurusan dokumen sertifikasi.
7. Gambar 2 : Tingkat keterlibatan dalam proses sertifikasi
8. Gambar 3 : Tingkat informasi kebijakan yang diterima oleh petani
9. TEMUAN 2 : DAYA SAING KAYU RAKYAT
Dari Desa yang sudah tersertifikasi
Produk kayu rakyat tidak mengalami perluasan pasar yang
signifikan
Tidak adanya perbedaan harga jual kayu sertifikasi dengan kayu
biasa, sehingga tidak memberikan nilai tambah produk kayu rakyat.
Sistem pengelolaan sudah dilakukan secara berkelompok.
Aspek penanaman dan pemeliharaan sudah dilakukan dengan baik,
tetapi aspek pemanenan masih dilakukan secara individu.
Dari Desa yang belum tersertifikasi :
Produk kayu rakyat tidak mengalami perluasan pasar dan petani
dapat memiliki daya tawar yang tinggi.
Sudah ada kelompok tani pengelola hutan rakyat, lebih sebagai
wadah untuk melaksanakan kegiatan/program dari pemerintah.
Kelompok tani belum fokus pada pengelolaan hutan
10. Temuan 3 : Hasil kajian SKAU
• Penerbitan Dokumen SKAU masih
memerlukan biaya untuk pemerintah desa
• SKAU belum tersosialisasi dengan baik :
nyaman untuk menjual kayu/pohon kepada
pedagang
• Masyarakat belum merasakan dampak
langsung dari SKAU
• Adanya penyimpangan implementasi di
tingkat desa
11. Temuan 4 : Hasil kajian SVLK
• SVLK menekankan pada legalitas kepemilikan lahan,
untuk Gunungkidul hal ini tidak ada masalah, karena
hampir semua lahan di GK sudah ada alas hak nya
• Permasalahannya adalah tingginya biaya untuk
sertifikasi SVLK pada hutan rakyat. Berdasar pengalaman
di KWML, biaya mencapai 30 – 40 juta, sedangkan untuk
survailance 20 – 25 juta
• SVLK merupakan instrumen pasar dalam perdagangan
kayu skala regional maupun ekspor.
• SVLK tidak banyak bermanfaat pada perdagangan kayu
secara lokal
12. Temuan 5 : Hasil kajian Sertifikasi PHBML
• Dampak sertifikasi : pengetahuan tentang
pengelolaan hutan meningkat, kelembagaan
kelompok pengelola hutan berjalan dengan
baik, premium price tidak berjalan baik,
penjualan kayu sertifikasi masih berskala lokal.
13. Temuan 6 : Pemetaan jalur pemasaran dan
penerapan aturan TUK
• Kayu dari petani di tebang oleh pedagang
perantara dan dikirimkan ke pedagang besar
untuk ke luar daerah ; Jepara, Klaten, Jogja,
Pati, Gresik, Kediri, Demak
• Dokumen SKAU masih digunakan walaupun
sudah ada aturan baru tentang nota angkutan
• Masih ditemukan pungutan liar di beberapa
tempat pada jalur angkutan
15. Urusan Kehutanan dalam UU 23/2014
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
bidang kehutanan dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah Propinsi.
Yang menjadi kewenangan Daerah/Kabupaten
adalah pengelolaan tahura
16. Permasalahan
• Belum ada kejelasan pengelolaan Tahura Bunder, apakah
mau diserahkan ke Kabupaten atau tetap dikelola Pemda
DIY
• Belum ada kejelasan tindak lanjut atas insiatif kebijakan
lokal atas pengelolaan hutan rakyat/luar kawasan HN ;
program rehabilitasi dan konservasi, kebijakan pemda
(Perbub, SK, dll), Pengelolaan hutan kota, dll
• Adanya perbedaan tafsir terhadap UU23/2014
• Belum ada komunikasi yang baik antara pihak Pemda DIY
dan Kabupaten/kota
17. Fasilitasi Kanoppi
• Kajian tentang UU23/2014 dilakukan oleh
Kanoppi; permasalahan di DIY karena adanya
UU 13/2012 ttg Keistimewaan DIY
• Mengadakan forum multipihak pada tingkat
Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 8 Maret
2016;
• Mengadakan forum multipihak pada tingkat
DIY pada tanggal 10 Maret 2016;