Dokumen tersebut membahas analogi pemberontakan sosial era Soeharto sebagai perlawanan 'anak' terhadap 'bapak' dengan mengutip tesis yang menyatakan bahwa orangtua memiliki posisi superior dan anak harus patuh. Kritiknya adalah analogi tersebut tidak memperhitungkan hubungan timbal balik antara anak dan orangtua dimana anak diharapkan dapat menjadi sandaran orangtua di masa tua.
2. Segala hal yang diketengahkan dalam buku ini, pada
akhirnya, mengambil analogi bahwa pemberontakan-
pemberontakan atau gerakan-gerakan sosial yang terjadi
selama era Soeharto merupakan perlawanan ‘anak’
kepada ‘bapak’ dengan meletakkan pola pengasuhan
dalam keluarga dan juga pemahaman mengenai apa itu
keluarga. Dalam tesis Ekna Satriyati yang berjudul
‘Alokasi Waktu bagi Anak-Anak di Desa Jawa’ dituliskan
bahwa orangtua memiliki posisi superior dan anak-anak
dalam posisi subordinat. Dengan demikian, saya dapat
mengatakan bahwa apapun yang diperintahkan oleh
orangtua harus ditanggapi sebagai sabda pandhita ratu tan
kena wola – wali.
3. Nampaknya nilai kepemimpinan ini lah yang diterapkan
oleh Soeharto, dimana apabila seorang pemimpin
bertitah, maka titahnya tersebut mengandung ketetapan
hukum dan harus dilaksanakan.
4. Kritisi saya pada Saya dalam melihat perlawanan ‘anak’
kepada ‘bapak’ adalah tidak disinggungnya bentuk
hubungan resiprositas anak dan orangtua dalam sebuah
keluarga. Pada sebuah thesis yang mengetengahkan
studi kasus di Desa Sriharjo, Yogyakarta.
Sukamtiningsih, menuliskan bahwa “ … anak bagi orang
tua dapat dijadikan sebagai tumpuan hidup nantinya di
hari tua … mempertahankan salah satu anaknya supaya
dapat tetap tinggal dalam rumah (tabon) … umunya
adalah anak yang dianggap dapat dijadikan tumpuan
hidupnya.” (Hal. 141)
5. Adakah hubungan yang bersifat resiprositas terhadap
‘anak’ dan ‘bapak’ yang teridentifikasi dalam buku ini?