SlideShare a Scribd company logo
1 of 24
Download to read offline
Disusun Oleh:
                   AGUNG DERMAWAN (50411330)

                       JIMMY HALIM (53411827)

   I GUSTI NGURAH PUTU RYANDHIKA P. P (53411420)

                SONITYO DANANG JAYA (56411856)

                      YUDA ARISTIAN (57411596)




           FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
                 UNIVERSITAS GUNADARMA
                                      2012

Kelompok 7 – Participatory Cultures              Page 1
Daftar isi
BAB 1

PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

     A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 3
     B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
     C. Tujuan ........................................................................................................ 6

BAB 2

PEMBAHASAN .................................................................................................... 7

     A. Pengertian Budaya Partisipasi ................................................................... 7
     B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi ................................................ 8
     C. Produsen,Konsumen , dan Produsage ........................................................ 9
     D. Hubungan Antara Mobile,Interaktif dan Identitas ................................... 10
     E. Potensi Budaya Partisipasi Dalam Pendidikan ........................................ 11
     F. Tantangan Budaya Partisipasi dalam Pendidikan .................................... 12
          1. Kekhawatiran Konsumer ................................................................... 12
          2. Kekhawatiran dalam Pendidikan ....................................................... 13
                2.1 Partisipasi Kesenjangan .............................................................. 14
                2.2 Transparansi Masalah ................................................................. 15
                2.3 Etika Tantangan .......................................................................... 16
                2.4 Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan ................................... 16
                2.5 Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari .................... 18
                2.6 Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media ..................... 29

BAB 3

KESIMPULAN .................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                                                                 Page 2
BAB I

                                  PENDAHULUAN




A. Latar Belakang Masalah


             Dewasa ini, perkembangan teknologi sudah tidak dapat dipungkiri
    lagi.Kita bisa membandingkan dengan mudah bahwa perkembangan teknologi
    telah merubah dunia.Seperti yang kita ketahui bahwa teknologi dibagi menjadi 2
    jenis,   yankni   teknologi       analog   dan   teknologi   digital.Untuk   melihat
    perkembangan teknologi analog, kita bisa kembali ke tahun 1980-an, dimana
    pada zaman itu manusia diperkenalkan dengan Walkman, sebuah perangkat
    analog stereo radio portable yang digunakan untuk memutar musik dari kaset
    rekorder secara pribadi. Atau kita mengenal perangkat analog game yakni
    gameboot, sejenis game portable dengan banyak jenis pilihan game yang sangat
    populer waktu itu. Atau juga perangkat analog kamera dengan roll-film yang
    biasa dikenal dengan nama tustel. Tak heran jika pada zaman itu manusia
    menyebutnya dengan zaman atau era “budaya analog”.


             Seiring waktu berjalan, kecanggihan teknologi pun semakin berkembang.
    Sejak tahun 2005-an, manusia mulai menemukan generasi baru dari budaya
    analog, yang dikenal dengan nama budaya digital. Ciri dari budaya digital adalah
    manusia mulai membuat peralihan dari budaya analog ke budaya digital dengan
    tidak menghilangkan unsur dari budaya analog itu sendiri, namun sebisa
    mungkin dibuat lebih se-portable mungkin.Sebagai contoh pada zaman budaya
    analog, manusia butuh komputer PC agar dapat mengakses internet, entah untuk
    keperluan chatting, membuka atau mengirim email, mengerjakan tugas pada
    Microsoft Office.Lalu manusia harus membeli televisi untuk bisa menikmati
    berbagai program tontonan. Namun di era budaya digital, manusia hanya butuh
    sebuah perangkat yakni handphone atau tablet PC untuk bisa browsing internet,
    Facebook, email, membuat tugas dengan OfficeSuite, bahkan bisa untuk live
    streaming alias menonton TV dengan layanan internet.


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                              Page 3
Mau tidak mau, kemajuan budaya teknologi telah merubah cara berfikir
    manusia Mengapa, karena terjadi perubahan yang sangat signifikan antara cara
    berfikir manusia pada era budaya analog dengan cara berfikir manusia pada era
    budaya digital. Pada era budaya analog, manusia relatif bertindak sebagai
    konsumen.Manusia hanya bertindak sebagai pengguna sebuah teknologi yang
    kemampuan-nya hanya sebatas itu, sebagai contoh, kita lihat perangkat
    Walkman, perangkat ini hanya sekedar digunakan untuk mendengarkan radio
    dan kaset tape.Namun pada era budaya digital, manusia tidak hanya bertindak
    sebagai konsumen, tetapi sebagai kontributor (penyalur) dan produsen.Keadaan
    ini disebut dengan era budaya partisipasi. Sebagai contoh pada era budaya
    digital, era Walkman telah digantikan dengan era iPod, sebuah perangkat yang
    bisa digunakan untuk mendengarkan musik dengan berbagai format audio dan
    video, juga bisa digunakan untuk bermain game High Definition, bahkan bisa
    digunakan untuk browsing dan download aplikasi di AppStore dengan
    menggunakan layanan internet nirkabel (Wi-Fi). Jadi, partisipasi manusia selain
    sebagai konsumen iPod, namun manusia bisa menjadi kontributor dan produsen
    dari aplikasi-aplikasi pihak ketiga untuk perangkat iPod tersebut.


            Namun, selain perkembangan budaya partisipasi, budaya lain yang
    berkembang pada era budaya digital adalah budaya mobile. Mobile mungkin
    hampir bisa dikatakan sama dengan portable. Namun mobile lebih dalam
    menjurus ke arah privatisasi.Misalnya saja handphone.Pada era budaya digital,
    handphone merupakan perangkat yang digunakan untuk menyimpan data pribadi
    seseorang, mulai dari kontak, email, foto, video, dan sebagainya.Selain itu
    dengan adanya budaya mobile, manusia cenderung menggunakan sebuah
    perangkat miliknya untuk segala aktivitas meskipun aktivitas itu menyimpang
    dari fungsi seharusnya. Misalnya tablet PC membuat seorang pelajar enggan
    membawa buku tulis ke sekolahnya, dan menjadikan tablet PC sebagai
    pengganti buku tulis untuk dicatatnya. Dengan demikian, berarti terdapat suatu
    penyimpangan dari munculnya budaya mobile.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 4
Berbeda dengan perkembangan budaya mobile, terdapat budaya lain
    yang berkembang dan terkikis disini yakni budaya interaktivitas. Dikatakan
    berkembang karena semakin berkembangnya budaya digital, maka interaksi
    antara sesama budaya digital semakin tinggi.Misalnya interaksi antara sesama
    pengguna OS Android dimana kita bisa berbagi aplikasi ke sesama pengguna
    Android.Dikatakan terkikis karena dengan kemajuan budaya digital, interaksi
    antara manusia dengan manusia dalam arti sosial menjadi terkikis, karena
    manusia cenderung berinterkasi dengan perangkat mobilenya dibandingkan
    berinterkasi dalam lingkungan sekitarnya.


            Berdasarkan keadaan diatas, keikutsertaan budaya mobile dalam
    kemajuan budaya digital harus cenderung diawasi. Mengapa, karena meskipun
    kemajuan tersebut membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah, namun
    masih banyak dampak terselubung yang secara tidak langsung akan menjadi
    sebuah budaya yang sangat buruk kedepannya. Khususnya budaya interaksi
    sosial manusia yang mulai terkikis akibat adanya perkembangan budaya mobile.


B. Rumusan Masalah


            Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka ada
    beberapa pertanyaan yang timbul terkait persoalan diatas :
1. Apa itu budaya partisipasi ?
2. Bagaimana sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya digital?
3. Apa yang dimaksud produsen, konsumen, dan produsage ?
4. Apa hubungan budaya partisipasi dengan budaya mobile, interaktif, dan identitas
    ?
5. Bagaimana potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan ?
6. Apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan manusia di era budaya
    digital?
7. Apa saja contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari hari ?
8. Bagaimana pendapat para pakar media tentang perkembangan budaya
    parrtisipasi dan budaya lain yang mengikutinya ?



Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 5
C. Tujuan


     1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya partisipasi;
     2. Untuk mengetahui sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya
         digital;
     3. Untuk mengetahui perbedaan antara produsen, konsumen, dan produsage;
     4. Untuk mengetahui hubungan – hubungan apa saja yang dimiliki antara
         budaya partisipasi dengan budaya pengikutnya, yakni budaya mobile,
         interaktif, dan budaya identitas;
     5. Untuk mengetahui potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan;
     6. Untuk mengetahui apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan
         manusia di era budaya digital;
     7. Untuk mengetahui contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari;
     8. Untuk mengetahui pendapat para pakar media tentang berkembangnya
         budaya partisipasi yang sejalan dengan perkembangan new media.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                        Page 6
BAB II

                                  PEMBAHASAN




A. Pengertian Budaya Partisipasi


            Jika ditinjau dari pengertiannya secara mendalam, budaya partisipatif
    adalah neologisme dalam referensi, tetapi berlawanan dengan budaya Konsumen
    - dengan kata lain budaya di mana orang pribadi (masyarakat) tidak bertindak
    sebagai konsumen saja, tetapi juga sebagai kontributor atau produsen
    (prosumers). Istilah ini paling sering diterapkan pada produksi atau penciptaan
    beberapa jenis media yang diterbitkan.Kemajuan terbaru dalam teknologi
    (komputer pribadi dan sebagian besar internet) telah memungkinkan orang
    pribadi untuk membuat dan mempublikasikan media tersebut, biasanya melalui
    internet.Ini budaya baru yang berhubungan dengan internet telah digambarkan
    sebagai Web 2.0. Dalam budaya partisipatif "orang-orang muda kreatif
    menanggapi sejumlah besar sinyal elektronik dan komoditas budaya dengan cara
    yang mengejutkan pembuat mereka, menemukan arti dan identitas tidak pernah
    dimaksudkan untuk berada di sana dan nostrums sederhana menantang yang
    meratapi manipulasi atau kepasifan" konsumen ".


            Dengan adanya peningkatan akses ke Internet pada masa yang akan
    datang, maka budaya partisipasi semakin memungkinkan berkembang pesat. Hal
    ini akan mempermudah manusia untuk bisa bekerja sama, menghasilkan dan
    menyebarkan berita, ide, karya, kreativitas, dan dapat dengan mudah terhubung
    dengan orang-orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama .


            Potensi budaya partisipatif untuk keterlibatan masyarakat sipil dan
    ekspresi kreatif telah diteliti oleh media sarjana Henry Jenkins . Henry Jenkins
    mengatakan bahwa budaya partisipatif merupakan sebuah konsep lama yang
    dipegang dari konvergensi media yang       mulai melihat hasil dalam budaya
    konsumen, dan dalam arena mobile media dimana interface dan persimpangan


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                          Page 7
teknologi media yang berbeda barangkali yang paling terlihat. Namun, seperti
    Henry Jenkins telah menunjukkan, konvergensi adalah bukan hanya bundling
    bersama-sama, dalam satu perangkat atau mekanisme pengiriman, yang berbeda
    helai jenis media konten: Konvergensi tidak bergantung pada mekanisme
    pengiriman yang spesifik. Sebaliknya, konvergensi merupakan pergeseran
    paradigma - bergerak dari medium-spesifik konten ke konten yang mengalir di
    beberapa saluran media, terhadap meningkatkan saling ketergantungan sistem
    komunikasi, menuju beberapa cara mengakses konten media, dan menuju
    hubungan yang lebih kompleks antara top-down media korporasi dan bottom-up
    budaya partisipatif. (Jenkins-2006a:243)



B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi


            Jika ditinjau dari sejarahnya, budaya partisipatif telah ada lebih lama dari
    Internet.Munculnya Press Association Amatir di pertengahan abad ke-19 adalah
    contoh dari budaya partisipatif sejarah, pada waktu itu, orang-orang muda yang
    mengetik tangan dan mencetak publikasi mereka sendiri. Publikasi ini telah
    dikirimkan ke seluruh jaringan orang dan menyerupai apa yang sekarang disebut
    jaringan sosial. Evolusi dari zine, acara radio, proyek kelompok, dan gosip ke
    blog, podcast, wiki, dan jaringan sosial telah berdampak masyarakat
    sangat.Dengan layanan web seperti eBay, Blogger, Wikipedia, Photobucket,
    Facebook, dan YouTube, maka tidak mengherankan bahwa kebudayaan telah
    menjadi lebih partisipatif. Implikasi dari perubahan bertahap dari produksi untuk
    produsage yang mendalam, dan akan mempengaruhi inti dari budaya, ekonomi,
    masyarakat, dan demokrasi.


            Kemampuan individu untuk mengirimkan konten ke internet sehingga
    dapat dicapai oleh khalayak luas, tetapi di samping situs internet banyak telah
    meningkatkan     akses.Website    seperti   Flickr,   Wikipedia,   dan    Facebook
    mendorong pengajuan konten ke Internet.Mereka meningkatkan kemudahan
    dimana pengguna dapat memposting konten dengan memungkinkan mereka
    untuk mengirimkan informasi bahkan jika mereka hanya memiliki sebuah


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                              Page 8
browser      internet.Kebutuhan       untuk     perangkat    lunak     tambahan
    dihilangkan.Website ini juga berfungsi untuk menciptakan komunitas online
    untuk produksi konten. Komunitas-komunitas dan layanan web mereka telah
    diberi..label..sebagai..bagian..dari..Web2.0.


            Hubungan antara alat Web 2.0 dan budaya partisipatif lebih dari sekedar
    materi, namun. Sebagai pola pikir dan skillsets dari praktek-praktek partisipatif
    telah semakin diambil, orang semakin cenderung untuk mengeksploitasi alat-alat
    baru dan teknologi dalam cara 2.0. Salah satu contoh adalah penggunaan
    teknologi ponsel untuk terlibat "massa pintar" untuk perubahan politik di seluruh
    dunia. Di negara-negara dimana penggunaan ponsel melebihi penggunaan
    bentuk lain dari teknologi digital, menyampaikan informasi melalui telepon
    seluler telah membantu membawa perubahan politik dan sosial yang signifikan.
    Contoh nyata termasuk apa yang disebut "Revolusi Oranye" di Ukraina,
    penggulingan Presiden Filipina Joseph Estrada, dan protes politik yang biasa
    dilakukan di seluruh penjuru dunia.



C. Produsen, Konsumen dan Produsage


            Dalam buku Understanding Digital Culture karya Vincent Miller, beliau
    membuat argumen dari ide bagaimana garis antara produsen dan konsumen
    luntur.Produsen adalah mereka yang membuat objek konten dan budaya, dan
    konsumen adalah penonton atau pembeli dari objek tersebut. Dengan mengacu
    pada gagasan dari Burns tentang "prosumer," Miller berpendapat bahwa
    "Dengan munculnya media baru konvergen dan kebanyakan pilihan dalam
    sumber-sumber informasi, serta peningkatan kapasitas bagi individu untuk
    menghasilkan konten sendiri, pergeseran ini jauh dari hegemoni produser kepada
    penonton atau kekuasaan konsumen akan tampaknya telah dipercepat, sehingga
    mengikis perbedaan produsen-konsumen . "Prosumer" adalah hasil akhir dari
    strategi yang telah semakin banyak digunakan yang mendorong umpan balik
    antara produsen dan konsumen (prosumers), yang memungkinkan untuk
    mempengaruhi konsumen lebih..besar..atas..produksi..barang."


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                           Page 9
Bruns (2008) mengacu pada produsage, oleh karena itu, sebagai
    kolaborasi komunitas bahwa peserta dapat mengakses untuk berbagi "konten,
    kontribusi, dan tugas seluruh masyarakat jaringan" .Sama seperti Wikipedia
    memungkinkan pengguna untuk menulis, mengedit, dan akhirnya menggunakan
    konten, produsers adalah peserta aktif yang diberdayakan oleh partisipasi
    mereka sebagai pembangun jaringan. Bruns (2008) menjelaskan pemberdayaan
    bagi pengguna yang berbeda dari khas "top-down” ruang dimediasi dari
    mediaspheres tradisional .Produsage terjadi ketika pengguna adalah produsers
    dan sebaliknya, pada dasarnya menghilangkan kebutuhan untuk ini "top-down"
    intervensi. Kolaborasi dari masing-masing peserta didasarkan pada prinsip
    inklusivitas, setiap anggota menyumbangkan informasi berharga bagi pengguna
    lain untuk menggunakan, menambah, atau mengubah. Dalam sebuah komunitas
    pelajar, kolaborasi melalui produsage dapat menyediakan akses ke konten untuk
    setiap     peserta,   bukan       hanya   mereka    dengan   beberapa     jenis
    otoritas...Setiap..peserta..memiliki..kewenangan.


             Hal ini menyebabkan gagasan Bruns (2008) tentang "equipotentiality:
    asumsi bahwa sementara keterampilan dan kemampuan dari semua peserta
    dalam proyek produsage tidak sama, mereka memiliki kemampuan yang sama
    untuk memberikan kontribusi layak untuk proyek" . Karena ada perbedaan lagi
    antara produsen dan konsumen, setiap peserta memiliki kesempatan yang sama
    untuk berpartisipasi secara berarti dalam produsage .



D. Hubungan Antara Mobile, Interaktif, dan Identitas


             Dalam era budaya partisipasi, hubungan antara mobile, interaktif, dan
    identitas hampir tidak bida dipisahkan. Seperti yang dijelaskan pada
    babPendahuluan, pada era budaya digital, semua kegiatan manusia seakan-akan
    lebih dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi. Misalnya ponsel pintar
    (smartphone).Smartphone adalah salah satu contoh yang menggabungkan unsur
    interaktivitas, identitas, dan mobilitas.Mobilitas smartphone menunjukkan
    bahwa media tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 10
konteks apapun.        Perkembangan teknologi smartphone memungkinkan
    penggunanya yang memiliki keterbatasan waktu kerja atau jadwal dan
    keterbatasan lokasi untuk terus bisa menerima informasi yang up-to-date
    diantaranya perkembangan film dari bioskop, bahkan kita tidak perlu membeli
    cd original film agar bisa ditayangkan di rumah secara pribadi, namun sekarang
    smartphone yang dapat digunakan untuk menyaksikan film tersebut baik lewat
    YouTube atau IMDB kapan saja dan di mana saja.


            Smartphone ini juga meningkatkan budaya partisipatif oleh peningkatan
    tingkat interaktivitas. Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat
    dalam pengambilan keputusan, menavigasi halaman, berkontribusi konten
    mereka sendiri dan memilih apa link untuk mengikuti. Ini melampaui tingkat
    "keyboard" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol dan surat
    diharapkan muncul, dan menjadi lebih dinamis dengan kegiatan pilihan terus
    baru dan pengaturan perubahan, tanpa rumus set untuk mengikuti. Peran
    konsumen bergeser dari penerima pasif kepada kontributor aktif. Smartphone
    melambangkan ini dengan pilihan tak berujung dan cara-cara untuk terlibat
    secara pribadi dengan beberapa media pada saat yang sama, dengan cara
    nonlinier. Smartphone ini juga memberikan kontribusi untuk budaya partisipatif
    karena bagaimana perubahan persepsi identitas.Seorang pengguna dapat
    bersembunyi di balik sebuah avatar, profil palsu, atau diri cukup ideal ketika
    berinteraksi dengan orang lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk
    menjadi siapa yang mengatakan satu.Kemampuan untuk masuk dan keluar dari
    peran perubahan pengaruh media budaya, dan juga pengguna sendiri
    Sekarang.Bukan saja orang peserta aktif dalam media dan budaya, tetapi diri
    mereka membayangkan yang juga.



   E. Potensi Budaya Partisipasi dalam Pendidikan


            Media sosial dan partisipatif memungkinkan untuk berinteraksi tanda
    harus bertatap muka dan       memang terjadinya pergeseran     dalam cara kita
    pendekatan belajar mengajar di kelas. Peningkatan ketersediaan internet di ruang


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 11
kelas memungkinkan untuk akses lebih besar ke informasi. Misalnya, tidak lagi
    diperlukan untuk pengetahuan yang relevan yang akan terkandung dalam
    beberapa kombinasi dari guru dan buku, hari ini, pengetahuan dapat lebih de-
    terpusat dan dibuat tersedia untuk semua peserta didik untuk mengakses. Guru,
    kemudian, dapat membantu memfasilitasi dengan cara yang efisien dan efektif
    dari penggunaan akses, penafsiran, dan penggunaan suatu pengetahuan.



F. Tantangan Budaya Partisipasi


            Meskipun merupakan sebuah budaya yang sedang berada dipuncak era
    budaya digital, namun terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi
    perkembangan budaya partisipasi. Tantangan tersebut diantaranya :


   1. Kekhawatiran Konsumer


            Sebagian orang lebih banyak ingin menjadi konsumen dan kontributor
       aktif dalam situasi lain. Menjadi konsumen atau kontributor aktif bukan
       merupakan atribut seseorang, tapi sebuah konteks.Kriteria penting yang perlu
       diperhitungkan adalah kegiatan pribadi yang memiliki arti.Budaya partisipatif
       memberdayakan manusia untuk menjadi kontributor aktif dalam kegiatan
       pribadi yang berarti.


            Kelemahan dari budaya tersebut adalah bahwa mereka dapat memaksa
       manusia untuk mengatasi beban menjadi kontributor aktif dalam kegiatan
       pribadi tidak relevan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan potensi dan
       kelemahan dari "Do-It-Yourself Societies": dimulai dengan self-service
       restoran dan self-service pompa bensin beberapa dekade yang lalu, dan
       kecenderungan ini telah sangat dipercepat selama 10 terakhir tahun. Melalui
       alat-alat modern (termasuk perdagangan elektronik didukung oleh Web),
       manusia diberi wewenang untuk melakukan banyak tugas sendiri yang
       dilakukan sebelumnya oleh pekerja terampil domain berfungsi sebagai agen
       dan perantara.


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 12
Sementara pergeseran ini memberikan kekuatan, kebebasan, dan kontrol
       kepada pelanggan (misalnya, perbankan dapat dilakukan setiap saat hari
       dengan ATM, dan dari setiap lokasi dengan Web), telah menyebabkan juga
       untuk beberapa konsekuensi yang kurang diinginkan. Orang dapat
       mempertimbangkan beberapa tugas tidak terlalu berarti secara pribadi dan
       karenanya akan lebih dari puas dengan peran konsumen. Selain tugas-tugas
       sederhana yang memerlukan upaya belajar kecil atau tidak, pelanggan tidak
       memiliki pengalaman profesional telah diperoleh dan dipertahankan melalui
       penggunaan sehari-hari dari sistem, dan latar belakang pengetahuan yang luas
       untuk melakukan tugas-tugas secara efisien dan efektif.Alat yang digunakan
       untuk melakukan tugas-tugas - banking, pemesanan perjalanan, membeli tiket
       pesawat, memeriksa bahan makanan di supermarket - yang inti teknologi
       untuk profesional, namun sesekali teknologi bagi pelanggan. Ini akan
       menempatkan beban, baru substansial pada pelanggan daripada harus pekerja
       domain terampil dalam melakukan tugas-tugas ini.


            Secara signifikan, juga, sebagai bisnis semakin merekrut praktek
       partisipatif dan sumber daya untuk pasar barang dan jasa, konsumen yang
       nyaman bekerja dalam media partisipatif berada pada keuntungan yang
       berbeda atas mereka yang kurang nyaman.Tidak hanya konsumen yang
       resisten terhadap memanfaatkan affordances budaya partisipatif telah
       menurun akses ke pengetahuan, barang, dan jasa, tetapi mereka cenderung
       untuk mengambil keuntungan dari leverage meningkat melekat dalam terlibat
       dengan bisnis sebagai suatu prosumer.



   2. Kekhawatiran dalam Pendidikan


            Henry Jenkins mengidentifikasi tiga masalah yang signifikan sehubungan
       dengan budaya partisipatif.Hal tersebut adalah "partisipasi kesenjangan"
       "masalah transparansi", "tantangan etika", dan “masalah pembuat kebijakan
       pendidikan”.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                        Page 13
2.1. Partisipasi Kesenjangan

                  Kategori ini terkait dengan masalah kesenjangan digital, perhatian
             dengan menyediakan akses ke teknologi untuk semua peserta
             didik.Gerakan untuk memecah kesenjangan digital sudah termasuk
             upaya untuk membawa komputer ke dalam ruang kelas, perpustakaan,
             dan tempat umum lainnya.Upaya ini telah banyak berhasil, tetapi
             Jenkins berpendapat, kekhawatiran kini dengan akses berkualitas
             dengan      teknologi        yang   tersedia.     Mereka      menjelaskan:


             “Apa yang seseorang dapat capai dengan mesin usang di perpustakaan
             umum dengan perangkat lunak penyaringan wajib dan tidak ada
             kesempatan      untuk    penyimpanan     atau    transmisi   artinya   jika
             dibandingkan dengan apa yang orang dapat melakukannya dengan
             komputer rumah dengan akses internet tak terbatas, band lebar-tinggi,
             dan konektivitas terus menerus. (undang-undang saat ini untuk
             memblokir akses ke perangkat lunak jaringan sosial di sekolah dan
             perpustakaan umum lebih lanjut akan memperluas kesenjangan
             partisipasi.)   Ketidakmampuan       sistem     sekolah    untuk   menutup
             kesenjangan partisipasi memiliki konsekuensi negatif bagi semua orang
             yang terlibat.Di satu sisi, orang-orang muda yang paling maju di
             kemahiran media yang sering dilucuti teknologi mereka dan merampok
             teknik terbaik mereka untuk belajar dalam upaya untuk memastikan
             pengalaman yang seragam untuk semua di kelas. Di sisi lain, banyak
             pemuda yang tidak memiliki eksposur terhadap jenis baru dari budaya
             partisipatif di luar sekolah menemukan diri mereka berjuang untuk
             bersaing dengan rekan-rekan mereka.”
             (Jenkins.et..al..page:.15)


                       Teknologi gratis tidak cukup untuk memastikan remaja dan
             orang dewasa belajar bagaimana menggunakan alat efektif. Sebagian
             besar pemuda Amerika sekarang memiliki akses minimal setidaknya



Kelompok 7 – Participatory Cultures                                             Page 14
untuk komputer jaringan, baik itu di sekolah atau di perpustakaan
             umum, namun "anak-anak yang memiliki akses ke komputer rumah
             menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap komputer, menunjukkan
             antusiasme yang lebih, dan melaporkan lebih antusias dan kemudahan
             saat menggunakan komputer daripada mereka yang tidak
             (Page 8 Wartella, O'Keefe, dan Scantlin (2000).


                  Sebagai anak-anak dengan lebih banyak akses ke komputer
             mendapatkan lebih nyaman dalam menggunakan mereka, para siswa
             kurang tech-savvy bisa disisihkan.Penting untuk dicatat bahwa lebih
             dari biner sederhana yang bekerja di sini, seperti kelas pekerja pemuda
             mungkin masih memiliki akses sehingga beberapa teknologi (misalnya
             konsol game), sementara bentuk lainnya tetap tercapai.ketidaksetaraan
             ini akan memungkinkan keterampilan tertentu untuk mengembangkan
             pada beberapa anak, seperti bermain, sementara yang lain tetap tidak
             tersedia, seperti kemampuan untuk memproduksi dan mendistribusikan
             sendiri diciptakan..media.


       2.2. Transparansi Masalah


                  Peningkatan fasilitas dengan teknologi tidak selalu mengarah pada
             peningkatan kemampuan untuk menafsirkan bagaimana teknologi
             tekanannya sendiri pada kami.Memang, dengan peningkatan akses ke
             informasi, kemampuan untuk menafsirkan kelangsungan hidup
             informasi yang menjadi semakin sulit.Hal ini penting, kemudian, untuk
             menemukan cara-cara untuk membantu pelajar muda mengembangkan
             taktik untuk terlibat kritis dengan alat-alat dan sumber daya yang
             mereka gunakan.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 15
2.3. Etika Tantangan


                  Hal ini diidentifikasi sebagai "kerusakan bentuk tradisional
             pelatihan profesional dan sosialisasi yang mungkin mempersiapkan
             kaum muda untuk peran mereka semakin publik sebagai pembuat media
             dan peserta masyarakat" (Jenkins et al pg.. 5). Sebagai contoh, hampir
             sepanjang paruh terakhir abad ke-20 pelajar yang ingin menjadi
             wartawan umumnya akan terlibat dalam magang formal melalui kelas
             jurnalisme dan bekerja pada koran sekolah tinggi. Pekerjaan ini akan
             dibimbing oleh seorang guru yang ahli dalam aturan dan norma-norma
             jurnalisme dan yang akan memberi pengetahuan itu kepada siswa-
             magang. Dengan meningkatkan akses ke alat Web 2.0, Namun, siapa
             pun bisa menjadi jurnalis macam, dengan atau tanpa magang untuk
             disiplin. Tujuan utama di media pendidikan, maka, harus menemukan
             cara untuk membantu peserta didik mengembangkan teknik untuk
             refleksi aktif pada pilihan yang mereka buat-dan kontribusi mereka
             menawarkan-sebagai anggota budaya partisipatif.


       2.4. Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan


                  Sebagai     guru,   administrator,   dan     pembuat   kebijakan
             mempertimbangkan peran media baru dan praktek partisipatif di
             lingkungan sekolah, mereka harus menemukan cara untuk mengatasi
             berbagai tantangan. Tantangan termasuk mencari cara untuk bekerja
             dengan desentralisasi pengetahuan yang melekat dalam ruang online,
             kebijakan    pengembangan    sehubungan    dengan    perangkat    lunak
             penyaringan yang melindungi peserta didik dan sekolah tanpa
             membatasi siswa akses ke situs yang memungkinkan partisipasi , dan
             mempertimbangkan peran penilaian dalam kelas yang merangkul
             partisipatif praktek.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                           Page 16
Budaya secara substansial didefinisikan oleh media dan alat-alat
             mereka untuk berpikir, bekerja, belajar, dan bekerja sama. Sayangnya
             sejumlah besar media baru yang dirancang untuk melihat manusia
             hanya sebagai konsumen, dan orang-orang, terutama orang muda di
             lembaga pendidikan, pola pikir bentuk yang didasarkan pada eksposur
             mereka terhadap media tertentu.Pola pikir saat ini tentang belajar,
             mengajar, dan pendidikan didominasi oleh pandangan yang mengajar
             sering dipasang "ke dalam cetakan di mana seorang guru, tunggal
             mungkin mahatahu eksplisit mengatakan atau menunjukkan mungkin
             peserta didik ketidaktahuan sesuatu yang mereka mungkin tidak tahu
             tentang".Sebuah      tantangan     kritis     adalah   reformulasi   dan
             rekonseptualisasi ini konsepsi miskin dan menyesatkan.Belajar tidak
             harus dilakukan dalam fase terpisah dan di tempat terpisah, tetapi harus
             diintegrasikan ke dalam kehidupan masyarakat yang memungkinkan
             mereka untuk membangun solusi untuk masalah mereka sendiri.Ketika
             mereka mengalami kerusakan dalam melakukannya, mereka harus
             mampu belajar pada permintaan dengan memperoleh akses ke
             informasi    yang    relevan     secara     langsung.Kegunaan   langsung
             pengetahuan baru untuk situasi masalah yang sebenarnya sangat
             meningkatkan motivasi belajar materi baru karena waktu dan tenaga
             diinvestasikan dalam pembelajaran yang berharga segera untuk tugas di
             tangan - tidak hanya untuk beberapa keuntungan jangka panjang
             diduga.


                  Dalam rangka untuk menciptakan pola pikir kontributor aktif
             melayani sebagai dasar dari budaya partisipatif, pembelajaran tidak
             dapat dibatasi untuk menemukan pengetahuan yang "luar sana".Alih-
             alih melayani sebagai "organ reproduksi dari masyarakat konsumen"
             lembaga pendidikan harus memupuk perkembangan pola pikir
             kontributor aktif dengan menciptakan kebiasaan, peralatan dan
             keterampilan yang membantu orang menjadi berdaya dan bersedia
             untuk secara aktif memberikan kontribusi pada desain kehidupan



Kelompok 7 – Participatory Cultures                                           Page 17
mereka dan masyarakat.Selain mendukung kontribusi dari desainer
             individu, lembaga pendidikan perlu membangun budaya dan pola pikir
             dari berbagi, didukung oleh teknologi yang efektif dan ditopang oleh
             motivasi pribadi untuk sesekali bekerja untuk kepentingan kelompok
             dan masyarakat. Ini termasuk mencari cara bagi orang untuk melihat
             pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain yang "on-
             work", bukan sebagai pekerjaan tambahan yang tidak ada pengakuan
             dan tidak ada imbalan.


       2.5. Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari


                 Keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara partisipatif
                  dalam proses pembangunan teknologi, terus berkembang untuk
                  jalannya   komunikasi,     kolaborasi,    dan   ide-ide,   itu   juga
                  menimbulkan peluang baru bagi masyarakat untuk membuat
                  konten mereka sendiri.


                 Hambatan seperti waktu dan uang mulai menjadi kurang signifikan
                  terhadap kelompok besar masyarakat. Misalnya, pembuatan film
                  dibutuhkan sekali dana dalam jumlah besar peralatan mahal, tapi
                  sekarang klip video dapat dibuat dengan peralatan yang terjangkau
                  untuk banyak orang. Kemudahan yang konsumen ciptakan telah
                  tumbuh.


                 Contoh lain adalah Smartphone, smartphone adalah salah satu
                  contoh yang menggabungkan unsur interaktivitas, identitas dan
                  mobilitas. Mobilitas dari ponsel pintar menunjukkan bahwa media
                  tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam
                  konteks. untuk sekarang ponsel cerdas yang dapat dipantau kapan
                  saja dan dimana saja. Smartphone juga meningkatkan budaya
                  partisipatif dengan peningkatan tingkat interaktivitas.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                            Page 18
Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat dalam
             membuat keputusan, navigasi halaman, menyumbangkan konten
             mereka sendiri dan memilih apa link untuk diikuti. Ini melampaui
             keyboard "tingkat" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol
             dan huruf yang diharapkan muncul, dan menjadi aktivitas dinamis
             dengan opsi baru secara terus menerus dan mengubah pengaturan, tanpa
             formula yang ditetapkan untuk mengikuti. Smartphone melambangkan
             ini dengan pilihan terbatas dan cara untuk mendapatkan pribadi terlibat
             dengan beberapa media pada saat yang sama. Smartphone juga
             berkontribusi terhadap budaya partisipatif karena bagaimana mengubah
             persepsi identitas.Seorang pengguna dapat bersembunyi di balik sebuah
             avatar, profil palsu, atau hanya diri ideal saat berinteraksi dengan orang
             lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk menjadi siapa yang
             Anda..katakan.



       2.6. Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media


             Berikut adalah beberapa pendapat dari para ahli mengenai budaya
             partisipasi.


             Matt Hills
                     Budaya digital telah diragukan lagi sudah berdampak dalam
             berbagai cara pada kontemporerhidup, tapi salah satu perkembangan
             semakin signifikan itu telah membawa berkaitan dengandimediasi
             komunikasi 'beraktivitas'. Tentu saja, seperti dengan banyak disebut
             BaruMedia perkembangan, ini bukan sesuatu yang sama sekali baru,
             'media lama' seperti analogradio telah dgn mudah portabel selama
             beberapa dekade, dan stereo pribadi Walkmanmenjadi perangkat analog
             massal populer, pada tahun 1980, untuk pribadi mendengarkandirekam
             kaset kaset di ruang publik Meskipun macamprekursor, hal itu tetap
             bisa    dikatakan        bahwa   digital,   mobile    media      memang
             menawarkanserangkaian kemungkinan khas portabel.


Kelompok 7 – Participatory Cultures                                            Page 19
Henry Jenkins

             BUDAYA         PARTISIPATIF:         MOBILITAS,       interaktivitas    dan
             IDENTITAS

                      Adopsi sekarang mungkin telah sebagian direlokasi selalu-on
             dalam mengakses akun email, dan harapan pekerja budaya sekitarnya
             ini. Jauh dari 'nomaden'komunikasi harus menjadi bebas bagi
             konsumen, mereka mungkin membatasiuntuk beberapa pekerja, yang
             menjadi tidak dapat bergerak di luar jangkauan atau mencapai
             kerjakomunikasi.Sekali lagi, kita dapat melihat versi dari perayaan /
             menghukummatriks sini, dengan media digital mobile yang terkait
             dengan     wacana        kritis   tertentu   yangpenting    untuk      terus
             diingat.Meskipun aku mulai dengan 'di mana' media mobile digital, dan
             budayakonsekuensi, itu tidak benar-benar mungkin untuk memisahkan
             ini dari 'apa' dan'Siapa' budaya digital, dan karenanya ini hanya bisa
             benar-benar tetap analitis, penataanperangkat. Mengingat bahwa syarat,
             sekarang saya pindah ke sebentar lebih fokus terpusat padamasalah
             konten media. Henry Jenkins telah berpendapat bahwa satu perangkat
             telah menjadidekat objek dalam diskusi budaya digital, tapi dengan cara
             yang berhubungan denganperubahan dalam pengiriman dan mengalami
             konten digital:IPod video tampaknya simbol dari budaya konvergensi
             baru – tidakkarena semua orang percaya layar kecil dari iPod adalah
             kendaraan yang ideal untukmenonton konten siaran tetapi karena
             kemampuan untuk men-download tayangan ulang padapermintaan
             merupakan perubahan besar dalam hubungan antara konsumen
             dankonten media.

             Studi Kasus: jaringan social dan identitas diri




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                              Page 20
Matt Hills

                     Bahwa 'nomaden' media digital cenderung didefinisikan
             dalamhubungan simbiosis dengan fixed-point PC dianggap sebagai
             penyimpanan atau pusat upload.Tentu saja, situasi ini juga dapat
             berubah sebagai perangkat portabel yang mampu membawa lebihdan
             lebih banyak data serta menjadi wi-fi-diaktifkan sendiri (seperti iPod
             Touch,meskipun hal ini saat ini tidak diberkati dengan banyak cara
             penyimpanan data). ItuSituasi saat ini berarti bahwa layanan dan situs
             dianggap sebagai budaya signifikandalam budaya digital mobile -
             YouTube atau Flickr, misalnya - dapat melibatkanupload file digital
             yang ditangkap bergerak, tapi yang kemudian mungkindiposting online
             melalui (relatif) fixed-point PC. Dan situs jejaring sosial tersebutseperti
             Facebook mungkin juga, sama, melibatkan berbagi gambar digital yang
             diambil padaKamera ponsel atau kamera digital yang berdedikasi, yang
             kemudian dapat di-upload dandiakses melalui berbagai kurang portable
             / nomaden PC.Namun, saling terkait untuk PC rumah dan pekerjaan,
             kenaikan mobile digitalMedia boleh dibilang telah memiliki dampak
             yang besar pada konsep identitas diri bagi generasidikhususkan
             pengguna - bukan hanya mahasiswa.



             P. David Marshall

                     Beliau berpendapat bahwa konsep diri (dan kegiatannya)
             sebagaiserangkaian gambar mengantisipasi pengawasan orang lain
             secara online mengarah ke jenis baru'Publik privasi' di mana diri secara
             terus-menerus dan narcissistically dilakukan,auto-objektifikasi. Dengan
             foto   dan    rincian    pribadi   lainnya,   Facebook    dan    Myspace
             menghasilkanpublik privasi menjadi bentuk baru dari narsisme.
             Narsisme ini diaktualisasikanmelalui New Media dan secara khusus
             modalized sekitar mediatizedversi diri representasi dari selebriti kini
             telah dibebaskanmenjadi dasar untuk presentasi publik potensi diri.



Kelompok 7 – Participatory Cultures                                             Page 21
BAB III
                                      KESIMPULAN




       Keistimewaan budaya digital pada zaman ini sudah membawa perubahan
besar terhadap perjalanan hidup manusia.Manusia pada era budaya digital menjadi
lebih dipermudah dengan dahsyatnya perkembangan teknologi yang berkembang
pesat.Memang sebelum budaya digital, terdapat budaya yang lebih dulu muncul
yakni budaya analog.Namun seiring perkembangan teknologi, dengan mudahnya
budaya digital dapat menggeser tahta budaya analog dalam evolusi kepentingan
hidup manusia.


       Namun siapa sangka disamping berkembangnya budaya digital, ternyata ada
budaya lain yang mau tidak mau ikut serta seiring perkembangan budaya tersebut.
Budaya ini adalah budaya partisipasi.Budaya yang seolah manusia tidak bertindak
sebagai konsumen melainkan sebagai konstribusi dan produsen.


       Jika membawa budaya partisipasi dalam lingkung edukasi, Jenkins et al.
percaya bahwa “pembicaraan seputar Digital Divide harus fokus pada peluang
untuk berpartisipasi dan mengembangkan kompetensi budaya dan keterampilan
sosial yang diperlukan untuk mengambil bagian daripada terjebak pada pertanyaan
tentang akses teknologi.”Sebagai institusi, sekolah telah lambat pada serapan budaya
partisipatif.Sebaliknya, program afterschool saat mencurahkan perhatian lebih
terhadap perkembangan kemahiran media baru, atau, seperangkat kompetensi budaya
dan keterampilan sosial bahwa kaum muda perlu dalam lanskap media baru.Budaya
partisipatif bergeser keaksaraan ini dari tingkat individu untuk keterlibatan
masyarakat.Jaringan dan kolaborasi mengembangkan keterampilan sosial yang
penting untuk kemahiran baru.Meskipun baru, keterampilan membangun off dari
landasan yang ada keaksaraan tradisional, keterampilan penelitian, keterampilan
teknis, dan keterampilan analisis kritis yang diajarkan di kelas.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                         Page 22
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa disamping perkembangan teknologi
pada era digital ini, kita sebagai manusia juga mau tidak mau harus bisa mengikuti
perputaran budaya partisipasi ini.Meskipun seperti pada tulisan diatas, budaya
partisipasi tidak sepenuhnya memiliki pengaruh positif, kita sebagai konsumen,
produsen dan konstibutor harus bisa memilah antara budaya positif dan negatif dari
perkembangan budaya partisipasi.Misalnya saja perkembangan mobilitas yang
semakin memungkinkan manusia bisa mengakses apapun dimanapun dan kapanpun
dengan kemampuan tablet PC atau Smartphone, kita pun sebagai manusia harus
bertindak smart dalam membijaksanai masalah ini kedepannya.




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                       Page 23
DAFTAR PUSTAKA




   http://en.wikipedia.org/wiki/Participatory_culture
   http://www.newmedialiteracies.org/files/working/NMLWhitePaper.pdf
   http://oreilly.com/web2/archive/what-is-web-20.html
   http://blogs.unpad.ac.id/teddykw/2012/06/27/e-book-37-digital-cultures-
    understanding-new-media/
   http://en.wikipedia.org/wiki/New_media
   www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Blogcri
    tics _Books1.htm
   www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Pages_
    2_Blogcritics _Books1.htm
   http://nyomanpijoan.wordpress.com/2011/02/28/an-introduction-of-new-media/
   http://papaninfo.wordpress.com/2010/11/24/tugas-soft-skill-8/
   DIGITAL CULTURE E-BOOK




Kelompok 7 – Participatory Cultures                                           Page 24

More Related Content

Viewers also liked (6)

Participatory culture kelompok 7 yuda
Participatory culture kelompok 7 yudaParticipatory culture kelompok 7 yuda
Participatory culture kelompok 7 yuda
 
Inaugural Addresses
Inaugural AddressesInaugural Addresses
Inaugural Addresses
 
How to think like a startup
How to think like a startupHow to think like a startup
How to think like a startup
 
32 Ways a Digital Marketing Consultant Can Help Grow Your Business
32 Ways a Digital Marketing Consultant Can Help Grow Your Business32 Ways a Digital Marketing Consultant Can Help Grow Your Business
32 Ways a Digital Marketing Consultant Can Help Grow Your Business
 
Teaching Students with Emojis, Emoticons, & Textspeak
Teaching Students with Emojis, Emoticons, & TextspeakTeaching Students with Emojis, Emoticons, & Textspeak
Teaching Students with Emojis, Emoticons, & Textspeak
 
Hype vs. Reality: The AI Explainer
Hype vs. Reality: The AI ExplainerHype vs. Reality: The AI Explainer
Hype vs. Reality: The AI Explainer
 

Similar to Makalah PTINM - Participatory Cultures

Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
ferisulianta.com
 
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
Nur Alfiyatur Rochmah
 

Similar to Makalah PTINM - Participatory Cultures (20)

Kti prilo
Kti priloKti prilo
Kti prilo
 
Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarah
 
Paper E-Discovery
Paper E-DiscoveryPaper E-Discovery
Paper E-Discovery
 
Irma yunita
Irma yunitaIrma yunita
Irma yunita
 
Irma yunita
Irma yunitaIrma yunita
Irma yunita
 
PENGARUH KEMAJUAN IPTEK TERHADAP NKRI.pptx
PENGARUH KEMAJUAN IPTEK TERHADAP NKRI.pptxPENGARUH KEMAJUAN IPTEK TERHADAP NKRI.pptx
PENGARUH KEMAJUAN IPTEK TERHADAP NKRI.pptx
 
Makalah peranan era digital
Makalah peranan era digitalMakalah peranan era digital
Makalah peranan era digital
 
DIGITALMARKETING.pdf
DIGITALMARKETING.pdfDIGITALMARKETING.pdf
DIGITALMARKETING.pdf
 
Materi 1 (TOT Literasi Digital): Internet, Media Sosial, dan Literasi Digital
Materi 1 (TOT Literasi Digital): Internet, Media Sosial, dan Literasi DigitalMateri 1 (TOT Literasi Digital): Internet, Media Sosial, dan Literasi Digital
Materi 1 (TOT Literasi Digital): Internet, Media Sosial, dan Literasi Digital
 
Makalah etika profesi cyber bullying fix
Makalah etika profesi cyber bullying fixMakalah etika profesi cyber bullying fix
Makalah etika profesi cyber bullying fix
 
Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
Buku literasi digital, riset dan perkembangannya dalam perspektif social stud...
 
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
TPKI (peranan hp terhadap kehidupan remaja seiring dengan perkembangan teknol...
 
Bahasa indonesia atau tpki
Bahasa indonesia atau tpkiBahasa indonesia atau tpki
Bahasa indonesia atau tpki
 
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdfDIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
 
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdfDIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
DIGITALISASIINDUSTRIPARIWISATAINDONESIA (2).pdf
 
Peranan TIK dalam Pembelajaran
Peranan TIK dalam Pembelajaran Peranan TIK dalam Pembelajaran
Peranan TIK dalam Pembelajaran
 
Globalisasi di bidang politik
Globalisasi di bidang politikGlobalisasi di bidang politik
Globalisasi di bidang politik
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan KomunikasiTeknologi Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi
 
Makalah teknologi multimedia stt ibnu sina batam
Makalah teknologi multimedia stt ibnu sina batamMakalah teknologi multimedia stt ibnu sina batam
Makalah teknologi multimedia stt ibnu sina batam
 

More from Sonityo Danang Jaya (8)

Cpu
CpuCpu
Cpu
 
Cpu
CpuCpu
Cpu
 
Presentasi bahasa indonesia abstrak
Presentasi bahasa indonesia   abstrakPresentasi bahasa indonesia   abstrak
Presentasi bahasa indonesia abstrak
 
Tugas Kelompok Legal Aspek TIK1 - Hak Cipta
Tugas Kelompok Legal Aspek TIK1 - Hak CiptaTugas Kelompok Legal Aspek TIK1 - Hak Cipta
Tugas Kelompok Legal Aspek TIK1 - Hak Cipta
 
Presentation - PTKI B - UNIX Operating Sistem
Presentation - PTKI B - UNIX Operating SistemPresentation - PTKI B - UNIX Operating Sistem
Presentation - PTKI B - UNIX Operating Sistem
 
Presentation - KTI C - Kelompok 5
Presentation - KTI C - Kelompok 5Presentation - KTI C - Kelompok 5
Presentation - KTI C - Kelompok 5
 
Presentasi OSK - RAID - Kelompok 4
Presentasi OSK - RAID - Kelompok 4Presentasi OSK - RAID - Kelompok 4
Presentasi OSK - RAID - Kelompok 4
 
Daur Biogeokimia
Daur BiogeokimiaDaur Biogeokimia
Daur Biogeokimia
 

Recently uploaded

BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
JuliBriana2
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
novibernadina
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
JarzaniIsmail
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
nabilafarahdiba95
 

Recently uploaded (20)

Program Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - PerencanaanProgram Kerja Public Relations - Perencanaan
Program Kerja Public Relations - Perencanaan
 
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptxBAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
BAB 5 KERJASAMA DALAM BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN.pptx
 
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).pptKenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
Kenakalan Remaja (Penggunaan Narkoba).ppt
 
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdfKanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
Kanvas BAGJA prakarsa perubahan Ahyar.pdf
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptxOPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
OPTIMALISASI KOMUNITAS BELAJAR DI SEKOLAH.pptx
 
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptxMemperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
Memperkasakan Dialog Prestasi Sekolah.pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdfProv.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
Prov.Jabar_1504_Pengumuman Seleksi Tahap 2_CGP A11 (2).pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMAE-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
E-modul Materi Ekosistem untuk kelas X SMA
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHANTUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
TUGAS RUANG KOLABORASI 1.3 PRAKARSA PERUBAHAN
 
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptxAKSI NYATA  Numerasi  Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
AKSI NYATA Numerasi Meningkatkan Kompetensi Murid_compressed (1) (1).pptx
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.pptLATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
LATAR BELAKANG JURNAL DIALOGIS REFLEKTIF.ppt
 
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
7.PPT TENTANG TUGAS Keseimbangan-AD-AS .pptx
 
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAYSOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
SOAL PUBLIC SPEAKING UNTUK PEMULA PG & ESSAY
 

Makalah PTINM - Participatory Cultures

  • 1. Disusun Oleh: AGUNG DERMAWAN (50411330) JIMMY HALIM (53411827) I GUSTI NGURAH PUTU RYANDHIKA P. P (53411420) SONITYO DANANG JAYA (56411856) YUDA ARISTIAN (57411596) FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA 2012 Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 1
  • 2. Daftar isi BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 3 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 3 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5 C. Tujuan ........................................................................................................ 6 BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................... 7 A. Pengertian Budaya Partisipasi ................................................................... 7 B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi ................................................ 8 C. Produsen,Konsumen , dan Produsage ........................................................ 9 D. Hubungan Antara Mobile,Interaktif dan Identitas ................................... 10 E. Potensi Budaya Partisipasi Dalam Pendidikan ........................................ 11 F. Tantangan Budaya Partisipasi dalam Pendidikan .................................... 12 1. Kekhawatiran Konsumer ................................................................... 12 2. Kekhawatiran dalam Pendidikan ....................................................... 13 2.1 Partisipasi Kesenjangan .............................................................. 14 2.2 Transparansi Masalah ................................................................. 15 2.3 Etika Tantangan .......................................................................... 16 2.4 Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan ................................... 16 2.5 Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari .................... 18 2.6 Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media ..................... 29 BAB 3 KESIMPULAN .................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24 Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 2
  • 3. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, perkembangan teknologi sudah tidak dapat dipungkiri lagi.Kita bisa membandingkan dengan mudah bahwa perkembangan teknologi telah merubah dunia.Seperti yang kita ketahui bahwa teknologi dibagi menjadi 2 jenis, yankni teknologi analog dan teknologi digital.Untuk melihat perkembangan teknologi analog, kita bisa kembali ke tahun 1980-an, dimana pada zaman itu manusia diperkenalkan dengan Walkman, sebuah perangkat analog stereo radio portable yang digunakan untuk memutar musik dari kaset rekorder secara pribadi. Atau kita mengenal perangkat analog game yakni gameboot, sejenis game portable dengan banyak jenis pilihan game yang sangat populer waktu itu. Atau juga perangkat analog kamera dengan roll-film yang biasa dikenal dengan nama tustel. Tak heran jika pada zaman itu manusia menyebutnya dengan zaman atau era “budaya analog”. Seiring waktu berjalan, kecanggihan teknologi pun semakin berkembang. Sejak tahun 2005-an, manusia mulai menemukan generasi baru dari budaya analog, yang dikenal dengan nama budaya digital. Ciri dari budaya digital adalah manusia mulai membuat peralihan dari budaya analog ke budaya digital dengan tidak menghilangkan unsur dari budaya analog itu sendiri, namun sebisa mungkin dibuat lebih se-portable mungkin.Sebagai contoh pada zaman budaya analog, manusia butuh komputer PC agar dapat mengakses internet, entah untuk keperluan chatting, membuka atau mengirim email, mengerjakan tugas pada Microsoft Office.Lalu manusia harus membeli televisi untuk bisa menikmati berbagai program tontonan. Namun di era budaya digital, manusia hanya butuh sebuah perangkat yakni handphone atau tablet PC untuk bisa browsing internet, Facebook, email, membuat tugas dengan OfficeSuite, bahkan bisa untuk live streaming alias menonton TV dengan layanan internet. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 3
  • 4. Mau tidak mau, kemajuan budaya teknologi telah merubah cara berfikir manusia Mengapa, karena terjadi perubahan yang sangat signifikan antara cara berfikir manusia pada era budaya analog dengan cara berfikir manusia pada era budaya digital. Pada era budaya analog, manusia relatif bertindak sebagai konsumen.Manusia hanya bertindak sebagai pengguna sebuah teknologi yang kemampuan-nya hanya sebatas itu, sebagai contoh, kita lihat perangkat Walkman, perangkat ini hanya sekedar digunakan untuk mendengarkan radio dan kaset tape.Namun pada era budaya digital, manusia tidak hanya bertindak sebagai konsumen, tetapi sebagai kontributor (penyalur) dan produsen.Keadaan ini disebut dengan era budaya partisipasi. Sebagai contoh pada era budaya digital, era Walkman telah digantikan dengan era iPod, sebuah perangkat yang bisa digunakan untuk mendengarkan musik dengan berbagai format audio dan video, juga bisa digunakan untuk bermain game High Definition, bahkan bisa digunakan untuk browsing dan download aplikasi di AppStore dengan menggunakan layanan internet nirkabel (Wi-Fi). Jadi, partisipasi manusia selain sebagai konsumen iPod, namun manusia bisa menjadi kontributor dan produsen dari aplikasi-aplikasi pihak ketiga untuk perangkat iPod tersebut. Namun, selain perkembangan budaya partisipasi, budaya lain yang berkembang pada era budaya digital adalah budaya mobile. Mobile mungkin hampir bisa dikatakan sama dengan portable. Namun mobile lebih dalam menjurus ke arah privatisasi.Misalnya saja handphone.Pada era budaya digital, handphone merupakan perangkat yang digunakan untuk menyimpan data pribadi seseorang, mulai dari kontak, email, foto, video, dan sebagainya.Selain itu dengan adanya budaya mobile, manusia cenderung menggunakan sebuah perangkat miliknya untuk segala aktivitas meskipun aktivitas itu menyimpang dari fungsi seharusnya. Misalnya tablet PC membuat seorang pelajar enggan membawa buku tulis ke sekolahnya, dan menjadikan tablet PC sebagai pengganti buku tulis untuk dicatatnya. Dengan demikian, berarti terdapat suatu penyimpangan dari munculnya budaya mobile. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 4
  • 5. Berbeda dengan perkembangan budaya mobile, terdapat budaya lain yang berkembang dan terkikis disini yakni budaya interaktivitas. Dikatakan berkembang karena semakin berkembangnya budaya digital, maka interaksi antara sesama budaya digital semakin tinggi.Misalnya interaksi antara sesama pengguna OS Android dimana kita bisa berbagi aplikasi ke sesama pengguna Android.Dikatakan terkikis karena dengan kemajuan budaya digital, interaksi antara manusia dengan manusia dalam arti sosial menjadi terkikis, karena manusia cenderung berinterkasi dengan perangkat mobilenya dibandingkan berinterkasi dalam lingkungan sekitarnya. Berdasarkan keadaan diatas, keikutsertaan budaya mobile dalam kemajuan budaya digital harus cenderung diawasi. Mengapa, karena meskipun kemajuan tersebut membuat kehidupan manusia menjadi lebih mudah, namun masih banyak dampak terselubung yang secara tidak langsung akan menjadi sebuah budaya yang sangat buruk kedepannya. Khususnya budaya interaksi sosial manusia yang mulai terkikis akibat adanya perkembangan budaya mobile. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka ada beberapa pertanyaan yang timbul terkait persoalan diatas : 1. Apa itu budaya partisipasi ? 2. Bagaimana sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya digital? 3. Apa yang dimaksud produsen, konsumen, dan produsage ? 4. Apa hubungan budaya partisipasi dengan budaya mobile, interaktif, dan identitas ? 5. Bagaimana potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan ? 6. Apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan manusia di era budaya digital? 7. Apa saja contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari hari ? 8. Bagaimana pendapat para pakar media tentang perkembangan budaya parrtisipasi dan budaya lain yang mengikutinya ? Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 5
  • 6. C. Tujuan 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya partisipasi; 2. Untuk mengetahui sejarah dan perjalanan budaya partisipasi di era budaya digital; 3. Untuk mengetahui perbedaan antara produsen, konsumen, dan produsage; 4. Untuk mengetahui hubungan – hubungan apa saja yang dimiliki antara budaya partisipasi dengan budaya pengikutnya, yakni budaya mobile, interaktif, dan budaya identitas; 5. Untuk mengetahui potensi budaya partisipasi dalam dunia pendidikan; 6. Untuk mengetahui apa saja tantangan budaya partisipasi dengan kehidupan manusia di era budaya digital; 7. Untuk mengetahui contoh budaya partisipasi dalam kehidupan sehari-hari; 8. Untuk mengetahui pendapat para pakar media tentang berkembangnya budaya partisipasi yang sejalan dengan perkembangan new media. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 6
  • 7. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Budaya Partisipasi Jika ditinjau dari pengertiannya secara mendalam, budaya partisipatif adalah neologisme dalam referensi, tetapi berlawanan dengan budaya Konsumen - dengan kata lain budaya di mana orang pribadi (masyarakat) tidak bertindak sebagai konsumen saja, tetapi juga sebagai kontributor atau produsen (prosumers). Istilah ini paling sering diterapkan pada produksi atau penciptaan beberapa jenis media yang diterbitkan.Kemajuan terbaru dalam teknologi (komputer pribadi dan sebagian besar internet) telah memungkinkan orang pribadi untuk membuat dan mempublikasikan media tersebut, biasanya melalui internet.Ini budaya baru yang berhubungan dengan internet telah digambarkan sebagai Web 2.0. Dalam budaya partisipatif "orang-orang muda kreatif menanggapi sejumlah besar sinyal elektronik dan komoditas budaya dengan cara yang mengejutkan pembuat mereka, menemukan arti dan identitas tidak pernah dimaksudkan untuk berada di sana dan nostrums sederhana menantang yang meratapi manipulasi atau kepasifan" konsumen ". Dengan adanya peningkatan akses ke Internet pada masa yang akan datang, maka budaya partisipasi semakin memungkinkan berkembang pesat. Hal ini akan mempermudah manusia untuk bisa bekerja sama, menghasilkan dan menyebarkan berita, ide, karya, kreativitas, dan dapat dengan mudah terhubung dengan orang-orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama . Potensi budaya partisipatif untuk keterlibatan masyarakat sipil dan ekspresi kreatif telah diteliti oleh media sarjana Henry Jenkins . Henry Jenkins mengatakan bahwa budaya partisipatif merupakan sebuah konsep lama yang dipegang dari konvergensi media yang mulai melihat hasil dalam budaya konsumen, dan dalam arena mobile media dimana interface dan persimpangan Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 7
  • 8. teknologi media yang berbeda barangkali yang paling terlihat. Namun, seperti Henry Jenkins telah menunjukkan, konvergensi adalah bukan hanya bundling bersama-sama, dalam satu perangkat atau mekanisme pengiriman, yang berbeda helai jenis media konten: Konvergensi tidak bergantung pada mekanisme pengiriman yang spesifik. Sebaliknya, konvergensi merupakan pergeseran paradigma - bergerak dari medium-spesifik konten ke konten yang mengalir di beberapa saluran media, terhadap meningkatkan saling ketergantungan sistem komunikasi, menuju beberapa cara mengakses konten media, dan menuju hubungan yang lebih kompleks antara top-down media korporasi dan bottom-up budaya partisipatif. (Jenkins-2006a:243) B. Sejarah dan Perjalanan Budaya Partisipasi Jika ditinjau dari sejarahnya, budaya partisipatif telah ada lebih lama dari Internet.Munculnya Press Association Amatir di pertengahan abad ke-19 adalah contoh dari budaya partisipatif sejarah, pada waktu itu, orang-orang muda yang mengetik tangan dan mencetak publikasi mereka sendiri. Publikasi ini telah dikirimkan ke seluruh jaringan orang dan menyerupai apa yang sekarang disebut jaringan sosial. Evolusi dari zine, acara radio, proyek kelompok, dan gosip ke blog, podcast, wiki, dan jaringan sosial telah berdampak masyarakat sangat.Dengan layanan web seperti eBay, Blogger, Wikipedia, Photobucket, Facebook, dan YouTube, maka tidak mengherankan bahwa kebudayaan telah menjadi lebih partisipatif. Implikasi dari perubahan bertahap dari produksi untuk produsage yang mendalam, dan akan mempengaruhi inti dari budaya, ekonomi, masyarakat, dan demokrasi. Kemampuan individu untuk mengirimkan konten ke internet sehingga dapat dicapai oleh khalayak luas, tetapi di samping situs internet banyak telah meningkatkan akses.Website seperti Flickr, Wikipedia, dan Facebook mendorong pengajuan konten ke Internet.Mereka meningkatkan kemudahan dimana pengguna dapat memposting konten dengan memungkinkan mereka untuk mengirimkan informasi bahkan jika mereka hanya memiliki sebuah Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 8
  • 9. browser internet.Kebutuhan untuk perangkat lunak tambahan dihilangkan.Website ini juga berfungsi untuk menciptakan komunitas online untuk produksi konten. Komunitas-komunitas dan layanan web mereka telah diberi..label..sebagai..bagian..dari..Web2.0. Hubungan antara alat Web 2.0 dan budaya partisipatif lebih dari sekedar materi, namun. Sebagai pola pikir dan skillsets dari praktek-praktek partisipatif telah semakin diambil, orang semakin cenderung untuk mengeksploitasi alat-alat baru dan teknologi dalam cara 2.0. Salah satu contoh adalah penggunaan teknologi ponsel untuk terlibat "massa pintar" untuk perubahan politik di seluruh dunia. Di negara-negara dimana penggunaan ponsel melebihi penggunaan bentuk lain dari teknologi digital, menyampaikan informasi melalui telepon seluler telah membantu membawa perubahan politik dan sosial yang signifikan. Contoh nyata termasuk apa yang disebut "Revolusi Oranye" di Ukraina, penggulingan Presiden Filipina Joseph Estrada, dan protes politik yang biasa dilakukan di seluruh penjuru dunia. C. Produsen, Konsumen dan Produsage Dalam buku Understanding Digital Culture karya Vincent Miller, beliau membuat argumen dari ide bagaimana garis antara produsen dan konsumen luntur.Produsen adalah mereka yang membuat objek konten dan budaya, dan konsumen adalah penonton atau pembeli dari objek tersebut. Dengan mengacu pada gagasan dari Burns tentang "prosumer," Miller berpendapat bahwa "Dengan munculnya media baru konvergen dan kebanyakan pilihan dalam sumber-sumber informasi, serta peningkatan kapasitas bagi individu untuk menghasilkan konten sendiri, pergeseran ini jauh dari hegemoni produser kepada penonton atau kekuasaan konsumen akan tampaknya telah dipercepat, sehingga mengikis perbedaan produsen-konsumen . "Prosumer" adalah hasil akhir dari strategi yang telah semakin banyak digunakan yang mendorong umpan balik antara produsen dan konsumen (prosumers), yang memungkinkan untuk mempengaruhi konsumen lebih..besar..atas..produksi..barang." Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 9
  • 10. Bruns (2008) mengacu pada produsage, oleh karena itu, sebagai kolaborasi komunitas bahwa peserta dapat mengakses untuk berbagi "konten, kontribusi, dan tugas seluruh masyarakat jaringan" .Sama seperti Wikipedia memungkinkan pengguna untuk menulis, mengedit, dan akhirnya menggunakan konten, produsers adalah peserta aktif yang diberdayakan oleh partisipasi mereka sebagai pembangun jaringan. Bruns (2008) menjelaskan pemberdayaan bagi pengguna yang berbeda dari khas "top-down” ruang dimediasi dari mediaspheres tradisional .Produsage terjadi ketika pengguna adalah produsers dan sebaliknya, pada dasarnya menghilangkan kebutuhan untuk ini "top-down" intervensi. Kolaborasi dari masing-masing peserta didasarkan pada prinsip inklusivitas, setiap anggota menyumbangkan informasi berharga bagi pengguna lain untuk menggunakan, menambah, atau mengubah. Dalam sebuah komunitas pelajar, kolaborasi melalui produsage dapat menyediakan akses ke konten untuk setiap peserta, bukan hanya mereka dengan beberapa jenis otoritas...Setiap..peserta..memiliki..kewenangan. Hal ini menyebabkan gagasan Bruns (2008) tentang "equipotentiality: asumsi bahwa sementara keterampilan dan kemampuan dari semua peserta dalam proyek produsage tidak sama, mereka memiliki kemampuan yang sama untuk memberikan kontribusi layak untuk proyek" . Karena ada perbedaan lagi antara produsen dan konsumen, setiap peserta memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi secara berarti dalam produsage . D. Hubungan Antara Mobile, Interaktif, dan Identitas Dalam era budaya partisipasi, hubungan antara mobile, interaktif, dan identitas hampir tidak bida dipisahkan. Seperti yang dijelaskan pada babPendahuluan, pada era budaya digital, semua kegiatan manusia seakan-akan lebih dipermudah dengan adanya kemajuan teknologi. Misalnya ponsel pintar (smartphone).Smartphone adalah salah satu contoh yang menggabungkan unsur interaktivitas, identitas, dan mobilitas.Mobilitas smartphone menunjukkan bahwa media tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 10
  • 11. konteks apapun. Perkembangan teknologi smartphone memungkinkan penggunanya yang memiliki keterbatasan waktu kerja atau jadwal dan keterbatasan lokasi untuk terus bisa menerima informasi yang up-to-date diantaranya perkembangan film dari bioskop, bahkan kita tidak perlu membeli cd original film agar bisa ditayangkan di rumah secara pribadi, namun sekarang smartphone yang dapat digunakan untuk menyaksikan film tersebut baik lewat YouTube atau IMDB kapan saja dan di mana saja. Smartphone ini juga meningkatkan budaya partisipatif oleh peningkatan tingkat interaktivitas. Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan, menavigasi halaman, berkontribusi konten mereka sendiri dan memilih apa link untuk mengikuti. Ini melampaui tingkat "keyboard" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol dan surat diharapkan muncul, dan menjadi lebih dinamis dengan kegiatan pilihan terus baru dan pengaturan perubahan, tanpa rumus set untuk mengikuti. Peran konsumen bergeser dari penerima pasif kepada kontributor aktif. Smartphone melambangkan ini dengan pilihan tak berujung dan cara-cara untuk terlibat secara pribadi dengan beberapa media pada saat yang sama, dengan cara nonlinier. Smartphone ini juga memberikan kontribusi untuk budaya partisipatif karena bagaimana perubahan persepsi identitas.Seorang pengguna dapat bersembunyi di balik sebuah avatar, profil palsu, atau diri cukup ideal ketika berinteraksi dengan orang lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk menjadi siapa yang mengatakan satu.Kemampuan untuk masuk dan keluar dari peran perubahan pengaruh media budaya, dan juga pengguna sendiri Sekarang.Bukan saja orang peserta aktif dalam media dan budaya, tetapi diri mereka membayangkan yang juga. E. Potensi Budaya Partisipasi dalam Pendidikan Media sosial dan partisipatif memungkinkan untuk berinteraksi tanda harus bertatap muka dan memang terjadinya pergeseran dalam cara kita pendekatan belajar mengajar di kelas. Peningkatan ketersediaan internet di ruang Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 11
  • 12. kelas memungkinkan untuk akses lebih besar ke informasi. Misalnya, tidak lagi diperlukan untuk pengetahuan yang relevan yang akan terkandung dalam beberapa kombinasi dari guru dan buku, hari ini, pengetahuan dapat lebih de- terpusat dan dibuat tersedia untuk semua peserta didik untuk mengakses. Guru, kemudian, dapat membantu memfasilitasi dengan cara yang efisien dan efektif dari penggunaan akses, penafsiran, dan penggunaan suatu pengetahuan. F. Tantangan Budaya Partisipasi Meskipun merupakan sebuah budaya yang sedang berada dipuncak era budaya digital, namun terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi perkembangan budaya partisipasi. Tantangan tersebut diantaranya : 1. Kekhawatiran Konsumer Sebagian orang lebih banyak ingin menjadi konsumen dan kontributor aktif dalam situasi lain. Menjadi konsumen atau kontributor aktif bukan merupakan atribut seseorang, tapi sebuah konteks.Kriteria penting yang perlu diperhitungkan adalah kegiatan pribadi yang memiliki arti.Budaya partisipatif memberdayakan manusia untuk menjadi kontributor aktif dalam kegiatan pribadi yang berarti. Kelemahan dari budaya tersebut adalah bahwa mereka dapat memaksa manusia untuk mengatasi beban menjadi kontributor aktif dalam kegiatan pribadi tidak relevan. Hal ini dapat diilustrasikan dengan potensi dan kelemahan dari "Do-It-Yourself Societies": dimulai dengan self-service restoran dan self-service pompa bensin beberapa dekade yang lalu, dan kecenderungan ini telah sangat dipercepat selama 10 terakhir tahun. Melalui alat-alat modern (termasuk perdagangan elektronik didukung oleh Web), manusia diberi wewenang untuk melakukan banyak tugas sendiri yang dilakukan sebelumnya oleh pekerja terampil domain berfungsi sebagai agen dan perantara. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 12
  • 13. Sementara pergeseran ini memberikan kekuatan, kebebasan, dan kontrol kepada pelanggan (misalnya, perbankan dapat dilakukan setiap saat hari dengan ATM, dan dari setiap lokasi dengan Web), telah menyebabkan juga untuk beberapa konsekuensi yang kurang diinginkan. Orang dapat mempertimbangkan beberapa tugas tidak terlalu berarti secara pribadi dan karenanya akan lebih dari puas dengan peran konsumen. Selain tugas-tugas sederhana yang memerlukan upaya belajar kecil atau tidak, pelanggan tidak memiliki pengalaman profesional telah diperoleh dan dipertahankan melalui penggunaan sehari-hari dari sistem, dan latar belakang pengetahuan yang luas untuk melakukan tugas-tugas secara efisien dan efektif.Alat yang digunakan untuk melakukan tugas-tugas - banking, pemesanan perjalanan, membeli tiket pesawat, memeriksa bahan makanan di supermarket - yang inti teknologi untuk profesional, namun sesekali teknologi bagi pelanggan. Ini akan menempatkan beban, baru substansial pada pelanggan daripada harus pekerja domain terampil dalam melakukan tugas-tugas ini. Secara signifikan, juga, sebagai bisnis semakin merekrut praktek partisipatif dan sumber daya untuk pasar barang dan jasa, konsumen yang nyaman bekerja dalam media partisipatif berada pada keuntungan yang berbeda atas mereka yang kurang nyaman.Tidak hanya konsumen yang resisten terhadap memanfaatkan affordances budaya partisipatif telah menurun akses ke pengetahuan, barang, dan jasa, tetapi mereka cenderung untuk mengambil keuntungan dari leverage meningkat melekat dalam terlibat dengan bisnis sebagai suatu prosumer. 2. Kekhawatiran dalam Pendidikan Henry Jenkins mengidentifikasi tiga masalah yang signifikan sehubungan dengan budaya partisipatif.Hal tersebut adalah "partisipasi kesenjangan" "masalah transparansi", "tantangan etika", dan “masalah pembuat kebijakan pendidikan”. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 13
  • 14. 2.1. Partisipasi Kesenjangan Kategori ini terkait dengan masalah kesenjangan digital, perhatian dengan menyediakan akses ke teknologi untuk semua peserta didik.Gerakan untuk memecah kesenjangan digital sudah termasuk upaya untuk membawa komputer ke dalam ruang kelas, perpustakaan, dan tempat umum lainnya.Upaya ini telah banyak berhasil, tetapi Jenkins berpendapat, kekhawatiran kini dengan akses berkualitas dengan teknologi yang tersedia. Mereka menjelaskan: “Apa yang seseorang dapat capai dengan mesin usang di perpustakaan umum dengan perangkat lunak penyaringan wajib dan tidak ada kesempatan untuk penyimpanan atau transmisi artinya jika dibandingkan dengan apa yang orang dapat melakukannya dengan komputer rumah dengan akses internet tak terbatas, band lebar-tinggi, dan konektivitas terus menerus. (undang-undang saat ini untuk memblokir akses ke perangkat lunak jaringan sosial di sekolah dan perpustakaan umum lebih lanjut akan memperluas kesenjangan partisipasi.) Ketidakmampuan sistem sekolah untuk menutup kesenjangan partisipasi memiliki konsekuensi negatif bagi semua orang yang terlibat.Di satu sisi, orang-orang muda yang paling maju di kemahiran media yang sering dilucuti teknologi mereka dan merampok teknik terbaik mereka untuk belajar dalam upaya untuk memastikan pengalaman yang seragam untuk semua di kelas. Di sisi lain, banyak pemuda yang tidak memiliki eksposur terhadap jenis baru dari budaya partisipatif di luar sekolah menemukan diri mereka berjuang untuk bersaing dengan rekan-rekan mereka.” (Jenkins.et..al..page:.15) Teknologi gratis tidak cukup untuk memastikan remaja dan orang dewasa belajar bagaimana menggunakan alat efektif. Sebagian besar pemuda Amerika sekarang memiliki akses minimal setidaknya Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 14
  • 15. untuk komputer jaringan, baik itu di sekolah atau di perpustakaan umum, namun "anak-anak yang memiliki akses ke komputer rumah menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap komputer, menunjukkan antusiasme yang lebih, dan melaporkan lebih antusias dan kemudahan saat menggunakan komputer daripada mereka yang tidak (Page 8 Wartella, O'Keefe, dan Scantlin (2000). Sebagai anak-anak dengan lebih banyak akses ke komputer mendapatkan lebih nyaman dalam menggunakan mereka, para siswa kurang tech-savvy bisa disisihkan.Penting untuk dicatat bahwa lebih dari biner sederhana yang bekerja di sini, seperti kelas pekerja pemuda mungkin masih memiliki akses sehingga beberapa teknologi (misalnya konsol game), sementara bentuk lainnya tetap tercapai.ketidaksetaraan ini akan memungkinkan keterampilan tertentu untuk mengembangkan pada beberapa anak, seperti bermain, sementara yang lain tetap tidak tersedia, seperti kemampuan untuk memproduksi dan mendistribusikan sendiri diciptakan..media. 2.2. Transparansi Masalah Peningkatan fasilitas dengan teknologi tidak selalu mengarah pada peningkatan kemampuan untuk menafsirkan bagaimana teknologi tekanannya sendiri pada kami.Memang, dengan peningkatan akses ke informasi, kemampuan untuk menafsirkan kelangsungan hidup informasi yang menjadi semakin sulit.Hal ini penting, kemudian, untuk menemukan cara-cara untuk membantu pelajar muda mengembangkan taktik untuk terlibat kritis dengan alat-alat dan sumber daya yang mereka gunakan. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 15
  • 16. 2.3. Etika Tantangan Hal ini diidentifikasi sebagai "kerusakan bentuk tradisional pelatihan profesional dan sosialisasi yang mungkin mempersiapkan kaum muda untuk peran mereka semakin publik sebagai pembuat media dan peserta masyarakat" (Jenkins et al pg.. 5). Sebagai contoh, hampir sepanjang paruh terakhir abad ke-20 pelajar yang ingin menjadi wartawan umumnya akan terlibat dalam magang formal melalui kelas jurnalisme dan bekerja pada koran sekolah tinggi. Pekerjaan ini akan dibimbing oleh seorang guru yang ahli dalam aturan dan norma-norma jurnalisme dan yang akan memberi pengetahuan itu kepada siswa- magang. Dengan meningkatkan akses ke alat Web 2.0, Namun, siapa pun bisa menjadi jurnalis macam, dengan atau tanpa magang untuk disiplin. Tujuan utama di media pendidikan, maka, harus menemukan cara untuk membantu peserta didik mengembangkan teknik untuk refleksi aktif pada pilihan yang mereka buat-dan kontribusi mereka menawarkan-sebagai anggota budaya partisipatif. 2.4. Masalah Pembuat Kebijakan Pendidikan Sebagai guru, administrator, dan pembuat kebijakan mempertimbangkan peran media baru dan praktek partisipatif di lingkungan sekolah, mereka harus menemukan cara untuk mengatasi berbagai tantangan. Tantangan termasuk mencari cara untuk bekerja dengan desentralisasi pengetahuan yang melekat dalam ruang online, kebijakan pengembangan sehubungan dengan perangkat lunak penyaringan yang melindungi peserta didik dan sekolah tanpa membatasi siswa akses ke situs yang memungkinkan partisipasi , dan mempertimbangkan peran penilaian dalam kelas yang merangkul partisipatif praktek. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 16
  • 17. Budaya secara substansial didefinisikan oleh media dan alat-alat mereka untuk berpikir, bekerja, belajar, dan bekerja sama. Sayangnya sejumlah besar media baru yang dirancang untuk melihat manusia hanya sebagai konsumen, dan orang-orang, terutama orang muda di lembaga pendidikan, pola pikir bentuk yang didasarkan pada eksposur mereka terhadap media tertentu.Pola pikir saat ini tentang belajar, mengajar, dan pendidikan didominasi oleh pandangan yang mengajar sering dipasang "ke dalam cetakan di mana seorang guru, tunggal mungkin mahatahu eksplisit mengatakan atau menunjukkan mungkin peserta didik ketidaktahuan sesuatu yang mereka mungkin tidak tahu tentang".Sebuah tantangan kritis adalah reformulasi dan rekonseptualisasi ini konsepsi miskin dan menyesatkan.Belajar tidak harus dilakukan dalam fase terpisah dan di tempat terpisah, tetapi harus diintegrasikan ke dalam kehidupan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk membangun solusi untuk masalah mereka sendiri.Ketika mereka mengalami kerusakan dalam melakukannya, mereka harus mampu belajar pada permintaan dengan memperoleh akses ke informasi yang relevan secara langsung.Kegunaan langsung pengetahuan baru untuk situasi masalah yang sebenarnya sangat meningkatkan motivasi belajar materi baru karena waktu dan tenaga diinvestasikan dalam pembelajaran yang berharga segera untuk tugas di tangan - tidak hanya untuk beberapa keuntungan jangka panjang diduga. Dalam rangka untuk menciptakan pola pikir kontributor aktif melayani sebagai dasar dari budaya partisipatif, pembelajaran tidak dapat dibatasi untuk menemukan pengetahuan yang "luar sana".Alih- alih melayani sebagai "organ reproduksi dari masyarakat konsumen" lembaga pendidikan harus memupuk perkembangan pola pikir kontributor aktif dengan menciptakan kebiasaan, peralatan dan keterampilan yang membantu orang menjadi berdaya dan bersedia untuk secara aktif memberikan kontribusi pada desain kehidupan Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 17
  • 18. mereka dan masyarakat.Selain mendukung kontribusi dari desainer individu, lembaga pendidikan perlu membangun budaya dan pola pikir dari berbagi, didukung oleh teknologi yang efektif dan ditopang oleh motivasi pribadi untuk sesekali bekerja untuk kepentingan kelompok dan masyarakat. Ini termasuk mencari cara bagi orang untuk melihat pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan orang lain yang "on- work", bukan sebagai pekerjaan tambahan yang tidak ada pengakuan dan tidak ada imbalan. 2.5. Budaya Partisipasi dalam Kehidupan Sehari-hari  Keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat secara partisipatif dalam proses pembangunan teknologi, terus berkembang untuk jalannya komunikasi, kolaborasi, dan ide-ide, itu juga menimbulkan peluang baru bagi masyarakat untuk membuat konten mereka sendiri.  Hambatan seperti waktu dan uang mulai menjadi kurang signifikan terhadap kelompok besar masyarakat. Misalnya, pembuatan film dibutuhkan sekali dana dalam jumlah besar peralatan mahal, tapi sekarang klip video dapat dibuat dengan peralatan yang terjangkau untuk banyak orang. Kemudahan yang konsumen ciptakan telah tumbuh.  Contoh lain adalah Smartphone, smartphone adalah salah satu contoh yang menggabungkan unsur interaktivitas, identitas dan mobilitas. Mobilitas dari ponsel pintar menunjukkan bahwa media tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu dapat digunakan dalam konteks. untuk sekarang ponsel cerdas yang dapat dipantau kapan saja dan dimana saja. Smartphone juga meningkatkan budaya partisipatif dengan peningkatan tingkat interaktivitas. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 18
  • 19. Alih-alih hanya menonton, pengguna secara aktif terlibat dalam membuat keputusan, navigasi halaman, menyumbangkan konten mereka sendiri dan memilih apa link untuk diikuti. Ini melampaui keyboard "tingkat" interaktivitas, di mana seseorang menekan tombol dan huruf yang diharapkan muncul, dan menjadi aktivitas dinamis dengan opsi baru secara terus menerus dan mengubah pengaturan, tanpa formula yang ditetapkan untuk mengikuti. Smartphone melambangkan ini dengan pilihan terbatas dan cara untuk mendapatkan pribadi terlibat dengan beberapa media pada saat yang sama. Smartphone juga berkontribusi terhadap budaya partisipatif karena bagaimana mengubah persepsi identitas.Seorang pengguna dapat bersembunyi di balik sebuah avatar, profil palsu, atau hanya diri ideal saat berinteraksi dengan orang lain secara online.Tidak ada akuntabilitas untuk menjadi siapa yang Anda..katakan. 2.6. Budaya Partisipasi Menurut Para Pakar Media Berikut adalah beberapa pendapat dari para ahli mengenai budaya partisipasi. Matt Hills Budaya digital telah diragukan lagi sudah berdampak dalam berbagai cara pada kontemporerhidup, tapi salah satu perkembangan semakin signifikan itu telah membawa berkaitan dengandimediasi komunikasi 'beraktivitas'. Tentu saja, seperti dengan banyak disebut BaruMedia perkembangan, ini bukan sesuatu yang sama sekali baru, 'media lama' seperti analogradio telah dgn mudah portabel selama beberapa dekade, dan stereo pribadi Walkmanmenjadi perangkat analog massal populer, pada tahun 1980, untuk pribadi mendengarkandirekam kaset kaset di ruang publik Meskipun macamprekursor, hal itu tetap bisa dikatakan bahwa digital, mobile media memang menawarkanserangkaian kemungkinan khas portabel. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 19
  • 20. Henry Jenkins BUDAYA PARTISIPATIF: MOBILITAS, interaktivitas dan IDENTITAS Adopsi sekarang mungkin telah sebagian direlokasi selalu-on dalam mengakses akun email, dan harapan pekerja budaya sekitarnya ini. Jauh dari 'nomaden'komunikasi harus menjadi bebas bagi konsumen, mereka mungkin membatasiuntuk beberapa pekerja, yang menjadi tidak dapat bergerak di luar jangkauan atau mencapai kerjakomunikasi.Sekali lagi, kita dapat melihat versi dari perayaan / menghukummatriks sini, dengan media digital mobile yang terkait dengan wacana kritis tertentu yangpenting untuk terus diingat.Meskipun aku mulai dengan 'di mana' media mobile digital, dan budayakonsekuensi, itu tidak benar-benar mungkin untuk memisahkan ini dari 'apa' dan'Siapa' budaya digital, dan karenanya ini hanya bisa benar-benar tetap analitis, penataanperangkat. Mengingat bahwa syarat, sekarang saya pindah ke sebentar lebih fokus terpusat padamasalah konten media. Henry Jenkins telah berpendapat bahwa satu perangkat telah menjadidekat objek dalam diskusi budaya digital, tapi dengan cara yang berhubungan denganperubahan dalam pengiriman dan mengalami konten digital:IPod video tampaknya simbol dari budaya konvergensi baru – tidakkarena semua orang percaya layar kecil dari iPod adalah kendaraan yang ideal untukmenonton konten siaran tetapi karena kemampuan untuk men-download tayangan ulang padapermintaan merupakan perubahan besar dalam hubungan antara konsumen dankonten media. Studi Kasus: jaringan social dan identitas diri Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 20
  • 21. Matt Hills Bahwa 'nomaden' media digital cenderung didefinisikan dalamhubungan simbiosis dengan fixed-point PC dianggap sebagai penyimpanan atau pusat upload.Tentu saja, situasi ini juga dapat berubah sebagai perangkat portabel yang mampu membawa lebihdan lebih banyak data serta menjadi wi-fi-diaktifkan sendiri (seperti iPod Touch,meskipun hal ini saat ini tidak diberkati dengan banyak cara penyimpanan data). ItuSituasi saat ini berarti bahwa layanan dan situs dianggap sebagai budaya signifikandalam budaya digital mobile - YouTube atau Flickr, misalnya - dapat melibatkanupload file digital yang ditangkap bergerak, tapi yang kemudian mungkindiposting online melalui (relatif) fixed-point PC. Dan situs jejaring sosial tersebutseperti Facebook mungkin juga, sama, melibatkan berbagi gambar digital yang diambil padaKamera ponsel atau kamera digital yang berdedikasi, yang kemudian dapat di-upload dandiakses melalui berbagai kurang portable / nomaden PC.Namun, saling terkait untuk PC rumah dan pekerjaan, kenaikan mobile digitalMedia boleh dibilang telah memiliki dampak yang besar pada konsep identitas diri bagi generasidikhususkan pengguna - bukan hanya mahasiswa. P. David Marshall Beliau berpendapat bahwa konsep diri (dan kegiatannya) sebagaiserangkaian gambar mengantisipasi pengawasan orang lain secara online mengarah ke jenis baru'Publik privasi' di mana diri secara terus-menerus dan narcissistically dilakukan,auto-objektifikasi. Dengan foto dan rincian pribadi lainnya, Facebook dan Myspace menghasilkanpublik privasi menjadi bentuk baru dari narsisme. Narsisme ini diaktualisasikanmelalui New Media dan secara khusus modalized sekitar mediatizedversi diri representasi dari selebriti kini telah dibebaskanmenjadi dasar untuk presentasi publik potensi diri. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 21
  • 22. BAB III KESIMPULAN Keistimewaan budaya digital pada zaman ini sudah membawa perubahan besar terhadap perjalanan hidup manusia.Manusia pada era budaya digital menjadi lebih dipermudah dengan dahsyatnya perkembangan teknologi yang berkembang pesat.Memang sebelum budaya digital, terdapat budaya yang lebih dulu muncul yakni budaya analog.Namun seiring perkembangan teknologi, dengan mudahnya budaya digital dapat menggeser tahta budaya analog dalam evolusi kepentingan hidup manusia. Namun siapa sangka disamping berkembangnya budaya digital, ternyata ada budaya lain yang mau tidak mau ikut serta seiring perkembangan budaya tersebut. Budaya ini adalah budaya partisipasi.Budaya yang seolah manusia tidak bertindak sebagai konsumen melainkan sebagai konstribusi dan produsen. Jika membawa budaya partisipasi dalam lingkung edukasi, Jenkins et al. percaya bahwa “pembicaraan seputar Digital Divide harus fokus pada peluang untuk berpartisipasi dan mengembangkan kompetensi budaya dan keterampilan sosial yang diperlukan untuk mengambil bagian daripada terjebak pada pertanyaan tentang akses teknologi.”Sebagai institusi, sekolah telah lambat pada serapan budaya partisipatif.Sebaliknya, program afterschool saat mencurahkan perhatian lebih terhadap perkembangan kemahiran media baru, atau, seperangkat kompetensi budaya dan keterampilan sosial bahwa kaum muda perlu dalam lanskap media baru.Budaya partisipatif bergeser keaksaraan ini dari tingkat individu untuk keterlibatan masyarakat.Jaringan dan kolaborasi mengembangkan keterampilan sosial yang penting untuk kemahiran baru.Meskipun baru, keterampilan membangun off dari landasan yang ada keaksaraan tradisional, keterampilan penelitian, keterampilan teknis, dan keterampilan analisis kritis yang diajarkan di kelas. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 22
  • 23. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa disamping perkembangan teknologi pada era digital ini, kita sebagai manusia juga mau tidak mau harus bisa mengikuti perputaran budaya partisipasi ini.Meskipun seperti pada tulisan diatas, budaya partisipasi tidak sepenuhnya memiliki pengaruh positif, kita sebagai konsumen, produsen dan konstibutor harus bisa memilah antara budaya positif dan negatif dari perkembangan budaya partisipasi.Misalnya saja perkembangan mobilitas yang semakin memungkinkan manusia bisa mengakses apapun dimanapun dan kapanpun dengan kemampuan tablet PC atau Smartphone, kita pun sebagai manusia harus bertindak smart dalam membijaksanai masalah ini kedepannya. Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 23
  • 24. DAFTAR PUSTAKA  http://en.wikipedia.org/wiki/Participatory_culture  http://www.newmedialiteracies.org/files/working/NMLWhitePaper.pdf  http://oreilly.com/web2/archive/what-is-web-20.html  http://blogs.unpad.ac.id/teddykw/2012/06/27/e-book-37-digital-cultures- understanding-new-media/  http://en.wikipedia.org/wiki/New_media  www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Blogcri tics _Books1.htm  www.Book_Review_Net_Blogs_and_Rock_'n'_Roll_by_David_Jennings_Pages_ 2_Blogcritics _Books1.htm  http://nyomanpijoan.wordpress.com/2011/02/28/an-introduction-of-new-media/  http://papaninfo.wordpress.com/2010/11/24/tugas-soft-skill-8/  DIGITAL CULTURE E-BOOK Kelompok 7 – Participatory Cultures Page 24