SlideShare a Scribd company logo
KORBAN 
ADALAH 
k 
ita
Jangan simpan buku ini! 
Berikan kepada teman, saudara, 
atau siapapun yang ada di samping Anda setelah membacanya. 
Mari bersama selamatkan 
anak-anak kita dari bahaya rokok.
Prolog 
KITA adalah korban, sebab tak ada yang diuntungkandalam konsumsi rokok, kecuali produsennya. Kesaksian orang-orang dalam buku ini menunjukkan bahwa rokok tak hanya merenggut tubuh dan nyawa penghisapnya, tapi juga orang di sekelilingnya. Perokok pasif malah jauh lebih berisiko karena umumnya mereka tak sadar telah terkena penyakit akibat rokok. 
Cerita seorang aktivis politik dan hak asasi manusia mengkonfirmasi bahaya ini. Ia tak percaya paru-parunya terluka karena terpapar asap rokok, hingga bolak-balik ke rumah sakit, sampai dokter meyakinkan bahwa luka itu akibat racun nikotin yang dihisap koleganya ketika rapat partai. Atau seorang karyawan yang meninggal karena bertahun-tahun bergumul dengan mereka yang mengepulkan asap di ruang kerja. 
Para perokok pasif umumnya tak siap dan tak sadar tubuh mereka rontok dimakan racun nikotin karena tak merokok, dan orang-orang dekatnya juga bersih dari nikotin. Lalu mereka kolaps karena jantung dan paru-parunya terkena kanker stadium lanjut. Rokok telah menjadi pembunuh manusia paling efektif dan massal yang ironisnya dilegalkan oleh negara. 
Para perokok aktif, sementara itu, kesulitan berhenti sampai dokter memvonisnya terkena kanker atau pembuluh darahnya tersumbat hingga jantungnya berhenti berdetak. 
Kita adalah korban... 
Penanggung 
jawab 
dr. Prijo Sidipratomo 
E 
ditor 
Tari Menayang 
Penulis 
Nanda Fauziy 
D 
esain grafis 
Andi Andya 
KORBAN 
ADALAHkita 
Komisi Nasional 
Pengendalian Tembakau 
Jl. Teuku Umar 8, 
Menteng, Jakarta 10310 
T : (021) 3917354 
E : komnaspt@yahoo.co.id 
Komnas Pengendalian 
Tembakau 
@komnaspt 
W 
ebsite: www.komnaspt.or.id 
A 
liansi Masyarakat 
Korban Rokok Indonesia 
E : aliansikorbanrokok@ yahoo.com 
@kitakorban
Orang-orang dekatnya juga terimbas penyakit serupa karena racun rokok selamanya menempel di tubuhnya, mengendap di darah, melayang di udara hingga dihisap orang-orang sekeling tak berdosa yang sadar asap rokok begitu mematikan. 
Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Sebab rokok menyerang siapa saja ke arah siapa saja. Kaya miskin, tua muda, menjadi korban rokok karena efek dominonya yang dahsyat. 
Seorang narasumber mengingatkan negara perlu turun tangan untuk mencegah korban rokok lebih banyak dengan cara mengendalikan distribusi, produksi, dan konsumsinya. Tanpa campur tangan negara—pemerintah, parlemen, lembaga penegak hukum—upaya masyarakat sipil yang peduli dengan generasi republik ini tak akan punya gaung yang gemanya memantul ke pelosok- pelosok negeri. Pendapatan dari cukai itu tak menjadi apa-apa ketika banyak orang yang sakit akibat racun nikotin. 
Para korban yang bersaksi di buku ini—suami yang ditinggalkan istri karena jadi perokok pasif, istri yang sendiri karena suami meninggal akibat jadi perokok aktif, anak-anak yang menjadi yatim karena ayah dan ibunya direnggut nikotin—punya wasiat seragam: jauhi rokok karena pasti menyengsarakan. Jika tak berakhir di kuburan, perokok dan orang di sekelilingnya minimal mampir di ruang operasi rumah sakit. 
Anda yang merokok adalah korban, mereka yang terpapar asap rokok jauh lebih korban, kita semua adalah korban. Maka stop merokok sekarang juga! 
Jakarta, Februari 2014
Sudah waktunya kita melek bahaya merokok. Indonesia saat ini sedang berada dalam ancaman bencana kemanusiaan. Adiksi rokok yang tidak hanya berdampak pada kesehatan namun juga keberlangsungan kesejahteraan hidup rakyat Indonesia terutama generasi mudanya. 
Saya memberikan apresiasi atas terbitnya buku “Kita adalah Korban” Buku ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang pentingnya melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dampak rokok terhadap kesehatan terutama pada kalangan generasi muda. 
Buku ini adalah wajah dari data yang selama ini tidak terlihat oleh mata kita, didalamnya bercerita tentang bagaimana rokok telah mampu mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang, dan kehilangan orang yang dicintai. Tokoh yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka adalah sedikit dari saksi hidup yang bisa berkisah betapa berharganya waktu yang dihabiskan hanya untuk rokok. Mereka tidak ingin anak, cucu, dan generasi muda mendatang menjadi korban rokok baru. 
Perjuangan mereka yang bercerita dalam buku ini bukan untuk kita, bukan untuk generasi saat ini, tapi untuk anak-anak Indonesia di masa mendatang. Karena anak- anak bangsa ini sangat penting untuk diselamatkan, maka semua pihak harus terlibat dan satu suara “Anak-anak harus dilindungi dari target pemasaran adiksi rokok dan bahayanya”. 
Cita-cita proklamasi Negara Indonesia adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita ini tidak akan bisa tercapai jika anak-anak kita terus dibiarkan terjerat oleh adiksi rokok. Generasi muda yang cerdas dan sehat adalah aset pembangunan Bangsa. Sudah saatnya kita bersama-sama melindungi anak-anak negeri ini, sudah saatnya kita melek bahaya merokok. 
Jakarta, 1 April 2014 
Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, M.P.H. 
Menteri Kesehatan RI 
Kata Sambutan
Di Balik 
s 
tatistik 
Jumlah perokok aktif di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yang menurut Riset Kesehatan Dasar 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, telah mencapai 34,7 persen dari total penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah perokok diiringi dengan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit- penyakit serius akibat rokok. Ini bukan hanya angka statistik. Dalam booklet ini, para korban rokok yang selama ini berada di balik angka statistik, menceritakan kisahnya. 
Simak cerita mereka, bagaimana menjadi korban perbudakan candu nikotin rokok yang telah menghancurkan hidup mereka dan keluarga mereka. Tidak hanya kehilangan nyawa dan kesempatan sehat untuk hidup normal, tapi juga kerugian material yang tak terkira. Apakah Anda siap menjadi korban seperti mereka? 
Ya, bukan hanya mereka yang menjadi korban. Kita semua adalah korban dari pencitraan salah yang selama ini ditanam oleh industri rokok di kepala kita. Rokok bukan simbol kejantanan, kecerdasan, atau pertemanan. Rokok, seperti yang telah dialami para korban ini, adalah awal dari kerugian mental dan material yang takkan pernah tergantikan. 
Waspada intervensi industri rokok, dan jangan mau jadi korban! 
Dr. Prijo Sidipratomo, Sp, Rad(K) 
Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau 
jangan mau jadi korban!”
MARI KITA RESAPI MAKNA ANGKA PERBANDINGAN 
Taufiq Ismail 
Dalam sehari 45 orang mati karena narkoba 
Dalam sehari 62 orang mati kecelakaan lalu-lintas 
Dalam sehari 1.100 orang mati karena asap rokok 
Setiap hari orang mati karena asap rokok di Indonesia 
24 kali lebih besar ketimbang mati karena narkoba 
WAH, BESAR SEKALI ! 
Tapi kok publik cuma dipertakuti dengan bahaya narkoba? 
Karena di sini iklan rokok paling bebas di dunia 
Dan iklan-iklan itu dusta besar semua 
Perusahaan rokok menindas petani tembakau kita 
Dunia olahraga ditipu dengan rupiah ribuan juta 
Dunia pendidikan dikelabui dengan beasiswa 
Dunia kesenian dikecoh dengan bantuan pementasan 
Dunia kesehatan diremuk 25 penyakit asap rokok 
Dengan kejahatan adiksi yang dimanipulasi rapi 
Perusahaan rokok Indonesia menolak ikut FCTC 
Di seluruh dunia cuma 3 negara tak ikut FCTC 
Menolak pengaturan tembakau dengan segala cara 
Salah satunya negara kita, yang 2 lagi negara sak-upil di Afrika 
Dan kini para pengusaha rokok Indonesia 
Termasuk 10 orang paling kaya di jagat raya 
Penyogok paling raksasa ukuran dunia 
Lihat mereka terkekeh tertawa-tawa 
Menjagal 1.100 warga bangsa kita setiap harinya 
Setiap harinya para algojo berjas berdasi itu 
Membunuhi manusia berpuluh tahun lamanya 
Selama ini kita biarkan saja 
Jadi bagaimana? 
Bagaimana kok sampai begini jadinya? 
Rumah Puisi, 30 Maret 2014.
Bagian 1 
s 
ebuah memoar
VICTIM STORY 
SAYA merokok sejak usia Sekolah Menengah Pertama, sekitar 13 tahun. Satu sampai dua bungkus sehari. Zaman remaja seperti itu rasanya keren jika sudah merokok, merasa sudah dewasa, dan ikut-ikutan teman lain yang merokok. Dulu ada anggapan orang disebut dewasa jika sudah merokok. Ini pemahaman yang salah. 
Lalu saya berhenti merokok tahun 2011 di usia 58. Artinya, saya diperbudak rokok selama 45 tahun. Gila. Saya katakan diperbudak karena rokok membuat anda sangat ketergantungan dan dijajah. Jika saya dan istri serta anak-anak makan di restoran, setelah selesai makan saya keluar lalu merokok. Anak dan istri saya menunggu saya selesai merokok. Mereka jadi korban saya. 
Tiap kali bepergian ke Amerika Serikat, ke Eropa, transit setengah jam sampai satu jam saya mampir ke ruang merokok. Di ruangan 3 x 3 meter itu berjubel diisi 20 orang yang semuanya merokok dan abunya berantakan di mana-mana. Kita hisap 
16 
T 
anpa Rokok 
Konser Tetap Jalan 
A 
drie Subono, 60 tahun 
Promotor Musik, Jakarta 
sama-sama. Apa bukan diperbudak itu namanya? 
Saya menikah di usia 35. Dan sampai 2011 istri saya berdekatan dengan seorang perokok. Sekarang saya paham mengapa istri saya yang bukan perokok sering mengomel karena badan saya bau. Saya paham sekarang ketika berdekatan dengan orang yang perokok, meski tak merokok di dekat saya, saya tahu dia perokok karena badannya bau. Asap rokok itu menempel di baju, rambut, kulit. Sekarang saya jengkel jika berdekatan dengan perokok. Berarti orang-orang yang dekat dengan saya juga dulu sama seperti itu. Kasihan sekali. 
Saya berhenti merokok karena sakit. Jantung saya bermasalah. Sesak. Lalu saya periksa ke dokter dan diputuskan harus operasi dengan memasang ring. Jumlahnya sampai lima. Jadi saya dijuluki “Lord of The Ring” dalam arti yang sebenarnya. Dokter bilang tubuh saya harusnya sudah lewat, karena banyak organ jantung saya sudah tak berfungsi. 
Pengalamannya mendapat serangan jantung membuat 
ia mengurangi sponsor rokok untuk konser musik
Foto oleh Dennise; Foto diambil di kantor Adrie Soebono, Javamusikindo, di sela waktu istirahat, daerah Radio Dalam, Jakarta Selatan. 
15
18 
Tubuh saya bisa tahan mungkin karena saya keras berolahraga, bisa saya lakukan lima kali sepekan. Dan makanan saya jaga betul. Jika tak olahraga seperti itu, saya mungkin sudah lewat. Saking diperbudak, saya masih merokok satu jam sebelum masuk kamar operasi. Tapi setelah itu tak pernah lagi memegang rokok apalagi menghisapnya. Tak ada keinginan sama sekali. 
Diberi kesempatan hidup membuat sayakian bulat menjauhi rokok. Saya inginmenggendong cucu, mengantarnya ke sekolah. Betapa jahat jika saya menginginkan cucu tapi meracuninya dengan rokok jika saya tetap merokok. Mereka akan menjadi perokok pasif yang risikonya jauh lebih berat dibanding perokok aktif. 
Dengan pengalaman itu, sebagai promotor musik saya berusaha mengurangi sponsor dari industri rokok. Industri musik sekarang sudah berkembang dibanding sepuluh tahun lalu. Dulu sponsor yang bersedia membiayai konser hanya perusahaan rokok. Sekarang ada perusahaan telekomunikasi, bank, dan banyak lagi. Artinya, jika tak menggandeng industri rokok, bisnis pertunjukan tak akan mati. Saya bisa buktikan ketika konser Alicia Keys, sama sekali tak ada sponsor rokok. 
Kepada orang-orang dekat, saya juga bercerita tentang gaya hidup saya yang terasa lebih sehat setelah berhenti merokok. Saya jelaskan kepada mereka yang masih merokok untuk stop, agar mereka tak seperti saya yang baru berhenti karena sakit. Saya tak anjurkan mereka berhenti, tapi saya ceritakan pengalaman saya saja. 
Kampanye bahaya rokok kini mulai banyak. Orang kian sadar dengan bahaya rokok. Di luar negeri itu sudah lama. Karena itu rokok sangat mahal. Di Amerika Serikat, harga sebungkus rokok bisa Rp. 100 ribu. Itu kan tujuannya supaya orang tak beli karena mahal, ujungnya supaya mereka terhindar dari dampak buruk merokok. Meski keluarga saya punya riwayat kematian karena jantung, saya yakin jantung saya bermasalah karena kebiasaan menghisap rokok itu. Kini saya kapok tak akan lagi bersinggungan dengan rokok. Bahaya!  
Betapa jahat jika saya menginginkan cucu tapi meracuninya dengan rokok.”
VICTIM STORY 
17 
CHRISYE atau Chrismansyah Rahadi sudah merokok ketika saya kenal. Dia pernah cerita pertama kali merokok sewaktu Sekolah Menengah Atas karena rokoknya pernah dirampas kepala sekolah dan ia dihukum menghisap tujuh batang rokok sekaligus. Sampai dua tahun sebelum meninggal pada 2007 diusia 
57, rokok Chrisye tak pernah berubah, selalu merokok dengan jenis dan brand yang sama. 
Chrisye meninggal setelah sakit yang panjang. Sebelumnya dia tak pernah mengeluh sakit atau sesak napas. Tapi langsung dinyatakan terkena tuberculosis (TBC) tulang. Jadi TBC tidak hanya di paru-paru, tapi ada juga di tulang. Chrisye sempat tak bisa berjalan sehingga harus dibantu tongkat penyangga. Saat pengobatan TBC tulang itu kondisi Chrisye drop karena obat suntiknya menyerang daya tahan tubuh. Saat pemeriksaan itulah dokter baru mengetahui Chrisye juga terkena kanker paru-paru. Waktu rontgen, paru- parunya sudah tak terlihat karena sudah termakan asap rokok. 
Sejak sakit itu Chrisye berhenti merokok. Sewaktu berhenti merokok itu tubuh Chrisye terlihat lebih sehat, wajahnya lebih bersih, nafasnya lebih segar. Ketika meninggal, dia tak seperti orang sedang sakit parah dan panjang. Mungkin karena tak ada pengobatan kimia dan dia berhenti merokok. Reaksinya luar biasa dan langsung menumbuhkan lagi daya tahannya. 
H 
alusinasi dan 
Mengigau Rokok 
A 
lm. ChrisyE 
Musisi, Jakarta 
(Dituturkan oleh istri, Gusti Firoza Damayanti Noor, 59 tahun) 
Saking sudah kecanduan, penyanyi Chrisye mengigau dan berhalusinasi 
sedang merokok ketika menjalani pengobatan kanker
Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Yanti Noor dan Alm.Chrisye 
daerah Bintaro, Jakarta Selatan. 
20
Yang membuat sakit Mas Chrisye parah juga mungkin karena sering merokok di ruangan tertutup. Jika rekaman, Chrisye merokok. Sewaktu jeda menyanyi saat konser dia juga merokok. Tak peduli itu ruangan tertutup yang berpendingin. Itu memang lebih berbahaya ketimbang merokok di udara terbuka. 
Selain Chrisye, di rumah saya juga merokok. Tergolong perokok berat, meski tidak terlalu banyak. Dua anak perempuansaya tak merokok, anak laki-laki mulai coba-coba, tapi bukan pecandu sepertiayah- ibunya. Dua anak perempuan itu yang sering mengingatkan kami agar berhenti merokok. 
Awalnya kami merokok dalam rumah, Chrisye di kamar atau taman karena anak- anak protes, lalu mereka mengingatkan agar tak ada asap di rumah. Jadi kami melarang ada rokok di dalam rumah sejak itu. Tiap mau merokok kami keluar. Kepada tamu juga kami beritahu jika ingin merokok harap di luar rumah. 
Saya merokok sejak lulus SMA. Ada sepupu yang mengajak merokok dan saya 
sudah bekerja sehingga punya uang. Waktu itu saya pikir, “Uang gue mau dibelanjakan apa terserah gue kan?” Yangmembuat saya sengsara sekarang sulit19 
Rokok ini memang menjerat jika sudah kecanduan. Bahkan rokok bisa sampai ke alam bawah sadar, bisa memicu halusinasi.” 
menghentikan kebiasaan merokok ini. Kesalahan saya dulu sewaktu coba merokok adalah menganggap rokok sebagai teman. 
Waktu itu banyak yang saya hadapi sehingga saya lari ke rokok. Padahal itu tak benar. Stres juga tak hilang dengan merokok, tak membuat saya jadi tenang. Pokoknya rokok tak menolong apa-apa dan tak menghilangkan apa-apa, apalagi menghilangkan masalah. Yang ada saya jadi kecanduan dan ujungnya saya jadi perokok berat lalu sekarang susah berhenti. 
Saya pernah coba meniru bagaimana ayah saya berhenti merokok. Ayah saya seorang perokok berat yang menghabiskan tiga bungkus rokok sehari. Tapi beliau berhenti 20 tahun sebelum meninggal. Saya pernah Tanya apa resepnya bisa berhenti merokok. Ayah saya bilang, dia tak pernah berhenti merokok melainkan menundanya. Tiap ada keinginan merokokdia 
tunda hingga bisa menundanya sampai 20 tahun. Sebab dia pernah berhenti merokok dengan menggantinya dengan pipa, tapi kembali lagi ke rokok. Jadi berhenti merokok setengah-setengah itu tak akan berhasil. Ayah saya berhasil menunda merokok selama itu. Saya pernah coba resepnya tapi gagal terus.
22 
Anehnya ketika puasa kita bisa tahan tak merokok seharian, meskipun ketika buka, barang yang pertama kali masuk mulut setelah teh hangat adalah rokok. Itu mungkin karena kita tahu dosa kita besar sehingga bisa tahan tak merokok. Karena itu berhenti merokok itu sebenarnya memerangi hati dan pikiran kita sendiri. Saya belum bisa berhenti merokok sampai saat ini, saya belum bisa mengalahkan nafsu di hati saya sendiri. 
Rokok ini memang menjerat jika sudah kecanduan. Bahkan rokok bisa sampai ke alam bawah sadar, bisa memicu halusinasi. Sewaktu berobat sebulan di Singapura, Chrisye kerap mengigau dengan memperlihatkan seperti sedang merokok. Padahal tak ada apa-apa di tangannya. Barangkali saking kecanduannya, racun nikotin menagih ketika dia sudah berhenti merokok. 
Tips paling ampuh adalah jangan pernah sekali-kali mencoba rokok. Sebelum meninggal, Chrisye mengingatkan teman- temannya agar stop merokok dan menjauhinya bagi yang belum pernah mencoba. “Lihat gue”, katanya. Dia sadar betul rokok telah merenggut produktivitas hidupnya. 
VICTIM STORY 
21 
SUAMI saya meninggal karena stroke berat di batang otak pada 2012 di usia 51. Serangan stroke itu terjadi pada 2005 ketika usianya 44 tahun. Jadi kami merawatnya selama tujuh tahun. Selama itu dia tak bisa berbicara atau tersenyum. Komunikasi hanya melalui kedipan mata, gerakan jari tangan, atau jari kaki. 
Lebih tragisnya adalah ketika terserang stroke itu dia sedang merokok. Dia jatuh ke lantai berikut rokoknya. Dia memang perokok berat. Merokok sejak belajar di Sekolah Dasar. Jika sedang banyak pekerjaan, dia merokok hingga dua bungkus. Selain pengajar tetap di pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia, Victor Menayang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia 2003-2006. 
Saya juga merokok, sama sejak sekolah dasar juga. Jadi, memang ini bikin sedih, selama merawat suami, saya tetap merokok. Dan saya pernah menguji apakah stroke itu benar dipicu oleh rokok. Saya pernah coba bangun tidur minum teh lalu cek tekanan darah. Normal. Kemudian saya merokok. Saya tak bisa gerak. Tekanan darah naik seketika. Itulah agaknya yang memicu stroke suami saya. 
Candu Menggelapkan Mata Saya 
A 
lm. Victor Menayang 
Mantan Ketua KPI Pertama, Jakarta 
(Dituturkan oleh istri, Tari Menayang, 52 tahun) 
Suaminya terjungkal terkena stroke ketika sedang merokok, 
lalu koma selama tujuh tahun
24 
Foto dokumentasi pribadi keluarga Alm. Victor Menayang.
kembali menjadi perokok lagi. Stroke suami bahkan tak bisa menghilangkan tubuh menagih candu rokok. Saya bisa berhenti setelah anak saya mengultimatum. 
Anak semata wayang kami bilang tak akan mengurus saya jika terjadi apa-apa. Dia akan mengurus papanya saja. Dia bilang akan menyerahkan saya ke panti jompo jika tetap merokok. Dari situ saya sadar jika saya terus merokok lalu sakit, yang repot adalah orang lain, yakni anak saya. Suami saya meninggal setahun setelah saya berhenti merokok.  
23 
Ketika ia terserang stroke, ia sedang banyak pekerjaan. Kurang tidur karena begadang sementara porsi merokok bertambah, membuat tubuhnya kelelahan sehingga tekanan darah melonjak tinggi sekali. Tekanan darah itu menyumbat darah ke otak. Pada suami saya, yang tersumbat itu di batang otak sehingga strokenya berat sekali. 
Tak ada yang mengingatkan betapa jahatnya rokok. Saya sudah sadar tapi memang susah sekali berhentinya. Saya pernah coba kurangi konsumsi, tapi 
Tak 
a 
da yang mengingatkan betapa jahatnya rokok.”
VICTIM STORY 
KALAU mau bergaya, gaya yang lain saja, jangan rokok. Mau mengecat rambut memakai warna kuning, biru, merah, oranye, terserah, asaljangan rokok. Merokok itu bakar duit. Saya merokok tiga bungkus dalam dua hari. Waktu saya sekolah di Amerika Serikat, harga rokok di sana mahal sekali. Jadi betul-betul bakar duit. Dan racun nikotin itu ganas sekali. Gigi bisa rusak, tubuh kita bau, jantung dan paru-paru bisa kena kanker. 
Waktu saya terkena serangan jantung tahun 2004, badan saya sakit sekali, dari dada sampai ke punggung. Padahal ketika itu saya sudah berhenti merokok lima bulan. Saya berhenti karena setiap 
26 
B 
ergaya, 
kok, Bakar Duit… 
T 
ed Sulisto, 61 tahun 
Desainer interior, Jakarta 
bangun tidur badan tak enak dan batuk- batuk. Lalu saya berhenti. Prosesnya susah sekali. Saya tak langsung berhenti begitu saja. Mula-mula saya tak ingin merokok, padahal rokok ada. Lalu saya tahan satu jam, eh, berhasil. Dua jam, bisa tahan juga. Lalu target saya naikkan menjadi sampai makan siang, lalu makan malam. Akhirnya bisa sehari. Gembiranya bukan main. 
Setelah sehari bisa berhenti, target saya naikkan lagi menjadi dua hari, lalu sepekan. Setelah sepekan berhasil tak merokok, rasanya sayang sekali jika kembali merokok. Keinginan ada, tapi saya lebih menyayangkan waktu yang telah saya lewati tanpa rokok. Dari cerita teman-Terkena 
serangan jantung, padahal tak pernah absen olahraga
Foto oleh Dennise; Foto diambil di salah satu hotel di daerah Kuningan, Jakarta Pusat, di sela meeting yang dihadiri oleh Ted Sulisto. 
25
28 
teman, semua adiksi sama—narkoba, makanan, atau minuman—jika sekali saja kembali kita akan terjerumus lagi. 
Berhenti merokok itu tak bisa dipaksa apalagi disuruh orang lain. Itu betul-betul kesadaran kita sendiri. Kalau kita tak niat tak akan bisa berhenti merokok. Misalnya, karena merokok tak enak dekat orang lain, kita akan cari tempat yang jauh dari orang lain. Di rumah tak boleh merokok, kita akan cari teras. Begitulah jika niat merokok bukan datang dari diri sendiri. 
Anak saya umur 24 dan merokok juga, sejak umur 18 seperti saya. Meski sudah lihat saya sakit jantung dan sering dinasihati, dia tak akan berhenti selama dia sendiri tak punya dorongan atau niat untuk berhenti. Saya sendiri pada akhirnya bisa berhenti merokok. Tapi, itulah, jantung saya bermasalah. 
Oya, saya ini olahragawan sejak muda. Dari dulu saya tak pernah absen fitnes. Tapi racun rokok tak peduli, masih menyerang jantung juga. Olahraga rutin, teratur, dan keras sekalipun tak akan bisa mengusir racun rokok. Ini bisa dimengerti karena racun rokok itu menghadang oksigen ke paru-paru dan jantung kita. Serangan jantung saya terjadi karena salah satu pembuluh ke jantung saya tersumbat. 
Jadi jangan pernah mencoba rokok, bahkan untuk gaya sekalipun…  
KALAU mau bergaya, gaya yang lain saja, jangan rokok.”
VICTIM STORY 
27 
SEBAGAI ibu rumah tangga, saya merasa bersalah telah merokok sehingga anak-anak saya kini juga jadi pecandu dan sulit berhenti. Saya merokok sejak tahun 1970, bisa habis sampai dua bungkus sehari. Berapa tuh uang saya habiskan untuk membeli barang yang membuat saya mampir ke rumah sakit dan jantung saya dipasang enam cincin? 
Awalnya saya merokok karena iseng. Karena bekerja di rumah, saya pikir, daripada bengong saya merokok untuk hiburan. Rupanya ini hiburan yang berisiko. Waktu itu tahun 2011, dada saya sesak dan sakit hingga ke punggung. Sebelum dokter memberitahu, saya sadar ini penyakit akibat merokok. Dan benar. Ada enam pembuluh darah saya yang tersumbat sehingga jantung saya rusak. Tanggal 30 September 2011 jantung saya dipasang ring. 
Setelah operasi itu saya masih sempatmerokok. Dua-tiga batang sehari. Akibatnya dada saya sesak lagi. Sejak itu saya bertekad berhenti. Di rumah ada adik yang merokok, jadi godaannya berat sekali. Selalu ada keinginan kembali merokok. Tiap ada rokok di meja, inginnya mengambil lalu merokok lagi. Tapi saya mengingatkan terusbahwa anak-anak itu berdoa agar saya tak merokok, supaya saya tak sakit lagi. Sekarang saya sudah tak ada lagi keinginan untuk merokok. 
Suami saya sudah lama mengingatkan agar saya berhenti. Dia bilang, “Yang cariduit saja tak merokok, ini kok merokok 
H 
iburan yang 
Menyakitkan 
S 
ri Palupi, 63 tahun 
Ibu rumah tangga, Semarang 
Enam pembuluh darahnya tersumbat 
yang menyebabkan jantungnya hampir tak bisa berdetak
Foto dokumentasi pribadi keluarga Sri Palupi. 
30
terus.” Suami saya juga dulu perokok tapi berhenti sejak 1996. Saya malah tak pernah punya niat berhenti, malah bertambah terus. Akibatnya tiap berjalan dada saya sesak, napas susah. 
Dipikir-pikir memang sudah banyak uang saya habiskan untuk membeli rokok yang ujungnya saya sakit. Kalau sekarang satu bungkus rokok seharga Rp 15 ribu 
29 
Saya ingin cucu- cucu saya nanti tak mencoba sama sekali rokok.” 
berarti saya habiskan Rp 30 ribu sehari, sebulan hampir Rp 1 juta. Uang itu kini terpakai untuk kebutuhan rumah yang lain lain.Namanya orang berumah tangga, memang ada saja kebutuhan. Sekarang saya bersyukur karena yang penting saya sehat. 
Saya ingatkan kepada yang merokok, ini kegiatan tak berguna. Karena penyakitnya pasti, kalau tidak kena jantung, ya, paru- paru. Saya korbannya. Saya ingin cucu- cucu saya nanti tak mencoba sama sekali rokok karena bahayanya besar sekali. Mau iseng-iseng, coba-coba, untuk hiburan, kalau sudah mencandu susah berhenti dan akibatnya bisa sakit. 
VICTIM STORY 
SEKARANG tiap lihat ada anak-anak merokok saya bilang, “Eh, apa kaumau sakit jantung? Apa kau sudah tahu rasanya sakit jantung? Matikan rokokmu. Kau bisa sengsara kalau tak punya Askes!” Itu karena ongkos operasi sakit jantung itu besar sekali. Tahun 2011 jantung saya dipasang ring, ongkosnya Rp 129 juta. Uang dari mana kalau tak ada Askes? 
Jantung saya bermasalah ketika saya menyetir ke Pematang Siantar dari Medan. Jauhnya sekitar tiga jam. Saya muntah- muntah. Saya dan istri saya menduga saya masuk angin. Jadi saya dikerok dan diolesi minyak angin. Memang bisa sembuh sehingga saya bisa menyetir lagi pulang ke Medan. Sampai di Medan dada saya sakit sekali. Sakitnya tak terbayang. 
Rupanya jantung saya bermasalah. Kata dokter, itu karena saya merokoknya kencang. Minimal dua bungkus sehari sejak usia17 tahun. Begitulah. Saya menyesal sekarang karena sebenarnya dari dulu istri 
32 
B 
ah, Ini Barang 
Sumber Malapetaka… 
Zainal Siahaan, 60 tahun 
Pensiunan, Medan 
saya itu sudah bilang apa tak bikin sakit rokok tuh? Saya selalu menjawab orang lain tak ada yang sakit karena rokok. Sekarang saya tahu rokok membuat orang sakit. 
Maka kepada anak-anak yang sudah coba- coba merokok karena meniru saya, saya bilang ke mereka, “Apa kaumau sakit jantung?” Tapi dasar anak zaman sekarang, dibilang mamaknya, begitu jawabnya, “Sekali-sekali tak apa, Mak!”Itujuga jawaban saya dulu tiap kali ada yang mengingatkan bahaya rokok. Kalau sebatang tak apalah begitu. Tapi mau sebatang, mau dua batang, kan tetap merokok namanya. 
Dulu saya juga tak langsung merokok dua bungkus sehari. Awalnya sebatang dua batang, lama-lama mencandu jadi dua bungkus juga. Awalnya itu untuk kejantanan seperti itulah. Supaya terlihat keren. Tapi bukan keren, penyakit yang didapat. Bah, ini barang benar-benar sumber malapetaka…  
“Sakitnya luar biasa, tak terbayang…”
Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman anak dari 
Zainal Siahaan dan istri saat berkunjung di daerah Depok, Jawa Barat. 
31
VICTIM STORY 
34 
PEKERJAAN saya mengharuskan saya tenggelam dalam sunyi. Ketika membuat gitar, atau suling, atau alat musik lain, bahkan reparasi alat musik, saya sendirian di bengkel. Sehingga saya merokok. Ini karena saya merasa merokok itu seperti ada teman. Tentu saja ini dalih yang tak baik karena saya merokok sejak umur 15 tahun. 
Saya tumbuh dalam lingkungan perokok.Ayah, kakak, tetangga, semua merokok. Jadi walaupun waktu itu belum ada iklan rokok banyak, saya merokok karena melihat orang lain merokok. Ketika muda dan selesai bekerja, orang yang memberi uang suka bilang, “Ini buat beli rokok.” Jadi rokok dan merokok itu sudah jadi keseharian. Dan saya pikir itu normal. Karena teman-teman saya ada juga yang menjadi pecandu narkoba. Untuk narkoba saya tak mau, untuk rokok saya pikir wajar. 
Itu pandangan saya waktu itu. Selama 40 tahun saya merokok, lima bungkus sehari. Selama itu tak pernah ada keluhan di tubuh saya. Sampai bulan Oktober 2011. Saya batuk terus menerus hingga muntah darah. Jika muntah itu darahnya bisa segelas penuh. Lalu saya berobat ke Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta. Organ dalam saya discan, tapi dokter tak bisa melihat apa yang ada di paru-paru dan jantung saya, karena sudah gelap. Akhirnya dirontgen. Dari situ baru ketahuan ada kanker di paru-paru saya. Setelah diambil jaringannya, dokter tahu kanker itu jenis kanker ganas. 
Umur saya divonis tinggal tiga bulan lagi karena paru-paru saya sudah berlendir. 
K 
ejahatan yang 
Dilindungi Negara 
T 
aufik Effendi, 56 tahun 
Perajin gitar, Bogor 
Negara mesti turun tangan mencegah lebih banyak korban racun rokok
33 
Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Taufik dan keluarga besarnya di 
daerah Utan Kayu, Jakarta Timur.
36 
Saya harus menjalani tujuh jenis tindakan untuk memperlambat kematian tubuh saya: operasi, radioterapi, kemotarapi, hingga terapi gen. Tapi saya hanya ambil dua terapi. Dengan dua ini saja saya bersyukur masih hidup dan bertahan dua tahun, tidak tiga bulan seperti perkiraan dokter. 
Kini saya masih bekerjatapi dibantu istri karenakondisi lemah sekali. Kekuatan tubuh saya rasanya hilang sampai 70%. Kanker itu memakan daya tahan tubuh saya. Sekarang bergerak saja terbatas. Ini semua gara-gara rokok. Dokter mengatakan sakit paru-paru saya karena aktivitas merokok selama 40 tahun itu. 
Selama pengobatan itu saya banyak berbicara dengan dokter. Dia menunjukkan ada 100 racun dalam rokok. Saya percaya sekarang karena sudah mengalaminya. Yang dihisap dari rokok itu racun melulu. Jika pemerintah mengatakan rokok berbahaya dan bisa membunuh, 100% saya percaya dan setuju. Belum ada kan orang yang bisa sembuh dari kanker? Kanker belum ada obatnya. Obat hanya memperlambat atau menunda kematian. 
Repot juga ya, rokok ini barang legal, dijual bebas. Artinya, pemerintah dan negara melindungi kejahatan. Rokok itu jahat karena membunuh. Pada kenyataannya, karena rokok barang legal,melarangnya akan dimusuhi banyak orang. Ironis sekali. Karena itu pemerintah dan negara mungkinperlu lebih banyak berkampanye agar orang berhenti merokok. Semua pemerintah, pusat maupun daerah. Rokok itu merugikan semuapihak. 
Dengan banyaknya orang merokok, makin banyak orang sakit. Pengobatannya kembali menjadi beban pemerintah juga. Uang cukai itu akan keluar juga untuk menanggung asuransi pengobatan penyakit akibat rokok. Jadi mengingatkan lewat kampanye itu sangat penting, agar korban rokok seperti saya tak bertambah banyak.  
J 
ika muntah itu darahnya bisa segelas penuh.”
VICTIM STORY 
35 
MEROKOK itu cara terbaik bunuhdiri pelan-pelan. Paling tidak cara bagus agar cacat seumur hidup, seperti saya. Laring saya dipotong karena terkena kanker akibat 20 tahun lebih terpapar asap rokok. Laring itu organ di leher yang memproduksi suara. Karena itu setelah laring saya diambil, leher saya bolong, dan suara hilang. 
Semua itu gara-gara rokok. Saya merokok sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama, sekitar usia 13 tahun. Waktu itu saya pemusik sehingga dalam pergaulan dengan teman-teman kami merokok bersama. Orang tua, tetangga, teman-teman lain menyarankan agar saya berhenti merokok. Saya usir dan hardik mereka. Merokok itu nikmat. Dan akibatnya saya cacat seumur hidup seperti sekarang. 
Para perokok sebenarnya dimiskinkan oleh industri rokok. Pemilik pabrik rokok menjadi orang terkaya sementara para perokoknya tetap atau bertambah miskin. Berapa banyak uang dibuang untuk membeli rokok yang menyebabkan penyakit ini? Sebelum operasi di dokter saya berobat ke alternatif. Habis puluhan juta tapi kanker saya tak sembuh-sembuh. 
Dan pemerintah yang mengandalkan upeti dari pabrik rokok sungguh tak punya 
N 
ikmat Membawa 
Sengsara 
D 
joko Waluyo, 70 tahun 
Dosen, Surabaya 
Lehernya bolong karena terkena kanker laring 
akibat merokok dua bungkus sehari
38 
Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah satu anggota PWE, di 
daerah Medokan Semampir, Kota Surabaya.
37 
jiwa nasional. Upeti itu diperoleh dengan mengorbankan generasi mendatang sebagai korban rokok. Upeti itu mungkin makin besar, tapi dari situ juga akan terlihat orang miskin makin banyak karena uangnya buat beli rokok. Orang sakit juga makin banyak karena rokok sumber penyakit. Ujungnya pemerintah juga yang keluar banyak untuk asuransi kesehatan. Upeti pabrik rokok itu tak berarti apa- apa. 
ME 
ROKOK itu cara terbaik bunuh diri pelan-pelan.” 
Perlu tiga bulan buat saya belajar kembaliberbicara setelah operasi pada 2006. Di Surabaya ini saya membantu pelatihan berbicara bersama 150 anggota lain yang senasib, mereka yang dibikin cacat oleh rokok. Kami saling memupuk semangat karena tersisih dalam pergaulan sosial, tak bisa berkomunikasi dengan anak, istri, cucu. Karena itu jika tak ingin seperti saya, berhenti merokok sekarang juga, kecuali mau bunuh diri pelan-pelan. 
VICTIM STORY 
40 
SAMA seperti Pak Djoko Waluyo, saya menderita kanker laring yang membuat leher saya dilubangi dan pita suara saya hilang. Saya merokok dua bungkus sehari sejak usia 16 tahun sampai menjelang dioperasi pada 2011. Pekerjaan saya kuli sehingga dulu merasa tak afdol jika sambil bekerja tak merokok. 
Gejala awal sebelum dokter memvonis laring saya terkena kanker adalah batuk terus menerus lalu suara hilang. Sebulan kemudian sembuh, lalu batuk lagi, dan suara hilang lagi. Di antara itu saya terus merokok karena tak tahu penyakitnya. Ketika saya punya uang, saya cek ke dokter lalu diketahui pita suara saya terkena tumor ganas. Jalan satu-satunya harus dioperasi dengan risiko saya tak bisa bicara. Sedih sekali… 
Orang-orang di rumah sudah ingatkan agar saya berhenti merokok ketika batuk- batuk itu. Tapi saya bandel karena ketika coba berhenti merokok kepala pusing, seperti orang stres. Teman-teman di pekerjaan juga merokok sehingga saya merasa punya teman. Lalu batuk kambuh lagi dan suara hilang lagi sampai ke dokter itu. Alhamdulillah, saya mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah sehingga operasi ditanggung oleh pemerintah. 
Sekarang setelah berhenti merokok, badanlebih segar dan beratnya bertambah. Dulu berat badan saya tak sampai 40 kilogram. Kurus sekali. Sekarang mencapai 45. 
Badanterasa lebih sehat tapi tak bisa bicara. Karena itu saya anjurkan kepada anak- anak muda agar jangan sekalipun mencoba rokok. Tak ada gunanya dan bikin sakit.  
N 
ikmat membawa 
sengsara bagian 2 
Kasan Munadi, 52 tahun 
Buruh, Surabaya 
“Jalan satu-satunya harus dioperasi dengan risiko 
saya tak bisa bicara.”
39 
Foto oleh Dennise: Foto diambil di kediaman Kasan Munadi, 
daerah Kedung Tarukan, Kota Surabaya.
VICTIM STORY 
42 
PEROKOK itu orang sok berkuasa yang egois. Ketika saya masih merokok, saya mengepulkan asap lalu asap itu dihirup oleh anggota keluarga saya. Saya yang melakukan, mereka yang terkena dampaknya. Itu yang buat saya sedih tiap kali mengingat penyakit ini. 
Pita suara saya diangkat karena terkena kanker akibat 40 tahun dihajar asap rokok. Saya tak menyangka bisa sehebat ini akibatnya. Waktu itu saya hanya serak dan batuk lalu mengeluarkan darah. Saya diperiksa dan diputuskan mesti operasi laring, artinya pita suara saya dipotong sehingga saya tak bisa berbicara. 
Jika sudah begitu, menyesal pun tiada guna. Sudah terlambat. Agar penyesalan saya tak berlaru-larut, setelah agak kuat saya kumpulkan anak jalanan, saya sambangi mereka “di tempat tinggal” mereka. Saya ingatkan mereka agar tak sekali-kali mendekat ke rokok. Saya tunjukkan, dengan pengalaman saya terkena kanker laring, bahaya rokok begitu hebat dan dahsyat. Ada yang menurut, ada yang mencibir dan membangkang. Tak apa itu bagian dari perjuangan. 
DPR dan pemerintah perlu duduk bersama merumuskan bagaimana mencegah korban jatuh lebih banyak, tidak hanya mengurusi pendapatan cukai dari barang berbahaya ini. Kalau pemerintah dan DPR sudah sejalan bahwa rokok ini sangat berbahaya, mungkin tidak akan ada itu iklan rokok besar sekali seperti di tol Padalarang itu. Sedih sekali saya melihatnya. Sedih karena di balik iklan itu ada bahaya yang besar sekali. Saya korban sehingga tahu apa bahaya itu.  
P 
enguasa Egois 
Tak Tahu Diri 
Zaenal Arifin Nasution, 65 tahun 
Karyawan swasta, Bekasi 
Ia terjun mengasuh anak-anak jalanan agar tak menjadi perokok 
setelah terkena kanker laring
41 
Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Zainal Arifin di daerah Perumnas, Bekasi.
VICTIM STORY 
AWALNYA saya divonis menderita bronkhitis atau asma atau TBC. Tapi dokter spesialis penyakit dalam yang memeriksa saya menyebutkan nama penyakit yang saya baru dengar hari itu: PPOK, penyakit paru obstruktif kronik. Karena tanda-tandanya lebih parah dari asma atau bengek. Jalan ke kamar mandi saja tubuh saya lelah dan tak bisa bernapas. 
Jadi napas saya bisa teratur jika saya benar-benar diam. Sedikit saja melakukan aktivitas, menjinjing ember, berjalan sebentar, itu membuat tubuh saya sangat lelah, napas sesak, batuk berdahak tak henti-henti. Menurut dokter, PPOK itu dipastikan oleh aktivitas merokok. 
Saya memang perokok berat sejak belajar di Sekolah Menengah Atas di tahun 1959. Sampai saya pensiun dari kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 1992, saya masih merokok. Sehari bisa habis dua bungkus. Saya merokok karena waktu itu ada anggapan anak laki-laki sudah dianggap dewasa jika sudah merokok. Maka saya merokok sebagai gaya dan merasa keren. Setelah itu ketagihan dan tak berhenti hingga tua, sampai saya divonis menderita penyakit paru. 
Penyakit ini sangat langka meski umum dijumpai pada orang yang perokok berat. Gejalanya sangat ekstrem seperti yang saya sebutkan tadi. Rasanya mau mati ketika kelelahan itu mendera dan batuk terus menerus. Saya pikir saya tak akan bertahan dengan penderitaan seberat itu. Maka kini saya menganjurkan kepada anak-anak muda agar stop merokok. Anjuran pemerintah dan upaya pengendalian rokok itu kebijakan yang benar. 
Rokok tak hanya merugikan perokoknya tapi juga orang-orang di sekitar yang menghisap rokok orang lain. Perokok pasif ini jauh lebih berisiko terkena penyakit pernafasan dibanding penghisap rokoknya. Dengan melihat pengalaman saya, tak ada cara lain untuk jangan dekati rokok bagi yang belum merokok dan stop bagi yang masih merokok. Saya sudah merasakan dengan nyata dampak buruk rokok terhadap tubuh manusia.  
L 
ebih Parah 
dari Bengek 
D 
adang Tisna, 77 tahun 
Pelukis, Bandung 
Dokter memvonisnya menderita penyakit paru obstruktif 
akibat puluhan tahun menghisap nikotin 
44
Foto oleh kontributor, Haykal: Foto diambil di kediaman Dadang Tisna, 
yang juga merupakan studio lukisnya, daerah Buah Batu, Bandung. 
43
VICTIM STORY 
TAK ada gejala apapun sebelumnya ketika tiba-tiba saya tak bisa bernapas suatu hari pada 2007. Jam sebelas malam sehabis menonton televisi tiba- tiba saya merasa tercekik. Saya dibawa ke Puskesmas terdekat. Bidan di sana tak mau merawat karena kondisi saya sudah parah. Akhirnya keluarga saya membawa saya ke Rumah Sakit Telogosari. Saya pilih dokter spesialis teman saya, sekantor di Dinas Kesehatan Semarang. 
Saya disuntik tiga kali sehari dan nebula gas. Kata dokter, jika cuma nebula, lendir di paru-paru saya tak akan bisa keluar saking banyaknya. Maka dibantu obat suntik. Setiap hari dari mulut dan hidung keluar dahak coklat kehitaman. Mungkin sekitar segelas setiap hari. Terus menerus begitu selama satu pekan: saya disuntik dan diasap lalu keluar dahak. Dahak itulah yang menyumbat oksigen masuk dan keluar paru-paru. 
Dahak itu disebabkan oleh asap rokok yang saya hisap terus menerus sejak umur 12 tahun. Awalnya, waktu itu sehabis sunat saya merokok karena anak-anak sebaya di kampung saya juga merokok. Awalnya merokok coba-coba dari putik jambu air yang dikeringkan. Kembang jambu air itu dikeringkan lalu dilinting. Setelah besar dan bekerja, baru bisa beli rokok sendiri dan jadi perokok berat. Rokok saya bertambah jadi tiga bungkus sehari merknya berbeda-beda. 
Saya benar-benar telah menjadi perokok berat. Saya lebih baik tak makan daripada tak merokok. Saya bisa tahan 
H 
idup-Mati 
di Tangan Kita 
Kuswanto, 52 tahun 
Pegawai Dinas Kesehatan, Semarang 
Ketika dirawat, selama sepekan dari mulutnya 
keluar dahak hitam segelas penuh tiap hari 
46
Foto oleh Dennise; Foto diambil selepas jam kantor Bapak Kuswanto di salah satu ruangan BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat) Semarang. 
45
tak makan, tapi tak tahan jika di saku tak ada rokok. Pernah, saya hanya punya uang sepuluh ribu rupiah pagi-pagi. Perut saya lapar. Tapi saya membeli sebungkus rokok dan kopi segelas. Jadilah, hari itu saya tak makan, tapi tak risau karena saya bisa makan asap dari merokok itu. Begitulah jahatnya rokok. Selama jadi perokok itu saya hanya makan sekali sehari. 
Anehnya saat puasa saya bisa tak merokok seharian. Tapi setelah buka puasa itu tak berhenti sampai sahur lagi. Jadi begadang dan tak tidur itu hanya agar bisa merokok karena besok siang tak bisa merokok. Sehabis buka tak peduli makanan karena yang penting menghisap rokok dulu. 
Lalu saya sakit. Alhamdulillah masih diberi umur dan saya bisa sembuh. Sejak itusaya tak lagi menyentuh rokok. Di rumah saya juga melarang orang merokok, walaupun itu tamu. Dokter bilang tubuh saya sudah 85 persen sembuh. Karena teman, dia mengancam tak akan mengobati saya lagi jika kembali merokok. 
Sekarang badan saya lebih segar. Selama enam tahun ini saya tak pernah telat salat subuh. Sehabis salat saya joging. Dulu boro-boro bisa jogging, bangun saja sulitnya minta ampun. 
Setelah saya sakit banyak teman di kantor yang merokok juga pelan-pelanberhenti. Saya selalu bilang, “Merokok saja jika ingin sakit seperti saya!”. Karena mereka lihat sendiri saya sakit, mereka ikut berhenti. Tapi ada juga tetangga yang saya bilangin tak mau berhenti karena katanya nikmat. Dia bilang mati-hidup di tangan yang Kuasa. Saya tak omong lagi. Memang benar mati ada takdirnya. Tapi sehat dan sakit itu kita yang menentukannya. Rokok itu jelas membuat sakit. Dan sakit bisa menyebabkan kematian. 
Anak saya tiga, perempuan semua. Sekarang saya ingin berumur panjang agar bisa mengawasi cucu dan memberitahu mereka sejak awal agar tak merokok. Dulu tak ada yang memberitahu saya tentang bahaya rokok, selain keinginan sendiri agar terlihat keren. Ayah saya merokok. Dari situ mungkin pengaruhnya punya anggapan salah tentang rokok ini.  
M 
erokok saja jika 
ingin sakit seperti saya!” 
48
VICTIM STORY 
MENGAPA saya menyimpulkan seperti itu? Karena saya mengalaminya. Hingga September 2012 saya tak pernah percaya jika asap rokok orang lain bisa menyebabkan sakit. Saya tak merokok, mantan suami saya dulu bekas atlet sehingga olahraganya bagus, di keluarga juga tak ada yang merokok. Maka ketika pada 2005 saya sakit sesak napas dan dokter bilang penyebabnya rokok saya tak percaya. Bagaimana mungkin saya tak merokok bisa terkena penyakit akibat rokok? 
Pada 2005 itu tiba-tiba saya tak bisa bergerak. Sedang berdiri tiba-tiba badan seperti tak punya tulang, lunglai, tak ada tenaga. Saya pikir saya lumpuh. Di dekat rumah kebetulan ada dokter, saya dibawa ke sana. Menurut dokter itu saya kekurangan udara, darah saya ke otak kekurangan oksigen sehingga tubuh saya kaku. Kata dokter, itu penyebabnya karena saya menghisap asap rokok. Saya bilang saya tak merokok. Kata dokter, itu bisa juga karena rokok dari orang lain. 
Sampai tahun itu saya tak percaya. Tapi kemudian saya sering sesak dan badan cepat lemas. Puncaknya pada 2008 ketika saya demam berdarah. Badan saya sama sekali tak bisa bergerak seperti lumpuh sekujur tubuh. Saya pikir lemas itu karena trombosit saya habis dimakan virus dengue. Tapi ketika saya diberi obat Cina dan trombosit saya naik, badan saya tetap lemah, lunglai. Dokter lain yang memeriksa saya itu kembali mengatakan bahD 
endam untuk 
Mencegah Korban Lain 
Kencana Indhriswari, 64 tahun 
Aktivis Hak Asasi Manusia, Jakarta 
“Perokok pasif itu lebih menderita karena 
mereka tak siap dengan ancaman rokok.” 
47
Foto oleh Dennise; Foto diambil di sela waktu rapat Ibu Kencana di Kantor Yayasan Jantung Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat. 
50
wa penyebabnya karena saya terpapar asap rokok. 
Dokter berkesimpulan seperti itu karena ia mendengar paru-paru saya berbunyi, seperti orang bengek. Dokter bilang ada masalah di paru-paru saya. Ketika itu saya belum tahu jika sebenarnya paru-paru saya itu sudah bengkak. Kepada dokter itu saya bilang bahwa saya memang sering batuk terus menerus. Bahkan pernah batuk kering selama sebulan. Saya pikir itu bukan karena paru-paru bermasalah. 
Pada September 2012 itulah baru ketahuan jika paru-paru saya sudah berlubang. Lever saya juga bengkak dan ada infeksi di empedu. Semua komplikasi itu, kata dokter, karena virus yang dibawa asap rokok. Baru kali itulah saya percaya bahwa rokok orang lain bisa membuat kita juga terkena penyakit yang disebabkan racun nikotin. Jadi saya ini korban rokok sebagai perokok pasif. 
Setelah divonis dokter itu, saya mengingat kejadian ke belakang. Saya salah satu pengurus partai politik di Jakarta selama sepuluh tahun sebelum sakit itu. Setiap rapat di kantor pusat atau cabang, saya dikelilingi asap rokok. Semua politikus itu rata-rata merokok. Maka ketika rapat di ruang tertutup yang berpendingin mereka merokok. Asapnya kemana-mana dan terhisap oleh saya. 
Waktu itu tak mungkin diingatkan. Merokok seperti telah membudaya sehingga kami yang bukan perokok hanya menerima saja. Itulah salahnya. Perokok lebih berkuasa ketimbang nonperokok. Dan karena anggapan sudah membudaya itu nonperokok biasanya juga tak menegur. Kalaupun menegur kita akan dianggap aneh karena merokok itu dianggap hak asasi. 
Setelah saya sakit, teman-teman saya tahu saya sakit sebagai perokok pasif. Saya dengar di kantor pusat sudah dilarang merokok di ruangan. Pemimpin saya juga katanya berhenti merokok. Rapat- rapat tak ada lagi yang merokok karena yang merokok harus di luar ruangan. Tapi di kantor cabang partai kebiasaan itu belum berubah. 
Setelah agak sembuh saya keluar dari partai dan kini aktif di sebuah organisasi hak asasi manusia. Para aktivis juga banyak yang merokok tapi mereka sadar hak orang lain akan udara bersih bebas asap rokok. 
Dari situlah saya menyimpulkan bahwa perokok pasif itu lebih berisiko dibanding perokok aktif. Orang yang merokok pasti sudah paham akan risikonya, sehingga mereka bisa menyiapkan diri jika penyakit itu datang, atau berhenti sebelum sakit. Tapi perokok pasif tidak akan menyadari 
Seorang ayah yang merokok akan meracuni seluruh keluarganya, 
istri dan anak-anaknya.” 
49
bahwa ia terkena racun rokok karena merasa tak pernah merokok. Lima korban perokok pasif itu bisa disebabkan oleh satu orang perokok aktif. Dari segi jumlah pasti lebih banyak. Seorang ayah yang merokok akan meracuni seluruh keluarganya, istri dan anak-anaknya. 
Karena itu sebaiknya pemerintah lebih mengkampanyekan perlindungan pada perokok pasif ini. Salah satu caranya adalah dengan melarang iklan rokok di ruang publik karena barang ini membahayakan semua orang, sehingga tak memicu orang menjadi perokok. Namanya juga barang adiktif. Yang lebih menyedihkan lagi sponsor konser musik dari perusahaan rokok. Rokok dibagi-bagi secara gratis kepada penonton. Itu kan sama saja menyuruh mereka merokok. Atau pertandingan olahraga. Ironis sekali olahraga yang menyehatkan disponsori oleh rokok yang membuat sakit. 
Kini saya aktif dalam kampanye pengendalian tembakau. Kesannya seperti dendam. Memang betul, dendam agar tak ada korban perokok pasif lain seperti saya.  
ka 
mi yang bukan perokok 
hanya menerima saja.” 
52
VICTIM STORY 
KAMI sekeluarga tak ada yang merokok. Saya, istri, dan satu anak kami yang masih kecil. Kecuali kakak-kakak ipar saya yang punya rumah jauh terpisah, praktis kami tak pernah terkena paparan asap rokok secara langsung di rumah. Maka ketika istri saya mengeluh sesak napas pada Agustus 2012, dan dokter memvonisnya terkena kanker paru-paru, saya bertanya-tanya dari mana penyakit itu datang? 
Pertanyaan itu muncul setelah saya agak jernih berpikir, setelah kalut menerima vonis dokter yang begitu tiba-tiba, mendadak, dan tak terpikir barang sedikit. Saya berpikir istri saya, Dewi Husmawati, masuk angin biasa atau asma ketika mengeluh dadanya sakit dan napasnya sesak. Pertanyaan tentang penyebab kanker itu begitu misterius. Setiap bercerita tentang kantornya, saya menangkap kesan ia bekerja normal, baik, dan tak menunjukkan gejala tertekan. 
Setelah vonis dokter itu, istri saya masih kuat jalan, sembari kemoterapi. Kami masih bisa mengobrol secara jernih. Saat itu istri saya baru berterus terang jika ia bekerja di sebuah percetakan foto dengan ruangan penuh asap rokok setiap hari. Rekan- rekannya bekerja sambil mengepulkan asap rokok. Istri saya menyerah dan tak bisa berbuat banyak karena para perokok adalah bosnya sendiri yang tak bisa ditegur meski sudah diingatkan bahwa iaterganggu dengan asap-asap itu. Dan jumlah mereka tentu saja lebih dari penentang rokok. 
H 
ingga Kanker 
Memisahkan Kita 
A 
lm. Dewi Husmawati 
Karyawan swasta, Jakarta 
(Dituturkan oleh suami, Wawan Saksono, 45 tahun) 
Istrinya terkena kanker paru-paru karena bekerja 
di ruangan berasap rokok 
51
Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman keluarga besar 
Alm. Dewi Husmawati di daerah Bekasi. 
54
Menurut dokter, itulah pemicu kanker di paru-paru istri saya. Nasi sudah jadi bubur. Tak mungkin lagi saya menyesali yang sudah berlalu, meski ingin. Misalnya, saya mendatangi bos istri saya itu dan meminta baik-baik agar ruangan kerjanya steril dari rokok agar tak ada karyawan jatuh korban. Itu jelas tidak mungkin. Saya paham juga istri saya tak bisa berbuat banyak karena nonperokok selalu kalah dibanding para perokok. 
Setelah istri saya masuk rumah sakit, ada karyawan lain masuk rumah sakit dengan alasan yang sama: kanker paru-paru. Hanya saja stadiumnya masih lebih ringan dibanding istri saya. Sementara istri saya harus terapi kemoterapi rutin setiap bulan. Seusai kemo ke-5, yakni menginjak hampir bulan ke-6, dia sudah tak tahan. Tuhan mengambil jiwanya, meninggalkan kami, orang-orang yang mencintai dan mengasihinya. Ketika meninggal istri saya berusia 36 tahun. 
Awalnya saya tak bisa terima, tapi kini sudah ikhlas. Yang membuat saya makin sedih sekarang adalah tiap kali Kayla, anak kami, bercerita jika kami bepergian naik motor. Ia bilang jika ibu masih ada, ibunya di belakang. Saya sedih sekali mendengar ia bercerita seperti itu. Jika hari libur kami memang suka jalan-jalan. Kayla tak pernah bertanya kemana ibunya. Justru itu yang membuat saya kian sedih karena anak itu seperti tahu apa yang terjadi dan lebih ikhlas dibanding saya. Sejak ibunya sakit saya larang ia menengoknya. 
Semoga peristiwa ini menyadarkan kitasemua. Mereka yang punya kantor harusmembuat kantornya bebas asap rokok. 
Dan pemerintah membuat aturan gedung- gedung kantor bebas asap rokok. Tanpacampur tangan pemerintah, orang nonperokok senantiasa kalah oleh perokok.Sekarang yang tak merokok akan menghindar dari perokok di sebelahnya, alih- alih menegur, bahkan ketika itu terjadi di ruang publik.  
Kayla 
tak pernah bertanya kemana ibunya... “ 
53
VICTIM STORY 
LEHER saya harus dilubangi untuk mengangkat laring saya yang terkena tumor pada 2008. Karena sudah tak punya pita suara kini saya tak bisa berbicara. Saya sedih mengapa ini menimpa saya. Penyebab tumor laring ini adalah paparan asap rokok. Saya seorang perokok pasif. Sebab seumur hidup, saya tak pernah menjadi perokok. 
Di rumah tak ada anggota keluarga yang merokok. Ayah-ibu tak merokok, suami juga. Saya menghisap rokok orang lain di tempat kerja. Saya bekerja jadi koki di sebuah restoran di Surabaya. Namanya dapur umum orang banyak di sana dan merokok. Sepuluh tahun saya bekerja di sana sampai dinyatakan terkena tumor laring oleh dokter. 
Gejala awalnya suara selalu serak. Makin lama suara saya makin mengecil. Sudah mencoba berbagai cara dengan pengobatan alternatif. Ketika berobat ke dokter, mereka menyarankan agar saya operasi dengan mengangkat laring saya. Selain takut, saya tak punya biaya untuk menebus biayanya yang puluhan juta. Saya takut karena dokter mengatakan operasi ini akan menghilangkan suara saya. 
Pengobatan alternatif tak berhasil. Akhirnya saya pasrah operasi di dokter, di rumah sakit umum. Biayanya mengajukan asuransi Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur. Juga biaya untuk kemoterapi untuk membunuh sel kanker agar tak menyebar. Kini saya tak berminat kerja lagi. Sekarang saya mau urus anak saja.  
T 
ak Merokok, 
Kena Asapnya 
Ik 
e Wijayanti, 36 tahun 
Koki, Surabaya 
Koki dapur ini terkena tumor laring karena menjadi perokok pasif 
56
Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah seorang anggota PWE 
(Pelatihan Wicara Esophagus) Surabaya ketika diadakan acara silaturahmi bersama. 
55
Bagian 2 
wajah dibalik 
s 
tatistik
VICTIM STORY 
D 
onny Fattah Gagola, 63 Tahun 
Basist God Bless, Jakarta 
Saya ini menggilai rokok. Bayangkan saja sejak 1968, saya merokok 4-5 bungkus sehari. Saya tak ingat lagi mengapa saya merokok. Mungkin karena lingkungan, para musikus itu rata-rata merokok. Saya pikir merokok itu kegiatan bodoh sekali. Kini saya menerima akibatnya. 
Pada 29 Januari 2012, saya kolaps, tiba-tiba koma tanpa penyebab jelas. Sayapikir saya meninggal hariitu. Rupanya tiga pembuluh darah ke jantung saya tersumbat secara bersamaan: pembuluh kiri jantung, pembuluh balik,dan pembuluh paru-paru. Kondisi tiga saluran darah itu sudah 90 persen rusak. Saya dibawa ke rumah sakit dan dokter memutuskan jantung saya harus dibedah. 
Operasi itu berhasil. Saya siuman dan rasanya terlahir kembali karena diberi kesempatan hidup lagi. Kini saya berpikir bodoh sekali merokok itu. Setelah operasi saya masih harus check-up dengan biaya Rp 2 juta setiap bulan. Jadi merokok itu sudah merusak tubuh, merusak kantong pula. Tak ada untungnya. 
Saya menyesal karena apa yang saya lakukan sejak 1968 itu mempengaruhi banyak orang. Ketika saya stop merokok setelah operasi itu, saya dengar ada 1.800 penggemar God Bless ikut berhenti merokok. Saya terharu sekali.Karena 
itu ketika diberi kesempatan hidup seperti itu, saya merasa dilahirkan kembali.  
Saya selalu berpikir, kamu tuh bodoh banget dulu sih, Don.” 
S 
eperti Lahir Kembali 
“Ketika saya stop merokok ada 1.600 penggemar God Bless 
ikut berhenti merokok. Mengharukan.” 
60
Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kediaman Donny Fattah saat ia berolahraga di pagi hari, waktu “spesial” yang kini ia nikmati. 
59
VICTIM STORY 
E 
dison Poltak Siahaan, 74 Tahun 
Pensiunan, Jakarta 
Suara saya seperti robot. Ada lubang pula di leher saya. Itu karena saya terkena kanker laring. Pita suara saya diangkat pada 2001. Setelah koma, saya tak bisa bicara, sulit bernapas. Padahal sejak 1995 saya rutin ke dokter karena saya sudah merasakan ada yang aneh di tenggorokan saya. Penyebabnya tak lain tak bukan, ya, rokok itu. 
Sembari rawat jalan itu saya masih merokok. Saya betul- betul tak bisa menghindari rokok karena 35 tahun merokok. Bukan per bungkus lagi saya belitiap hari, tapi per pak. Dari bangun tidursampai tidur lagi saya tak pernah absen mengepulkan asap.Maka tahun 1995 suarasaya tiba- tiba mengecil. Kata dokter ada bintik hitam di pita suara saya. Sejak itu saya berobat jalan. Tapi tak pernah berhenti merokok. 
Ketika koma itu dokter memutuskan mengoperasi leher saya. Saya betul-betul stress karena dokter bilang risikonya adalah saya tak bisa berbicara lagi. Bagaimana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa jadinya kalau saya tak punya suara, tak bisamenjerit, tak bisa teriak,bahkan menangis puntak ada suaranya. Akhirnya sayapasrah. Ini akibat yang harus sayatanggung karena merokok itu. 
Saya pensiun dini dari perusahaan property. Mobil, tanah, dan kekayaan saya jualuntuk ongkos operasi itu.Rokok betul- betul telah merampas hidup saya. Maka jika tak mau bernasib seperti saya, stop merokok sekarang juga. Omong kosong jika mau berhenti merokok dengan mengurangi. Percuma. Mesti berhenti total. Dulu saya tak per-nah berpikir begitu karena tak ada contohnya. Kalauwaktu bisa diputar saya 
pasti tak akan dekat-dekat dengan rokok.  
R 
okok Menghilangkan Suara Saya 
“Bagaimana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa 
jadinya kalau saya tak punya suara...” 
Saya masih ngumpet- ngumpet merokok saat menjelang operasi.” 
62
Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Pak Edison kini menyibukkan diri menjadi pelatih bicara untuk rekan-rekan senasib. 
61
VICTIM STORY 
Bapak mengalami penyumbatan akibat nikotin. Pembuluhnya tak elastis.” 
A 
lm. Heria Machdi 
Jakarta 
(Dituturkan istri, Reni Kusuma) 
Melihat apa yang menimpa suami saya, tak ada gunanya keras berolahraga jika merokok. Suami saya itu orang yang aktif. Dia pencinta alam. Olahraga rutin. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan yang mengeluarkan keringat. Tapi itu tak berguna karena dia merokok lima bungkus sehari. 
Tahun 2012, dia kena serangan jantung. Pembuluh ke jantungnya sudah mengeras karena nikotin sehingga tak bisa lagi ditembak dengan obat. Akhirnya harus dipasang tiga stan seharga Rp 250 juta untuk membuka pembuluh itu. Sampai dua kali dipasang stan. Yang ketiga alat itu pun sudah tak mampu memompa udara ke jantung. Suami saya mesti dipasang alat pemacu jantung yang harganya Rp 200 juta. 
Tak terhitung berapa biaya perawatan sakit suami saya itu. Sampai asuransi habis sehingga tabungan juga terkuras. Suatu kali jantungnya infeksi. Sekali suntik biayanya Rp 4 juta dan suntiknya sehari tiga kali selama empat hari. Dia menyesal, sangat menyesal telah merokok. Sewaktu menjalani perawatan dia banyak mengingatkan teman-temannya agar stop merokok sekarang juga. Ia meninggal tiga hari sebelum anak kami yang kedua berulang tahun ke-17.  
H 
arta Habis 
Karena Rokok 
Asuransi sampai habis untuk biaya 
pengobatan jantung yang kolaps akibat nikotin 
64
Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kantor almarhum Bapak Heria 
yang kini masih beroperasi di daerah Ampera, Jakarta Selatan. 
63
VICTIM STORY 
A 
lm. Mikrad Masduki 
Karyawan swasta, Jakarta 
Cerita ini merupakan dokumentasi yang di ambil oleh penulis pada saat almarhum masih hidup. Sebelumnya almarhum merupakan sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan sosialisasi tentang bahaya merokok kepada masyarakat hingga akhirnya beliau berpulang pada September 2013 di usia ke 71. 
Jika dihitung-hitung, sepuluh kali dalam setahun saya mesti opname di rumah sakit. Saya menderita penyakit paru obstruktif kronik akibat merokok sejak SMP. Hidup saya tergantung oleh alat bantu pernapasan dan kantong oksigen. Jantung dan paru-paru saya sudah tak berfungsi akibat tertumpuk nikotin. 
Rokok betul-betul merenggut kebebasan saya. Dulu saya aktif mengamen karena tergabung dalam grup keroncong Irama Sehati Jembatan Besi. Sesak napas ini membuat saya tak bisa kemana-mana. Jika napas sudah sesak, saya tak bisa tidur, bahkan duduk pun serba salah karena tubuh tak bisa mengambil oksigen. Badan saya tinggal 45 kilogram dan bungkuk akibat terlalu sering menarik napas yang susah itu.  
I 
rama Tak Lagi Sehati 
Badannya jadi bungkuk 
akibat terlalu sering kehilangan napas. 
66
Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Pak Mikrad 
yang tinggal di lingkungan padat penduduk di daerah Meruya, Jakarta Barat. 
65
VICTIM STORY 
Saya harus cepat operasi karena suara saya semakin kecil seperti peluit.” 
Zainudin, 40 Tahun 
Wiraswasta, Bogor 
Saya betul-betul marah kepada Tuhan. Mengapa saya yang dipilih untuk menerima cobaan ini. Di usia 23, saya tak bisa bicara, karena pita suara saya dipotong. Ada kanker di laring saya. Karena apa? Karena rokok! Padahal saya bukan perokok. Saya tumbuh besar di rumah dengan keluarga besar yang semuanya merokok. 
Saya menjadi perokok pasif. Mula-mula suara saya sering serak, lalu mengecil, dan terakhir suaranya mirip peluit. Di Rumah Sakit Husada Mangga Besar Jakarta itu pada 1996 pita suara saya diangkat. Saya betul-betul depresi ketika dokter mengatakan kepada ibu saya bahwa saya tak lagi bisa bicara, sudah cacat seumur hidup. Bagaimana rasanya mendengar vonis seperti itu? 
Saya kehilangan energi hidup. Keluarga juga kena imbasnya. Mereka menjual harta dan kekayaan untuk biaya operasi saya. Saya marah dan mengurung diri di kamar. Sifat saya menjadi temperamental. Saya pikir saya masih muda, mengapa harus mendapat siksaan seperti ini? Bahkan untuk mengambil udara, dokter melubangi leher saya.  
S 
uara Hilang 
Rokok Terbilang 
Dia bukan perokok tapi kehilangan suara 
karena menghirup asap orang lain 
68
Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Zainudin turut menjadi sukarelawan untuk melatih para korban penderita kanker pita suara. 
67
VICTIM STORY 
Pa 
yud 
ara 
sebelah kiri harus dipotong semua bahkan agak mendalam.” 
laksmi notokusumo, 65 tahun 
Seniman, Jakarta 
Ketika dokter memvonis saya terkena kanker payudara pada 2007, saya pulang menyetir mobil sendiri. Di tengah jalan saya berhenti, buka kaca jendela, saya menangis…. 
Payudara kiri saya mesti diangkat dan agak dalam karena kanker stadium 2B. Tahun 1978 kedua payudara saya terkena kanker tapi masih jinak dan mesti diangkat. Kanker itu rupanya tumbuh lagi dan kali ini seluruh payudara kiri saya mesti dipotong. Sedih sekali. Terutama karena penyebab kanker itu adalah rokok. 
Saya perokok berat sejak SMA. Waktu itu tujuannya untuk menambah konsentrasi belajar. Ayahnya bilang coba pakai rokok untuk giat belajar. Ayah saya juga perokok berat. Saya merokok linting yang dibuat sendiri. 
Setelah operasi saya mesti 16 kali kemoterapi dan 30 kali radiasi. Selama masa kemoterapi itu saya mual dan muntah. Itu terjadi selama setahun hingga rambut saya rontok. Kegiatan saya di kesenian otomatis terhenti. 
Kini saya melibatkan penderita kanker dalam kegiatan keseninan. Menjadi koreografer dan menjermahkan karya sastra untuk teater. Saya coba susupkan tentang bahaya rokok dalam karya-karya itu. Memang tak banyak orang tahu tentang bahayanya rokok itu.  
B 
anyak yang Tak Tahu 
Bahaya Rokok 
Payudara kiri dipotong karena kanker stadium 2B 
akibat nikotin menghambat pertumbuhan sel 
70
Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Ibu Laksmi yang sesekali 
menjadi tempat berkumpul dan berlatih seni para mantan penderita kanker. 
69
VICTIM STORY 
sanadi, 56 tahun 
Supir, Jakarta 
Tak ada tanda-tanda saya terkena kanker paru-paru stadium 3. Saya dengar orang kena kanker itu sesak napas, muntah darah, dan nyeri di dada. Saya cuma merasakan tangan kanan panas, seperti terbakar. Nyerinya menjalar ke punggung. Ketika diperiksa, dokter bilang saya terkena kanker paru-paru stadium tiga. Antara percaya dan tak percaya. 
Saya dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta dan sudah menjalani dua kali kemoterapi. 
Efeknya rambut rontok dan kaki kiri bengkak. Sudah 33 kali jalani radioterapi. Pengobatan ini menimbulkan dampak kulit dada seperti hangus terbakar. 
Ini semua gara-gara rokok. Saya merokok mulai usia 15. Tiga bungkus sehari, terutama jika jalan macet. Untuk menghilangkan jenuh di angkutan kota saya merokok. Selama pegang kemudi dalam sehari, saya nyaris tak pernah jeda memegang rokok. Rokok seperti istri pertama saja, tak bisa pisah. Saya ingin sehat lagi, ingin bugar lagi. Saya bilang kepada empat anak saya untuk tak sekalipun mendekat kepada rokok jika tak ingin sakit seperti saya.  
A 
sap Tak 
Mengusir Macet 
Rokok dianggap istri pertama 
72
Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan Jakarta, tempat 
Sanadi kini menjalani kemoterapi untuk melawan kanker paru-paru yang dideritanya. 
71
VICTIM STORY 
diam-diam saya juga sempat mencari pengobatan alternatif.” 
M. Saleh Arief 
Bangka Belitung 
(dituturkan istri, Ida Rosanti) 
Suami saya meninggal di usia 54 pada Maret 2012. Awalnya ia sesak napas hingga harus dirawat di Rumah Sakit PT Timah di Bangka Belitung. Dari hasil rontgen, paru-parunya berwarna hitam. Meski sudah dirawat dua bulan batuknya tak kunjung sembuh, sesak napasnya sering kumat. Dokter kemudian menyarankan berobat di Jakarta karena peralatan rumah sakitnya lebih lengkap. 
Di RS Persahabatan itu, dokter bilang suami saya kena kanker paru-paru stadium 4. Itu karena dia merokok. Sejak itu suami saya sering menasihati teman-temannya agar berhenti merokok. “Rokok sebatang itu tak seberapa tapi akibatnya fatal dan mahal,” katanya. Dia sudah pasrah dengan nasibnya yang terkena kanker. 
Di rawat di Jakarta kondisinya makin parah karena dia tiba-tiba lumpuh. Dokter bilang karena kankernya sudah menyebar. Say cari pengobatan alternatif juga, tapi tak membantu. Kata dokter, kemoterapi juga percuma karena kankernya sangat ganas dan menyebar ke seluruh tubuh. Saya cuma bisa pasrah dan berdoa saja. Ia meninggal pada 23 Maret 2012 saat subuh.  
S 
ebatang Rokok 
Seharga Nyawa 
Dari sesak napas hingga kaki lumpuh, 
sumbernya kanker paru-paru stadium 4 
74
Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil dengan mengumpulkan foto-foto kenangan Saleh yang tersisa, didapat dari keluarga Saleh di Bangka Belitung. 
73
VICTIM STORY 
T 
aher Mangunsong, 59 Tahun 
Bekas Sopir, Jakarta 
Kegiatan saya hanya di rumah dan Rumah Sakit Persahabatan. Bolak-balik tiap bulan. Selama 21 hari saya menjalani kemoterapi, dua pekan istirahat di rumah, pekan berikutnya kembali lagi ke rumah sakit. Begitu seterusnya. 
Penyebabnya adalah kanker paru-paru stadium empat. Itu dimulai pada 2010 ketika saya muntah darah. Dokter bilang paru-paru kanan saya terkena kanker sekaligus tuberculosis. Ini karena saya merokok dua bungkus sehari. Saya mesti menjalani kemoterapi yang membuat rambut saya rontok seperti daun-daun kering. 
Sebelum muntah darah itu, saya memang mulai merasa aneh dengan tubuh sendiri. Tiap kali merokok dada nyeri, lalu batuk, dan suara sering hilang. Saya acuhkan karena sudah kecanduan merokok. Saya terus saja merokok hingga muntah darah itu. Akibatnya, rutinitas mengobati kanker itu membuat saya tak aktif lagi di paduan suara gereja.  
R 
ontok Seperti 
Daun Kering 
Kanker stadium 4 membuatnya tak bisa berkutik 
L 
ima hari setelah dikemoterapi, rambut saya gugur seperti daun kering.” 
76
Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan yang kini 
menjadi rumah kedua bagi Taher yang harus rutin menjalani kemoterapi. 
75
epilog 
Berpacu 
dengan Waktu... 
Orang-orang yang saya temui untuk menceritakan kisah hidupnya dalam buku ini adalah aktor yang menjalani skenario yang tak terduga. Mereka hanya punya satu kali kesempatan bermain, tak ada pengulangan, tak ada revisi. Sekali mereka memilih peran dan garis hidup yang dipilih, waktu tak bisa mengulangnya kembali. Dan yang terjadi ketika itu adalah penyesalan. 
Mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang juga berbeda-beda, tapi pengalaman dan cerita mereka disatukan oleh barang yang mereka pilih dalam lakon hidup: rokok. Mereka telah memilih hidupnya yang pedih di babak akhir sebagai korban-korban nikotin. Mereka telah kehilangan banyak: cinta, hidup, dan kesempatan memilih peran happy ending. 
Mengumpulkan mereka untuk diwawancara dan berbicara untuk buku ini tidak mudah. Bukan karena mereka menolak kisahnya diketahui orang banyak. Kesulitan menyusun buku ini adalah kami seperti berpacu dengan waktu pada jam yang dipegang malaikat maut. Tak jarang janji yang telah dibuat, waktu yang telah disepakati gagal dan buyar karena narasumber itu tiba-tiba meninggal. 
Statistik sering kali menipu, karena tragedi seringkali diringkas hanya dalam bentuk grafik dan angka-angka. Yang saya dan tim alami adalah sebuah cerita manusia yang menyentuh karena perjuangannya mempertahankan hak milik terakhir yang paling hakiki: nyawa. 
Statistik barangkali tak akurat mencatat berapa banyak korban-korban rokok yang berguguran sebenarnya. Mereka mungkin di luar stastik resmi, tapi suara mereka layak dikenang, sebagai sebuah peringatan betapa bahayanya rokok menjadi senjata pemusnah massal yang dilegalkan. Bukan hanya mereka yang telah memilih akhir hidup yang sedih, tapi juga mereka yang pada detik ini memulai skenario yang dipilih dengan cara mulai menghisap nikotin untuk pertama kali. Merekalah korban- korban rokok sesungguhnya. 
78
A 
lm. Chrisye 
1949 – 2007 
In Memoriam 
“Memang perjuangan ini akan berat, tapi jangan berhenti. 
Suara saya ini setidaknya bisa menjadi cerita jika saya sudah tidak ada.” 
-Alm. Slamet Heriyanto- 
Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan kami, perjuangan ini tidak akan berhenti. Pesan itu akan selalu kami ingat, kami sampaikan pada generasi muda negeri ini. 
A 
lm. Victor Menayang 
1961 – 2012 
A 
lm. Dewi Husmawati 
1974 – 2013 
A 
lm. Slamet Heriyanto 
1951 – 2013 
A 
lm. Asbon Sinurat Lumban Pea 
1957 – 2013 
A 
lm. Heria Machdi 
1961 – 2012 
A 
lm. Mikrad Masduki 
1942 – 2013 
A 
lm. M. Saleh Arief 
1959 – 2012 
77
TESTIMONIAL 
“Asap rokok jelas menjadi biang keladi munculnya berbagai masalah, 
baik kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Dampak mengkonsumsi 
rokok telah banyak dibahas baik di tingkat mikro maupun makro. 
Namun bagaimana derita fisik yang diakibatkan akibat rokok bagi 
seseorang yang terlanjur menjadi pecandu atau bahkan keluarganya, 
belum banyak diceriterakan di negeri ini. Buku ini dapat membuka 
mata kita betapa di balik iklan-iklan rokok yang memberikan citra 
kenikmatan, kejantanan dan gaya, ada ceritera derita panjang yang 
sungguh memilukan. Buku ini terbit untuk memberi bekal renungan 
bagi bangsa ini bahwa di tengah bisnis rokok yang jelas memberi 
keuntungan luar biasa pada segelintir pengusaha dalam negeri 
maupun luar negeri yang beroperasi di negeri ini, di sana juga ada 
begitu banyak korban-korban yang menderita berkepanjangan. Buku 
ini memberi kesaksian bahwa di tengah gemuruhnya pengusaha rokok 
mengeruk keuntungan luas biasa, ada mayat mayat dan kepedihan 
yang diakibatkannya.” 
IMAM PRASODJO, Ph.D 
Sosiolog 
“Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan 
cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Mereka 
yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi 
kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka tidak ingin anak, cucu, 
dan generasi muda mendatang menjadi korban, kalah di hadapan 
keganasan rokok.” 
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat 
Akademisi 
“Di buku ini, kita bisa merasakan langsung gimana bahayanya rokok 
buat kita dan orang-orang di sekitar kita. Makanya, kita yang masih 
muda dan produktif harus berani bilang “TIDAK” sama merokok. 
Masih banyak kok, kegiatan positif yang jauh lebih bermanfaat: 
olahraga, ikutan komunitas, atau organisasi. Say NO to smoking!” 
Albern Sultan 
1st Runner-Up Mister International 2013, L-Men of the Year 2013 
80
“Buku ini menjelaskan bahwa “Rokok Membunuhmu!”. Mari kita 
lawan semua kebijakan yang membiarkan anak-anak Indonesia 
terbunuh oleh asap rokok!” 
Dr. Seto Mulyadi, Psi. Msi. 
Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak 
“Kepada mereka yang masih merokok, silakan anda memilih, berhenti 
merokok atau meneruskan menanam dosa kepada mereka yang di 
sekeliling anda, sehingga mereka semua ikut menanggung risiko 
dan akibat dari pasif smoker & tertiary smoker. Saya tahu mereka 
sebenarnya adalah orang-orang yang anda sayangi, dan selalu ada 
untuk anda setiap harinya.” 
Reinita Arlin, S. Ked. 
Putri Pariwisata Indonesia 2012 
“Kaum wanita adalah penopang penting kesehatan suatu bangsa. 
Negara yang sehat bebas dari asap rokok dimulai dari rumah yang 
bebas asap rokok. Kita perlu pahami bahwa pesan akan bahaya rokok 
ini sebenarnya dimulai dari keluarga. Karena sebaik apapun program 
yang dicanangkan oleh pemerintah untuk masyarakat, tidak akan 
berguna jika kasyarakatnya tidak sehat” 
DR. Dewi Motik Pramono M.Si 
Ketua Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) 
79 
“Sudah tidak bisa dipungkiri, rokok membunuh. Sebagai sebuah 
perusahaan media, kami tidak pernah menerima iklan rokok 
sejak terbitnya majalah kami yang pertama, 1972. Ketika kami 
masuk ke gedung baru di Kuningan, tahun 1982, gedung kami 
dibuat gedung bebas rokok. Mengapa group media lainnya masih 
menerima iklan rokok? Lebih tidak dimengerti lagi, pemerintah 
masih perlu dihimbau untuk mengeluarkan peraturan keras untuk 
menyelamatkan bangsa ini dari bahaya rokok. Kita harus bersatu 
untuk membrantas rokok dan menyelamatkan anak anak kita dari 
bahaya rokok. “ 
Svida Alisjahbana 
CEO, Femina Group
T 
erima kasih kepada seluruh keluarga korban yang telah mendukung terwujudnya buku ini. Semoga buku ini bisa menjadi inspirasi bangsa Indonesia akan bahaya rokok yang harus dihindari. 
Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia merupakan sebuah aliansi yang dibentuk atas dasar kepedulian dan keprihatinan masyarakat yang telah menjadi korban akibat merokok untuk maju ke garis depan perjuangan pengendalian rokok dalam menyuarakan aspirasinya. Aliansi ini dideklarasikan pada Senin, 22 Oktober 2012. 
Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia memiliki visi mewujudkan “Masyarakat Indonesia yang cerdas dan sehat bebas dari dampak buruk asap rokok” yang dijabarkan melalui misi sebagai berikut: 
» Meningkatkan kapasitas dan pemahaman korban tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau 
» Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau 
» Mendorong terwujudnya masyarakat yang sehat bebas dari dampak buruk asap rokok 
» Mendorong perwujudan dan penegakkan kebijakan dan peraturan tentang pengendalian tembakau 
Aliansi Masyarakat 
Korban Rokok Indonesia 
Tentang
Jangan simpan buku ini! 
Berikan kepada teman, saudara, atau siapapun yang ada di samping Anda setelah membacanya. 
Mari bersama 
selamatkan anak-anak 
kita dari bahaya rokok. 
SM 
KING 
KILLS!

More Related Content

What's hot

Bahaya 2
Bahaya 2Bahaya 2
Kliping bhaya merokok
Kliping bhaya merokokKliping bhaya merokok
Kliping bhaya merokok
Eki Putriani
 
Makalah Bahaya Merokok
Makalah Bahaya MerokokMakalah Bahaya Merokok
Makalah Bahaya MerokokNur Hilaliyah
 
Bahaya merokok
Bahaya merokokBahaya merokok
Bahaya merokok
Mohd Hafidhan
 
Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Bahaya Rokok Terhadap KesehatanBahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Meironi Waimir
 
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
yasir muarief
 
Bahaya rokok bagi paru paru
Bahaya rokok bagi paru paruBahaya rokok bagi paru paru
Bahaya rokok bagi paru paru
ghinahuwaidah
 
Kehidupan bermakna tanpa asap rokok
Kehidupan bermakna tanpa asap rokokKehidupan bermakna tanpa asap rokok
Kehidupan bermakna tanpa asap rokokLee Oi Wah
 
Ppt bu naning
Ppt bu naning Ppt bu naning
Ppt bu naning
Bella_Swari94
 
Multimedia interaktif nelik
Multimedia interaktif nelikMultimedia interaktif nelik
Multimedia interaktif nelik
Nelik Rahma Oktaviana
 
Kawasan Tanpa Asap Rokok
Kawasan Tanpa Asap RokokKawasan Tanpa Asap Rokok
Kawasan Tanpa Asap RokokMagfirah Amir
 
Konseling berhenti merokok
Konseling berhenti merokokKonseling berhenti merokok
Konseling berhenti merokok
riyan atmoko
 
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
yasir muarief
 

What's hot (18)

Bahaya 2
Bahaya 2Bahaya 2
Bahaya 2
 
Kliping bhaya merokok
Kliping bhaya merokokKliping bhaya merokok
Kliping bhaya merokok
 
Makalah Bahaya Merokok
Makalah Bahaya MerokokMakalah Bahaya Merokok
Makalah Bahaya Merokok
 
Bahaya merokok
Bahaya merokokBahaya merokok
Bahaya merokok
 
Makalah bahaya merokok (2)
Makalah bahaya merokok (2)Makalah bahaya merokok (2)
Makalah bahaya merokok (2)
 
Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Bahaya Rokok Terhadap KesehatanBahaya Rokok Terhadap Kesehatan
Bahaya Rokok Terhadap Kesehatan
 
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
99258903 penyuluhan-bahaya-rokok
 
Motivasi bebas rokok
Motivasi bebas rokokMotivasi bebas rokok
Motivasi bebas rokok
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Bahaya rokok bagi paru paru
Bahaya rokok bagi paru paruBahaya rokok bagi paru paru
Bahaya rokok bagi paru paru
 
Kehidupan bermakna tanpa asap rokok
Kehidupan bermakna tanpa asap rokokKehidupan bermakna tanpa asap rokok
Kehidupan bermakna tanpa asap rokok
 
Karya ilmiah merokok
Karya ilmiah merokokKarya ilmiah merokok
Karya ilmiah merokok
 
Ppt bu naning
Ppt bu naning Ppt bu naning
Ppt bu naning
 
Multimedia interaktif nelik
Multimedia interaktif nelikMultimedia interaktif nelik
Multimedia interaktif nelik
 
Kawasan Tanpa Asap Rokok
Kawasan Tanpa Asap RokokKawasan Tanpa Asap Rokok
Kawasan Tanpa Asap Rokok
 
Konseling berhenti merokok
Konseling berhenti merokokKonseling berhenti merokok
Konseling berhenti merokok
 
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
119955294 leaflet-bahaya-merokok-smp
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 

Similar to KITA ADALAH KORBAN

Contoh teks "Dialog interaktif"
Contoh teks "Dialog interaktif"Contoh teks "Dialog interaktif"
Contoh teks "Dialog interaktif"Rhatna Dewii
 
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
Annisa Fauzia
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
Septian Muna Barakati
 
Booklet "Kita Adalah Korban"
Booklet "Kita Adalah Korban"Booklet "Kita Adalah Korban"
Booklet "Kita Adalah Korban"
Indonesia Bebas Rokok
 
Dampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
Dampak Merokok Bagi Kesehatan ManusiaDampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
Dampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
Vessa Ramadhani
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
Warnet Raha
 
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasianaqori
 
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau IndonesiaRoadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Deni Kurniawan
 
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokok
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokokTahap 2 Penerapan aplikasi stop merokok
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokokAviLa Marzuki
 

Similar to KITA ADALAH KORBAN (20)

Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Bahaya merokok
Bahaya merokokBahaya merokok
Bahaya merokok
 
Bab 1
Bab 1Bab 1
Bab 1
 
Contoh teks "Dialog interaktif"
Contoh teks "Dialog interaktif"Contoh teks "Dialog interaktif"
Contoh teks "Dialog interaktif"
 
Tugas makalah
Tugas makalahTugas makalah
Tugas makalah
 
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
Isd indonesia keranjang sampah nikotin kel.3
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Booklet "Kita Adalah Korban"
Booklet "Kita Adalah Korban"Booklet "Kita Adalah Korban"
Booklet "Kita Adalah Korban"
 
Proposal hani 2013
Proposal hani 2013Proposal hani 2013
Proposal hani 2013
 
Dampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
Dampak Merokok Bagi Kesehatan ManusiaDampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
Dampak Merokok Bagi Kesehatan Manusia
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Makalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokokMakalah bahaya merokok
Makalah bahaya merokok
 
Naskapidato
NaskapidatoNaskapidato
Naskapidato
 
Narkoba
NarkobaNarkoba
Narkoba
 
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi
2011 31-062 (Ana Shofiyana Qori) Layanan Konsultasi
 
Narkoba
NarkobaNarkoba
Narkoba
 
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau IndonesiaRoadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
Roadmap Pengendalian Tembakau Indonesia
 
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokok
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokokTahap 2 Penerapan aplikasi stop merokok
Tahap 2 Penerapan aplikasi stop merokok
 

Recently uploaded

04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
zirmajulianda1
 
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIAMATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
ratih402596
 
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
Cara Menggugurkan Kandungan 087776558899
 
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptxPERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
AndrikIrfani
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
nirmalaamir3
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
LinaJuwairiyah1
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
roomahmentari
 
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
PratiwiZikri
 

Recently uploaded (8)

04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
04 KONSEP BIAYA PELAYANAN KESEHATAN dan TARIF .pptx
 
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIAMATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
MATERI PENCATATAN DAN PELAPORAN SKRINING LANSIA
 
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
(Aborsi kandungan) obat penggugur kandungan untuk masa depan yang belum mau {...
 
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptxPERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
PERTOLONGAN PERTAMA 3 (penilaian korban).pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPIPERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
 
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOMCDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik Peraturan BPOM
 
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdfKonsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
Konsep Dasar Keperawatan Komplementer 2020.pdf
 
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
2. Update Situasi dan Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis_16 Mei 2024.pptx
 

KITA ADALAH KORBAN

  • 2.
  • 3. Jangan simpan buku ini! Berikan kepada teman, saudara, atau siapapun yang ada di samping Anda setelah membacanya. Mari bersama selamatkan anak-anak kita dari bahaya rokok.
  • 4.
  • 5. Prolog KITA adalah korban, sebab tak ada yang diuntungkandalam konsumsi rokok, kecuali produsennya. Kesaksian orang-orang dalam buku ini menunjukkan bahwa rokok tak hanya merenggut tubuh dan nyawa penghisapnya, tapi juga orang di sekelilingnya. Perokok pasif malah jauh lebih berisiko karena umumnya mereka tak sadar telah terkena penyakit akibat rokok. Cerita seorang aktivis politik dan hak asasi manusia mengkonfirmasi bahaya ini. Ia tak percaya paru-parunya terluka karena terpapar asap rokok, hingga bolak-balik ke rumah sakit, sampai dokter meyakinkan bahwa luka itu akibat racun nikotin yang dihisap koleganya ketika rapat partai. Atau seorang karyawan yang meninggal karena bertahun-tahun bergumul dengan mereka yang mengepulkan asap di ruang kerja. Para perokok pasif umumnya tak siap dan tak sadar tubuh mereka rontok dimakan racun nikotin karena tak merokok, dan orang-orang dekatnya juga bersih dari nikotin. Lalu mereka kolaps karena jantung dan paru-parunya terkena kanker stadium lanjut. Rokok telah menjadi pembunuh manusia paling efektif dan massal yang ironisnya dilegalkan oleh negara. Para perokok aktif, sementara itu, kesulitan berhenti sampai dokter memvonisnya terkena kanker atau pembuluh darahnya tersumbat hingga jantungnya berhenti berdetak. Kita adalah korban... Penanggung jawab dr. Prijo Sidipratomo E ditor Tari Menayang Penulis Nanda Fauziy D esain grafis Andi Andya KORBAN ADALAHkita Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Jl. Teuku Umar 8, Menteng, Jakarta 10310 T : (021) 3917354 E : komnaspt@yahoo.co.id Komnas Pengendalian Tembakau @komnaspt W ebsite: www.komnaspt.or.id A liansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia E : aliansikorbanrokok@ yahoo.com @kitakorban
  • 6. Orang-orang dekatnya juga terimbas penyakit serupa karena racun rokok selamanya menempel di tubuhnya, mengendap di darah, melayang di udara hingga dihisap orang-orang sekeling tak berdosa yang sadar asap rokok begitu mematikan. Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Sebab rokok menyerang siapa saja ke arah siapa saja. Kaya miskin, tua muda, menjadi korban rokok karena efek dominonya yang dahsyat. Seorang narasumber mengingatkan negara perlu turun tangan untuk mencegah korban rokok lebih banyak dengan cara mengendalikan distribusi, produksi, dan konsumsinya. Tanpa campur tangan negara—pemerintah, parlemen, lembaga penegak hukum—upaya masyarakat sipil yang peduli dengan generasi republik ini tak akan punya gaung yang gemanya memantul ke pelosok- pelosok negeri. Pendapatan dari cukai itu tak menjadi apa-apa ketika banyak orang yang sakit akibat racun nikotin. Para korban yang bersaksi di buku ini—suami yang ditinggalkan istri karena jadi perokok pasif, istri yang sendiri karena suami meninggal akibat jadi perokok aktif, anak-anak yang menjadi yatim karena ayah dan ibunya direnggut nikotin—punya wasiat seragam: jauhi rokok karena pasti menyengsarakan. Jika tak berakhir di kuburan, perokok dan orang di sekelilingnya minimal mampir di ruang operasi rumah sakit. Anda yang merokok adalah korban, mereka yang terpapar asap rokok jauh lebih korban, kita semua adalah korban. Maka stop merokok sekarang juga! Jakarta, Februari 2014
  • 7. Sudah waktunya kita melek bahaya merokok. Indonesia saat ini sedang berada dalam ancaman bencana kemanusiaan. Adiksi rokok yang tidak hanya berdampak pada kesehatan namun juga keberlangsungan kesejahteraan hidup rakyat Indonesia terutama generasi mudanya. Saya memberikan apresiasi atas terbitnya buku “Kita adalah Korban” Buku ini dapat meningkatkan pemahaman kita tentang pentingnya melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan dampak rokok terhadap kesehatan terutama pada kalangan generasi muda. Buku ini adalah wajah dari data yang selama ini tidak terlihat oleh mata kita, didalamnya bercerita tentang bagaimana rokok telah mampu mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang, dan kehilangan orang yang dicintai. Tokoh yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka adalah sedikit dari saksi hidup yang bisa berkisah betapa berharganya waktu yang dihabiskan hanya untuk rokok. Mereka tidak ingin anak, cucu, dan generasi muda mendatang menjadi korban rokok baru. Perjuangan mereka yang bercerita dalam buku ini bukan untuk kita, bukan untuk generasi saat ini, tapi untuk anak-anak Indonesia di masa mendatang. Karena anak- anak bangsa ini sangat penting untuk diselamatkan, maka semua pihak harus terlibat dan satu suara “Anak-anak harus dilindungi dari target pemasaran adiksi rokok dan bahayanya”. Cita-cita proklamasi Negara Indonesia adalah melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Cita-cita ini tidak akan bisa tercapai jika anak-anak kita terus dibiarkan terjerat oleh adiksi rokok. Generasi muda yang cerdas dan sehat adalah aset pembangunan Bangsa. Sudah saatnya kita bersama-sama melindungi anak-anak negeri ini, sudah saatnya kita melek bahaya merokok. Jakarta, 1 April 2014 Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A, M.P.H. Menteri Kesehatan RI Kata Sambutan
  • 8.
  • 9. Di Balik s tatistik Jumlah perokok aktif di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, yang menurut Riset Kesehatan Dasar 2010 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, telah mencapai 34,7 persen dari total penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah perokok diiringi dengan tingginya angka kematian yang disebabkan oleh penyakit- penyakit serius akibat rokok. Ini bukan hanya angka statistik. Dalam booklet ini, para korban rokok yang selama ini berada di balik angka statistik, menceritakan kisahnya. Simak cerita mereka, bagaimana menjadi korban perbudakan candu nikotin rokok yang telah menghancurkan hidup mereka dan keluarga mereka. Tidak hanya kehilangan nyawa dan kesempatan sehat untuk hidup normal, tapi juga kerugian material yang tak terkira. Apakah Anda siap menjadi korban seperti mereka? Ya, bukan hanya mereka yang menjadi korban. Kita semua adalah korban dari pencitraan salah yang selama ini ditanam oleh industri rokok di kepala kita. Rokok bukan simbol kejantanan, kecerdasan, atau pertemanan. Rokok, seperti yang telah dialami para korban ini, adalah awal dari kerugian mental dan material yang takkan pernah tergantikan. Waspada intervensi industri rokok, dan jangan mau jadi korban! Dr. Prijo Sidipratomo, Sp, Rad(K) Ketua Umum Komisi Nasional Pengendalian Tembakau jangan mau jadi korban!”
  • 10.
  • 11. MARI KITA RESAPI MAKNA ANGKA PERBANDINGAN Taufiq Ismail Dalam sehari 45 orang mati karena narkoba Dalam sehari 62 orang mati kecelakaan lalu-lintas Dalam sehari 1.100 orang mati karena asap rokok Setiap hari orang mati karena asap rokok di Indonesia 24 kali lebih besar ketimbang mati karena narkoba WAH, BESAR SEKALI ! Tapi kok publik cuma dipertakuti dengan bahaya narkoba? Karena di sini iklan rokok paling bebas di dunia Dan iklan-iklan itu dusta besar semua Perusahaan rokok menindas petani tembakau kita Dunia olahraga ditipu dengan rupiah ribuan juta Dunia pendidikan dikelabui dengan beasiswa Dunia kesenian dikecoh dengan bantuan pementasan Dunia kesehatan diremuk 25 penyakit asap rokok Dengan kejahatan adiksi yang dimanipulasi rapi Perusahaan rokok Indonesia menolak ikut FCTC Di seluruh dunia cuma 3 negara tak ikut FCTC Menolak pengaturan tembakau dengan segala cara Salah satunya negara kita, yang 2 lagi negara sak-upil di Afrika Dan kini para pengusaha rokok Indonesia Termasuk 10 orang paling kaya di jagat raya Penyogok paling raksasa ukuran dunia Lihat mereka terkekeh tertawa-tawa Menjagal 1.100 warga bangsa kita setiap harinya Setiap harinya para algojo berjas berdasi itu Membunuhi manusia berpuluh tahun lamanya Selama ini kita biarkan saja Jadi bagaimana? Bagaimana kok sampai begini jadinya? Rumah Puisi, 30 Maret 2014.
  • 12.
  • 13. Bagian 1 s ebuah memoar
  • 14. VICTIM STORY SAYA merokok sejak usia Sekolah Menengah Pertama, sekitar 13 tahun. Satu sampai dua bungkus sehari. Zaman remaja seperti itu rasanya keren jika sudah merokok, merasa sudah dewasa, dan ikut-ikutan teman lain yang merokok. Dulu ada anggapan orang disebut dewasa jika sudah merokok. Ini pemahaman yang salah. Lalu saya berhenti merokok tahun 2011 di usia 58. Artinya, saya diperbudak rokok selama 45 tahun. Gila. Saya katakan diperbudak karena rokok membuat anda sangat ketergantungan dan dijajah. Jika saya dan istri serta anak-anak makan di restoran, setelah selesai makan saya keluar lalu merokok. Anak dan istri saya menunggu saya selesai merokok. Mereka jadi korban saya. Tiap kali bepergian ke Amerika Serikat, ke Eropa, transit setengah jam sampai satu jam saya mampir ke ruang merokok. Di ruangan 3 x 3 meter itu berjubel diisi 20 orang yang semuanya merokok dan abunya berantakan di mana-mana. Kita hisap 16 T anpa Rokok Konser Tetap Jalan A drie Subono, 60 tahun Promotor Musik, Jakarta sama-sama. Apa bukan diperbudak itu namanya? Saya menikah di usia 35. Dan sampai 2011 istri saya berdekatan dengan seorang perokok. Sekarang saya paham mengapa istri saya yang bukan perokok sering mengomel karena badan saya bau. Saya paham sekarang ketika berdekatan dengan orang yang perokok, meski tak merokok di dekat saya, saya tahu dia perokok karena badannya bau. Asap rokok itu menempel di baju, rambut, kulit. Sekarang saya jengkel jika berdekatan dengan perokok. Berarti orang-orang yang dekat dengan saya juga dulu sama seperti itu. Kasihan sekali. Saya berhenti merokok karena sakit. Jantung saya bermasalah. Sesak. Lalu saya periksa ke dokter dan diputuskan harus operasi dengan memasang ring. Jumlahnya sampai lima. Jadi saya dijuluki “Lord of The Ring” dalam arti yang sebenarnya. Dokter bilang tubuh saya harusnya sudah lewat, karena banyak organ jantung saya sudah tak berfungsi. Pengalamannya mendapat serangan jantung membuat ia mengurangi sponsor rokok untuk konser musik
  • 15. Foto oleh Dennise; Foto diambil di kantor Adrie Soebono, Javamusikindo, di sela waktu istirahat, daerah Radio Dalam, Jakarta Selatan. 15
  • 16. 18 Tubuh saya bisa tahan mungkin karena saya keras berolahraga, bisa saya lakukan lima kali sepekan. Dan makanan saya jaga betul. Jika tak olahraga seperti itu, saya mungkin sudah lewat. Saking diperbudak, saya masih merokok satu jam sebelum masuk kamar operasi. Tapi setelah itu tak pernah lagi memegang rokok apalagi menghisapnya. Tak ada keinginan sama sekali. Diberi kesempatan hidup membuat sayakian bulat menjauhi rokok. Saya inginmenggendong cucu, mengantarnya ke sekolah. Betapa jahat jika saya menginginkan cucu tapi meracuninya dengan rokok jika saya tetap merokok. Mereka akan menjadi perokok pasif yang risikonya jauh lebih berat dibanding perokok aktif. Dengan pengalaman itu, sebagai promotor musik saya berusaha mengurangi sponsor dari industri rokok. Industri musik sekarang sudah berkembang dibanding sepuluh tahun lalu. Dulu sponsor yang bersedia membiayai konser hanya perusahaan rokok. Sekarang ada perusahaan telekomunikasi, bank, dan banyak lagi. Artinya, jika tak menggandeng industri rokok, bisnis pertunjukan tak akan mati. Saya bisa buktikan ketika konser Alicia Keys, sama sekali tak ada sponsor rokok. Kepada orang-orang dekat, saya juga bercerita tentang gaya hidup saya yang terasa lebih sehat setelah berhenti merokok. Saya jelaskan kepada mereka yang masih merokok untuk stop, agar mereka tak seperti saya yang baru berhenti karena sakit. Saya tak anjurkan mereka berhenti, tapi saya ceritakan pengalaman saya saja. Kampanye bahaya rokok kini mulai banyak. Orang kian sadar dengan bahaya rokok. Di luar negeri itu sudah lama. Karena itu rokok sangat mahal. Di Amerika Serikat, harga sebungkus rokok bisa Rp. 100 ribu. Itu kan tujuannya supaya orang tak beli karena mahal, ujungnya supaya mereka terhindar dari dampak buruk merokok. Meski keluarga saya punya riwayat kematian karena jantung, saya yakin jantung saya bermasalah karena kebiasaan menghisap rokok itu. Kini saya kapok tak akan lagi bersinggungan dengan rokok. Bahaya!  Betapa jahat jika saya menginginkan cucu tapi meracuninya dengan rokok.”
  • 17. VICTIM STORY 17 CHRISYE atau Chrismansyah Rahadi sudah merokok ketika saya kenal. Dia pernah cerita pertama kali merokok sewaktu Sekolah Menengah Atas karena rokoknya pernah dirampas kepala sekolah dan ia dihukum menghisap tujuh batang rokok sekaligus. Sampai dua tahun sebelum meninggal pada 2007 diusia 57, rokok Chrisye tak pernah berubah, selalu merokok dengan jenis dan brand yang sama. Chrisye meninggal setelah sakit yang panjang. Sebelumnya dia tak pernah mengeluh sakit atau sesak napas. Tapi langsung dinyatakan terkena tuberculosis (TBC) tulang. Jadi TBC tidak hanya di paru-paru, tapi ada juga di tulang. Chrisye sempat tak bisa berjalan sehingga harus dibantu tongkat penyangga. Saat pengobatan TBC tulang itu kondisi Chrisye drop karena obat suntiknya menyerang daya tahan tubuh. Saat pemeriksaan itulah dokter baru mengetahui Chrisye juga terkena kanker paru-paru. Waktu rontgen, paru- parunya sudah tak terlihat karena sudah termakan asap rokok. Sejak sakit itu Chrisye berhenti merokok. Sewaktu berhenti merokok itu tubuh Chrisye terlihat lebih sehat, wajahnya lebih bersih, nafasnya lebih segar. Ketika meninggal, dia tak seperti orang sedang sakit parah dan panjang. Mungkin karena tak ada pengobatan kimia dan dia berhenti merokok. Reaksinya luar biasa dan langsung menumbuhkan lagi daya tahannya. H alusinasi dan Mengigau Rokok A lm. ChrisyE Musisi, Jakarta (Dituturkan oleh istri, Gusti Firoza Damayanti Noor, 59 tahun) Saking sudah kecanduan, penyanyi Chrisye mengigau dan berhalusinasi sedang merokok ketika menjalani pengobatan kanker
  • 18. Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Yanti Noor dan Alm.Chrisye daerah Bintaro, Jakarta Selatan. 20
  • 19. Yang membuat sakit Mas Chrisye parah juga mungkin karena sering merokok di ruangan tertutup. Jika rekaman, Chrisye merokok. Sewaktu jeda menyanyi saat konser dia juga merokok. Tak peduli itu ruangan tertutup yang berpendingin. Itu memang lebih berbahaya ketimbang merokok di udara terbuka. Selain Chrisye, di rumah saya juga merokok. Tergolong perokok berat, meski tidak terlalu banyak. Dua anak perempuansaya tak merokok, anak laki-laki mulai coba-coba, tapi bukan pecandu sepertiayah- ibunya. Dua anak perempuan itu yang sering mengingatkan kami agar berhenti merokok. Awalnya kami merokok dalam rumah, Chrisye di kamar atau taman karena anak- anak protes, lalu mereka mengingatkan agar tak ada asap di rumah. Jadi kami melarang ada rokok di dalam rumah sejak itu. Tiap mau merokok kami keluar. Kepada tamu juga kami beritahu jika ingin merokok harap di luar rumah. Saya merokok sejak lulus SMA. Ada sepupu yang mengajak merokok dan saya sudah bekerja sehingga punya uang. Waktu itu saya pikir, “Uang gue mau dibelanjakan apa terserah gue kan?” Yangmembuat saya sengsara sekarang sulit19 Rokok ini memang menjerat jika sudah kecanduan. Bahkan rokok bisa sampai ke alam bawah sadar, bisa memicu halusinasi.” menghentikan kebiasaan merokok ini. Kesalahan saya dulu sewaktu coba merokok adalah menganggap rokok sebagai teman. Waktu itu banyak yang saya hadapi sehingga saya lari ke rokok. Padahal itu tak benar. Stres juga tak hilang dengan merokok, tak membuat saya jadi tenang. Pokoknya rokok tak menolong apa-apa dan tak menghilangkan apa-apa, apalagi menghilangkan masalah. Yang ada saya jadi kecanduan dan ujungnya saya jadi perokok berat lalu sekarang susah berhenti. Saya pernah coba meniru bagaimana ayah saya berhenti merokok. Ayah saya seorang perokok berat yang menghabiskan tiga bungkus rokok sehari. Tapi beliau berhenti 20 tahun sebelum meninggal. Saya pernah Tanya apa resepnya bisa berhenti merokok. Ayah saya bilang, dia tak pernah berhenti merokok melainkan menundanya. Tiap ada keinginan merokokdia tunda hingga bisa menundanya sampai 20 tahun. Sebab dia pernah berhenti merokok dengan menggantinya dengan pipa, tapi kembali lagi ke rokok. Jadi berhenti merokok setengah-setengah itu tak akan berhasil. Ayah saya berhasil menunda merokok selama itu. Saya pernah coba resepnya tapi gagal terus.
  • 20. 22 Anehnya ketika puasa kita bisa tahan tak merokok seharian, meskipun ketika buka, barang yang pertama kali masuk mulut setelah teh hangat adalah rokok. Itu mungkin karena kita tahu dosa kita besar sehingga bisa tahan tak merokok. Karena itu berhenti merokok itu sebenarnya memerangi hati dan pikiran kita sendiri. Saya belum bisa berhenti merokok sampai saat ini, saya belum bisa mengalahkan nafsu di hati saya sendiri. Rokok ini memang menjerat jika sudah kecanduan. Bahkan rokok bisa sampai ke alam bawah sadar, bisa memicu halusinasi. Sewaktu berobat sebulan di Singapura, Chrisye kerap mengigau dengan memperlihatkan seperti sedang merokok. Padahal tak ada apa-apa di tangannya. Barangkali saking kecanduannya, racun nikotin menagih ketika dia sudah berhenti merokok. Tips paling ampuh adalah jangan pernah sekali-kali mencoba rokok. Sebelum meninggal, Chrisye mengingatkan teman- temannya agar stop merokok dan menjauhinya bagi yang belum pernah mencoba. “Lihat gue”, katanya. Dia sadar betul rokok telah merenggut produktivitas hidupnya. 
  • 21. VICTIM STORY 21 SUAMI saya meninggal karena stroke berat di batang otak pada 2012 di usia 51. Serangan stroke itu terjadi pada 2005 ketika usianya 44 tahun. Jadi kami merawatnya selama tujuh tahun. Selama itu dia tak bisa berbicara atau tersenyum. Komunikasi hanya melalui kedipan mata, gerakan jari tangan, atau jari kaki. Lebih tragisnya adalah ketika terserang stroke itu dia sedang merokok. Dia jatuh ke lantai berikut rokoknya. Dia memang perokok berat. Merokok sejak belajar di Sekolah Dasar. Jika sedang banyak pekerjaan, dia merokok hingga dua bungkus. Selain pengajar tetap di pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia, Victor Menayang pernah menjabat sebagai Ketua Komisi Penyiaran Indonesia 2003-2006. Saya juga merokok, sama sejak sekolah dasar juga. Jadi, memang ini bikin sedih, selama merawat suami, saya tetap merokok. Dan saya pernah menguji apakah stroke itu benar dipicu oleh rokok. Saya pernah coba bangun tidur minum teh lalu cek tekanan darah. Normal. Kemudian saya merokok. Saya tak bisa gerak. Tekanan darah naik seketika. Itulah agaknya yang memicu stroke suami saya. Candu Menggelapkan Mata Saya A lm. Victor Menayang Mantan Ketua KPI Pertama, Jakarta (Dituturkan oleh istri, Tari Menayang, 52 tahun) Suaminya terjungkal terkena stroke ketika sedang merokok, lalu koma selama tujuh tahun
  • 22. 24 Foto dokumentasi pribadi keluarga Alm. Victor Menayang.
  • 23. kembali menjadi perokok lagi. Stroke suami bahkan tak bisa menghilangkan tubuh menagih candu rokok. Saya bisa berhenti setelah anak saya mengultimatum. Anak semata wayang kami bilang tak akan mengurus saya jika terjadi apa-apa. Dia akan mengurus papanya saja. Dia bilang akan menyerahkan saya ke panti jompo jika tetap merokok. Dari situ saya sadar jika saya terus merokok lalu sakit, yang repot adalah orang lain, yakni anak saya. Suami saya meninggal setahun setelah saya berhenti merokok.  23 Ketika ia terserang stroke, ia sedang banyak pekerjaan. Kurang tidur karena begadang sementara porsi merokok bertambah, membuat tubuhnya kelelahan sehingga tekanan darah melonjak tinggi sekali. Tekanan darah itu menyumbat darah ke otak. Pada suami saya, yang tersumbat itu di batang otak sehingga strokenya berat sekali. Tak ada yang mengingatkan betapa jahatnya rokok. Saya sudah sadar tapi memang susah sekali berhentinya. Saya pernah coba kurangi konsumsi, tapi Tak a da yang mengingatkan betapa jahatnya rokok.”
  • 24. VICTIM STORY KALAU mau bergaya, gaya yang lain saja, jangan rokok. Mau mengecat rambut memakai warna kuning, biru, merah, oranye, terserah, asaljangan rokok. Merokok itu bakar duit. Saya merokok tiga bungkus dalam dua hari. Waktu saya sekolah di Amerika Serikat, harga rokok di sana mahal sekali. Jadi betul-betul bakar duit. Dan racun nikotin itu ganas sekali. Gigi bisa rusak, tubuh kita bau, jantung dan paru-paru bisa kena kanker. Waktu saya terkena serangan jantung tahun 2004, badan saya sakit sekali, dari dada sampai ke punggung. Padahal ketika itu saya sudah berhenti merokok lima bulan. Saya berhenti karena setiap 26 B ergaya, kok, Bakar Duit… T ed Sulisto, 61 tahun Desainer interior, Jakarta bangun tidur badan tak enak dan batuk- batuk. Lalu saya berhenti. Prosesnya susah sekali. Saya tak langsung berhenti begitu saja. Mula-mula saya tak ingin merokok, padahal rokok ada. Lalu saya tahan satu jam, eh, berhasil. Dua jam, bisa tahan juga. Lalu target saya naikkan menjadi sampai makan siang, lalu makan malam. Akhirnya bisa sehari. Gembiranya bukan main. Setelah sehari bisa berhenti, target saya naikkan lagi menjadi dua hari, lalu sepekan. Setelah sepekan berhasil tak merokok, rasanya sayang sekali jika kembali merokok. Keinginan ada, tapi saya lebih menyayangkan waktu yang telah saya lewati tanpa rokok. Dari cerita teman-Terkena serangan jantung, padahal tak pernah absen olahraga
  • 25. Foto oleh Dennise; Foto diambil di salah satu hotel di daerah Kuningan, Jakarta Pusat, di sela meeting yang dihadiri oleh Ted Sulisto. 25
  • 26. 28 teman, semua adiksi sama—narkoba, makanan, atau minuman—jika sekali saja kembali kita akan terjerumus lagi. Berhenti merokok itu tak bisa dipaksa apalagi disuruh orang lain. Itu betul-betul kesadaran kita sendiri. Kalau kita tak niat tak akan bisa berhenti merokok. Misalnya, karena merokok tak enak dekat orang lain, kita akan cari tempat yang jauh dari orang lain. Di rumah tak boleh merokok, kita akan cari teras. Begitulah jika niat merokok bukan datang dari diri sendiri. Anak saya umur 24 dan merokok juga, sejak umur 18 seperti saya. Meski sudah lihat saya sakit jantung dan sering dinasihati, dia tak akan berhenti selama dia sendiri tak punya dorongan atau niat untuk berhenti. Saya sendiri pada akhirnya bisa berhenti merokok. Tapi, itulah, jantung saya bermasalah. Oya, saya ini olahragawan sejak muda. Dari dulu saya tak pernah absen fitnes. Tapi racun rokok tak peduli, masih menyerang jantung juga. Olahraga rutin, teratur, dan keras sekalipun tak akan bisa mengusir racun rokok. Ini bisa dimengerti karena racun rokok itu menghadang oksigen ke paru-paru dan jantung kita. Serangan jantung saya terjadi karena salah satu pembuluh ke jantung saya tersumbat. Jadi jangan pernah mencoba rokok, bahkan untuk gaya sekalipun…  KALAU mau bergaya, gaya yang lain saja, jangan rokok.”
  • 27. VICTIM STORY 27 SEBAGAI ibu rumah tangga, saya merasa bersalah telah merokok sehingga anak-anak saya kini juga jadi pecandu dan sulit berhenti. Saya merokok sejak tahun 1970, bisa habis sampai dua bungkus sehari. Berapa tuh uang saya habiskan untuk membeli barang yang membuat saya mampir ke rumah sakit dan jantung saya dipasang enam cincin? Awalnya saya merokok karena iseng. Karena bekerja di rumah, saya pikir, daripada bengong saya merokok untuk hiburan. Rupanya ini hiburan yang berisiko. Waktu itu tahun 2011, dada saya sesak dan sakit hingga ke punggung. Sebelum dokter memberitahu, saya sadar ini penyakit akibat merokok. Dan benar. Ada enam pembuluh darah saya yang tersumbat sehingga jantung saya rusak. Tanggal 30 September 2011 jantung saya dipasang ring. Setelah operasi itu saya masih sempatmerokok. Dua-tiga batang sehari. Akibatnya dada saya sesak lagi. Sejak itu saya bertekad berhenti. Di rumah ada adik yang merokok, jadi godaannya berat sekali. Selalu ada keinginan kembali merokok. Tiap ada rokok di meja, inginnya mengambil lalu merokok lagi. Tapi saya mengingatkan terusbahwa anak-anak itu berdoa agar saya tak merokok, supaya saya tak sakit lagi. Sekarang saya sudah tak ada lagi keinginan untuk merokok. Suami saya sudah lama mengingatkan agar saya berhenti. Dia bilang, “Yang cariduit saja tak merokok, ini kok merokok H iburan yang Menyakitkan S ri Palupi, 63 tahun Ibu rumah tangga, Semarang Enam pembuluh darahnya tersumbat yang menyebabkan jantungnya hampir tak bisa berdetak
  • 28. Foto dokumentasi pribadi keluarga Sri Palupi. 30
  • 29. terus.” Suami saya juga dulu perokok tapi berhenti sejak 1996. Saya malah tak pernah punya niat berhenti, malah bertambah terus. Akibatnya tiap berjalan dada saya sesak, napas susah. Dipikir-pikir memang sudah banyak uang saya habiskan untuk membeli rokok yang ujungnya saya sakit. Kalau sekarang satu bungkus rokok seharga Rp 15 ribu 29 Saya ingin cucu- cucu saya nanti tak mencoba sama sekali rokok.” berarti saya habiskan Rp 30 ribu sehari, sebulan hampir Rp 1 juta. Uang itu kini terpakai untuk kebutuhan rumah yang lain lain.Namanya orang berumah tangga, memang ada saja kebutuhan. Sekarang saya bersyukur karena yang penting saya sehat. Saya ingatkan kepada yang merokok, ini kegiatan tak berguna. Karena penyakitnya pasti, kalau tidak kena jantung, ya, paru- paru. Saya korbannya. Saya ingin cucu- cucu saya nanti tak mencoba sama sekali rokok karena bahayanya besar sekali. Mau iseng-iseng, coba-coba, untuk hiburan, kalau sudah mencandu susah berhenti dan akibatnya bisa sakit. 
  • 30. VICTIM STORY SEKARANG tiap lihat ada anak-anak merokok saya bilang, “Eh, apa kaumau sakit jantung? Apa kau sudah tahu rasanya sakit jantung? Matikan rokokmu. Kau bisa sengsara kalau tak punya Askes!” Itu karena ongkos operasi sakit jantung itu besar sekali. Tahun 2011 jantung saya dipasang ring, ongkosnya Rp 129 juta. Uang dari mana kalau tak ada Askes? Jantung saya bermasalah ketika saya menyetir ke Pematang Siantar dari Medan. Jauhnya sekitar tiga jam. Saya muntah- muntah. Saya dan istri saya menduga saya masuk angin. Jadi saya dikerok dan diolesi minyak angin. Memang bisa sembuh sehingga saya bisa menyetir lagi pulang ke Medan. Sampai di Medan dada saya sakit sekali. Sakitnya tak terbayang. Rupanya jantung saya bermasalah. Kata dokter, itu karena saya merokoknya kencang. Minimal dua bungkus sehari sejak usia17 tahun. Begitulah. Saya menyesal sekarang karena sebenarnya dari dulu istri 32 B ah, Ini Barang Sumber Malapetaka… Zainal Siahaan, 60 tahun Pensiunan, Medan saya itu sudah bilang apa tak bikin sakit rokok tuh? Saya selalu menjawab orang lain tak ada yang sakit karena rokok. Sekarang saya tahu rokok membuat orang sakit. Maka kepada anak-anak yang sudah coba- coba merokok karena meniru saya, saya bilang ke mereka, “Apa kaumau sakit jantung?” Tapi dasar anak zaman sekarang, dibilang mamaknya, begitu jawabnya, “Sekali-sekali tak apa, Mak!”Itujuga jawaban saya dulu tiap kali ada yang mengingatkan bahaya rokok. Kalau sebatang tak apalah begitu. Tapi mau sebatang, mau dua batang, kan tetap merokok namanya. Dulu saya juga tak langsung merokok dua bungkus sehari. Awalnya sebatang dua batang, lama-lama mencandu jadi dua bungkus juga. Awalnya itu untuk kejantanan seperti itulah. Supaya terlihat keren. Tapi bukan keren, penyakit yang didapat. Bah, ini barang benar-benar sumber malapetaka…  “Sakitnya luar biasa, tak terbayang…”
  • 31. Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman anak dari Zainal Siahaan dan istri saat berkunjung di daerah Depok, Jawa Barat. 31
  • 32. VICTIM STORY 34 PEKERJAAN saya mengharuskan saya tenggelam dalam sunyi. Ketika membuat gitar, atau suling, atau alat musik lain, bahkan reparasi alat musik, saya sendirian di bengkel. Sehingga saya merokok. Ini karena saya merasa merokok itu seperti ada teman. Tentu saja ini dalih yang tak baik karena saya merokok sejak umur 15 tahun. Saya tumbuh dalam lingkungan perokok.Ayah, kakak, tetangga, semua merokok. Jadi walaupun waktu itu belum ada iklan rokok banyak, saya merokok karena melihat orang lain merokok. Ketika muda dan selesai bekerja, orang yang memberi uang suka bilang, “Ini buat beli rokok.” Jadi rokok dan merokok itu sudah jadi keseharian. Dan saya pikir itu normal. Karena teman-teman saya ada juga yang menjadi pecandu narkoba. Untuk narkoba saya tak mau, untuk rokok saya pikir wajar. Itu pandangan saya waktu itu. Selama 40 tahun saya merokok, lima bungkus sehari. Selama itu tak pernah ada keluhan di tubuh saya. Sampai bulan Oktober 2011. Saya batuk terus menerus hingga muntah darah. Jika muntah itu darahnya bisa segelas penuh. Lalu saya berobat ke Rumah Sakit Persahabatan di Jakarta. Organ dalam saya discan, tapi dokter tak bisa melihat apa yang ada di paru-paru dan jantung saya, karena sudah gelap. Akhirnya dirontgen. Dari situ baru ketahuan ada kanker di paru-paru saya. Setelah diambil jaringannya, dokter tahu kanker itu jenis kanker ganas. Umur saya divonis tinggal tiga bulan lagi karena paru-paru saya sudah berlendir. K ejahatan yang Dilindungi Negara T aufik Effendi, 56 tahun Perajin gitar, Bogor Negara mesti turun tangan mencegah lebih banyak korban racun rokok
  • 33. 33 Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Taufik dan keluarga besarnya di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur.
  • 34. 36 Saya harus menjalani tujuh jenis tindakan untuk memperlambat kematian tubuh saya: operasi, radioterapi, kemotarapi, hingga terapi gen. Tapi saya hanya ambil dua terapi. Dengan dua ini saja saya bersyukur masih hidup dan bertahan dua tahun, tidak tiga bulan seperti perkiraan dokter. Kini saya masih bekerjatapi dibantu istri karenakondisi lemah sekali. Kekuatan tubuh saya rasanya hilang sampai 70%. Kanker itu memakan daya tahan tubuh saya. Sekarang bergerak saja terbatas. Ini semua gara-gara rokok. Dokter mengatakan sakit paru-paru saya karena aktivitas merokok selama 40 tahun itu. Selama pengobatan itu saya banyak berbicara dengan dokter. Dia menunjukkan ada 100 racun dalam rokok. Saya percaya sekarang karena sudah mengalaminya. Yang dihisap dari rokok itu racun melulu. Jika pemerintah mengatakan rokok berbahaya dan bisa membunuh, 100% saya percaya dan setuju. Belum ada kan orang yang bisa sembuh dari kanker? Kanker belum ada obatnya. Obat hanya memperlambat atau menunda kematian. Repot juga ya, rokok ini barang legal, dijual bebas. Artinya, pemerintah dan negara melindungi kejahatan. Rokok itu jahat karena membunuh. Pada kenyataannya, karena rokok barang legal,melarangnya akan dimusuhi banyak orang. Ironis sekali. Karena itu pemerintah dan negara mungkinperlu lebih banyak berkampanye agar orang berhenti merokok. Semua pemerintah, pusat maupun daerah. Rokok itu merugikan semuapihak. Dengan banyaknya orang merokok, makin banyak orang sakit. Pengobatannya kembali menjadi beban pemerintah juga. Uang cukai itu akan keluar juga untuk menanggung asuransi pengobatan penyakit akibat rokok. Jadi mengingatkan lewat kampanye itu sangat penting, agar korban rokok seperti saya tak bertambah banyak.  J ika muntah itu darahnya bisa segelas penuh.”
  • 35. VICTIM STORY 35 MEROKOK itu cara terbaik bunuhdiri pelan-pelan. Paling tidak cara bagus agar cacat seumur hidup, seperti saya. Laring saya dipotong karena terkena kanker akibat 20 tahun lebih terpapar asap rokok. Laring itu organ di leher yang memproduksi suara. Karena itu setelah laring saya diambil, leher saya bolong, dan suara hilang. Semua itu gara-gara rokok. Saya merokok sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama, sekitar usia 13 tahun. Waktu itu saya pemusik sehingga dalam pergaulan dengan teman-teman kami merokok bersama. Orang tua, tetangga, teman-teman lain menyarankan agar saya berhenti merokok. Saya usir dan hardik mereka. Merokok itu nikmat. Dan akibatnya saya cacat seumur hidup seperti sekarang. Para perokok sebenarnya dimiskinkan oleh industri rokok. Pemilik pabrik rokok menjadi orang terkaya sementara para perokoknya tetap atau bertambah miskin. Berapa banyak uang dibuang untuk membeli rokok yang menyebabkan penyakit ini? Sebelum operasi di dokter saya berobat ke alternatif. Habis puluhan juta tapi kanker saya tak sembuh-sembuh. Dan pemerintah yang mengandalkan upeti dari pabrik rokok sungguh tak punya N ikmat Membawa Sengsara D joko Waluyo, 70 tahun Dosen, Surabaya Lehernya bolong karena terkena kanker laring akibat merokok dua bungkus sehari
  • 36. 38 Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah satu anggota PWE, di daerah Medokan Semampir, Kota Surabaya.
  • 37. 37 jiwa nasional. Upeti itu diperoleh dengan mengorbankan generasi mendatang sebagai korban rokok. Upeti itu mungkin makin besar, tapi dari situ juga akan terlihat orang miskin makin banyak karena uangnya buat beli rokok. Orang sakit juga makin banyak karena rokok sumber penyakit. Ujungnya pemerintah juga yang keluar banyak untuk asuransi kesehatan. Upeti pabrik rokok itu tak berarti apa- apa. ME ROKOK itu cara terbaik bunuh diri pelan-pelan.” Perlu tiga bulan buat saya belajar kembaliberbicara setelah operasi pada 2006. Di Surabaya ini saya membantu pelatihan berbicara bersama 150 anggota lain yang senasib, mereka yang dibikin cacat oleh rokok. Kami saling memupuk semangat karena tersisih dalam pergaulan sosial, tak bisa berkomunikasi dengan anak, istri, cucu. Karena itu jika tak ingin seperti saya, berhenti merokok sekarang juga, kecuali mau bunuh diri pelan-pelan. 
  • 38. VICTIM STORY 40 SAMA seperti Pak Djoko Waluyo, saya menderita kanker laring yang membuat leher saya dilubangi dan pita suara saya hilang. Saya merokok dua bungkus sehari sejak usia 16 tahun sampai menjelang dioperasi pada 2011. Pekerjaan saya kuli sehingga dulu merasa tak afdol jika sambil bekerja tak merokok. Gejala awal sebelum dokter memvonis laring saya terkena kanker adalah batuk terus menerus lalu suara hilang. Sebulan kemudian sembuh, lalu batuk lagi, dan suara hilang lagi. Di antara itu saya terus merokok karena tak tahu penyakitnya. Ketika saya punya uang, saya cek ke dokter lalu diketahui pita suara saya terkena tumor ganas. Jalan satu-satunya harus dioperasi dengan risiko saya tak bisa bicara. Sedih sekali… Orang-orang di rumah sudah ingatkan agar saya berhenti merokok ketika batuk- batuk itu. Tapi saya bandel karena ketika coba berhenti merokok kepala pusing, seperti orang stres. Teman-teman di pekerjaan juga merokok sehingga saya merasa punya teman. Lalu batuk kambuh lagi dan suara hilang lagi sampai ke dokter itu. Alhamdulillah, saya mendapat jaminan kesehatan dari pemerintah sehingga operasi ditanggung oleh pemerintah. Sekarang setelah berhenti merokok, badanlebih segar dan beratnya bertambah. Dulu berat badan saya tak sampai 40 kilogram. Kurus sekali. Sekarang mencapai 45. Badanterasa lebih sehat tapi tak bisa bicara. Karena itu saya anjurkan kepada anak- anak muda agar jangan sekalipun mencoba rokok. Tak ada gunanya dan bikin sakit.  N ikmat membawa sengsara bagian 2 Kasan Munadi, 52 tahun Buruh, Surabaya “Jalan satu-satunya harus dioperasi dengan risiko saya tak bisa bicara.”
  • 39. 39 Foto oleh Dennise: Foto diambil di kediaman Kasan Munadi, daerah Kedung Tarukan, Kota Surabaya.
  • 40. VICTIM STORY 42 PEROKOK itu orang sok berkuasa yang egois. Ketika saya masih merokok, saya mengepulkan asap lalu asap itu dihirup oleh anggota keluarga saya. Saya yang melakukan, mereka yang terkena dampaknya. Itu yang buat saya sedih tiap kali mengingat penyakit ini. Pita suara saya diangkat karena terkena kanker akibat 40 tahun dihajar asap rokok. Saya tak menyangka bisa sehebat ini akibatnya. Waktu itu saya hanya serak dan batuk lalu mengeluarkan darah. Saya diperiksa dan diputuskan mesti operasi laring, artinya pita suara saya dipotong sehingga saya tak bisa berbicara. Jika sudah begitu, menyesal pun tiada guna. Sudah terlambat. Agar penyesalan saya tak berlaru-larut, setelah agak kuat saya kumpulkan anak jalanan, saya sambangi mereka “di tempat tinggal” mereka. Saya ingatkan mereka agar tak sekali-kali mendekat ke rokok. Saya tunjukkan, dengan pengalaman saya terkena kanker laring, bahaya rokok begitu hebat dan dahsyat. Ada yang menurut, ada yang mencibir dan membangkang. Tak apa itu bagian dari perjuangan. DPR dan pemerintah perlu duduk bersama merumuskan bagaimana mencegah korban jatuh lebih banyak, tidak hanya mengurusi pendapatan cukai dari barang berbahaya ini. Kalau pemerintah dan DPR sudah sejalan bahwa rokok ini sangat berbahaya, mungkin tidak akan ada itu iklan rokok besar sekali seperti di tol Padalarang itu. Sedih sekali saya melihatnya. Sedih karena di balik iklan itu ada bahaya yang besar sekali. Saya korban sehingga tahu apa bahaya itu.  P enguasa Egois Tak Tahu Diri Zaenal Arifin Nasution, 65 tahun Karyawan swasta, Bekasi Ia terjun mengasuh anak-anak jalanan agar tak menjadi perokok setelah terkena kanker laring
  • 41. 41 Foto oleh Donal; Foto diambil di kediaman Zainal Arifin di daerah Perumnas, Bekasi.
  • 42. VICTIM STORY AWALNYA saya divonis menderita bronkhitis atau asma atau TBC. Tapi dokter spesialis penyakit dalam yang memeriksa saya menyebutkan nama penyakit yang saya baru dengar hari itu: PPOK, penyakit paru obstruktif kronik. Karena tanda-tandanya lebih parah dari asma atau bengek. Jalan ke kamar mandi saja tubuh saya lelah dan tak bisa bernapas. Jadi napas saya bisa teratur jika saya benar-benar diam. Sedikit saja melakukan aktivitas, menjinjing ember, berjalan sebentar, itu membuat tubuh saya sangat lelah, napas sesak, batuk berdahak tak henti-henti. Menurut dokter, PPOK itu dipastikan oleh aktivitas merokok. Saya memang perokok berat sejak belajar di Sekolah Menengah Atas di tahun 1959. Sampai saya pensiun dari kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada 1992, saya masih merokok. Sehari bisa habis dua bungkus. Saya merokok karena waktu itu ada anggapan anak laki-laki sudah dianggap dewasa jika sudah merokok. Maka saya merokok sebagai gaya dan merasa keren. Setelah itu ketagihan dan tak berhenti hingga tua, sampai saya divonis menderita penyakit paru. Penyakit ini sangat langka meski umum dijumpai pada orang yang perokok berat. Gejalanya sangat ekstrem seperti yang saya sebutkan tadi. Rasanya mau mati ketika kelelahan itu mendera dan batuk terus menerus. Saya pikir saya tak akan bertahan dengan penderitaan seberat itu. Maka kini saya menganjurkan kepada anak-anak muda agar stop merokok. Anjuran pemerintah dan upaya pengendalian rokok itu kebijakan yang benar. Rokok tak hanya merugikan perokoknya tapi juga orang-orang di sekitar yang menghisap rokok orang lain. Perokok pasif ini jauh lebih berisiko terkena penyakit pernafasan dibanding penghisap rokoknya. Dengan melihat pengalaman saya, tak ada cara lain untuk jangan dekati rokok bagi yang belum merokok dan stop bagi yang masih merokok. Saya sudah merasakan dengan nyata dampak buruk rokok terhadap tubuh manusia.  L ebih Parah dari Bengek D adang Tisna, 77 tahun Pelukis, Bandung Dokter memvonisnya menderita penyakit paru obstruktif akibat puluhan tahun menghisap nikotin 44
  • 43. Foto oleh kontributor, Haykal: Foto diambil di kediaman Dadang Tisna, yang juga merupakan studio lukisnya, daerah Buah Batu, Bandung. 43
  • 44. VICTIM STORY TAK ada gejala apapun sebelumnya ketika tiba-tiba saya tak bisa bernapas suatu hari pada 2007. Jam sebelas malam sehabis menonton televisi tiba- tiba saya merasa tercekik. Saya dibawa ke Puskesmas terdekat. Bidan di sana tak mau merawat karena kondisi saya sudah parah. Akhirnya keluarga saya membawa saya ke Rumah Sakit Telogosari. Saya pilih dokter spesialis teman saya, sekantor di Dinas Kesehatan Semarang. Saya disuntik tiga kali sehari dan nebula gas. Kata dokter, jika cuma nebula, lendir di paru-paru saya tak akan bisa keluar saking banyaknya. Maka dibantu obat suntik. Setiap hari dari mulut dan hidung keluar dahak coklat kehitaman. Mungkin sekitar segelas setiap hari. Terus menerus begitu selama satu pekan: saya disuntik dan diasap lalu keluar dahak. Dahak itulah yang menyumbat oksigen masuk dan keluar paru-paru. Dahak itu disebabkan oleh asap rokok yang saya hisap terus menerus sejak umur 12 tahun. Awalnya, waktu itu sehabis sunat saya merokok karena anak-anak sebaya di kampung saya juga merokok. Awalnya merokok coba-coba dari putik jambu air yang dikeringkan. Kembang jambu air itu dikeringkan lalu dilinting. Setelah besar dan bekerja, baru bisa beli rokok sendiri dan jadi perokok berat. Rokok saya bertambah jadi tiga bungkus sehari merknya berbeda-beda. Saya benar-benar telah menjadi perokok berat. Saya lebih baik tak makan daripada tak merokok. Saya bisa tahan H idup-Mati di Tangan Kita Kuswanto, 52 tahun Pegawai Dinas Kesehatan, Semarang Ketika dirawat, selama sepekan dari mulutnya keluar dahak hitam segelas penuh tiap hari 46
  • 45. Foto oleh Dennise; Foto diambil selepas jam kantor Bapak Kuswanto di salah satu ruangan BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat) Semarang. 45
  • 46. tak makan, tapi tak tahan jika di saku tak ada rokok. Pernah, saya hanya punya uang sepuluh ribu rupiah pagi-pagi. Perut saya lapar. Tapi saya membeli sebungkus rokok dan kopi segelas. Jadilah, hari itu saya tak makan, tapi tak risau karena saya bisa makan asap dari merokok itu. Begitulah jahatnya rokok. Selama jadi perokok itu saya hanya makan sekali sehari. Anehnya saat puasa saya bisa tak merokok seharian. Tapi setelah buka puasa itu tak berhenti sampai sahur lagi. Jadi begadang dan tak tidur itu hanya agar bisa merokok karena besok siang tak bisa merokok. Sehabis buka tak peduli makanan karena yang penting menghisap rokok dulu. Lalu saya sakit. Alhamdulillah masih diberi umur dan saya bisa sembuh. Sejak itusaya tak lagi menyentuh rokok. Di rumah saya juga melarang orang merokok, walaupun itu tamu. Dokter bilang tubuh saya sudah 85 persen sembuh. Karena teman, dia mengancam tak akan mengobati saya lagi jika kembali merokok. Sekarang badan saya lebih segar. Selama enam tahun ini saya tak pernah telat salat subuh. Sehabis salat saya joging. Dulu boro-boro bisa jogging, bangun saja sulitnya minta ampun. Setelah saya sakit banyak teman di kantor yang merokok juga pelan-pelanberhenti. Saya selalu bilang, “Merokok saja jika ingin sakit seperti saya!”. Karena mereka lihat sendiri saya sakit, mereka ikut berhenti. Tapi ada juga tetangga yang saya bilangin tak mau berhenti karena katanya nikmat. Dia bilang mati-hidup di tangan yang Kuasa. Saya tak omong lagi. Memang benar mati ada takdirnya. Tapi sehat dan sakit itu kita yang menentukannya. Rokok itu jelas membuat sakit. Dan sakit bisa menyebabkan kematian. Anak saya tiga, perempuan semua. Sekarang saya ingin berumur panjang agar bisa mengawasi cucu dan memberitahu mereka sejak awal agar tak merokok. Dulu tak ada yang memberitahu saya tentang bahaya rokok, selain keinginan sendiri agar terlihat keren. Ayah saya merokok. Dari situ mungkin pengaruhnya punya anggapan salah tentang rokok ini.  M erokok saja jika ingin sakit seperti saya!” 48
  • 47. VICTIM STORY MENGAPA saya menyimpulkan seperti itu? Karena saya mengalaminya. Hingga September 2012 saya tak pernah percaya jika asap rokok orang lain bisa menyebabkan sakit. Saya tak merokok, mantan suami saya dulu bekas atlet sehingga olahraganya bagus, di keluarga juga tak ada yang merokok. Maka ketika pada 2005 saya sakit sesak napas dan dokter bilang penyebabnya rokok saya tak percaya. Bagaimana mungkin saya tak merokok bisa terkena penyakit akibat rokok? Pada 2005 itu tiba-tiba saya tak bisa bergerak. Sedang berdiri tiba-tiba badan seperti tak punya tulang, lunglai, tak ada tenaga. Saya pikir saya lumpuh. Di dekat rumah kebetulan ada dokter, saya dibawa ke sana. Menurut dokter itu saya kekurangan udara, darah saya ke otak kekurangan oksigen sehingga tubuh saya kaku. Kata dokter, itu penyebabnya karena saya menghisap asap rokok. Saya bilang saya tak merokok. Kata dokter, itu bisa juga karena rokok dari orang lain. Sampai tahun itu saya tak percaya. Tapi kemudian saya sering sesak dan badan cepat lemas. Puncaknya pada 2008 ketika saya demam berdarah. Badan saya sama sekali tak bisa bergerak seperti lumpuh sekujur tubuh. Saya pikir lemas itu karena trombosit saya habis dimakan virus dengue. Tapi ketika saya diberi obat Cina dan trombosit saya naik, badan saya tetap lemah, lunglai. Dokter lain yang memeriksa saya itu kembali mengatakan bahD endam untuk Mencegah Korban Lain Kencana Indhriswari, 64 tahun Aktivis Hak Asasi Manusia, Jakarta “Perokok pasif itu lebih menderita karena mereka tak siap dengan ancaman rokok.” 47
  • 48. Foto oleh Dennise; Foto diambil di sela waktu rapat Ibu Kencana di Kantor Yayasan Jantung Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat. 50
  • 49. wa penyebabnya karena saya terpapar asap rokok. Dokter berkesimpulan seperti itu karena ia mendengar paru-paru saya berbunyi, seperti orang bengek. Dokter bilang ada masalah di paru-paru saya. Ketika itu saya belum tahu jika sebenarnya paru-paru saya itu sudah bengkak. Kepada dokter itu saya bilang bahwa saya memang sering batuk terus menerus. Bahkan pernah batuk kering selama sebulan. Saya pikir itu bukan karena paru-paru bermasalah. Pada September 2012 itulah baru ketahuan jika paru-paru saya sudah berlubang. Lever saya juga bengkak dan ada infeksi di empedu. Semua komplikasi itu, kata dokter, karena virus yang dibawa asap rokok. Baru kali itulah saya percaya bahwa rokok orang lain bisa membuat kita juga terkena penyakit yang disebabkan racun nikotin. Jadi saya ini korban rokok sebagai perokok pasif. Setelah divonis dokter itu, saya mengingat kejadian ke belakang. Saya salah satu pengurus partai politik di Jakarta selama sepuluh tahun sebelum sakit itu. Setiap rapat di kantor pusat atau cabang, saya dikelilingi asap rokok. Semua politikus itu rata-rata merokok. Maka ketika rapat di ruang tertutup yang berpendingin mereka merokok. Asapnya kemana-mana dan terhisap oleh saya. Waktu itu tak mungkin diingatkan. Merokok seperti telah membudaya sehingga kami yang bukan perokok hanya menerima saja. Itulah salahnya. Perokok lebih berkuasa ketimbang nonperokok. Dan karena anggapan sudah membudaya itu nonperokok biasanya juga tak menegur. Kalaupun menegur kita akan dianggap aneh karena merokok itu dianggap hak asasi. Setelah saya sakit, teman-teman saya tahu saya sakit sebagai perokok pasif. Saya dengar di kantor pusat sudah dilarang merokok di ruangan. Pemimpin saya juga katanya berhenti merokok. Rapat- rapat tak ada lagi yang merokok karena yang merokok harus di luar ruangan. Tapi di kantor cabang partai kebiasaan itu belum berubah. Setelah agak sembuh saya keluar dari partai dan kini aktif di sebuah organisasi hak asasi manusia. Para aktivis juga banyak yang merokok tapi mereka sadar hak orang lain akan udara bersih bebas asap rokok. Dari situlah saya menyimpulkan bahwa perokok pasif itu lebih berisiko dibanding perokok aktif. Orang yang merokok pasti sudah paham akan risikonya, sehingga mereka bisa menyiapkan diri jika penyakit itu datang, atau berhenti sebelum sakit. Tapi perokok pasif tidak akan menyadari Seorang ayah yang merokok akan meracuni seluruh keluarganya, istri dan anak-anaknya.” 49
  • 50. bahwa ia terkena racun rokok karena merasa tak pernah merokok. Lima korban perokok pasif itu bisa disebabkan oleh satu orang perokok aktif. Dari segi jumlah pasti lebih banyak. Seorang ayah yang merokok akan meracuni seluruh keluarganya, istri dan anak-anaknya. Karena itu sebaiknya pemerintah lebih mengkampanyekan perlindungan pada perokok pasif ini. Salah satu caranya adalah dengan melarang iklan rokok di ruang publik karena barang ini membahayakan semua orang, sehingga tak memicu orang menjadi perokok. Namanya juga barang adiktif. Yang lebih menyedihkan lagi sponsor konser musik dari perusahaan rokok. Rokok dibagi-bagi secara gratis kepada penonton. Itu kan sama saja menyuruh mereka merokok. Atau pertandingan olahraga. Ironis sekali olahraga yang menyehatkan disponsori oleh rokok yang membuat sakit. Kini saya aktif dalam kampanye pengendalian tembakau. Kesannya seperti dendam. Memang betul, dendam agar tak ada korban perokok pasif lain seperti saya.  ka mi yang bukan perokok hanya menerima saja.” 52
  • 51. VICTIM STORY KAMI sekeluarga tak ada yang merokok. Saya, istri, dan satu anak kami yang masih kecil. Kecuali kakak-kakak ipar saya yang punya rumah jauh terpisah, praktis kami tak pernah terkena paparan asap rokok secara langsung di rumah. Maka ketika istri saya mengeluh sesak napas pada Agustus 2012, dan dokter memvonisnya terkena kanker paru-paru, saya bertanya-tanya dari mana penyakit itu datang? Pertanyaan itu muncul setelah saya agak jernih berpikir, setelah kalut menerima vonis dokter yang begitu tiba-tiba, mendadak, dan tak terpikir barang sedikit. Saya berpikir istri saya, Dewi Husmawati, masuk angin biasa atau asma ketika mengeluh dadanya sakit dan napasnya sesak. Pertanyaan tentang penyebab kanker itu begitu misterius. Setiap bercerita tentang kantornya, saya menangkap kesan ia bekerja normal, baik, dan tak menunjukkan gejala tertekan. Setelah vonis dokter itu, istri saya masih kuat jalan, sembari kemoterapi. Kami masih bisa mengobrol secara jernih. Saat itu istri saya baru berterus terang jika ia bekerja di sebuah percetakan foto dengan ruangan penuh asap rokok setiap hari. Rekan- rekannya bekerja sambil mengepulkan asap rokok. Istri saya menyerah dan tak bisa berbuat banyak karena para perokok adalah bosnya sendiri yang tak bisa ditegur meski sudah diingatkan bahwa iaterganggu dengan asap-asap itu. Dan jumlah mereka tentu saja lebih dari penentang rokok. H ingga Kanker Memisahkan Kita A lm. Dewi Husmawati Karyawan swasta, Jakarta (Dituturkan oleh suami, Wawan Saksono, 45 tahun) Istrinya terkena kanker paru-paru karena bekerja di ruangan berasap rokok 51
  • 52. Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman keluarga besar Alm. Dewi Husmawati di daerah Bekasi. 54
  • 53. Menurut dokter, itulah pemicu kanker di paru-paru istri saya. Nasi sudah jadi bubur. Tak mungkin lagi saya menyesali yang sudah berlalu, meski ingin. Misalnya, saya mendatangi bos istri saya itu dan meminta baik-baik agar ruangan kerjanya steril dari rokok agar tak ada karyawan jatuh korban. Itu jelas tidak mungkin. Saya paham juga istri saya tak bisa berbuat banyak karena nonperokok selalu kalah dibanding para perokok. Setelah istri saya masuk rumah sakit, ada karyawan lain masuk rumah sakit dengan alasan yang sama: kanker paru-paru. Hanya saja stadiumnya masih lebih ringan dibanding istri saya. Sementara istri saya harus terapi kemoterapi rutin setiap bulan. Seusai kemo ke-5, yakni menginjak hampir bulan ke-6, dia sudah tak tahan. Tuhan mengambil jiwanya, meninggalkan kami, orang-orang yang mencintai dan mengasihinya. Ketika meninggal istri saya berusia 36 tahun. Awalnya saya tak bisa terima, tapi kini sudah ikhlas. Yang membuat saya makin sedih sekarang adalah tiap kali Kayla, anak kami, bercerita jika kami bepergian naik motor. Ia bilang jika ibu masih ada, ibunya di belakang. Saya sedih sekali mendengar ia bercerita seperti itu. Jika hari libur kami memang suka jalan-jalan. Kayla tak pernah bertanya kemana ibunya. Justru itu yang membuat saya kian sedih karena anak itu seperti tahu apa yang terjadi dan lebih ikhlas dibanding saya. Sejak ibunya sakit saya larang ia menengoknya. Semoga peristiwa ini menyadarkan kitasemua. Mereka yang punya kantor harusmembuat kantornya bebas asap rokok. Dan pemerintah membuat aturan gedung- gedung kantor bebas asap rokok. Tanpacampur tangan pemerintah, orang nonperokok senantiasa kalah oleh perokok.Sekarang yang tak merokok akan menghindar dari perokok di sebelahnya, alih- alih menegur, bahkan ketika itu terjadi di ruang publik.  Kayla tak pernah bertanya kemana ibunya... “ 53
  • 54. VICTIM STORY LEHER saya harus dilubangi untuk mengangkat laring saya yang terkena tumor pada 2008. Karena sudah tak punya pita suara kini saya tak bisa berbicara. Saya sedih mengapa ini menimpa saya. Penyebab tumor laring ini adalah paparan asap rokok. Saya seorang perokok pasif. Sebab seumur hidup, saya tak pernah menjadi perokok. Di rumah tak ada anggota keluarga yang merokok. Ayah-ibu tak merokok, suami juga. Saya menghisap rokok orang lain di tempat kerja. Saya bekerja jadi koki di sebuah restoran di Surabaya. Namanya dapur umum orang banyak di sana dan merokok. Sepuluh tahun saya bekerja di sana sampai dinyatakan terkena tumor laring oleh dokter. Gejala awalnya suara selalu serak. Makin lama suara saya makin mengecil. Sudah mencoba berbagai cara dengan pengobatan alternatif. Ketika berobat ke dokter, mereka menyarankan agar saya operasi dengan mengangkat laring saya. Selain takut, saya tak punya biaya untuk menebus biayanya yang puluhan juta. Saya takut karena dokter mengatakan operasi ini akan menghilangkan suara saya. Pengobatan alternatif tak berhasil. Akhirnya saya pasrah operasi di dokter, di rumah sakit umum. Biayanya mengajukan asuransi Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Timur. Juga biaya untuk kemoterapi untuk membunuh sel kanker agar tak menyebar. Kini saya tak berminat kerja lagi. Sekarang saya mau urus anak saja.  T ak Merokok, Kena Asapnya Ik e Wijayanti, 36 tahun Koki, Surabaya Koki dapur ini terkena tumor laring karena menjadi perokok pasif 56
  • 55. Foto oleh Dennise; Foto diambil di kediaman salah seorang anggota PWE (Pelatihan Wicara Esophagus) Surabaya ketika diadakan acara silaturahmi bersama. 55
  • 56.
  • 57. Bagian 2 wajah dibalik s tatistik
  • 58. VICTIM STORY D onny Fattah Gagola, 63 Tahun Basist God Bless, Jakarta Saya ini menggilai rokok. Bayangkan saja sejak 1968, saya merokok 4-5 bungkus sehari. Saya tak ingat lagi mengapa saya merokok. Mungkin karena lingkungan, para musikus itu rata-rata merokok. Saya pikir merokok itu kegiatan bodoh sekali. Kini saya menerima akibatnya. Pada 29 Januari 2012, saya kolaps, tiba-tiba koma tanpa penyebab jelas. Sayapikir saya meninggal hariitu. Rupanya tiga pembuluh darah ke jantung saya tersumbat secara bersamaan: pembuluh kiri jantung, pembuluh balik,dan pembuluh paru-paru. Kondisi tiga saluran darah itu sudah 90 persen rusak. Saya dibawa ke rumah sakit dan dokter memutuskan jantung saya harus dibedah. Operasi itu berhasil. Saya siuman dan rasanya terlahir kembali karena diberi kesempatan hidup lagi. Kini saya berpikir bodoh sekali merokok itu. Setelah operasi saya masih harus check-up dengan biaya Rp 2 juta setiap bulan. Jadi merokok itu sudah merusak tubuh, merusak kantong pula. Tak ada untungnya. Saya menyesal karena apa yang saya lakukan sejak 1968 itu mempengaruhi banyak orang. Ketika saya stop merokok setelah operasi itu, saya dengar ada 1.800 penggemar God Bless ikut berhenti merokok. Saya terharu sekali.Karena itu ketika diberi kesempatan hidup seperti itu, saya merasa dilahirkan kembali.  Saya selalu berpikir, kamu tuh bodoh banget dulu sih, Don.” S eperti Lahir Kembali “Ketika saya stop merokok ada 1.600 penggemar God Bless ikut berhenti merokok. Mengharukan.” 60
  • 59. Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kediaman Donny Fattah saat ia berolahraga di pagi hari, waktu “spesial” yang kini ia nikmati. 59
  • 60. VICTIM STORY E dison Poltak Siahaan, 74 Tahun Pensiunan, Jakarta Suara saya seperti robot. Ada lubang pula di leher saya. Itu karena saya terkena kanker laring. Pita suara saya diangkat pada 2001. Setelah koma, saya tak bisa bicara, sulit bernapas. Padahal sejak 1995 saya rutin ke dokter karena saya sudah merasakan ada yang aneh di tenggorokan saya. Penyebabnya tak lain tak bukan, ya, rokok itu. Sembari rawat jalan itu saya masih merokok. Saya betul- betul tak bisa menghindari rokok karena 35 tahun merokok. Bukan per bungkus lagi saya belitiap hari, tapi per pak. Dari bangun tidursampai tidur lagi saya tak pernah absen mengepulkan asap.Maka tahun 1995 suarasaya tiba- tiba mengecil. Kata dokter ada bintik hitam di pita suara saya. Sejak itu saya berobat jalan. Tapi tak pernah berhenti merokok. Ketika koma itu dokter memutuskan mengoperasi leher saya. Saya betul-betul stress karena dokter bilang risikonya adalah saya tak bisa berbicara lagi. Bagaimana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa jadinya kalau saya tak punya suara, tak bisamenjerit, tak bisa teriak,bahkan menangis puntak ada suaranya. Akhirnya sayapasrah. Ini akibat yang harus sayatanggung karena merokok itu. Saya pensiun dini dari perusahaan property. Mobil, tanah, dan kekayaan saya jualuntuk ongkos operasi itu.Rokok betul- betul telah merampas hidup saya. Maka jika tak mau bernasib seperti saya, stop merokok sekarang juga. Omong kosong jika mau berhenti merokok dengan mengurangi. Percuma. Mesti berhenti total. Dulu saya tak per-nah berpikir begitu karena tak ada contohnya. Kalauwaktu bisa diputar saya pasti tak akan dekat-dekat dengan rokok.  R okok Menghilangkan Suara Saya “Bagaimana bisa? Hobi saya bernyanyi. Apa jadinya kalau saya tak punya suara...” Saya masih ngumpet- ngumpet merokok saat menjelang operasi.” 62
  • 61. Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Pak Edison kini menyibukkan diri menjadi pelatih bicara untuk rekan-rekan senasib. 61
  • 62. VICTIM STORY Bapak mengalami penyumbatan akibat nikotin. Pembuluhnya tak elastis.” A lm. Heria Machdi Jakarta (Dituturkan istri, Reni Kusuma) Melihat apa yang menimpa suami saya, tak ada gunanya keras berolahraga jika merokok. Suami saya itu orang yang aktif. Dia pencinta alam. Olahraga rutin. Hari-harinya disibukkan dengan kegiatan yang mengeluarkan keringat. Tapi itu tak berguna karena dia merokok lima bungkus sehari. Tahun 2012, dia kena serangan jantung. Pembuluh ke jantungnya sudah mengeras karena nikotin sehingga tak bisa lagi ditembak dengan obat. Akhirnya harus dipasang tiga stan seharga Rp 250 juta untuk membuka pembuluh itu. Sampai dua kali dipasang stan. Yang ketiga alat itu pun sudah tak mampu memompa udara ke jantung. Suami saya mesti dipasang alat pemacu jantung yang harganya Rp 200 juta. Tak terhitung berapa biaya perawatan sakit suami saya itu. Sampai asuransi habis sehingga tabungan juga terkuras. Suatu kali jantungnya infeksi. Sekali suntik biayanya Rp 4 juta dan suntiknya sehari tiga kali selama empat hari. Dia menyesal, sangat menyesal telah merokok. Sewaktu menjalani perawatan dia banyak mengingatkan teman-temannya agar stop merokok sekarang juga. Ia meninggal tiga hari sebelum anak kami yang kedua berulang tahun ke-17.  H arta Habis Karena Rokok Asuransi sampai habis untuk biaya pengobatan jantung yang kolaps akibat nikotin 64
  • 63. Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di kantor almarhum Bapak Heria yang kini masih beroperasi di daerah Ampera, Jakarta Selatan. 63
  • 64. VICTIM STORY A lm. Mikrad Masduki Karyawan swasta, Jakarta Cerita ini merupakan dokumentasi yang di ambil oleh penulis pada saat almarhum masih hidup. Sebelumnya almarhum merupakan sosok yang aktif dalam berbagai kegiatan sosialisasi tentang bahaya merokok kepada masyarakat hingga akhirnya beliau berpulang pada September 2013 di usia ke 71. Jika dihitung-hitung, sepuluh kali dalam setahun saya mesti opname di rumah sakit. Saya menderita penyakit paru obstruktif kronik akibat merokok sejak SMP. Hidup saya tergantung oleh alat bantu pernapasan dan kantong oksigen. Jantung dan paru-paru saya sudah tak berfungsi akibat tertumpuk nikotin. Rokok betul-betul merenggut kebebasan saya. Dulu saya aktif mengamen karena tergabung dalam grup keroncong Irama Sehati Jembatan Besi. Sesak napas ini membuat saya tak bisa kemana-mana. Jika napas sudah sesak, saya tak bisa tidur, bahkan duduk pun serba salah karena tubuh tak bisa mengambil oksigen. Badan saya tinggal 45 kilogram dan bungkuk akibat terlalu sering menarik napas yang susah itu.  I rama Tak Lagi Sehati Badannya jadi bungkuk akibat terlalu sering kehilangan napas. 66
  • 65. Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Pak Mikrad yang tinggal di lingkungan padat penduduk di daerah Meruya, Jakarta Barat. 65
  • 66. VICTIM STORY Saya harus cepat operasi karena suara saya semakin kecil seperti peluit.” Zainudin, 40 Tahun Wiraswasta, Bogor Saya betul-betul marah kepada Tuhan. Mengapa saya yang dipilih untuk menerima cobaan ini. Di usia 23, saya tak bisa bicara, karena pita suara saya dipotong. Ada kanker di laring saya. Karena apa? Karena rokok! Padahal saya bukan perokok. Saya tumbuh besar di rumah dengan keluarga besar yang semuanya merokok. Saya menjadi perokok pasif. Mula-mula suara saya sering serak, lalu mengecil, dan terakhir suaranya mirip peluit. Di Rumah Sakit Husada Mangga Besar Jakarta itu pada 1996 pita suara saya diangkat. Saya betul-betul depresi ketika dokter mengatakan kepada ibu saya bahwa saya tak lagi bisa bicara, sudah cacat seumur hidup. Bagaimana rasanya mendengar vonis seperti itu? Saya kehilangan energi hidup. Keluarga juga kena imbasnya. Mereka menjual harta dan kekayaan untuk biaya operasi saya. Saya marah dan mengurung diri di kamar. Sifat saya menjadi temperamental. Saya pikir saya masih muda, mengapa harus mendapat siksaan seperti ini? Bahkan untuk mengambil udara, dokter melubangi leher saya.  S uara Hilang Rokok Terbilang Dia bukan perokok tapi kehilangan suara karena menghirup asap orang lain 68
  • 67. Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kantor sekretariat Pusat Wicara Esofagus, tempat Zainudin turut menjadi sukarelawan untuk melatih para korban penderita kanker pita suara. 67
  • 68. VICTIM STORY Pa yud ara sebelah kiri harus dipotong semua bahkan agak mendalam.” laksmi notokusumo, 65 tahun Seniman, Jakarta Ketika dokter memvonis saya terkena kanker payudara pada 2007, saya pulang menyetir mobil sendiri. Di tengah jalan saya berhenti, buka kaca jendela, saya menangis…. Payudara kiri saya mesti diangkat dan agak dalam karena kanker stadium 2B. Tahun 1978 kedua payudara saya terkena kanker tapi masih jinak dan mesti diangkat. Kanker itu rupanya tumbuh lagi dan kali ini seluruh payudara kiri saya mesti dipotong. Sedih sekali. Terutama karena penyebab kanker itu adalah rokok. Saya perokok berat sejak SMA. Waktu itu tujuannya untuk menambah konsentrasi belajar. Ayahnya bilang coba pakai rokok untuk giat belajar. Ayah saya juga perokok berat. Saya merokok linting yang dibuat sendiri. Setelah operasi saya mesti 16 kali kemoterapi dan 30 kali radiasi. Selama masa kemoterapi itu saya mual dan muntah. Itu terjadi selama setahun hingga rambut saya rontok. Kegiatan saya di kesenian otomatis terhenti. Kini saya melibatkan penderita kanker dalam kegiatan keseninan. Menjadi koreografer dan menjermahkan karya sastra untuk teater. Saya coba susupkan tentang bahaya rokok dalam karya-karya itu. Memang tak banyak orang tahu tentang bahayanya rokok itu.  B anyak yang Tak Tahu Bahaya Rokok Payudara kiri dipotong karena kanker stadium 2B akibat nikotin menghambat pertumbuhan sel 70
  • 69. Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil di kediaman Ibu Laksmi yang sesekali menjadi tempat berkumpul dan berlatih seni para mantan penderita kanker. 69
  • 70. VICTIM STORY sanadi, 56 tahun Supir, Jakarta Tak ada tanda-tanda saya terkena kanker paru-paru stadium 3. Saya dengar orang kena kanker itu sesak napas, muntah darah, dan nyeri di dada. Saya cuma merasakan tangan kanan panas, seperti terbakar. Nyerinya menjalar ke punggung. Ketika diperiksa, dokter bilang saya terkena kanker paru-paru stadium tiga. Antara percaya dan tak percaya. Saya dirawat di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta dan sudah menjalani dua kali kemoterapi. Efeknya rambut rontok dan kaki kiri bengkak. Sudah 33 kali jalani radioterapi. Pengobatan ini menimbulkan dampak kulit dada seperti hangus terbakar. Ini semua gara-gara rokok. Saya merokok mulai usia 15. Tiga bungkus sehari, terutama jika jalan macet. Untuk menghilangkan jenuh di angkutan kota saya merokok. Selama pegang kemudi dalam sehari, saya nyaris tak pernah jeda memegang rokok. Rokok seperti istri pertama saja, tak bisa pisah. Saya ingin sehat lagi, ingin bugar lagi. Saya bilang kepada empat anak saya untuk tak sekalipun mendekat kepada rokok jika tak ingin sakit seperti saya.  A sap Tak Mengusir Macet Rokok dianggap istri pertama 72
  • 71. Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan Jakarta, tempat Sanadi kini menjalani kemoterapi untuk melawan kanker paru-paru yang dideritanya. 71
  • 72. VICTIM STORY diam-diam saya juga sempat mencari pengobatan alternatif.” M. Saleh Arief Bangka Belitung (dituturkan istri, Ida Rosanti) Suami saya meninggal di usia 54 pada Maret 2012. Awalnya ia sesak napas hingga harus dirawat di Rumah Sakit PT Timah di Bangka Belitung. Dari hasil rontgen, paru-parunya berwarna hitam. Meski sudah dirawat dua bulan batuknya tak kunjung sembuh, sesak napasnya sering kumat. Dokter kemudian menyarankan berobat di Jakarta karena peralatan rumah sakitnya lebih lengkap. Di RS Persahabatan itu, dokter bilang suami saya kena kanker paru-paru stadium 4. Itu karena dia merokok. Sejak itu suami saya sering menasihati teman-temannya agar berhenti merokok. “Rokok sebatang itu tak seberapa tapi akibatnya fatal dan mahal,” katanya. Dia sudah pasrah dengan nasibnya yang terkena kanker. Di rawat di Jakarta kondisinya makin parah karena dia tiba-tiba lumpuh. Dokter bilang karena kankernya sudah menyebar. Say cari pengobatan alternatif juga, tapi tak membantu. Kata dokter, kemoterapi juga percuma karena kankernya sangat ganas dan menyebar ke seluruh tubuh. Saya cuma bisa pasrah dan berdoa saja. Ia meninggal pada 23 Maret 2012 saat subuh.  S ebatang Rokok Seharga Nyawa Dari sesak napas hingga kaki lumpuh, sumbernya kanker paru-paru stadium 4 74
  • 73. Foto oleh Prast Utomo (Antara); Foto diambil dengan mengumpulkan foto-foto kenangan Saleh yang tersisa, didapat dari keluarga Saleh di Bangka Belitung. 73
  • 74. VICTIM STORY T aher Mangunsong, 59 Tahun Bekas Sopir, Jakarta Kegiatan saya hanya di rumah dan Rumah Sakit Persahabatan. Bolak-balik tiap bulan. Selama 21 hari saya menjalani kemoterapi, dua pekan istirahat di rumah, pekan berikutnya kembali lagi ke rumah sakit. Begitu seterusnya. Penyebabnya adalah kanker paru-paru stadium empat. Itu dimulai pada 2010 ketika saya muntah darah. Dokter bilang paru-paru kanan saya terkena kanker sekaligus tuberculosis. Ini karena saya merokok dua bungkus sehari. Saya mesti menjalani kemoterapi yang membuat rambut saya rontok seperti daun-daun kering. Sebelum muntah darah itu, saya memang mulai merasa aneh dengan tubuh sendiri. Tiap kali merokok dada nyeri, lalu batuk, dan suara sering hilang. Saya acuhkan karena sudah kecanduan merokok. Saya terus saja merokok hingga muntah darah itu. Akibatnya, rutinitas mengobati kanker itu membuat saya tak aktif lagi di paduan suara gereja.  R ontok Seperti Daun Kering Kanker stadium 4 membuatnya tak bisa berkutik L ima hari setelah dikemoterapi, rambut saya gugur seperti daun kering.” 76
  • 75. Foto oleh Saptono (Antara); Foto diambil di RS Persahabatan yang kini menjadi rumah kedua bagi Taher yang harus rutin menjalani kemoterapi. 75
  • 76. epilog Berpacu dengan Waktu... Orang-orang yang saya temui untuk menceritakan kisah hidupnya dalam buku ini adalah aktor yang menjalani skenario yang tak terduga. Mereka hanya punya satu kali kesempatan bermain, tak ada pengulangan, tak ada revisi. Sekali mereka memilih peran dan garis hidup yang dipilih, waktu tak bisa mengulangnya kembali. Dan yang terjadi ketika itu adalah penyesalan. Mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang pekerjaan dan pendidikan yang juga berbeda-beda, tapi pengalaman dan cerita mereka disatukan oleh barang yang mereka pilih dalam lakon hidup: rokok. Mereka telah memilih hidupnya yang pedih di babak akhir sebagai korban-korban nikotin. Mereka telah kehilangan banyak: cinta, hidup, dan kesempatan memilih peran happy ending. Mengumpulkan mereka untuk diwawancara dan berbicara untuk buku ini tidak mudah. Bukan karena mereka menolak kisahnya diketahui orang banyak. Kesulitan menyusun buku ini adalah kami seperti berpacu dengan waktu pada jam yang dipegang malaikat maut. Tak jarang janji yang telah dibuat, waktu yang telah disepakati gagal dan buyar karena narasumber itu tiba-tiba meninggal. Statistik sering kali menipu, karena tragedi seringkali diringkas hanya dalam bentuk grafik dan angka-angka. Yang saya dan tim alami adalah sebuah cerita manusia yang menyentuh karena perjuangannya mempertahankan hak milik terakhir yang paling hakiki: nyawa. Statistik barangkali tak akurat mencatat berapa banyak korban-korban rokok yang berguguran sebenarnya. Mereka mungkin di luar stastik resmi, tapi suara mereka layak dikenang, sebagai sebuah peringatan betapa bahayanya rokok menjadi senjata pemusnah massal yang dilegalkan. Bukan hanya mereka yang telah memilih akhir hidup yang sedih, tapi juga mereka yang pada detik ini memulai skenario yang dipilih dengan cara mulai menghisap nikotin untuk pertama kali. Merekalah korban- korban rokok sesungguhnya. 78
  • 77. A lm. Chrisye 1949 – 2007 In Memoriam “Memang perjuangan ini akan berat, tapi jangan berhenti. Suara saya ini setidaknya bisa menjadi cerita jika saya sudah tidak ada.” -Alm. Slamet Heriyanto- Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan kami, perjuangan ini tidak akan berhenti. Pesan itu akan selalu kami ingat, kami sampaikan pada generasi muda negeri ini. A lm. Victor Menayang 1961 – 2012 A lm. Dewi Husmawati 1974 – 2013 A lm. Slamet Heriyanto 1951 – 2013 A lm. Asbon Sinurat Lumban Pea 1957 – 2013 A lm. Heria Machdi 1961 – 2012 A lm. Mikrad Masduki 1942 – 2013 A lm. M. Saleh Arief 1959 – 2012 77
  • 78. TESTIMONIAL “Asap rokok jelas menjadi biang keladi munculnya berbagai masalah, baik kesehatan, ekonomi maupun lingkungan. Dampak mengkonsumsi rokok telah banyak dibahas baik di tingkat mikro maupun makro. Namun bagaimana derita fisik yang diakibatkan akibat rokok bagi seseorang yang terlanjur menjadi pecandu atau bahkan keluarganya, belum banyak diceriterakan di negeri ini. Buku ini dapat membuka mata kita betapa di balik iklan-iklan rokok yang memberikan citra kenikmatan, kejantanan dan gaya, ada ceritera derita panjang yang sungguh memilukan. Buku ini terbit untuk memberi bekal renungan bagi bangsa ini bahwa di tengah bisnis rokok yang jelas memberi keuntungan luar biasa pada segelintir pengusaha dalam negeri maupun luar negeri yang beroperasi di negeri ini, di sana juga ada begitu banyak korban-korban yang menderita berkepanjangan. Buku ini memberi kesaksian bahwa di tengah gemuruhnya pengusaha rokok mengeruk keuntungan luas biasa, ada mayat mayat dan kepedihan yang diakibatkannya.” IMAM PRASODJO, Ph.D Sosiolog “Buku ini bercerita tentang bagaimana rokok telah mengalahkan cinta, memisahkan mereka yang bersatu karena kasih sayang. Mereka yang bercerita dalam buku ini adalah wajah yang berjuang demi kesehatan masyarakat Indonesia. Mereka tidak ingin anak, cucu, dan generasi muda mendatang menjadi korban, kalah di hadapan keganasan rokok.” Prof. Dr. Komaruddin Hidayat Akademisi “Di buku ini, kita bisa merasakan langsung gimana bahayanya rokok buat kita dan orang-orang di sekitar kita. Makanya, kita yang masih muda dan produktif harus berani bilang “TIDAK” sama merokok. Masih banyak kok, kegiatan positif yang jauh lebih bermanfaat: olahraga, ikutan komunitas, atau organisasi. Say NO to smoking!” Albern Sultan 1st Runner-Up Mister International 2013, L-Men of the Year 2013 80
  • 79. “Buku ini menjelaskan bahwa “Rokok Membunuhmu!”. Mari kita lawan semua kebijakan yang membiarkan anak-anak Indonesia terbunuh oleh asap rokok!” Dr. Seto Mulyadi, Psi. Msi. Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak “Kepada mereka yang masih merokok, silakan anda memilih, berhenti merokok atau meneruskan menanam dosa kepada mereka yang di sekeliling anda, sehingga mereka semua ikut menanggung risiko dan akibat dari pasif smoker & tertiary smoker. Saya tahu mereka sebenarnya adalah orang-orang yang anda sayangi, dan selalu ada untuk anda setiap harinya.” Reinita Arlin, S. Ked. Putri Pariwisata Indonesia 2012 “Kaum wanita adalah penopang penting kesehatan suatu bangsa. Negara yang sehat bebas dari asap rokok dimulai dari rumah yang bebas asap rokok. Kita perlu pahami bahwa pesan akan bahaya rokok ini sebenarnya dimulai dari keluarga. Karena sebaik apapun program yang dicanangkan oleh pemerintah untuk masyarakat, tidak akan berguna jika kasyarakatnya tidak sehat” DR. Dewi Motik Pramono M.Si Ketua Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) 79 “Sudah tidak bisa dipungkiri, rokok membunuh. Sebagai sebuah perusahaan media, kami tidak pernah menerima iklan rokok sejak terbitnya majalah kami yang pertama, 1972. Ketika kami masuk ke gedung baru di Kuningan, tahun 1982, gedung kami dibuat gedung bebas rokok. Mengapa group media lainnya masih menerima iklan rokok? Lebih tidak dimengerti lagi, pemerintah masih perlu dihimbau untuk mengeluarkan peraturan keras untuk menyelamatkan bangsa ini dari bahaya rokok. Kita harus bersatu untuk membrantas rokok dan menyelamatkan anak anak kita dari bahaya rokok. “ Svida Alisjahbana CEO, Femina Group
  • 80. T erima kasih kepada seluruh keluarga korban yang telah mendukung terwujudnya buku ini. Semoga buku ini bisa menjadi inspirasi bangsa Indonesia akan bahaya rokok yang harus dihindari. Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia merupakan sebuah aliansi yang dibentuk atas dasar kepedulian dan keprihatinan masyarakat yang telah menjadi korban akibat merokok untuk maju ke garis depan perjuangan pengendalian rokok dalam menyuarakan aspirasinya. Aliansi ini dideklarasikan pada Senin, 22 Oktober 2012. Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia memiliki visi mewujudkan “Masyarakat Indonesia yang cerdas dan sehat bebas dari dampak buruk asap rokok” yang dijabarkan melalui misi sebagai berikut: » Meningkatkan kapasitas dan pemahaman korban tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau » Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya asap rokok dan pentingnya pengendalian tembakau » Mendorong terwujudnya masyarakat yang sehat bebas dari dampak buruk asap rokok » Mendorong perwujudan dan penegakkan kebijakan dan peraturan tentang pengendalian tembakau Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia Tentang
  • 81.
  • 82. Jangan simpan buku ini! Berikan kepada teman, saudara, atau siapapun yang ada di samping Anda setelah membacanya. Mari bersama selamatkan anak-anak kita dari bahaya rokok. SM KING KILLS!