SlideShare a Scribd company logo
IMPIAN PADA SETANGKAI MAWAR UNGU
                                           By : Yaya
      Malam yang beranjak matang. Aku masih terduduk mematung di depan komputer.
Bingung mencari sebuah ide untuk menulis. Yang ada, hanya menatap layar komputerku dengan
gambar mawar ungu.
        Sekilas, aku tersenyum kecil. Warna janda. Mungkin itu yang terkesan jika menyinggung
arti warna ungu. Entahlah…!!! Aku juga tidak tau. Kenapa kesan janda diidentikkan dengan
ungu. Warna yang kusuka sejak kecil. Warna yang bagiku adalah sebuah symbol kelembutan.
Sekaligus ketegasan. Campuran warna panas dan dingin, sebagai refleksi dari merah dan biru,
karena itu warna ini merupakan refleksi dari kehangatan dan kesejukan. Terserah orang lain mau
bilang apa. Yang pasti, aku sangat menyukai warna ungu. Titik…! Apapun pendapat orang lain.
      Tak hanya warna ungu. Bunga mawar adalah sesuatu yang kusukai sejak kecil. Bagiku,
kuntuman mawar dengan daun dan tangkai batangnya yang berduri melambangkan kegagahan
yang menyatu dengan keindahan dan keharuman.
        Bosan menatap layar computer, iseng kualihkan pandangan pada sebuah bingkai foto di
atas meja. Sebuah foto yang kuambil bersama teman kuliahku lima tahun yang lalu. Ketika kita
masih aktif dengan status mahasiswa. Aku menatap getir seorang yang berdiri paling kiri di foto
itu. “Ungu”. Panggilan itu yang sering kusebut untuknya. Sebuah panggilan yang merefleksikan
sifat pada dirinya. Seorang laki-laki dengan sifat kelembutan yang halus. Sekaligus ketegasan
yang mempesona. Wajahnya teduh. Seteduh tutur katanya ketika berucap. Lembut dan
menenangkan. Tapi, di balik wajah teduhnya, tersimpan sebuah ketegasan yang mempesona.
Ketika dia diharuskan untuk memegang sebuah prinsip yang selama ini diterapkan pada
hidupnya. Sebuah alasan untukku jujur pada diriku sendiri. Aku mencintainya. Bahkan sejak
lima tahun yang lalu.
        Tapi sayang..! Dalam kenyataan tidak pernah ada mawar yang berwarna ungu. Lima
tahun aku memendam semuanya. “Rasa itu terbungkus rapat dan bertali erat dengan sebuah kata
persahabatan. Lima tahun berlalu. Ribuan kuntum mawar ungu telah tumbuh subur di taman
hatiku. Berharap, dia akan memetiknya dan memberikannya untukku.
       Setetes air mataku turun. Saat kutatap sebuah undangan yang tergeletak di samping
bingkai foto itu. Undangan pernikahan yang mengakhiri semuanya. Undangan pernikahan
“Ungu” dengan gadis lain.


       Ubah dalam bentuk Fiksi mini :


       Sejak kecil, aku menyukai warna ungu dan bunga mawar.
       Aku mencintainya dan sering memanggilnya dengan sebutan “ungu”.
       Tapi sayang..! Dalam kenyataan tidak pernah ada mawar yang berwarna ungu.
Impian setangkai mawar ungu

More Related Content

Viewers also liked

NIIT
NIITNIIT
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
Klemchuk LLP
 
Ethical Food
Ethical FoodEthical Food
Ethical Food
John Blue
 
Guia de mecanica de fluidos 2014
Guia  de   mecanica  de fluidos 2014Guia  de   mecanica  de fluidos 2014
Guia de mecanica de fluidos 2014
Nayi Castillo
 
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
Dara O'Rourke
 
ppt-one-pager
ppt-one-pagerppt-one-pager
ppt-one-pager
Kelly Runfola
 

Viewers also liked (6)

NIIT
NIITNIIT
NIIT
 
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
Ethics in the Marketplace - Can You Keep a Trade Secret?
 
Ethical Food
Ethical FoodEthical Food
Ethical Food
 
Guia de mecanica de fluidos 2014
Guia  de   mecanica  de fluidos 2014Guia  de   mecanica  de fluidos 2014
Guia de mecanica de fluidos 2014
 
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
Ethical Consumption - MIT & Boston Review - Nov. 3, 2011
 
ppt-one-pager
ppt-one-pagerppt-one-pager
ppt-one-pager
 

Impian setangkai mawar ungu

  • 1. IMPIAN PADA SETANGKAI MAWAR UNGU By : Yaya Malam yang beranjak matang. Aku masih terduduk mematung di depan komputer. Bingung mencari sebuah ide untuk menulis. Yang ada, hanya menatap layar komputerku dengan gambar mawar ungu. Sekilas, aku tersenyum kecil. Warna janda. Mungkin itu yang terkesan jika menyinggung arti warna ungu. Entahlah…!!! Aku juga tidak tau. Kenapa kesan janda diidentikkan dengan ungu. Warna yang kusuka sejak kecil. Warna yang bagiku adalah sebuah symbol kelembutan. Sekaligus ketegasan. Campuran warna panas dan dingin, sebagai refleksi dari merah dan biru, karena itu warna ini merupakan refleksi dari kehangatan dan kesejukan. Terserah orang lain mau bilang apa. Yang pasti, aku sangat menyukai warna ungu. Titik…! Apapun pendapat orang lain. Tak hanya warna ungu. Bunga mawar adalah sesuatu yang kusukai sejak kecil. Bagiku, kuntuman mawar dengan daun dan tangkai batangnya yang berduri melambangkan kegagahan yang menyatu dengan keindahan dan keharuman. Bosan menatap layar computer, iseng kualihkan pandangan pada sebuah bingkai foto di atas meja. Sebuah foto yang kuambil bersama teman kuliahku lima tahun yang lalu. Ketika kita masih aktif dengan status mahasiswa. Aku menatap getir seorang yang berdiri paling kiri di foto itu. “Ungu”. Panggilan itu yang sering kusebut untuknya. Sebuah panggilan yang merefleksikan sifat pada dirinya. Seorang laki-laki dengan sifat kelembutan yang halus. Sekaligus ketegasan yang mempesona. Wajahnya teduh. Seteduh tutur katanya ketika berucap. Lembut dan menenangkan. Tapi, di balik wajah teduhnya, tersimpan sebuah ketegasan yang mempesona. Ketika dia diharuskan untuk memegang sebuah prinsip yang selama ini diterapkan pada hidupnya. Sebuah alasan untukku jujur pada diriku sendiri. Aku mencintainya. Bahkan sejak lima tahun yang lalu. Tapi sayang..! Dalam kenyataan tidak pernah ada mawar yang berwarna ungu. Lima tahun aku memendam semuanya. “Rasa itu terbungkus rapat dan bertali erat dengan sebuah kata persahabatan. Lima tahun berlalu. Ribuan kuntum mawar ungu telah tumbuh subur di taman hatiku. Berharap, dia akan memetiknya dan memberikannya untukku. Setetes air mataku turun. Saat kutatap sebuah undangan yang tergeletak di samping bingkai foto itu. Undangan pernikahan yang mengakhiri semuanya. Undangan pernikahan “Ungu” dengan gadis lain. Ubah dalam bentuk Fiksi mini : Sejak kecil, aku menyukai warna ungu dan bunga mawar. Aku mencintainya dan sering memanggilnya dengan sebutan “ungu”. Tapi sayang..! Dalam kenyataan tidak pernah ada mawar yang berwarna ungu.