Perempuan Belgia keturunan Maroko bernama Nihad menjalani pengalaman baru merayakan Ramadan di Jakarta. Ia terkesan dengan kemeriahan dan toleransi masyarakat Indonesia selama bulan suci tersebut. Setelah menghabiskan Ramadan, Nihad memutuskan untuk mudik mengunjungi keluarga di Malaysia menjelang Hari Raya karena biaya ke Eropa mahal.
Cerita WNA di Jakarta Jalani Ramadan dan Ikut Mudik Lebaran
1. VIVALIFE
Cerita WNA di Jakarta Jalani Ramadan
dan Ikut Mudik Lebaran
Nihad adalah perempuan Belgia yang bekerja di Jakarta.
Jumat, 1 Juli 2016 | 14:57 WIB
Oleh : Zahrotustianah, Filzah Adini Lubis
Nihad, WNA Asal Maroko
VIVA.co.id – Mudik bagaikan budaya yang melekat dengan masyarakat muslim Indonesia.
Namun, hal tersebut juga menjadi tradisi bagi sebagian Warga Negara Asing (WNA) yang
bekerja di Indonesia saat jelang Hari Raya Idul Fitri.
Seperti yang dilakoni Nihad, warga asing yang bekerja di Kedutaan Besar Belgia di Jakarta.
Bagi perempuan keturunan Maroko itu, Ramadan kali ini merupakan pengalaman barunya
dalam menjalankan ibadah puasa.
Dia mengaku terkesima dengan kemeriahan Ramadan yang ada di ibukota Indonesia.
Sebelum di bekerja di Indonesia, Nihad hanya menjalani ibadah puasa di Belgia dan di
negara nenek moyangnya, Maroko.
Nihad senang menghabiskan sebulan penuh puasa di Jakarta. Pasalnya, baik di Eropa dan
Afrika, tak satu pun ruang publik yang menyertakan ornamen-ornamen islami khas Ramadan.
2. Meskipun Maroko tergolong negara Islam, Nihad mengaku tidak melihat spesialnya suasana
Ramadan di sana, seperti yang ada di Indonesia.
Selain terpukau pada ornamen-ornamen khas Ramadan yang cantik dengan dominasi warna
hijau, ia juga mengagumi toleransi setiap kafe, restoran, dan warung yang ada di sini, yang
banyak ditutupi tirai. Tidak hanya mengagumi hal itu, ia juga cukup terkejut.
Pengalaman lainnya yang ia miliki adalah saat mengunjungi masjid-masjid di Jakarta. Nihad
menemukan beberapa masjid yang dipenuhi oleh bazar makanan dan pakaian muslim. Ia
memanfaatkan momentum tersebut tidak hanya untuk salat wajib dan sunah tarawih, namun
juga berburu pakaian yang tak ia jumpai di negara-negara lain.
Biasanya Nihad pergi ke Masjid Sunda Kelapa, Masjid Jami Matraman yang tak jauh dari
tempat tinggalnya, serta Masjid Istiqlal yang unik bagi dirinya. Bagi Nihad, melihat qori atau
pembaca Al-Quran perempuan bukanlah hal biasa. Di Masjid Istiqlal ia pertama kalinya
menyaksikan seorang qori melantunkan ayat-ayat Al-Quran dan disaksikan seluruh jamaah
yang akan melaksanakan tarawih.
Selain itu, menjalankan ibadah sebagai seorang muslim di Eropa tidaklah mudah. Nihad dan
keluarga biasanya memilih tarawih berjamaah di rumah, karena masjid di Belgia sangatlah
terbatas. Bahkan mereka tidak dapat mendengar kumandang azan sebagaimana yang selalu
kita dengar di Indonesia. Kebanyakan masjid-masjid disana pun tidak memiliki kubah, jadi
bagi penduduk luar, tidak akan tahu di mana masjid itu berada.
Selama di Jakarta, Nihad hanya berpuasa selama kurang lebih 13 jam. Namun saat di Belgia,
Nihad harus berpuasa lebih panjang, yakni sekitar 18 jam. Ia mengaku tidak kesulitan sama
sekali menjalani puasa di Indonesia, meskipun tidak bersama-sama dengan keluarganya.
3. Setelah puas menghabiskan Ramadan di Jakarta, H-4 menjelang lebaran, Nihad pun rindu dan
memutuskan ingin berkumpul bersama keluarga dan mengunjungi kerabatnya. Dikarenakan
tak ada sanak saudara di Jakarta, Nihad memutuskan untuk mengunjungi keluarga dan
sahabatnya yang berada di negeri jiran, Malaysia. Berhubung biaya pesawat ke Eropa
tidaklah murah dan ia masih ingin menikmati suasana yang berbeda dari negara asalnya,
maka Nihad memutuskan mudik sebagai ajang silaturahmi saja, tidak untuk pulang ke
kampung halamannya di Belgia maupun Maroko.
Meskipun begitu, ia berniat akan kembali lagi ke Indonesia untuk menghabiskan masa-masa
Ramadan, di kota-kota lainnya. Mantan jurnalis di Belgia ini sangat hobi melancong, dirinya
telah menjelajahi berbagai benua yang ada di dunia.