SlideShare a Scribd company logo
1 of 88
Download to read offline
Edisi 9 | 2014 | Rp. 25.000 
Review 
Film - Seni & Edukasi 
SEMANGAT 
MEMBATU YANG KETU7UH 
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 1 
ABBAS 
KIAROSTAMI 
KILAS BALIK 
PERKEMBANGAN 
FILM ANAK 
DI INDONESIA 
Beri Satu Lagu Diane Warren 
The 1st Jogja Miniprint 
Biennale (JMB) 2014 
CAHAYA DARI TIMUR: 
BETA MALUKU 
NEGERI TANPA TELINGA 
RINDU KAMI PADAMU 
Opini 
Garuda 19 
Tokoh Dunia 
Interview 
ANDIBACHTIAR 
YUSUF 
Rilis Single Baru Sandhy Sondoro
2 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 3
COVER STORY 
10 
INTERVIEW 
14 
18 
20 
22 
24 
28 
30 
32 
GARUDA 19: 
SEMANGAT MEMBATU 
ANDIBACHTIAR YUSUF: 
Indonesia Tidak Punya 
Pembinaan Sepakbola 
REVIEW 
CAHAYA DARI TIMUR: 
BETA MALUKU 
NEGERI TANPA TELINGA 
RINDU KAMI PADAMU 
YANG KETU7UH 
RUROUNI KENSHIN: 
KYOTO INFERNO 
FESTIVAL 
FESTIVAL EURASIA 
Rutinitas Yang Tidak Biasa 
4 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Daftar isi 
14 BEHIND THE SCENE 
TIPS 
TIPS & TRIK 
LOLOS CASTING 
42 80 
52 
34 
36 
38 
THE 1ST JOGJA MINIPRINT 
BIENNALE (JMB) 2014 
ARKIPEL 2014: 
Electoral Risk 
FESTIVAL FILM MEDAN 
XXI SHORT FILM 
FESTIVAL 2014 
MERAYAKAN KEBISINGAN MUSIK ROCK 46 
SANDHY 
SONDORO 
Abbas Kiarostami 
BERSINAR 
DI TENGAH 
REVOLUSI* 
44 
48 
LIPUTAN 
NGOBROL BARENG 
EKA & ROMAN 
ACE CAFÉ LONDON 
MARKAS BIKERS KLASIK 
50 
KOMUNITAS 
RUFI COMMUNITY 
ADA UNTUK SUMATERA 
UTARA DAN INDONESIA
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 5
6 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Salam Redaksi 
GARUDA 19 
Semangat 
Membatu 
Film Garuda 19 adalah 
film tentang perjuangan 
pembentukan timnas 
U-19. Para pelatih, 
pemain dan masyarakat 
Indonesia sama-sama 
bermimpi memiliki tim 
sepakbola yang tangguh 
yang memberikan 
harapan untuk meraih 
kemenangan. 
PENASEHAT REDAKSI 
Farid Gaban 
Andi Bachtiar Yusuf 
Wanda Hamidah 
Swastika Nohara 
Dandhy Laksono 
PEMIMPIN UMUM 
Hasreiza 
PEMIMPIN REDAKSI 
Reiza Patters 
REDAKTUR 
Abdi Kurniawan 
Rian Samin 
KONTRIBUTOR 
Daniel Irawan 
Shandy Gasella 
Daniel Rudi Haryanto 
Pejred Banderas 
Rohman Sulistiono 
Novita Rini 
Thea Fathanah Arbar 
Suluh Pamuji 
ARTISTIK 
al Fian adha 
FOTOGRAFER 
Kinescope Tim 
DISTRIBUSI & SIRKULASI 
Faisal Fadhly 
DISTRIBUSI JOGJAKARTA 
Athonk Sapto Raharjo 
MARKETING & EVENT PROMO 
Ollivia Selagusta 
COMMUNITY DEVELOPMENT 
Jusuf Alin Lubis 
SUBSCRIPTIONS 
PT. Kinescope Indonesia 
Jakarta Level 3A, World Trade Centre 5 
Jl. Jendral Sudirman Kav. 29-31 
Jakarta 12920 
Phone : +62 21 2598 5194 
Fax : +62 21 2598 5001 
www.kinescopeindonesia.com 
info@kinescopeindonesia.com 
iklan@kinescopeindonesia.com 
redaksi@kinescopeindonesia.com 
langganan@kinescopeindonesia.com 
@KinescopeMagz 
Tantangan dunia perfilman nasional 
semakin besar, seiring dengan trend positif 
terhadapnya, baik dari sisi produksi, konten 
dan isi, serta apresiasi dari publiknya sendiri. 
Ini memungkinkan seluruh stake holder perfilman 
nasional untuk terus mengasah dan mengembangkan 
kemampuan kreatif serta inovatifnya agar bisa bertahan 
dan berkembang di tengah gempuran budaya dan 
hantaman modal dari luar negeri sebagai akibat dari 
semakin gencarnya globalisasi. 
Inipun turut dirasakan oleh Kinescope, sebagai 
sebuah wadah berkreasi, suara-suara kritis sekaligus 
apresiatif terhadap kehidupan perfilman nasional. 
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang 
dihadapi, kami terus berupaya untuk tetap sekedar hidup 
dan mempertahankan keberadaan kami sebagai bagian 
dari duia perfilman nasional, seni dan budaya bangsa ini. 
Untuk itu, segala daya upaya terus kami curahkan 
agar wadah ini bisa terus ada dan berupaya mengawal 
kebangkitan budaya bangsa ini untuk mencapai 
kegemilangannya di kancah internasional. Dengan 
menitikberatkan perhatian pada dunia film, musik dan 
seni lainnya, ini hanya setitik debu dari upaya besar 
yang juga telah dilakukan oleh pihak-pihak yang lain, 
yang mungkin sudah lebih mapan dan terorganisir rapi. 
Namun begitu, sekecil apapun yang mampu kami 
berikan pada negeri ini, merupakan kontribusi kami 
untuk kemajuan dan kemaslahatan bangsa ini, yang kami 
berikan dari dan dengan sepenuh hati. Tanpa keraguan 
dan dengan terus menyalakan asa serta harapan, 
kami persembahkan edisi ke 9 yang sempat tertunda 
beberapa saat. Semoga bermanfaat. 
Cover Story
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 7
PREVIEW 
Yang Ketu7uh 
Nita, 60 tahun, harus 
menghidupi lima orang 
anaknya, setelah sang suami 
meninggal dunia pada tahun 
2003. Sebagai buruh cuci 
dan asisten rumah tangga di 
Tangerang, Banten, Ada dua 
prioritas dalam hidupnya: 
memenuhi kebutuhan sembako 
keluarga dan menyekolahkan 
anak-anaknya. Untuk itu tak 
jarang ia harus berutang demi 
memenuhi kebutuhan. 
Amin Jalalen, seorang petani 
penggarap tanah milik negara 
yang berdomisili di Indramayu, 
8 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Jawa Barat. Sudah beberapa 
tahun belakangan ini ia terpaksa 
menggarap tanah milik negara 
untuk menyambung hidup. 
Tapi ia harus membayar sewa 
tanah. Menurutnya sistem 
sewa tanah tak sesuai dengan 
Undang-undang Dasar yang 
mengamanatkan kekayaan 
alam harus sebesar-besarnya 
diperuntukkan bagi kesejahteraan 
rakyat. 
Di Jakarta, Suparno dan Sutara 
Bekerja serabutan sebagai buruh 
bangunan dan tukang ojek. 
Bersama keluarganya masing- 
masing, mereka harus tinggal di 
rumah yang jauh dari layak. Suparno 
dan Sutara hanya mampu mendiami 
rumah dengan ukuran 6,65 meter 
persegi. Tak ada kamar mandi 
atau WC di rumah mereka. Hanya 
tersedia satu bangunan MCK umum 
di sana. Situasi semakin pelik ketika 
satu-satunya MCK umum di wilayah 
itu terancam digusur. 
Keempat tokoh ini akhirnya 
bertemu di ajang pemilu legislatif 
dan pemilu presiden. Mereka 
dipertemukan melalui kesamaan 
status sebagai pemilih yang 
membawa harapan ke bilik suara. 
Mereka mempercayakan masa 
depan melalui hak pilih yang 
mereka miliki, dengan harapan 
anggota dewan dan presiden 
yang ketujuh yang dipilihnya bisa 
membawa perubahan. 
Dikerjakan oleh 19 videografer, 
film ini mengikuti keseharian para 
tokoh jauh-jauh hari sebelum 
gelaran Pemilu. Lantas siapa 
presiden pilihan Nita, Amin Jalalen, 
Suparno, dan Sutara? Apa harapan 
dan pesan dari mereka untuk 
Presiden Yang Ketujuh Indonesia? 
FILM TAYANG 25 September 2014 SUTRADARA Adriyanto Dewo 
PRODUSER Sheila Timothy CAST Dewi Irawan, Jimmy Kobogau, Yayu Unru, 
Ozzol Ramdan 
Hans (Jimmy Kobogau), 
pemuda asal Serui, Papua, 
bercita-cita menjadi pesepakbola 
profesional. Namun nasib berkata 
lain. Pada saat Hans hampir 
kehilangan semangat hidupnya, 
ia bertemu dengan Mak (Dewi 
Irawan), seorang pemilik rumah 
makan Minang sederhana. Di 
tengah perbedaan mereka, Hans 
dan Mak menemukan persamaan. 
Mimpi dan semangat hidup 
terbentuk kembali lewat makanan 
dan masakan. 
Hans juga mendapat 
penolakan dari Parmanto (Yayu 
Unru), juru masak dan Natsir 
(Ozzol Ramdan), juru senduak 
Tabula Rasa 
(pelayan). Keadaan menjadi semakin 
memburuk ketika mereka mendapat 
saingan sebuah rumah makan 
baru yang lebih besar persis di 
depan lapau. Hans, Mak, Natsir dan 
Parmanto harus menyelesaikan 
perselisihan di antara mereka untuk 
menyelamatkan lapau mereka.
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 9 
Tenggelamnya 
Kapal Van Der Wijck 
Extended 
FILM TAYANG 11 September 2014 GENRE Romance Historical Drama 
SUTRADARA Sunil Soraya PRODUSER Ram Soraya, Sunil Soraya 
CAST Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Randy Nidji 
Gesya Shandy, Arzeti Bilbina, Kevin Andrean, Ninik L. Karim, Jajang C. Noer 
FILM TAYANG 18 September 2014 GENRE Action Martial Art SUTRADARA Willy Dozan 
PRODUSER Willy Dozan, Oswin Bonifanz 
CAST Willy Dozan, Leon Dozan, Regina Wulandari, Chintya Ramlan, Fendy Pradana 
Rio Desta Rengga, Rohim 
Nusantara 1930. Dari tanah kelahirannya, Makasar, 
Zainuddin berlayar menuju tanah kelahiran 
ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Di sana ia 
bertemu Hayati. Kedua muda-mudi itu jatuh cinta. 
Tapi, adat menghalangi. Zainuddin hanya seorang 
melarat tak berbangsa, sementara Hayati perempuan 
Minang keturunan bangsawan. 
Lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. 
Hayati dipaksa menikah dengan Aziz (Reza Rahadian), 
laki-laki kaya bangsawan yang ingin menyuntingnya. 
Perkawinan harta dan kecantikan mematahkan cinta 
suci anak manusia. Zainuddin pun memutuskan untuk 
berjuang, pergi dari ranah minang dan merantau ke 
tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan 
cintanya. Zainudin bekerja keras membuka lembaran 
baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis 
terkenal dengan karya-karya mashyur dan diterima 
masyarakat seluruh Nusantara. 
Tetapi sebuah kenyataan kembali datang kepada 
diri seorang Zainuddin, di tengah gelimang harta dan 
kemashyurannya. Dalam sebuah pertunjukan opera, 
Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama 
Aziz, yang sudah menjadi suaminya. 
Perkawinan harta dan kecantikan bertemu 
dengan cinta suci yang tak lekang waktu. Pada 
akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui 
ujian terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran 
kapal Van Der Wijck. 
Duel: The Last 
Choice 
Igo mantan preman yang sudah meninggalkan masa 
lalunya berjualan telor di pasar Cinere, Joe Bandit 
Preman teman lama Igo datang membuat masalah 
di pasar itu, sehingga membuat mereka bertarung 
sengit sampai akhirnya kaki Joe Bandit dipatahkan 
oleh Igo dan Joe Bandit ditangkap oleh Komandan 
Herman. 
Tiga Tahun kemudian.... 
Suasana pasar Cinere seperti sedia kala, Nampak 
para preman Generasi baru menguasai wilayah 
ini. Yang ternyata dikuasai oleh Rocky, Dimas, dan 
Jack. Igo yang masih berjualan telor kini sikap dan 
pribadinya telah berubah. Suatu ketika Salah satu 
Preman bernama Jack menagih setoran dengan 
kasar dilapak Igo. Igo hanya diam saja tidak 
melawan, walaupun ia telah dianiaya oleh Jack. 
Dimas yang juga preman anak buah Rocky mencoba 
menghentikan aksi Jack. 
Disitu nampak hubungan Dimas dan Igo ada 
sesuatu yang tersembunyi. Igo yang dibela Dimas 
tetapi juga dibenci Dimas. Ternyata masa lalu yang 
membuat Dimas sangat membenci Igo, karena Dimas 
merasa Igo telah lalai melindungi isterinya sendiri 
yang merupakan Ibu kandung Dimas sehingga tewas 
ditangan Joe Bandit yang ingin membalas dendam 
kepada Igo. 
Disisi lain Rocky Bos Dimas yang memiliki pacar 
bernama Vina. Ternyata diam-diam Vina menaruh 
hati kepada Dimas karena sikap Dimas yang 
Simpatik tidak seperti teman-teman preman lainnya. 
Hubungan gelap asmara antara Vina dan Dimas 
menyulut kemarahan Rocky sehingga mereka yang 
awalnya kawan kini menjadi lawan.
Garuda COVER STORY 
Semangat Membatu 
Sebuah Epos Kontemporer Inspiratif 
REIZA PATTERS 
10 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
Garuda 19 
Film Garuda 19 adalah film tentang perjuangan pembentukan timnas 
U-19. Para pelatih, pemain dan masyarakat Indonesia sama-sama 
bermimpi memiliki tim sepakbola yang tangguh yang memberikan 
harapan untuk meraih kemenangan.2014 l Edisi 9 l Kinescope l 11
COVER STORY 
Oleh karenanya, Film ini 
menjadi penyemangat 
untuk terus mendukung 
Timnas U-19. Cerita 
ini dikembangkan dari dua buku 
terbitan Bentang Pustaka, yaitu 
“Semangat Membatu”, karya FX 
Rudi Gunawan bersama Guntur 
Cahyo Utomo, serta buku “Menolak 
Menyerah” karya FX Rudi Gunawan. 
Namun dalam pelaksanaan produksi 
filmnya, dilakukan banyak sekali 
pengembangan skenario sehingga 
berbeda dari cerita dalam bukunya. 
“Cerita Timnas U19 itu potensial 
menjadi kisah yang menarik, bukan 
karena ini cerita sepak bola tapi 
karena ini cerita tentang orang-orang 
biasa di pelosok Indonesia 
yang tidak pernah dilihat oleh orang 
pusat (Jakarta),” jelas Andibachtiar 
Yusuf, sutradara film ini (sebelumnya 
membuat film Hari Ini Pasti Menang, 
The Conductors, Romeo Juliet dan 
The Jak). 
Ditambahkan Yusuf bahwa bukunya 
lebih bercerita tentang Timnas 
junior setelah mereka menjadi juara 
AFF dan pasti lolos ke Piala Asia 
U19. Tapi filmnya bercerita tentang 
bagaimana tim ini terbentuk, 
bagaimana Indra Sjafrie mencari 
12 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
“Cerita Timnas U19 itu potensial menjadi kisah 
yang menarik, bukan karena ini cerita sepak 
bola tapi karena ini cerita tentang 
orang-orang biasa di pelosok Indonesia 
yang tidak pernah dilihat oleh orang pusat 
(Jakarta).” - Andibachtiar Yusuf - 
mereka, dan kisah nyata awal 
perjuangan anak-anak itu. Kemudian 
setelah menjadi tim, tentang 
bagaimana mereka bekerja keras 
untuk kemudian menjadi juara. 
Film Garuda 19 menjadi sebuah 
catatan harian tentang pembelajaran 
hidup bagi siapapun. Karena 
sesungguhnya sepabola banyak 
mengajarkan nilai-nilai kehidupan. 
Ada kegetiran, memang. Tapi lebih 
banyak lagi perjuangan, karena 
segetir apapun jika disikapi dengan 
kesungguhan, menjadi sebuah 
semangat yang membatu untuk 
meraih kemenangan. 
SINOPSIS 
Film ini bercerita tentang gelaran 
Piala AFF U-19 2013 di Sidoarjo. 
Timnas U-19 berhasil menekuk 
Vietnam lewat adu penalti (7-6) di 
partai puncak dan berhak membawa 
pulang piala resmi pertama yang 
didapatkan timnas Indonesia sejak 
22 tahun yang lalu. 
Terbayang kembali jejak-jejak 
para punggawa Timnas U-19 ketika 
mulai direkrut Indra Sjafri dan 
kawan kawan. Semuanya serba 
apa adanya, dengan fasilitas dan 
dana yang minim. Namun hal ini 
tidak membuat gentar Indra Sjafri 
dkk. Mereka yakin ada bibit hebat 
pesepakbola tersebar di Nusantara. 
Perjalanan ini pun dirasakan oleh 
Yazid Randaula, seorang anak muda 
dari sebuah kampung nelayan yang 
miskin di Konawe Selatan, Sulawesi 
Tenggara yang sempat bergabung 
dalam pelatihan Timnas 19. Walau 
perjalanan Yazid di lapangan 
hijau pada akhirnya berkata lain, 
tapi turut merasakan kebanggan 
terhadap Timnas 19 ini. 
Maka kemenangan AFF U-19 
itu memberikan pelajaran penting 
akan apa arti perjuangan itu. 
Para pemain belumlah mencapai 
separuh perjalanan dalam meraih 
impian. Namun mereka merasakan 
kebahagiaan, setelah hal yang tidak 
mungkin menjadi mungkin. Misalnya
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 13 
bagaimana Evan Dimas sudah 
mulai bisa membantu kehidupan 
orang tuanya, Sahrul yang tidak lagi 
kesulitan membeli sepatu, dan Yabes 
yang membanggakan warga Alor. 
Mereka sudah harus bersiap lagi 
untuk kualifikasi Piala Asia U-19. 
Indonesia berada di grup G bersama 
dengan Laos, Filipina, dan juara Piala 
Asia 12 kali, Korea Selatan. Negara 
terakhir inilah yang selalu disebut 
dalam setiap pertanyaan wartawan 
pada Coach Indra. Apakah timnas 
U-19 mampu mengalahkan Korsel? 
Di tengah persiapan itu, 
berbagai tantangan tidak berhenti 
menghampiri. Mulai soal tawaran 
iklan kepada para pemain, status 
klub Evan Dimas yang tidak diakui, 
perpindahan stadion ke GBK dll. 
Namun, melalui perjuangan ini 
mental pemain ditantang kembali, 
apakah mereka berhasil mengatasi 
semuanya sebagai satu tim yang 
solid. Lalu bagaimana coach 
Indra Sjafri CS menaikan mental 
dengan menyuntikkan semangat 
membatu bagi seluruh tim. Termasuk 
bagaimana situasi perang urat syaraf 
ketika melawan Korea Selatan untuk 
menentukan nasib mengikuti PIALA 
ASIA Oktober 2014 di Myanmar. 
TANTANGAN CASTING & 
SHOOTING 
Film ini didukung aktor kawakan 
Mathias Muchus, Ibnu Jamil, 
Mandala Shoji, Puadin Redi, Reza 
Aditya, dan Verdi Solaiman. Selain 
itu, Film Garuda 19 juga melibatkan 
pemain muda berbakat seperti 
Rendy Ahmad yang pernah berperan 
sebagai Arai di film Sang Pemimpi 
dan Laskar Pelangi sekuel 2 Edensor. 
Gazza Zubizareta salah satu aktor 
muda yang bermain di film Negeri 5 
Menara dan Yusuf Mahardhika yang 
dikenal dalam serial TV Tendangan 
Si Madun, serta Agri Firdaus salah 
satu pemain dalam Film Mestakung. 
Film ini juga menjadi debut pertama 
dari Amanda Ayunda, adik dari 
Maudy Ayunda, serta pendatang 
baru, Bilqis Utari dan Beta Freestyle. 
Selain itu, Garuda 19 banyak 
melibatkan pemain dari berbagai 
daerah (sesuai lokasi shooting) 
untuk mendukung film nuansa lokal 
di setiap lokasi shooting film ini. 
Lokasi shooting yang berpindah-pindah 
di beberapa daerah, 
seperti Konawe Selatan, Pulau 
Alor, Jogjakarta, Solo dan Jakarta 
tentunya, juga menjadi tantangan 
tersendiri. Salah satu kejadian 
menarik adalah saat tim produksi 
seharusnya shooting di Pulau Buton, 
karena alasan non-teknis mendadak 
harus pindah ke Konawe Selatan di 
Sulawesi Tenggara. Sutradara dan 
seluruh kru sama sekali tidak tahu 
seperti apa Konawe Selatan pada 
waktu datang ke sana. 
“Kejadian itu cukup membuat 
pusing, karena skenario yang 
ada sudah ditulis untuk shooting 
di Buton, dengan setting yang 
disesuaikan dengan kondisi alam 
dan budaya Buton. Nah, berarti 
perlu mengubah skenario on-the-spot 
agar sesuai untuk shooting di 
Konawe Selatan. Untung penulis 
skenarionya, Swastika Nohara, ikut 
shooting. Jadi begitu sampai di 
Konawe Selatan dia bisa langsung 
membuat beberapa penyesuaian 
di skenarionya,” jelas Andibachtiar 
Yusuf. 
Menurut Yusuf sesungguhnya 
film ini menyentuh berbagai aspek 
dalam sepak bola Indonesia. 
Misalnya bahwa Indonesia tidak 
punya pembinaan sepak bola 
untuk usia muda, dan dalam film 
tergambarkan dari apa yang terjadi 
di tahun 2012, waktu Timnas U19 
akan dibentuk. 
Film Garuda 19 merupakan 
produksi film ke 14 Mizan 
Productions. Andibachtiar Yusuf 
dalam produksi film ini bertindak 
sebagai Sutradarasekaligus penulis 
skenario bersama dengan Swastika 
Nohara. Kemampuan Yusuf dalam 
menyutradarai film sepakbola tidak 
lagi diragukan, sebut saja film Hari 
Ini Pasti Menang, Romeo dan Juliet 
dan lain-lain. 
Film yang akan ditayangkan 
Oktober 2014 ini, semoga bisa 
mendapatkan apresiasi dan 
sambutan luas dari para penonton 
film di Indonesia dan penggemar 
sepakbola Indonesia. Mari kita 
tonton kisah inspiratif karya anak 
negeri!
BEHIND THE SCENE 
Catatan Shooting 
Film GARUDA 19 
Saat mendengar kata ‘GARUDA19 
apa yang pertama kali terlintas di 
benakmu? 
Kami baru saja menyelesaikan 
etape pertama shooting film 
GARUDA19, sebuah sport-drama 
yang mengisahkan 
perjuangan anak-anak muda 
dari berbagai penjuru Indonesia 
untuk masuk Timnas U19, serta 
blusukannya Indra Sjafrie yang 
meyakini negeri ini terlalu luas untuk 
tidak dijelajahi guna menemukan 
bakat-bakat sepak bola tersembunyi. 
Shooting tahap pertama berakhir 
hari Minggu kemarin, ditutup dengan 
adegan tarkam yang panas dan 
ganas di lapangan Bangunjiwo, 
Bantul, Jogjakarta. Tentu tak 
ketinggalkan seorang komentator 
sepak bola yang sering muncul di TV 
menjadi cameo sebagai komentator 
pertandingan ini. Lihatlah fotonya 
yang pakai peci ini, dan tebak, 
siapakah komentator yang saya 
maksud? 
Timans Indonesia U19 saat 
ini memang tengah mencorong 
14 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
pamornya. Beberapa judul buku 
telah diterbitkan mengangkat kisah 
Indra Sjafrie, salah satunya berjudul 
Semangat Membatu karya FX Rudy 
Gunawan dan Coach Jarot. Buku 
inilah cikal bakal ide film GARUDA19 
meski cerita film yang skenarionya 
saya tulis bersama Andibachtiar 
Yusuf ini sama sekali berbeda dari 
bukunya. Selain Evan Dimas, coach 
Indra Sjafri dan para pelatih lain, 
film ini juga mengulik lebih dalam 
sisi personal Yabes Roni Malaifani, 
pemain U19 asal Pulau Alor, NTT. 
Keputusan ini diambil karena 
kisahnya unik, seperti yang pernah 
saya tulis sebelumnya. 
Selama dua belas hari shooting 
di Jogja dan sekitarnya, semesta 
telah mendukung. Cuaca cerah, 
malah kadang panas sekali, 
membuat shooting adegan outdoor 
berjalan lancar. Aktor senior 
yang memerankan Coach Indra 
Sjafrie tidak hanya tampil optimal 
SWASTIKA NOHARA 
membawakan perannya, tapi juga 
menularkan kinerja baiknya bagi 
aktor-aktor muda yang berperan 
sebagai pesepak bola Timnas 
U19. Mereka antara lain Yusuf 
Mahardika, Rendy Ahmad, Gazza 
Zubizareta. Rendy (sebelumnya main 
film di Sang Pemimpi, Mestakung 
dll) mengaku tidak terlalu sulit
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 15 
memerankan Syahrul Kurniawan, 
karena seperti Syahrul, Rendy juga 
tumbuh di kota kecil di Belitong, 
jauh dari hingar-bingar ibu kota. 
Namun, Rendy melakukan persiapan 
khusus untuk melatih kekuatan 
fisiknya dan footwork-nya demi 
tampil prima dalam adegan bermain 
sepak bola. 
“Shootingnya seru, timnya asik! 
Aktor-aktor yang udah pengalaman 
ngangkat yang muda-muda dan 
masih baru, kombinasinya mantep 
lha!” kata sutradara Andibachtiar 
Yusuf (Hari Ini Pasti Menang, The 
Conductors, Romeo Juliet) setelah 
selesai mengambil adegan yang 
paling mengharukan dalam film ini. 
Menurut Yusuf tantangan 
terbesar justru karena shooting 
berbarengan dengan piala dunia. 
Yusuf yang biasanya tak pernah 
melewatkan satu partai pun selama 
World Cup digelar, kalau hari sudah 
sore berkali-kali memotivasi timnya 
dengan kalimat, “Yuk yuk yuk… set-nya 
udah belum? Australia-Belanda 
nih!” Maksudnya, jangan sampai 
shooting-nya ngaret dan mereka 
ketinggalan nonton pertandingan 
Australia lawan Belanda jam 23.00 
wib. Untung tim artistik pimpinan 
Rico bekerja cekatan, bersaing 
ketat dengan camera department 
dipimpin Gunung. Andu, sang 
astrada, tak kenal lelah menggalang 
koordinasi dengan departemen-departemen 
lain agar shooting 
berjalan efisien. Memang tak 
gampang bekerja sama dengan 90- 
an kru dengan kondisi berpindah 
tempat berkali-kali sepanjang hari 
sesuai keperluan adegan. Kadang, 
sambil menunggu persiapan 
pengambilan adegan, aktor dan kru 
menggeletak di tempat seadanya 
karena di lokasi di kampung 
terpencil yang cuma ada pepohonan 
dan tanah lapang. 
Seperti yang sering kami 
jumpai pada saat shooting, warga 
berkerumun menonton kegiatan 
kami, kadang minta foto bareng 
para aktor di sela-sela pengambilan 
adegan. Ada dua aktor yang paling 
laris mendapat ajakan foto bareng. 
Dengan melihat foto ini, kalian pasti 
bisa langsung menebak, siapakah 
aktor laris itu? Dan coba tebak, 
siapa saja aktor yang memerankan 
Coach Indra Sjafrie, Coach Guntur, 
Coach Jarot, Coach Nur Saelan dan 
Adit sang kit man timnas U19? 
Kerja keras di Jogja dan Solo 
kemarin baru langkah awal. 
Berikutnya shooting dianjutkan di 
Pulau Buton, Sulawesi Tenggara 
dan Pulau Alor, NTT. Film di bawah 
bendera Mizan Productions ini akan 
tayang di bioskop bulan ini.
Andibachtiar Yusuf: 
Indonesia 
Tidak Punya 
Pembinaan 
Sepakbola 
16 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
REIZA PATTERS 
INTERVIEW
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 17 
Apa latar belakang ide 
pembuatan film ini? 
Pada dasarnya saya merasa 
perlu mendokumentasikan 
berbagai kejadian penting di 
Indonesia. Bangsa indonesia 
itu punya masalah dengan 
dokumentasi. Maksud saya, begitu 
berita bahwa kisah Timnas U19 
diangkat ke layar lebar banyak 
orang berkomentar bahwa tim 
ini belum layak difilmkan karena 
prestasinya baru Asia Tenggara. 
Tapi di Indonesia ini orang 
mudah lupa, dan sangat kurang 
dokumentasi. Ini masalah umum. 
Misalnya nama-nama yang 
pernah besar seperti Nanda 
Telambanua, Nico Tomas, Ellyas 
Pical bahkan Icuk Sugiarto, atau 
Nur Fitriana dan Lilis Handayani 
yang pernah menyabet mendali 
perak Olimpiade, anak-anak 
muda jaman sekarang mana ada 
yang kenal dan tahu prestasi 
mereka? Jadi harus ada orang 
yang mendokumentasikan kisah 
mereka dalam film, baik film fiksi 
maupun dokumenter. Tujuannya 
agar 50 tahun lagi orang Indonesia 
ingat bahwa Timnas sepak bola 
kita pernah menjadi juara Asia 
Tenggara meskipung di level junior 
dan ketika peristiwa itu terjadi, 
sambutan masyarakat begitu luar 
biasa. 
Lalu suatu hari tim Mizan 
menghubungi saya dan 
menawarkan sebuah project. 
Waktu itu saya kira Mizan 
menawarkan membuat film 
tentang Sudirman karena 
saya dengar mereka sedang 
menggarap kisah ini. Ternyata 
saya diajak kerja sama membuat 
film Garuda 19. Tetap saya 
sambut dengan gembira. 
Kisah Garuda 19 ini ide 
dasarnya diangkat dari buku 
Semangat Membatu, meskipun 
untuk skenarionya kami melakukan 
banyak sekali pengembangan 
sehingga berbeda dari bukunya. 
Cerita Timnas U19 itu potensial 
menjadi kisah yang menarik, bukan 
karena ini cerita sepak bola tapi 
karena ini cerita tentang orang-orang 
biasa di pelosok Indonesia 
yang tidak pernah dilihat oleh 
orang pusat (Jakarta). 
Apakah ide ceritanya sama 
dengan novel yang berjudul 
sama? Kalau beda, di mana letak 
bedanya? 
Beda, bukunya lebih bercerita 
tentang Timnas junior setelah 
mereka menjadi juara AFF dan 
pasti lolos ke Piala Asia U19. 
Tapi di filmnya kita bercerita 
tentang bagaimana tim ini 
terbentuk, bagaimana Indra Sjafrie 
mencari mereka, kisah nyata 
awal perjuangan anak-anak itu 
dan setelah menjadi tim tentang 
bagaimana mereka bekerja keras 
untuk kemudian menjadi juara. 
Bagaimana proses castingnya? 
Dan apa alasan akhirnya memilih 
mereka sebagai pemeran-pemeran 
di film ini? 
Proses casting berjalan 
sebagaimana biasa. Pemeran coach 
Indra Sjafrie kami tentukan dengan 
berdiskusi antara saya, tim Mizan 
dan penulis skenario, sehingga 
muncul nama Mathias Muchus. 
Pemeran coach Jarot, Guntur, Nur 
Saelan, Eko dan kitman Adit kami 
casting beberapa nama yang kami 
rasa sesuai. 
Nah, tantangan muncul ketika 
casting untuk empat tokoh utama 
pemain muda di Timnas U19. 
Sangat sulit menemukan aktor 
muda Indonesia yang aktingnya 
bagus dan jago main bola. 
Setelah melalui proses panjang, 
termasuk casting anak-anak SSB 
(Sekolah Sepak Bola), akhirnya 
kami menemukan nama-nama 
yang sesuai. Hasilnya terbentuklah 
ensembel pemain seperti yang 
akan anda lihat dalam film Garuda 
19 sekarang ini. Mereka memiliki 
kemampuan acting dan skill 
bermain sepak bola yang sesuai 
dengan kebutuhan film ini. 
Shootingnya di mana zaja? Ada 
gak kejadian atau pengalaman 
menarik selama shooting? 
Kendala-kendalanya apa zaja? 
Lokasi shooting di Konawe 
Selatan, Pulau Alor, Jogjakarta, 
Solo dan Jakarta tentunya. Salah 
satu kejadian menarik adalah saat 
kita seharusnya shooting di Pulau 
Buton, mendadak harus pindah 
ke Konawe Selatan di Sulawesi 
Tenggara. Saya dan seluruh kru 
sama sekali tigak tahu seperti 
apa Konawe Selatan pada waktu 
datang ke sana. Padahal skenario 
sudah ditulis untuk shooting 
di Buton, dengan setting yang 
disesuaikan dengan kondisi 
alam dan budaya Buton. Nah, 
berarti perlu mengubah skenario 
agar sesuai untuk shooting di 
Konawe Selatan. Untung penulis 
skenarionya, Swastika Nohara, ikut 
shooting. Jadi begitu sampai di 
Konawe Selatan dia bisa langsung 
membuat beberapa penyesuaian di 
skenarionya. 
Secara teknis tidak ada 
kendala berarti. Saya shooting 
bersama tim yang solid dan kita 
semua bekerja keras bersama. 
Kendala yang paling terasa adalah 
saat shooting bersamaan dengan 
berlangsungnya Piala Dunia. Saya 
perlu mengatur kerja sama tim dan 
membuat 90-an orang kru bekerja 
seefisien mungkin agar shooting 
selesai tepat waktu sehingga 
kami semua bisa menonton 
pertandingan Piala Dunia 2014. 
Bukan hanya saya, kru dan pemain 
juga ingin nonton Piala Dunia! 
Apa sih yang target dari 
pembuatan film ini? Dari sisi 
komersial maupun dari sisi 
edukasi? 
Saya ingin film Garuda 19 
dibicarakan dan ditonton oleh 
masyarakat Indonesia sebanyak-banyaknya, 
dari berbagai sudut 
pandang. Sesungguhnya film 
ini menyentuh berbagai aspek 
dalam sepak bola Indonesia. 
Misalnya bahwa Indonesia tidak 
punya pembinaan sepak bola 
untuk usia muda, dan dalam film 
tergambarkan dari apa yang terjadi 
di tahun 2012, waktu Timnas U19 
mau dibentuk.
CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU 
Aspirasi Lokal, 
Inspirasi Nasional 
Setelah 4 tahun selepas merilis “Hari Untuk Amanda” 
pada tahun 2010, sutradara Angga Dwimas Sasongko 
kini kembali hadir dengan film terbarunya yang 
berjudul “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku”. Ni Beta 
Maluku merupakan film pertama dari rangkaian seri 
Cahaya Dari Timur yang mengangkat kisah-kisah 
inspiratif dari Indonesia Timur 
Cahaya Dari Timur: Beta 
Maluku mengangkat kisah 
nyata dari kehidupan 
Sani Tawainella (Chicco 
Jericho) seorang mantan 
pemain sepak bola asal Tulehu, 
Ambon yang sempat mewakili 
Indonesia pada Piala Pelajar Asia 
tahun 2016 namun gagal dalam 
seleksi PSSI Baretti. Kegagalan 
menjadi pemain sepakbola 
professional membuatnya pulang 
kampung dan menjadi tukang ojek 
untuk menghidupi keluarganya. Pada 
saat konflik Maluku pecah awal tahun 
18 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
ROHMAN SULISTIONO 
REVIEW 
2000-an, Sani mengumpulkan anak-anak 
Tulehu untuk berlatih sepak bola 
dengan tujuan menghindari anak-anak 
tersebut dari konflik. Ditengah 
segala kekurangan serta problematika 
ekonomi dan keluarga yang dialami 
Sani, Sani berhasil membangun tim 
yang menjadi kebanggan Tulehu 
dengan mampu mewakili Maluku 
dalam kejuaran Nasional U-15 2006 
di Jakarta. 
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, 
sepintas memang film bertemakan 
sepakbola, namun ditelisik lebih 
kedalam, film ini mengangkat isu 
sosial dan budaya yang terjadi di 
negeri Maluku. Seperti halnya sisa-sisa 
konflik Maluku yang secara tidak 
langsung mempengaruhi psikologi 
anak Tulehu yang menjadi Rasis 
terhadap agama lain hingga akhirnya 
dipersatukan dengan sepakbola. Film 
ini melampirkan pesan perdamaian 
antar umat beragama, tidak hanya 
untuk di Tulehu, tapi untuk semua 
manusia. 
Cahaya Dari Timur: Beta Maluku 
tidak terperangkap pada kebiasaan 
film-film sejenis yang pemeran 
utamanya datang bak pahlawan lalu 
mengubah nasib beberapa orang 
dan ditampilkan sempurna tanpa 
cacat layaknya dewa. Dalam film ini 
penonton akan disuguhkan sosok 
Sani Tawainella yang seperti manusia 
biasa yang sesekali mengalami 
kegagalan. Penonton akan ikut 
merasakan kegetiran Sani yang telah 
sayang terhadap anak-anak didiknya 
namun terus ditekan oleh himpitan 
ekonomi dan keluarganya. Sosok 
Sani tidak terjebak dalam heroisme 
berlebihan. Penuturan tahap demi 
tahap perjuangan Sani mengajarkan 
penonton bahwa siapapun bisa 
membawa perubahan baik bagi 
lingkungannya. 
Pengalaman adalah guru terbaik, 
pepatah tersebut tepat disematkan
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 19 
kepada M. Irfan Ramli, scriptwriter 
dari Cahaya Dari Timur. Merasakan 
sendiri masa-masa konflik Maluku 
membuat naskah skenario yang 
dibuat bersama Swastika Nohara 
begitu dekat dengan kejadian nyata 
serta setting tempatnya. Detail-detail 
adegan seperti kebiasaan-kebiasaan 
orang Tulehu serta logat 
aslinya terasa sepanjang film. Yang 
paling terasa adalah sepanjang film 
hampir mayoritas menggunakan 
bahasa Melayu Tulehu asli beserta 
logat khasnya. Tentu saja hal ini 
merupakan nilai plus untuk film ini. 
Lebih baik menggunakan bahasa 
asli dan menggunakan subtitle 
agar terasa lebih natural dibanding 
harus meninggalkan bahasa setting 
tempatnya dengan menggunakan 
bahasa Indonesia agar (niatnya) 
menambah nilai komersial yang 
malah menurunkan kualitas dari film 
tersebut. 
Penampilan seluruh pemain 
dalam film ini patut diberikan 
apresiasi baik. Baik artis ibukota 
yang diboyong dari Jakarta sampai 
“Rising Star” anak-anak asli Maluku 
melakukan penampilan yang baik 
sehingga terasa seperti orang Tulehu 
sesungguhnya. Penampilan Chicco 
Jericho sebagai Sani Tawainella 
mampu menarik perhatian penonton. 
Lupakan Chicco yang selalu terlihat 
mulus dan selalu bersih dengan 
pakaian necis wara-wiri di televisi, 
melalui debut pertamanya didunia 
film, Chicco mampu menunjukan 
bahwa dia memang aktor yang layak 
untuk bermain film. Penonton tidak 
akan merasa melihat Chicco, namun 
Sani. Chicco mampu memberikan 
kenangan manis didebut nya didunia 
film. Penampilan pemain lain seperti 
Shafira Umn, Jajang C. Noer, Glenn 
Fredly, Serta Ridho “Slank” semuanya 
bermain baik sesuai dengan posisinya. 
Terlebih Ridho “Slank” yang aktingnya 
mampu diatas rata-rata, aktingnya 
sama baiknya seperti saat sedang 
bermain gitar di Slank, terasa hidup 
dan menjiwai. Dan jangan lupakan 
penampilan anak-anak asli Maluku 
yang mampu mencuri perhatian 
dalam debut mereka. Berpenampilan 
baik sebagai anak-anak Tulehu 
dengan tidak merasa minder dengan 
actor-aktor senior yang beradu acting 
dengan mereka. 
Melalui Cahaya Dari Timur, 
Angga Dwimas Sasongko sebagai 
sutradara menjadikan sebagai 
batu loncatan ke level baru dalam 
pengalaman berkaryanya. Apabila 
dalam “Hari Untuk Amanda” hanya 
men-direct dengan cast yang 
tak begitu banyak, dalam film ini 
Angga harus menangani film yang 
lebih besar dan tentu saja lebih 
complex. Menangani film ini sebagai 
sutradara dan produser tentu saja 
membuat Angga harus menangani 
film ini dari A sampai Z sehingga 
film ini lebih emosional untuknya. 
Hasilnya, sebuah sajian yang terasa 
sepenuhnya dari hati untuk para 
penonton. Sinematografi yang patut 
diacungi jempol terutama moment-moment 
penting saat pertandingan 
sepak bola yang begitu menarik dan 
begitu dramatisir. Serta tak lupa untuk 
meng-capture pemandangan indah 
Tulehu. Apabila “Laskar Pelangi” 
mampu mempromosikan Belitong 
dan “5cm” dengan Mahameru-nya, 
Cahaya dari Timur mampu 
menampilkan pesona Tulehu dengan 
bauk. Terutama Pantai-nya yang 
bersih dan begitu biru. 
Secara keseluruhan, Cahaya Dari 
Timur merupakan tontonan bergizi 
bagi masyarakat Indonesia yang 
selama ini “terpaksa” disuguhkan 
oleh film dengan muatan “polusi”. 
Memberikan kisah inspiratif yang 
dengan membumi serta didukung 
dengan sisi teknis seperti directing, 
penampilan para cast, serta cerita 
yang mumpuni membuat Cahay Dari 
Timur seperti film dengan komposisi 
yang hampir sempurna. Tidak 
melebihkan, namun saat menonton 
film ini banyak moment yang begitu 
menggetarkan bahkan membuat 
campur aduk perasaan. Tak percaya? 
Rasakan moment-moment akhir 
dalam film ini. Bisa saya katakan 
bahwa moment terakhir dalam film 
ini adalah salah satu moment terakhir 
terbaik selama saya menonton film 
dibioskop. Film yang begitu berkesan 
dan inspiratif. Dengan harga tiket 
bioskop yang dibeli penonton 
mendapat tontonan menghibur 
sekaligus inspiratif. Menandakan awal 
dari seri Cahay Dari Timur, sangat 
diharapkan agar seri selanjutnya 
memiliki kualitas yang sama atau 
bahkan lebih baik. Indonesia butuh 
film seperti ini, yang memiliki muatan 
Edukatif.
Komedi Satir Yang 
Terantisipasi Namun 
Sarat Nilai 
Realitas kehidupan dunia politik sebuah bangsa memang penuh liku-liku. Dari 
mulai hal-hal baik yang bermanfaat untuk banyak orang, hingga hal-hal pribadi 
yang seringkali menghubungan antara politik, uang dan urusan ranjang. Ide ini 
diangkat oleh Lola Amaria dalam film Negeri Tanpa Telinga. 
REVIEW 
Film ini menceritakan kisah 
seorang bapak bernama 
Naga (T. Rifnu Wikana) yang 
berprofesi sebagai pemijat 
refleksi panggilan. Kehebatannya 
dalam menyembuhkan penyakit 
dengan pijat refleksi membuatnya 
banyak memiliki klien dari 
berbagai kalangan. Mulai dari 
artis, para petinggi partai politik, 
pemerintahan hingga kelompok 
jurnalis. 
Sebagai tukang pijat ia 
seringkali menjadi pendengar 
semua perbincangan orang-orang 
penting itu. Bahkan tidak 
sedikit yang memang sengaja 
mengajak Naga berdiskusi 
sambil dipijat. Tanpa diminta, ia 
mendengarkan bagaimana Partai 
Martobat yang dipimpin oleh 
20 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Piton Wangsalaba (Ray Sahetapy) 
berusaha mengumpulkan dana 
untuk konvensi. Caranya adalah 
dengan menggolkan proyek 
wisma Khayangan. Ia juga tahu 
persis peran Mentri Joko Ringkik 
(Rukman Rosardi), Marmood 
(Tanta Ginting)sang bendahara 
partai, dan Tikis Queenta (Kelly 
Tandiono) anggota legislatif sang 
pelobi ulung. Sejumlah kader 
petinggi partai itu memang pasien 
Pak Naga. 
Sementara itu di sisi lain Partai 
Amal Syurga yang dipimpin Ustad 
Etawa (Lukman Sardi) sedang 
mengatur tender Impor Daging 
Domba. Naga mendengar dengan 
jelas ketika memijat kader-kader 
partai ini, bagaimana simbol-simbol 
keagamaan digunakan 
sebagai kedok memperkaya 
diri sendiri. Tak hanya soal 
uang, Naga pun jadi saksi 
ketika transaksi urusan ranjang 
dilakukan oleh para penguasa 
tersebut. Ia bahkan memijat 
Tikis Queenta yang kelelahan 
setelah melakukan “lobi-lobi” 
dengan sejumlah rekan anggota 
dewannya. 
Dengan plot tersebut, kita 
dengan mudah menangkap 
apa gerangan yang ingin 
digambarkan dalam film tersebut. 
Film yang skenarionya ditulis 
oleh Indra Tranggono dan Lola 
Amaria ini memang sengaja 
memotret realitas kehidupan 
politik kontemporer di Indonesia. 
Mereka membawanya secara 
satir untuk menyindir dan
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 21 
memvisualisasikannya dalam 
adegan-adegan film ini. 
“Ide cerita ini saya dapatkan 
karena selama 5 tahun ke 
belakang media begitu gamblang 
menceritakan soal skandal-skandal 
korupsi dan politik di negeri ini. 
Bahkan sidangnya pun disiarkan 
secara langsung,” ujar Lola Amaria 
yang juga berperan sebagai 
sutradara. 
Agak disayangkan bahwa film ini 
digulirkan dalam plot genre komedi. 
Dengan dengan tipenya yang satir, 
sulit untuk bisa menjadikan film ini 
menjadi sebuah tontonan komedia 
yang bisa membuat kita tertawa dan 
melupakan sejenak beban hidup 
dan malah justru membuat dahi 
berkerut walaupun mungkin masih 
bisa tertawa kecil, di dalam hati atau 
hanya sekedar tersenyum. 
Aline Jusira yang menjadi editor 
di film ini pun mengakui kesulitan 
mempertahankan komedi ini. “Plot 
aslinya peran Ustad Etawa sudah 
selesai di 20 menit awal. Namun 
jika plot dibiarkan seperti itu, film ini 
akan menjadi membosankan. Karena 
itu plot cerita kita bongkar ulang 
untuk memperpanjang kehadiran 
Etawa yang terbukti lucu,” papar 
Aline. 
Pembelokan premis yang tak 
terantisipasi penonton adalah 
hal penting untuk membangun 
sebuah alur komedi. Semakin jauh 
sebuah hasil akhir (punch line) 
dengan premis akan makin tercipta 
kelucuannya. Dan dalam film ini 
memang sudah berusaha dibangun 
punchline yang baik, seperti contoh 
dialog seorang kader partai Amal 
Surga pada pimpinan partainya, 
“Saya sudah ikhtiar dan tawakal 
Ustad, supaya korupsi kita tidak 
ketahuan.” 
Persoalannya, hal inipun sudah 
terantisipasi oleh penonton, karena 
film Negeri Tanpa Telinga memang 
mengambil ide satir dari kasus-kasus 
yang sudah sering kita simak 
pemberitaannya di televisi. Meski 
Lola Amaria dan Indra Tranggono 
mengaku telah lepas dari fakta 
dan mencoba membuat realitas 
baru, tetap saja hal ini dengan 
mudah dicerna oleh penonton dan 
mengasosiasikannya dengan tokoh 
yang ada di dunia nyata sehari-hari. 
Ini mugkin sebab yang menjadikan 
hanya sedikitnya terdapat kejutan 
untuk membuat penonton tertawa 
karena jalannya scene sudah 
terantisipasi. 
Namun begitu, patut diakui 
bahwa film ini telah berusaha 
dengan berani memotret kisah-kisah 
buruk negeri ini secara gamblang. 
Aksi-aksi pemerannya yang diatas 
rata-rata juga bisa membuat nilai 
tambah. Film yang menampilkan 
Gery Iskak sebagai sosok paling 
vokal dalam pemberantasan korupsi, 
Lukman Sardi sebagai seorang ustad 
dan Kelly Tandiono sebagai pelobi 
ulung yang tidak kenal halal dan 
haram. Hadir juga Ray Sahetapy, 
Tanta Ginting, dan Jenny Zhang 
yang punya peran tidak kalah 
menarik. 
Salah satu adegan yang layak 
diperhatikan adalah antara Ray 
Sahetapy dan Jenny Zhang yang 
dilakukan dalam mobil. Adegan ini 
terasa begitu natural dan menguras 
emosi. Bahkan sebagai pemeran 
Ray juga mengaku melatih adegan 
ini berkali-kali. Kemudian jangan 
lepaskan mata dari tokoh Tikis 
Queenta sang pelobi ulung. Killer 
body-nya Kelly Tandiono yang 
memerankan tokoh ini dijamin bikin 
meleleh. Di awal ia sudah tampil 
dengan perut rata cenderung 
sixpack-nya sambil olah raga lari. 
Di beberapa adegan ia muncul 
hanya mengenakan pakaian dalam 
seksi two pieces warna merah. Dan 
tercatat sekurangnya ia beradengan 
cinta dengan tiga laki-laki berbeda 
di film ini. 
Sayang sekali, setelah film ini 
rilis, terdengar kabar bahwa Lola 
Amaria harus mendapatkan teror. 
Penyebabnya tak lain adalah karena 
alur cerita film ini yang mengangkat 
banyak skandal di kehidupan politik 
elit Republik Indonesia. Mulai dari 
cerita seks, kisah para pelobi yang 
menghalalkan banyak cara sampai 
koruptor yang divisualisasikan lewat 
akting di film ini. Semoga film ini 
bisa terdokumentasikan dengan 
baik dan bisa menjadi pelajaran 
bagi generasi penerus tentang satu 
masa gelap kehidupan politik elit di 
negeri ini.
REVIEW 
“Teman-teman, hari ini aku 
ingin bercerita tentang tempat 
tinggalku, sebuah pasar kecil 
ditengah kota Jakarta.Aku mau 
bercerita tentang sajadah dan telur 
ayam sahabatku”. - Rindu 
ROHMAN SULISTIONO 
Potret Interaksi Sosial 
Masih ingatkah dengan 
sesosok gadis kecil 
yang selalu menghalau 
setiap orang untuk 
mengisi sejadah kosong di samping 
kanannya untuk memberi ruang 
kepada ibunya yang entah kemana 
bernama Asih (Putri Mulia)? Lalu 
ada Bimo (Sakurta Ginting), adik 
dari seorang penjual telur yang 
“terobsesi” dengan wanita cantik 
yang tinggal di dekat rumahnya. 
Dan Rindu (Raisha Pramesi) gadis 
kecil Tunarungu yang selalu 
menggambar masjid tanpa kubah. 
Melalui ketiga anak inilah, penonton 
dibawa ke dalam karya ketujuh 
dari sutradara Garin Nugroho, 
22 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Rindu Kami Padamu. Karya yang 
mempesona dan penuh inspirasi. 
Rindu Kami Padamu 
memvisualisasikan sebuah 
interaksi sosial di pasar tradisional 
secara apa adanya dan natural. 
Mengangkat kisah hidup rakyat 
kelas bawah yang “terkurung” 
dalam sebuah tempat mencari 
nafkah dengan treatment yang 
sederhana dan terasa membumi. 
Film ini mencoba menggambarkan 
situasi serta kehidupan masyarakat 
pasar tradisional di mana mereka 
tinggal dan bekerja di dalamnya 
dengan beberapa polemik yang 
menyertai, yang digambarkan 
dengan fokus persoalan yang 
dialami oleh tiga tokoh anak di 
dalamnya. 
Penggambaran situasi pasar 
oleh Garin Nugroho terlihat 
begitu nyata dan penuh detail. 
Penggunaan kamera statis namun 
mampu menangkap kerumunan 
serta kesibukan pasar tradisional 
dapat tertangkap dengan baik dan 
sederhana. Detil-detil kehidupan 
para karakter di pasar juga mampu 
disuguhkan dengan baik seperti 
proses pengecapan telor, anak-anak 
pengajian yang mengaji di 
Musholla, permainan badminton 
seadanya, serta anak-anak yang 
bermain di tengah hiruk pikuk pasar. 
Garin terlihat ingin menggambarkan 
RINDU KAMI PADAMU:
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 23 
suasana 
pasar tradisional secara menyeluruh 
dan mendalam sehingga tidak 
hanya apa yang tampak di 
permukaannya saja. Dan hasilnya 
bisa dibilang Garin dengan piawai 
mampu menggunakan setting utama 
pada film ini dengan baik dan 
memberi sudut pandang lain kepada 
penonton terhadap pasar tradisional. 
Penampilan tiga tokoh sentral 
yang ketiganya merupakan anak 
kecil, mampu menghasilkan karakter 
yang cukup kuat dalam Rindu Kami 
Padamu. Ketiganya (Asih, Bimo, 
dan Rindu) mampu memainkan 
karakternya masing-masing dengan 
apik dan terlihat natural, polos, dan 
jujur khas anak-anak. Namun yang 
paling menonjol tentu penampilan 
Sakurta Ginting sebagai Bimo. 
Penampilan “Kipli” (peran populer 
Sakurta Ginting dalam seri Kiamat 
Sudah Dekat) sungguh menawan 
dan mencuri perhatian sejak film 
dimulai. Mampu menampilkan 
karakter bocah yang haus kasih 
sayang ibu serta “terobsesi” akan 
gadis cantik yang tinggal dekat 
rumahnya yang membuatnya 
menjadi posesif. Penampilan 
perdana Sakurta Ginting dalam film 
ini merupakan awal yang sangat 
baik dan membawanya cukup laris 
mondar mandir di televisi, baik 
sebagai bintang iklan atau aktor 
serial televisi Indonesia. 
Penampilan menawan juga 
ditampilkan oleh dua aktor senior, 
Didi Petet dan Jaja Miharja. Menjadi 
duo “penghuni musholla”, mereka 
menunjukkan kelasnya dalam 
memerankan tokoh Bagja dan 
Sabeni. Bagja, seorang ustad yang 
menghabiskan kehidupannya untuk 
memakmurkan musholla sederhana 
tak berkubah di tengah pasar, 
dengan mengajar mengaji anak-anak 
yang tinggal di pasar. Karakter Bagja 
tidak terjebak kedalam sosok Ustad 
yang selalu benar dan sebagai solusi 
setiap masalah dan digambarkan 
secara manusiawi namun namun 
tetap idealis. 
Begitupun dengan Sabeni, 
ayah dari Asih yang merupakan 
“Soulmate” dari Bagja yang 
dibawakan begitu natural dan 
bersahabat oleh Jaja Miharja. Pola 
tingkahnya menjadi “penyegar” 
dalam film ini. Apabila Bimo 
terobsesi dengan gadis cantik, 
Sabeni juga terobsesi, namun 
dengan mikrofon dan pengeras 
suara musholla. 
Setiap momen dalam Rindu 
Kami Padamu diiringi ilustrasi musik 
yang tak kalah menggugah dari 
filmnya. Musisi Dwiki Dharmawan 
mampu meracik nada demi 
nada yang mendampingi setiap 
adegan dalam film ini sehingga 
Rindu Kami Padamu terasa begitu 
syahdu namun tetap membumi 
dan sederhana. Lagu Rindu Rasul 
yang dibawakan Bimbo terasa 
menggetarkan Hati. Beberapa Scene 
yang diiringi lagu ini begitu 
menggugah dan membuat 
pesan yang ingin disampaikan 
melalui Rindu Kami Padamu 
semakin menguat. Wajar 
apabila ilustrasi musik dalam 
Rindu Kami Padamu mendapat 
Musik Terpuji pada Festival Film 
Bandung 2005. 
Melalui film yang 
mendapat penghargaan Best 
Film Cinefan – Festival of 
Asian and Arab Cinema pada 
tahun 2005, Garin Nugroho 
mampu memadukan kisah 
kehidupan di pasar tradisional 
yang terlihat natural dan apa 
adanya dengan interaksi dan 
pendekatan yang terasa intim 
dibalut dengan ilustrasi musik 
yang menawan dan penampilan 
para karakter dalam film ini 
yang memikat. Hasilnya, sebuah 
tontonan yang menarik dengan 
cerita yang mendalam. Bisa dibilang 
Rindu Kami Padamu merupakan film 
Garin Nugroho lebih mudah dicerna 
penonton dibanding film beliau 
yang lain. Sebuah persembahan 
yang cukup megah yang ditawarkan 
dengan berbagai kesederhanaan.
REVIEW 
Yang Ketu7uh 
Potret Kontradiksi Ironis Negeri 
Film Dokumenter Yang Ketu7uh, karya WatchDoc, sebuah lembaga kreatif yang 
mengkhususkan diri pada pembuatan film-film dokumenter, adalah sebuah film yang 
berusaha memvisualisasikan eforia politik di Indonesia dalam pemilihan umum yang 
digelar pada tahun 2014 ini. Film ini mendokumentasikan proses pemilihan umum dan 
bentuk kontradiksinya dengan situasi dan kondisi rakyat Indonesia kebanyakan. 
Film dimulai dengan 
dokumentasi kedatangan 
Soekarno dari Jogja 
setelah penyerahan 
kedaulatan 29 Desember 
1949 di Jakarta, yang disambut 
oleh ribuan rakyat yang terlihat 
sangat mencintainya. Saat itu, 
Soekarno sekaligus memindahkan 
kembali Ibukota Negara ke 
Jakarta dan untuk pertamakalinya 
Presiden menggunakan Rijwick 
sebagai Istana Negara. Potongan 
dokumentasi ini terlihat seperti 
ingin membandingkan Soekarno 
24 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
dengan calon-calon pemimpin 
yang sedang bertarung dalam 
pemilihan umum pada potongan-potongan 
dokumentasi yang terjahit 
selanjutnya dalam film tersebut. 
Kemudian film berlanjut dengan 
penggambaran tentang proses 
politik pemilihan umum dari tahun 
2009, di mana saat itu, Prabowo 
Subianto justru berpasangan 
dengan Megawati, Calon Presiden 
dari PDIP. Sedangkan pada tahun 
2014 ini, kita tahu bahwa Prabowo 
maju menjadi calon Presiden 
berhadapan dengan Joko Widodo, 
calon Presiden dari PDIP, partai 
politik yang dipimpin oleh Megawati. 
Penggambaran ini seolah ingin 
mengingatkan pada publik bahwa 
dalam politik, para pelakunya tidak 
selamanya berada dalam satu 
barisan yang sama. 
Dokumentasi dari kedua kubu 
calon Presiden yang bertarungjuga 
tersaji dengan apik, seperti saat 
Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK 
mengambil nomor urut di KPU. 
Kemudian dilanjutkan dengan 
pidato capres nomor urut 1, 
Prabowo Subianto yang disambut 
REIZA PATTERS
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 25 
dengan penuh semangat oleh 
para pendukungnya. Kemudian, 
mendokumentasikan konser ‘Salam 
2 Jari ‘yang diikuti ribuan pendukung 
Jokowi-JK di Gelora Bung Karno. 
Momen pencoblosan pilpres yang 
dilakukan pada 9 Juli 2014 hingga 
pengumuman KPU pada 22 Juli 
2014 juga tersaji apik di film 
dokumenter Yang Ketujuh ini. Hingga 
kemudian pidato kemenangan 
presiden Joko Widodo (Jokowi) yang 
didampingi Jusuf Kalla (JK) di atas 
kapal pinisi, di pelabuhan Sunda 
Kelapa. 
Lalu gambar demi gambar 
berjalan dengan tampilan 
kontradiktif dan penuh ironis di 
dalamnya. Bagaimana peggambaran 
tentang gegap gempita, kemewahan 
dalam kegiatan politik di tingkat 
elit, dengan situasi, kondisi dan 
keadaan yang lebih nyata di tingkat 
rakyat bawah. Misalnya ada adegan 
dokumentasi kampanye capres, 
di mana menampilkan Rhoma 
Irama dan Titik Soeharto yang 
menyanyikan lagu “Yang kaya makin 
kaya, yang miskin makin miskin” 
ini seolah memberikan ironi bahwa 
yang menyanyikan iu adalah orang 
yang lebih dari separuh umur 
hidupnya berada di tengah situasi 
bergelimang harta dan pusaran 
kekuasaan. Ini ironi yang sangat 
nyata ditampilkan dalam film 
tersebut. 
Yang Ketu7uh bukan melulu 
bercerita soal capres atau 
relawannya, melainkan tentang 
empat profil pemilih pada momen 
Pemilu 2014 lalu. Seperti layaknya 
konsep statistik, mereka menjadi 
sampling dari tiga kelompok di 
masyarakat, yakni urban, sub 
urban dan rural. Pun dengan faktor 
domisilinya, ada tukang ojek dan 
kuli bangunan di ibukota, buruh cuci 
di Tangerang Selatan, serta petani 
penggarap di Indramayu. Bagaimana 
pergulatan hidup mereka sehari-hari 
dikupas lebih dalam. Di sini mereka 
berkisah seputar isu-isu yang 
fundamental di masyarakat.Tampilan 
kontrakdisi ironis dalam keriuhan 
dan kemewahan kampanye partai-partai 
politik beserta elit-elitnya 
versus kehidupan berat rakyat dan 
kekumuhan, menjadikan film ini 
menarik untuk diperbincangkan. 
Namun, adegan demi adegan 
yang terkesan berulang, karena tidak 
ditampilkan secara utuh melainkan 
ditampilkan secara bergantian, 
sedikit menghilangkan sisi 
emosional atas situasi kontradiktif 
yang ada di dalam film tersebut dan 
membuat kita tidak merasakan titik 
klimaks dari film itu.
Ya mungkin karena itu film 
dokumenter yang ber sekitar 1 jam 
15 menit. Namun bagaimanapun, 
sebuah film yang memiliki pesan 
tertentu sebaiknya ditampilkan 
dengan tetap memperhitungkan sisi 
emosional penonton agar pesan 
tersebut dpat terinternalisasikan 
dengan baik di benak penontonnya. 
Dan yang paling penting, 
jangan terkecoh dengan judulnya 
yang terkesan dramatis. Judul itu 
hanya menguatkan isi film saja 
bahwa pemilihan umum 2014 yang 
bermuara pada pemilihan Presiden 
itu adalah untuk memilih Presiden 
Republik Indonesia yang ke 7. 
Dan pesan bahwa siapapun yang 
menjadi Presiden Yang Ketu7uh, 
akan menghadapi tantangan dari 
situasi dan kondisi kehidupan rakyat 
yang cukup berat, yang memang 
tergambarkan cukup baik dalam 
dokumentasi 17 videografer yang 
26 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
terlibat dalam pembuatan film 
tersebut. 
Dan yang bisa direnungkan 
setelah menonton film ini adalah 
dialog berbentuk diskusi di 
sebuah gubuk di tengah sawah 
yang dilakukan oleh 4 orang 
petani. Dialog dan body language 
dari orang-orang dalam adegan 
tersebut seperti penyimpulan dari 
keseluruhan film ini, yaitu tentang 
perbedaan pemahaman dan 
keberpihakan politik, kedewasaan 
untuk menerima kemenangan dan 
kekalahan politik, ketidakpedulian 
rakyat bawah atas gegap gempita 
pemilu yang dirasakan tidak 
berpengaruh apa-apa pada 
kehidupan mereka sehari-hari. 
Ya, secara keseluruhan film ini 
memberikan gambaran tentang 
kompetisi perebutan kekuasaan, 
situasi kehidupan rakyat yang 
semakin hari semakin berat dan 
harapan atas kualitas hidup yang 
lebih baik. Jadi, tonton film versi 
boskopnya yang akan rilis tanggal 
18 September 2014 ini dan siap-siap 
berkerut dahi dan banyak tersenyum 
menyaksikan sedikit dari ironi 
bangsa ini. 
APA KATA MEREKA 
Produser Yang Ketu7uh, Hellena 
Yoranita Souisa, menerangkan 
bahwa pandangan orang biasa 
lebih penting dibanding pandangan 
para anggota tim sukses yang 
dijejalkan ke khalayak selama ini. 
Pemilu terlihat berbeda dari sisi 
orang-orang yang umumnya tinggal 
di wilayah pinggiran. Misalnya, 
pemilu itu ternyata tidak “rusuh”, 
tidak “hiruk-pikuk”, seperti yang 
dibayangkan orang selama ini. 
Mereka yang tampil dalam Ketu7uh 
dipilih secara acak dan tersebar di 
berbagai wilayah, mulai Indramayu,
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 27 
Tangerang, Jakarta, Ende, hingga 
Samarinda. Karena tokoh-tokoh 
utama dokumenter ini berasal dari 
berbagai wilayah. 
Menurut Dandhy Laksono, 
Sutradara film ini, tokoh dalam 
filmnya dipilih dengan basis riset 
atas masalah (issue driven). “Kami 
memilih 3 isu fundamental yang ada 
di masyarakat: masalah domestik 
(harga sembako), pekerjaan/ 
pengangguran, dan kepemilikan 
tanah serta ketahanan pangan,” ujar 
Dhandy. 
Dandhy sendiri dikenal sebagai 
sutradara film dokumenter yang 
kerap mengambil tema sosial, 
politik dan hak asasi manusia. 
Salah satu film terakhirnya adalah 
“Kiri Hijau Kanan Merah” yang 
mengangkat soal sosok Munir serta 
“Alkinemokiye” yang bercerita soal 
kekerasan yang dilakukan oleh 
aparat kepolisian kepada karyawan 
Freeport pada 2012. 
Andhy Panca Kurniawan, Direktur 
Watchdoc menyebutkan bahwa 
mereka memang ingin memotret 
bagaimana antusiasme masyarakat 
dalam menyikapi pemilu sebagai 
salah satu aspek dalam mengubah 
kehidupan mereka sehari-hari. 
Pemilihan wajah-wajah rakyat kecil 
yang mereka dokumentasikan, yang 
kontras dengan segala gegap-gempita 
dan kemeriahan pemilu 
adalah sarana untuk menunjukkan 
realitas ini dan sekaligus sebagai 
pendidikan politik bagi masyarakat. 
“Ini berawal dari gagasan kami 
untuk menyederhanakan sesuatu 
yang kelihatannya sangat susah, 
sangat tinggi, dan mahal,” ujar pria 
yang akrab dipanggil Panca ini. “Kita 
ingin merekam anomali ini, rasa 
sakit yang mendera masyarakat 
setiap hari. Supaya masyarakat 
tahu ini loh siklusnya. Film ini juga 
sebagai booster, yang mendorong 
dan mengingatkan pemerintah 
supaya lebih fokus memperhatikan 
rakyat. Yang mana itu adalah janji 
dari kedua capres,” pungkas Panca. 
Farid Gaban, wartawan senior 
yang juga hadir dalam acara 
pemutaran film “Yang Ketujuh” ini 
juga sangat mengapresiasi film 
tersebut. 
“Film ini bagus pertama karena 
merupakan karya dokumentasi 
dari beberapa videografer. Ini 
menunjukkan sudut pandang 
yang lebih beragam. Yang 
kedua, dari sisi konten 
memperlihatkan dinamika 
dari pemilu. Tak sekadar 
fokus memotret soal 
kampanye, tapi beberapa 
juga men-shoot wajah 
rakyat kebanyakan,” ujar 
Farid. 
Menurut Farid, film 
yang tidak mainstream 
namun bersentuhan langsung 
dan menampakkan potret 
masyarakat, justru merupakan 
film yang paling dibutuhkan 
masyarakat. 
“Film seperti ini bagus 
untuk pendidikan politik bagi 
masyarakat. Titik pentingnya 
di situ. Menurut saya ini 
harus diperbanyak. Ini baru 
eksperimen dari Katadata dan 
Watchdoc. Apalagi sekarang banyak 
orang yang bisa bikin video. Bikin 
tema-tema lebih beragam tentang 
pertanian, perburuhan, transportasi 
dan layanan publik lain yang 
sebenarnya sangat berhubungan 
erat dengan politik tapi kurang 
diliput oleh wartawan,” ujar Farid 
Gaban. 
Ade Wahyudi, Managing Director 
Kata data pun mengakui film-film 
dokumentasi publik yang memotret 
kehidupan masyarakat kecil 
merupakan hadiah untuk masyarakat 
atas terselenggaranya pemilu yang 
berlangsung damai. 
“Film ini ingin menyampaikan 
bahwa ada masyarakat yang jauh 
dari sorotan media. Mereka bukan 
aktivis atau tim sukses. Tapi mereka 
antusias sekali ikut pemilu. Kita 
coba melihat pemilu dari kacamata 
mereka,” terang Ade yang berharap 
agar pemerintahan mendatang tidak 
mengkhianati 
harapan 
rakyat ini. 
Farid Gaban
REVIEW 
RUROUNI KENSHIN: KYOTO INFERNO 
Upaya Mengembalikan 
Masa Lalu 
Melanjutkan cerita dari film live action pertamanya yaitu Rurouni Kenshin: Meiji Kenkaku 
Roman Tan, di sekuel kedua ini bercerita tentang Pemerintahan Jepang yang meminta 
bantuan dari sang pengembara (Rurouni) Kenshin yang sekarang menjadi penghuni tetap 
dojo Kamiya. 
VITAMORGANA & KARINA 
Kenshin didekati oleh 
pemerintah untuk 
menghentikan kelompok 
pemberontak yang ingin 
merebut kendali negara. Kelompok 
pemberontak tersebut dipimpin oleh 
salah satu rekan sang pembantai 
Batosai Himura bernama Shishio 
Makoto. Batosai Himura adalah masa 
lalu Kenshin sebelum ia memutuskan 
untuk menjadi pengembara dan 
28 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
tidak ingin membunuh lagi. 
Shishio menaruh dendam 
pada pemerintah Meiji 
kerena dianggap pernah 
mengkhianatinya dan 
membakarnya hidup-hidup. 
Kenshin diminta oleh 
Menteri Okubo untuk 
melawan Shishio. Untuk 
itu, Kenshin diminta untuk 
melakukan perjalanan
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 29 
ke Kyoto yang merupakan inti 
dari era Bakumatsu berdarah dan 
menghentikan Shishio serta para 
pengikutnya. Permintaan tersebut 
bertentangan dengan keinginan 
Kenshin untuk tidak membunuh 
lagi secara langsung. Namun demi 
menyelamatkan Negerinya serta 
orang-orang tercintanya, akankah 
Kenshin menghapuskan keinginan 
tersebut dan bersedian melawan 
Shishio yang merupakan musuh 
yang memiliki ketangguhan sama 
dengannya? 
Sutradara Keishi Otomo dan 
koreografer Kenji Tanigaki berusaha 
memaksimalkan film ini dengan 
adegan pertarungan yang apik, 
diiringi pula dengan musik latar 
yang terdengar pas dan tidak 
berlebihan. Selain menampilkan 
action yang memukau, kisah drama 
percintaan juga mewarnai film 
ini serta konflik-konflik menarik 
yang terjadi sepanjang 139 menit. 
Gimmick tersebut membuat film ini 
tak terasa membosankan penonton 
untuk mengikuti alur cerita film 
ini. Penonton tak hanya dibuat 
tegang dengan pertarungan, namun 
juga bisa merasakan manisnya 
romantisme bahkan sesekali 
menertawakan tingkah polah lucu 
para pemain di film yang diangkat 
dari Anime Samurai X ini. 
Didukung para pemain 
berwajah tampan dan cantik yang 
menampilkan akting yang memukau, 
nenambah gereget dan menambah 
gimmick tersendiri bagi para 
penonton. Film ini tak hanya bisa 
dinikmati oleh para pecinta anime 
saja, karena film ini menyajikan kisah 
menarik yang akan mengantarkan 
rasa penasaran penonton untuk 
menantikan kelanjutan kisah film ini.
FESTIVAL 
Festival Eurasia terbesar di dunia 
Tong Tong Fair kembali 
digelar di Belanda 
RIAN SAMIN Yang menarik pada tahun 
30 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
ini, menginjak usianya 
yang ke 56, festival yang 
selalu dihelat di lapangan 
Malieveld, Den Haag ini menggelar 
diskusi dan pemutaran fragmen 
film Indonesia di Tong Tong Teater. 
Pemutaran tersebut dilaksanakan 
pada 6, 8, dan 9 Juni 2014. Satu 
di antara film yang diputar adalah 
Soegija, pemeran utama wanita 
film tersebut, Annisa Hertami hadir 
sebagai perwakilan. Pada diskusi 
dan tanya jawab setelah pemutaran 
fragmen, Annisa mengungkapkan 
bahwa betapapun pada masa lalu 
hubungan Belanda dan Indonesia
Hingga 9 Juni 2014 kemarin, festival ini sudah 
diselenggarakan sejak tahun 1959 di kota Den Haag. 
Di sanalah berbagai pekerja seni, penulis, dosen 
hingga juru masak baik dari Indonesia, Singapura, 
Malaysia, Vietnam, Kamboja, Srilanka dan Amerika 
berkumpul untuk berpartisipasi dalam acara ini. 
Pengunjung dapat nenikmati pertunjukan musik, 
tari, seni, workshop hingga aneka panganan khas 
negara-negara partisipan. 
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 31 
tidak baik, namun kita semua harus 
belajar dari sejarah, entah itu baik 
maupun buruk untuk menjadi lebih 
baik lagi. 
Annisa juga mengemukakan 
bahwa keterlibatannya dalam film 
ini juga sebagai perayaan terhadap 
multikulturalisme yang ada di 
Indonesia. Di sela sela diskusi, 
pemeran Mariyem ini memberikan 
kejutan dengan menyanyikan sebuah 
lagu yang ada dalam film tersebut 
yaitu ‘Ajoen Ajoen’, spontan para 
penonton yang memiliki nostalgia 
terhadap lagu tersebut ikut 
bernyanyi bersamanya. 
Pada 8 Juni 2014, film Laura 
Marsha yang diwakili oleh produser 
film Leni Lolang dan sutradara 
film tersebut Dina Jasanti diputar 
pada pukul 19.00. Film ini juga 
mengambil salah satu lokasi di 
Belanda, yaitu kota Amsterdam. 
Yang terakhir, sekaligus bersamaan 
dengan penutupan Tong Tong Fair 
pada 9 Juni 2014, diputar fragmen 
film Ainun Habibie dan dilanjutkan 
dengan diskusi serta tanya jawab 
oleh supporting talent film tersebut, 
Vita Mariana Barazza. 
Sebelumnya pada 
penyelenggaraan ke 55 tahun 2013 
lalu juga diputar satu film Indonesia 
yang disutradarai Ifa Isfansyah. Pada 
pemutaran Film Sang Penari ini 
juga mendatangkan penulis novel 
Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad 
Tohari yang menjadi inspirasi film ini.
FESTIVAL 
The 1st Jogja Miniprint 
Biennale (JMB) 2014 
Sebanyak 140 karya mini print dari 72 seniman yang berasal dari 23 negara dipamerkan di 
Museum Bank Indonesia, Jl. Panembahan Senopati 2, Yogyakarta. Pameran The 1st Jogja 
Miniprint Biennale (JMB) 2014 yang berlangsung 6 – 13 Juni ini dibuka dengan demo intaglio I 
oleh pegrafis Yogyakarta. 
Selain itu pada malam 
pembukaan tersebut juga 
diumumkan tiga karya 
terbaik pemenang JMB 
Award 2014, dan Special Perfor-mance 
Ade Aryana Uli Pandjaitan. 
Negara yang berpartisipasi dalam 
pameran ini adalah Indonesia, Ar-gentina, 
Australia, Belgia, Bulgaria, 
Brazilia, Estonia, Finlandia, Hun-garia, 
India, Italia, Inggris, Irlandia, 
Jepang, Kanada, Montenegro, 
Malaysia, Norwegia, Perancis, Po-landia, 
32 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Serbia, Turki dan Ukraina. 
Jogja Miniprint Biennale (JMB) 
yang pertama ini digelar untuk 
menyebarluaskan seni cetak grafis 
ke tengah masyarakat, dan upaya 
meningkatkan mutu sajiannya. 
Menurut Syahrizal Pahlevi selaku 
penggagas JMB, even adalah 
bagian dari beberapa program 
yang telah, dan sedang jalankan 
selain workshop, program ‘mini 
residensi’ yang baru dimulai awal 
tahun ini, dan berbagai kegiatan 
propaganda dan rencana pameran. 
Sebelum even ini, pada 2013 lalu 
telah digelar Jogja International 
Mini Print Festival (JIMPF) yang 
diikuti 167 peserta dan 460 karya. 
Syahrizal menjelaskan bahwa 
sudah sejak lama pihaknya 
menyimpan hasrat agar Yogyakarta 
memiliki sebuah even seni cetak 
grafis berkala setiap 2 atau 3 
tahun sekali. Even tersebut selain 
berfungsi sebagai pertemuan 
karya-karya bermutu, sekaligus 
juga sebagai ajang pergaulan para 
pegrafis dari berbagai belahan 
dunia- tengah terbentang saat ini. 
Minimnya infrastruktur, seretnya 
dukungan di dalam negeri seba-gaimana 
banyak dikeluhkan oleh 
pegrafis. Hal ini menurut pengelo-la 
Teras Print Studio, Yogyakarta 
ini membuat even semacam JMB 
menjadi sebuah keharusan untuk 
diselenggarakan secara rutin agar 
para pegrafis tumbuh rasa per-caya 
dirinya dan tetap bergairah 
berkarya. 
Sebelumnya, peserta pameran 
ini dijaring lewat pendaftaran 
terbuka kepada seniman Indonesia 
dan luar negeri yang dilakukan 
sejak 1 Januari hingga 20 April 
lalu. Awalnya tercatat ada 169 
calon peserta dari 27 negara yang 
mengikuti seleksi, namun dalam 
perjalanannya ada peserta yang 
mundur, tidak memberi kabar, dan 
terlambat mengirim karya. 
Karya-karya yang datang 
RIAN SAMIN
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 33 
tepat waktu kemudian diseleksi 
ada 142 seniman dengan jumlah 
sebanyak 465 karya. Pada tanggal 
26 April 2014 bertempat di Kedai 
Kebun Forum, Jalan Tirtodipuran 3 
Yogyakarta, Indonesia, dewan juri 
yang terdiri dari Hendro Wiyanto 
(ketua), Devy Ferdianto (anggota) 
dan Agung Kurniawan (anggota) 
telah menyeleksi 140 karya dari 
72 seniman berasal dari 23 negara 
untuk mengikuti pameran JMB 2014. 
Selain digelar di gedung Heritage 
Museum Bank Indonesia, pameran 
ini akan dilanjutkan di Mien Gallery, 
Jl Cendana 13, Yogyakarta mulai 17 
– 23 Juni mendatang. Rencananya 
pameran ini masih akan dibawa ke 
berbagai tempat, baik di Yogyakarta 
maupun luar kota hingga Desember 
2014. 
Syahrizal menerangkan bahwa 
dalam JMB yang pertama ini sengaja 
dipasang tiga juri yang merupakan 
kombinasi dari karakter yang ber-beda: 
“pengusung tema”, “penjaga 
teknik” dan “pengawal teknik & 
tema”. “Dalam hemat kami seni 
cetak grafis sebagaimana seni-seni 
lainnya memerlukan unsur-unsur 
tersebut untuk menjadi menarik, 
mampu bersaing dan diminati 
penonton,” jelasnya. 
Melalui perhelatan JMB pertama 
ini, pihak penyelenggara ingin mem-bangun 
sebuah bienal yang profe-sional, 
kuat, serta dapat bersanding 
dengan bienal-bienal miniprint yang 
telah lebih dahulu hadir di berbagai 
belahan dunia. “Kami berharap apa 
yang dilakukan ini dapat bermanfaat 
baik bagi pelaku seni cetak grafis 
itu sendiri maupun pelaku seni dari 
disiplin yang berbeda, para pencinta 
seni dan masyarakat pada umumn-ya,” 
tandas Syahrizal.
Electoral Risk ARKIPEL 2014: 
Hangatnya berbagai 
peristiwa sosial-politik 
yang memperlihatkan 
kecenderungan ‘kekuatan 
sipil’ yang terjadi akhir-akhir ini di 
negara-negara Timur Tengah, Asia, 
Eropa, dan Amerika Latin menjadi 
tema festival Arkipel tahun ini. 
Konsep negara demokrasi yang 
diadopsi dari ‘Barat’, yang berarti, 
kekuasaan berada di tangan rakyat 
dalam menentukan segala hal yang 
berhubungan dengan arah hidup 
mereka, dalam prakteknya tidaklah 
berjalan dengan baik. Di sisi lain, 
perkembangan teknologi, terutama 
teknologi media informasi—sinema 
sebagai salah satu bagiannya, 
telah memperlihatkan bagaimana 
kekuatan sipil ‘mengkritisi’ 
kebijakan-kebijakan negara, 
sebagaimana yang dilansir dari 
arkipel.org 
Pada tahun kedua 
ini, ARKIPEL International 
Documentary & Experimental 
34 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Film Festival akan mengangkat 
tema Electoral Risk, yang mencoba 
melihat bagaimana sinema 
membaca demokrasi, aktivisme, 
politik, dan kekuatan sipil dewasa 
ini, baik di Indonesia, Asia, dan 
masyarakat global. Perubahan geo-ekonomi 
dan geo-politik global 
telah merubah begitu banyak 
sudut pandang kita terhadap 
kenyataan sehari-hari, yang 
juga telah menggeser tatanan 
kehidupan bermasyarakat. 
Berbagai peristiwa sosial-politik 
yang memperlihatkan 
kecenderungan ‘kekuatan sipil’ 
yang terjadi akhir-akhir ini di 
negara-negara Timur Tengah, Asia, 
Eropa, dan Amerika Latin, telah 
mempertanyakan kembali makna 
dari demokrasi. Konsep negara 
demokrasi yang diadopsi dari 
‘Barat’, yang berarti, kekuasaan 
berada di tangan rakyat dalam 
menentukan segala hal yang 
berhubungan dengan arah hidup 
mereka, dalam prakteknya tidaklah 
berjalan dengan baik. Di sisi lain, 
perkembangan teknologi, terutama 
teknologi media informasi—sinema 
sebagai salah satu bagiannya, 
telah memperlihatkan bagaimana 
kekuatan sipil ‘mengkritisi’ 
kebijakan-kebijakan negara. 
Tema Electoral Risk dipandang 
sangat penting untuk merespon 
situasi global saat ini. Tema ini 
mencoba membaca bagaimana 
sinema menerjemahkan, 
memetakan, memaknai dan 
membaca ulang demokrasi melalui 
kemungkinan-kemungkinan 
eksperimentasi visualnya yang 
sangat terbuka lebar untuk 
dieksplorasi, baik bentuk 
(esterika, form), moda produksi, 
distribusi, atau bahkan perannya 
dalam menangkap ‘yang nyata’, 
membeberkan persoalan, 
mendekatkan ‘yang tak terlihat’ 
menjadi ‘terlihat’. 
Setelah melakukan seleksi 
FESTIVAL
Pada perhelatan pertama tahun lalu, festival filem 
ARKIPEL menghadirkan film-film eksperimental 
dan dokumenter dari seluruh dunia dengan berbagai 
macam pendekatan estetika bahasa sinema, proses 
pembuatan, ataupun isu-isu sosial yang diangkatnya. 
29 FILM YANG LOLOS ARKIPEL 2014: 
1. Gli Immacolati Ronny Trocker, France/Italy (2013, 14 min) 
2. Post Scriptum Santiago Parres, Spain (2013, 8 min) 
3. Genre Sub Genre Yosep Anggi Noen, Indonesia (2013, 12 min) 
4. Une Histoire Seule Xurxo Chirro & Aguinaldo Fructuoso, Spain (2013, 
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 35 
66 min) 
5. Lembusura Wregas Bhanuteja, Indonesia (2014, 10 min) 
6. Bois d’Arcy Mehdi Benallal, France (2013, 24 min) 
7. Uyuni Andrés Denegri, Argentina/USA (2005, 8 min) 
8. Sun Song Joel Wanek, USA (2013, 15 min) 
9. Tabato Joāo Viana, Portugal/Guiné (2013, 16 min) 
10. Au Monde AKA Into the World Christophe Bisson, France (2013, 41 
min) 
11. Gundah Gundala Wimar Herdanto, Indonesia (2013, 8 min) 
12. 5 – 9 Ulf Lundi Sweden (2013, 8 min) 
13. The Park Monica Proba, Turkey/Poland (2014, 34 min) 
14. Historias de Balcones AKA Balcony Tales Helle Windeløv-Lidzéllius, 
Denmark/Cuba (2013, 36 min) 
15. Grito AKA Scream Andrés Denegri, Argentina (2008, 20 min) 
16. Avō Cortiço AKA Grandfather Cortiço Ricardo Batalheiro, Portugal 
(2012, 21 min) 
17. The Shadow of Your Smile Alexei Dmitriev, Russia (2014, 3 min) 
18. Playing with Fire Anneta Papathanassiou, Greece (2013, 58 min) 
19. Asier ETA Biok AKA Asier AND I Amaia Merino, Spain/Ecuador (2013, 
94 min) 
20. Ioann & Marfa Nikolay Volkov, Russia (2013, 39 min) 
21. Ocho Décadas Sin Luz AKA Eight Decades Without Light Gonzalo 
Egurza, Argentina (2014, 8 min) 
22. Diario de Pamplona AKA Diary of Pamplona Gonzalo Egurza, 
Argentina (2011, 17 min) 
23. Alles Was Irgendwie Nutzt AKA All What Is Somewhat Useful Pim 
Zwier, Germany/Netherlands (2013, 8 min) 
24. Emak Bakia Baita AKA The Search For Emak Bakia Oskar Alegria, 
Spain (2012, 83 min) 
25. Renai No Daikyouen AKA Banquet of Love Haruka Mitani & Michael 
Lyons, Japan (2014, 7 min) 
26. Lúa AKA Moon Miguel Mariño, Spain (2014, 10 min) 
27. Today’s Walk – Concrete Aluminum - Paul Agusta, Indonesia (2013, 6 
min) 
28. Broken Tongue Mónica Savirón, USA (2013, 3 min) 
29. Codes of… Senses Roser Teresa Gerona Ribas, Spain (2013, 5 min) 
terhadap 320 film, tahun ini ARKIPEL 
meloloskan 29 film dalam kompetisi 
Internasional. Event internasional 
ini akan dilangsungkan dalam dua 
segmen, yakni segmen Festival pada 
tanggal 11-18 September 2014 
dan sekmen Eksibisi pada 14-21 
September 2014. Arkipel 2014 akan 
digelar di beberapa titik lokasi yaitu 
di Kineforum, Goethehouse, Graha 
Bhakti Budaya, Gedung Produksi 
Film Negara (PFN) dan Cinema XX1 
TIM. 
Pembukaan Festival film ini akan 
digelar pada 11 September 2014 di 
GoetheHaus, Jl Dr Sam Ratulangi 
No. 9 – 15 Gondangdia, Menteng, 
Jakarta Pusat, DKI Jakarta. 
ARKIPEL International 
Documentary and Experimental 
Film Festival digagas oleh Forum 
Lenteng untuk membaca fenomena 
global dalam konteks sosial, politik, 
ekonomi dan budaya melalui sinema. 
Melalu media film diharapkan dapat 
melihat, bagaimana sinema berperan 
dalam menangkap fenomena 
masyarakat global, baik dalam 
konteks estetika maupun konteks 
sosial-politiknya melalui bahasa 
dokumenter dan ekperimental. 
Perhelatan festival filem ARKIPEL 
kali kedua ini sebagai wadah 
pembuat filem untuk menuangkan 
pemikiran tema Electoral Risk. 
Pendaftaran karya filem akan dibuka 
selama tiga bulan untuk membuka 
peluang interpretasi terhadap 
tema yang terbuka luas, dari yang 
lingkupnya domestik sampai yang 
publik, karena eksperimentasi 
terhadap konten dan estetika adalah 
pilihan yang politis. Mari suarakan 
karya anda.
FESTIVAL 
FILM 
MEDAN 
FESTIVAL 
Sebuah wadah apresiasi film Indonesia, yang lahir atas dasar pemikiran 
tentang pentingnya karya sineas-sineas di Sumatera Utara untuk 
diapresiasi dan untuk menambah gairah pertumbuhan sineas-sineas 
dengan karya-karya yang spektakuler serta demi kemajuan industri 
perfilman nasional secara umum dan Sumatera Utara secara khusus. 
Festival ini digagas oleh 
beberapa sineas muda 
Medan yang bersatu 
dalam wadah Medan Cinema 
Foundation. 
Untuk tahun pertama, 
Festival Film Medan 2014 
akan diselenggarakan dengan 
mengusung tema Medan 
Inspirasi dan baru mencakup 
peserta dengan wilayah 
Sumatera Utara, dengn 
menaruh harapan bahwa pada 
penyelenggaraan tahun-tahun 
berikutnya sudah bisa menjadi 
sebuah event apresiasi 
film berskala Nasional. 
Adapun materi karya yang 
diperlombakan adalah karya 
Film Pendek dan Panjang Fiksi 
serta Film Dokumenter. 
RANGKAIAN KEGIATAN 
Kegiatan Festival Film Medan 
2014 akan dimulai dengan 
rangkaian roadshow ke 
sekolah, kampus, serta tempat 
berkumpulnya anak-anak 
muda (kafe dan sebagainya) di 
Medan dan sekitarnya, untuk 
mensosialisasikan kegiatan 
dan acara yang kontennya 
berupa screening dan sharing 
session. Kegiatan ini dimulai 
dari 11 Mei 2014 hingga 31 
September 2014 dilaksanakan 
setiap akhir pekan. 
36 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
BERIKUT BEBERAPA PERSYARATAN PADA AJANG FESTIVAL FILM MEDAN 2014: 
1. Keikutsertaan Kompetisi tidak dipungut biaya (Gratis). 
2. Tema Film Bebas. 
3. Peserta Umum, boleh terdiri dari Individu atau kelompok film peserta 
adalah Film Pendek dan Panjang Fiksi serta Film Dokumenter. 
4. Peserta boleh mengirimkan maksimal 3 karya dengan catatan dikirim 
dalam amplop terpisah dan masing-masing film melengkapi semua 
persyaratan 
5. Tahun produksi adalah tahun 2010 keatas. 
6. Karya tidak mengandung unsur sara, pornografi, pornoaksi. 
Pelanggaran dan gugatan atas hak cipta terhadap karya yang diikutkan 
dalam kompetisi ada diluar tanggung jawab panitia. 
7. Film tidak berupa profil lembaga/ perusahaan, iklan layanan 
masyarakat dan trailer . 
8. Wajib memahami dan menyepakati seluruh syarat lomba yang 
tercantum. 
KETENTUAN LAIN 
1. Karya yang dikirim akan menjadi database panitia Festival Film Medan 
2014 
2. Hasil Karya dikumpulkan paling lambat 30 September 2014 cap pos. 
3. Film yang tidak memenuhi persyaratan tidak akan dikompetisikan. 
4. Proses seleksi dilakukan oleh beberapa kurator terpilih sebelum proses 
penjurian berlangsung. Keputusan kurator bersifat mutlak dan tidak 
dapat diganggu gugat. 
5. Film peserta yang lulus seleksi akan diumumkan melalui website. 
6. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. 
7. Panitia memegang hak sepenuhnya atas penggunaan hasil karya 
pemenang kompetisi. 
8. Semua kelengkapan pendaftaran dikemas dalam 1 amplop dikirim ke: 
Up. Agung Pratama Jl Wiroto No. 13 Kecamatan Medan Timur 
20234 
CP. 081265345691 (Ersad) 
PADA FESTIVAL TAHUN INI, BEBERAPA KATEGORI JUARA SUDAH DISIAPKAN 
ANTARA LAIN, 
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 37 
1. Film Fiksi Termantap 
2. Film Dokumenter Termantap 
3. Aktor Termantap 
4. Aktris Termantap 
5. Aktor Pendukung Termantap 
6. Aktris Pendukung Termantap 
7. DOP/ Cameraman Termantap 
8. Editor Termantap 
9. Ide Cerita Termantap 
10. Sutradara Termantap 
11. Rumah Produksi Termantap 
12. Video Klip Medan Termantap 
13. Tokoh Film Lokal (Khusus) 
14. Media Support (Khusus) 
Selain kategori juara dengan penilaian juri, pada Festival Film Medan 2014 
ini juga akan diperebutkan kategori juara dengan polling SMS dan Internet, 
yaitu: 
1. Film Fiksi Terfavorit 
2. Film Dokumenter Terfavorit 
3. Aktor Terfavorit 
4. Aktris Terfavorit 
5. Aktor Pendukung Terfavorit 
6. Aktris Pendukung Terfavorit 
Film-film yang sudah masuk dan terdaftar di meja panitia akan diverifikasi 
sesuai dengan syarat dan ketentuan. Jika sudah dinyatakan lolos verifikasi 
awal, selanjutnya tim kurator dari panitia akan menentukan film mana 
saja yang layak masuk nominasi sesuai kategori yang diperlombakan. 
Selanjutnya film-film yang sudah terpilih sebagai nominator akan diserahkan 
kepada dewan juri yang terdiri dari berbgai komponen, yaitu pembuat film, 
penikat film serta jurnalis. 
Kemudian, pada tanggal 1 
hingga 31 oktober 2014 adalah 
masa penjurian oleh dewan 
juri bagi film-film yang sudah 
dinyatakan lolos sebagai 
nominator. Ada juga beberapa 
kategori khusus akan dibuka 
polling via sms center dan line 
internet. 
1 bulan sebelum malam puncak 
penganugerahan Festival Film 
Medan 2014, akan dimumkan 
film-film dan materi apa saja 
yang dinyatakan lolos sebagai 
nominator secara terbuka 
kepada khalayak umum pada 
sebuah acara khusus serta 
mencantumkan informasinya 
secara akurat di official 
media social Festival Film 
Medan 2014 yakni twitter @ 
MedanCinemaFo dan www. 
medancinemafoundation.com 
Kemudian sebelum malam 
puncak penganugerahan 
Festival Film Medan 2014, setiap 
perwakilan dari film-film yang 
terdaftar di festival ini akan 
dihubungi untuk mengikuti 
kegiatan workshop film yang 
dilaksanakan panitia. Film-film 
yang terpilih sebagai nominator 
ataupun film pilihan panitia akan 
di putar pada acara, tempat dan 
waktu khusus dan terbuka untuk 
umum. 
Malam puncak penganugerahan 
Festival Film Medan 2014, akan 
dilaksanakan pada 1 November 
2014 dengan urutan acara Red 
Carpet serta Gala Dinner yang 
diisi oleh tamu undangan, tokoh 
film lokal, media, peserta serta 
masyarakat umum secara gratis.
FESTIVAL 
XXI Short Film 
Festival 2014 
Menayangkan film pendek hasil perlombaan atau festival kedalam medium layar lebar 
dan didistribusikan secara luas dibioskop memang sesuatu yang bisa dianggap jarang 
di Indonesia. Adapun film-film pendek yang disertakan dalam festival hanya ditayangkan 
selama festival itu berlangsung atau di ajak keliling dari festival ke festival lain untuk 
Sejak tahun lalu, XXI Short 
Film Festival mencoba 
untuk mempublikasikan 
para pemenang festival ini 
kekhalayak umum dengan diputar 
dibioskop. 
Pada tahun keduanya, XXI Short 
Film Festival 2014 menayangkan 
7 film pendek dari 3 kategori 
yang berlangsung pada bulan 
Maret lalu. Ketiga kategori 
tersebut adalah Film pendek fiksi 
naratif, film pendek dokumenter, 
dan film pendek animasi. Pada 
kategori film pendek fiksi naratif 
ada Horison (Film pendek favorit), 
Lembar Jawaban Kita (Film pendek 
fiksi naratif pilihan IMPAS), dan 
Sepatu Baru (Film pendek fiksi 
38 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Naratif Terbaik dan Pilihan Media). 
Pada kategori Film pendek animasi 
ada Asiaraya (Special Mention 
Official Jury untuk Film Pendek 
Animasi), dan Kitik (Film pendek 
animasi tebaik dan Pilihan Media). 
Dan dalam kategori Film pendek 
documenter ada Akar (Film Pendek 
dokumenter terbaik dan special 
mention pilihan media), dan 
Selamat Tinggal Sekolahku (Film 
pendek dokumenter pilihan media). 
Kompilasi XXI Short Film 
Festival 2014 dibuka dengan 
film pendek beraroma thriller 
yang terasa dingin serta dibalut 
dengan kata-kata filosofis. Horison 
berkisah mengenai Genda, gadis 
yang sedang menghadapi suatu 
masalah secara tidak sengaja 
bertemu dengan pria misterius 
bernama Handi. Merasa nyambung, 
Genda perlahan menceritakan 
masalahnya dan membuka diri 
kepada Handi yang mendengarkan 
seraya memberikan jawaban 
menggunakan rangkaian kata-kata 
kiasan. Hingga perlahan rahasia 
demi rahasia mulai terungkap. 
Dengan sinematografi baik 
yang menampilkan landscape 
indah serta didukung tone warna 
agak pucat semakin menguatkan 
atmosfer dalam Horison layaknya 
suasana hati Genda, dingin dan 
terasa galau. Samuel Ruby yang 
merupakan peserta asal Singapura 
mampu menuntun penonton ke 
menemui penontonnya. 
ROHMAN SULISTIONO
terdekatnya. Amelia berusaha 
menceritakan lingkungan dimana dia 
lahir dan besar, suasana keluarga 
yang digambarkan senyata mungkin, 
serta disisipi dampak dari segala 
keputusan yang diambil Amelia 
seperti keputusannya untuk kuliah 
diluar negeri yang membuatnya 
tidak bisa menemui neneknya saat 
wafat. Dengan durasi 22menit 
dan berputar dikehidupan Amelia, 
jelas untuk beberapa penonton ini 
terlalu membosankan dan agak 
panjang, kecuali kalian keluarga 
dari Amelia itu sendiri, mungkin 
anda bisa sangat menikmatinya. 
Film yang dimerupakan gabungan 
dari potongan-potongan kejadian 
ini seperti ingin menceritakan 
banyak hal, namun terasa berlalu 
begitu saja. Karya ini memang 
sangat terasa personal, bila ditelisik 
maksud awal dalam pembuatan 
film ini tadinya untuk diputar dalam 
pernikahan Amelia, jadi terlihat 
wajar bila filmnya berbentuk seperti 
ini. 
Setelah disuguhkan film pendek 
dokumenter Akar, film keempat 
dalam kompilasi XXI Short Film 
Festival 2014 juga bergaya 
dokumenter. Kali ini menyorot 
seorang anak laki-laki bernama 
Lintang dalam film “Selamat Tinggal, 
Sekolahku”. Lintang, anak berusia 
11 tahun salah satu murid dari 
Rawinala, sekolah untuk anak-anak 
dengan beragam masalah 
penglihatan di Jakarta. Setelah 7 
tahun bersekolah disana, Lintang 
dianggap sudah mandiri dan 
harus pergi dari sekolah. Lintang 
harus meninggalkan hal-hal yang 
disukainya seperti teman-temannya, 
Band Junior, dan Drum. 
Sederhana namun mengena, 
mungkin itu gambaran sederhana 
dari dokumenter karya Ucu Agustin 
ini. Dengan durasi yang hanya 
13 menit, penonton sudah bisa 
merasakan apa-apa saja yang 
disukai oleh Lintang seperti hobi 
dan moment bersama sahabatnya 
dan penonton turut merasakan 
kegundahan hati Lintang ketika 
harus meninggalkan itu semua. 
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 39 
akar permasalahan Genda dengan 
perlahan dengan menghadirkan 
twist di akhir film, walau tidak 
dipungkiri twist seperti ini sudah 
sering digunakan. Script dalam 
Horison terlihat matang dimana 
sepanjang durasi film selama 17 
menit yang mayoritas diisi dialog 
antara Genda dan Handi tidak terasa 
membosankan, malah terkesan 
misterius dan membuat penasaran, 
terlebih diperkuat dengan kata-kata 
kiasan yang penuh makna 
mendalam yang dilontarkan Handi 
untuk menjawab permasalahan 
Genda. 
Setelah Horison, penonton 
disuguhkan dengan film animasi 
yang agak berat berjudul Asiaraya. 
Asiaraya berkisah mengenai seorang 
tentara Jepang yang menuntunnya 
menemukan arti nasionalisme 
karena pertemanannya dengan 
Yusuf, orang Indonesia yang 
pernah bekerja untuknya. Sebagai 
bentuk penebusan janji Negara 
Jepang mengenai kemerdekaan 
Indonesia, dia melakukan 
pengorbanan bersama Yusuf untuk 
mempertahankan kemerdekaan 
Indonesia dari gangguan bangsa 
barat. Bisa dibilang, Asiaraya 
karya Anka Atmawijaya Adinegara 
merupakan film animasi realis 
dimana mengangkat kisah yang 
jarang terekspos dari perjuangan 
Indonesia. Dengan durasi 10 menit, 
Asiaraya mengangkat fenomena 
beberapa tentara Jepang yang 
ikut membantu Indonesia dalam 
mempertahankan kemerdekaan. Film 
ini terasa datar dalam mengangkat 
kisah seorang tentara Jepang dan 
maksud film ini diperkuat dengan 
teks yang berada di akhir film ini. 
Namun animasi diawal film yang 
mengilustrasikan mengenai salah 
satu ramalan Jayabaya menarik 
perhatian. 
Film dokumenter pertama yang 
muncul di Kompilasi ini, Akar karya 
Amelia Hapsari yang sebelumnya 
membuat “Jadi Jagoan Ala Ahok” 
yang juga merupakan finalis XXI 
Short Film Festival tahun lalu. 
Berbeda dengan yang sebelumnya, 
dimana Amelia berfokus kepada 
salah satu tokoh yaitu Ahok dan 
“membuntuti” beliau berkampanye 
di Bangka Belitung, melalui Akar 
Amelia mengangkat hal yang lebih 
personal dan dekat dengannya 
dengan mendokumentasikan dia dan 
keluarganya sendiri. Seperti judulnya, 
Akar mengangkat kisah pribadi 
Amelia dan darimana dia berasal. 
Mengekspos ayah, ibu dan neneknya 
serta kehidupan sehari-hari mereka 
mulai dari mencari nafkah melalui 
took bangunan hingga hal-hal kecil 
seperti senam di pelataran sebuah 
pusat perbelanjaan dan makan 
bersama. 
Akar seperti dokumenter yang 
berisi curhatan dari pembuatnya 
yang melibatkan orang-orang
Beberapa dialog serta adegan yang 
terlihat sangat lugu serta natural 
dari Lintang dan teman-temannya 
membuat film ini mengalir begitu 
nyaman untuk penonton. Tentu 
saja set tempat dalam film ini 
mengingatkan pada film “What They 
Don’t Talk About When They Talk 
About Love” karya Mouly Surya. Ya 
karena kedua-dua-nya sama-sama 
syuting di Rawinala. 
Lembar Jawaban Kita, karya 
Sofyan Ali Bindiar menjadi film 
kelima dalam kompilasi XXI Short 
Film Festival 2014. Film pendek 
fiksi naratif ini berkisah mengenai 
Ali, seorang murid SD yang 
mengikuti Ujian Nasional yang 
harus menghadapi ujian lain ketika 
sebuah kertas contekan diberikan 
ke salah satu siswa yang kemudian 
kertas itu digilir dari satu siswa 
ke siswa lain. Menonton Lembar 
Jawaban Kita terasa mendapatkan 
pukulan kecil namun mengena dan 
menohok. Menyindir salah satu 
problematika bangsa ini perihal 
kejujuran (lebih akrab disebut KKN) 
dari skala yang kecil dan sederhana. 
Lembar Jawaban Kita menyindir 
bahwa tempat yang seharusnya 
mendidik pribadi muda yang baik 
malah menjadi ladang subur untuk 
menanam sifat buruk ke anak-anak. 
Sistem pendidikan yang buruk 
namun sudah dianggap biasa oleh 
beberapa pihak guru maupun 
siswa. Film ini berhasil mengangkat 
kejadian yang bahkan sudah 
dianggap lumrah namun tentu saja 
mencederai kejujuran sejak dini. 
40 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
What They Don’t Talk About When They 
Kitik, film animasi karya Ardhira 
Anugerah Putra berkisah mengenai 
seorang anak kecil dan segala 
ketakutannya saat menghadapi 
khitan (sunat) yang akhirnya menjadi 
kejar-kejaran seru dengan sang 
mantri sunat. Temanya sederhana 
dan juga dekat dengan kebudayaan 
bangsa Indonesia. Film dengan 
durasi 6 menit ini memiliki latar 
setting di suku Karo, Sumetera Utara. 
Berbeda dengan AsiaRaya yang 
terkesan realis dan gelap, Kitik lebih 
berwarna dengan karakter yang 
lucu. Mengingatkan kita dengan 
gaya animasi “Keripik Sukun Mbok 
Darmi” di kompilasi yang pertama. 
Talk About Love
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 41 
Film terakhir dalam kompilasi 
XXI Short Film Festival 2014 adalah 
film asal Makassar “Sepatu Baru”. 
Sepatu Baru mengisahkan seorang 
anak perempuan yang hidup 
didaerah kumuh merasa gelisah 
karena hujan yang tak kunjung reda 
menghentikan hasratnya untuk 
menggunakan sepatu baru. Ia-pun 
menggunakan cara tradisional untuk 
menghentikan hujan berkepanjangan 
tersebut. 
“Save the best for last”, mungkin 
pepatah tersebut pantas disematkan 
kepada Sepatu baru yang dipercaya 
menjadi film pamungkas dan klimaks 
dari kompilasi XXI Short Film Festival 
2014. Sutradara muda asal Makassar, 
Aditya Ahmad dengan piawai meramu tata sinematografi yang 
cantik, script yang baik, serta akting 
yang menawan didukung dengan 
gesture penuh arti menjadi satu 
kesatuan yang utuh membuat film 
dengan durasi 14 menit ini begitu 
ciamik. Usaha mengangkat sebuah 
mitos tradisional dengan konflik 
yang membumi dan sederhana 
kedalam film patut diberi apresiasi . 
Tentu saja perhelatan festival ini 
merupakan ajang untuk menemukan 
bibit-bibit baru dalam perfilman 
Indonesia. Sebut saja Aditya Ahmad 
yang merupakan sutradara “Sepatu 
Baru” yang juga menggunakan 
karyanya ini sebagai Tugas Akhir 
perkuliahnya di jurusan perfilman 
di sebuah Universitas di Makassar. 
“Wajah lama”pun terdapat pada 
kompilasi XXI Short Film Festival 
2014, Amelia Hapsari yang 
sebelumnya menyuguhkan lika liku 
kampanye Ahok dalam “Jadi Jagoan 
Ala Ahok” pada kompilasi yang 
Selamat Tinggal Sekolahku 
pertama, kali ini tetap menyuguhkan 
film dokumenter pendek dengan 
judul “Akar”. Adapula yang telah 
mengikuti festival film lain sebelum 
XXI Short Film Festival 2014, 
“Selamat Tinggal Sekolahku” sempat 
mampir di salah satu festival film 
besar di Indonesia, JIFFEST 2013 
yang masuk dalam program Pop Up 
Cinema Short Doc is Doc. 
Secara keseluruhan kompilasi 
XXI Short Film Festival 2014 ini 
merupakan tontonan alternatif 
ditengah film bioskop didominasi 
film-film panjang. Tema yang 
beragam serta terasa tak jauuh dari 
sekitar kita membuat penonton 
merasakan beragam rasa dan 
pengalaman sinematis saat keluar 
dari studio bioskop. Kompilasi film 
pendek pemenang XXI Short Film 
Festival 2014 ini akan ditayangkan di 
11 bioskop di 9 kota mulai tanggal 
3 Juli 2014.
TIPS 
Tips & Trik 
Lolos Casting 
Untuk terjun ke dunia entertainment atau hiburan, pada umumnya calon artis 
harus melewati proses casting atau audisi, baik untuk iklan, sinetron, FTV, film 
ataupun foto model dan presenter. Untuk orang yang baru memulai karier di 
bidang ini, tentu membutuhkan tips-tips atau cara agar bisa lolos casting iklan, 
sinetron dan film dengan sukses dan diterima oleh PH (production house) atau 
yang mengadakan casting sesuai karakter kita. 
Casting memiliki arti dan 
definisi umum, yaitu keg-iatan 
mencari pemeran 
atau talent yang sesuai 
dengan karakter seperti 
yang diinginkan dalam sebuah ce-rita. 
Contohnya saat ada info casting 
42 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
iklan, maka karakter yang diminta 
atau diperlukan tentu saja harus 
bisa mewakili produk yang diiklan-kan. 
Misalnya, casting iklan rokok 
atau iklan provider telekomunikasi, 
pasti yang akan dicari adalah karak-ter 
wajah dan tubuh yang sesuai 
dengan cerita dalam iklan tersebut. 
Casting biasanya diawali dengan 
undangan bagi talent-talent yang 
dianggap sesuai kriteria yang di-inginkan 
dalam sebuah proyek, baik 
untuk iklan TV, photoshoot, fashion 
show, sinetron atau film layar lebar.
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 43 
Berikut ini adalah tips-tips umum 
dan khusus agar bisa sukses dan 
lolos casting iklan, film, sinetron, ftv 
dan masuk TV. 
SIAPKAN MENTAL 
Sebisa mungkin gali informasi 
sebanyak mungkin tentang casting 
yang kamu lakukan agar menguasai 
medan. 
BISA KARENA BIASA 
Mencari referensi untuk latihan 
berjalan di atas catwalk, berpose, 
berakting atau berbicara di depan 
kamera penting dilakukan. Selain 
membantu kamu lebih percaya diri 
juga dapat membantu memberikan 
penampilan yang terbaik pada saat 
casting. 
PILIH KOSTUM YANG TEPAT 
Setelah mengetahui detail 
casting yang akan dijalani, sesuaikan 
kostum. Jangan pernah berdandan 
atau bergaya berlebihan untuk 
menarik perhatian, tapi bergayalah 
sesuai karakter yang dibutuhkan 
oleh user. Salah kostum pada saat 
casting selain mengurangi rasa 
percaya diri juga bikin tidak fokus 
karena salah tingkah. 
DATANG TEPAT WAKTU (ON TIME) 
Kalo casting-nya sudah buat 
perjanjian atau diundang, usahakan 
untuk datang tepat waktu. Ini akan 
menggambarkan profesionalisme 
kamu. 
SESUAIKAN SYARAT KARAKTER 
CASTING: Ini sangat penting, yaitu 
menyesuakan dengan karakter yang 
di cari, misal muka kamu pas-pasan 
maka jangan datangi casting yang 
mencari model kelas A (super 
tampan dan ganteng banget) sudah 
pasti cuma bikin buang-buang 
ongkos dan waktu saja. 
ATTITUDE 
Bersikaplah ramah dan rendah hati, 
jangan sombong seolah-olah yang 
mau mengcasting itu di bawah kamu 
yang siap menerima hinaan dan 
protes. 
PENGALAMAN SYUTING 
Karena banyak orang berbakat 
namun tidak lolos hanya karena saat 
ditanya pengalaman syuting, dia 
bilang belum ada. Karena itu cobalah 
syuting-syuting dulu minimal satu 
kali syuting, setidaknya jadi figuran 
ekstras juga tidak apa. 
JANGAN MELAKUKAN HAL BODOH: 
Hal ini memang sepele 
namun banyak orang tidak lolos 
casting karena melakukan hal-hal 
bodoh, misal saat akting atau 
memperkenalkan diri dia salah ucap 
kemudian mengeluarkan lidah. Itu 
tandanya tidak profesional. 
HATI-HATI DAN TETAP WASPADA: 
Mengingat kasus yang pernah 
terjadi, kamu juga harus waspada 
terhadap pihak-pihak nakal. Tidak 
pernah ada produk atau program 
yang memungut biaya untuk casting. 
JADILAH DIRI SENDIRI 
Walaupun harus menyesuaikan 
tampilan dengan karakter yang 
diminta bukan berarti kamu harus 
menjadi orang lain. Tetap jadilah diri 
sendiri, karena dengan berpura-pura 
menjadi orang lain akan terlihat 
berlebihan. 
PERCAYA DIRI 
Tanamkan rasa percaya diri, 
sehingga kamu dapat menunjukkan 
kemampuan semaksimal mungkin. 
Rasa rendah diri atau malah 
terlalu percaya diri tidak akan 
berguna, karena keduanya justru 
bisa menghambat kamu untuk 
mengerahkan segala kemampuan. 
BERIKAN YANG TERBAIK 
Setelah semua doa dan usaha 
udah dipersiapkan dan lakukan 
sebaik mungkin, tinggal menunggu 
dengan positif akan hasilnya. Kalo 
setelah seminggu belum ada kabar 
dan Kamu penasaran, tidak ada 
salahnya menghubungi pihak klien 
untuk menanyakan hasilnya. Dan 
jangan lupa, kalau bukan kamu yang 
terpilih, berusahalah untuk tetap 
bersikap sportif dan introspeksi diri. 
JANGAN MENYERAH 
Gagal casting bukan alasan untuk 
menyerah. Perasaan kesal pasti ada, 
karena banyak juga yang pernah 
merasa berkecil hati karena tidak 
lolos casting. Kembalilah menjalani 
casting lain yang ada. 
Tetap ingat bahwa jumlah waktu 
yang seringkali dianggap terbuang 
percuma saat menjalani proses 
kegagalan dalam casting, justru bisa 
menjadi bekal berharga di kemudian 
hari. Berbagai ilmu tentang 
bagaimana berkompetisi di dunia 
hiburan bisa didapat secara gratis. 
Dan secara tak langsung mengasah 
kemampuan kita. 
Yang penting untuk diingat 
adalah: tidak lolos casting tak selalu 
berarti tidak berbakat. Bisa saja 
karena karakternya belum cocok 
dengan apa yang dicari klien. Tak 
perlu berkecil hati, selalu jadikan 
kegagalan sebagai kesuksesan yang 
tertunda. 
Itulah beberapa tips dan trik agar 
sukses dan lolos casting yang bisa 
kamu lakukan. Semoga kamu bisa 
melewati casting dengan sukses, 
dan yang terpenting dalam setiap 
melakukan berbagai hal adalah, niat, 
persiapan, sopan, percaya diri dan 
jangan menyerah. Sukses ya!
LIPUTAN 
44 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 
Pertemuan mereka berawal di 
tahun 2009, saat itu sedang ada 
persiapan teater karya Toni Boer 
“Butoh Dance Theater”, dan 
kebetulan mereka ikut bermain 
di pertunjukannya. Di sela-sela 
latihan Butoh itu, mereka pun 
terlibat cinta lokasi, hingga 
akhirnya menjalin hubungan 
asmara. 
RIAN SAMIN 
EKA & ROMAN 
Ngobrol Bareng
2014 l Edisi 9 l Kinescope l 45 
Pasangan Kedung Dharma 
Romansa dan Eka Nusa 
Pertiwi ini jadian tepat di 
hari buruh sedunia 1 Mei 
2009, dan menikah 7 Desember 
2013, tepat Hari Pers Nasional, yang 
melekat sekali dengan sosok Tirto 
Adhi Soeryo alias Sang Pemula. 
Mereka berdua mengaku tidak 
merancang semua itu, tapi seolah 
seperti ada yang merancangnya. 
Pasangan ini tinggal di kawasan 
selatan Yogyakarta, dan aktif di 
berbagai kegiatan seni, baik film, 
teater, hingga sastra. 
Cukup banyak proyek seni yang 
mereka kerjakan bersama, namun 
uniknya mereka belum pernah di 
casting menjadi sepasang suami 
istri atau pacar, dalam proyek 
teater maupun film. Saat bermain 
“The Lover” naskah “Harold Pinter 
mereka menjadi sepasang suami istri 
yang sudah hidup 10 tahun, namun 
belum punya anak. Untuk mengatasi 
kejenuhan mereka mereka menjadi 
orang lain saat bercinta di sore hari, 
dan menganggap mereka adalah 
sepasang muda-mudi yang sedang 
berpacaran di taman saat sore hari, 
padahal sebenarnya itu didalam 
rumah mereka”. Eka berujar bahwa 
setelah pentas tersebut banyak 
penonton yang bilang, “kalian 
pasangan Gila ya?” ada juga yang 
berkata “keluarga kalian itu harus 
di rukiah”. 
Eka mengganggap cerita yang 
ia perankan bersama sang suami 
adalah sebagai sebuah refleksi. 
“Kalau jadi partner di panggung, 
kami bisa lebih detail menggali diri 
kami masing-masing. Agar nasib 
kami gak sama seperti tokoh-tokoh 
yang kami perankan diatas 
panggung. Heheehe,” kata Eka. 
Di sisi lain, Roman mengaku 
bahwa sejak pertama kali bertemu 
dengan Eka, ia membaca gelagat 
bahwa Eka adalah tipe perempuan 
yang pantang menyerah, itu terlihat 
ketika dia bersemangat latihan 
teater Toni Broer. “Kedekatan kami 
memang bisa dibilang berlangsung 
cepat, sebab saya dapat membaca 
masing-masing di antara kami saling 
membuka, sehingga kita dapat saling 
bertukar pikiran dan mengenal satu 
sama lain,” ungkapnya. 
Roman pernah menghadiahi 
novel “Bumi Manusia” untuk kado 
ulang tahun Eka, selain karena ia 
suka dengan Pramoedya. Roman 
berpikir bahwa Eka pasti suka, dan 
hal itu benar sekali, karena sejak 
itulah Eka semakin penasaran 
dengan sosok Pram, dan dia 
mulai membaca beberapa karya 
Pram yang lainnya. Sejak mulai 
dekat, keduanya sering berdiskusi 
mengenai teater, sastra, dan 
film. Tidak jarang diskusi mereka 
berlangsung dengan pertengkaran, 
“Tapi justru itulah romantisnya, 
karena jujur saja saya bukan tipe 
laki-laki romantic menurut persepsi 
orang kebanyakan atau dalam 
film-film romantic pada umumnya,” 
ungkap Roman. 
Romantisisme dalam kepalanya 
bukanlah semata yang kebanyakan 
orang bilang. Nah, di sinilah 
hubungan mereka semakin lengket. 
Bicara soal perfilman Indonesia, 
Eka merindukan film seperti 
Tjoet Nja Dien (1986), jika boleh 
berharap ia ingin sekali bermain 
di film tersebut. Karena tinggal 
dan bekerja di Yogyakarta, malah 
perkembangan film komunitas 
sangat dekat dengan pasangan 
ini. Eka berpendapat bahwa 
komunitas film di Yogyakarta sangat 
berkembang dengan pesatnya. 
Hal-hal terkait dengan produksi 
film, pemutaran, dan diskusi banyak 
dilakukan oleh komunitas film di 
kota ini. “Semangatnya sangat baik, 
tapi aku pikir, kita masih kekurangan 
penonton. Contoh Ketika ada 
pemutaran film dari beberapa 
komunitas, penontonnya ya temen-teman 
mereka aja,” keluhnya. 
Hal inilah yang kemudian 
selalu menjadi pertanyaan 
apakah film tersebut 
tidak cocok di tonton 
oleh masyarakat umum? 
Jika cocok, bagaimana 
masyarakat umum bisa 
menikmatinya? Jika tidak 
cocok, apa penyebabnya? 
Di sisi lain, Roman kini 
merasa bersyukur bahwa 
film hantu yang dibumbui 
dengan sex itu kini sudah 
lumayan berkurang. 
Setidaknya ini akan 
mengurangi selera pasar 
dengan film semacam 
itu. Ia menegaskan 
bahwa bicara film 
Indonesia, maka kita akan 
bicara tentang (pasar) 
Indonesia. Sampai 
sekarang ia masih 
meyakini kalau yang 
menentukan pasar itu 
bukan penonton, tapi masyarakat 
film yang tahu bagaimana 
penonton ini hendak diarahkan. 
“Tapi saya tahu ini tidak mudah, 
soalnya ini berhubungan dengan 
‘pemesan’ selaku yang punya kocek 
untuk membiayai film yang akan 
diproduksinya,” ucapnya. 
Roman berpendapat bahwa aktor 
dan aktris kita sangat potensial, 
tinggal bagaimana sutradara 
mampu mengarahkan. Tinggal 
bagaimana cara kita berpikir yang 
tidak biasa. Tidak umum. Sebab film, 
menurutnya adalah karya sastra 
yang divisualkan. Karya sastra itu 
sesuatu yang tidak umum, tidak 
lumrah, tidak stereotype. Jadi ketika 
dilihat ada kesegaran, ada sesuatu 
yang baru. 
Di film komunitas, Roman melihat 
bahwa saat ini film-film yang 
bermunculan masih mempunyai 
kelemahan dari segi teks. Entah 
itu eksperimental, realis, realism 
magis, atau apapun, menurutnya 
teks naskah itu penting. Namun 
beberapakali ia menyaksikan film 
komunitas, ia melihat banyak yang 
sangat potensial dan bagus, bahkan 
mampu bersaing dengan karya-karya 
dari luar negeri. “Saya kira 
ini mempunyai peningkatan yang 
signifikan. Dan mestinya, tema-tema 
yang diusung harus beragam, tidak 
seragam. Bicara tentang pasar, jelas 
film komunitas mempunyai pasar 
sendiri. Kita tahu itu,” tutupnya.
LIPUTAN 
Bagi pemerhati ranah 
musik cutting edge di era 
awal 2000an nama Seek Six 
Sick (SSS) bukanlah sesuatu 
yang asing. Kini, di tengah 
maraknya percaturan musik 
lokal, band asal Yogyakarta ini masih 
menunjukan raungannya. Jimmy 
Mahardhika berujar bahwa setiap 
masa punya musiknya sendiri, dan 
saat ini adalah sama saja dengan 
yang dulu namun dengan bentuk yang 
berbeda, “Hanya sekarang lebih 
mudah memperkenalkan dan 
mencari musik yang kita senangi 
karena perkembangan teknologi 
informasi,” tandas gitaris Seek Six 
Sick ini. 
Merayakan 
Kebisingan 
RIAN SAMIN MUSIK ROCK 
46 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014

More Related Content

Similar to Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014

Similar to Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014 (7)

Kinescope Magz Edisi 5
Kinescope Magz Edisi 5Kinescope Magz Edisi 5
Kinescope Magz Edisi 5
 
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
Kinescope Magazine Edisi 2.. :-)
 
Kinescope 1st Edition.. #Ganbatte
Kinescope 1st Edition.. #GanbatteKinescope 1st Edition.. #Ganbatte
Kinescope 1st Edition.. #Ganbatte
 
Presentasi komunitas cinta pejuang indonesia (kcpi)
Presentasi komunitas cinta pejuang indonesia (kcpi)Presentasi komunitas cinta pejuang indonesia (kcpi)
Presentasi komunitas cinta pejuang indonesia (kcpi)
 
Finding Srimulat Proposal
Finding Srimulat ProposalFinding Srimulat Proposal
Finding Srimulat Proposal
 
INDIELANE MAGAZINE
INDIELANE MAGAZINEINDIELANE MAGAZINE
INDIELANE MAGAZINE
 
Sinopsis Pemutaran Film Khanduri Pilem
Sinopsis Pemutaran Film Khanduri PilemSinopsis Pemutaran Film Khanduri Pilem
Sinopsis Pemutaran Film Khanduri Pilem
 

More from Kinescope Indonesia

Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientMembangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientKinescope Indonesia
 
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaPeran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaKinescope Indonesia
 

More from Kinescope Indonesia (6)

Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientMembangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
 
Hr cost reduction strategy
Hr cost reduction strategyHr cost reduction strategy
Hr cost reduction strategy
 
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaPeran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
 
Effective Interview
Effective InterviewEffective Interview
Effective Interview
 
Corporate & Anti-fraud Culture
Corporate & Anti-fraud CultureCorporate & Anti-fraud Culture
Corporate & Anti-fraud Culture
 
Kinescope Magz Edisi 4
Kinescope Magz Edisi 4Kinescope Magz Edisi 4
Kinescope Magz Edisi 4
 

Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014

  • 1. Edisi 9 | 2014 | Rp. 25.000 Review Film - Seni & Edukasi SEMANGAT MEMBATU YANG KETU7UH 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 1 ABBAS KIAROSTAMI KILAS BALIK PERKEMBANGAN FILM ANAK DI INDONESIA Beri Satu Lagu Diane Warren The 1st Jogja Miniprint Biennale (JMB) 2014 CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU NEGERI TANPA TELINGA RINDU KAMI PADAMU Opini Garuda 19 Tokoh Dunia Interview ANDIBACHTIAR YUSUF Rilis Single Baru Sandhy Sondoro
  • 2. 2 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
  • 3. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 3
  • 4. COVER STORY 10 INTERVIEW 14 18 20 22 24 28 30 32 GARUDA 19: SEMANGAT MEMBATU ANDIBACHTIAR YUSUF: Indonesia Tidak Punya Pembinaan Sepakbola REVIEW CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU NEGERI TANPA TELINGA RINDU KAMI PADAMU YANG KETU7UH RUROUNI KENSHIN: KYOTO INFERNO FESTIVAL FESTIVAL EURASIA Rutinitas Yang Tidak Biasa 4 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Daftar isi 14 BEHIND THE SCENE TIPS TIPS & TRIK LOLOS CASTING 42 80 52 34 36 38 THE 1ST JOGJA MINIPRINT BIENNALE (JMB) 2014 ARKIPEL 2014: Electoral Risk FESTIVAL FILM MEDAN XXI SHORT FILM FESTIVAL 2014 MERAYAKAN KEBISINGAN MUSIK ROCK 46 SANDHY SONDORO Abbas Kiarostami BERSINAR DI TENGAH REVOLUSI* 44 48 LIPUTAN NGOBROL BARENG EKA & ROMAN ACE CAFÉ LONDON MARKAS BIKERS KLASIK 50 KOMUNITAS RUFI COMMUNITY ADA UNTUK SUMATERA UTARA DAN INDONESIA
  • 5. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 5
  • 6. 6 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Salam Redaksi GARUDA 19 Semangat Membatu Film Garuda 19 adalah film tentang perjuangan pembentukan timnas U-19. Para pelatih, pemain dan masyarakat Indonesia sama-sama bermimpi memiliki tim sepakbola yang tangguh yang memberikan harapan untuk meraih kemenangan. PENASEHAT REDAKSI Farid Gaban Andi Bachtiar Yusuf Wanda Hamidah Swastika Nohara Dandhy Laksono PEMIMPIN UMUM Hasreiza PEMIMPIN REDAKSI Reiza Patters REDAKTUR Abdi Kurniawan Rian Samin KONTRIBUTOR Daniel Irawan Shandy Gasella Daniel Rudi Haryanto Pejred Banderas Rohman Sulistiono Novita Rini Thea Fathanah Arbar Suluh Pamuji ARTISTIK al Fian adha FOTOGRAFER Kinescope Tim DISTRIBUSI & SIRKULASI Faisal Fadhly DISTRIBUSI JOGJAKARTA Athonk Sapto Raharjo MARKETING & EVENT PROMO Ollivia Selagusta COMMUNITY DEVELOPMENT Jusuf Alin Lubis SUBSCRIPTIONS PT. Kinescope Indonesia Jakarta Level 3A, World Trade Centre 5 Jl. Jendral Sudirman Kav. 29-31 Jakarta 12920 Phone : +62 21 2598 5194 Fax : +62 21 2598 5001 www.kinescopeindonesia.com info@kinescopeindonesia.com iklan@kinescopeindonesia.com redaksi@kinescopeindonesia.com langganan@kinescopeindonesia.com @KinescopeMagz Tantangan dunia perfilman nasional semakin besar, seiring dengan trend positif terhadapnya, baik dari sisi produksi, konten dan isi, serta apresiasi dari publiknya sendiri. Ini memungkinkan seluruh stake holder perfilman nasional untuk terus mengasah dan mengembangkan kemampuan kreatif serta inovatifnya agar bisa bertahan dan berkembang di tengah gempuran budaya dan hantaman modal dari luar negeri sebagai akibat dari semakin gencarnya globalisasi. Inipun turut dirasakan oleh Kinescope, sebagai sebuah wadah berkreasi, suara-suara kritis sekaligus apresiatif terhadap kehidupan perfilman nasional. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang dihadapi, kami terus berupaya untuk tetap sekedar hidup dan mempertahankan keberadaan kami sebagai bagian dari duia perfilman nasional, seni dan budaya bangsa ini. Untuk itu, segala daya upaya terus kami curahkan agar wadah ini bisa terus ada dan berupaya mengawal kebangkitan budaya bangsa ini untuk mencapai kegemilangannya di kancah internasional. Dengan menitikberatkan perhatian pada dunia film, musik dan seni lainnya, ini hanya setitik debu dari upaya besar yang juga telah dilakukan oleh pihak-pihak yang lain, yang mungkin sudah lebih mapan dan terorganisir rapi. Namun begitu, sekecil apapun yang mampu kami berikan pada negeri ini, merupakan kontribusi kami untuk kemajuan dan kemaslahatan bangsa ini, yang kami berikan dari dan dengan sepenuh hati. Tanpa keraguan dan dengan terus menyalakan asa serta harapan, kami persembahkan edisi ke 9 yang sempat tertunda beberapa saat. Semoga bermanfaat. Cover Story
  • 7. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 7
  • 8. PREVIEW Yang Ketu7uh Nita, 60 tahun, harus menghidupi lima orang anaknya, setelah sang suami meninggal dunia pada tahun 2003. Sebagai buruh cuci dan asisten rumah tangga di Tangerang, Banten, Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya. Untuk itu tak jarang ia harus berutang demi memenuhi kebutuhan. Amin Jalalen, seorang petani penggarap tanah milik negara yang berdomisili di Indramayu, 8 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Jawa Barat. Sudah beberapa tahun belakangan ini ia terpaksa menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup. Tapi ia harus membayar sewa tanah. Menurutnya sistem sewa tanah tak sesuai dengan Undang-undang Dasar yang mengamanatkan kekayaan alam harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Di Jakarta, Suparno dan Sutara Bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tukang ojek. Bersama keluarganya masing- masing, mereka harus tinggal di rumah yang jauh dari layak. Suparno dan Sutara hanya mampu mendiami rumah dengan ukuran 6,65 meter persegi. Tak ada kamar mandi atau WC di rumah mereka. Hanya tersedia satu bangunan MCK umum di sana. Situasi semakin pelik ketika satu-satunya MCK umum di wilayah itu terancam digusur. Keempat tokoh ini akhirnya bertemu di ajang pemilu legislatif dan pemilu presiden. Mereka dipertemukan melalui kesamaan status sebagai pemilih yang membawa harapan ke bilik suara. Mereka mempercayakan masa depan melalui hak pilih yang mereka miliki, dengan harapan anggota dewan dan presiden yang ketujuh yang dipilihnya bisa membawa perubahan. Dikerjakan oleh 19 videografer, film ini mengikuti keseharian para tokoh jauh-jauh hari sebelum gelaran Pemilu. Lantas siapa presiden pilihan Nita, Amin Jalalen, Suparno, dan Sutara? Apa harapan dan pesan dari mereka untuk Presiden Yang Ketujuh Indonesia? FILM TAYANG 25 September 2014 SUTRADARA Adriyanto Dewo PRODUSER Sheila Timothy CAST Dewi Irawan, Jimmy Kobogau, Yayu Unru, Ozzol Ramdan Hans (Jimmy Kobogau), pemuda asal Serui, Papua, bercita-cita menjadi pesepakbola profesional. Namun nasib berkata lain. Pada saat Hans hampir kehilangan semangat hidupnya, ia bertemu dengan Mak (Dewi Irawan), seorang pemilik rumah makan Minang sederhana. Di tengah perbedaan mereka, Hans dan Mak menemukan persamaan. Mimpi dan semangat hidup terbentuk kembali lewat makanan dan masakan. Hans juga mendapat penolakan dari Parmanto (Yayu Unru), juru masak dan Natsir (Ozzol Ramdan), juru senduak Tabula Rasa (pelayan). Keadaan menjadi semakin memburuk ketika mereka mendapat saingan sebuah rumah makan baru yang lebih besar persis di depan lapau. Hans, Mak, Natsir dan Parmanto harus menyelesaikan perselisihan di antara mereka untuk menyelamatkan lapau mereka.
  • 9. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 9 Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Extended FILM TAYANG 11 September 2014 GENRE Romance Historical Drama SUTRADARA Sunil Soraya PRODUSER Ram Soraya, Sunil Soraya CAST Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Randy Nidji Gesya Shandy, Arzeti Bilbina, Kevin Andrean, Ninik L. Karim, Jajang C. Noer FILM TAYANG 18 September 2014 GENRE Action Martial Art SUTRADARA Willy Dozan PRODUSER Willy Dozan, Oswin Bonifanz CAST Willy Dozan, Leon Dozan, Regina Wulandari, Chintya Ramlan, Fendy Pradana Rio Desta Rengga, Rohim Nusantara 1930. Dari tanah kelahirannya, Makasar, Zainuddin berlayar menuju tanah kelahiran ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Di sana ia bertemu Hayati. Kedua muda-mudi itu jatuh cinta. Tapi, adat menghalangi. Zainuddin hanya seorang melarat tak berbangsa, sementara Hayati perempuan Minang keturunan bangsawan. Lamaran Zainuddin ditolak keluarga Hayati. Hayati dipaksa menikah dengan Aziz (Reza Rahadian), laki-laki kaya bangsawan yang ingin menyuntingnya. Perkawinan harta dan kecantikan mematahkan cinta suci anak manusia. Zainuddin pun memutuskan untuk berjuang, pergi dari ranah minang dan merantau ke tanah Jawa demi bangkit melawan keterpurukan cintanya. Zainudin bekerja keras membuka lembaran baru hidupnya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal dengan karya-karya mashyur dan diterima masyarakat seluruh Nusantara. Tetapi sebuah kenyataan kembali datang kepada diri seorang Zainuddin, di tengah gelimang harta dan kemashyurannya. Dalam sebuah pertunjukan opera, Zainuddin kembali bertemu Hayati, kali ini bersama Aziz, yang sudah menjadi suaminya. Perkawinan harta dan kecantikan bertemu dengan cinta suci yang tak lekang waktu. Pada akhirnya kisah cinta Zainuddin dan Hayati menemui ujian terberatnya, dalam sebuah tragedi pelayaran kapal Van Der Wijck. Duel: The Last Choice Igo mantan preman yang sudah meninggalkan masa lalunya berjualan telor di pasar Cinere, Joe Bandit Preman teman lama Igo datang membuat masalah di pasar itu, sehingga membuat mereka bertarung sengit sampai akhirnya kaki Joe Bandit dipatahkan oleh Igo dan Joe Bandit ditangkap oleh Komandan Herman. Tiga Tahun kemudian.... Suasana pasar Cinere seperti sedia kala, Nampak para preman Generasi baru menguasai wilayah ini. Yang ternyata dikuasai oleh Rocky, Dimas, dan Jack. Igo yang masih berjualan telor kini sikap dan pribadinya telah berubah. Suatu ketika Salah satu Preman bernama Jack menagih setoran dengan kasar dilapak Igo. Igo hanya diam saja tidak melawan, walaupun ia telah dianiaya oleh Jack. Dimas yang juga preman anak buah Rocky mencoba menghentikan aksi Jack. Disitu nampak hubungan Dimas dan Igo ada sesuatu yang tersembunyi. Igo yang dibela Dimas tetapi juga dibenci Dimas. Ternyata masa lalu yang membuat Dimas sangat membenci Igo, karena Dimas merasa Igo telah lalai melindungi isterinya sendiri yang merupakan Ibu kandung Dimas sehingga tewas ditangan Joe Bandit yang ingin membalas dendam kepada Igo. Disisi lain Rocky Bos Dimas yang memiliki pacar bernama Vina. Ternyata diam-diam Vina menaruh hati kepada Dimas karena sikap Dimas yang Simpatik tidak seperti teman-teman preman lainnya. Hubungan gelap asmara antara Vina dan Dimas menyulut kemarahan Rocky sehingga mereka yang awalnya kawan kini menjadi lawan.
  • 10. Garuda COVER STORY Semangat Membatu Sebuah Epos Kontemporer Inspiratif REIZA PATTERS 10 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
  • 11. Garuda 19 Film Garuda 19 adalah film tentang perjuangan pembentukan timnas U-19. Para pelatih, pemain dan masyarakat Indonesia sama-sama bermimpi memiliki tim sepakbola yang tangguh yang memberikan harapan untuk meraih kemenangan.2014 l Edisi 9 l Kinescope l 11
  • 12. COVER STORY Oleh karenanya, Film ini menjadi penyemangat untuk terus mendukung Timnas U-19. Cerita ini dikembangkan dari dua buku terbitan Bentang Pustaka, yaitu “Semangat Membatu”, karya FX Rudi Gunawan bersama Guntur Cahyo Utomo, serta buku “Menolak Menyerah” karya FX Rudi Gunawan. Namun dalam pelaksanaan produksi filmnya, dilakukan banyak sekali pengembangan skenario sehingga berbeda dari cerita dalam bukunya. “Cerita Timnas U19 itu potensial menjadi kisah yang menarik, bukan karena ini cerita sepak bola tapi karena ini cerita tentang orang-orang biasa di pelosok Indonesia yang tidak pernah dilihat oleh orang pusat (Jakarta),” jelas Andibachtiar Yusuf, sutradara film ini (sebelumnya membuat film Hari Ini Pasti Menang, The Conductors, Romeo Juliet dan The Jak). Ditambahkan Yusuf bahwa bukunya lebih bercerita tentang Timnas junior setelah mereka menjadi juara AFF dan pasti lolos ke Piala Asia U19. Tapi filmnya bercerita tentang bagaimana tim ini terbentuk, bagaimana Indra Sjafrie mencari 12 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 “Cerita Timnas U19 itu potensial menjadi kisah yang menarik, bukan karena ini cerita sepak bola tapi karena ini cerita tentang orang-orang biasa di pelosok Indonesia yang tidak pernah dilihat oleh orang pusat (Jakarta).” - Andibachtiar Yusuf - mereka, dan kisah nyata awal perjuangan anak-anak itu. Kemudian setelah menjadi tim, tentang bagaimana mereka bekerja keras untuk kemudian menjadi juara. Film Garuda 19 menjadi sebuah catatan harian tentang pembelajaran hidup bagi siapapun. Karena sesungguhnya sepabola banyak mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Ada kegetiran, memang. Tapi lebih banyak lagi perjuangan, karena segetir apapun jika disikapi dengan kesungguhan, menjadi sebuah semangat yang membatu untuk meraih kemenangan. SINOPSIS Film ini bercerita tentang gelaran Piala AFF U-19 2013 di Sidoarjo. Timnas U-19 berhasil menekuk Vietnam lewat adu penalti (7-6) di partai puncak dan berhak membawa pulang piala resmi pertama yang didapatkan timnas Indonesia sejak 22 tahun yang lalu. Terbayang kembali jejak-jejak para punggawa Timnas U-19 ketika mulai direkrut Indra Sjafri dan kawan kawan. Semuanya serba apa adanya, dengan fasilitas dan dana yang minim. Namun hal ini tidak membuat gentar Indra Sjafri dkk. Mereka yakin ada bibit hebat pesepakbola tersebar di Nusantara. Perjalanan ini pun dirasakan oleh Yazid Randaula, seorang anak muda dari sebuah kampung nelayan yang miskin di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara yang sempat bergabung dalam pelatihan Timnas 19. Walau perjalanan Yazid di lapangan hijau pada akhirnya berkata lain, tapi turut merasakan kebanggan terhadap Timnas 19 ini. Maka kemenangan AFF U-19 itu memberikan pelajaran penting akan apa arti perjuangan itu. Para pemain belumlah mencapai separuh perjalanan dalam meraih impian. Namun mereka merasakan kebahagiaan, setelah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Misalnya
  • 13. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 13 bagaimana Evan Dimas sudah mulai bisa membantu kehidupan orang tuanya, Sahrul yang tidak lagi kesulitan membeli sepatu, dan Yabes yang membanggakan warga Alor. Mereka sudah harus bersiap lagi untuk kualifikasi Piala Asia U-19. Indonesia berada di grup G bersama dengan Laos, Filipina, dan juara Piala Asia 12 kali, Korea Selatan. Negara terakhir inilah yang selalu disebut dalam setiap pertanyaan wartawan pada Coach Indra. Apakah timnas U-19 mampu mengalahkan Korsel? Di tengah persiapan itu, berbagai tantangan tidak berhenti menghampiri. Mulai soal tawaran iklan kepada para pemain, status klub Evan Dimas yang tidak diakui, perpindahan stadion ke GBK dll. Namun, melalui perjuangan ini mental pemain ditantang kembali, apakah mereka berhasil mengatasi semuanya sebagai satu tim yang solid. Lalu bagaimana coach Indra Sjafri CS menaikan mental dengan menyuntikkan semangat membatu bagi seluruh tim. Termasuk bagaimana situasi perang urat syaraf ketika melawan Korea Selatan untuk menentukan nasib mengikuti PIALA ASIA Oktober 2014 di Myanmar. TANTANGAN CASTING & SHOOTING Film ini didukung aktor kawakan Mathias Muchus, Ibnu Jamil, Mandala Shoji, Puadin Redi, Reza Aditya, dan Verdi Solaiman. Selain itu, Film Garuda 19 juga melibatkan pemain muda berbakat seperti Rendy Ahmad yang pernah berperan sebagai Arai di film Sang Pemimpi dan Laskar Pelangi sekuel 2 Edensor. Gazza Zubizareta salah satu aktor muda yang bermain di film Negeri 5 Menara dan Yusuf Mahardhika yang dikenal dalam serial TV Tendangan Si Madun, serta Agri Firdaus salah satu pemain dalam Film Mestakung. Film ini juga menjadi debut pertama dari Amanda Ayunda, adik dari Maudy Ayunda, serta pendatang baru, Bilqis Utari dan Beta Freestyle. Selain itu, Garuda 19 banyak melibatkan pemain dari berbagai daerah (sesuai lokasi shooting) untuk mendukung film nuansa lokal di setiap lokasi shooting film ini. Lokasi shooting yang berpindah-pindah di beberapa daerah, seperti Konawe Selatan, Pulau Alor, Jogjakarta, Solo dan Jakarta tentunya, juga menjadi tantangan tersendiri. Salah satu kejadian menarik adalah saat tim produksi seharusnya shooting di Pulau Buton, karena alasan non-teknis mendadak harus pindah ke Konawe Selatan di Sulawesi Tenggara. Sutradara dan seluruh kru sama sekali tidak tahu seperti apa Konawe Selatan pada waktu datang ke sana. “Kejadian itu cukup membuat pusing, karena skenario yang ada sudah ditulis untuk shooting di Buton, dengan setting yang disesuaikan dengan kondisi alam dan budaya Buton. Nah, berarti perlu mengubah skenario on-the-spot agar sesuai untuk shooting di Konawe Selatan. Untung penulis skenarionya, Swastika Nohara, ikut shooting. Jadi begitu sampai di Konawe Selatan dia bisa langsung membuat beberapa penyesuaian di skenarionya,” jelas Andibachtiar Yusuf. Menurut Yusuf sesungguhnya film ini menyentuh berbagai aspek dalam sepak bola Indonesia. Misalnya bahwa Indonesia tidak punya pembinaan sepak bola untuk usia muda, dan dalam film tergambarkan dari apa yang terjadi di tahun 2012, waktu Timnas U19 akan dibentuk. Film Garuda 19 merupakan produksi film ke 14 Mizan Productions. Andibachtiar Yusuf dalam produksi film ini bertindak sebagai Sutradarasekaligus penulis skenario bersama dengan Swastika Nohara. Kemampuan Yusuf dalam menyutradarai film sepakbola tidak lagi diragukan, sebut saja film Hari Ini Pasti Menang, Romeo dan Juliet dan lain-lain. Film yang akan ditayangkan Oktober 2014 ini, semoga bisa mendapatkan apresiasi dan sambutan luas dari para penonton film di Indonesia dan penggemar sepakbola Indonesia. Mari kita tonton kisah inspiratif karya anak negeri!
  • 14. BEHIND THE SCENE Catatan Shooting Film GARUDA 19 Saat mendengar kata ‘GARUDA19 apa yang pertama kali terlintas di benakmu? Kami baru saja menyelesaikan etape pertama shooting film GARUDA19, sebuah sport-drama yang mengisahkan perjuangan anak-anak muda dari berbagai penjuru Indonesia untuk masuk Timnas U19, serta blusukannya Indra Sjafrie yang meyakini negeri ini terlalu luas untuk tidak dijelajahi guna menemukan bakat-bakat sepak bola tersembunyi. Shooting tahap pertama berakhir hari Minggu kemarin, ditutup dengan adegan tarkam yang panas dan ganas di lapangan Bangunjiwo, Bantul, Jogjakarta. Tentu tak ketinggalkan seorang komentator sepak bola yang sering muncul di TV menjadi cameo sebagai komentator pertandingan ini. Lihatlah fotonya yang pakai peci ini, dan tebak, siapakah komentator yang saya maksud? Timans Indonesia U19 saat ini memang tengah mencorong 14 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 pamornya. Beberapa judul buku telah diterbitkan mengangkat kisah Indra Sjafrie, salah satunya berjudul Semangat Membatu karya FX Rudy Gunawan dan Coach Jarot. Buku inilah cikal bakal ide film GARUDA19 meski cerita film yang skenarionya saya tulis bersama Andibachtiar Yusuf ini sama sekali berbeda dari bukunya. Selain Evan Dimas, coach Indra Sjafri dan para pelatih lain, film ini juga mengulik lebih dalam sisi personal Yabes Roni Malaifani, pemain U19 asal Pulau Alor, NTT. Keputusan ini diambil karena kisahnya unik, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya. Selama dua belas hari shooting di Jogja dan sekitarnya, semesta telah mendukung. Cuaca cerah, malah kadang panas sekali, membuat shooting adegan outdoor berjalan lancar. Aktor senior yang memerankan Coach Indra Sjafrie tidak hanya tampil optimal SWASTIKA NOHARA membawakan perannya, tapi juga menularkan kinerja baiknya bagi aktor-aktor muda yang berperan sebagai pesepak bola Timnas U19. Mereka antara lain Yusuf Mahardika, Rendy Ahmad, Gazza Zubizareta. Rendy (sebelumnya main film di Sang Pemimpi, Mestakung dll) mengaku tidak terlalu sulit
  • 15. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 15 memerankan Syahrul Kurniawan, karena seperti Syahrul, Rendy juga tumbuh di kota kecil di Belitong, jauh dari hingar-bingar ibu kota. Namun, Rendy melakukan persiapan khusus untuk melatih kekuatan fisiknya dan footwork-nya demi tampil prima dalam adegan bermain sepak bola. “Shootingnya seru, timnya asik! Aktor-aktor yang udah pengalaman ngangkat yang muda-muda dan masih baru, kombinasinya mantep lha!” kata sutradara Andibachtiar Yusuf (Hari Ini Pasti Menang, The Conductors, Romeo Juliet) setelah selesai mengambil adegan yang paling mengharukan dalam film ini. Menurut Yusuf tantangan terbesar justru karena shooting berbarengan dengan piala dunia. Yusuf yang biasanya tak pernah melewatkan satu partai pun selama World Cup digelar, kalau hari sudah sore berkali-kali memotivasi timnya dengan kalimat, “Yuk yuk yuk… set-nya udah belum? Australia-Belanda nih!” Maksudnya, jangan sampai shooting-nya ngaret dan mereka ketinggalan nonton pertandingan Australia lawan Belanda jam 23.00 wib. Untung tim artistik pimpinan Rico bekerja cekatan, bersaing ketat dengan camera department dipimpin Gunung. Andu, sang astrada, tak kenal lelah menggalang koordinasi dengan departemen-departemen lain agar shooting berjalan efisien. Memang tak gampang bekerja sama dengan 90- an kru dengan kondisi berpindah tempat berkali-kali sepanjang hari sesuai keperluan adegan. Kadang, sambil menunggu persiapan pengambilan adegan, aktor dan kru menggeletak di tempat seadanya karena di lokasi di kampung terpencil yang cuma ada pepohonan dan tanah lapang. Seperti yang sering kami jumpai pada saat shooting, warga berkerumun menonton kegiatan kami, kadang minta foto bareng para aktor di sela-sela pengambilan adegan. Ada dua aktor yang paling laris mendapat ajakan foto bareng. Dengan melihat foto ini, kalian pasti bisa langsung menebak, siapakah aktor laris itu? Dan coba tebak, siapa saja aktor yang memerankan Coach Indra Sjafrie, Coach Guntur, Coach Jarot, Coach Nur Saelan dan Adit sang kit man timnas U19? Kerja keras di Jogja dan Solo kemarin baru langkah awal. Berikutnya shooting dianjutkan di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara dan Pulau Alor, NTT. Film di bawah bendera Mizan Productions ini akan tayang di bioskop bulan ini.
  • 16. Andibachtiar Yusuf: Indonesia Tidak Punya Pembinaan Sepakbola 16 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 REIZA PATTERS INTERVIEW
  • 17. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 17 Apa latar belakang ide pembuatan film ini? Pada dasarnya saya merasa perlu mendokumentasikan berbagai kejadian penting di Indonesia. Bangsa indonesia itu punya masalah dengan dokumentasi. Maksud saya, begitu berita bahwa kisah Timnas U19 diangkat ke layar lebar banyak orang berkomentar bahwa tim ini belum layak difilmkan karena prestasinya baru Asia Tenggara. Tapi di Indonesia ini orang mudah lupa, dan sangat kurang dokumentasi. Ini masalah umum. Misalnya nama-nama yang pernah besar seperti Nanda Telambanua, Nico Tomas, Ellyas Pical bahkan Icuk Sugiarto, atau Nur Fitriana dan Lilis Handayani yang pernah menyabet mendali perak Olimpiade, anak-anak muda jaman sekarang mana ada yang kenal dan tahu prestasi mereka? Jadi harus ada orang yang mendokumentasikan kisah mereka dalam film, baik film fiksi maupun dokumenter. Tujuannya agar 50 tahun lagi orang Indonesia ingat bahwa Timnas sepak bola kita pernah menjadi juara Asia Tenggara meskipung di level junior dan ketika peristiwa itu terjadi, sambutan masyarakat begitu luar biasa. Lalu suatu hari tim Mizan menghubungi saya dan menawarkan sebuah project. Waktu itu saya kira Mizan menawarkan membuat film tentang Sudirman karena saya dengar mereka sedang menggarap kisah ini. Ternyata saya diajak kerja sama membuat film Garuda 19. Tetap saya sambut dengan gembira. Kisah Garuda 19 ini ide dasarnya diangkat dari buku Semangat Membatu, meskipun untuk skenarionya kami melakukan banyak sekali pengembangan sehingga berbeda dari bukunya. Cerita Timnas U19 itu potensial menjadi kisah yang menarik, bukan karena ini cerita sepak bola tapi karena ini cerita tentang orang-orang biasa di pelosok Indonesia yang tidak pernah dilihat oleh orang pusat (Jakarta). Apakah ide ceritanya sama dengan novel yang berjudul sama? Kalau beda, di mana letak bedanya? Beda, bukunya lebih bercerita tentang Timnas junior setelah mereka menjadi juara AFF dan pasti lolos ke Piala Asia U19. Tapi di filmnya kita bercerita tentang bagaimana tim ini terbentuk, bagaimana Indra Sjafrie mencari mereka, kisah nyata awal perjuangan anak-anak itu dan setelah menjadi tim tentang bagaimana mereka bekerja keras untuk kemudian menjadi juara. Bagaimana proses castingnya? Dan apa alasan akhirnya memilih mereka sebagai pemeran-pemeran di film ini? Proses casting berjalan sebagaimana biasa. Pemeran coach Indra Sjafrie kami tentukan dengan berdiskusi antara saya, tim Mizan dan penulis skenario, sehingga muncul nama Mathias Muchus. Pemeran coach Jarot, Guntur, Nur Saelan, Eko dan kitman Adit kami casting beberapa nama yang kami rasa sesuai. Nah, tantangan muncul ketika casting untuk empat tokoh utama pemain muda di Timnas U19. Sangat sulit menemukan aktor muda Indonesia yang aktingnya bagus dan jago main bola. Setelah melalui proses panjang, termasuk casting anak-anak SSB (Sekolah Sepak Bola), akhirnya kami menemukan nama-nama yang sesuai. Hasilnya terbentuklah ensembel pemain seperti yang akan anda lihat dalam film Garuda 19 sekarang ini. Mereka memiliki kemampuan acting dan skill bermain sepak bola yang sesuai dengan kebutuhan film ini. Shootingnya di mana zaja? Ada gak kejadian atau pengalaman menarik selama shooting? Kendala-kendalanya apa zaja? Lokasi shooting di Konawe Selatan, Pulau Alor, Jogjakarta, Solo dan Jakarta tentunya. Salah satu kejadian menarik adalah saat kita seharusnya shooting di Pulau Buton, mendadak harus pindah ke Konawe Selatan di Sulawesi Tenggara. Saya dan seluruh kru sama sekali tigak tahu seperti apa Konawe Selatan pada waktu datang ke sana. Padahal skenario sudah ditulis untuk shooting di Buton, dengan setting yang disesuaikan dengan kondisi alam dan budaya Buton. Nah, berarti perlu mengubah skenario agar sesuai untuk shooting di Konawe Selatan. Untung penulis skenarionya, Swastika Nohara, ikut shooting. Jadi begitu sampai di Konawe Selatan dia bisa langsung membuat beberapa penyesuaian di skenarionya. Secara teknis tidak ada kendala berarti. Saya shooting bersama tim yang solid dan kita semua bekerja keras bersama. Kendala yang paling terasa adalah saat shooting bersamaan dengan berlangsungnya Piala Dunia. Saya perlu mengatur kerja sama tim dan membuat 90-an orang kru bekerja seefisien mungkin agar shooting selesai tepat waktu sehingga kami semua bisa menonton pertandingan Piala Dunia 2014. Bukan hanya saya, kru dan pemain juga ingin nonton Piala Dunia! Apa sih yang target dari pembuatan film ini? Dari sisi komersial maupun dari sisi edukasi? Saya ingin film Garuda 19 dibicarakan dan ditonton oleh masyarakat Indonesia sebanyak-banyaknya, dari berbagai sudut pandang. Sesungguhnya film ini menyentuh berbagai aspek dalam sepak bola Indonesia. Misalnya bahwa Indonesia tidak punya pembinaan sepak bola untuk usia muda, dan dalam film tergambarkan dari apa yang terjadi di tahun 2012, waktu Timnas U19 mau dibentuk.
  • 18. CAHAYA DARI TIMUR: BETA MALUKU Aspirasi Lokal, Inspirasi Nasional Setelah 4 tahun selepas merilis “Hari Untuk Amanda” pada tahun 2010, sutradara Angga Dwimas Sasongko kini kembali hadir dengan film terbarunya yang berjudul “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku”. Ni Beta Maluku merupakan film pertama dari rangkaian seri Cahaya Dari Timur yang mengangkat kisah-kisah inspiratif dari Indonesia Timur Cahaya Dari Timur: Beta Maluku mengangkat kisah nyata dari kehidupan Sani Tawainella (Chicco Jericho) seorang mantan pemain sepak bola asal Tulehu, Ambon yang sempat mewakili Indonesia pada Piala Pelajar Asia tahun 2016 namun gagal dalam seleksi PSSI Baretti. Kegagalan menjadi pemain sepakbola professional membuatnya pulang kampung dan menjadi tukang ojek untuk menghidupi keluarganya. Pada saat konflik Maluku pecah awal tahun 18 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 ROHMAN SULISTIONO REVIEW 2000-an, Sani mengumpulkan anak-anak Tulehu untuk berlatih sepak bola dengan tujuan menghindari anak-anak tersebut dari konflik. Ditengah segala kekurangan serta problematika ekonomi dan keluarga yang dialami Sani, Sani berhasil membangun tim yang menjadi kebanggan Tulehu dengan mampu mewakili Maluku dalam kejuaran Nasional U-15 2006 di Jakarta. Cahaya Dari Timur: Beta Maluku, sepintas memang film bertemakan sepakbola, namun ditelisik lebih kedalam, film ini mengangkat isu sosial dan budaya yang terjadi di negeri Maluku. Seperti halnya sisa-sisa konflik Maluku yang secara tidak langsung mempengaruhi psikologi anak Tulehu yang menjadi Rasis terhadap agama lain hingga akhirnya dipersatukan dengan sepakbola. Film ini melampirkan pesan perdamaian antar umat beragama, tidak hanya untuk di Tulehu, tapi untuk semua manusia. Cahaya Dari Timur: Beta Maluku tidak terperangkap pada kebiasaan film-film sejenis yang pemeran utamanya datang bak pahlawan lalu mengubah nasib beberapa orang dan ditampilkan sempurna tanpa cacat layaknya dewa. Dalam film ini penonton akan disuguhkan sosok Sani Tawainella yang seperti manusia biasa yang sesekali mengalami kegagalan. Penonton akan ikut merasakan kegetiran Sani yang telah sayang terhadap anak-anak didiknya namun terus ditekan oleh himpitan ekonomi dan keluarganya. Sosok Sani tidak terjebak dalam heroisme berlebihan. Penuturan tahap demi tahap perjuangan Sani mengajarkan penonton bahwa siapapun bisa membawa perubahan baik bagi lingkungannya. Pengalaman adalah guru terbaik, pepatah tersebut tepat disematkan
  • 19. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 19 kepada M. Irfan Ramli, scriptwriter dari Cahaya Dari Timur. Merasakan sendiri masa-masa konflik Maluku membuat naskah skenario yang dibuat bersama Swastika Nohara begitu dekat dengan kejadian nyata serta setting tempatnya. Detail-detail adegan seperti kebiasaan-kebiasaan orang Tulehu serta logat aslinya terasa sepanjang film. Yang paling terasa adalah sepanjang film hampir mayoritas menggunakan bahasa Melayu Tulehu asli beserta logat khasnya. Tentu saja hal ini merupakan nilai plus untuk film ini. Lebih baik menggunakan bahasa asli dan menggunakan subtitle agar terasa lebih natural dibanding harus meninggalkan bahasa setting tempatnya dengan menggunakan bahasa Indonesia agar (niatnya) menambah nilai komersial yang malah menurunkan kualitas dari film tersebut. Penampilan seluruh pemain dalam film ini patut diberikan apresiasi baik. Baik artis ibukota yang diboyong dari Jakarta sampai “Rising Star” anak-anak asli Maluku melakukan penampilan yang baik sehingga terasa seperti orang Tulehu sesungguhnya. Penampilan Chicco Jericho sebagai Sani Tawainella mampu menarik perhatian penonton. Lupakan Chicco yang selalu terlihat mulus dan selalu bersih dengan pakaian necis wara-wiri di televisi, melalui debut pertamanya didunia film, Chicco mampu menunjukan bahwa dia memang aktor yang layak untuk bermain film. Penonton tidak akan merasa melihat Chicco, namun Sani. Chicco mampu memberikan kenangan manis didebut nya didunia film. Penampilan pemain lain seperti Shafira Umn, Jajang C. Noer, Glenn Fredly, Serta Ridho “Slank” semuanya bermain baik sesuai dengan posisinya. Terlebih Ridho “Slank” yang aktingnya mampu diatas rata-rata, aktingnya sama baiknya seperti saat sedang bermain gitar di Slank, terasa hidup dan menjiwai. Dan jangan lupakan penampilan anak-anak asli Maluku yang mampu mencuri perhatian dalam debut mereka. Berpenampilan baik sebagai anak-anak Tulehu dengan tidak merasa minder dengan actor-aktor senior yang beradu acting dengan mereka. Melalui Cahaya Dari Timur, Angga Dwimas Sasongko sebagai sutradara menjadikan sebagai batu loncatan ke level baru dalam pengalaman berkaryanya. Apabila dalam “Hari Untuk Amanda” hanya men-direct dengan cast yang tak begitu banyak, dalam film ini Angga harus menangani film yang lebih besar dan tentu saja lebih complex. Menangani film ini sebagai sutradara dan produser tentu saja membuat Angga harus menangani film ini dari A sampai Z sehingga film ini lebih emosional untuknya. Hasilnya, sebuah sajian yang terasa sepenuhnya dari hati untuk para penonton. Sinematografi yang patut diacungi jempol terutama moment-moment penting saat pertandingan sepak bola yang begitu menarik dan begitu dramatisir. Serta tak lupa untuk meng-capture pemandangan indah Tulehu. Apabila “Laskar Pelangi” mampu mempromosikan Belitong dan “5cm” dengan Mahameru-nya, Cahaya dari Timur mampu menampilkan pesona Tulehu dengan bauk. Terutama Pantai-nya yang bersih dan begitu biru. Secara keseluruhan, Cahaya Dari Timur merupakan tontonan bergizi bagi masyarakat Indonesia yang selama ini “terpaksa” disuguhkan oleh film dengan muatan “polusi”. Memberikan kisah inspiratif yang dengan membumi serta didukung dengan sisi teknis seperti directing, penampilan para cast, serta cerita yang mumpuni membuat Cahay Dari Timur seperti film dengan komposisi yang hampir sempurna. Tidak melebihkan, namun saat menonton film ini banyak moment yang begitu menggetarkan bahkan membuat campur aduk perasaan. Tak percaya? Rasakan moment-moment akhir dalam film ini. Bisa saya katakan bahwa moment terakhir dalam film ini adalah salah satu moment terakhir terbaik selama saya menonton film dibioskop. Film yang begitu berkesan dan inspiratif. Dengan harga tiket bioskop yang dibeli penonton mendapat tontonan menghibur sekaligus inspiratif. Menandakan awal dari seri Cahay Dari Timur, sangat diharapkan agar seri selanjutnya memiliki kualitas yang sama atau bahkan lebih baik. Indonesia butuh film seperti ini, yang memiliki muatan Edukatif.
  • 20. Komedi Satir Yang Terantisipasi Namun Sarat Nilai Realitas kehidupan dunia politik sebuah bangsa memang penuh liku-liku. Dari mulai hal-hal baik yang bermanfaat untuk banyak orang, hingga hal-hal pribadi yang seringkali menghubungan antara politik, uang dan urusan ranjang. Ide ini diangkat oleh Lola Amaria dalam film Negeri Tanpa Telinga. REVIEW Film ini menceritakan kisah seorang bapak bernama Naga (T. Rifnu Wikana) yang berprofesi sebagai pemijat refleksi panggilan. Kehebatannya dalam menyembuhkan penyakit dengan pijat refleksi membuatnya banyak memiliki klien dari berbagai kalangan. Mulai dari artis, para petinggi partai politik, pemerintahan hingga kelompok jurnalis. Sebagai tukang pijat ia seringkali menjadi pendengar semua perbincangan orang-orang penting itu. Bahkan tidak sedikit yang memang sengaja mengajak Naga berdiskusi sambil dipijat. Tanpa diminta, ia mendengarkan bagaimana Partai Martobat yang dipimpin oleh 20 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Piton Wangsalaba (Ray Sahetapy) berusaha mengumpulkan dana untuk konvensi. Caranya adalah dengan menggolkan proyek wisma Khayangan. Ia juga tahu persis peran Mentri Joko Ringkik (Rukman Rosardi), Marmood (Tanta Ginting)sang bendahara partai, dan Tikis Queenta (Kelly Tandiono) anggota legislatif sang pelobi ulung. Sejumlah kader petinggi partai itu memang pasien Pak Naga. Sementara itu di sisi lain Partai Amal Syurga yang dipimpin Ustad Etawa (Lukman Sardi) sedang mengatur tender Impor Daging Domba. Naga mendengar dengan jelas ketika memijat kader-kader partai ini, bagaimana simbol-simbol keagamaan digunakan sebagai kedok memperkaya diri sendiri. Tak hanya soal uang, Naga pun jadi saksi ketika transaksi urusan ranjang dilakukan oleh para penguasa tersebut. Ia bahkan memijat Tikis Queenta yang kelelahan setelah melakukan “lobi-lobi” dengan sejumlah rekan anggota dewannya. Dengan plot tersebut, kita dengan mudah menangkap apa gerangan yang ingin digambarkan dalam film tersebut. Film yang skenarionya ditulis oleh Indra Tranggono dan Lola Amaria ini memang sengaja memotret realitas kehidupan politik kontemporer di Indonesia. Mereka membawanya secara satir untuk menyindir dan
  • 21. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 21 memvisualisasikannya dalam adegan-adegan film ini. “Ide cerita ini saya dapatkan karena selama 5 tahun ke belakang media begitu gamblang menceritakan soal skandal-skandal korupsi dan politik di negeri ini. Bahkan sidangnya pun disiarkan secara langsung,” ujar Lola Amaria yang juga berperan sebagai sutradara. Agak disayangkan bahwa film ini digulirkan dalam plot genre komedi. Dengan dengan tipenya yang satir, sulit untuk bisa menjadikan film ini menjadi sebuah tontonan komedia yang bisa membuat kita tertawa dan melupakan sejenak beban hidup dan malah justru membuat dahi berkerut walaupun mungkin masih bisa tertawa kecil, di dalam hati atau hanya sekedar tersenyum. Aline Jusira yang menjadi editor di film ini pun mengakui kesulitan mempertahankan komedi ini. “Plot aslinya peran Ustad Etawa sudah selesai di 20 menit awal. Namun jika plot dibiarkan seperti itu, film ini akan menjadi membosankan. Karena itu plot cerita kita bongkar ulang untuk memperpanjang kehadiran Etawa yang terbukti lucu,” papar Aline. Pembelokan premis yang tak terantisipasi penonton adalah hal penting untuk membangun sebuah alur komedi. Semakin jauh sebuah hasil akhir (punch line) dengan premis akan makin tercipta kelucuannya. Dan dalam film ini memang sudah berusaha dibangun punchline yang baik, seperti contoh dialog seorang kader partai Amal Surga pada pimpinan partainya, “Saya sudah ikhtiar dan tawakal Ustad, supaya korupsi kita tidak ketahuan.” Persoalannya, hal inipun sudah terantisipasi oleh penonton, karena film Negeri Tanpa Telinga memang mengambil ide satir dari kasus-kasus yang sudah sering kita simak pemberitaannya di televisi. Meski Lola Amaria dan Indra Tranggono mengaku telah lepas dari fakta dan mencoba membuat realitas baru, tetap saja hal ini dengan mudah dicerna oleh penonton dan mengasosiasikannya dengan tokoh yang ada di dunia nyata sehari-hari. Ini mugkin sebab yang menjadikan hanya sedikitnya terdapat kejutan untuk membuat penonton tertawa karena jalannya scene sudah terantisipasi. Namun begitu, patut diakui bahwa film ini telah berusaha dengan berani memotret kisah-kisah buruk negeri ini secara gamblang. Aksi-aksi pemerannya yang diatas rata-rata juga bisa membuat nilai tambah. Film yang menampilkan Gery Iskak sebagai sosok paling vokal dalam pemberantasan korupsi, Lukman Sardi sebagai seorang ustad dan Kelly Tandiono sebagai pelobi ulung yang tidak kenal halal dan haram. Hadir juga Ray Sahetapy, Tanta Ginting, dan Jenny Zhang yang punya peran tidak kalah menarik. Salah satu adegan yang layak diperhatikan adalah antara Ray Sahetapy dan Jenny Zhang yang dilakukan dalam mobil. Adegan ini terasa begitu natural dan menguras emosi. Bahkan sebagai pemeran Ray juga mengaku melatih adegan ini berkali-kali. Kemudian jangan lepaskan mata dari tokoh Tikis Queenta sang pelobi ulung. Killer body-nya Kelly Tandiono yang memerankan tokoh ini dijamin bikin meleleh. Di awal ia sudah tampil dengan perut rata cenderung sixpack-nya sambil olah raga lari. Di beberapa adegan ia muncul hanya mengenakan pakaian dalam seksi two pieces warna merah. Dan tercatat sekurangnya ia beradengan cinta dengan tiga laki-laki berbeda di film ini. Sayang sekali, setelah film ini rilis, terdengar kabar bahwa Lola Amaria harus mendapatkan teror. Penyebabnya tak lain adalah karena alur cerita film ini yang mengangkat banyak skandal di kehidupan politik elit Republik Indonesia. Mulai dari cerita seks, kisah para pelobi yang menghalalkan banyak cara sampai koruptor yang divisualisasikan lewat akting di film ini. Semoga film ini bisa terdokumentasikan dengan baik dan bisa menjadi pelajaran bagi generasi penerus tentang satu masa gelap kehidupan politik elit di negeri ini.
  • 22. REVIEW “Teman-teman, hari ini aku ingin bercerita tentang tempat tinggalku, sebuah pasar kecil ditengah kota Jakarta.Aku mau bercerita tentang sajadah dan telur ayam sahabatku”. - Rindu ROHMAN SULISTIONO Potret Interaksi Sosial Masih ingatkah dengan sesosok gadis kecil yang selalu menghalau setiap orang untuk mengisi sejadah kosong di samping kanannya untuk memberi ruang kepada ibunya yang entah kemana bernama Asih (Putri Mulia)? Lalu ada Bimo (Sakurta Ginting), adik dari seorang penjual telur yang “terobsesi” dengan wanita cantik yang tinggal di dekat rumahnya. Dan Rindu (Raisha Pramesi) gadis kecil Tunarungu yang selalu menggambar masjid tanpa kubah. Melalui ketiga anak inilah, penonton dibawa ke dalam karya ketujuh dari sutradara Garin Nugroho, 22 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Rindu Kami Padamu. Karya yang mempesona dan penuh inspirasi. Rindu Kami Padamu memvisualisasikan sebuah interaksi sosial di pasar tradisional secara apa adanya dan natural. Mengangkat kisah hidup rakyat kelas bawah yang “terkurung” dalam sebuah tempat mencari nafkah dengan treatment yang sederhana dan terasa membumi. Film ini mencoba menggambarkan situasi serta kehidupan masyarakat pasar tradisional di mana mereka tinggal dan bekerja di dalamnya dengan beberapa polemik yang menyertai, yang digambarkan dengan fokus persoalan yang dialami oleh tiga tokoh anak di dalamnya. Penggambaran situasi pasar oleh Garin Nugroho terlihat begitu nyata dan penuh detail. Penggunaan kamera statis namun mampu menangkap kerumunan serta kesibukan pasar tradisional dapat tertangkap dengan baik dan sederhana. Detil-detil kehidupan para karakter di pasar juga mampu disuguhkan dengan baik seperti proses pengecapan telor, anak-anak pengajian yang mengaji di Musholla, permainan badminton seadanya, serta anak-anak yang bermain di tengah hiruk pikuk pasar. Garin terlihat ingin menggambarkan RINDU KAMI PADAMU:
  • 23. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 23 suasana pasar tradisional secara menyeluruh dan mendalam sehingga tidak hanya apa yang tampak di permukaannya saja. Dan hasilnya bisa dibilang Garin dengan piawai mampu menggunakan setting utama pada film ini dengan baik dan memberi sudut pandang lain kepada penonton terhadap pasar tradisional. Penampilan tiga tokoh sentral yang ketiganya merupakan anak kecil, mampu menghasilkan karakter yang cukup kuat dalam Rindu Kami Padamu. Ketiganya (Asih, Bimo, dan Rindu) mampu memainkan karakternya masing-masing dengan apik dan terlihat natural, polos, dan jujur khas anak-anak. Namun yang paling menonjol tentu penampilan Sakurta Ginting sebagai Bimo. Penampilan “Kipli” (peran populer Sakurta Ginting dalam seri Kiamat Sudah Dekat) sungguh menawan dan mencuri perhatian sejak film dimulai. Mampu menampilkan karakter bocah yang haus kasih sayang ibu serta “terobsesi” akan gadis cantik yang tinggal dekat rumahnya yang membuatnya menjadi posesif. Penampilan perdana Sakurta Ginting dalam film ini merupakan awal yang sangat baik dan membawanya cukup laris mondar mandir di televisi, baik sebagai bintang iklan atau aktor serial televisi Indonesia. Penampilan menawan juga ditampilkan oleh dua aktor senior, Didi Petet dan Jaja Miharja. Menjadi duo “penghuni musholla”, mereka menunjukkan kelasnya dalam memerankan tokoh Bagja dan Sabeni. Bagja, seorang ustad yang menghabiskan kehidupannya untuk memakmurkan musholla sederhana tak berkubah di tengah pasar, dengan mengajar mengaji anak-anak yang tinggal di pasar. Karakter Bagja tidak terjebak kedalam sosok Ustad yang selalu benar dan sebagai solusi setiap masalah dan digambarkan secara manusiawi namun namun tetap idealis. Begitupun dengan Sabeni, ayah dari Asih yang merupakan “Soulmate” dari Bagja yang dibawakan begitu natural dan bersahabat oleh Jaja Miharja. Pola tingkahnya menjadi “penyegar” dalam film ini. Apabila Bimo terobsesi dengan gadis cantik, Sabeni juga terobsesi, namun dengan mikrofon dan pengeras suara musholla. Setiap momen dalam Rindu Kami Padamu diiringi ilustrasi musik yang tak kalah menggugah dari filmnya. Musisi Dwiki Dharmawan mampu meracik nada demi nada yang mendampingi setiap adegan dalam film ini sehingga Rindu Kami Padamu terasa begitu syahdu namun tetap membumi dan sederhana. Lagu Rindu Rasul yang dibawakan Bimbo terasa menggetarkan Hati. Beberapa Scene yang diiringi lagu ini begitu menggugah dan membuat pesan yang ingin disampaikan melalui Rindu Kami Padamu semakin menguat. Wajar apabila ilustrasi musik dalam Rindu Kami Padamu mendapat Musik Terpuji pada Festival Film Bandung 2005. Melalui film yang mendapat penghargaan Best Film Cinefan – Festival of Asian and Arab Cinema pada tahun 2005, Garin Nugroho mampu memadukan kisah kehidupan di pasar tradisional yang terlihat natural dan apa adanya dengan interaksi dan pendekatan yang terasa intim dibalut dengan ilustrasi musik yang menawan dan penampilan para karakter dalam film ini yang memikat. Hasilnya, sebuah tontonan yang menarik dengan cerita yang mendalam. Bisa dibilang Rindu Kami Padamu merupakan film Garin Nugroho lebih mudah dicerna penonton dibanding film beliau yang lain. Sebuah persembahan yang cukup megah yang ditawarkan dengan berbagai kesederhanaan.
  • 24. REVIEW Yang Ketu7uh Potret Kontradiksi Ironis Negeri Film Dokumenter Yang Ketu7uh, karya WatchDoc, sebuah lembaga kreatif yang mengkhususkan diri pada pembuatan film-film dokumenter, adalah sebuah film yang berusaha memvisualisasikan eforia politik di Indonesia dalam pemilihan umum yang digelar pada tahun 2014 ini. Film ini mendokumentasikan proses pemilihan umum dan bentuk kontradiksinya dengan situasi dan kondisi rakyat Indonesia kebanyakan. Film dimulai dengan dokumentasi kedatangan Soekarno dari Jogja setelah penyerahan kedaulatan 29 Desember 1949 di Jakarta, yang disambut oleh ribuan rakyat yang terlihat sangat mencintainya. Saat itu, Soekarno sekaligus memindahkan kembali Ibukota Negara ke Jakarta dan untuk pertamakalinya Presiden menggunakan Rijwick sebagai Istana Negara. Potongan dokumentasi ini terlihat seperti ingin membandingkan Soekarno 24 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 dengan calon-calon pemimpin yang sedang bertarung dalam pemilihan umum pada potongan-potongan dokumentasi yang terjahit selanjutnya dalam film tersebut. Kemudian film berlanjut dengan penggambaran tentang proses politik pemilihan umum dari tahun 2009, di mana saat itu, Prabowo Subianto justru berpasangan dengan Megawati, Calon Presiden dari PDIP. Sedangkan pada tahun 2014 ini, kita tahu bahwa Prabowo maju menjadi calon Presiden berhadapan dengan Joko Widodo, calon Presiden dari PDIP, partai politik yang dipimpin oleh Megawati. Penggambaran ini seolah ingin mengingatkan pada publik bahwa dalam politik, para pelakunya tidak selamanya berada dalam satu barisan yang sama. Dokumentasi dari kedua kubu calon Presiden yang bertarungjuga tersaji dengan apik, seperti saat Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK mengambil nomor urut di KPU. Kemudian dilanjutkan dengan pidato capres nomor urut 1, Prabowo Subianto yang disambut REIZA PATTERS
  • 25. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 25 dengan penuh semangat oleh para pendukungnya. Kemudian, mendokumentasikan konser ‘Salam 2 Jari ‘yang diikuti ribuan pendukung Jokowi-JK di Gelora Bung Karno. Momen pencoblosan pilpres yang dilakukan pada 9 Juli 2014 hingga pengumuman KPU pada 22 Juli 2014 juga tersaji apik di film dokumenter Yang Ketujuh ini. Hingga kemudian pidato kemenangan presiden Joko Widodo (Jokowi) yang didampingi Jusuf Kalla (JK) di atas kapal pinisi, di pelabuhan Sunda Kelapa. Lalu gambar demi gambar berjalan dengan tampilan kontradiktif dan penuh ironis di dalamnya. Bagaimana peggambaran tentang gegap gempita, kemewahan dalam kegiatan politik di tingkat elit, dengan situasi, kondisi dan keadaan yang lebih nyata di tingkat rakyat bawah. Misalnya ada adegan dokumentasi kampanye capres, di mana menampilkan Rhoma Irama dan Titik Soeharto yang menyanyikan lagu “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” ini seolah memberikan ironi bahwa yang menyanyikan iu adalah orang yang lebih dari separuh umur hidupnya berada di tengah situasi bergelimang harta dan pusaran kekuasaan. Ini ironi yang sangat nyata ditampilkan dalam film tersebut. Yang Ketu7uh bukan melulu bercerita soal capres atau relawannya, melainkan tentang empat profil pemilih pada momen Pemilu 2014 lalu. Seperti layaknya konsep statistik, mereka menjadi sampling dari tiga kelompok di masyarakat, yakni urban, sub urban dan rural. Pun dengan faktor domisilinya, ada tukang ojek dan kuli bangunan di ibukota, buruh cuci di Tangerang Selatan, serta petani penggarap di Indramayu. Bagaimana pergulatan hidup mereka sehari-hari dikupas lebih dalam. Di sini mereka berkisah seputar isu-isu yang fundamental di masyarakat.Tampilan kontrakdisi ironis dalam keriuhan dan kemewahan kampanye partai-partai politik beserta elit-elitnya versus kehidupan berat rakyat dan kekumuhan, menjadikan film ini menarik untuk diperbincangkan. Namun, adegan demi adegan yang terkesan berulang, karena tidak ditampilkan secara utuh melainkan ditampilkan secara bergantian, sedikit menghilangkan sisi emosional atas situasi kontradiktif yang ada di dalam film tersebut dan membuat kita tidak merasakan titik klimaks dari film itu.
  • 26. Ya mungkin karena itu film dokumenter yang ber sekitar 1 jam 15 menit. Namun bagaimanapun, sebuah film yang memiliki pesan tertentu sebaiknya ditampilkan dengan tetap memperhitungkan sisi emosional penonton agar pesan tersebut dpat terinternalisasikan dengan baik di benak penontonnya. Dan yang paling penting, jangan terkecoh dengan judulnya yang terkesan dramatis. Judul itu hanya menguatkan isi film saja bahwa pemilihan umum 2014 yang bermuara pada pemilihan Presiden itu adalah untuk memilih Presiden Republik Indonesia yang ke 7. Dan pesan bahwa siapapun yang menjadi Presiden Yang Ketu7uh, akan menghadapi tantangan dari situasi dan kondisi kehidupan rakyat yang cukup berat, yang memang tergambarkan cukup baik dalam dokumentasi 17 videografer yang 26 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 terlibat dalam pembuatan film tersebut. Dan yang bisa direnungkan setelah menonton film ini adalah dialog berbentuk diskusi di sebuah gubuk di tengah sawah yang dilakukan oleh 4 orang petani. Dialog dan body language dari orang-orang dalam adegan tersebut seperti penyimpulan dari keseluruhan film ini, yaitu tentang perbedaan pemahaman dan keberpihakan politik, kedewasaan untuk menerima kemenangan dan kekalahan politik, ketidakpedulian rakyat bawah atas gegap gempita pemilu yang dirasakan tidak berpengaruh apa-apa pada kehidupan mereka sehari-hari. Ya, secara keseluruhan film ini memberikan gambaran tentang kompetisi perebutan kekuasaan, situasi kehidupan rakyat yang semakin hari semakin berat dan harapan atas kualitas hidup yang lebih baik. Jadi, tonton film versi boskopnya yang akan rilis tanggal 18 September 2014 ini dan siap-siap berkerut dahi dan banyak tersenyum menyaksikan sedikit dari ironi bangsa ini. APA KATA MEREKA Produser Yang Ketu7uh, Hellena Yoranita Souisa, menerangkan bahwa pandangan orang biasa lebih penting dibanding pandangan para anggota tim sukses yang dijejalkan ke khalayak selama ini. Pemilu terlihat berbeda dari sisi orang-orang yang umumnya tinggal di wilayah pinggiran. Misalnya, pemilu itu ternyata tidak “rusuh”, tidak “hiruk-pikuk”, seperti yang dibayangkan orang selama ini. Mereka yang tampil dalam Ketu7uh dipilih secara acak dan tersebar di berbagai wilayah, mulai Indramayu,
  • 27. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 27 Tangerang, Jakarta, Ende, hingga Samarinda. Karena tokoh-tokoh utama dokumenter ini berasal dari berbagai wilayah. Menurut Dandhy Laksono, Sutradara film ini, tokoh dalam filmnya dipilih dengan basis riset atas masalah (issue driven). “Kami memilih 3 isu fundamental yang ada di masyarakat: masalah domestik (harga sembako), pekerjaan/ pengangguran, dan kepemilikan tanah serta ketahanan pangan,” ujar Dhandy. Dandhy sendiri dikenal sebagai sutradara film dokumenter yang kerap mengambil tema sosial, politik dan hak asasi manusia. Salah satu film terakhirnya adalah “Kiri Hijau Kanan Merah” yang mengangkat soal sosok Munir serta “Alkinemokiye” yang bercerita soal kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada karyawan Freeport pada 2012. Andhy Panca Kurniawan, Direktur Watchdoc menyebutkan bahwa mereka memang ingin memotret bagaimana antusiasme masyarakat dalam menyikapi pemilu sebagai salah satu aspek dalam mengubah kehidupan mereka sehari-hari. Pemilihan wajah-wajah rakyat kecil yang mereka dokumentasikan, yang kontras dengan segala gegap-gempita dan kemeriahan pemilu adalah sarana untuk menunjukkan realitas ini dan sekaligus sebagai pendidikan politik bagi masyarakat. “Ini berawal dari gagasan kami untuk menyederhanakan sesuatu yang kelihatannya sangat susah, sangat tinggi, dan mahal,” ujar pria yang akrab dipanggil Panca ini. “Kita ingin merekam anomali ini, rasa sakit yang mendera masyarakat setiap hari. Supaya masyarakat tahu ini loh siklusnya. Film ini juga sebagai booster, yang mendorong dan mengingatkan pemerintah supaya lebih fokus memperhatikan rakyat. Yang mana itu adalah janji dari kedua capres,” pungkas Panca. Farid Gaban, wartawan senior yang juga hadir dalam acara pemutaran film “Yang Ketujuh” ini juga sangat mengapresiasi film tersebut. “Film ini bagus pertama karena merupakan karya dokumentasi dari beberapa videografer. Ini menunjukkan sudut pandang yang lebih beragam. Yang kedua, dari sisi konten memperlihatkan dinamika dari pemilu. Tak sekadar fokus memotret soal kampanye, tapi beberapa juga men-shoot wajah rakyat kebanyakan,” ujar Farid. Menurut Farid, film yang tidak mainstream namun bersentuhan langsung dan menampakkan potret masyarakat, justru merupakan film yang paling dibutuhkan masyarakat. “Film seperti ini bagus untuk pendidikan politik bagi masyarakat. Titik pentingnya di situ. Menurut saya ini harus diperbanyak. Ini baru eksperimen dari Katadata dan Watchdoc. Apalagi sekarang banyak orang yang bisa bikin video. Bikin tema-tema lebih beragam tentang pertanian, perburuhan, transportasi dan layanan publik lain yang sebenarnya sangat berhubungan erat dengan politik tapi kurang diliput oleh wartawan,” ujar Farid Gaban. Ade Wahyudi, Managing Director Kata data pun mengakui film-film dokumentasi publik yang memotret kehidupan masyarakat kecil merupakan hadiah untuk masyarakat atas terselenggaranya pemilu yang berlangsung damai. “Film ini ingin menyampaikan bahwa ada masyarakat yang jauh dari sorotan media. Mereka bukan aktivis atau tim sukses. Tapi mereka antusias sekali ikut pemilu. Kita coba melihat pemilu dari kacamata mereka,” terang Ade yang berharap agar pemerintahan mendatang tidak mengkhianati harapan rakyat ini. Farid Gaban
  • 28. REVIEW RUROUNI KENSHIN: KYOTO INFERNO Upaya Mengembalikan Masa Lalu Melanjutkan cerita dari film live action pertamanya yaitu Rurouni Kenshin: Meiji Kenkaku Roman Tan, di sekuel kedua ini bercerita tentang Pemerintahan Jepang yang meminta bantuan dari sang pengembara (Rurouni) Kenshin yang sekarang menjadi penghuni tetap dojo Kamiya. VITAMORGANA & KARINA Kenshin didekati oleh pemerintah untuk menghentikan kelompok pemberontak yang ingin merebut kendali negara. Kelompok pemberontak tersebut dipimpin oleh salah satu rekan sang pembantai Batosai Himura bernama Shishio Makoto. Batosai Himura adalah masa lalu Kenshin sebelum ia memutuskan untuk menjadi pengembara dan 28 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 tidak ingin membunuh lagi. Shishio menaruh dendam pada pemerintah Meiji kerena dianggap pernah mengkhianatinya dan membakarnya hidup-hidup. Kenshin diminta oleh Menteri Okubo untuk melawan Shishio. Untuk itu, Kenshin diminta untuk melakukan perjalanan
  • 29. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 29 ke Kyoto yang merupakan inti dari era Bakumatsu berdarah dan menghentikan Shishio serta para pengikutnya. Permintaan tersebut bertentangan dengan keinginan Kenshin untuk tidak membunuh lagi secara langsung. Namun demi menyelamatkan Negerinya serta orang-orang tercintanya, akankah Kenshin menghapuskan keinginan tersebut dan bersedian melawan Shishio yang merupakan musuh yang memiliki ketangguhan sama dengannya? Sutradara Keishi Otomo dan koreografer Kenji Tanigaki berusaha memaksimalkan film ini dengan adegan pertarungan yang apik, diiringi pula dengan musik latar yang terdengar pas dan tidak berlebihan. Selain menampilkan action yang memukau, kisah drama percintaan juga mewarnai film ini serta konflik-konflik menarik yang terjadi sepanjang 139 menit. Gimmick tersebut membuat film ini tak terasa membosankan penonton untuk mengikuti alur cerita film ini. Penonton tak hanya dibuat tegang dengan pertarungan, namun juga bisa merasakan manisnya romantisme bahkan sesekali menertawakan tingkah polah lucu para pemain di film yang diangkat dari Anime Samurai X ini. Didukung para pemain berwajah tampan dan cantik yang menampilkan akting yang memukau, nenambah gereget dan menambah gimmick tersendiri bagi para penonton. Film ini tak hanya bisa dinikmati oleh para pecinta anime saja, karena film ini menyajikan kisah menarik yang akan mengantarkan rasa penasaran penonton untuk menantikan kelanjutan kisah film ini.
  • 30. FESTIVAL Festival Eurasia terbesar di dunia Tong Tong Fair kembali digelar di Belanda RIAN SAMIN Yang menarik pada tahun 30 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 ini, menginjak usianya yang ke 56, festival yang selalu dihelat di lapangan Malieveld, Den Haag ini menggelar diskusi dan pemutaran fragmen film Indonesia di Tong Tong Teater. Pemutaran tersebut dilaksanakan pada 6, 8, dan 9 Juni 2014. Satu di antara film yang diputar adalah Soegija, pemeran utama wanita film tersebut, Annisa Hertami hadir sebagai perwakilan. Pada diskusi dan tanya jawab setelah pemutaran fragmen, Annisa mengungkapkan bahwa betapapun pada masa lalu hubungan Belanda dan Indonesia
  • 31. Hingga 9 Juni 2014 kemarin, festival ini sudah diselenggarakan sejak tahun 1959 di kota Den Haag. Di sanalah berbagai pekerja seni, penulis, dosen hingga juru masak baik dari Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Srilanka dan Amerika berkumpul untuk berpartisipasi dalam acara ini. Pengunjung dapat nenikmati pertunjukan musik, tari, seni, workshop hingga aneka panganan khas negara-negara partisipan. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 31 tidak baik, namun kita semua harus belajar dari sejarah, entah itu baik maupun buruk untuk menjadi lebih baik lagi. Annisa juga mengemukakan bahwa keterlibatannya dalam film ini juga sebagai perayaan terhadap multikulturalisme yang ada di Indonesia. Di sela sela diskusi, pemeran Mariyem ini memberikan kejutan dengan menyanyikan sebuah lagu yang ada dalam film tersebut yaitu ‘Ajoen Ajoen’, spontan para penonton yang memiliki nostalgia terhadap lagu tersebut ikut bernyanyi bersamanya. Pada 8 Juni 2014, film Laura Marsha yang diwakili oleh produser film Leni Lolang dan sutradara film tersebut Dina Jasanti diputar pada pukul 19.00. Film ini juga mengambil salah satu lokasi di Belanda, yaitu kota Amsterdam. Yang terakhir, sekaligus bersamaan dengan penutupan Tong Tong Fair pada 9 Juni 2014, diputar fragmen film Ainun Habibie dan dilanjutkan dengan diskusi serta tanya jawab oleh supporting talent film tersebut, Vita Mariana Barazza. Sebelumnya pada penyelenggaraan ke 55 tahun 2013 lalu juga diputar satu film Indonesia yang disutradarai Ifa Isfansyah. Pada pemutaran Film Sang Penari ini juga mendatangkan penulis novel Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari yang menjadi inspirasi film ini.
  • 32. FESTIVAL The 1st Jogja Miniprint Biennale (JMB) 2014 Sebanyak 140 karya mini print dari 72 seniman yang berasal dari 23 negara dipamerkan di Museum Bank Indonesia, Jl. Panembahan Senopati 2, Yogyakarta. Pameran The 1st Jogja Miniprint Biennale (JMB) 2014 yang berlangsung 6 – 13 Juni ini dibuka dengan demo intaglio I oleh pegrafis Yogyakarta. Selain itu pada malam pembukaan tersebut juga diumumkan tiga karya terbaik pemenang JMB Award 2014, dan Special Perfor-mance Ade Aryana Uli Pandjaitan. Negara yang berpartisipasi dalam pameran ini adalah Indonesia, Ar-gentina, Australia, Belgia, Bulgaria, Brazilia, Estonia, Finlandia, Hun-garia, India, Italia, Inggris, Irlandia, Jepang, Kanada, Montenegro, Malaysia, Norwegia, Perancis, Po-landia, 32 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Serbia, Turki dan Ukraina. Jogja Miniprint Biennale (JMB) yang pertama ini digelar untuk menyebarluaskan seni cetak grafis ke tengah masyarakat, dan upaya meningkatkan mutu sajiannya. Menurut Syahrizal Pahlevi selaku penggagas JMB, even adalah bagian dari beberapa program yang telah, dan sedang jalankan selain workshop, program ‘mini residensi’ yang baru dimulai awal tahun ini, dan berbagai kegiatan propaganda dan rencana pameran. Sebelum even ini, pada 2013 lalu telah digelar Jogja International Mini Print Festival (JIMPF) yang diikuti 167 peserta dan 460 karya. Syahrizal menjelaskan bahwa sudah sejak lama pihaknya menyimpan hasrat agar Yogyakarta memiliki sebuah even seni cetak grafis berkala setiap 2 atau 3 tahun sekali. Even tersebut selain berfungsi sebagai pertemuan karya-karya bermutu, sekaligus juga sebagai ajang pergaulan para pegrafis dari berbagai belahan dunia- tengah terbentang saat ini. Minimnya infrastruktur, seretnya dukungan di dalam negeri seba-gaimana banyak dikeluhkan oleh pegrafis. Hal ini menurut pengelo-la Teras Print Studio, Yogyakarta ini membuat even semacam JMB menjadi sebuah keharusan untuk diselenggarakan secara rutin agar para pegrafis tumbuh rasa per-caya dirinya dan tetap bergairah berkarya. Sebelumnya, peserta pameran ini dijaring lewat pendaftaran terbuka kepada seniman Indonesia dan luar negeri yang dilakukan sejak 1 Januari hingga 20 April lalu. Awalnya tercatat ada 169 calon peserta dari 27 negara yang mengikuti seleksi, namun dalam perjalanannya ada peserta yang mundur, tidak memberi kabar, dan terlambat mengirim karya. Karya-karya yang datang RIAN SAMIN
  • 33. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 33 tepat waktu kemudian diseleksi ada 142 seniman dengan jumlah sebanyak 465 karya. Pada tanggal 26 April 2014 bertempat di Kedai Kebun Forum, Jalan Tirtodipuran 3 Yogyakarta, Indonesia, dewan juri yang terdiri dari Hendro Wiyanto (ketua), Devy Ferdianto (anggota) dan Agung Kurniawan (anggota) telah menyeleksi 140 karya dari 72 seniman berasal dari 23 negara untuk mengikuti pameran JMB 2014. Selain digelar di gedung Heritage Museum Bank Indonesia, pameran ini akan dilanjutkan di Mien Gallery, Jl Cendana 13, Yogyakarta mulai 17 – 23 Juni mendatang. Rencananya pameran ini masih akan dibawa ke berbagai tempat, baik di Yogyakarta maupun luar kota hingga Desember 2014. Syahrizal menerangkan bahwa dalam JMB yang pertama ini sengaja dipasang tiga juri yang merupakan kombinasi dari karakter yang ber-beda: “pengusung tema”, “penjaga teknik” dan “pengawal teknik & tema”. “Dalam hemat kami seni cetak grafis sebagaimana seni-seni lainnya memerlukan unsur-unsur tersebut untuk menjadi menarik, mampu bersaing dan diminati penonton,” jelasnya. Melalui perhelatan JMB pertama ini, pihak penyelenggara ingin mem-bangun sebuah bienal yang profe-sional, kuat, serta dapat bersanding dengan bienal-bienal miniprint yang telah lebih dahulu hadir di berbagai belahan dunia. “Kami berharap apa yang dilakukan ini dapat bermanfaat baik bagi pelaku seni cetak grafis itu sendiri maupun pelaku seni dari disiplin yang berbeda, para pencinta seni dan masyarakat pada umumn-ya,” tandas Syahrizal.
  • 34. Electoral Risk ARKIPEL 2014: Hangatnya berbagai peristiwa sosial-politik yang memperlihatkan kecenderungan ‘kekuatan sipil’ yang terjadi akhir-akhir ini di negara-negara Timur Tengah, Asia, Eropa, dan Amerika Latin menjadi tema festival Arkipel tahun ini. Konsep negara demokrasi yang diadopsi dari ‘Barat’, yang berarti, kekuasaan berada di tangan rakyat dalam menentukan segala hal yang berhubungan dengan arah hidup mereka, dalam prakteknya tidaklah berjalan dengan baik. Di sisi lain, perkembangan teknologi, terutama teknologi media informasi—sinema sebagai salah satu bagiannya, telah memperlihatkan bagaimana kekuatan sipil ‘mengkritisi’ kebijakan-kebijakan negara, sebagaimana yang dilansir dari arkipel.org Pada tahun kedua ini, ARKIPEL International Documentary & Experimental 34 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Film Festival akan mengangkat tema Electoral Risk, yang mencoba melihat bagaimana sinema membaca demokrasi, aktivisme, politik, dan kekuatan sipil dewasa ini, baik di Indonesia, Asia, dan masyarakat global. Perubahan geo-ekonomi dan geo-politik global telah merubah begitu banyak sudut pandang kita terhadap kenyataan sehari-hari, yang juga telah menggeser tatanan kehidupan bermasyarakat. Berbagai peristiwa sosial-politik yang memperlihatkan kecenderungan ‘kekuatan sipil’ yang terjadi akhir-akhir ini di negara-negara Timur Tengah, Asia, Eropa, dan Amerika Latin, telah mempertanyakan kembali makna dari demokrasi. Konsep negara demokrasi yang diadopsi dari ‘Barat’, yang berarti, kekuasaan berada di tangan rakyat dalam menentukan segala hal yang berhubungan dengan arah hidup mereka, dalam prakteknya tidaklah berjalan dengan baik. Di sisi lain, perkembangan teknologi, terutama teknologi media informasi—sinema sebagai salah satu bagiannya, telah memperlihatkan bagaimana kekuatan sipil ‘mengkritisi’ kebijakan-kebijakan negara. Tema Electoral Risk dipandang sangat penting untuk merespon situasi global saat ini. Tema ini mencoba membaca bagaimana sinema menerjemahkan, memetakan, memaknai dan membaca ulang demokrasi melalui kemungkinan-kemungkinan eksperimentasi visualnya yang sangat terbuka lebar untuk dieksplorasi, baik bentuk (esterika, form), moda produksi, distribusi, atau bahkan perannya dalam menangkap ‘yang nyata’, membeberkan persoalan, mendekatkan ‘yang tak terlihat’ menjadi ‘terlihat’. Setelah melakukan seleksi FESTIVAL
  • 35. Pada perhelatan pertama tahun lalu, festival filem ARKIPEL menghadirkan film-film eksperimental dan dokumenter dari seluruh dunia dengan berbagai macam pendekatan estetika bahasa sinema, proses pembuatan, ataupun isu-isu sosial yang diangkatnya. 29 FILM YANG LOLOS ARKIPEL 2014: 1. Gli Immacolati Ronny Trocker, France/Italy (2013, 14 min) 2. Post Scriptum Santiago Parres, Spain (2013, 8 min) 3. Genre Sub Genre Yosep Anggi Noen, Indonesia (2013, 12 min) 4. Une Histoire Seule Xurxo Chirro & Aguinaldo Fructuoso, Spain (2013, 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 35 66 min) 5. Lembusura Wregas Bhanuteja, Indonesia (2014, 10 min) 6. Bois d’Arcy Mehdi Benallal, France (2013, 24 min) 7. Uyuni Andrés Denegri, Argentina/USA (2005, 8 min) 8. Sun Song Joel Wanek, USA (2013, 15 min) 9. Tabato Joāo Viana, Portugal/Guiné (2013, 16 min) 10. Au Monde AKA Into the World Christophe Bisson, France (2013, 41 min) 11. Gundah Gundala Wimar Herdanto, Indonesia (2013, 8 min) 12. 5 – 9 Ulf Lundi Sweden (2013, 8 min) 13. The Park Monica Proba, Turkey/Poland (2014, 34 min) 14. Historias de Balcones AKA Balcony Tales Helle Windeløv-Lidzéllius, Denmark/Cuba (2013, 36 min) 15. Grito AKA Scream Andrés Denegri, Argentina (2008, 20 min) 16. Avō Cortiço AKA Grandfather Cortiço Ricardo Batalheiro, Portugal (2012, 21 min) 17. The Shadow of Your Smile Alexei Dmitriev, Russia (2014, 3 min) 18. Playing with Fire Anneta Papathanassiou, Greece (2013, 58 min) 19. Asier ETA Biok AKA Asier AND I Amaia Merino, Spain/Ecuador (2013, 94 min) 20. Ioann & Marfa Nikolay Volkov, Russia (2013, 39 min) 21. Ocho Décadas Sin Luz AKA Eight Decades Without Light Gonzalo Egurza, Argentina (2014, 8 min) 22. Diario de Pamplona AKA Diary of Pamplona Gonzalo Egurza, Argentina (2011, 17 min) 23. Alles Was Irgendwie Nutzt AKA All What Is Somewhat Useful Pim Zwier, Germany/Netherlands (2013, 8 min) 24. Emak Bakia Baita AKA The Search For Emak Bakia Oskar Alegria, Spain (2012, 83 min) 25. Renai No Daikyouen AKA Banquet of Love Haruka Mitani & Michael Lyons, Japan (2014, 7 min) 26. Lúa AKA Moon Miguel Mariño, Spain (2014, 10 min) 27. Today’s Walk – Concrete Aluminum - Paul Agusta, Indonesia (2013, 6 min) 28. Broken Tongue Mónica Savirón, USA (2013, 3 min) 29. Codes of… Senses Roser Teresa Gerona Ribas, Spain (2013, 5 min) terhadap 320 film, tahun ini ARKIPEL meloloskan 29 film dalam kompetisi Internasional. Event internasional ini akan dilangsungkan dalam dua segmen, yakni segmen Festival pada tanggal 11-18 September 2014 dan sekmen Eksibisi pada 14-21 September 2014. Arkipel 2014 akan digelar di beberapa titik lokasi yaitu di Kineforum, Goethehouse, Graha Bhakti Budaya, Gedung Produksi Film Negara (PFN) dan Cinema XX1 TIM. Pembukaan Festival film ini akan digelar pada 11 September 2014 di GoetheHaus, Jl Dr Sam Ratulangi No. 9 – 15 Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta. ARKIPEL International Documentary and Experimental Film Festival digagas oleh Forum Lenteng untuk membaca fenomena global dalam konteks sosial, politik, ekonomi dan budaya melalui sinema. Melalu media film diharapkan dapat melihat, bagaimana sinema berperan dalam menangkap fenomena masyarakat global, baik dalam konteks estetika maupun konteks sosial-politiknya melalui bahasa dokumenter dan ekperimental. Perhelatan festival filem ARKIPEL kali kedua ini sebagai wadah pembuat filem untuk menuangkan pemikiran tema Electoral Risk. Pendaftaran karya filem akan dibuka selama tiga bulan untuk membuka peluang interpretasi terhadap tema yang terbuka luas, dari yang lingkupnya domestik sampai yang publik, karena eksperimentasi terhadap konten dan estetika adalah pilihan yang politis. Mari suarakan karya anda.
  • 36. FESTIVAL FILM MEDAN FESTIVAL Sebuah wadah apresiasi film Indonesia, yang lahir atas dasar pemikiran tentang pentingnya karya sineas-sineas di Sumatera Utara untuk diapresiasi dan untuk menambah gairah pertumbuhan sineas-sineas dengan karya-karya yang spektakuler serta demi kemajuan industri perfilman nasional secara umum dan Sumatera Utara secara khusus. Festival ini digagas oleh beberapa sineas muda Medan yang bersatu dalam wadah Medan Cinema Foundation. Untuk tahun pertama, Festival Film Medan 2014 akan diselenggarakan dengan mengusung tema Medan Inspirasi dan baru mencakup peserta dengan wilayah Sumatera Utara, dengn menaruh harapan bahwa pada penyelenggaraan tahun-tahun berikutnya sudah bisa menjadi sebuah event apresiasi film berskala Nasional. Adapun materi karya yang diperlombakan adalah karya Film Pendek dan Panjang Fiksi serta Film Dokumenter. RANGKAIAN KEGIATAN Kegiatan Festival Film Medan 2014 akan dimulai dengan rangkaian roadshow ke sekolah, kampus, serta tempat berkumpulnya anak-anak muda (kafe dan sebagainya) di Medan dan sekitarnya, untuk mensosialisasikan kegiatan dan acara yang kontennya berupa screening dan sharing session. Kegiatan ini dimulai dari 11 Mei 2014 hingga 31 September 2014 dilaksanakan setiap akhir pekan. 36 l Kinescope l Edisi 9 l 2014
  • 37. BERIKUT BEBERAPA PERSYARATAN PADA AJANG FESTIVAL FILM MEDAN 2014: 1. Keikutsertaan Kompetisi tidak dipungut biaya (Gratis). 2. Tema Film Bebas. 3. Peserta Umum, boleh terdiri dari Individu atau kelompok film peserta adalah Film Pendek dan Panjang Fiksi serta Film Dokumenter. 4. Peserta boleh mengirimkan maksimal 3 karya dengan catatan dikirim dalam amplop terpisah dan masing-masing film melengkapi semua persyaratan 5. Tahun produksi adalah tahun 2010 keatas. 6. Karya tidak mengandung unsur sara, pornografi, pornoaksi. Pelanggaran dan gugatan atas hak cipta terhadap karya yang diikutkan dalam kompetisi ada diluar tanggung jawab panitia. 7. Film tidak berupa profil lembaga/ perusahaan, iklan layanan masyarakat dan trailer . 8. Wajib memahami dan menyepakati seluruh syarat lomba yang tercantum. KETENTUAN LAIN 1. Karya yang dikirim akan menjadi database panitia Festival Film Medan 2014 2. Hasil Karya dikumpulkan paling lambat 30 September 2014 cap pos. 3. Film yang tidak memenuhi persyaratan tidak akan dikompetisikan. 4. Proses seleksi dilakukan oleh beberapa kurator terpilih sebelum proses penjurian berlangsung. Keputusan kurator bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. 5. Film peserta yang lulus seleksi akan diumumkan melalui website. 6. Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. 7. Panitia memegang hak sepenuhnya atas penggunaan hasil karya pemenang kompetisi. 8. Semua kelengkapan pendaftaran dikemas dalam 1 amplop dikirim ke: Up. Agung Pratama Jl Wiroto No. 13 Kecamatan Medan Timur 20234 CP. 081265345691 (Ersad) PADA FESTIVAL TAHUN INI, BEBERAPA KATEGORI JUARA SUDAH DISIAPKAN ANTARA LAIN, 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 37 1. Film Fiksi Termantap 2. Film Dokumenter Termantap 3. Aktor Termantap 4. Aktris Termantap 5. Aktor Pendukung Termantap 6. Aktris Pendukung Termantap 7. DOP/ Cameraman Termantap 8. Editor Termantap 9. Ide Cerita Termantap 10. Sutradara Termantap 11. Rumah Produksi Termantap 12. Video Klip Medan Termantap 13. Tokoh Film Lokal (Khusus) 14. Media Support (Khusus) Selain kategori juara dengan penilaian juri, pada Festival Film Medan 2014 ini juga akan diperebutkan kategori juara dengan polling SMS dan Internet, yaitu: 1. Film Fiksi Terfavorit 2. Film Dokumenter Terfavorit 3. Aktor Terfavorit 4. Aktris Terfavorit 5. Aktor Pendukung Terfavorit 6. Aktris Pendukung Terfavorit Film-film yang sudah masuk dan terdaftar di meja panitia akan diverifikasi sesuai dengan syarat dan ketentuan. Jika sudah dinyatakan lolos verifikasi awal, selanjutnya tim kurator dari panitia akan menentukan film mana saja yang layak masuk nominasi sesuai kategori yang diperlombakan. Selanjutnya film-film yang sudah terpilih sebagai nominator akan diserahkan kepada dewan juri yang terdiri dari berbgai komponen, yaitu pembuat film, penikat film serta jurnalis. Kemudian, pada tanggal 1 hingga 31 oktober 2014 adalah masa penjurian oleh dewan juri bagi film-film yang sudah dinyatakan lolos sebagai nominator. Ada juga beberapa kategori khusus akan dibuka polling via sms center dan line internet. 1 bulan sebelum malam puncak penganugerahan Festival Film Medan 2014, akan dimumkan film-film dan materi apa saja yang dinyatakan lolos sebagai nominator secara terbuka kepada khalayak umum pada sebuah acara khusus serta mencantumkan informasinya secara akurat di official media social Festival Film Medan 2014 yakni twitter @ MedanCinemaFo dan www. medancinemafoundation.com Kemudian sebelum malam puncak penganugerahan Festival Film Medan 2014, setiap perwakilan dari film-film yang terdaftar di festival ini akan dihubungi untuk mengikuti kegiatan workshop film yang dilaksanakan panitia. Film-film yang terpilih sebagai nominator ataupun film pilihan panitia akan di putar pada acara, tempat dan waktu khusus dan terbuka untuk umum. Malam puncak penganugerahan Festival Film Medan 2014, akan dilaksanakan pada 1 November 2014 dengan urutan acara Red Carpet serta Gala Dinner yang diisi oleh tamu undangan, tokoh film lokal, media, peserta serta masyarakat umum secara gratis.
  • 38. FESTIVAL XXI Short Film Festival 2014 Menayangkan film pendek hasil perlombaan atau festival kedalam medium layar lebar dan didistribusikan secara luas dibioskop memang sesuatu yang bisa dianggap jarang di Indonesia. Adapun film-film pendek yang disertakan dalam festival hanya ditayangkan selama festival itu berlangsung atau di ajak keliling dari festival ke festival lain untuk Sejak tahun lalu, XXI Short Film Festival mencoba untuk mempublikasikan para pemenang festival ini kekhalayak umum dengan diputar dibioskop. Pada tahun keduanya, XXI Short Film Festival 2014 menayangkan 7 film pendek dari 3 kategori yang berlangsung pada bulan Maret lalu. Ketiga kategori tersebut adalah Film pendek fiksi naratif, film pendek dokumenter, dan film pendek animasi. Pada kategori film pendek fiksi naratif ada Horison (Film pendek favorit), Lembar Jawaban Kita (Film pendek fiksi naratif pilihan IMPAS), dan Sepatu Baru (Film pendek fiksi 38 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Naratif Terbaik dan Pilihan Media). Pada kategori Film pendek animasi ada Asiaraya (Special Mention Official Jury untuk Film Pendek Animasi), dan Kitik (Film pendek animasi tebaik dan Pilihan Media). Dan dalam kategori Film pendek documenter ada Akar (Film Pendek dokumenter terbaik dan special mention pilihan media), dan Selamat Tinggal Sekolahku (Film pendek dokumenter pilihan media). Kompilasi XXI Short Film Festival 2014 dibuka dengan film pendek beraroma thriller yang terasa dingin serta dibalut dengan kata-kata filosofis. Horison berkisah mengenai Genda, gadis yang sedang menghadapi suatu masalah secara tidak sengaja bertemu dengan pria misterius bernama Handi. Merasa nyambung, Genda perlahan menceritakan masalahnya dan membuka diri kepada Handi yang mendengarkan seraya memberikan jawaban menggunakan rangkaian kata-kata kiasan. Hingga perlahan rahasia demi rahasia mulai terungkap. Dengan sinematografi baik yang menampilkan landscape indah serta didukung tone warna agak pucat semakin menguatkan atmosfer dalam Horison layaknya suasana hati Genda, dingin dan terasa galau. Samuel Ruby yang merupakan peserta asal Singapura mampu menuntun penonton ke menemui penontonnya. ROHMAN SULISTIONO
  • 39. terdekatnya. Amelia berusaha menceritakan lingkungan dimana dia lahir dan besar, suasana keluarga yang digambarkan senyata mungkin, serta disisipi dampak dari segala keputusan yang diambil Amelia seperti keputusannya untuk kuliah diluar negeri yang membuatnya tidak bisa menemui neneknya saat wafat. Dengan durasi 22menit dan berputar dikehidupan Amelia, jelas untuk beberapa penonton ini terlalu membosankan dan agak panjang, kecuali kalian keluarga dari Amelia itu sendiri, mungkin anda bisa sangat menikmatinya. Film yang dimerupakan gabungan dari potongan-potongan kejadian ini seperti ingin menceritakan banyak hal, namun terasa berlalu begitu saja. Karya ini memang sangat terasa personal, bila ditelisik maksud awal dalam pembuatan film ini tadinya untuk diputar dalam pernikahan Amelia, jadi terlihat wajar bila filmnya berbentuk seperti ini. Setelah disuguhkan film pendek dokumenter Akar, film keempat dalam kompilasi XXI Short Film Festival 2014 juga bergaya dokumenter. Kali ini menyorot seorang anak laki-laki bernama Lintang dalam film “Selamat Tinggal, Sekolahku”. Lintang, anak berusia 11 tahun salah satu murid dari Rawinala, sekolah untuk anak-anak dengan beragam masalah penglihatan di Jakarta. Setelah 7 tahun bersekolah disana, Lintang dianggap sudah mandiri dan harus pergi dari sekolah. Lintang harus meninggalkan hal-hal yang disukainya seperti teman-temannya, Band Junior, dan Drum. Sederhana namun mengena, mungkin itu gambaran sederhana dari dokumenter karya Ucu Agustin ini. Dengan durasi yang hanya 13 menit, penonton sudah bisa merasakan apa-apa saja yang disukai oleh Lintang seperti hobi dan moment bersama sahabatnya dan penonton turut merasakan kegundahan hati Lintang ketika harus meninggalkan itu semua. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 39 akar permasalahan Genda dengan perlahan dengan menghadirkan twist di akhir film, walau tidak dipungkiri twist seperti ini sudah sering digunakan. Script dalam Horison terlihat matang dimana sepanjang durasi film selama 17 menit yang mayoritas diisi dialog antara Genda dan Handi tidak terasa membosankan, malah terkesan misterius dan membuat penasaran, terlebih diperkuat dengan kata-kata kiasan yang penuh makna mendalam yang dilontarkan Handi untuk menjawab permasalahan Genda. Setelah Horison, penonton disuguhkan dengan film animasi yang agak berat berjudul Asiaraya. Asiaraya berkisah mengenai seorang tentara Jepang yang menuntunnya menemukan arti nasionalisme karena pertemanannya dengan Yusuf, orang Indonesia yang pernah bekerja untuknya. Sebagai bentuk penebusan janji Negara Jepang mengenai kemerdekaan Indonesia, dia melakukan pengorbanan bersama Yusuf untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari gangguan bangsa barat. Bisa dibilang, Asiaraya karya Anka Atmawijaya Adinegara merupakan film animasi realis dimana mengangkat kisah yang jarang terekspos dari perjuangan Indonesia. Dengan durasi 10 menit, Asiaraya mengangkat fenomena beberapa tentara Jepang yang ikut membantu Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Film ini terasa datar dalam mengangkat kisah seorang tentara Jepang dan maksud film ini diperkuat dengan teks yang berada di akhir film ini. Namun animasi diawal film yang mengilustrasikan mengenai salah satu ramalan Jayabaya menarik perhatian. Film dokumenter pertama yang muncul di Kompilasi ini, Akar karya Amelia Hapsari yang sebelumnya membuat “Jadi Jagoan Ala Ahok” yang juga merupakan finalis XXI Short Film Festival tahun lalu. Berbeda dengan yang sebelumnya, dimana Amelia berfokus kepada salah satu tokoh yaitu Ahok dan “membuntuti” beliau berkampanye di Bangka Belitung, melalui Akar Amelia mengangkat hal yang lebih personal dan dekat dengannya dengan mendokumentasikan dia dan keluarganya sendiri. Seperti judulnya, Akar mengangkat kisah pribadi Amelia dan darimana dia berasal. Mengekspos ayah, ibu dan neneknya serta kehidupan sehari-hari mereka mulai dari mencari nafkah melalui took bangunan hingga hal-hal kecil seperti senam di pelataran sebuah pusat perbelanjaan dan makan bersama. Akar seperti dokumenter yang berisi curhatan dari pembuatnya yang melibatkan orang-orang
  • 40. Beberapa dialog serta adegan yang terlihat sangat lugu serta natural dari Lintang dan teman-temannya membuat film ini mengalir begitu nyaman untuk penonton. Tentu saja set tempat dalam film ini mengingatkan pada film “What They Don’t Talk About When They Talk About Love” karya Mouly Surya. Ya karena kedua-dua-nya sama-sama syuting di Rawinala. Lembar Jawaban Kita, karya Sofyan Ali Bindiar menjadi film kelima dalam kompilasi XXI Short Film Festival 2014. Film pendek fiksi naratif ini berkisah mengenai Ali, seorang murid SD yang mengikuti Ujian Nasional yang harus menghadapi ujian lain ketika sebuah kertas contekan diberikan ke salah satu siswa yang kemudian kertas itu digilir dari satu siswa ke siswa lain. Menonton Lembar Jawaban Kita terasa mendapatkan pukulan kecil namun mengena dan menohok. Menyindir salah satu problematika bangsa ini perihal kejujuran (lebih akrab disebut KKN) dari skala yang kecil dan sederhana. Lembar Jawaban Kita menyindir bahwa tempat yang seharusnya mendidik pribadi muda yang baik malah menjadi ladang subur untuk menanam sifat buruk ke anak-anak. Sistem pendidikan yang buruk namun sudah dianggap biasa oleh beberapa pihak guru maupun siswa. Film ini berhasil mengangkat kejadian yang bahkan sudah dianggap lumrah namun tentu saja mencederai kejujuran sejak dini. 40 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 What They Don’t Talk About When They Kitik, film animasi karya Ardhira Anugerah Putra berkisah mengenai seorang anak kecil dan segala ketakutannya saat menghadapi khitan (sunat) yang akhirnya menjadi kejar-kejaran seru dengan sang mantri sunat. Temanya sederhana dan juga dekat dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Film dengan durasi 6 menit ini memiliki latar setting di suku Karo, Sumetera Utara. Berbeda dengan AsiaRaya yang terkesan realis dan gelap, Kitik lebih berwarna dengan karakter yang lucu. Mengingatkan kita dengan gaya animasi “Keripik Sukun Mbok Darmi” di kompilasi yang pertama. Talk About Love
  • 41. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 41 Film terakhir dalam kompilasi XXI Short Film Festival 2014 adalah film asal Makassar “Sepatu Baru”. Sepatu Baru mengisahkan seorang anak perempuan yang hidup didaerah kumuh merasa gelisah karena hujan yang tak kunjung reda menghentikan hasratnya untuk menggunakan sepatu baru. Ia-pun menggunakan cara tradisional untuk menghentikan hujan berkepanjangan tersebut. “Save the best for last”, mungkin pepatah tersebut pantas disematkan kepada Sepatu baru yang dipercaya menjadi film pamungkas dan klimaks dari kompilasi XXI Short Film Festival 2014. Sutradara muda asal Makassar, Aditya Ahmad dengan piawai meramu tata sinematografi yang cantik, script yang baik, serta akting yang menawan didukung dengan gesture penuh arti menjadi satu kesatuan yang utuh membuat film dengan durasi 14 menit ini begitu ciamik. Usaha mengangkat sebuah mitos tradisional dengan konflik yang membumi dan sederhana kedalam film patut diberi apresiasi . Tentu saja perhelatan festival ini merupakan ajang untuk menemukan bibit-bibit baru dalam perfilman Indonesia. Sebut saja Aditya Ahmad yang merupakan sutradara “Sepatu Baru” yang juga menggunakan karyanya ini sebagai Tugas Akhir perkuliahnya di jurusan perfilman di sebuah Universitas di Makassar. “Wajah lama”pun terdapat pada kompilasi XXI Short Film Festival 2014, Amelia Hapsari yang sebelumnya menyuguhkan lika liku kampanye Ahok dalam “Jadi Jagoan Ala Ahok” pada kompilasi yang Selamat Tinggal Sekolahku pertama, kali ini tetap menyuguhkan film dokumenter pendek dengan judul “Akar”. Adapula yang telah mengikuti festival film lain sebelum XXI Short Film Festival 2014, “Selamat Tinggal Sekolahku” sempat mampir di salah satu festival film besar di Indonesia, JIFFEST 2013 yang masuk dalam program Pop Up Cinema Short Doc is Doc. Secara keseluruhan kompilasi XXI Short Film Festival 2014 ini merupakan tontonan alternatif ditengah film bioskop didominasi film-film panjang. Tema yang beragam serta terasa tak jauuh dari sekitar kita membuat penonton merasakan beragam rasa dan pengalaman sinematis saat keluar dari studio bioskop. Kompilasi film pendek pemenang XXI Short Film Festival 2014 ini akan ditayangkan di 11 bioskop di 9 kota mulai tanggal 3 Juli 2014.
  • 42. TIPS Tips & Trik Lolos Casting Untuk terjun ke dunia entertainment atau hiburan, pada umumnya calon artis harus melewati proses casting atau audisi, baik untuk iklan, sinetron, FTV, film ataupun foto model dan presenter. Untuk orang yang baru memulai karier di bidang ini, tentu membutuhkan tips-tips atau cara agar bisa lolos casting iklan, sinetron dan film dengan sukses dan diterima oleh PH (production house) atau yang mengadakan casting sesuai karakter kita. Casting memiliki arti dan definisi umum, yaitu keg-iatan mencari pemeran atau talent yang sesuai dengan karakter seperti yang diinginkan dalam sebuah ce-rita. Contohnya saat ada info casting 42 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 iklan, maka karakter yang diminta atau diperlukan tentu saja harus bisa mewakili produk yang diiklan-kan. Misalnya, casting iklan rokok atau iklan provider telekomunikasi, pasti yang akan dicari adalah karak-ter wajah dan tubuh yang sesuai dengan cerita dalam iklan tersebut. Casting biasanya diawali dengan undangan bagi talent-talent yang dianggap sesuai kriteria yang di-inginkan dalam sebuah proyek, baik untuk iklan TV, photoshoot, fashion show, sinetron atau film layar lebar.
  • 43. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 43 Berikut ini adalah tips-tips umum dan khusus agar bisa sukses dan lolos casting iklan, film, sinetron, ftv dan masuk TV. SIAPKAN MENTAL Sebisa mungkin gali informasi sebanyak mungkin tentang casting yang kamu lakukan agar menguasai medan. BISA KARENA BIASA Mencari referensi untuk latihan berjalan di atas catwalk, berpose, berakting atau berbicara di depan kamera penting dilakukan. Selain membantu kamu lebih percaya diri juga dapat membantu memberikan penampilan yang terbaik pada saat casting. PILIH KOSTUM YANG TEPAT Setelah mengetahui detail casting yang akan dijalani, sesuaikan kostum. Jangan pernah berdandan atau bergaya berlebihan untuk menarik perhatian, tapi bergayalah sesuai karakter yang dibutuhkan oleh user. Salah kostum pada saat casting selain mengurangi rasa percaya diri juga bikin tidak fokus karena salah tingkah. DATANG TEPAT WAKTU (ON TIME) Kalo casting-nya sudah buat perjanjian atau diundang, usahakan untuk datang tepat waktu. Ini akan menggambarkan profesionalisme kamu. SESUAIKAN SYARAT KARAKTER CASTING: Ini sangat penting, yaitu menyesuakan dengan karakter yang di cari, misal muka kamu pas-pasan maka jangan datangi casting yang mencari model kelas A (super tampan dan ganteng banget) sudah pasti cuma bikin buang-buang ongkos dan waktu saja. ATTITUDE Bersikaplah ramah dan rendah hati, jangan sombong seolah-olah yang mau mengcasting itu di bawah kamu yang siap menerima hinaan dan protes. PENGALAMAN SYUTING Karena banyak orang berbakat namun tidak lolos hanya karena saat ditanya pengalaman syuting, dia bilang belum ada. Karena itu cobalah syuting-syuting dulu minimal satu kali syuting, setidaknya jadi figuran ekstras juga tidak apa. JANGAN MELAKUKAN HAL BODOH: Hal ini memang sepele namun banyak orang tidak lolos casting karena melakukan hal-hal bodoh, misal saat akting atau memperkenalkan diri dia salah ucap kemudian mengeluarkan lidah. Itu tandanya tidak profesional. HATI-HATI DAN TETAP WASPADA: Mengingat kasus yang pernah terjadi, kamu juga harus waspada terhadap pihak-pihak nakal. Tidak pernah ada produk atau program yang memungut biaya untuk casting. JADILAH DIRI SENDIRI Walaupun harus menyesuaikan tampilan dengan karakter yang diminta bukan berarti kamu harus menjadi orang lain. Tetap jadilah diri sendiri, karena dengan berpura-pura menjadi orang lain akan terlihat berlebihan. PERCAYA DIRI Tanamkan rasa percaya diri, sehingga kamu dapat menunjukkan kemampuan semaksimal mungkin. Rasa rendah diri atau malah terlalu percaya diri tidak akan berguna, karena keduanya justru bisa menghambat kamu untuk mengerahkan segala kemampuan. BERIKAN YANG TERBAIK Setelah semua doa dan usaha udah dipersiapkan dan lakukan sebaik mungkin, tinggal menunggu dengan positif akan hasilnya. Kalo setelah seminggu belum ada kabar dan Kamu penasaran, tidak ada salahnya menghubungi pihak klien untuk menanyakan hasilnya. Dan jangan lupa, kalau bukan kamu yang terpilih, berusahalah untuk tetap bersikap sportif dan introspeksi diri. JANGAN MENYERAH Gagal casting bukan alasan untuk menyerah. Perasaan kesal pasti ada, karena banyak juga yang pernah merasa berkecil hati karena tidak lolos casting. Kembalilah menjalani casting lain yang ada. Tetap ingat bahwa jumlah waktu yang seringkali dianggap terbuang percuma saat menjalani proses kegagalan dalam casting, justru bisa menjadi bekal berharga di kemudian hari. Berbagai ilmu tentang bagaimana berkompetisi di dunia hiburan bisa didapat secara gratis. Dan secara tak langsung mengasah kemampuan kita. Yang penting untuk diingat adalah: tidak lolos casting tak selalu berarti tidak berbakat. Bisa saja karena karakternya belum cocok dengan apa yang dicari klien. Tak perlu berkecil hati, selalu jadikan kegagalan sebagai kesuksesan yang tertunda. Itulah beberapa tips dan trik agar sukses dan lolos casting yang bisa kamu lakukan. Semoga kamu bisa melewati casting dengan sukses, dan yang terpenting dalam setiap melakukan berbagai hal adalah, niat, persiapan, sopan, percaya diri dan jangan menyerah. Sukses ya!
  • 44. LIPUTAN 44 l Kinescope l Edisi 9 l 2014 Pertemuan mereka berawal di tahun 2009, saat itu sedang ada persiapan teater karya Toni Boer “Butoh Dance Theater”, dan kebetulan mereka ikut bermain di pertunjukannya. Di sela-sela latihan Butoh itu, mereka pun terlibat cinta lokasi, hingga akhirnya menjalin hubungan asmara. RIAN SAMIN EKA & ROMAN Ngobrol Bareng
  • 45. 2014 l Edisi 9 l Kinescope l 45 Pasangan Kedung Dharma Romansa dan Eka Nusa Pertiwi ini jadian tepat di hari buruh sedunia 1 Mei 2009, dan menikah 7 Desember 2013, tepat Hari Pers Nasional, yang melekat sekali dengan sosok Tirto Adhi Soeryo alias Sang Pemula. Mereka berdua mengaku tidak merancang semua itu, tapi seolah seperti ada yang merancangnya. Pasangan ini tinggal di kawasan selatan Yogyakarta, dan aktif di berbagai kegiatan seni, baik film, teater, hingga sastra. Cukup banyak proyek seni yang mereka kerjakan bersama, namun uniknya mereka belum pernah di casting menjadi sepasang suami istri atau pacar, dalam proyek teater maupun film. Saat bermain “The Lover” naskah “Harold Pinter mereka menjadi sepasang suami istri yang sudah hidup 10 tahun, namun belum punya anak. Untuk mengatasi kejenuhan mereka mereka menjadi orang lain saat bercinta di sore hari, dan menganggap mereka adalah sepasang muda-mudi yang sedang berpacaran di taman saat sore hari, padahal sebenarnya itu didalam rumah mereka”. Eka berujar bahwa setelah pentas tersebut banyak penonton yang bilang, “kalian pasangan Gila ya?” ada juga yang berkata “keluarga kalian itu harus di rukiah”. Eka mengganggap cerita yang ia perankan bersama sang suami adalah sebagai sebuah refleksi. “Kalau jadi partner di panggung, kami bisa lebih detail menggali diri kami masing-masing. Agar nasib kami gak sama seperti tokoh-tokoh yang kami perankan diatas panggung. Heheehe,” kata Eka. Di sisi lain, Roman mengaku bahwa sejak pertama kali bertemu dengan Eka, ia membaca gelagat bahwa Eka adalah tipe perempuan yang pantang menyerah, itu terlihat ketika dia bersemangat latihan teater Toni Broer. “Kedekatan kami memang bisa dibilang berlangsung cepat, sebab saya dapat membaca masing-masing di antara kami saling membuka, sehingga kita dapat saling bertukar pikiran dan mengenal satu sama lain,” ungkapnya. Roman pernah menghadiahi novel “Bumi Manusia” untuk kado ulang tahun Eka, selain karena ia suka dengan Pramoedya. Roman berpikir bahwa Eka pasti suka, dan hal itu benar sekali, karena sejak itulah Eka semakin penasaran dengan sosok Pram, dan dia mulai membaca beberapa karya Pram yang lainnya. Sejak mulai dekat, keduanya sering berdiskusi mengenai teater, sastra, dan film. Tidak jarang diskusi mereka berlangsung dengan pertengkaran, “Tapi justru itulah romantisnya, karena jujur saja saya bukan tipe laki-laki romantic menurut persepsi orang kebanyakan atau dalam film-film romantic pada umumnya,” ungkap Roman. Romantisisme dalam kepalanya bukanlah semata yang kebanyakan orang bilang. Nah, di sinilah hubungan mereka semakin lengket. Bicara soal perfilman Indonesia, Eka merindukan film seperti Tjoet Nja Dien (1986), jika boleh berharap ia ingin sekali bermain di film tersebut. Karena tinggal dan bekerja di Yogyakarta, malah perkembangan film komunitas sangat dekat dengan pasangan ini. Eka berpendapat bahwa komunitas film di Yogyakarta sangat berkembang dengan pesatnya. Hal-hal terkait dengan produksi film, pemutaran, dan diskusi banyak dilakukan oleh komunitas film di kota ini. “Semangatnya sangat baik, tapi aku pikir, kita masih kekurangan penonton. Contoh Ketika ada pemutaran film dari beberapa komunitas, penontonnya ya temen-teman mereka aja,” keluhnya. Hal inilah yang kemudian selalu menjadi pertanyaan apakah film tersebut tidak cocok di tonton oleh masyarakat umum? Jika cocok, bagaimana masyarakat umum bisa menikmatinya? Jika tidak cocok, apa penyebabnya? Di sisi lain, Roman kini merasa bersyukur bahwa film hantu yang dibumbui dengan sex itu kini sudah lumayan berkurang. Setidaknya ini akan mengurangi selera pasar dengan film semacam itu. Ia menegaskan bahwa bicara film Indonesia, maka kita akan bicara tentang (pasar) Indonesia. Sampai sekarang ia masih meyakini kalau yang menentukan pasar itu bukan penonton, tapi masyarakat film yang tahu bagaimana penonton ini hendak diarahkan. “Tapi saya tahu ini tidak mudah, soalnya ini berhubungan dengan ‘pemesan’ selaku yang punya kocek untuk membiayai film yang akan diproduksinya,” ucapnya. Roman berpendapat bahwa aktor dan aktris kita sangat potensial, tinggal bagaimana sutradara mampu mengarahkan. Tinggal bagaimana cara kita berpikir yang tidak biasa. Tidak umum. Sebab film, menurutnya adalah karya sastra yang divisualkan. Karya sastra itu sesuatu yang tidak umum, tidak lumrah, tidak stereotype. Jadi ketika dilihat ada kesegaran, ada sesuatu yang baru. Di film komunitas, Roman melihat bahwa saat ini film-film yang bermunculan masih mempunyai kelemahan dari segi teks. Entah itu eksperimental, realis, realism magis, atau apapun, menurutnya teks naskah itu penting. Namun beberapakali ia menyaksikan film komunitas, ia melihat banyak yang sangat potensial dan bagus, bahkan mampu bersaing dengan karya-karya dari luar negeri. “Saya kira ini mempunyai peningkatan yang signifikan. Dan mestinya, tema-tema yang diusung harus beragam, tidak seragam. Bicara tentang pasar, jelas film komunitas mempunyai pasar sendiri. Kita tahu itu,” tutupnya.
  • 46. LIPUTAN Bagi pemerhati ranah musik cutting edge di era awal 2000an nama Seek Six Sick (SSS) bukanlah sesuatu yang asing. Kini, di tengah maraknya percaturan musik lokal, band asal Yogyakarta ini masih menunjukan raungannya. Jimmy Mahardhika berujar bahwa setiap masa punya musiknya sendiri, dan saat ini adalah sama saja dengan yang dulu namun dengan bentuk yang berbeda, “Hanya sekarang lebih mudah memperkenalkan dan mencari musik yang kita senangi karena perkembangan teknologi informasi,” tandas gitaris Seek Six Sick ini. Merayakan Kebisingan RIAN SAMIN MUSIK ROCK 46 l Kinescope l Edisi 9 l 2014